makalah dr susi (1).docx
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS LANGSUNG
Abses Serebri
Pembimbing :
Dr. Susi Harini Sp.S
Disusun oleh :
Adhya Aji Pratama
1110103000089
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya laporan kasus ini dapat
terselesaikan. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan diskusi topik ini mengenai
“Abses Serebri” sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSUP
Fatmawati.
Dalam proses penulisan laporan kasus ini penulis banyak dibantu sehingga
referat ini dapat diselesaikan tepat waktu. Untuk penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada Dr. Susi Harini Sp.S selaku pembimbing.
Penulis sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
kritik dan saran penulis terima sebagai masukan yang membangun untuk menjadi
lebih baik dan semoga referat ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Agustus 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL.....................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1 STATUS PASIEN.......................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................18
3.1. Abses Serebri...........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
3
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 01319214
Nama : Tn. TM
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 10/03/1955
Usia : 59 th 6 bulan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Markisa Ujung RT 02/05 Cinere Limo Depok
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pekerja Lepas
Pendidikan terakhir : SMA
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pasien datang ke IGD pada tanggal 6 September 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 9 September 2014.
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sakit kepala berdenyut sejak 3 minggu SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mnegeluh sakit kepala sejak 3 minggu SMRS. Sakit kepala berdenyut
dirasakan berdenyut dirasakan di bagian kanan ke semua bagian kepala. Pasien
juga merasa lemas pada anggota gerak sisi kiri. Keluhan dirasakan setelah sakit
4
kepala. Pasien juga merasa kesemutan di tungkai dan lengan kiri. Pasien
sempat mual dan muntah proyektil keluar isi makanan. Pasien terkadang
tersedak saat minum air. Pasien mengeluh demam sejak 2 hari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Pasien tidak memiliki
riwayat DM, hipertensi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di keluarga tidak memiliki riwayat DM, hipertensi.
e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP 1 bungkus per hari. Pasien juga
memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol dan penggunaan narkoba suntik
sebelum menikah namun saat ini sudah tidak. Pasien jarang berolahraga.
Kebiasaan seks bebas disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/70 mmHg kanan, 130/80 mmHg kiri
Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Napas : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,7oC
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 20,9 kg/m2
Mata
5
- Inspeksi : alis mata cukup, enoftalmus (-)/(-), eksoftalmus (-)/(-),
nistagmus (-)/(-), ptosis (-)/(), lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra
(-)/(-), konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-),
tampak berair, pterigium (-)/(-), ulkus kornea (-)/(-), kekeruhan
lensa (-)
- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal
Telinga, Hidung,Tenggorokan
Hidung :
- Inspeksi : Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi
septum (-)/(-), konka nasal hiperemis (-)/(-), edema (-)/(-), NCH (-)/(-)
- Palpasi : nyeri tekan (-)
Telinga :
- Inspeksi :
- Preaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-), skar
(-)/(-),
- Aurikuler : normotia, hiperemis (-)/(-), cauli flower (-)/(-),
pseudokista (-)/(-),
- Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-), skar
(-)/(-),
- Liang telinga : lapang, serumen (-)/(-), Ottorhea (-)/(-), membran
timpani intak
- Palpasi : nyeri tekan tragus (-)/(-)
Tenggorokan dan Rongga Mulut
- Inspeksi :
- Bucal : warna normal, ulkus (-),
- Lidah : massa (-), ulkus (-), plak (-)
- Palatum : penonjolan (-)
- Tonsil : tidak valid dinilai
- Pursed lips breathing (-), karies gigi (-), kandidisasis oral (-)
Leher
6
- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis
(-), tumor (-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak perbesaran
KGB
- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi
trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar
- Auskultasi : bruit (-),
- Tekanan vena jugularis tidak meningkat, 5+2
Thoraks Depan
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga
(-/-), bentuk dada normal, barrel chest (-), pectus carinatum (-)/(-),
pectus ekskavatum (-)/(-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-),
skar (-), emfisema subkutis (-)/(-), spider naevi (-)/(-), pergerakan
kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapasan normal
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis (-)/(-), ekspansi dada
simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru, pelebaran sela
iga (-)/(-)
- Perkusi :
- Sonor di kedua lapang paru
- Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6
- Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga 7
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Thoraks Belakang
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga
(-/-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), emfisema subkutis
(-)/(-), Pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola
pernapasan normal, scar (-), luka operasi (-), massa (-), gibus (-),
kelainan tulang belakang (-)
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada
simetris, vocal fremitus sama di kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung
7
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba, thrill (-), heaving (-),
lifting (-), tapping (-)
- Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midklavikula sinistra, Pinggang jantung
ICS II linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : simetris, datar, striae (-), skar (-), penonjolan (-), bekas
operasi (-), kaput medusa (-)
- Auskultasi : BU (+) normal, metalic sound (-), borborigmi (-), bruit
(-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), massa (-)
- Hepar dan lien tidak teraba
- Ginjal : Ballotemen (-)/(-),
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), undulasi (-), fenomena papan
catur (-), nyeri ketok CVA (-)/(-),
Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-), jari tabuh
(-), koilonikia (-), hiperemis (-), deformitas (-)
Status neurologis
GCS : E4M5V4
Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : +
Lasegue : <700 /<700
Kernig : <1350 / <1350
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : - / -
Saraf-saraf Kranialis:
N.I (olfaktorius) : normosmia/normosmia
8
N.II (optikus)
Acies visus : 6/6 / 6/6
Visus campus : baik/baik
Lihat warna : baik/baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukan bola mata : ortoposisi + / +
Pergerakan bola mata : kesan baik
Exopthalmus : - / -
Nystagmus : - / -
Palpebra : -/-
Pupil:
o Bentuk : bulat, anisokor, Ø 3mm/3mm
o Refleks cahaya langsung : +/+
o Refleks cahaya tidak langsung : +/+
N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : baik/baik
Cabang sensorik :
o Ophtalmikus : baik/baik
o Maksilaris : baik/baik
o Mandibularis : baik/baik
N.VII (Fasialis)
Motorik orbitofrontalis : baik / baik
Motorik orbikularis orbita : baik / baik
Motorik orbikulari oris : plica nasolabialis kiri lebih datar
dari kanan
Pengecapan lidah : tidak valid dinilai
Kesan: paresis N. VII sinistra tipe sentral
9
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Vertigo : -
Nistagmus : - / -
Koklearis : tidak valid dinilai
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Uvula : ditengah
N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : baik
Menoleh : baik
N.XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah : lidah miring ke arah kiri
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
Kesan : Parese NXII sinistra sentral
Sistem Motorik
Ekstremitas atas : kesan hemiparesis (-/+)
Ekstremitas bawah : kesan hemiparesis (-/+)
Gerakkan Involunter
Tremor : - / -
Chorea : - / -
Miokloni : -/ -
Tonus : baik
Sistem Sensorik :
Propioseptif : baik
10
Eksteroseptif : baik
Fungsi Serebelar
Ataxia : tidak valid dinilai
Tes Romberg : tidak valid dinilai
Jari-jari : normal
Jari-hidung : normal
Tumit-lutut : tidak valid dinilai
Rebound phenomenon : tidak valid dinilai
Hipotoni : - / -
Fungsi Luhur
Astereognosia : normal
Apraxia : normal
Afasia : -
Fungsi Otonom
Miksi : on DC
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
Refleks Fisiologis
Biceps : +2/+2
Triceps : +2/+2
Radius : +2/+2
Lutut : +2/+2
Tumit : +2/+2
Refleks Patologis
Hoffman Tromer : - / -
Babinsky : + / +
Chaddock : - / -
11
Gordon : + / +
Schaefer : + / +
Klonus lutut : - / -
Klonus tumit : - / -
Keadaan Psikis
Intelegensia : tidak valid dinilai
Tanda regresi : tidak valid dinilai
Demensia : tidak valid dinilai
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (6 September 2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
15,4
47
9,6
4422
5,07
13,2-17,3
32-45
5.0-10,0
150-440
4,40-5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER
KHER
RDW
91,7
30,3
33,0
15,5
80,0-100,0
26,0-34,0
32,0-36,0
11,5-14,5
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
26
15
0-34
0-40
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
45
1,1
20-40
0,6-1,5
12
DIABETES
Glukosa Garah Sewaktu 122
ELEKTROLIT DARAH
Natrium
Kalium
Klorida
144
4,13
105
125-147
3,1-5,1
95-106
Pemeriksaan Laboratorium (7 September 2014)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
HEMATOLOGI
LED 57 0-10
FUNGSI GINJAL
Asam Urat 3,5 <7
GLUKOSA DARAH 2 Jam PP
Glukosa Darah 2 Jam PP
GLUKOSA DARAH PUASA
Glukosa Darah Puasa
136
152
80-100
80-145
LEMAK
Kolesterol Total
Kolesterol LDL
233
168
0-34
0-40
URINALISA
Darah/HB Trace Negatif
Pemeriksaan Radiologi
Foto Toraks
13
Kesan:
-Aorta elongasi
-Jantung dan paru dalam batas normal
CT-Scan
14
Kesan:
-Lesi hipodens du tepi isodens multipel luas di basal ganglia kan dan periventrikel
lateral kanan disertai perifokal edema luas di lobus frontotemporoparietal bilateral
sugestif abses
-Edema serebri
-herniasi subfalcine sejauh 0,6 cm ke kiri.
V. RESUME
Tn. Pasien mnegeluh sakit kepala sejak 3 minggu SMRS. Sakit kepala
berdenyut dirasakan berdenyut dirasakan di bagian kanan ke semua bagian
kepala. Pasien juga merasa lemas pada anggota gerak sisi kiri. Keluhan
dirasakan setelah sakit kepala. Pasien juga merasa kesemutan di tungkai dan
lengan kiri. Pasien sempat mual dan muntah proyektil keluar isi makanan.
Pasien terkadang tersedak saat minum air. Pasien mengeluh demam sejak 2
hari. Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP 1 bungkus per hari. Pasien
juga memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol dan penggunaan narkoba suntik
sebelum menikah namun saat ini sudah tidak. Pasien jarang berolahraga.
Kebiasaan seks bebas disangkal.
15
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan Tekanan darah 140/70 mmHg kanan,
130/80 mmHg kiri, Nadi: 88x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup, Napas:
20x/menit, regular, Suhu: 36,7oC
Status neurologis didapatkan GCS: E4M5V4 (13), Kaku kuduk+, paresis
N. VII sinistra tipe sentral, Parese NXII sinistra sentral, babinski +/+, Gordon +/+,
Schafer +/+.
Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan Ht 47, ureum 45,LED 57,
GDP 152, GDPP 136, Kolesterol total 233, LDL168, urinalisa darah samar
Foto toraks didapatkan paru dan jantung dalam batas normal dan CT-scan
kepala didapatkan kesan Lesi hipodens du tepi isodens multipel luas di basal
ganglia kan dan periventrikel lateral kanan disertai perifokal edema luas di lobus
frontotemporoparietal bilateral sugestif abses serta Edema serebri
VI. DIAGNOSIS
- Diagnosis kerja :
o Penurunan kesadaran ec abses serebri dd TE
o Dislipidemia
o Hiperglikemia
- Diagnosis klinis :
o Kaku kuduk+, paresis N. VII sinistra tipe sentral, Parese NXII
sinistra sentral,refleks patologis (+/+)
- Diagnosis patologis : -
- Diagnosis etiologi : infeksi toxoplasma gondii
- Diagnosis topis : basal ganglia kan dan periventrikel lateral kanan
disertai perifokal edema luas di lobus frontotemporoparietal bilateral
VII. TATALAKSANA
-NaCl 0,9%/ 12 jam
16
-Piremetamin 3x 25 mg
-Ceftriakson 2x2 gr
-Dexametason 4x5 mg
-Klindamisin 4x600 mg
-Asam folat 2x5 mg
VIII. RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan lab ( hb, ht, leukosit, trombosit eritrosit, natrium,
kalium, klorida, SGOT dan SGPT )
Pemeriksaan anti HIV
Pemeriksaan CD-4
IX. RENCANA KONSULTASI
Konsultasi penyakit dalam
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
17
2.1 Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan
pus yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungus dan protozoa.
2.2 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun
paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses
otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas
atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis
dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp,
status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial.
Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan
antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian
penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata
40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju,
namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk
golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life
threatening infection).
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat
dilaporkan sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi
diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih
banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandinagan 2-3:1.
18
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak
dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1
yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah
sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika
kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.
Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak
yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa
jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia
sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20
pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD
Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda,
dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka
kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal). Dengan perkembangan
pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri, serta pandemic
AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5 kehidupan.
19
2.3 Anatomi Otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena
fungsi organ yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali
dengan menerima, menafsirkan, serta untuk mengarahkan informasi
sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan,
otak tengah, dan otak belakang.
Gambar 2.1. Anatomi otak
Pembagian otak:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
o Diencephalon = thalamus, hypothalamus
o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
20
3. Rhombencephalon - Otak belakang
o Metencephalon= pons, cerebellum
o Myelencephalon= medulla oblongata
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari
susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen
ketiga yaitu darah. Tempat -tempat rintangan itu adalah tapal batas antara
darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus
koroideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta
membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid. Semua tempat
sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain
dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler. Sel- sel tersebut
adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan
sel-sel membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi beberapa
proses patologis, seperti anoksia daniskemia, lesi destruktif dan
proliferative, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat
autoregulasi akibat sirkulasi serebral tang terganggu.
Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar
21
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya
mampu menghalangu masuknya leukosit ataupun mikroorganisme
pathogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan
imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis
terangsang oleh substansi – substansi yang dihasilkan dari sel- sel yang
sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa
menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T- sel
ternyata dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan
kerusakan structural pada pembuluh darah.
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi
telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan
maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari
22
jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses
otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis
tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka
tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya
abses di lobus otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde
thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau
temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak,
dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan
abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis
dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis
maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis
ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada
telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada
mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti
kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus,
streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob
23
(bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp,Prevotella spp, Actinomyces
spp, dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods,
Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus,
dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan
fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses,
tetapi hal ini jarang terjadi.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor
lingkungan.
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup
kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan
efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan
selular yang berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan
meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak
bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki
virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat
jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke
dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
24
2.5 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang
jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.
Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian
otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan
otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat
lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan
makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak
berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif
terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi
perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear
leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah
tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3.
Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah
dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular
25
ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan
peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah
pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular
debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari
sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang,
makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga
lesi menjadi sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris
dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan
fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat
nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat
oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat
di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam
substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam
ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
26
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan
gambaran histologis sebagai berikut:
· Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel
radang.
· Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
· Kapsul kolagen yang tebal.
· Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang
berlanjut.
· Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan
meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis,
amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum,
sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
Respon Imunologik pada Abses Otak.
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian
sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman
yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi
hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak
secara langsung.
27
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui
lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood
brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan
tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang
dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat
cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak
secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan
abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar
atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih
dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif,
namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan
otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan
pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi.
Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung
menjadi sangat virulen dan destruktif.
2.7 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-
gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala
peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.
Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias
abses otak yang terdiri dari gejala infeksi (demam, leukositosis),
peninggian tekanan intracranial (sakit kepala, muntah proyektil, papil
edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis, ataksia, afaksia)
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-
gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia
28
homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang
kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum
ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan
pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran
alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama
wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam
lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior
sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum
biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan
koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang
otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain
itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh,
mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat
perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat
kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat
dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi
status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis,
refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan
keterlibatan meningen.
29
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas
sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal
dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau
tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah
perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan
peninggian lekosit dan laju endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal
pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan
kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam
batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam
ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan
intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral;
tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.
Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses
dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang
lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi
abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses
serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.
Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah
abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang
normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain
mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan
30
abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain
memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
Gambar CT Scan Normal
Gambar CT- Scan Abses serebri
Gambaran CT-scan pada abses :
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Gambaran CT-Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan
sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran
cincin lebih jelas sesuai dengan diameter serebritisnya. Didapati
mengelilingi pusat nekrosis.
31
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan
terdapat nekrosis dari zona central inflamasi.
Gambaran CT-Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah
pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral
dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya
cerebritis.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi,
fibrosis, hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang
terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring
enhancement.
Gambaran CT-Scan :
Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis
lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang
hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring
enhancement (kapsul abses)
Gambaran CT-Scan :
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah
nekrosis tidak diisi oleh kontras.
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90%
untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah
walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma),
infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.
32
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor
(glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang
dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur
penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform,
diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul bagian medial
lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya
vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess
biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus
infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi
oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu
dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya
mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai
perifokal edema yang luas.
2.7 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
33
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat
dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme
yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui,
dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan
metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan
kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine
dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik
terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah
tersedia.
Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak
Etiologi Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri anaerob,
stafilokokkus dan stretokokkus
Meropenem
Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole
Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine
Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Vancomycin
Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang
secara umum dikombinasi dengan
terapi aminoglikosida
Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau
sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau
vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole.
Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram
negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi
34
pilihan alternatif. Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit
jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses
yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis
citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat
digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien
denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas
dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime (Claforan) 50-
100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
3 kali per hari,
IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil)
2 grams
setiap 4 jam,
IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
setiap 12 jam,
IV
Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid
dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi
35
pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan
pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan
tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6
jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan
adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran
edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid
diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa
berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus
optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara
bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan,
yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan,
seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi
antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi
dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi
pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi
atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan
pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas
digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak
menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early
cerebritic stage.
36
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun
dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi
kraniotomi mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna
mengurangi efek massa baik oleh edema maupun abses itu sendiri,
disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya
kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan
abses berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan
sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi
abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan,
karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika
dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika
abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang
multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang
berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan
abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi
kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap
penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan
dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi
37
bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG
dan neuroimaging). 3
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah
mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian
antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita
selanjutnya.
2.8 Diagnosis Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses
otak dapat bermanifestasi klinis hamper sama dengan suatu neoplasma
maupun hematosubdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnose yang
menyeluruh agar terapi yang diberikan menjadi tepat.
Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging
Abscess Tumor
Wall Smooth, thin, regular Thick, irregular
Thinner on inner aspect Thinner on outer
aspect
Nodularity If present, in inner border Outer border
T1 Hyperintense rim
T2 Hypointense rim
Meningeal
enhancement
Favours Not seen
Diffusion Imaging High signal Low signal
Perfusion imaging Normal signal due to collagen and Low signal due
38
dynamic fibrosis in wall high capillary
density in tumour
2.9 Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun
komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
2.10 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan
antibiotic yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor
yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang
mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas
CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita,
termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis
dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
39
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat
lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO
soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng
dapat menetap pada 50% penderita.DAFTAR PUSTAKA
.
1. Johnson RT,Griffin JW, et al. Current Therapy in Neurologic Disease 7th
edition. Philadelphia: Mosby Inc. 2006.
2. Kasper LH. Toxoplasma Infections. In : Fauci AS, Braunwald D, Kasper
DI. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed. New York :
McGraw-Hill Companies Inc. 2008
3. Mamidi A, DeSimone J, Pomerantz R. Central Nervous system infections
in individuals with HIV-1 infection. J NeuroVirol 2002
4. Wig Naveet, Wali JP. Central nervous system and HIV/AIDS. J Indian
Academy Clin Med 5; 2: 163-68.
5. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf
“PERDOSSI”. Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair. 2011.
6. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM
dan SPO Neurologi “ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.
7. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-
321. Jakarta: Dian Rakyat. 2008.
8. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf
RSUP H Adam Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38
No. 4. Sumatera Utara: Desember 2005.
40