makalah cacar daun teh

22
PRINSIP EPIDEMIOLOGI DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT CACAR DAUN TEH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Peramalan Organisme Penganggu Tanaman Disusun Oleh : KELOMPOK V 1. Putri Mei Shara 150510120008 2. Agung Kurniawan 150510120033 3. Mahsuri 150510120080 4. Fildzah Nur Fajrina 150510120234 5. Fransisco A Y 150510120241 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JATINANGOR 1

Upload: muhammad-fikri-nugroho-suryodiningrat

Post on 12-Sep-2015

439 views

Category:

Documents


44 download

DESCRIPTION

Makalah Cacar Daun Teh

TRANSCRIPT

PRINSIP EPIDEMIOLOGI DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT CACAR DAUN TEHDiajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Peramalan Organisme Penganggu Tanaman

Disusun Oleh :KELOMPOK V

1. Putri Mei Shara1505101200082. Agung Kurniawan1505101200333. Mahsuri1505101200804. Fildzah Nur Fajrina1505101202345. Fransisco A Y150510120241

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERTANIANPROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJATINANGOR2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangEkspor teh Indonesia sebetulnya masih berpeluang menjadi salah satu komoditas unggulan, meskipun secara produksi hanya menduduki peringkat ketujuh setelah, Cina, India, Srilanka, Kenya, Vietnam, dan Turki. Teh Indonesia memiliki penikmat khusus terutama di pasar Eropa dan Jepang.Menurut data statistik perkebunan tahun 2010, total luas areal perkebunan teh Indonesia seluas124.573 Ha dengan produksi 151.617 Ton teh yang diantaranya dihasilkan dari Jawa Barat. Namun sampai sekarang upaya peningkatan produksi teh masih terkendala oleh adanya serangan OPT seperti penyakit cacar daun (blister blight) yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans.Epidemi (epidemic) merupakan suatu kejadian meningkatnya penyakit dengan hebat pada waktu dan wilayah tertentu dalam suatu populasi tumbuhan. Epidemi terjadi dalam jangka waktu dan ruang tertentu, sehingga tidak terjadi setiap saat dan tidak merata. Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyakit dalam tingkat populasi, karena wabah penyakit akan terjadi apabila ada interaksi antara populasi patogen dalam populasi tanaman inang, dalam kurun waktu dan ruang tertentu.Peramalan organisme penggangu tanaman (OPT) adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi atau memprediksi populasi atau serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT komponen penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan luasnya serangan. Tujuan peramalan OPT adalah menyusun saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip dan strategi PHT sehingga populasi atau serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.1.2 TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui teknik pengamatan dan peramalan penyakit cacar daun teh pada tanaman teh.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Penyebab Penyakit & Sifat PatogenPenyebab penyakit cacar daun teh (blister blight) yaitu disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans yang dapat menurunkan produksi pucuk basah sampai 50% karena E. Vexans tersebut menyerang daun atau ranting yang masih muda. Umumnya serangan terjadi pada pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga. Gejala awal terlihat bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian dalam waktu 5-6 hari bercak melebar dengan pusat tidak berwarna dibatasi oleh cincin berwarna hijau, lebih hijau dari sekelilingnya dan menonjol ke bawah. Pusat bercak menjadi coklat tua dan akhirnya mati sehingga terjadi lobang pada daun teh. Adapun serangan selain pada daun yaitu serangan akhirnya terjadi pada ranting-ranting yang masih hijau, yang dapat menyebabkan pembengkokan dan patahnya ranting serta matinya tunas.Penurunan kadar bahan organik tanah akibat tidak adanya konservasi lahan, penurunan keanekaragaman hayati, serta masih terbatasnya klon teh yang tahan terhadap penyakit cacar daun diduga menjadi faktor penyebab meningkatnya serangan penyakit cacar daun teh. Selain itu, terjadinya perubahan iklim dan lingkungan ditengarai cukup mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun. Kondisi ini membuat petani teh di Jawa Barat frustasi karena serangan penyakit cacar daun dapat menurunkan produksi teh hingga 40%-50%. Selain itu kualitas teh juga menurun akibat berkurangnya kandungan theaflavin, thearubigin, kafein, substansi polimer tinggi, dan fenol pada bahan baku pucuk teh yang menentukan cita rasa teh.

Pada umumnya serangan penyakit cacar daun teh terjadi pada pucuk peko, pada daun pertama, kedua dan ketiga. Gejala awal terlihat bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian bercak melebar dengan pucat tidak berwarna dan dibatasi oleh cincin berwarna hijau, lebih hijau dari sekelilingnya dan menonjol ke bawah (tampak pada Gambar 1). Kemudian berubah warna menjadi putih yang mengandung spora (Gambar 2). Akhirnya pusat berwarna coklat tua, mati dan terjadi lubang (Gambar 3).Serangan penyakit cacar daun teh sangat merugikan kebun-kebun teh yang berada pada ketinggian di atas 900 m dpl dan umumnya penyakit ini berkembang baik pada musim penghujan. Adapun faktor cuaca yang sangat mempengaruhi dalam perkembangan penyakit cacar daun teh yaitu kelembaban udara, angin, sinar matahari, ketinggian tempat, dan banyaknya bulu daun pada peko.Kelembaban udara mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun teh karena untuk pembentukan dan penyebaran basidiospora diperlukan kelembaban nisbi yang lebih tinggi di atas 80%. Sedangkan untuk perkecambahan spora diperlukan kelembaban yang lebih tinggi dari 90% atau diperlukan lapisan air yang tipis. Pada dasarnya spora dapat berkecambah dengan sangat baik di dalam lapisan embun. Angin berpengaruh terhadap perkembangan penyakit cacar daun teh. Peran angin yaitu dapat mempengaruhi kelembaban udara. penyakit cacar daun teh akan lebih banyak terdapat pada kebun yang kurang berangin (lereng, lembah).Sinar matahari mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun teh secara tidak langsung karena sinar matahari dapat mengurangi kelembaban udara dalam kebun. Sinar matahari dapat membunuh spora jamur secara langsung karena adanya sinar UV. Ketinggian tempat sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyakit cacar daun teh karena semakin tinggi tempat maka semakin berat serangan penyakit cacar daun. Hal tersebut karena semakin tinggi tempat, kabut akan semakin banyak dan akan meningkatkan kelembaban pada waktu siang hari.Banyaknya bulu daun pada peko juga dapat mempertinggi ketahanan terhadap penyakit cacar daun teh. Curah hujan yang tinggi selama beberapa hari berturut-turut (7-10 hari) akan memicu munculnya penyakit cacar daun teh. Faktor yang berpengaruh :a) Musim hujan dan kelembapan udarab) Spora dapat berkecambah dengan baik dalam lapisan embun.c) Cahaya matahari mengurangi kelembapan udara dalam kebun, sehingga menghambat perkembangan penyakit.d) Angin mempengaruhi kelembapan udarae) Pemupukan kalium dapat menekan intensitas penyakit

Siklus penyakit

Gambar 2. Siklus penyakit cacar daun teh (blister blight)

Jamur E. vexans akan berkembang biak dengan menghasilkan spora. Spora akan jatuh di permukaan daun teh jika kelembaban udara cukup tinggi dan disebarkan oleh angin, karena sporanya sangat ringan. Spora ini memiliki lapisan dinding yang tipis dan berselaput lendir yang memudahkan untuk melekat dengan kuat pada permukaan daun teh muda sehingga tetap kuat walaupun hujan lebat menerpa.Pada kelembaban yang tinggi spora akan berkecambah pada permukaan daun teh. Hal tersebut akan menyebabkan penetrasi secara langsung dengan cara menembus ke dalam jaringan daun teh (stomata) dan berkembang di dalam jaringan daun untuk menembus permukaan bawah daun teh. Pada proses perkecambahan spora hingga penetrasi ke dalam jaringan daun teh memerlukan waktu selama 16 jam. Kemudian setelah penetrasi tersebut, maka infeksi akan segera terjadi dan selang waktu 9-14 hari akan terbentuk bercak cacar yang menghasilkan spora pada permukaan daun teh.

2.2 Rumus Van Der PlankBerdasarkan waktu timbulnya gangguan, perlindungan tanaman pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara preventif dan kuratif. Perlindungan tanaman secara preventif dilakukan untuk pencegahan sebelum tanaman terganggu, sedangkan perlindungan secara kuratif dilakukan untuk mengurangi kerugian selama tanaman terganggu. Perlindungan tanaman yang baik dilakukan secara preventif terlebih dahulu dan jika tanaman mengalami gangguan dilakukan perlindungan secara kuratif.Secara matematis, model perkembangan penyakit dapat diperkirakan menggunakan rumus van der Plank (1963), yakni Xt = X0.ert dengan arti lambang bahwa Xt = berat serangan pada waktu t, X0 = berat serangan pada waktu awal, e = kontante bilangan normal (2,71828), r = laju penyakit, dan t = waktu. Perlindungan tanaman menggunakan pendekatan matematis ini pada prinsipnya adalah mengusahakan nilai Xt sekecil mungkin. Nilai Xt akan menjadi kecil jika serangan awal (X0) kecil, laju penyakit (r) lambat, dan waktu (t) interaksi sebentar. Oleh karena itu, van der Plank juga membedakan perlindungan tanaman menjadi dua tujuan, yaitu mengurangi penular (X0) dan menurunkan laju penyakit (r).Menurut Roberts (1978) dinyatakan bahwa perlindungan tanaman terhadap penyakit untuk mengurangi penular (X0) dan menurunkan laju penyakit (r) dilakukan melalui enam cara pelaksanaan dan lima prinsip. Enam cara pelaksanaan menurut Roberts (1978) tersebut, yaitu cara budidaya, penggunaan tanaman tahan, cara fisik, cara mekanik, peraturan, dan penggunaan bahan kimia, sedangkan lima prinsipnya, yaitu eksklusi, eradikasi, ketahanan, proteksi dan penghindaran.X= Xoert

Keterangan :X: Intensitas penyakit pada waktu (t)t: waktu (time periode)Xo: jumlah inokulum awal (Primary inoculum)e : 2,73 (base of natural log)r: laju perkembangan penyakit

2.3 Kurva Perkembangan PenyakitKurva yang menggambarkan intensitas penyakit sepanjang waktu terdapat dua tipe yaitu monosiklik, polisiklik dan polietik. Pada ketiga tipe tersebut, jumlah penyakit berhubungan (tetapi tidak sama) dengan ukuran populasi patogen. Seringkali, penyakit dianalisa daripada populasi patogen karena penyakit lebih siap untuk diamati dan diukur daripada populasi patogen selain itu penyakit juga langsung berhubungan dengan penurunan hasil. Jumlah jaringan penyakit seringkali ditunjukkan oleh suatu proporsi total jaringan tanaman dan diplot sepanjang waktu. Kurva tersebut dinamakan kurva peningkatan penyakit, karena epidemik dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat berbeda sesuai lokasi dan waktu, bentuk kurva penyakit bervariasi tergantung lokasi dan waktu. Namun demikian, apabila penyakit diakibatkan oleh patogen monosiklik diplot sepanjang waktu, hasil kurva penyakit biasanya menyerupai suatu kurva saturasi atau jenuh. Apabila penyakit disebabkan oleh patogen polisiklik diplot dalam satuan waktu, kurva hasil biasanya sigmoid. Kurva perkembangan penyakit berguna untuk mengetahui dinamika penyakit, menafsirkan pengaruh strategi pengelolaan penyakit, dan meramal peningkatan penyakit melalui analisi kurva tersebut.Bentuk diferensial dari perkembangan penyakit polisiklik adalah dx/dt = xR. Slope dari kurva (dx/dt) proporsional terhadap x sehingga perkembangan penyakit akan meningkat sejalan dengan waktu dan laju yang semakin meningkat juga. Rumus dari kurva model polisiklik yaitu X = Xoert. Sehingga kurva perkembangan penyakit cacar daun teh dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Kurva Perkembangan Penyakit PolisiklikPenyakit cacar daun teh termasuk ke dalam penyakit yang bersifat polietik polisiklik, karena tanaman teh adalah tanaman perkebunan.

2.4 Pengendalian Terapan berdasarkan Van Der Plank1. Penggunaan klon tahanKlon GMB 1-11 berpotensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit cacar daun teh untuk replanting/ peremajaan kebun-kebun yang rentan penyakit cacar daun teh dan/atau penanaman di areal baru.2. Pemetikan dengan daur petik pendek (7-8 hari)Hal ini karena setelah 9 hari maka infeksi jamur E. vexans sudah dapat menghasilkan spora sehingga sebaiknya dalam musim penghujan daur petik dilakukan tidak lebih panjang dari 9 hari dan diusahakan agar semua pucuk yang bergejala juga dipetik. Pemetikan dengan daur petik pendek dapat mengurangi intensitas serangan E. vexans dan secara kumulatif dapat memberikan hasil pucuk yang lebih banyak.3. Pemberian mulsa atau serasah pada kebun teh mempunyai manfaat yaitu : Meningkatkan keanekaragaman hewan permukaan tanah. Meningkatan kadar bahan organik tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan lebih tahan terhadap kekeringan. Menekan pertumbuhan gulma. Sumber bahan organik : sampah pangkas, pohon pelindung, hijauan, tanaman penutup tanah (Arachis pintoi).4. Penanaman dan pengelolaan pohon pelindung (mindi, sagawe, lamtoro hantu, manii, dan silver oak) Pengelolaan pohon pelindung dilakukan dengan cara memangkas pohon pelindung pada ketinggian 8 - 10 m di atas permukaan tanah. Perdu teh dipangkas sejajar dengan miringnya tanah. Hal tersebut memberikan banyak keuntungan seperti permukaan perdu teh menjadi rata sehingga tidak terdapat sudut-sudut yang lembab dan kurang mendapat sinar matahari, tanaman teh dapat cepat menutup sehingga pertumbuhan gulma terhambat. Selain itu, dengan mengurangi pohon pelindung maka sinar matahari yang tertangkap akan lebih banyak dan mempunyai daya untuk membunuh spora jamur E. vexans secara langsung asalkan sinar matahari yang mencapai perdu teh kurang dari 60%. Waktu pemangkasan dilakukan pada awal musim penghujan. Sampah pangkasan pohon pelindung digunakan sebagai mulsa, dihamparkan di atas permukaan tanah Pengelolaan pohon pelindung yang dilakukan secara terus menerus/berkelanjutan, dapat menambah bahan organik sehingga akan mengaktifkan biota tanah dan dapat menekan perkembangan penyakit cacar daun teh.5. Rekayasa budidaya tanaman, antara lain : Pemupukan K2O ditambah 10-20% dari dosis normal untuk meningkatkan ketahanan tanaman. Memangkas atau memusnahkan bagian-bagian tanaman yang terserang.6. Menggunakan pestisida nabati dari tanaman papaitan, mindi, babandotan, suren, nimba, biji sirsak, akar tuba dengan dosis 10 kg bahan baku/Ha.7. Penggunaan fungisida berbahan aktif mankozeb, tembaga hidroksida, triadimefon secara bijaksana berdasarkan pemantauan berkala dan ambang kerusakan sebagai berikut : Aplikasi fungisida dilakukan 3 kali aplikasi dengan interval 7-10 hari sekali dan serentak terhadap hamparan yang terserang. Berdasarkan hasil pengujian aplikasi fungisida berbahan aktif tembaga hidroksida di BPTP Jawa Barat, dengan 4x aplikasi interval 1 minggu sekali, intensitas serangan penyakit cacar daun teh menurun dari 30% menjadi 3%. Namun, menurut hasil analisa diketahui bahwa penurunan serangan bukan semata-mata karena aplikasi fungisida saja, melainkan karena waktu pemetikan pucuk teh yang diperpendek dari 2-3 minggu menjadi 1 minggu.

Cara PengendalianXor

Penggunaan varietas tahanv

Pemetikan dengan daur pendekv

Pengelolaan pohon pelindungv

Pemupukan

Pemangkasanv

Penggunaan fungisidav

a: Tanpa pengendalianb: Penurunan r yang dilakukan dipertengahan budidaya seperti penggunaan fungisida, pengelolaan pohon pelindung, pemupukan, pemetikan daur pendek, dan pemangkasan

ab

r

Xot

2.5 Komponen Epidemi yang harus DitekanKomponen epidemi yang harus ditekan adalah dengan penurunan r, karena cacar daun teh termasuk ke dalam penyakit polisiklik sehingga komponen yang harus ditekan adalah pengaplikasian pestisida, pengelolaan pohon pelindung, pemangkasan dan pemetikan daur pendek.2.6 Prinsip Peramalan2.6.1 Peramalan menurut Huysmans (1952)Sistem ini merupakan system peramalan cacar daun teh pertama yang dikembangkan di Indonesia. Huysmans mengembangkan system ini berdasarkan penelitiannya yang dilakukan di perkebunan teh di Sumatera Utara.Sistem peramalan ini didasarkan pada angka rata-rata kelembaban relatif (RH) udara harian selama 5 hari. Besarnya RH diukur dengan menggunakan hygrograph yang dipasang 2 m dari permukaan tanah, pada jam 6,8,10,12,14,16 dan 18 kemudian dihitung rata-ratanya, sehingga didapatkan rata-rata kelembaban harian (Ka). Apabila kelembaban harian rata-rata selama 5 hari disingkat dengan Kr, maka dapat diprediksi : Bila Kr selama 10-14 hari (satu generasi cacar) >83% maka akan terjadi epidemi sedang Epidemi akan terhenti bila selama kurang dari 3-5 hari Kr 83% dan jika selama waktu tersebut ada Ka yang besarnya >88% maka akan timbul epidemi berat selama selama 2-3 hari. Jika dalam masa tersebut ada beberapa hari yang Kr nya 80% maka epidemi akan datang, sehingga usaha pencegahan harus dilakukan dengan intensif. Usaha pengendalian ini dapat dihentikan bila RH harian selama 5 hari