makalah ekg

45
MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ELEKTROKARDIOGRAM (EKG), ANALISA GAS DARAH (AGD), INITIAL ASSESMENT, RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Oleh: Arif Eko Yuniawan Disusun sebagai tugas pengganti PKKT Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners Angkatan 12 pada 3 Agustus 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Upload: arif-eko-yuniawan

Post on 28-Nov-2015

800 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah EKG

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ELEKTROKARDIOGRAM (EKG), ANALISA GAS DARAH (AGD),

INITIAL ASSESMENT, RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

Oleh:

Arif Eko Yuniawan

Disusun sebagai tugas pengganti PKKT Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners

Angkatan 12 pada 3 Agustus 2013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

2013

Page 2: Makalah EKG

ELEKTROKARDIOGRAFI

A. Pendahuluan

Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung.

Sedangkan Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman

listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui

elektroda-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung

akan menimbulkan kelainan gambar EKG.

Elektrokardiogram hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang merupakan

alat bantu dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung. Gambaran klinis penderita

tetap merupakan pegangan yang penting dalam menentukan diagnosis, karena pasien

dengan penyakit jantung mungkin mempunyai gambaran EKG yang normal atau

sebaliknya, individu normal mungkin mempuinyai gambaran EKG yang abnormal

(Nurhayati, 2001).

Elektrokardiogragm mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis berikut: 1)

Aritmia jantung, 2) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 3) Iskemia dan infark miokard, 4)

Efek obat-obatan-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia, 5) Gangguan keseimbangan

elektrolit khususnya kalium, 6) Penilaian Fungsi pacu jantung.

B. Anatomi Jantung dan Sistem Konduksi

Jantung terdiri dari empat ruang yang berfungsi sebagi pompa, yaitu atrium kanan

dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Hubungan fungsional antara atrium dan ventrikel

diselenggarakan oleh jaringan susunan hantar khusus yang menghantarkan impuls listrik

dari atrium ke ventrikel.

Sistem konduksi jantung teridiri dari nodus Sinoatrial (SA), nodus Atrioventrikular

(AV), berkas his dan serabut-serabut purkijnje. Nodus SA (SAN) terletak pada

pertemuan antara vena kava superior dengan atrium kanan. Sel-sel dalam SAN secara

otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan frekuensi 60-100 kali/ menit. Nodus

AV (AVN) terletak di atas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel

dalam AVN mengeluarkan impuls lebih rendah dari SAN yaitu 40-60 kali/ menit. AVN

Page 3: Makalah EKG

kemudian menjadi berkas his yang menembus jaringan pemisah miokardium atrium dan

miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum ventrikel yang kemudian

bercabang dua menjadi berkas kanan (right bundle branch) dan berkas kiri (left bundle

branch). RBB dan LBB kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkeas

tersebut bercabang menjadi serabut-serabut purkinje. Serabut purkinje mampu

mengelurakan impuls dengan frekuensi 20-40 kali/ menit.

Gambar 1.1. Struktur sistem konduksi

C. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung

Sel otot jantung dalam keadaan istirahat pada permukaan luarnya bermuatan positif

dan bagian dalamnya bermuatan negatif. Perbedaan potensial muatan melalui membrane

sel ini kira-kira – 90 miliVolt.

Terdapat 3 ion yang mempunyai peran penting dalam elektrofisiologi sel, yaitu

kalium, natrium dan kalsium.rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan

masuknya ion natrium dengan cepat dari luar ke dalam, sehingga menyebabkan muatan

dalam sel menjadi lebih positif dibandingkan muatan luar sel.

Proses terjadinya perubahan muatan akibat rangsangan dinamakan

DEPOLARISASI. Setelah depolarisasi, terjadi pengambalian muatan ke keadaan semula

proses ini dinamakan REPLARISASI. Seluruh proses tersebut dinamakan AKSI

POTENSIAL.

Page 4: Makalah EKG

Aksi potensial dibagi dalam lima fase sesuai dengan elektrofisiologi yang terjadi

yaitu fase 0, fase 1, fase 2, fase 3, dan fase 4. Fase 0 dinamakan fase depolarisasi yang

menggambarkan masuknya natrium dari luar sel ke dalam dengan cepat. Akibatnya

muatan dalam sel menjadi positif sedangkan luar sel menjadi negatif. Fase 1 merupakan

fase permulaan proses repolarisasi yang mengembalikan potensial dalam sel ke 0

miliVolt, hal ini terutama akibat penutupan saluran atrium. Fase 2 terjadi perpindahan ion

kalsium ke dalam sel otot jantung dengan laju yang relatif lebih lambat dan menyebabkan

keadaan stabil yang agak lama sesuai dengan masa refrakter absolut dari miokardium.

Fase 3 merupakan fase pengembalian potensial intrasel ke potensial istirahat, akibat

pengeluaran Kalium dari dalam ke luar sel, sehingga mengurangi muatan positif di dalam

sel. Fase 4 dinamakan juga fase istirahat, dimana bagian dalam sel otot bermuatan negatif

dan bagian luar bermuatan positif. Dengan demikian sel tersebut mengalami polarisasi.

D. Sandapan EKG

Rekaman EKG diperoleh dengan memasang elektroda-elektroda di kulit pada

tempat-temoat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena

penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.

Terdapat dua jenis sandapan (lead) pada EKG yaitu sandapan bipolar dan unipolar.

Sandapan bipolar hanya dapat merekam perbedaan potensial dari dua elektroda yang

terbagi menjadi tiga, sedangkan sandapan unipolar terbagi menjadi dua.

Sandapan bipolar terdiri dari lead I, lead II, dan lead III. Lead I merekam beda

potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA), dimana tangan kanan

bermuatan negatif (-) dan tangan kiri bermuatan positif (+). Lead II merekam beda

potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kanan

bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). Lead III merekam beda

potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF), dimana tangan kiri bermuatan

negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+). Ketiga sandapan ini dapat digambarkan

sebagai sebuah segitiga sama sisi yang lazim disebut segi tiga EINTHOVEN.

Page 5: Makalah EKG

Gambar 1.2 Segitiga Einthoven

Sandapan unipolar terbagi menjadi dua sandapan yaitu sandapan unipolar

ekstermitas dan unipolar precordial. Sandapan unipolar ekstremitas merekam beda

potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda ekplorasi diletakkan pada ekstremitas

yang akan diukur. Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas yang lain membentuk

elektroda indiferen (potensial 0). Sandapan unipolar ekstremitas terdiri dari sandapan

avR, sandapan avL, dan sandapan avF. Sandapan avR merekam potensial listrik pada

tangan kanan (RA), dimana tangan kanan bermuatan positif (+), tangan kiri dan kaki

kirimembentuk elektroda indiferen. Sandapan avL merekam potensial listrik pada tangan

kiri (LA), dimana tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri

membentuk elektroda indiferen. Sandapan avF merekam potensial listrik pada kaki kiri

(LF), dimana kaki kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan tangan kiri membentuk

elektroda indifern.

Sandapan unipolar ke dua yaitu sandapan unipolar precordial, sandapan ini

merekam potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda eksplorasi yang ditempatkan

di beberapa tempat dinding dada. Elektroda indiferen diperoleh dengan menggabungkan

ketiga elektroda ekstremitas. Letak sandapan meliputi V1, V2, V3, V4, V5, dan V6. V1

terletak di ruang interkosta IV garis sternal kanan, V2 terletak di ruang interkosta IV garis

sternal kiri, V3 terletak di pertengahan V2 dan V4, V4 terletak di ruang interkosta V garis

midklavikula kiri, V5 sejajar V4 garis aksila depan, dan V6 sejajar garis aksila tengah.

Page 6: Makalah EKG

Gambar 1.3. Letak sandapan EKG

Umumnya perekaman EKG lengkap dobuat 12 lead (sandapan), akan tetapi pada

keadaan tertentu perekaman dibuat sampai V7, V8, dan V9 atau V3R dan V4R.

E. Kertas EKG

Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal

dengan jarak 1 mm (sering disebut kotak kecil). Garis yang lebih tebal terdapat pada

setiap 5 mm (disebut kotak beasr). Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1 mm

= 0,04 detik, sedangkan 5 mm = 0, 20 detik. Garis vertical menggambarkan voltase,

dimana 1 mm = 0,1 miliVolt, sedangkan setiap 10 mm = 1 miliVolt.

Pada praktik setiap hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 miliVolt. Kalibrasi

yang biasanya dilakukan adalah 1 miliVolt, yang menimbulkan defleksi 10 mm. pada

keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan menimbulkan defleksi 20 mm atau

diperkecil yang akan menimbulkan defleksi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat

perekaman EKG sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi yang

membacanya.

F. Kurva EKG

Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.

Proses listrik ini terdiri dari depolarisasi atrium, repolarisasi atrium, depolarisasi

ventrikel, dan repolarisasi ventrikel.

Page 7: Makalah EKG

Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal

memperlihatkan 3 proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan

repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena

disamping intesitasnya kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan

depolarisasi ventrikel yang mempunyai intesitas yang jauh lebih besar. Kurva EKG

normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S, dan T serta kadang terlihat delombang U. Selain

itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG.

Gambar 1.4. Bentuk gelombang EKG

Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Gelombang P yang

normal yaitu lebar kurang dari 0,12 detik, tinggi kurang dari 0,3 miliVolt, selalu positif di

lead II dan selalu negatif di lead avR.

Gelombang QRS merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel. Gelombang

QRS yang normal yaitu lebar 0,06-0,12 detik dan tinggi tergantung lead. Gelombang QRS

terdiri dari gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Gelombang Q adalah defleksi

negative pertama pada gelombang QRS. Gelombang Q yang normal yaitu lebar kurang

dari 0,04 detik, tinggi/ dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R. Gelombang Q abnormal

disebut gelombang Q patologis. Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada

gelombang QRS. Gelombang R umumnya positif di lead I, II, V5, dan V6. Di lead avR,

V1, dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali. Gelombang S adalah

defleksi negative sesudah gelombang R. di lead avR dan V1 gelombang S terlihat dalam,

dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang dalamnya.

Page 8: Makalah EKG

Gelombang T merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya

gelombang T positif di lead I, II, V3-V6 dan terbalik di avR.

Gelombang U adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum

gelombang P berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui

namun diduga akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.

Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang

QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12-0,20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan

untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls melalui berkas His sampai permulaan

depolarisasi ventrikel.

Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. segemn ini

umumnya isoelektris, tetapi pada lead precordial dapat bervariasi dari - 0,5 sampai + 2

mm. segmen ST yang naik disebut ST elevasi dan yang turun disebut ST depresi.

G. Cara Menilai EKG

1. Menentukan Frekuensi (Hearth Rate)

Cara menentukan frekuensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3

cara yaitu:

a. 300____________

Jumlah kotak besar antara R-R

b. 1500___________

Jumlah kotak kecil antara R-R

c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10

atau ambil EKG 12 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan dengan 5.

2. Menentukan Irama Jantung (Rhythm)

Dalam menentukan irama jantung, urutan yang harus ditentukan adalah sebagai

berikut:

a. Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak

b. Tentukan berapa frekuensi jantung (HR)

c. Tentukan gelombang P normal atau tidak

Page 9: Makalah EKG

d. Tentukan interval PR normal atau tidak

e. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak

f. Interpretasi

Irama jantung yang normal impulsnya berasal dari nodus SA, maka iramanya

disebut irama sinus (sinus rhythm). Kriteria irama sinus (SR) adalah irmanya

teratur, frekuensi jantung antara 60-100 kali per menit, gelombang P normal,

setiap gelombang P selalu diikuti gelombang GRS dan T, interval PR normal

(0,12-0,20 detik), gelombang QRS normal (0,06-0,12 detik), semua gelombang

sama.

Irama EKG yang tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia. Disritmia

terdiri dari disritmia yang disebebakan oleh gangguan pembentukan impuls dan

disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls.

Disritmia yang disebabkan oleh gangguan pembentukan imupls terdiri dari:

a. Nodus SA

1) Takikardi Sinus (ST)

2) Bradikardi Sinus (SB)

3) Aritmia sinus

4) Sinus Arrest

b. Atrium

1) Ekstrasistolal atrial (AES/PAB/PAC)

2) Takikardi atrial (PAT)

3) Flutter atrial

4) Fibrilasi atrial

c. Nodus AV

1) Irama junctional (JR)

2) Ekstrasistolal junctional (JES/PJB/PJC)

3) Takikardi junctional

d. Supraventrikel

1) Ekstrasistol supraventrikel (SVES)

Page 10: Makalah EKG

2) Takikardi supraventrikel (SVT)

e. Ventrikel

1) Irama idioventrikel (IVR)

2) Ekstrasistol ventrikel (VES/PVB/PVC)

3) Takikardi ventrikel (VT)

4) Fibrilasi ventrikel (VF)

Disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls:

a. Nodus SA

Blok sinoatrial (SA Block)

b. Nodus AV

1) Blok AV derajat I

2) Blok AV derajat II

3) Tipe Mobitz I (Wenckebach)

4) Tipe mobitz II

5) Blok AV derajat III (total AV blok)

c. Interventrikuler

1) Right bundle branch block (RBBB)

2) Left bundle branch block (LBBB)

3. Menentukan sumbu jantung (axis)

Untuk menentukan axis dapat dapat dipakai bebrapa cara, yang paling mudah

adalah dengan menghitung QRS rata-rata di bidang frontal. Axis normal terletak

antara -30 sampai +110 derajat.

Gambar 1.5. Axis

Deviasi axis ke kiri (LAD) antara -30 sampai – 90 derajat dan deviasi axis

kanan (RAD) antara +110 sampai -180 derajat.

4. Menentukan adanya tanda hipertrofi

a. Hipertrofi atrium kanan (RAH)

Ditandai dengan adanya gelombang P yang lancip dan tinggi paling jelas

terlihat di lead I dan lead II, biasanya disebut P-Pulmonal.

Page 11: Makalah EKG

b. Hipertrofi atrium kiri (LAH)

Ditandai dengan adanya gelombang P yang lebar dan berlekuk, paling jelas

terlihat di lead I dan II, biasa disebut gelombang P-Mitral.

c. Hipertrofi ventrikel kanan (RVH)

Ditandai dengan gelombang R lebih besar dari gelombang S pada lead

precordial kanan, VAT > 0,03 detik di V1, gelombang S menetap di V5/ V6,

depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V1-V3, dan RAD.

d. Hipertrofi ventrikel kiri (LVH)

Ditandai dengan gelombang R pada V5/V6 lebih dari 27 mm atau

gelombang S di V1 + gelombang R di V5/V6 lebih dari 35 mm, VAT > 0,05

detik di V5/V6, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V5/V6, dan

LAD.

5. Menentukan adanya tanda iskemia/ infark miokard

Iskemia miokard ditandai dengan adanya depresi segmen ST atau

gelombang T terbalik. Sedangkan infark miokard, gambaran yang paling

diagnostik adalah gelombang Q patologis. Pada fase akut umumnya gelombang

Q patologis disertai adanya elevasi segmen ST, sedangkan pada fase sub akut

atau recent gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik. Pada fase old

gambaran EKG berupa gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T

normal kembali.

Adapun untuk menentukan lokasi iskemia atau infark digunakan ketentuan

sebagai berikut:

a. Anterior kelainannya di V2-V4

b. Anteroseptal kelainannya di V1-V3

c. Anterolateral kelainnanya di I, AVL, V5-V6

d. Ekstensif anterior kelainannya di I, AVL, V1-V6

e. Inferior kelainannya di II, III, dan AVF

Page 12: Makalah EKG

f. Posterior kelainannya di V1-V2 (resipokal)

g. Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R, dan V4R

H. Prosedur Perekaman EKG

1. Alat dan bahan :

a. Elektrokardiogram

b. Elektroda ektremitas

c. Elektroda hisap

d. Kawat penghubung klien dan kawat penghubung dengan bumi

e. Kapas dan alkohol

f. Elektrolit jelly

g. Probandus

2. Cara kerja :

a. Persiapan

1) Klien berbaring dengan tenang dan telanjang dada. Klien diberikan penjelasan

mengenai tujuan dan jalanya prosedur pemeriksaan. Kepala klien diberi bantal

dan perhiasan maupun aksesoris yang terbuat dari logam dilepas.

2) Permukaan kulit di kedua pergelangan tangan dan kaki dibersihkan dengan

kapas beralkohol.

3) Elektroda diberi EKG jelly secukupnya dan dipasangkan pada tempat yang

sudah dibersihkan.

4) Kabel penghubung klien dihubungkan dengan elektroda :

Kabel RA (right arm) merah dihubungkan pada elektroda dipergelangan

tangan kanan.

Kabel LA (left arm) kuning dihubungkan pada elektroda dipergelangan

tangan kiri.

Kabel LL (left leg) hijau dihubungkan pada elektroda dipergelangan kaki

kiri.

Kabel RL (right leg) hitam dihubungkan pada elektroda dipergelangan kaki

kanan.

5) Permukaan kulit dada klien dibersihkan dengan kapas beralkohol

Page 13: Makalah EKG

6) Elektroda diberi EKG jelly secukupnya dan dipasang pada prekordial yang

telah dibersihkan

7) Kabel penghubung klien dihubungkan dengan elektroda :

V1 diletakan diruang interkostal ke empat disebelah kanan sternum

(merah).

V2 diletakan diruang interkostal ke empat disebelah kiri sternum (kuning).

V3 diletakan diantara V2 dan V4 (hijau).

V4 diletakan diruang interkostal kelima pada garis midklavikula (coklat).

V5 diletakan diantar V4 dan V6 (hitam).

V6 diletakan diruang interkostal kelima pada garis midklavikula (ungu).

3. Perekaman

a. Posisi kertas diperiksa.

b. Tombol ON ditekan.

c. kecepatan dan sensitivitas dipilih.

d. Tombol START ditekan.

e. Setelah semua lead terekam, tombol OFF ditekan.

f. Identitas dan waktu merekam diperiksa.

g. Elektroda beserta kabel-kabelnya dilepas dan dibersihkan.

Page 14: Makalah EKG

ANALISI GAS DARAH

A. Pendahuluan

Analisa gas darah adalah salah satu tindakan pemeriksaan laboratorium ketika

dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseimbangan asam basa pasien

(Wilson, 1999). Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh

yang dikontrol melalui tiga mekanisme, yitu sistem buffer, sistem repiratori, dan sistem

renal. Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “astrup”,

yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri.

Mc Cann (2004) mengungkapkan bahwa analisa gas darah bertujuan antara lain

untuk 1) mengetahui keseimbangan asam basa dalam tubuh, 2) mengevaluasi ventilasi

melalui pengukuran pH, tekanan potensial arteri (Pa O2), dan tekanan parsial karbon

dioksida (Pa CO2), 3) mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui

darah yang ditunjukkan melalui Pa O2, 4) mengetahui kapasitas paru-paru dalam

mengeliminasikan CO2 yang ditunjukkan oleh Pa CO2, dan 5) menganalisa isi oksigen dan

pemenuhannya, serta untuk mengetahui jumlah bikarbonat.

Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh perawat dalam melakukan analisa gas

darah adalah sebagai berikut (Wilson, 1999):

1. Pemahaman mengenai keseimbangan cairan asam basa meliputi:

a. pH darah

pH normal di dalam darah dibutuhkan untuk banyak reaksi kimia dalam tubuh.

Rentang normal pH darah arteri adalah 7,35-7,45. pH darah yang kurang dari

7,35 menunjukkan asidosis atau acidema. Sedangkan pH darah lebih tinggi dari

7,45 menunjukkan alkalosis atau alkalemia.

b. Tekanan parsial karbon dioksida (PCO2, Pa CO2)

Rentang normal dari tekanan parsial karbon dioksida (P CO2, Pa CO2) yaitu 35-

45 mmHg.

c. Bikarbonat (HCO3-)

Kerja bikarbonat dengan carbonic acid untuk membantu meregulasi pH darah.

Bikarbonat diukur melalui dua cara, yaitu langsung melalui pengukuran level

Page 15: Makalah EKG

bikarbonat. Pengukuran tidak langsung menggunakan penjumlahan total CO2 dan

PaCO2. Rentang normal bikarbonat yaitu 22-26 mEq/L (22-26 mmol/L).

d. Base excess/ deficit

Base excess/ deficit berutjuan dalam memberikan informasi menganai jumlah

total buffer anion (bikarbonat, hemoglobin, dan protein plasma) dan perubahan

keseimbangan asam-basa pada respiratori atau metabolic. Jumlah base excess/

deficit dibawah -3mEq/L mengindikasikan base deficit, yang berhubungan

dengan berkurangnya level bikarbonat. Sedangkan peningkatan jumlah yaitu

diatas +3 mEq/L mengindikasikan base excess.

2. Kompetensi bahwa dalam penngambilan gas darah tidak harus disuruh untuk

pengambilan individual, melainkan perawat seharusnya menginstruksikan pasien

untuk melaporkan ada atau tidaknya perdarahan yang dapat terjadi setelah tindakan.

3. Pemahaman mengenai analisa gas darah

Setelah perawat mengambil sampel dan memberikan ke laboratorium, maka ketika

hasil telah keluar, perawat perlu memahami hasil tersebut dan menganalisanya. Berikut

adalah pemahaman yang harus dimiliki untuk menganalisa hasil analisa gas darah.

1. Analisa apakah pH asidosik (< 7,35) atau alkalotik (> 7,35)

2. Analisa apakah PCO2 asidotik (> 45) atau alkalotik (< 35)

3. Analisa apakah HCO3- asidotik (< 22) atau alaklotik (> 26)

4. Bandingkan ketika kumlah tersebut dan cari dua kesamaan di acidity atau alkality

untuk mengetahui ketidak seimbangan asam dan basa

Tabel Ketidakseimbangn Asam dan Basa

pHPCO2

Komponen RespiratoriHCO3

-

Komponen MetabolikKetidakseimbangan Asam dan Basa

Asidosis Asidosis Asidosis RespiratoriAlkalosis Alkalosis Alkalosis RespiratoriAsidosis Asidosis Asidosis MetabolikAlkalosis Alkalosis Alkalosis Metabolik

B. Gangguan Sistem Asam Basa

Ada empat jenis gangguan utama yang selam ini kita kenal, yaitu asidosis repiratori,

alkalosis respiratori, asidosis metabolic, dan alkalosis metabolic. Seorang pasien dapat

Page 16: Makalah EKG

mengalami satu atau dua sekaligus gangguan asam basa. Seperti diketahui, asidosis

adalah suatu keadaan diamana kadar ion H+ dalam darah lebih tinggi dari normal (pH

rendah), sedangkan alkalosis adalah suatu keadaan dimana kadar H+ di dalam darah

rendah dari normal (pH tinggi).

1. Asidosis Respiratorik

Terjadi karena adanya hipoventilasi, sehingga P CO2 akan meningkat. Hal ini

dapat terjadi pada 1) kelainan paru missal Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM),

2) kelainan susunan saraf pusat, misalnya depresi pernapasan, dan 3) kelainan dinding

dada. Karena P CO2 darah meningkat, di dalam gas darah akan ditemukan pH↓, P

CO2↑, HCO3- normal.

2. Alkalosis Respiratorik

Terjadi karena adanya hiperventilasi sehingga P CO2 darah akan turun. Hal ini

dapat terjadi karena 1) perangsangan SSP seperti emosi, salisilat dan lain-lain, 2)

stimulasi kemoreseptor perifer (hipoksemia), 3) stimulasi reseptor intratorakal

(berbagai penyakit paru), dan 4) keadaan hipermetabolisme (sepsis dan hipertiroid).

Karena P CO2 darah menurun, di dalam analisa gas darah akan ditemukan pH↑, P

CO2↓, HCO3- normal.

3. Asidosis Metabolik

Dapat terjadi karena penambahan asam seperti oksidasi lemak tak sempurna

(asidosis diabetika atau kelaparan) dan oksidasi karbohidrat tak sempurna (asidosis

laktat). Asidosis metabolic juga terjadi pada pengurangan bikarbonat seperti dalam

kondisi renal tubular asidosis dan diare.

Dengan penambahan H+, metabolisme penyangga bikarbonat asam-bsa karbonat

akan bekerja dengan mengeluarkan HCO3 guna mengikat penambahan H+ itu sehingga

perubahan pH yang tidak begitu besar. Karena mekanisme ini akan terjadi pH↓, HCO3-

↓, B.E. < 2,5.

4. Alkalosis Metabolik

Dapat terjadi karena pengurangan asam seperti karena muntah-muntah sehingga

HCl lambung dikeluarkan atau karena penggunaan antasida yang berlebihan dan

penambahan basa seperti karena infus bikarbonat yang berlebihan atau karena efek

aldosterone/ steroid. Dengan adanya pengeluaran ion H+, metabolisme penyangga akan

Page 17: Makalah EKG

bekerja dengan mengeluarkan H+ guna mengurangi perubahan pH. Karena mekanisme

ini akan terjadi pH↑, HCO3-↑, B.E. > 2,5.

C. Mekanisme Kompensasi

Kompensasi tubuh terhadap perubahan pH akan dilakukan melalui metabo

pernapasan dan ginjal, tergantung dari bentuk angguan asam basa yang terjadi Bentuk –

bentuk kompensasi adalah sebagai berikut:

Asidosis metabolic, akan menimbulkan perangsangan untuk stimulasi pernapasan.

Akibatnya P CO2 darah akan menurun, dan ini tentu berakibat kenaikan pH (lihat

persamaan Henderson). jadi, penurunan pH pada asidosis metabolic akan dikompensasi

oleh suatu reaksi alkalosis respiratorik (pH ↑, P CO2 ↓).

Alkalosis metabolic, akan menimbulkan depresi pernapasan sehingga P CO2 darah

akan meningkat, yang ini tentunya akan mengakibatkan penurunan pH. Jadi kenaikan pH

pada alkalosis metabolic akan dikompensasi oleh suatu reaksi asidosis respiratorik.

Asidosis respiratorik, akan menimbulkan peningkatan reabsorbsi HCO3 di ginjal,

akibatnya kadar HCO3- di darah akan meningkat dan pH juga akan naik. Jadi, asidosis

respiratorik akan dikompensasi oleh suatu alkalosis metabolic (pH ↑, HCO3- ↓ ).

Alkalosis respiratorik, akan menurunkan reabsorbsi HCO3 di ginjal. Akibatnya kadar

HCO3- darah akan menurun dan dengan sendirinya nilai pH akan turun pula. Artinya,

alkalosis respiratorik di tubuh akan dikompensasi oleh suatu asidosis metabolic.

D. Indikasi

Indikasi tindakan analisa gas darah adalah sebagai berikut (Mc Cann, 2004):

1. Tindakan analisa gas darah ditujukan pada pasien dengan sebagai berikut;

a. Obstruktif kronik pulmonary

b. Edema pulmonary

c. Sindrom distress respiratori akut

d. Infark miokardial

e. Pneumonia

2. Tindakan ini juga diberikan pada pasien yang sedang mengalami syok dan setelah

menjalani pembedahan by pass arteri koronaria

3. Pasien yang mengalami resusitasi dari penyumbatan kardiak

Page 18: Makalah EKG

4. Pasien yang mengalami perubahan dalam status pernapasan dan terapi pernapasan,

serta anesthesia

E. Kontraindikasi

Kontraindikasi pada tindakan analisa gas darah yaitu pada pasien yang daerah

arterinya mengalami amputasi, contrachtus, infeksi, dibalut dan cast, matektomi, dan

arteriovenous shunts (Potter & Perry, 2006).

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan ini yaitu 1) adanya risiko jarum

mengenai periosteum tulang yang kemudian pasien mengalami kesakitan, hal ini akibat

dari terlalu menekan dalam memberikan injeksi, 2) adanya risiko jarum melewati dinding

arteri yang berlainan, dan 3) adanya kemungkinan arteri spasme sehingga darah tidak mau

mengalir masuk ke syringe.

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan gas darah antara lain gelembung udara,

antikoagulan, metabolisme, dan suhu. Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg, jika

terdapat udara dalam sampel darah maka hasilnya akan cenderung menyamakan tekanan

sehingga bila tekanan oksigen sampel kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan

meningkat. Antikoagulan dapat mendilusi keonsentrasi gas darah dalm tabung. Pemberian

heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh

karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin. Sampel darah

masih merupakan jaringan hidup. Sebagai jaringan hidup, darah membutuhkan oksigen

dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit

setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar

pendingin beberapa jam. Kemudian ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang

menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti PCO2.

G. Anatomi Daerah Target

Anatomi daerah yang menjadi target tindakan analisa gas darah antara lain arteri

radial, arteri brachial, arteri femoral, arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis.

Bagian-bagian ini tidak boleh diambil oleh phlebotomis. Arteri femoralis atau brakialis

sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai

sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis.

Page 19: Makalah EKG

Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko

emboli otak.

H. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan analisa gas darah meliputi:

1. 3 ml sampai 5 ml gelas syringe

2. 1 ml ampul heparin aqueous

3. 20 G 11/4” jarum

4. 22 G 1” jarum

5. Sarung tangan

6. Alcohol atau povidone-iondine pad

7. Gauze pads

8. Topi karet untuk syringe hub atau penutup karet untuk jarum

9. Label

10. Ice filled plactic bag

11. Laporan permintaan laboratorium

12. Perekat balutan

13. Opsional: 1% licoaine solution

14. Peralatan siap AGD

I. Prosedur Tindakan

Aspek keamanan dan keselamatan (safety) yang harus diperhatikan dalam melakukan

tindakan analisa gas darah, yaitu perawat harus memeriksa kebijakan terhadap tenaga

kesehatan yang diperbolehkan dalam melakukan ini (Potter & Perry, 2006). Beberapa

kebijakan dari rumah sakit menyebutkan bahwa tenaga kesehatan yaitu perawat yang

diberikan izin dalam melakukan analisa gas darah adalah perawat di bidang critical care

(Potter & Perry, 2006).

Prosedur pada tindakan analisa gas darah ini adalah sebagai berikut (McCann, 2004):

1. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan sebelum memasuki ruangan pasien.

2. Cuci tangan dengan menggunakan tujuh langkah benar.

3. Bila menggunakan peralatan AGD yang sudah siap, buka peralatan tersebut serta

pindahkan label contoh dan tas plastik (plastic bag).

Page 20: Makalah EKG

4. Catat label nama pasien, nomor ruangan, temperatur suhu pasien, tanggal dan waktu

pengambilan, metode pemberian oksigen, dan nama perawat yang bertugas pada

tindakan tersebut.

5. Beritahu pasien alasan dalam melakukan tindakan tersebut dan jelaskan prosedur ke

pasien untuk membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatif pasien

dalam melancarkan tindakan tersebut.

6. Cuci tangan dan setelah itu gunakan sarung tangan.

7. Lakukan pengkajian melalui metode tes Allen.

Cara allen’s test Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan

tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka

tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan.

Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test

allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s

negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang

lain.

8. Bersihkan daerah yang akan di injeksi dengan alkohol atau povidoneiodine pad.

9. Gunakan gerakan memutar (circular) dalam membersihkan area injeksi, dimulai

dengan bagian tengah lalu ke bagian luar.

10. Palpasi arterti dengan jari telunjuk dan tengah satu tangan ketika tangan satunya lagi

memegang syringe.

11. Pegang alat pengukur sudut jarum hingga menunjukkan 30-45 derajat. Ketika area

injeksi arteri brankhial, posisikan jarum 60 derajat.

12. Injeksi kulit dan dinding arterial dalam satu kali langkah.

13. Perhatikan untuk blood backflow di syringe.

14. Setelah mengambil contoh, tekan gauze pad pada area injeksi hingga pedarahan

berhenti yaitu sekitar 5 menit.

15. Periksa syringe dari gelembung udara. Jika muncul gelembung udara, pindahkan

gelembung tersebut dengan memegang syringe ke atas dan secara perlahan

mengeluarkan beberapa darah ke gauze pad.

16. Masukan jarum ke dalam penutup jarum atau pindahkan jarum dan tempatkan tutup

jarum pada jarum yang telah digunakan tersebut.

Page 21: Makalah EKG

17. Letakkan label pada sampel yang diambil yang sudah diletakkan pada ice-filled plastic

bag.

18. Ketika pedarahan berhenti, area yang di injeksi diberikan balutan kecil dan direkatkan.

19. Pantau tanda vital pasien, dan observasi tanda dari sirkulasi. Pantau atau perhatikan

risiko adanya pedarahan di area injeksi.

Page 22: Makalah EKG

INITIAL ASSESSMENT

Initial Assessment adalah proses penilaian awal pada penderita trauma disertai

pengelolaan yang tepat guna untuk menghindari kematian. Initial assesment meliputi

persiapan, triage, primary survey, resusitasi, tambahan terhadap primary survey dan resusitasi,

Secondary survey (anamnesis dan pemeriksaan fisik), tambahan terhadap secondary survey,

pemantauan dan reevaluasi berkesinambungan, dan penanganan definitive.

Urutan dari initial assessment diterapkan secara berurutan atau sekuensial, akan tetapi

dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan atau simultan.

5. Persiapan

Persiapan pada penderita berlangsung dalam dua fase yang berbeda, yaitu fase

pra rumah sakit/ pre hospital, dimana seluruh penanganan penderita berlangsung

dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah fase rumah

sakit/hospital dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat

dilakukan resusitasi dengan cepat.

a. Fase pra rumah sakit

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di

lapangan akan menguntungkan penderita. Pada fase pra rumah sakit, hal yang

perlu diperhatikan adalah penjagaan airway, kontrol pendarahan dan syok,

imobilisasi penderita dan segera dibawa ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas

yang memadai. Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus

dihindari. Selain itu juga penting mengumpulkan keterangan yang nanti

dibutuhkan di rumah sakit, seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme

kejadian, serta riwayat penderita. Sehingga dapat ditentukan jenis dan berat dari

trauma.

b. Fase rumah sakit

Pada fase rumah sakit perlu dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba,

sebaiknya ada ruangan khusus resusitasi serta perlengkapan airway (laringoskop,

endotracheal tube) yang sudah dipersiapkan. Selain itu, perlu dipersiapkan

cairan kristaloid (mis : RL) yang sudah dihangatkan, perlengkapan monitoring

Page 23: Makalah EKG

serta tenaga laboratorium dan radiologi. Semua tenaga medik yang berhubungan

dengan penderita harus dihindarkan dari kemungkinan penularan penyakit

menular dengan cara penganjuran menggunakan alat-alat protektif seperti

masker/face mask, proteksi mata/google, baju kedap air, sepatu dan sarung

tangan kedap air.

6. Triase

Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber

daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC (Airway dengan kontrol

vertebra servikal), Breathing, dan Circulation dengan kontrol perdarahan. Triase juga

berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk.

Dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi:

a. Multiple Casualties

Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak

melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dengan

masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.

b. Mass Casualties

Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui

kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilakukan penanganan

terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar,

serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit.

7. Primary Survey

Primary survey dilakukan untuk menilai keadaan penderita dan prioritas terapi

berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital dan mekanisme trauma. Pada primary

survey dilakukan usaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih

dahulu dengan berpatokan pada urutan berikut :

A : Airway

Yang pertama kali harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Hal ini meliputi

pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh benda asing, fraktur

tulang wajah, fraktur mandibula atau maxilla, fraktur laring/trakhea. Usaha uhtuk

membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal (servical spine control),

dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw trust. Jika dicurigai ada kelainan pada

Page 24: Makalah EKG

vertebra servikalis berupa fraktur maka harus dipasang alat immobilisasi serta

dilakukan foto lateral servikal. Pemasangan airway definitif dilakukan pada penderita

dengan gangguan kesadaran atau GCS (Glasgow Coma Scale) ≤ 8, dan pada

penderita dengan gerakan motorik yang tidak bertujuan.

B : Breathing

Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik

meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Dada penderita

harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan dilakukan auskultasi untuk

memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya

udara atau darah dalam rongga pleura. Sedangkan inspeksi dan palpasi dapat

memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Trauma

yang dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension

pneumothoraks, flailchest dengan kontusio paru dan open pneumotoraks. Sedangkan

trauma yang dapat mengganggu ventilasi dengan derajat lebih ringan adalah

hematothoraks, simple pneumothoraks, patahnya tulang iga, dan kontusio paru.

C : Circulation

a. Volume darah dan cardiac output

Perdarahan merupakan sebab utama kematian yang dapat diatasi dengan

terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi pada trauma

harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai terbukti sebaliknya.

Dengan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik

penderita yang meliputi :

1) Tingkat kesadaran

Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang

mengakibatkan penurunan kesadaran.

2) Warna kulit

Wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat meruoakan tanda

hipovolemia.

3) Nadi

Perlu dilakukan pemeriksaan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis

atau arteri karotis kiri dan kanan untuk melihat kekuatan nadi, kecepatan,

Page 25: Makalah EKG

dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur, biasanya merupakan

tanda normovolemia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda

hipovolemia, sedangkan nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan

jantung. Apabila tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar maka merupakan

tanda perlu dilakukan resusitasi segera.

b. Perdarahan

Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Sumber

perdarahan internal adalah perdarahan dalam rongga thoraks, abdomen, sekitar

fraktur dari tulang panjang, retroperitoneal akibat fraktur pelvis, atau sebgai

akibat dari luka dada tembus perut.

D : Disability/neurologic evaluation

Pada tahapan ini yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,

tanda-tanda lateralisasi dan tingkat atau level cedera spinal. Glasgow Coma Scale

(GCS) adalah sistem skoring sederhana dan dapat meramal outcome penderita.

Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penurunan oksigenasi atau/dan

penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan trauma langsung.

E : Exposure/ environmental

Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, biasanya dengan cara

menggunting dengan tujuan memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian

dibuka penderita harus diselimuti agar tidak kedinginan.

8. Resusitasi

Resusitasi yang agresif dan pengelolaan cepat pada yang mengancam nyawa

merupakan hal yang mutlak bila ingin penderita tetap hidup.

A. Airway

Pada penderita yang masih sadar dapat dipakai nasofaringeal airway. Bila

penderita tidak sadar dan tidak ada refleks batuk (gag refleks) dapat dipakai

orofaringeal airway.

B. Breathing

Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena faktor

mekanik, ada gangguan ventilasi dan atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan

Page 26: Makalah EKG

intubasi endotrakheal baik oral maupun nasal. Surgical airway/ krikotiroidotomi

dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak memungkinkan karena

kontraindikasi atau karena masalah teknis.

C. Circulation

Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang minimal dua IV line. Kateter IV yang

dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada

lengan. Selain itu bisa juga digunakan jalur IV line yang seperti vena seksi atau vena

sentralis. Pada saat memasang kateter IV harus diambil contoh darah untuk

pemeriksaan laboratorium rutin serta pemeriksaan kehamilan pada semua penderita

wanita berusia subur. Pada saat datang penderita diinfus cepat dengan 2-3 liter cairan

kristaloid, sebaiknya Ringer Laktat. Bila tidak ada respon, berikan darah segulungan

atau (type specific). Jangan memberikan infus RL dan transfusi darah terus menerus

untuk terapi syok hipovolemik. Dalam keadaan harus dilakukan resusitasi operatif

untuk menghentikan perdarahan.

9. Tambahan pada primary survey dan resusitasi

a. Monitor EKG : dipasang pada semua penderita trauma.

b. Kateter urin dan lambung

Kateter uretra

Produksi merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan perkusi

ginjal dan hemodinamik penderita. Kateter urin jangan dipasang jika dicurigai ada

rupture uretra yang ditandai dengan :

1. Adanya darah di orifisium uretra eksterna (metal bleeding)

2. Hematom di skrotum atau perineum

3. Pada Rectal Toucher, prostat letak tinggi atau tidak teraba.

4. Adanya fraktur pelvis.

Bila dicurigai ruptur uretra harus dilakukan uretrogram terlebih dahulu.

Page 27: Makalah EKG

Kateter lambung atau NGT

Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi

kemungkinan muntah. Isi lambung yang pekat mengakibatkan NGT tidak

berfungsi, lagipula pemasangannya sendiri dapat mengakibatkan muntah. Darah

dalam lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic

atau perlukaan lambung. Bila lamina kribosa patah atau diduga patah, kateter

lambung harus dipasang melalui mulut untuk mencegah masuknya NGT dalam

rongga otak. Dalam keadaan ini semua pipa jangan di masukkan lewat jalur

nasofaringeal.

c. Monitor

Monitoring hasil resusitasi sebaiknya didasarkan pada penemuan klinis seperti

laju nafas, nadi, tekanan nadi, tekanan darah, ABG (Arterial Blood Gases), suhu

tubuh dan keluaran (output) urin hasil pemeriksaan di atas harus didapat

secepatnya setelah menyelesaikan survei primer.

1. Laju nafas dan ABG dipakai untuk menilai airway dan breathing. ETT dapat

berubah posisi pada saat penderita berubah posisi. Alat pengukur CO2 secara

kolorimetrik mengukur End-Tidal CO2 dan merupakan cara yang baik untuk

menetapkan bahwa posisi ETT dalam trakhea, dan bukan dalam esofagus.

Penggunaan alat ini tidak dapat menentukan bahwa letak ETT sudah tepat.

2. Penggunaan Pulse oximetri mengukur kadar O2 saturasi, bukan PaO2. Suatu

sensor diletakkan pada ujung jari atau cuping telinga, dan kemudian

mengukur saturasi O2, biasanya sekaligus tercatat denyut nadi.

3. Pada penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah ini

merupakan indikator yang kurang baik guna menilai perfusi jaringan.

d. Pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya

Pemeriksaan foto rontgen harus selektif, dan jangan menghambat proses

resusitasi. Foto toraks dan pelvis dapat mengenali kelainan yang mengancam

nyawa, dan foto pelvis dapat menunjukkan adanya fraktur pelvis. Pemeriksaan

DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage) dan USG abdomen merupakan pemeriksaan

bermanfaat untuk menentukan adanya perdarahan intraabdomen.

Page 28: Makalah EKG

10. Secondary survey

Survei sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe

examination), termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital.

a. Anamnesis

Setiap pemeriksaan lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat

perlukaan. Biasanya data ini tidak bisa didapat dari penderita sendiri dan harus

didapat dari keluarga atau petugas lapangan.

Riwayat AMPLE

A: Alergi

M: Medikasi (obat yang diminum saat ini)

P: Past Illness (penyakit penyerta) / pregnancy

L: Last meal

E: Even / environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan

Mekanisme perlukaan sangat menentukan keadaan penderita. Jenis perlukaan

dapat diramalkan dari mekanisme kejadian perlukaan itu. Trauma biasanya dibagi

menjadi beberapa jenis:

1) Trauma tumpul

Dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, terjatuh dan kegiatan

rekreasi atau pekerjaan. Keterangan yang penting yang dibutuhkan kecelakaan

lalu lintas mobil adalah pemakaian sabuk pengaman, deformasi kemudi, arah

tabrakan, kerusakan kendaraan baik kerusakan major dalam bentuk luar atau

hal-hal yang berhubungan dengan perlengkapan penumpang, dan terlemparnya

keluar penumpang. Pola perlukaan pada pasien dapat diramalkan dari

mekanisme traumanya. Trauma perlukaan juga sangat dipengaruhi usia dan

aktivitas.

2) Trauma tajam

Trauma tajam akibat pisau atau benda tajam dan senjata api semakin sering

ditemukan. Faktor yang menentukan jenis dan berat perlukaan adalah daerah

tubuh yang terluka, organ yang terkena dan velositas / kecepatan. Dengan

Page 29: Makalah EKG

demikian maka velositas, caliber, arah dan jarak dari senjata merupakan

informasi yang sangat penting diketahui.

3) Trauma termal

Luka bakar dapat terjadi sendiri atau dalam kombinasi dengan trauma

tumpul atau trauma tajam akibat mobil terbakar, ledakan, benda yang terjatuh,

usaha penyelamatan diri ataupun serangan pisau dan senjata api. Cedera dan

keracunan monoksida dapat menyertai luka bakar. Secara khusus perlu

ditanyakan tempat terjadinya kejadian perlukaan (ruang tertutup / terbakar) atau

bahan yang ikut terbakar (bahan kimia, plastik, dsb) dan perlukaan lain yang

menyerta. Hipotermia akut atau kronik dapat menyebabkan kehilangan panas

umum atau local. Kehilangan panas dalam jumlah besar dapat terjadi walaupun

tidak dalam suhu yang terlalu dingin (15-20Oc) yaitu bila penderita memakai

pakaian yang basah, tidak bergerak aktif atau minum alcohol, sehingga tubuh

tidak bisa menyimpan panas.

4) Trauma kimia, toksin dan radiasi

Kontak dengan bahan kimia, toksin atau radiasi perlu diketahui karena dua

sebab. Pertama disebabkan karena bahan-bahan ini dapat mengakibatkan

berbagai macam kelainan pada jantung, paru atau organ tubuh lainnya. Kedua,

bahan ini dapat berbahaya bagi tenaga kesehatan yang merawat pasien tersebut.

b. Pemeriksaan Fisik

11. Tambahan terhadap secondary survey

Dalam melakukan secondary survey, dapat dilakukan pemeriksaan diagnostic

yang lebih spesifik seperti misalnya foto tambahan dari tulang belakang serta

ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan spine, urografi dan angiografi, USG

transesofageal, bronkoskopi, esofagoskopi dan prosedur diagnostic lain.

12. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan

Penurunan keadaan dapat dikenali apabila dilakukan evaluasi ulang secara terus

menerus, sehingga gejala yang baru timbul, segera dapat dikenali dan dapat ditangani

secepatnya. Monitoring tanda vital dan produksi urin sangat penting. Produksi urin

pada orang dewasa sebaiknya dijaga . cc/kgBB/jam, pada anak 1cc/kgBB/jam.

Penanganan rasa nyeri merupakan hal yang penting. Rasa nyeri dan ketakuatan akan

Page 30: Makalah EKG

timbul pada penderita trauma, terutama pada perlukaan muskulo-skeletal. Golongan

opiate atau anxiolitika harus diberikan secara intravena dan sebaiknya jangan intra-

muskular.

13. Penanganan definitive

Untuk keputusan merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria.

Kriteria ini memakai data fisiologis penderita, cedera anatomis, mekanisme

perlukaan, penyakit penyerta serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis.

Referensi

McCann, J. A. S. (2004).Nursing Procedures.4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Wilson.D.D.(1997).Understanding Laboratory and Diagnostik Tests. Philadelphia: Lippincolt.

Potter,P.A. & Perry, A.G.(1997).fundamental of nursing:Concept,Process and Practice.4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby,Inc