makalah complete teori konseling

Upload: sumadiyasa

Post on 17-Jul-2015

2.340 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TEORI-TEORI KONSELING PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori-Teori Konseling Dosen Pengampu : Kadek Suranata, S.Pd., M.Pd., Kons.

Oleh Kelompok 7 Kelas B

Ni Komang Hendri P. I Made Sumadiyasa

( 1011011071 ) ( 1011011103 )

Luh Pt. Ayu Widya Ningsih ( 1011011110 )

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2011

KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Berdasarkan mata kuliah yang telah diberikan, kami memberi judul makalah ini Teori-Teori Konseling dengan membahas secara khusus Pendekatan Konseling Behavioral. Seorang konselor yang memberikan pelayanannya kepada masyarakat atau individu yang membutuhkan bantuannya untuk penyelesaian masalah yang dihadapinya harus mengetahui dan memahami tentang berbagai teori-teori yang terdapat dalam konseling. Teori-teori inilah yang nantinya akan dipraktekan dalam pemberian layanan kepada konseli namun, teori yang perlu dikuasai tidak satu atau dua teori saja karena penggunaan teori tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pada saat memberikan layanan, selain itu setiap teori memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, oleh karena itu sebaiknya seorang konselor juga memahami teori-teori lain yang ada dalam bidang bimbingan konseling. Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan dan pembuatan makalah ini. Rasa terimakasih kami sampaikan kepada Bapak dosen pembimbing Kadek Suranata, S.Pd., M.Pd., Kons. yang telah bersedia menuntun dan membantu kami dalam pembuatan makalah ini serta narasumber dan pihak-pihak lainnya yang turut serta membantu demi terselesaikannya makalah ini sesuai dengan apa yang telah diharapkan sebelumnya. Kami sebagai manusia yang banyak memiliki kekurangan menyadari bahwa apa yang kami sampaikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam proses penyampaiannya maupun isi atau hal-hal yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu kami selaku penulis dan penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang kami banggakan yang bersifat membangun sehingga dapat membantu kami untuk dapat

ii

lebih menyempurnakan lagi makalah yang kami buat ini. Kami sangat berharap apa yang kami sajikan dan apa yang kami sajikan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat-manfaat yang sedianya dapat berguna pagi pembaca pada umumnya dan para calon konselor pada khususnya sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan di Indonesia serta tujuan Bangsa Indonesia dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.

Singaraja, 15 September 2011

Kelompok 7,

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................. DAFTAR ISI............................................................................................ BAB I PENDAHULUAN........................................................................ Latar Belakang Masalah................................................................ Rumusan Masalah.......................................................................... Tujuan............................................................................................ Manfaat.......................................................................................... BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... Pengantar....................................................................................... Konsep-konsep Dasar.................................................................... Tujuan Terapiutik........................................................................... ii iv 1 1 1 2 2 3 3 4 6

Fungsi dan Peranan Terapis............................................................ 8 Proses Terapiutik............................................................................ 8 Prosedur dan Teknik Terapiutik..................................................... BAB III PENUTUP................................................................................... 9 23

Kesimpulan..................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 24

iv

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah. Sebagai seorang konselor yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada individu-individu yang membutuhkan bantuanya tanpa memandang jenis kelamin, usia, profesi, etnis, agama, dsb, harus didukung oleh pengetahuan intelektual yang mendukung untuk melaksanakan pelayanan konseling kepada klien. Pengetahuan ini sendiri telah diperoleh ketika seorang calon konselor menjalani pengembangan profesi prajabatan yaitu ketika masih mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan pencetak setingkat universitas. Masih dalam hubungan antara pengembangan jabatan dan dalam jabatan, seorang calon konselor selama mengikuti pendidikan prajabatan ini dituntut untuk menguasai berbagai ilmu atau pun hal-hal yang perlu untuk dimiliki dan dikuasai oleh seorang calon konselor agar nantinya ketika ia menjadi seorang konselor dapat memberikan pelayanan kepada individu-individu yang membutuhkan bantuan dan bimbingannya. Salah satu hal yang perlu dikuasai oleh seorang konselor adalah penguasaan terhadap konsep teori-teori konseling yang dicetuskan oleh ahli-ahli dalam bidang bimbingan konseling. Salah satunya adalah teori pendekatan konseling behavioral. Dalam pemberian pelayanan nantinya seorang konselor dapat menggunakan teori pendekatan konseling behavioral dengan teknik-teknik tertentu yang tentunya berbeda dengan teori lainnya. Oleh karena itu seorang konselor atau calon konselor perlu untuk memahami dan menguasai teori pendekatan konseling behavoral. 2. Rumusan Masalah. Berdasarkan apa yang tedapat di dalam latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah di sini adalah : Bagaimana penerapan teori pendekatan behavioral dalam praktik konseling yang meliputi proses terapiutik, teknik dan prosedur ?

1

3. Tujuan. Sesuai dengan apa yang terdapat dalam latar belakang masalah, rumusan malasah, maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini adalah : Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep teori pendekatan konseling behavoral kepada pembaca pada umumnya dan kepada calon konselor pada khususnya. Pembaca atau calon konselor memperoleh pengetahuan tentang bagaimana proses terapiutik dengan teori pendekatan konseling behavioral. 4. Manfaat. Berdasarkan apa yang terdapat dalam latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan, maka yang menjadi manfaat pembuatan makalah ini adalah : Pembaca atau calon konselor memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep teori pendekatan konseling behavioral. Calon konselor atau pun pembaca mengetahui bagaimana penerapan teori pendekatan konseling behavioral dalam praktek konseling.

2

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengantar. a. Ikhtisar. Terapi behavior secara relatif adalah pendatang baru dalam lingkungan psikoterapi. Baru pada akhr 1950-an terapi itu muncul sebagai suatu pendekatan yang sistematis dalam penilaian dan perlakuan pada gangguan-gangguan psikologis. Dalam tahap-tahap awalnya perkembangan, terapi behavior diberikan batasan-batasan sebagai aplikasi teori belajar modern pada perlakuan problem-problem klinis. Kata teori belajar modern kemudian menunjuk kepada prinsipprinsip dan prosedur kondisioning klasik dan operan. Terapi behavior dipandang sebagai perluasan behaviorisme kepada bentuk-bentuk kompleks dan canggih. Sekarang terapi behavior ditandai oleh beragamnya pandangan. Sekarang terdapat suatu rentangan luas prosedur yang beraneka ragam dengan rasional teori yang berbeda, dan terbuka untuk dipermasalahkan mengenai landasan konseptual, persyaratan

metodologi, dan bukti kemujarabannya ( Kazdin & Wilson, 1978 ). Teori behavioral merupakan teori menyeluruh dan menjelaskan prinsip-prinsip tingkah laku manusia dipelajari. Dan menurut Watson seorang anak bisa dilatih dari kelahirannya untuk menjadi apa saja, artis, dokter, peminta-minta, pencuri. Pandangan bahwa kemampuan, bakat, watak dan tabiat mental itu merupakan ciri-ciri menurun tidak bisa diterima karena hal-hal tersebut tergantung dari latihan. Dalam hal ini tergantung pada rangsangan-rangsangan, respon-respon, dan pengkondisian lingkungan dimana ia berada dengan bantuan hal-hal yang bersifat kebiasaan. Respon-respon bisa terbuka atau tertutup, dipelajari atau tidak.

3

2. Konsep-konsep dasar. Berbagai pendekatan dalam terapi behavioral sekarang termasuk ( a ) analisa tinggkah laku yang diterapkan, ( b ) model stimulus respons neobehavioristik, ( c ) teori belajar sosial, ( d ) modifikasi tingkah laku kognitif. Sebenarnya keempat pendekatan ini berbeda dalam tingkat penggunaan konsep-konsep kognitif dan prosedur. Pada satu titik ujung kontinum ini adalah analisa tingkah laku yang diterapkan, yang berfokuskan ekslusif pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan menolak semua proses yang merantarai kognitif. Pada titik ujung yang lain adalah teori belajar sosial dan modifikasi tingkah laku kognitif yang menyadarkan dri dengan berat pada teori-teori kognitif. Analisa tingkah laku yang diterapkan. Pendekatan ini adalah suatu perluasan langsung dari behviorisme radikal Skinner ( 1953 ), mendasakan diri apda kondisioning operan, asumsi mendasar menyatakan bahwa tingkah laku adalah konsekuensi-konsekuensinya. Selain dari pada itu, prosedur perlakuan didasarkan atas merubah hubungan antara tingkah laku yang menampak dengan konsekuensi-konsekuensinya. Analisa tingkah laku terapan menggunakan teknik-teknik berdasarkan pada penguatan, hukuman, ekstingsion, kontrol stimulus dan prosedur-prosedur lain berasal dari riset laboratorium. Proses-proses kognitif dianggap sebagai pristiwa-pristiwa pribadi dan tidak dipandang sebagai subyek yang layak untuk analisa ilmiah. Analisa tingkah laku terapan juga dibedakan oleh metodologi untuk menilai hasil perlakuan. Fokus adalah pada studi intensif pada subyek perorangan. Model stimulus-respon menengahi neobehavioristik. Sifat pendekatan ini adalah pemakainan asas-asas kondisioning klasik dan kondisioning penghindaran. Itu berasal dari teori belajar Ivan Pavlov, E. R. Gutrie, Clark Hull, O. H. Mowrer, dan N. E. Miller. Berbeda dengan pendekatan operan,

4

model stimulus-respon adalah bersifat menengahi dengan variabel mencampuri dan diutamakan konstruk-konstruk hipotesis. Contoh sifat menengahi pendekatan ini adalah yang paling penting sekali dinyatakan kecemasan. Teknik-teknik perlakuan desentisasi erat sekali terkait dengan model ini, keduanya terarahkan menghilangkan kecemasan yang melatarbelakangi dan yang diasumsikan menimbulkan gangguan phobia. Pristiwa-pristiwa pribadi, terutama khayalan, merupakan bagian integral pendekatan ini, termasuk desentisasi sistemik, teknik-teknik kondisioning tersembunyi seperti sensitisasi tersembunyi. Rasional di belakang semua metode ini adalah proses tersembunyi mengikuti hukumhukum belajar yang mengatur tingkah laku yang nampak. Teori belajar sosial. Pendekatan belajar sosial pada terapi behavioral tergantung atas teori bahwa tingkah laku berdasarkan atas tiga sistem terpisah tetapi merupakan sistem pengatur yang saling berkaitan ( Bandura, 1977 ) itu adalah ( a ) pristiwa-pristiwa stimulus eksternal, ( b ) penguat eksternal dan yang paling penting, proses perantara kognitif. Dalam pendekatan belajar sosial, pengaruh pristiwapristiwa lingkungan pada tingkah laku sebagian besar ditentukan oleh proses-proses kognitif, yang mengatur pengaruh-pengaruh lingkungan apa yang diperhatikan, bagaimana pengaruh-pengaruh itu dirasakan, dan bagaimana individu menginterpretasi hal-hal itu. Teori belajar sosial berdasarkan atas model proses sebab akibat yang saling mempengaruhi dalam tingkah laku manusia. Fungsi psikologis menurut pandangan ini, melihat suatu interaksi timbal balik antara tiga pengaruh tingkah laku, proses kognitif, dan faktorfaktor lingkungan. Bandura ( 1977 ) menyatakan sebagai berikut : Faktor-faktor lingkungan dan pribadi tidak berfungsi sebagai penentu yang berdiri sendiri, mereka saling menentukan satu sama lain, atau tidak dapat pribadi dianggap sebagai

5

penyebab yang berdiri sendiri atas tingkah laku mereka. Sebagian besar tingkah laku mereka yang orang menciptakan kondisi-kondisi lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku mereka dalam cara timbal balik. Pengalaman yang ditimbulkan oleh juga sebagian menentukan apa yang individu pikir, harap dan dapat lakukan yang pada gilirannya mempengaruhi tingkah laku berikutnya. ( h. 345 ). Dalam teori sosial, pribadi adalah pelaku perubahan, teori menekakan kemampuan manusia untuk perubahan tingkah laku yang terarahkan. Modifikasi tingkah laku kognitif. Pendekatan keempat ini mengandung sejumlah prosedur yang berbeda-beda, beberapa di antaranya adalah yang dikembangkan di luar aliran pokok terapi behavior. Teknik-teknik yang mempunyai ciri-ciri paling menonjol dalam modifikasi tingkah laku kognitif adalah ditunjuk sebagai restrukturing kognitif ( cognitive restructuring ). Satu bentuk restrukturing kognitif adalah terapi rasional emotif ( RET ) Ellis ( 1962 ). Asumsi dasar pendekatan ini bahwa bukan pengalaman itu sendiri, tetapi interpretasi orang pada pengalaman yang menyebabkan gangguan psikologis. Terapi terdiri atas persuasi dan argumentasi yang diarahkan pada perubahan ide-ide yang tidak rasional. Tugas-tugas behavioral khusus juga digunakan untuk merubah persepsi-persepsi dan interpretasi-interpretasi kejadian kehidupan penting yang keliru. 3. Tujuan Terapiutik. Tujuan terapi menempati kedudukan yang amat penting dalam terapi behavior. Kelien memilih tujuan-tujuan konseling, terutama yang dirumuskan semenjak permulaan proses terapi untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan. Tujuan umum terapi behavior adalah menciptakan kondisi-kondisi baru untuk belajar. Asumsinya adalah bahwa pengalaman belajar yang demikian itu akan dapat memperbaiki tingkah laku yang bermasalah.

6

Fokus terapi adalah pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku sekarang dan apa yang dilakukan untuk merubah tingkah laku itu. Urutan pemilihan dan penentuan tujuan digambarkan oleh Cormier dalam Cormier ( 1985, h 220-221 ). Proses ini menunjukan sifat esensial hubungan kerja sama antara terapis dan klien : Konselor menerangkan maksud tujuan. Klien merinci perubahan positif yang diinginkan sebagai hasil konseling. Klien dan konselor menentukan apakah tujuan-tujuan yang dirumuskan adalah perubahan-perubahan yang dimiliki oleh klien. Bersama-sama mereka mengeksplorasi apakah tujuan-tujuan itu realistis. Mereka mungkin Mereka membahas kerugian-kerugian tujuan yang mungkin. Atas dasar informasi yang diperoleh mengenai tujuan-tujuan yang dirumuskan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan yang meliputi : melanjutkan konseling, meninjau kembali tujuan klien, atau mencari referal. Corey ( 1991 ) meringkas tujuan dari terapi perilaku sebagai: Secara umum untuk menghilangkan perilaku malasuai dan belajar berperilaku lebih efektif. Memusatkan perhatian pada faktor yang mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa dilakukan terhadap perilaku yang menjadi masalah. Pasien atau klien memiliki peran aktif dalam menentukan tujuan terapi dan melakukan penilaian bagaimana tujuan-tujuan dapat dicapai. Ivey et al. ( 1987 ) meringkas tujuan terapi perilaku sebagai berikut: Untuk menghilangkan perilaku dan kesalahan yang telah terjadi melalui proses belajar dan menggantinya dengan pola perilaku yang lebih sesuai. Arah perubahan perilaku secara khusus ditentukan oleh pasien atau klien. membahas keuntungan-keuntungan tujuan yang

7

Tujuan terapi perilaku dengan orientasi ke arah kegiatan konseling, menurut George & Cristiani ( 1981 ) adalah: Mengubah perilaku malasuai pada klien. Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien. Mencegah munculnya masalah dikemudian hari. Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien. Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya. 4. Fungsi dan peranan terapis. Terapis behavior fungsi khasnya adalah sebagai seorang guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosa tingkah laku terganggu dan dalam menentukan prosedur perbaikan, yang diharapakan akan dapat menyebabkan tingkah laku terbaiki. Fungsi penting lainnya adalah peranan percontohan terapis bagi klien. Bandura ( 1969, 1971a, 1977 ) mengemukakan bahwa sebagian terbesar proses belajar yang terjadi melalui pengalaman langsung dan juga dapat diperoleh melalui observasi tingkah laku orang lain. 5. Proses terapiutik. Salah satu sumbangan untuk terapi behavior adalah memberi terapis suatu sistem prosedur yang terumus dengan baik untuk digunakan dalam kontek peranan yang terumus baik. hal itu juga memberikan peranan yang jelas dan menekankan pentingnya kesadaran dan keikutsertaan klien dalam proses terapiutik. Klien harus terlibat dengan aktif dalam pemilihan dan penentuan tujuan-tujuan, harus memiliki motivasi untuk berubah, dan harus bersedia untuk bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan terapiutik. Klien didorong untuk bereksperimen guna meperluas khasanah tingkah laku yang tepat untuk dirinya, klien harus berbuat jauh dari pada sekedar menumbuhkan pemahaman, mereka harus bersedia mengambil resiko-resiko. Keberhasilan dan kegagalan

8

mencoba melaksanakan tingkah laku baru merupakan bagian penting perjalanan terapiutik. 6. Prosedur dan teknik terapeutik. Prosedur dan teknik terapiutik yang digunakan oleh terapis behavioral sesuai, khususnya untuk klien tertentu dari pada dipilih secara acak dari sebuah karung teknik. Terapis sering kali sangat kreatif dalam rancangan intervensi mereka. Berikut ini Corey menjelaskan satu rentangan teknik-teknik behavior yang dapat digunakan oleh para praktisi : Latihan relaksasi dan metode-metode yang berkaitan. Latihan ini bertujuan untuk mengendorkan syaraf da mental dan metode ini mudah dipelajari. Setelah klien belajar dasar-dasar prosedur pengendoran, mutlak mereka melakukan latihan-latihan ini setiap hari agar memperoleh hasil yang maksimal. Latihan pengendoran mengandung beberapa unsur yang secara khas memerlukan empat sampai delapan jam pelajaran. Klien diberikan serangkaian perintah yang meminta mereka untuk mengendorkan syaraf. Mereka beranggapan suatu posisi yang santai dan pasif dalam suatu lingkungan yang tenang maka selama itu akan terjadi pengendoran. Pada waktu yang bersamaan memusatkan pikiran kepada gambaran dan pikiran yang menyenangkan. Pengendoran ini akan menjadi suatu kebiasaan apabila dilakukan selama 20 atau 25 menit setiap hari. Prosedur lain yang serupa dengan metode pengendoran adalah hipnose, biofeedback, latihan otogenik dan meditasi. Instruksi-instruksi pengendoran mengandung banyak kesamaan dengan sugesti hipnose, termasuk sugesti untuk santai dan untuk mencapai keadaan tenang. Biofeedback, menggunakan instrumen guna memberikan umpan balik kepada seseorang yang terus-menerus dan mengenai fungsifungsi tubuhnya, seperti denyut jantung yang secara normal orang tidak menyadarinya. Prosedur ini dapat digunakan sebagai suatu cara untuk mengajari orang menjadi sadar akan

9

tingkat pengendoran. Latihan otogenik berisi serangkaian instruksi-instruksi untuk membantu klien memperoleh kontrol atas fungsi-fungsi otonomi. Berbagai prosedur meditasi dapat dipelajari sebagai suatu pelengkap metode-metode pengendoran, dan meditasi dapat diintegrasikan ke dalam sesi latihan sehari-hari dalam belajar untuk bisa menjadi santai. Dasar umum untuk melaksanakan ini diberikan oleh Bernstein & Given ( 1984 ) sebagai berikut: Mengajarkan klien bagaimana meregangkan otot-otot. Klien memulai meregangkan otot setelah terapis mengatakan sekarang!. Peregangan dipertahankan selama lima sampai tujuh detik. Perhatian klien dipusatkan pada timbulnya perasaan karena peregangannya dengan ucapan yang tepat. Klien mengendorkan peregangan dan memulai relaks setelah mendengar perkataan relaks. Suruhlah klien memusatkan pada perasaan relaks sebagai pengganti perasaan tegang. Pakailah ucapan-ucapan yang tepat untuk membantu klien mengarahkan perhatian secara langsung, agar merasakan relaks [yang disertai perasaan nyaman] selama kira-kira 30-40 detik. Ulangi siklus peregangan-pengendoran pada otot yang sama, tetapi beri waktu sedikit lebih banyak untuk merasakan relaks, yakni sekitar 40-50 detik. Meminta klien untuk memberikan tanda [misalnya dengan diulang. Sering kali terjadi jika klien diminta melakukan peregangan pada sesuatu kelompok otot, kelompok otot lain akan terpengaruh dan ikut tegang. Karena itu setelah latihan pertama, kepada klien diminta hanya mengangkat jari] kalau ototnya tidak sepenuhnya relaks. Dalam keadaan demikian, dapat

10

meregangkan pada kelompok otot yang diminta dan mencegah agar kelompok otot lain tidak terpengaruh. Pengulangan langkah-langkah tersebut di atas untuk kelompok otot yang lain sampai ke-14 kelompok otot telah dilakukan. Setelah ke-14 kelompok otot terjadi pelemasan, terapis mengarahkan perhatian pasien atau klien agar merasakan relaks ( nyaman ) pada seluruh tubuh, melalui ucapan-ucapan yang sugestif dan menyuruhnya melakukan pernapasan dalam. Setelah itu baru dilakukan langkah-langkah lebih lanjut. Ke-14 kelompok otot tersebut ialah: Yang dominan pada tangan dan lengan. Yang tidak dominan pada tangan dan lengan. Dahi dan mata. Pipi bagian atas dan hidung. Dagu, muka bagian bawah, leher. Pundak, punggung bagian atas, dada. Perut. Pinggul. Yang dominan pada paha. Yang dominan pada kaki. Yang dominan pada tapak kaki. Yang tidak dominan pada paha. Yang tidak dominan pada kaki. Yang tidak dominan pada tapak kaki. Jika pasien atau klien berhasil mencapai keadaan relaks setelah tiga kali pertemuan, pengelompokan otot bisa diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu: Lengan dan tangan bersama-sama. Semua otot muka. Dada, pundak, punggung bagian atas, perut. Pinggul dan pangkal paha.

11

Kaki dan tapak kaki. Efek dan latihan relaksasi menurut Masters, et al (1987 ), adalah: Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot. Meningkatnya ketegangan otot. Meningkatnya kemampuan untuk menguasai kegiatan yang terjadi dengan sendirinya. Meningkatnya kemampuan untuk menguasai kegiatan kognitif, meliputi pemusatan perhatian [konsentrasi]. Berkurangnya ketegangan otot. Berkurangnya perasaan bergelora secara kefaalan. Berkurangnya perasaan cemas dan emosi lain yang negatif. Berkurangnya kekhawatiran. Desentisasi Sistematis. Prosedur yang dilakukan dalam teknik ini adalah : Stimulus yang menimbulkan kecemasan dalam suatu bidang tertentu, seperti penolakan, keirihatian, kritik, atau suatu phobia dianalisis. Terapis menyusun daftar situasi yang terurut, yang menimbulkan kecemasan atau penghindaran. Hirarki disusun dalam bentuk urutan dari situasi yang terburuk sehingga klien dapat menggambarkan situasi yang menimbulkan kecemasan paling kecil. Misalnya jika telah ditentukan klien memiliki kecemasan paling tinggi pada penolakan, situasi yang menimbulkan kecemasan yang paling tinggi mungkin adalah penolakan oleh suami/istri, kemudian oleh teman dekatnya, selanjutnya oleh teman kerjanya. Situasi yang paling baik atau menimbulkan kecemasan paling kecil adalah tidak diperhatikan ketika pelaksanaan suatu kegiatan. kemampuan untuk menguasai

12

Selama beberapa sesi permulaan klien diberikan latihan pengendoran, yang berdasarkan teknik yang digariskan oleh Jacobson ( 1938 ) dan diuraikan lebih terperinci oleh Wolpe ( 1969 ). Disarankan pikiran -pikiran dan gambaran-gambaran situasi-situasi yang dahulu menciptakan suasana santai. Penting bagi klien untuk mencapai suatu keadaan yang tenang dan damai. Klien diajarkan bagaimana mengendorkan semua syaraf dengan penekanan pada syaraf muka. Syaraf tangan yang kendor pertama, diikuti oleh kepala, kemudian leher dan bahu, punggung, perut dan dada dan kemudian anggota tubuh bagian bawah. Klien diminta untuk melatih pengendoran di luar sesi kurang lebih 30 menit setiap hari. Bila klien sudah belajar pengendoran dengan tepat, prosedur desentisasi dimulai. Proses desentisasi meliputi klien menjadi santai sepenuhnya menggabarkan dengan mata terpejam. Terapis dan serangkaian adegan-adegan

meminta klien untuk mengkhayalkan dirinya dalam setiap adegan. Jika klien masih tetap santai klien diminta untuk mengkhayalkan adegan yang paling kurang menimbulkan kecemasan. Terapi berpindah secara progresif ke hirarki sehingga klien sampau klien memberikan Kemudian tanda-tanda pengendoran bahwa dibuat dia lagi mengalami dan klien kecemasan adalah pada saat mana adegan dihentikan. melakukan semua adegan dalam hirarki. Perlakuan berakhir sampai klien mampu untuk tetap santai dalam keadaan yang sebelumnya menimbulkan kecemasan dan merupakan adegan yang paling mengganggu. Desentisasi sistematis adalah suatu teknik yang sesuai untuk perlakuan phobia, tetapi merupakan kesalahan

13

pengertian jika teknik ini digunakan untuk perlakuan ketakutan. Teknik ini dapat digunakan secara efektif untuk sebagian besar macam-macam situasi yang menimbulkan ketakutan. Kupon ekonomi. Kupon ekonomi adalah suatu pendekatan behavior yang berdasarkan atas asas-asas kondisioning operan Skinner, termasuk penguatan. Tetapi dari pada menggunakan penguatan secara langsung, kupon dihadiahkan untuk ditukarkan dengan bermacam-macam barang yang diinginkan klien, tidak digunakan untuk individu-individu, pendekatan ini biasanya digunakan untuk lingkungan kelompok, seperti kelas sekolah, rumah untuk pemuda yang melanggar ketertiban sosial, atau ruangan psikiatri. Kupon ekonomi bertujuan untuk mengembangkan tingkah laku yang dapat menyesuaikan dengan memberikan penguatan dengan kupon. Ayllon dan Azrin ( 1968 ) yang telah dipuji karena mengembangkan aplikasi kupon ekonomi, menggambarkan penggunaan teknikteknik dalam suatu lembaga kejiwaan negara untuk menangani penderita psikotik. Para penghuni dianggap tidak berpengharapan, sebagian besar dari mereka dirawat dalam waktu yang cukup lama, dan mereka tidak mampu merawat diri mereka. Dengan sistem kupon ekonomi mereka diberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan. Untuk pekerjaan seperti mengatur tempat tidur, menggosok gigi mereka, menyisir rambut, mereka diberikan kupon. Mereka mungkin mendapatkan kupon lebih banyak dengan membersihkan ruangan dan melaksanakan kewajiban rutin lainnya. Kemudian mereka dapat menjual kupon yang mereka peroleh untuk membeli sesuatu dan untuk kekayaan sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Sistem ini sangat efektif kecemasan, termasuk ketakutan-

14

untuk mengarahkan klien untuk pemeliharaan diri dan pemeliharaan ruangan. Terdapat peningkatan interaksi di antara pasien dalam ruangan. Para pasien belajar memikul tanggung jawab lebih besar, begitu mereka melakukannya maka rasa kepercayaan diri mereka akan meningkat. Mereka menjadi kurang bergantung, lebih mampu dan lebih bertanggung jawab. Penguatan yang mereka peroleh untuk beberapa tingkah laku dapat memberikan pengaruh pada perubahan seluruh tingkah laku mereka. Efektivitas modifikasi perilaku amat tergantung kepada eksistensi lingkungan sosial terkontrol, yang menjadikan prilaku si obyek dapat dikuatkan secara konsisten ke arah yang diinginkan. Guna kefektifan yang kekal, maka penting sekali bahwa kupon ekonomi secara berangsur-angsur diberhentikan dengan penguatan sosial ( pujian lisan ) yang dapat diguanakan sebagai suatu cara meningkatkan motivasi intrinsik. Hukuman Adalah suatu intervensi kondisioning operan yang digunakan untuk mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan. Teknik ini terdiri atas pemberian stimulus yang tidak menyenangkan sebagai suatu konsekuensi tingkah laku yang telah dilakukan. Skinner sering kali percaya bahwa hukuman sering kali tidak menekan tingkah laku, hukuman hanya mengurangi kecenderungan merespon. Jika hukuman digunakan seharusnya diiringi dengan penguatan positif. Riset yang dilakukan Skinner menunjukan bahwa hukuman sangat kurang dari pada kontrol positif. Metode-metode percontohan. Pengaruh dan peniruan melalui penokohan ( modeling ), menurut Bandura ( yang dikutip oleh Corey, 1991 ) ada tiga hal, yakni:

15

Pengambilan

respons

atau

keterampilan

baru

dan

memperlihatkan dalam perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola perilaku yang baru. Contohnya: Keterampilan baru dalam olahraga, dalam hubungan sosial, bahasa atau pada anak dengan penyimpangan perilaku yang tadinya tidak mau berbicara, kemudian mau lebih banyak berbicara. Hilangnya respons takut setelah melihat tokoh ( sebagai model ) melakukan sesuatu yang oleh si pengamat menimbulkan perasaan takut, namun pada tokoh yang dilihatnya tidak berakibat apa-apa atau akibatnya bahkan positif. Contoh: Tokoh yang bermain-main dengan ular dan ternyata ia tidak digigit. Pengambilan sesuatu respons dari respons-respons yang diperlihatkan oleh tokoh yang memberikan jalan untuk ditiru. Melalui pengamatan terhadap tokoh, seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan ternyata tidak ada hambatan. Contoh: Remaja yang berbicara mengenai sesuatu mode pakaian di televisi. Istilah percontohan ( modeling ), belajar dengan mengamati ( observation learning ), menirukan ( imitation ), belajar sosial ( social learning ), dan belajar mengalami dipergunakan saling bergantian. Melalui proses belajar mengamati, klien dapat belajar melaksanakan perbuatanperbuatan yang diinginkan tanpa belajar trial and error. Bandura ( 1969 , 1971a, 1971b, 1977 ) menekankan pentingnya peranan percontohan dalam pengembangan dan perubahan tingkah laku manusia. Tipe-tipe model yang dapat digunakan seperti model hidup dapat mengajarkan klien tingkah laku yang sesuai, mempengaruhi sikap dan nilai serta mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial. Terapis dapat

16

bertindak sebagai model hidup untuk kliennya melalui tingkah laku yang sebenarnya yang dilakukan selama sesi-sesi terapi, terapis juga dapat mempengaruhi dengan contoh yang berlawanan dari contoh yang positif. Model simbolik dapat pula digunakan yang dipertunjukan dalam media visual seperti video. Berdasarkan bukti riset Bandura ( 1969 ) menulis bahwa model-model simbolik telah berhasil dalam berbagai situasi. Model ganda terutama relevan dengan terapi kelompok. Pengamat dapat merubah sikap dan belajar keterampilanketerampilan baru dengan cara mengamati teman-teman dalam kelompoknya yang berhasil ( atau melalui pengamatan pada pemimpin kelompok ). Keuntungan model ganda adalah bahwa pengamat dapat belajar berbagai cara alternatif untuk tingkah laku, karena mereka dapat menyakskan berbagai gaya tingkah laku yang sesuai dan telah berhasil. Teknik peniruan melalui penokohan, dapat dipakai untuk menghadapi pasien atau klien yang menderita fobia, penderita ketergantungan atau kecanduan obat-obatan atau alkohol, bahkan dapat dipakai untuk menghadapi penderita dengan gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis, khususnya agar memperoleh keterampilan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Juga bisa dipergunakan dalam menghadapi anak dengan fobia tertentu seperti fobia terhadap dokter gigi, atau anak-anak yang mengalami hambatan dalam pergaulan, misalnya di sekolah. Latihan asersi Menurut Christoff & Kelly [1985], ada tiga kategori perilaku asertif yakni: Asertif Asertif penolakan. pujian. Ditandai oleh oleh ucapan untuk untuk memperhalus seperti: maaf. Ditandai kemampuan mengekspresikan perasaan positif seperti menghargai,

17

menyukai, bersyukur.

mencintai,

mengagumi,

memuji

dan

Asertif permintaan. Jenis asertif ini terjadi kalau seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai, tanpa tekanan atau paksaan. Dari uraian ini terlihat bahwa perilaku asertif adalah perilaku untuk yang bisa menunjukkan adanya keterampilan

menyesuaikan dalam hubungan interpersonal, dalam lingkungan sosial. Sebaliknya dari perilaku yang tidak asertif, ialah misalnya, agresivitas. Terdapat enam strategi klinis yang secara khas para terapis pergunakan selama berlangsungnya latihan asersi ( Bellak & Hersen, 1977 ) : Perintah : terapis mengatakan kepada klien tingkah laku khusus yang diharapkan. Umpan balik. : ini menunjuk kepada komentar terapis atas tingkah laku klien setelah perintah untuk melaksanakan seperangkat tingkah laku. Umpan balik positif dan negatif telah ditunjukan untuk menyebabkan terjadinya perbahan tingkah laku yang menonjol. Percontohan : pada saat-saat tertentu terapis akan meragakan dengan sesungguhnya prilaku yang diinginkan agar klien menirukan. Model-model hidup atau pun video keduanya dipergunakan. Latihan tingkah laku : ini melibatkan bermain peran selama sesi-sesi berlangsung. Keduanya adalah tingkah laku yang efektif dan tidak efektif dalam situasi-situasi hubungan antar pribadi dan performa-performa dilatihkan dalam berbagai situasi. Penguatan sosial : ini menyangkut pemberian pujian klien bilamana mereka memperoleh respon yang diinginkan.

18

Suatu respon sasaran yang ditentukan dibentuk atas suatu dasar yang bertingkat dengan menggunakan pujian. Tugas pekerjaan rumah : suatu bagian integral latihan asersi adalah melaksanakan tugas-tugas pekerjaan rumah khusus yang bersifat behavioral. Melalui tugas-tugas ini klien dapat membawa apa yang telah mereka pelajari dalam sesi-sesi pertemuan ke dalam kehidupan sehari-hari, dan mereka mampu menggunakan hasil belajar baru ini ke dalam situasi-situasi hubungan antar pribadi dalam kehidupan nyata. Menurut Alberti ( 1977 ) ( salah seorang tokoh yang banyak menulis mengenai perilaku asertif ), latihan asertif ( atau terapi perilaku asertif-assertive behavior therapy, atau latihan keterampilan sosial - social skills training ) adalah prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat dan haknya. Prosedurnya adalah: Latihan keterampilan, di mana perilaku verbal maupun nonverbal diajarkan, dilatih dan diintegrasikan ke dalam rangkaian perilakunya. Teknik untuk melakukan hal ini adalah: peniruan dengan contoh [modeling], umpan balik secara sistematik, tugas pekerjaan rumah, latihan-latihan khusus antara lain melalui permainan. Mengurangi kecemasan, yang diperoleh secara langung [misalnya, pengebalan] atau tidak langsung, sebagai hasil tambahan dari latihan keterampilan. Teknik untuk melakukan hal ini antara lain dengan pendekatan tradisional untuk pengebalan, baik melalui imajinasi maupun keadaan aktual. Menstruktur kembali aspek kognitif, di mana nilai-nilai, kepercayaan, sikap yang membatasi ekspresi diri pada klien, diubah oleh pemahaman dan hal-hal yang dicapai

19

dari perilakunya.Teknik untuk melakukan hal ini meliputi penyajian didaktik tentang hak-hak manusia, kondisioning sosial, uraian nilai-nilai dan pengambilan keputusan. Sebagaimana diketahui, bahwa hambatan untuk mengekspresikan diri pada seseorang, yaitu masyarakat, kebudayaan, umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, keluarga, perlu diperhatikan karena kaitannya dengan hakhak pribadi seseorang. Latihan asertif menurut Corey ( 1991 ), bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi mereka yang: Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaannya yang tersinggung. Mengalami kesulitan untuk mengatakan tidak. Terlalu halus ( sopan ) yang membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari keadaannya. Mengalami kesulitan untuk mengekspresikan afeksi ( perasaan yang kuat ) dan respons-respons lain yang positif. Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran, kepercayaan dan perasaannya. Program-program terarahkan-sendiri. Dasar pendekatan ini ialah: Jika kepada seseorang diberikan peran yang lebih aktif dalam proses perubahan, akan lebih mudah mencapai tujuan. Pasien atau klien dapat mempergunakan keterampilan dan teknik mengurus diri untuk menghadapi masalah, yang dalam terapi tidak secara langung diperoleh. Perubahan yang diperoleh harus benar-benar mantap dan tidak berubah jika pasien atau klien menghendaki perubahan. swa-kelola dan tingkah laku yang

20

Dalam program swa-kelola orang membuat keputusankeputusan berkenaan dengan tingkah laku khusus yang mereka ingin kendalikan atau rubah. Contoh yang umum adalah kebiasaan yang berlebihan dalam makan, minum dan merokok. Orang sering kali menemukan bahwa alasan utama mereka tidak mencapai tujuan mereka adalah karena kurangnya keterampilan-keterampilan tertentu. Dalam bidang-bidang semacam ini, pendekatan swa-pengarahan dapat memberikan pedoman-pedoman garis besar untuk mengadakan perubahan dan suatu rencana yang akan mengarahkan perubahan. Watson dan Tharp ( 1985 ) memberikan suatu model yang dirancang untuk perubahan yang terarahkan sendiri yaitu : Pemilihan tujuan. Tahap awal dimulai dengan merinci perubahan-perubahan apa yang diinginkan. Tujuan-tujuan seharusnya dirumuskan dan tujuan-tujuan itu seharusnya dapat diukur, dapat dicapai, positif, dan berarti bagi orang yang bersangkutan. Menterjemahkan tujuan-tujuan ke dalam tingkah laku sasaran. Kemudian tujuan yang telah dipilih itu pada tahap awal dicerminkan ke dalam tingkah laku sasaran. Pertanyaan yang relevan : rangkaian tindakan apa yang dapat mencapai tujuan saya ? Tingkah laku khusus apa saja yang ingin saya tingkatkan atau kurangi ? Merekam sendiri. Menurut Mahoney dan Thoreson ( 1974 ), langkah penting pertama dalam perubahan yang terdiri atas tindakan mengamati dan merekam tingkah lakunya sendiri dengan tepat. Usaha ini dapat menumbuhkan kesadaran dan berfokus pada tingkah laku yang konkrit dan yang dapat diamati dari pada pengalaman yang lalu atau pengalaman perasaan. Merumuskan suatu rencana perubahan. Suatu program tindakan yang akan mengarahkan kepada perubahan

21

mungkin dapat menggantikan secara bertahap tindakan yang tidak dikehendaki dengan suatu tindakan yang diinginkan atau mempertinggi suatu tindakan yang diinginkan. Program tersebut adalah penguatan sendiri yaitu suatu peristiwa atau obyek yang dapat memberikan pengaruh kepada individu. Yang penting dalam menggunakan penguatan untuk merubah tingkah laku adalah memilih ganjaran sendiri yang sesuai dan dapat memotivasi secara pribadi. Program lainnya adalah perjanjian sendiri yang merupakan rencana yang dapat membantu klien tetap terikat untuk melaksanakan rencana tindakan mereka dengan tingkat konsistensi tertentu. Multimodal therapy. Multimodal terapy adalah suatu pendekatan yang menyeluruh dan bulat dikembangkan oleh Arnold Lazarus ( 1971, 1981 ). Terapis multimodal mengajukan pertanyaan siapa atau apa yang terbaik untuk orang tertentu ini jadi mereka memberika perhatian yang besar bukan untuk berusaha mencocokan klien pada suatu perlakuan yang telah ditentukan lebih dulu. Para terapis multimodal secara tetap menyesuaikan prosedur mereka agar dapat mencapai dengan efektif tujuan klien dalam terapi. Skema multimodal Lazarus memberikan suatu contoh bagaimana terapis behavior dapat menarik metode-metode dari ketiga pendekatan behavior yang utama, klasik, operan dan kognitif.

22

BAB III PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan pada pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulakan bahwa teori behavioral merupakan teori menyeluruh dan menjelaskan prinsipprinsip tingkah laku manusia dipelajari. Dalam penerapan teori konseling pendekatan behavioral terdapat beberapa teknik yang mana masing-masing teknik tersebut memiliki prosedur-prosedur yang berbeda satu sama lain seperti yang sebelumnya telah dijelaskan pada pembahasan yang kesemuanya bertujuan untuk membantu konseli mencapai tujuannya atau memecahkan masalahnya.

23

DAFTAR PUSTAKA Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-Teori Konseling. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta 1988. Dharsana, I Ketut. 2010. Diktat Teori-Teori Konseling. Singaraja : Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. McLeod, John. 2008. Pengantar Konseling : Teori dan Studi Kasus. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

24