makalah ekologi pertanian

Upload: nurafiaty-mursalim

Post on 16-Oct-2015

536 views

Category:

Documents


49 download

DESCRIPTION

makalah ekologi pertanian

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Hal ini ditunjang oleh keadaan geografis Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan lahan yang subur. Akan tetapi kondisi pertanian di Indonesia semakin lama semakin menurun. Kondisi ini ditunjukkan dengan semakin sempitnya lahan pertanian dan penurunan tingkat produktivitas lahan akibat pengolahan lahan dan penerapan sistem pertanian yang kurang memperhatikan keberlanjutan kesuburan lahan, yaitu sebagai contoh sistem pertanian konvensional. Penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap awal memang mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, akan tetapi dalam jangka panjang efisiensi produksi semakin menurun karena berbagai efek samping yang merugikan, seperti peningkatan erosi permukaan, banjir dan tanah longsor, penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik tanah.Dalam satu abad terakhir jumlah penduduk dunia telah meningkat secara eksponensial dan diperkirakan mencapai angka 8,3 miliar menjelang tahun 2025. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan lahan untuk pemukiman dan aktifitas industri meningkat, sehingga memaksa manusia berusaha tani pada lahan yang marginal. Guna memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk dunia yang diproyeksikan terus meningkat ini, produksi rata-rata tanaman serealia harus meningkat setidaknya 80 persen hingga tahun 2025 (Zulkarnaen, 2009).Pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kebutuhan pangan yang makin meningkat tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas lahan untuk pertanian. Menurut data Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan tahun 1993 menunjukkan bahwa luas lahan bermasalah sudah mencapai sekitar 18,4 juta ha dengan rincian 7,5 juta ha potensial kritis; 6,0 juta semikritis; 4,9 juta ha kritis. Bila diasumsikan, laju penggundulan hutan sekitar 2-3 juta ha pertahun dan ditambah dengan lahan bekas tambang maka luas lahan kritis di Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 30-40 juta hektar (Zulkarnaen, 2009).Keadaan tersebut akan semakin parah karena adanya konversi lahan ke nonpertanian, pengrusakan hutan yang mencapai 25 ha permenit atau 2 juta ha per tahun. Selain itu, pemakaian berbagai senyawa xenobiotika seperti pestisida dan fungisida berlangsung secara intensif dalam merusak lingkungan antara 300.000 600.000 hektar per tahun. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan juga menyebabkan lahan menjadi kritis. Berdasarkan hasil kajian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, sebagian lahan pertanian di Indonesia memiliki kandungan C-organik kurang dari 1%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anorganik dengan dosis berapa pun tidak akan meningkatkan produksi (Zulkarnaen, 2009).Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida, dampak negatif tersebut diantaranya kasus keracunan pada manusia, ternak, polusi lingkungan dan resistensi hama. Data yang dikumpulkan WHO menunjukkan 500.000-1.000.000 orang per tahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan pestisida dan sekitar 500-1000 orang per tahun diantaranya mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan gangguan pada hepar. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan menimbulkan bermacam-macam masalah kesehatan dan pencemaran lingkungan.Pertanian konvensional juga memberikan pengaruh yang besar bagi lingkungan serta keberlangsungan kehidupan manusia. Dari latar belakang serta keadaan lingkungan yang dipaparkan diatas, maka kami menyusun makalah ini untuk mengkaji ekologi pertanian konvensional.B. Rumusan MasalahMelihat latar belakang yang dibahas diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:1. Bagaimana perkembangan sistem pertanian konvensional di Indonesia ?2. Bagaimana pengaruh pertanian konvensional terhadap kualitas lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia?3. Apa yang harusnya dilakukan untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan akibat sistem pertanian konvensional.C. Tujuan1. Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan sistem pertanian konvensional dengan keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan.2. Tujuan Khususa. Untuk mengetahuiperkembangan sistem pertanian konvensional di Indonesiab. Untuk mengetahui pengaruh pertanian konvensional terhadap kualitas lingkungan dan kehidupan manusiac. Untuk mengetahui cara melestarikan lingkungan sebagai dampak dari pertanian konvensional.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Kajian Ekologi Pertanian Istilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel (1869), yaitu ekologi berasal dari bahasa yunani yaitu oikos yang artinya habitat dan logos yang artinya ilmu jadi bisa di simpulkan ilmu habitat. Ekologi yaitu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkunganya. Tanaman membutuhkan sumber daya kehidupan dari lingkungannya dan mempengaruhi lingkungan begitu juga sebaliknya lingkungan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Jadi Ekologi Pertanian adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman (tumbuhan yang dibudidayakan) dengan lingkungannya. Yang terdapat dalam suatu ekosistem yaitu :1. Organisme dalam pengertian biologi ialah makhluk secara individu atau sesuatu kesatuan organ yang mempunyai tanda-tanda dan aktifitas kehidupan. Organisme dalam biologi sering disebut sebagai individu.2. Populasi ialah kumpulan dari organisma-organisma sejenis yang dapat berbiak silang 3. komunitas ialah kumpulan dari beberapa populasi yang hidup disuatu areal tertentu. Sebagai contoh ialah, komunitas kolam, padang pasir, dan sebagainya. 4. Ekosistem atau sistem ekologi ialah satu unit tunggal dari komuniti tumbuhan dan hewan bersama-sama dengan semua interaksi faktor-faktor fisik dari lingkungan yang ada di dalamnya. Secara sederhana ekosistem adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat interaksi antara faktorfaktor biotik dan abiotik. 5. Biosfir ialah satu bagian di alam dimana suatu ekosistem beroperasi. Dengan kata lain planet dalam bumi kita ini adalah biosfir. B. Konsep Ekologi PertanianKonsep ekologi pertanian tersusun dari biotik dan abiotik.1. Biotik yaitu komponen yang terdiri dari makhluk hidup seperti :a. Produsen yang berarti penghasil. Produsen merupakan organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri (autotrof) melalui fotosintesis. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan yang mempunyai klorofil. Produsen ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan (heterotrof) yang berperan sebagai konsumen.b. Konsumen yang berarti pemakai, yaitu organisme yang tidak dapat menghasilkan zat makanan sendiri tetapi menggunakan zat makanan yang dibuat oleh organisme lain.c. Dekomposer/pengurai, Dekomposer adalah jasad renik yang berperan menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang telah mati ataupun hasil pembuangan sisa pencernaan.2. Abiotik yaitu komponen yang terdiri dari mahluk tidak hidup dan tersusun:a. Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.b. Sinar matahari, Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.c. Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.d. Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.e. Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu.f. Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja.C. Pertanian KonvensionalPertanian konvensional adalah pertanian yang melakukan penambahan unsur eksternal (pupuk kimia dan pestisida) untuk meningkatkan hasil produksi sehingga didapatkan produksi yang tinggi. Dari pengalaman selama berpuluh tahun di semua negara, penerapan pertanian konvensional tidak membawa keadaan yang lebih baik tetapi justru menimbulkan masalah-masalah baru. Penerapan teknologi pertanian konvensional secara luas dan seragam mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan, kondisi sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Menurut Gliessmann (2007) dampak samping pertanian konvensional meliputi:a. Degradasi dan Penurunan Kesuburan Tanah.b. Penggunaan Air Berkelebihan dan Kerusakan Sistem Hidrologi.c. Pencemaran Lingkungan berupa kandungan bahan berbahaya di lingkungan dan makanan.d. Ketergantungan petani pada Input-input Eksternal.e. Kehilangan Diversitas Genetik seperti berbagai jenis tanaman dan varietas tanaman pangan lokal/tradisional.f. Peningkatan kesenjangan Global antara negara-negara industri dan negara-negara berkembangg. Kehilangan Pengendalian Komunitas Lokal terhadap Produksi PertanianPertanian Konvensional mengakibatkan kerusakan lingkungan serta semakin menghabiskan energi dari sumberdaya alam tidak terbarukan. Harga energi semakin lama semakin meningkat karena persediaan bahan bakar fosil semakin habis. Dilihat dari sisi ekonomi, keuntungan yang diperoleh dari pertanian konvensional semakin menurun. Fenomena pertanian konvensional dengan segala dampak sampingnya tersebut tidak hanya terjadi di luar negeri tetapi sudah dan sedang terjadi di Indonesia, termasuk dalam pelaksanaan program ketahanan pangan. Kondisi lingkungan dan ekonomi di ekosistem persawahan kita sudah sedemikian kritis sehingga sulit untuk melaksanakan kegiatan intensifikasi pertanian secara efektif dan efisien. Berbagai bentuk pemborosan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya sedang terjadi di lahan-lahan sawah dan pedesaan saat ini. Kita akan mewarisi generasi mendatang dengan kerusakan dan biaya lingkungan yang sangat mahal yang sulit untuk dikembalikan lagi. Dengan kesadaran manusia akan lingkungan dan masa depan bumi, praktek Pertanian Konvensional secara bertahap harus diubah dan dikonversikan menjadi Pertanian Berkelanjutan yang bertumpu pada kemampuan, kemandirian dan kreativitas petani dalam mengelola sumberdaya lokal yang mereka miliki. Dukungan politik Pemerintah terhadap konversi pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan harus jelas, tegas dan konsisten agar ekosistem pertanian di Indonesia dapat segera diselamatkan dan dihindarkan dari kerusakan yang lebih parah.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Perkembangan Sistem Pertanian Konvensional di IndonesiaDi Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).Peningkatan pembangunan pertanian di Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan pestisida bertambah banyak, baik jumlah maupun jenisnya.. Mencermati kilas balik pembangunan pertanian di Indonesia, peningkatan penggunaan pestisida tidak terlepas dari peran pemerintah. Sejak tahun permulaan pelaksanaan program intensifikasi pangan, masalah hama diusahakan ditanggulangi dengan berbagai jenis formulasi pestisida. Orientasi pemerintah pada waktu itu tertumpu pada peningkatan hasil sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada saat dicanangkannya program intensifikasi pangan melalui program nasional BIMAS, pestisida telah dimasukkan sebagai paket teknologi yang wajib digunakan petani peserta. Bagi petani yang tidak menggunakan pestisida, oleh pemerintah dianggap tidak layak sebagai penerima bantuan BIMAS. Akibatnya, mau tidak mau petani dirangsang menggunakan pestisida. Bahkan pada waktu itu, pemerintah bermurah hati memberi subsidi pengadaan pestisida hingga mencapai 80 persen, sehingga harga pestisida di pasaran menjadi sangat murah. Tidak itu saja, termasuk jenis pestisida yang digunakan, hingga keputusan penggunaannya (jadwal aplikasi) diatur oleh pemerintah.Jenis pestisida yang dianjurkan digunakan pada waktu itu umumnya adalah pestisida yang berdaya bunuh berspektrum luas, yaitu mampu membunuh sebahagian besar organisma yang dikenainya, termasuk organisma berguna seperti musuh alami hama dan organisma bukan target lainnya yang hidup berdampingan dengan organisma pengganggu tanaman. Program penyuluhan pertanianpun merekomendasikan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan sistem kalender, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada hama yang menyerang tanaman di lapangan. Sehingga frekuensi penyemprotan menjadi lebih intensif, dan biasa dilakukan setiap minggu sepanjang musim tanam.Kebijakan perlakuan seperti disebut dimuka, tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang tidak disadari yang sebelumnya tidak diperkirakan. Beberapa kerugian yang muncul akibat pengendalian organisma pengganggu tanaman yang semata-mata mengandalkan pestisida, antara lain menimbulkan kekebalan (resistensi) hama, mendorong terjadinya resurgensi, terbunuhnya musuh alami dan jasad non target, serta dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi hama sekunder.B. Dampak dan Pengaruh Pertanian KonvensionalMemang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya, cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif menguntungkan. Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk. Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.1) Pengaruh Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan ManusiaPestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata caedo yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan. Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernafasan (inhalasi) atau mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi ini akan terus berlangsung selama pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan absorpsi berbeda pada tiap bagian tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian tubuh ke bagian lain sangat mudah.Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi keracunan. Residu dapat pindah dari tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital. Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari pada tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat serius, luka berat atau bahkan kematian jika tertelan. Pestisida dapat tertelan karena kecelakaan, kelalaian atau dengan sengaja. Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan.Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan.Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen. Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an masih diterima pasar luar negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri, dengan alasan kandungan residu pestisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas..Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global.2) Pestisida Berpengaruh Negatif Terhadap Kualitas LingkunganPestisida dapat berpengaruh terhadap lingkungan, pengaruh itu dapat berupa 1. Keracunan terhadap ternak dan hewan piaraan. Keracunan pada ternak maupun hewan piaraan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung pestisida yang digunakan untuk melawan serangga atau hama termakan atau terminum oleh ternak, seperti rumput yang telah terkontaminasi pestisida dimakan oleh ternak atau air yang sudah tercemar pestisida diminum oleh ternak. 2. Keracunan terhadap biota air (ikan). Pencucian pestisida oleh air hujan akan menyebabkan terbawanya pestisida ke aliran tanah bagian bawah atau permukaan air sungai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya keracunan terhadap biota air.

3. Keracunan terhadap satwa liar. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan keracunan yang berakibat kematian pada satwa liar seperti burung, lebah, serangga penyubur dan satwa liar lainnya. Keracunan tersebut dapat terjadi secara langsung karena kontak dengan pestisida maupun tidak langsung karena melalui rantai makanan (Bio Konsentrasi). 4. Keracunan terhadap tanaman. Beberapa insektisida dan fungisida yang langsung digunakan pada tanaman dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman yang diperlakukan. Hal ini disebabkan bahan formulasi tertentu, dosis yang berlebihan atau mungkin pada saat penyemprotan suhu atau cuaca terlalu panas terutama di siang hari. 5. Kematian musuh alami organisme pengganggu. Penggunaan pestisida terutama yang berspektrum luas dapat menyebabkan kematian parasit atau predator (pemangsa) jasad pengganggu. Kematian musuh alami tersebut dapat terjadi karena kontak langsung dengan pestisida atau secara tidak langsung karena memakan hama yang mengandung pestisida. 6. Kenaikan populasi organisme pengganggu. Sebagai akibat kematian musuh alami maka organisme pengganggu dapat lebih leluasa untuk berkembang. 7. Gangguan Keseimbangan lingkunganPunahnya spasies tertentu dapat mengubah pola interaksi di dalam suatu ekosistem. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan aliran energi menjadi berubah. Akibatnya keseimbangan lingkungan, daur materi, dan daur biogeokimia menjadi terganggu.Masalah yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun.Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah. Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan. Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut. Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi melalaui rantai makanan, yang bergerak dari aras tropi yang terendah menuju aras tropi yang tinggi.Di daerah Simalungun, diketahui paling tidak dua jenis spesies burung yang dikenal sebagai pengendali alami hama serangga, saat ini sulit diketemukan dan mungkin saja sedang menuju kepunahan. Penyebabnya, salah satu adalah akibat pengaruh buruk pestisida terhadap lingkungan, yang tercemar melalui rantai makanan.Spesies burung Anduhur Bolon, disamping pemakan biji-bijian, juga dikenal sebagai predator serangga, khususnya hama Belalang (famili Locustidae) dan hama serangga Anjing Tanah (famili Gryllotalpidae). Untuk mencegah gangguan serangga Gryllotalpidae yang menyerang kecambah padi yang baru tumbuh, pada saat bertanam petani biasanya mencampur benih padi dengan pestisida organoklor seperti Endrin dan Diendrin yang terkenal sangat ampuh mematikan hama serangga. Jenis pestisida ini hingga tahun 60-an masih diperjual-belikan secara bebas, dan belum dilarang penggunaaanya untuk kepentingan pertanian.Akibat efek racun pestisida, biasanya 2 3 hari setelah bertanam serangga-serangga Gryllotalpidae yang bermaksud memakan kecambah dari dalam tanah, mengalami mati massal dan menggeletak diatas permukaan tanah. Bangkai serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi burung-burung Anduhur Bolon, tetapi sekaligus mematikan spesies burung pengendali alami tersebut.Satu lagi, spesies burung Tullik. Burung berukuran tubuh kecil ini diketahui sebagai predator ulat penggerek batang padi (Tryporiza sp). Bangsa burung Tullik sangat aktif mencari ulat-ulat yang menggerek batang padi, sehingga dalam kondisi normal perkembangan serangga hama penggerek batang padi dapat terkontrol secara alamiah berkat jasa burung tersebut. Tetapi seiring dengan pesatnya pemakaian pestisida, terutama penggunaan pestisida sistemik, populasi burung tersebut menurun drastis. Bahkan belakangan ini, spesies tersebut sulit diketemukan. Hilangnya spesies burung ini, akibat efek racun yang terkontaminasi dalam tubuh ulat padi, yang dijadikan burung Tullik sebagai makanan utamanya.Belakangan ini, penggunaan pestisida memang sudah diatur dan dikendalikan. Bahkan pemerintah melarang peredaran jenis pestisida tertentu yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebahagian sudah terlanjur. Telah banyak terjadi degradasi lingkungan berupa kerusakan ekosistem, akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Salah satu contohnya adalah hilangnya populasi spesies predator hama, seperti yang dikemukakan diatas.3) Pestisida Meningkatkan Perkembangan Populasi Jasad Penganggu TanamanTujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan tetapi dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan populasi jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak penggunaan pestisida. Ada beberapa penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan mengapa pestisida menjadi tidak efektif, dan malahan sebaliknya bisa meningkatkan perkembangan populasi jasad pengganggu tanaman. Berikut ini diuraikan tiga dampak buruk penggunaan pestisida, khususnya yang mempengaruhi peningkatan perkembangan populasi hama.1. Munculnya Ketahanan (Resistensi) Hama Terhadap PestisidaTimbulnya ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus, merupakan fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis. Munculnya resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan (strees). Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun setelah penggunaan pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga yang resisten terhadap DDT. Saat ini, telah didata lebih dari 500 spesies serangga hama telah resisten terhadap berbagai jenis kelompok insektisida. Mekanisme timbulnya resistensi hama dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila suatu populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar individu populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak individu, ada satu atau beberapa individu yang mampu bertahan hidup. Tidak terbunuhnya individu yang bertahan tersebut, mungkin disebabkan terhindar dari efek racun pestisida, atau sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini, mungkin disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang mampu menetralkan daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan menghasilkan populasi yang juga tahan secara genetis. Oleh karena itu, pada generasi berikutnya anggota populasi akan terdiri dari lebih banyak individu yang tahan terhadap pestisida. Sehingga muncul populasi hama yang benar-benar resisten. Dari penelaahan sifat-sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi untuk menjadi tahan terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan tersebut bervariasi, dipengaruhi oleh jenis hama, jenis pestisida yang diberikan, intensitas pemberian pestisida dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Oleh karena sifat resistensi dikendalikan oleh faktor genetis, maka fenomena resistensi adalah permanent, dan tidak dapat kembali lagi. Bila sesuatu jenis serangga telah menunjukkan sifat ketahanan dalam waktu yang cukup lama, serangga tersebut tidak akan pernah berubah kembali lagi menjadi serangga yang peka terhadap pestisida.Di Indonesia, beberapa jenis-jenis hama yang diketahui resisten terhadap pestisida antara lain hama Kubis Plutella xylostella, hama Kubis Crocidolomia pavonana, hama penggerek umbi Kentang Phthorimaea operculella, dan Ulat Grayak Spodoptera litura. Demikian juga hama hama-hama tanaman padi seperti wereng coklat (Nilaparvata lugens), hama walang sangit (Nephotettix inticeps) dan ulat penggerek batang (Chilo suppressalis). dilaporkan mengalami peningkatan ketahanan terhadap pestisida. Dengan semakin tahannya hama terhadap pestisida, petani terdorong untuk semakin sering melakukan penyemprotan dan sekaligus melipat gandakan tinggkat dosis. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini dapat menstimulasi peningkatan populasi hama.Ketahanan terhadap pestisida tidak hanya berkembang pada serangga atau binatang arthropoda lainnya, tetapi juga saat ini telah banyak kasus timbulnya ketahanan pada pathogen/penyakit tanaman terhadap fungisida, ketahanan gulma terhadap herbisida dan ketahanan nematode terhadap nematisida.2. Resurgensi HamaPeristiwa resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida, populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru meningkat lebih tinggi dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat mengurangi efektivitas dan efesiensi pengendalian dengan pestisida.Resurjensi hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah cukup. Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan pengendali alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak berfungsi. Akibatnya populasi hama meningkat tajam segera setelah penyemprotan.Resurgensi hama, selain disebabkan karena terbunuhnya musuh alami, ternyata dari penelitian lima tahun terakhir dibuktikan bahwa ada jenis-jenis pestisida tertentu yang memacu peningkatan telur serangga hama . Hasil ini telah dibuktikan International Rice Research Institute terhadap hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens).3. Ledakan Populasi Hama SekunderDalam ekosistem pertanian, diketahui terdapat beberapa hama utama dan banyak hama-hama kedua atau hama sekunder. Umumnya tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa ledakan hama sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan pestisida yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya membunuh hama utama yang menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga berguna, yang dalam keadaan normal secara alamiah efektif mengendalikan populasi hama sekunder.

C. Penanggulangan Dampak Sistem Pertanian KonvensionalC.1. Pencegahan Penyakit Dari Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan ManusiaPengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan. Ada beberapa cara untuk menghindari atau mencegahterjadinya penyakit yang disebabkan oleh penggunaan pestisida antara lain:1.Pembelian pestisidaDalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan ada label petunjuknya.Perlakuan sisa kemasan, Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan minuman.2.PenyimpananSetelah menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya di simpan yang aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.3.Penatalaksanaan penyemprotanPada pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan dan penyakit lainnya oleh sebab itu petani di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari terjadinya penyakit.C.2. Upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap input bahan kimiawiUpaya yang harus dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap input bahan kimiawi dalam proses produksi pertanian dapat ditempuh melalui gerakan pertanian organik. Gerakan ini mulai memasyarakat terutama di negara-negara maju yang masyarakatnya alergi dengan produk bahan kimia. Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menciptakan produk pertanian yang bersih, meliputi :a. Penggunaan varietas unggul tahan hama penyakit dan tekanan / hambatan lingkungan,b. Penerapan teknik budidaya yang mampu mengendalikan OPT dan penggunaan pupuk organik. Penerapan teknik budidaya meliputi ; penataan pola tanam dan sistem tanam, dan pengaturan jarak tanam dan pemupukan dapat menekan perkembangan OPT. Pengaturan pola tanam dalam setahun (tumpang gilir) dengan tanaman yang berbeda OPT-nya, diharapkan dapat memutus siklus hidup dari OPT. Dengan bertanam secara campuran (mixed cropping) effisiensi lahan dapat ditingkatkan, resiko kegagalan dapat dikurangi, sehingga pendapatan petani dapat ditingkatkan. Dari segi perkembangan OPT sistem tumpang sari sangat menguntungkan apabila tanaman yang ditumpangsarikan memiliki hama yang berbeda dan saling menguntungkan. Sebagai contoh tumpang sari kapas dengan jagung, di mana jagung berfungsi sebagai perangkap (trap crop) bagi hama Heliothis armigera dan kacang hijau dapat menarik predator bagi hama kapas.Penggunaan pupuk organik (pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos) sebagai pelengkap dan penyeimbang pupuk buatan, selain mensuplai unsur hara juga berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas menahan air, sifat penyangga (buffer) tanah dan meningkatkan mikroorganisme dalam tanah yang berguna bagi tanaman.c. Peramalan terhadap serangan hama penyakit.Peramalan terhadap serangan hama penyakit untuk mengetahui dinamika populasi HPT yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan cara pengendalian HPT. Pengendalian HPT berpedoman pada ambang kendali dimaksudkan untuk menentukan saat pengendalian HPT secara tepat, memberikan hasil yang maksimal dan menghemat penggunaan pestisida.d. Pengendalian OPT (hama penyakit) secara biologis,Secara alami tiap spesies memiliki musuh alami (predator, parasit, dan patogen) yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama tanaman. Peningkatan penggunaan pestisida hayati dengan bahan aktifnya jasad renik penyebab penyakit hama khususnya serangga akan mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi. Sebagai contoh pestisida hayati dalam produk NASA adalah Natural BVR bahan aktif Beauveria bassiana. Natural GLIO bahan aktif Gliocladium dan Trichoderma, dan Natural VITURA bahan aktif Sl NPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhidrosis Virus) dan Natural VIREXI.e. Memacu penggunaan pestisida botani.Pestisida botani atau pestisida alami bahan aktifnya berasal dari berbagai produk metabolik sekunder dalam tumbuhan. Misal Rotenon dari akar tuba (Derris eliptica) dan Azadarachtin dari Mimba (Azadirachta indica). Pestisida botani memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak mencemari lingkungan, masa aktif residu lebih pendek, mudah dilaksanakan dan murah. Mekanisme kerja pestisida botani ini bersifat racun kontak, racun perut maupun bersifat sistemik. Pestisida botani berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat dan penghambat pertumbuhan OPT, misal PESTONA dan PENTANA. C.3. Pemulihan Tanah TerkontaminasiMetode pengolahan tanah terkontaminasi dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar, yakni:a. Penyimpanan lixTanah terkontaminasi digali dan dibawa ke sebuah gudang penyimpanan. Tanah terkontaminasi dapat disimpan sementara sampai ditemukan teknik yang tepat untuk mengolahnya.

b. Teknik Ex situTanah terkontaminasi digali dan diolah disuatu unit pengolahan. Pengolahan dapat dilakukan dengan cara pemisahan bahan pencemar dengan tanah, penguraian kontaminan dengan bantuan mikroorganisme, pemanfaatan energi panas untuk menguapkan kontaminan dari tanah, ekstraksi kontaminan dari tanah, penggunaan uap ataupun bahan kimia untuk memisahkan kontaminan dari tanahc. Teknik In situPengolahan tanah terkontaminasi di tempat, dengan konversi biologi ataukonversi kimia, pemisahan kontaminan dan isolasi kontaminan agar tidakmendifusi sumber daya lingkungan lainnya.

BAB IVPENUTUPA. Kesimpulan Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.B. SaranBerdasarkan simpulan diatas, maka saran yang dikemukakan adalah :1. Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatana. Sebaiknya program kerja Dinas Pertanian dengan Dinas Kesehatan mengenai kesehatan petani dalam penggunaan pestisida saling terkait dimana Dinas Pertanian menggalakkan penyuluhan tentang bagaimana mengaplikasikan pestisida yang tepat dan aman serta bahaya-bahaya apa yang dapat ditimbulkan oleh pestisida. Sedangkan Dinas Kesehatan memantau kesehatan petani terutama diwaspadai mengenai gejala dan tanda-tanda keracunan pestisida. Penekanan materi penyuluhan meliputi: Pengetahuan pestisida dan bahayanya, penggunaan dosis sesuai aturan, praktek penanganan pestisida dari mulai mencampur sampai menyimpan sisa pestisida, penanganan sisa kemasan, waktu yang tepat untuk melakukan penyemprotan , pemakaian APD, arah angin serta penyakit kronis akibat dari keracunan pestisida.b. Perlu dilakukan evaluasi dan monitoring di lapangan dari hasil penyuluhan yang telah dilakukan selama ini.c. Dinas Pertanian perlu melakukan pemeriksaan residu pestisida pada tanah, air serta sayuran untuk mendapatkan hasil pertanian yang baik serta layak dikonsumsi.2. Kelompok TaniMengaktifkan kelompok tani yang telah terbentuk dalam menjalankan program Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan dalam meningkatkan penggunaan pestisida yang benar dan tepat serta mencegah kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida.3. Petani sayurana. Memperhatikan label pestisida yang akan digunakan baik itu informasi teknis, cara penggunaan, peringatan berupa petunjuk tindakan keselamatan bila tidak tahu meminta informasi Dinas Pertanian atau Ketua kelompok tani.b. Pada saat melakukan penyemprotan harus mengikuti arah tiupan anginc. Tidak meningkatkan dosis dan konsentrasi pestisida lebih tinggi dari kisaran yang tercantum pada label kemasan. Pemakaian dosis yang lebih tinggi dari kisaran tidak akan meningkatkan efektivitas pengendalian melainkan dapat membahayakan lingkungan dan manusia.d. Setiap melakukan penyemprotan harus memakai alat pelindung diri yang lengkap dan benar.e. Memperhatikan tentang praktek penanganan pestisida dari mulai pencampuran pestisida menggunakan pengaduk sampai menyimpan sisa pestisida, penanganan sisa kemasan dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. 2008. Kelompok Pertanian dan Kesehatan. Grafindo Media Pratama. Bandung. Anonym . 2009. Dampak Negatif PenggunaanPestisida. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pestisida/. Diakses tanggal 30 November 2013. Anonym . 2011. Dampak Penggunaan Pestisida. http://bpp-rappang.blogspot.com/2011/11/dampak-penggunaan-pestisida.html. Diakses tanggal 30 November 2013.Anonym. 2013. Manusia Yang Ramah Lingkungan. http://kesehatankeluarga.net/manusia-yang-ramah-lingkungan-194.html. Diakses tanggal 2 Desember 2013. Anonym. 2011. Pencemaran Tanah. http://idkf.bogor.net/yuesbi/eDU.KU/edukasi.net/Peng.Pop/Lingk.Hidup/Pencemaran.Tanah/all.htm#atas. Diakses tanggal 30 November 2013.Anonym. 2013. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. http://gapoktantanimulya.blogspot.com/2013/11/pengaruh-pestisida-dalam-lingkungan.html. Diakses tanggal 30 November 2013.Anonyim. Penggunaan Pestisida Yang Baik dan Benar dengan Residu Minimum. http://dizzproperty.blogspot.com. Diakses tanggal 21 November. Anonyim. Pertanian Ekologis. http://www.yelweb.org/pertanian-ekologis. Diakses tanggal 20 NovemberAnonym. 2013. Saya Cinta Pestisida Alami. http://shaarot.com/tag/pestisida/. Diakses tanggal 30 November 2013. Anonym. 2011. Sistem PertanianBerkelanjutan. http://rohmatfapertanian.wordpress.com/. Diakses tanggal 4 Desember 2013.Asmita, N. 2010. Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Keanekaragaman Arthropoda Dan Residunya Pada Tanaman Bawang Merah ( Allium cepa var. ascolonicum) di Kecamatan Lembah Gumanti Sumatera Barat). http://repository.unand.ac.id/7937/. Padang. Diakses tanggal 27 November 2013.

Athifah, S. 2010. Bagaimanakah pengaruh penggunaan pestisida dan pupuk terhadap kelestarian lahan pertanian ? http://syairaatifa.blogspot.com/2010/11/bagaimanakah-pengaruh-penggunaan.html. Diakses tanggal 2 Desember 2013. Daniel, M. 2011. Pertanian Konvensional dan Dampaknya. http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2983:pertanian-konvensional-dan-dampaknya&catid=11:opini&Itemid=83. Diakses tanggal 21 November 2013. Fadil Hayat. 2010. Toksikologi Pestisida. Fadhil Hayat's Blog. http://fadhilhayat.wordpress.com/2010/12/06/toksikologi-pestisida. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013. Guntur, S. 2011. Saatnya Menerapka Pertanian Tekno Ekologis. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hasna, Q. 2011. Pertanian Konvensional. http://planthospital.blogspot.com/2011/08/bab-4-pertanian-konvesional.html. Diakses tanggal 21 November 2013. Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graham Ilmu. Yogyakarta. Herawaty dan Ahmad Nadhira. 2009. Kajian Penggunaan Pestisida Oleh Petani Pemakai serta Informasi Dari Berbagai Stakeholder Terkait Dikabupaten karo Sumatera Utara. http://lppm.ut.ac.id/jmst/jurnal_2009.2/persistent_organic_pollutants_dan_konvensi_stockholm.pdf. Di akses tanggal 2 Desember 2013. I Gde Suranaya Pandit. Risiko Pestisida Pertanian. http//www.balipost.co.id. Diakses tanggal 21 November. Indofamilyhelath. 2010. ASI Di Dunia Terancam Tercemar Pestisida. http://articleammafamily.blogspot.com/2010/04/asi-di-dunia-terancam-tercemar.html. Diakses tanggal 2 Desember 2013.Irwan, Z. D. 2010. PRINSIP-PRINSIP EKOLOGI Ekosistem, LIngkungan dan Pelestariannya. PT Bumi Aksara. Jakarta. Nurhudiman. 2013. Definisi, Kegunaan Dan Konsep Ekologi Pertanian. http://www.nurhudiman.com/2013/03/definisi-kegunaan-dan-konsep-ekologi.html#. Diakses tanggal 21 November 2013Nurnasari, E. 2009. Pemanfaatan Senyawa Kimia Alami Sebagai Alternatif Pengendalian Hama Tanaman. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/pemanfaatan-senyawa-kimia-alami-sebagai-alternatif-pengendalian-hama-tanaman/. Diakses tanggal 27 November 2013. Pertiwi, G. 2006. Modul Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan dan Lingkungan. http://www.panap.net/en/p/post/pesticides-cpam/681. Diakses tanggal 30 November 2013.Prameswari, Adistya. Pencemaran Petisida, Dampak dan Upaya Pencegahannya.http://dizzproperty.blogspot.com/207/05/pencemaran-pestisida-dampak-dan-upaya.html. Diakses tanggal 2 Desember 2013. Raini, M. 2007. TOKSIKOLOGI PESTISIDA DAN PENANGANAN AKIBAT KERACUNAN PESTISIDA. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.litbang.depkes.go.id%2Findex.php%2FMPK%2Farticle%2Fdownload%2F815%2F1660&ei=F1GhUpj4DYKOrQfb1YHABA&usg=AFQjCNH84uIWdT34Q2Lkxmc-v7yIJti8Kg&bvm=bv.57752919,d.bmk&cad=rja. Diakses tanggal 20 November 2013. Reinjnties, C dan Bayer, A. W. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanius. Yogyakarta. Romeo Quijano dan Sarojeni V. Rengam. 1999. Awas! Pestisida Berbahaya bagi Kesehatan. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fp7953.typo3server.info%2Fuploads%2Fmedia%2FHealth_module_BIndonesia.pdf&ei=alKhUrJ_h8qsB7C3gYAG&usg=AFQjCNHO2kTo9dZT1QsQZt-VvNC-F1PUbw&bvm=bv.57752919,d.bmk&cad=rja. Diakses tanggal 30 November 2013. Sari, M. 2013. Kamis, 02 Agustus 2012 Pencemaran Tanah Akibat Penggunaan Pestisida Pada Kegiatan Pertanian. meldasari29.blogspot.com/2013/05/kamis-02-agustus-2012-pencemaran-tanah.html. Diakses tanggal 2 Desember 2013.Setyono, A. B. 2009. Kajian Pestisida Terhadap Lingkungan Dan Kesehatan Serta AlternatifSolusinya. http://wongtaniku.wordpress.com/2009/04/26/kajian-pestisida-terhadap-lingkungan-dan-kesehatan-serta-alternatif-solusinya/. Diakses tanggal 2 Desember 2013.Siahaan, N. H. T. 2009. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Gelora Aksara Pratama. Jakarta. Sugama, Y. 2011. Ekologi Pertanian http://yogasugamaobamaindonesia.blogspot.com/2011/04/ekologi-pertanian.html. Diakses tanggal 21 November 2013. Sumampouw, O. 2012. Ekologi dan Antropologi Manusia. http://oksfriani82.blogspot.com/2012/10/ekologi-dan-antropologi-manusia.html. Diakses tanggal 20 November. Triarko Nurlambang. Pendekatan Tinjauan Sosial EkonomiDalam Kajian Kerusakan Lahan/Tanah. www.geografiana.com. Diakses tanggal 21 November 2013. Untung, K. 2011. Sains Petani Sebagai Kontribusi Slpht Untuk Pemberdayaan Petani. http://agrikulture.blogspot.com/. Diakses tanggal 21 November 2013. Warlison Girsang, 2009. Dampak negatif Penggunaan Pestisida, Fakultas Pertanian USI P.Siantar. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-penggunaan-pestisida.William P. C. dan Mary A. C. 2010. Principles Of ENVIRONMENTAL SCIENCE Inquiry & Applications. http://www.amazon.com/Principles-Environmental-Science-William-Cunningham/dp/0073383244/ref=pd_sim_b_3. William P. C. dan Mary A. C. 2009. Environmental Science A Global Concern. http://www.amazon.com/Environmental-Science-Global-Concern-eleventh/dp/B004VN8A90. Yayasan Duta Awan, Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan. http://www.rrionline.com/modules.php?name=Artikel&sid=32666. Yuantari, MG. C. 2011. DAMPAK PESTISIDA ORGANOKLORIN TERHADAP KESEHATAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN SERTA PENANGGULANGANNYA. Semarang. Yuantari, MG. C. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida Dan Dampaknya Pada Kesehatan Petani Di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Semarang. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id%2F18103%2F1%2FMARIA_GORETTI_CATUR_YUANTARI.pdf&ei=9lShUvSlC4K4rgfL8oDoBA&usg=AFQjCNFxdh3UIW2wRpMNCpHFIkcmhViGiQ&bvm=bv.57752919,d.bmk&cad=rja. Diakses tanggal 21 November 2013.

30