makalah cluster 3 biokimia

27
MAKALAH CLUSTER III: BIOKIMIA Asam Amino dan Asam Lemak Pada Abalone Haliotis Squamata Pada Sistem Budidaya Perairan Yang Berbeda Disusun oleh : Erfina Mei Rahmawati 1206238822 Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Upload: ervina-mei-rahmawati

Post on 17-Sep-2015

259 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Asam Amino dan Asam Lemak Pada Abalone Haliotis Squamata Pada Sistem Budidaya Perairan Yang Berbeda

TRANSCRIPT

MAKALAH CLUSTER III: BIOKIMIAAsam Amino dan Asam Lemak Pada Abalone Haliotis Squamata Pada Sistem Budidaya Perairan Yang Berbeda

Disusun oleh :Erfina Mei Rahmawati1206238822

Departemen KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Indonesia2015i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang berkat rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Asam Amino dan Asam Lemak Pada Abalone Haliotis Squamata Pada Sistem Budidaya Perairan Yang Berbeda.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Cluster III. Kami mengharapkan agar makalah ini dapat dimanfaatkan dengan baik sebagaimana mestinya.Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kurangnya kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :1. Ibu Siswati dan Pak Riswiyanto selaku pengajar mata kuliah Cluster III yang sudah memberikan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan ini.2. Rekan-rekan di Kelas B Cluster III FMIPA Universitas Indonesia3. Secara khusus kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.Kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Depok, Mei 2015

Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................KATA PENGANTAR ........................................................................................DAFTAR ISI ......................................................................................................BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1.1 Latar Belakang .......................................................................................1.2 Rumusan Masalah ..........1.3 Tujuan Penulisan ................BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................2.1 Abalone Haliotis Squamata ..................................................................2.2 Morfologi .....2.3 Habitat dan Penyebaran 2.4 Kandungan Gizi Pada Abalone Haliotis Squamata ...BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 3.1 Alat dan Bahan . 3.2 Metode Sampling ., 3.3 Metode Analisis .BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Komposisi Senyawa Pada Abalone Haliotis squamata ... 4.2 Asam Amino Pada Abalone Haliotis squamata 4.3 Asam Lemak Pada Abalone Haliotis squamata BAB V PENUTUP . 3.1 Kesimpulan ............................................................................................DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

iiiiiiiv11122233344889101111121616

iii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakangAlbalone merupakan salah satu jenis gastropoda yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan menjadi sumber daya yang paling menguntungkan untuk nelayan di Indonesia karena harganya yang tinggi dan proses yang mudah. Keuntungan lainnya dari komuditas ini adalah kandungan nutrisi yang tinggi dan aman dikonsumsi, karena albalone tidak memakan plankton merah air pasang yang menghasilkan racun PSP.Albalone Haliotis Squamata memiliki beberapa perbandingan yang menguntungkan dibandingkan spesies lain albalone seperti Haliotis Asinia, yaitu (a) harganya yang lebih mahal; (b) kinerja albalone Haliotis Squamata yang tinggi; (c) kebutuhan yang tinggi akan albalone Haliotis Squamata. Daging dari albalone memiliki nutrisi yang tinggi, komposisinya terdiri dari protein (71,99%), lemak (3,2%), serat kasar (5,6%), abu (11,11%), dan air (0,6%). Selain itu, kulit kerang memiliki nilai estetika dan nilai ekonomi yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai perhiasan dan pernak-pernik, pembuatan kancing, dan kerajinan lainnya.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis asam amino dan asam lemak dari albalone Haliotis Squamata yang dibudidayakan pada system budidaya perairan yang berbeda.

1.2 Rumusan masalahUntuk mengkaji dan mengulas tentang asam amino dan asam lemak pada abalone Haliotis Squamata, maka diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga kami membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja komposisi senyawa yang tekandung pada Abalone Haliotis squamata?2. Bagaimana kandungan asam amino pada Abalone Haliotis squamata?3. Bagaimana kandungan asam lemak pada Abalone Haliotis squamata?

1.3 Tujuan PenulisanTujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui komposisi senyawa yang tekandung pada Abalone Haliotis squamata dan bagaimana kandungan asam amino dan asm lemak pada Abalone Haliotis squamata.

1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abalone Haliotis Squamata Kata abalon dalam bahasa Inggris ditulis Abalone, yang berasal dari bahasa Spanyol Aulon atau Aulone, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan telinga. Abalone disebut sebagai siput laut purba karena cangkangnya dari beberapa species di lautan bebas terlihat sudah langka. Silsilah salah satu moluska ini berasal dari famili Haliotidae genus Haliotis. Kata Haliotis berarti kuping (telinga) laut melihat kepada bentuk cangkang abalone yang relatif datar menyerupai daun telinga manusia (Warta Pasar Ikan, April 2006).Klasifikasi abalone Haliotis Squamata (Mustopa, 2010) adalah sebagai berikut: Kerajaan: Animalia Filum: Molusca Class: Gastropoda Subkelas: Orthogastropoda Superordo: Vetigastropoda Ordo: Archeogastropoda Superfamili: Haliotoidea Famili: Haliotidae Genus: Haliotis Spesies: Haliotis Squamata

2.2 Morfologi Hewan yang tergolong ke dalam Genus Haliotidae ini memiliki beberapa ciri diantaranya bentuk cangkang bulat sampai oval, memiliki 2-3 buah puntiran (whorl), memiliki cangkang yang berbentuk teling (auriform), biasa disebut ear shel. Puntiran yang terakhir dan terbesar (body whorl) memiliki rangkaian lubang yang berjumlah sekitar 4-8 buah tergantung jenis dan terletak di dekat sisi anterior (Zafran, 2007).Abalone merupakan satu diantara golongan gastropoda yang paling primitive dari bentuk maupun strukturnya yang hidup di daerah karang yang memiliki arus kuat. Abalone memiliki sepasang mata, satu mulut dan satu tentakel penghembus yang berukuran besar. Di dalam mulutnya terdapat lidah parut (radula) yang berfungsi untuk mengerik alga menjadi ukuran yang dapat dicerna. Gmabar 1. Morfologi Haliotis SquamataSifat-sifat khas filum ini secara singkat diterangkan di bawah ini (Romimohtarto et al., 2001).1. Bentuk simetris bilateral, tetapi pada Gastropoda dan beberapa Cephalopoda, visera dan cangkang tergulung seperti gelung rambut wanita. Ada tiga lapisan benih, tidak beruas, apitelium satu lapis, sebagian besar berbulu getar dan dengan kelenjar lendir.2. Tubuh biasanya pendek, terbungkus dalam mantel dorsal tipis yang mengeluarkan bahan pembentuk cangkang berupa satu, dua atau delapan bagian. Pada beberapa kelompok, cangkang terdapat di dalam tubuh, mengecil atau tidak sama sekali. Bagian kepala membesar, kecuali pada Schapopoda dan Pelecypoda. Kaki berotot ventral yang berubah menjadi alat merayap, meliang atau berenang.3. Saluran pencernaan lengkap, sering berbentuk U atau melingkar. Mulut dengan radula yang mempunyai deretan-deretan gigi kitin kecil melintang untuk menggerus makanannya, kecuali Pelecypoda yang tidak mempunyai radula, anus membuka ke rongga mantel, kelenjar pencernaan besar sering mempunyai kelenjar ludah.4. Sistem sirkulasi mencakup jantung sebelah punggung dengan satu atau dua Auricle atau rongga atas dan satu Ventricle atau rongga bawah. Biasanya di dalam rongga Pericardial atau selaput jantung, sebuah aorta anterior, dan pembuluh-pembuluh lain.5. Pernapasan dilakukan oleh satu atau banyak insang yang disebut Ctenidium atau sebuah paru-paru di dalam rongga mantel, oleh mantel atau oleh epidermis.6. Ekskresi oleh ginjal yang disebut Nefridia, terdiri dari satu atau dua saja, menghubungkan rongga selaput jantung dan pembuluh darah. Rongga tubuh mengecil menjadi rongga-rongga atau Nefridia, gonad dan selaput jantung.7. Sistem saraf tipikal terdiri dari tiga pasang ganglia (serebral di atas mulut, pedel di kaki, viseral di tubuh) digabungkan oleh penghubung membujur dan melintang dan saraf-saraf banyak yang dengan alat untuk menyentuh, membau atau merasakan, bintik mata atau mata majemuk, dan statosista untuk keseimbangan.8. Kelamin biasanya terpisah, beberapa jenis hermaprodit sedikit yang protandrik, yakni sel kelamin jantan masak dan ditebar lebih dahulu sebelum sel kelamin betina masak. Abalone memiliki satu gonad, baik jantan maupun betina yang terletak di sisi kanan tubuhnya. 0embuahanterjadi di luar $#ertilisasi eksternal&. 8amet jantan dan betina dilepaskan ke suatu perairan, kemudian terjadi pembuahan (Setyono, 2004; Zafran, 2007).

2.3 Habitat dan PenyebaranMoluska mendiami semua habitat di laut, mulai dari terumbu karang, padang lamun, pantai berbatu, pantai berpasir, dataran berlumpur, estuari, hutan mangrove, laut dangkal, sampai palung laut. Abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya (Sudradjat dalam Cholik et al., 2006).Siang hari atau suasana terang, abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. Kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. Asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32 ppt, H2S dan NH3 3 ppm (Sudradjat dalam Cholik et al., 2006).2.4 Kandungan Gizi Pada Abalone Haliotis Squamata Daging abalone mempunyai gizi yang cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,60%, abu 11,11%, dan kadar air 0,60%. Cangkang abalone mempunyai nilai estetika yang dapat digunakan untuk perhiasan, pembuatan kancing baju dan berbagai bentuk barang kerajinan lainnya (Romimohtarto et al., 2001).1. Asam AminoAsam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino dan gugus asam (biasanya asam karboksilat). Semua asam amino memiliki struktur kimia yang mirip, berisi sebuah atom karbon pusat dan karbon ini terpasang sebuah gugus karboksil, yang terdiri dari karbon dan oksigen, dan gugus amino yang terbuat dari nitrogen dan hidrogen. Asam amino yang dihubungkan oleh ikatan kimia yang disebut peptida membentuk protein.Asam amino dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: Asam amino esensial yaitu asam amino yang tidak dibuat oleh tubuh sehingga kebutuhannya dipasok dari makanan. terdapat 9 jenis asam amino esensial yaitu: histidin, isoleusin, leusin, lisin, methionin, phenilalanin, treonin, triptophan, and valin. Asam amino non esensial yaitu asam amino yang diproduksi tubuh dan mencukupi kebutuhan walaupun tidak diperoleh dari makanan. jenis asam amino non esensial adalah alanin, asparagin, asam aspartat, and asam glutamat Asam amino kondisional adalah asama amino yang biasanya tidak esensial kecuali saat sakit dan stress. Jenis asam amino ini adalah: arginin, sistein, glutamin, tyrosine, glisin, ornithin, prolin, and serin.2. Asam LemakLemak adalah ester dari gliserol dengan asam-asam karboksilat suku tinggi. Asam penyusun lemak disebut asam lemak. Asam lemak yang terdapat di alam adalah asam palmitat (C15H31COOH), asam stearat (C17H35COOH), asam oleat (C17H33COOH), dan asam linoleat (C17H29COOH). Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. Berdasarkan jenis ikatannya, asam lemak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Asam lemak jenuhAsam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang semua ikatan atom karbon pada rantai karbonnya berupa ikatan tunggal (jenuh). Contoh: asam laurat, asam palmitat, dan asam stearat. Asam lemak tak jenuhAsam lemak tak jenuh, yaitu asam lemak yang mengandung ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Contoh: asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN3.1 Alat dan Bahan Labu Kjedahl Labu ukur Erlenmeyer Gelas lemak Tabung Soxhlet K2SO4 and CuSO4 (sebagai katalis) H2SO4 H2O2 H3BO3 Larutan indicator Na2(SO4)3 HCl Kloroform Aquades Sampel albalone Haliotis squamata3.2 Metode SamplingAlbalone Haliotis squamata dibudidayakan di 3 sistem perairan yang berbeda, yaitu pada floating cage system, longline system, dan laboratory system. Alabalone diberikan makanana alami, yaitu Gracillaria lichenoides, Ulva fasciata dan kombinasi dari Gracillaria lichenoides dan Ulva fasciata. Albalone dibudidayakan selama 1 tahun dan makan sebanyak 5 kali sehari. Kemudian daging albalone diambil untuk dianalisis komosisi asam amino dan asam lemaknya. Di samping itu, analisis dilakukan pada albalone yang berjenis jantan dan betina.3.3 Metode Analisis1. ProteinProtein ditentukan dengan menggunakan metode Mikro Kjedhal. Sebanyak 0,75 gram sampel dimasukkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian ditambahkan 6,25 gram K2SO4 dan 0,6625 gram CuSO4 sebagai katalis. 15 mL dari konsentrasi H2SO4 dan 3 mL H2O2 dicampurkan ke dalam labu dan simpan di dalam lemari asam selama 10 menit.Tahap berikutnya yaitu proses destruksi pada temperature 410oC selama 2 jam atau hingga mendapat larutan yang jernih. Kemudian tambahkan 50-75 mL aquades seletah suhunya normal (dingin).Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan H3BO3 4% dengan indicator BCG (bromokresol hijau) 0,1% dan MM (metil merah) 0,1% (2:1) diletakkan dalam rangkaian alat destilasi. Isi dari labu Kjedahl dituangkan dalam Erlenmeyer tersebut dan ditambahkan 50 mL Na2(SO4)3. Kemudian dilakukan proses destilasi hingga volumenya menjadi 150 mL atau destilat berwarna hijau. Hasil destilat tersebut dititrasi dengan menggunakan HCl 0,2 N berlebih hingga warna berubah menjadi berawna kelabu. Titrasi larutan dilakukan secara duplo. Protein dihitung dengan rumus:

2. LemakGelas lemak dioven pada suhu 105oC hingga beratnya konstan. 2 gram dari sampel ditutup dengan menggunakan kertas saring (bebas lemak) kemudian masukkan ke dalam tabung soxhlet. 150 mL kloroform ditambahkan ke dalam gelas lemak. Sampel direfluks selama 8 jam. Jika pelatutnya terlihat jernih, menandakan ekstrak lemak telah diperoleh. Kemudian larutan di dalam gelas lemak dievaporasi untuk memisahlan pelarut dengan lemak. Kemudian gelas lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit hingga beratnya konstan. Lemak dihitung dengan rumus:

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Komposisi Senyawa Pada Abalone Haliotis squamata

Tabel 1 menunjukkan perkiraan analisis dari abalone yang dibudidayakan pada sistem perairan yang berbeda. Analisis menunjukkan bahwa persentse protein albalone 21,66% untuk folating cage system, 19,46% untul longline system, 28,63% untuk laboratory system, 33,01% untuk jenis kelamin jantan, dan 13,15% untuk jenis kelamin betina. Sementara persentase lemak sebesar 0,17% untuk floating cage system, 0,20% untuk longline system, 0,16% untuk laboratory system, 2,20% untuk jenis kelamin jantan, dan 4,50% untuk jenis kelamin betina. Perbedaan tipe dari makanan alami yang diberikan, menunjukkan hasil yang signifikan pada komposisinya, sementara system budidaya perairan akan lebih mempengaruhi komposisinya.Secara keseluruhan, dapat diasumsikan bahwa abalone yang dibudidayakan pada laboratory system memiliki persentase yang lebih baik serta nilai gizi yang baik. Hal ini ditunjukkan dari persentase protein, lemak, dan serat kasar yang tinggi dibandingkan dengan abalone yang dibudidayakan floating cage dan longline system. Meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan pada persentase lemak. Variasi dapat mempengaruhi kualitas protein dan lemak pada abalone, baik daging dan jenis kelaminnya.

4.2 Asam Amino Pada Abalone Haliotis squamata

Tabel 2 menunjukkan asam amino pada abalone yang dibudidayakan pada sistem perairan yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa baik daging dan jenis kelamin dari abalone mengandung asam amino yang terdiri dari 5 asam amino non-esensial seperti asam aspartate, asam glutamate, serin, glisin dan alanine, 10 asam amino esensial seperti arginine, histidin, teronin, tirosin, fenilalanin, metionin, valin, leusin, isoleusin dan lisin. Dari hasil tersebut, abalone memakan 3 makanan alami di system perairan yang berkualitas untuk sumber daya protein hewani sesuai dengan syarat asam amino yang telah ditentukan oleh FAO/WHO/UNU.Table 2 juga menunjukkan perbedaan system perairan dapak mengakibatkan kualitas dari protein albalone. Jumlah persentase asam amino pada budidaya abalone di laboratory system lebih tinggi dibandingkan dengan di floating cage dan longline system dengan masing-masing nilai 20.42%, 16.84%, dan 14.62%. Sementara jumlah asam amino pada abalone jantan lebih tinggi dibandingkan dengan abalone betina, dengan nilai 17.20% dan 12.40%. Dari hasil yang diperoleh tersebut, dapat diasumsikan bahwa kualitas protein dari budidaya abalone pada laboratory system dibandingkan dengan di floating cage dan longline system.

Gambar diatas menunjukan persentase kadar asam amino yang terkandung pada abalone. Persentase asam amino esensial pada abalone di laboratory system sebanyak 11,02% dengan kandungan arginine dan leusin yang paling tinggi.Protein merupakan penyusun utama tubuh hewan dan fungsinya juga sebagai enzim dan hormone. Protein dan lemak pada hewan laut merupakan sumber pembangunan utama tetapi blacklip dari abalone tidak digunakan. Dalam jaringan blacklip abalone, yaitu arginin, leusin, lisin, treoni, valin dan isoleusin merupakan asam amino utama, tetapi tidak terdapat taurin pada jaringan ini. Akan tetapi, hasil studi taurin dan prolin menunjukkan jumlah yang signifikan pada kuantitas yang tinggi di semua pembangunan. Taurin dan glisin telah ditemukan sebagai komponen utama NEAA dalam FAA pada otot abalone New Zealand. Taurin juga diamati sebagai asam amino yang jumlahnya sedikit di FAA pada otot Haliotis Tuberculata dan Haliotis Discus.FEAA merupakan level tertinggi arginine, teorin dan valin pada otot Haliotis Discus. Di otot Haliotis Iris, arginine merupakan asam amino kedua utama di FAA setelah taurin diikuti dengan hidroksilisin, metionin, dan treonin. Di otot dan isi perut Haliotis Diversicolor, taurin, arginine, glisin, asam glutamate, dan alanine ditemukan lebih banyak di FAA dan meningkat sesuai keaktifan asam amino (arginine, glisin, asam glutamate, dan alanine) di musim gugur dan musim dingin.

4.3 Asam Lemak Pada Abalone Haliotis squamata

Tabel 3 menunjukkan bahwa asam lemak pada abalone yang dibudidayakan pada system perairan yang berbeda. Daging dan jenis kelamin mengandung 14 asam lemak jenuh dan 16 asam lemak tak jenuh. Serupa dengan produk perikanan lain, asam lemak jenuh abalone pada daging dan sel kelamin didominasi oleh asam palmitat (C16:0) dan asam stearat (C18:0). Sementara asam lemak tak jenuh pada abalone yang memiliki persentase tertinggi yaitu asam oleat (C18:1n9), asam linoleat (C18:3n3), asam arakhidonat (C20:4n6) dan asam eikosapentanoat/EPA (C20:5n3).Dari hasil tersebut, seperti produk perikanan, dapat diasumsikan bahwa lemak abalone memiliki nilai yang lebih baik pada gizi dan kualitasnya jika dibandingkan dengan hewan memamah biak. Asam lemak omega 3 dan omega 6 seperti asam linoleat (C18: 3n3), asam eikosapentaenoat/EPA (C20: 5n3) dan asam dokosaheksanoat/DHA menunjukkan kualitas lemak yang tinggi pada daging dan sel kelamin abalone.

Gambar 2 menunjukkan bahwa sistem perairan yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas lemak pada abalone. Dari gambar tersebut, dapat diasumsikan bahwa asam lemak, baik jenuh atau tidak jenuh pada floating cage dan longline system memiliki persentase perbandingan yang tinggi dengan hasil laboratory system.Salah satu fungsi lemak adalah bekerja sama dengan protein untuk membentuk struktur membran tubuh yang memiliki fungsi fisiologis sebagai pelindung organ yang melindunginya dari pengaruh luar, seperti perubahan suhu yang ekstrim yang dapat mempengaruhi organisme. Dapat diasumsikan bahwa perbedaan temperatur pada floating cage dan longline system dapat menyebabkan persentase lemak yang tinggi pada abalone, terutama struktur lemak.Asam lemak yang terkandung pada abalone liar dan dewasa di perairan Australia, Haliotis Rubra, dianalisis dengan menggunakan kromatografi cair. Abalone liar mengandung jumlah n-3 polyunsaturated fatty acids (PUFA) dengan level tertinggi, asam eikosapentanoat (20:5n-3), asam dokosapentanoat (22:5n-3) dan alfa-asam linoleat (18:3n-3) daripada abalone yang dibudidayakan (P