makalah budidaya tiram mutiara (2)

31
MAKALAH BUDIDAYA TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) TUGAS DASAR-DASAR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN BUDIDAYA ANGGOTA KELOMPOK : BENEDIKTUS RIANWARA I. ALVI NOVIANA AWALUDIN DESI SETYAWATI TEGUH TEDI KURNIAWAN IKA NURUL ASRIYANTI MARTA ULY RENDY ANDRIAWAN NILAM PERMATA LAIA ASEP ROHMAN ISTIAJI ADHINUGROHO VICOPRAMUDYA ARMIFZAN RISMA DWI NUGRAHENI MOHAMMAD HENDRAWAN S. AMINUL ICHSAN PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN

Upload: kurniawan-rizki

Post on 29-Dec-2015

852 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

MAKALAH BUDIDAYA TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)

TUGAS DASAR-DASAR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN BUDIDAYA

ANGGOTA KELOMPOK :

BENEDIKTUS RIANWARA I.

ALVI NOVIANA AWALUDIN

DESI SETYAWATI

TEGUH TEDI KURNIAWAN

IKA NURUL ASRIYANTI

MARTA ULY

RENDY ANDRIAWAN

NILAM PERMATA LAIA

ASEP ROHMAN

ISTIAJI ADHINUGROHO

VICOPRAMUDYA ARMIFZAN

RISMA DWI NUGRAHENI

MOHAMMAD HENDRAWAN S.

AMINUL ICHSAN

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

Page 2: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar dalam usaha

budidaya. Potensi ini di dukung oleh tersediannya bahan dasar yang cukup

banyak, persyaratan lingkungan yang baik, serta kondisi musim yang

menguntungkan untuk berbagai jenis komoditas laut yang akan

dibudidayakan. Salah satu potensi laut dari non ikan yang dapat di

budidayakan adalah tiram mutiara (Pinctada maxima) yang pada intinya

akan menghasilkan mutiara. Tiram mutiara berasal dari kingdom

Animalia, filum Moluska, kelas dari Bivalvia, serta famili dari Pteridae,

dengan nama dagang sebagai pearl oyster.

Menghadapi situasi yang demikian sangat perlu diusahakan

kegiatan yang mengarah pada kegiatan penyediaan benih melalui

pembenihan buatan sehingga dapat menjadi suatu unit budidaya tiram

yang akan menghasilkan produksi mutiara yang jauh lebih besar. Akibat

dari keterbatasan ini maka dalam usaha budidaya tiram mutiara, perlu

melakukan kegiatan untuk mempelajari sifat dan kebiasan hidup tiram

mutiara, baik dari persyaratan lingkungan pemeliharaan, metode atau cara

pemeliharaan dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi mutiara

yang berkualitas. Mengingat lokasi budidaya di laut yang dipengaruhi oleh

alam dan sekitarnya, sehingga membudidayakan tiram mutiara haruslah

menyesuaikan dengan kondisi alam atau perairan sekitarnya sebagai

tempat hidupnya dengan kehidupan biologis dan fisiologis dari tiram

mutiara yang dipelihara, dengan tujuan agar tiram hidup dengan baik..

Seiring dengan semakin bertambah banyaknya jumlah usaha

budidaya mutiara, maka kebutuhan akan induk yang siap operasi juga

terus meningkat. Namun sayangnya pasokan induk dari alam jumlahnya

sangat terbatas, solusi yang dijalani oleh setiap perusahaan adalah

melakukan kegiatan pembesaran. Permasalahan yang muncul yaitu

kontinuitas dan jumlah benih atau spat dari alam tidak dapat dipastikan.

Page 3: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Alternatif utama yang dapat ditempuh adalah melakukan penyediaan benih

secara buatan melalui hatchery.

Indonesia sumberdaya alam (kelautan dan perikanan) yang cukup

besar sehingga kedepan menjadi harapan dalam upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Berbagai peluang investasi yang dapat

dikembangkan di bidang Kelautan dan Perikanan adalah investasi pada

bidang Penangkapan , Budidaya Laut, Budidaya Air Payau dan Budidaya

Air Tawar. Ragam potensi budidaya kelautan dan perikanan yang dapat

dikembangkan lebih jauh dan berkelanjutan (Sustainable).

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui Metode Pembuatan Sarana Budidaya

2. Mengetahui Teknik Produksi Tiram Mutiara

3. Mengetahui Teknik Budidaya Tiram Mutiara

4. Mengetahui Jenis dan Teknik Kultur Pakan Alami Skala Murni dan

Semi Massal fitoplankton yang Digunakan Sebagai Pakan Larva

Tiram Mutiara

5. Mengetahui Hama dan penyakit Tiram mutiara

1.3 MANFAAT

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah

1. Memberikan informasi tentang metode pembuatan sarana budidaya

2. Memberikan informasi tentang teknik produksi tiram mutiara

3. Memberikan informasi tentang teknik budidaya tiram mutiara

4. Memberikan informasi tentang jenis dan teknik kultur pakan alami

skala murni dan semi massal fitoplankton yang digunakan sebagai

pakan larva tiram mutiara

5. Mmemberikan informasi tentang hama dan penyakit pada tiram

mutiara

Page 4: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

BAB II

PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA

Mutiara terbentuk akibat respon dari tiram untuk menolak rasa sakit

secara Konsentris akibat masuknya benda asing kedalam tubuhnya, lapisan

tersebut terdiri dari mineral yang diproduksi oleh tiram berupa cairan nacre

yang melapisi benda asing tersebut dengan cahaya berkilau. Tetapi bila lapisan

terluarnya tidak terdiri dari nacre, mutiara akan memperlihatkan warna – warni

yang menggairahkan yang biasa disebut “ORIENT” yang membuat mutiara

bernilai tinggi dan mahal.

2.1 PENYIAPAN INDUK

Pemeliharaan induk tiram mutiara dapat dilakukan di laut dengan

menggunakan rakit apung, long line atau di laboratorium bersama dengan

kegiatan pendederan dengan menggunakan pocket net atau pocket keranjang.

Pada umumnya pemeliharaan induk dilakukan di laut karena selain menghemat

biaya, juga untuk pematangan induk kualitas akan lebih baik dilakukan di

alam, karena dapat memperoleh pakan yang lebih variatif dengan nilai nutrient

yang lebih lengkap. Pemeliharaan induk dilakukan dengan tujuan menunggu

agar induk matang gonad dan siap dipijahkan.

1.1.1 Penyediaan Induk

Tiram mutiara yang akan digunakan sebagai induk dapat berasal dari

alam dan hasil pembenihan. Induk yang diambil dari alam biasanya perlu

diaklimatisasi, karena induk tersebut habitatnya berasal dari laut pada

kedalaman 20 – 60 meter, dipindahkan ke tempat budidaya yang lebih

dangkal, sehinga tiram perlu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan

hidup yang baru. Sedangkan induk yang berasal dari hatchery biasanya

langsung dapat dipijahkan, karena sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan

budidayanya dan ukurannya seragam.

Page 5: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Induk tiram mutiara diaklimatisasi selama 1 – 2 bulan, dipelihara

menggunakan pocket keranjang dan digantung pada rakit apung

dikedalaman 4 – 6 meter. Satu pocket keranjang di isi 8 – 10 ekor tiram.

Secara priodik antara 1 – 2 bulan sekali, induk dibersihkan dari kotoran dan

organisme yang menempel dengan menggunakan pisau dan sikat, kemudian

dimasukkan kembali ke dalam pocket keranjang yang bersih dan digantung

pada rakit dengan kedalaman 6 – 8 meter.

Apabila kita mendapatakan atau mengambil induk dari luar daerah,

maka yang harus diperhatikan adalah ;

1. Pengangkutan atau pengiriman induk dapat dilakukan dengan

menggunakan metode pengangkutan kering (Dry method)

2. Induk dimasukkan pada kotak styropoam Lapisi dasar styropoam

dengan menggunakan handuk atau busa yang dibasahi air laut.

3. Susun induk secara sejajar dan searah (bagian anterior tiram yang satu

ditindih bagian dorsal tiram yang lain)

4. Setiap satu lapisan tiram diselingi dengan lapisan handuk atau busa

yang dibasahi air laut, begitu seterusnya hingga wadah penuh.

5. Selipkan Es batu air laut yang dibungkus plastic, untuk menjaga suhu

rendah agar tetap stabil selama perjalanan.

1.1.2 Pemeliharaan Induk di Laut

Pemeliharaan Induk di laut dengan mengisi pocket net atau

keranjang kawat dengan induk tiram, kemudian diikat dan digantung pada

rakit atau long line dengan kedalaman 5 – 8 meter, dan dalam setiap bulan

tiram dibersihkan dari organisme yang menempel pada cangkang tiram.

Untuk menghindari adanya gangguan dari organisme pengebor

(borring worn dan borring sponge), maka setiap 2 – 3 bulan sekali perlu

dilakukan perendaman dengan air tawar atau larutan garam pekat. Calon

induk tiram yang direndam dalam larutan garam pekat, ternyata

menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Page 6: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

1.1.3 Pemeliharaan Induk di Laboratorium

Pemeliharaan Induk di Laboratorium berbeda dengan pemeliharaan

induk di laut, dimana pemeliharaan Induk di Laboratorium menggunakan

bak yang terbuat dari bahan fiber glass untuk menempatkan induk tiram,

dengan suhu air media antara 25 – 280C dan kondisi ruangan yang

terkendali. Induk tiram diberi pakan berupa campuran beberapa jenis alga

dengan ratio 4 liter per ekor/hari, sebagai pakan tambahan diberikan tepung

jagung sebanyak 30 gram per ekor/hari. Tiram dengan gonad matang penuh

yang diberi formulasi pakan tersebut akan menunjukkan respon memijah

setelah 45 hari dari perlakuan dengan tingkat respon 30%.

2.2 SELEKSI INDUK

Untuk menyeleksi induk tiram dapat dilakukan di atas rakit atau di

laboratorium. Induk – induk tiram yang akan di seleksi ditempatkan pada

tempat yang datar dengan posisi tiram berdiri atau dorsal di bawah.

Beberapa saat kemudian cangkan tiram akan terbuka dengan sendirinya,

karena kekurangan olsigen.

Setelah cangkang tiram terbuka sebagian, segera gunakan alat

pembuka cangkang (Shellopener), agar cangkang tetap bertahan terbuka,

maka gunakan baji untuk mengganjal cangkang tersebut. Dan dalam proses

pembukaan cangkang tiram hendaknya jangan dipaksa, karena akan

mengakibatkan pecahnya cangkang.

Langkah berikutnya adalah melihat posisi gonad, disini kita dapat

melihat posisi gonad dengan menggunakan alat Spatula. Dengan Spatula,

insang tiram akan kita buka dan posisi gonad akan terlihat jelas, maka secara

fisual dapat kita ketahui tingkat kematangan gonadnya. Kondisi gonad yang

mata penuh atau stadia IV adalah seluruh permukaan organ bagian dalam

tertutup oleh gonad, kecuali bagian kaki.

Page 7: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Klasifikasi tiram yang memenuhi syarat untuk menjadi induk adalah ;

Ukuran antara 17 – 20 cm (DVM)

Cangkang utuh/tidak cacat akibat serangan organisme pengebor

(borring organism).

Cangkang tidak rusak karena penanganan yang kasar.

Warna cangkang terang.

Persyaratan yang paling penting adalah tingkat kematangan gonad,

induk yang baik kondisi gonadnya matang penuh atau stadia IV (Winanto

dkk, 1991;1997;1998). Induk – induk yang telah memenuhi syarat seleksi

segera dibawa ke laboratorium untuk di pijahkan.

Seleksi kematangan gonad dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali untuk

memastikan bahwa induk tersebut siap dipijahkan atau tidak. Induk siap

pijah akan terlihat warna kekuningan pada kantong gonadnya bagi induk

betina dan bagi induk jantan akan terlihat warna putih susu.

2.3 PEMIJAHAN

Induk tiram mutiara yang digunakan untuk pemijahan berasal dari alam

maupun dari hasil budidaya yang dipelihara di rakit apung atau long line.

Pemejihan secara alami sering kali terjadi pada tiram yang telah dewasa, dalam

kondisi gonad matang penuh tiram akan segera memijah apabila terjadi

perubahan lingkungan perairan walaupun sedikit. Kemungkinan lain adalah

shok mekanik yang terjadi karena perlakuan kasar pada saat cangkang

dibersihkan dan akibat mengalami perubahan perbedaan tekanan, misalnya

tiram alam atau tiram yang diambil dari habitat aslinya di dasar perairan laut,

lalu dibawa ke tempat budidaya yang relative dangkal, sehingga memacu tiram

untuk memijah.

Menurut Winanto (1991), mengatakan bahwa pemijahan juga bisa

terjadi pada waktu dilakukan penggantian air atau mengalirkan air ke dalam

bak pemeliharaan induk.

Page 8: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Rekayasa pemijahan perlu dilakukan, apabila secara alamiah tiram

tidak mau memijah di bak pemijahan, namun induk yang akan dipijahkan harus

memenuhi syarat untuk dipijahkan. Induk tiram mutiara dapat dipijahkan di

laboratorium dengan mengunakan metode manipulasi lingkungan dan rangsang

kimia.

1.3.1 Metode Manipulasi Lingkungan

Metode manipulasi lingkungan yang digunakan dan resiko

keberhasilannya relatif tinggi yaitu dengan menggunakan metode kejut

suhu (Thermal shock), fluktuasi suhu dan ekspose. Beberapa teknik

tersebut telah berhasil dilakukan oleh Loosanolp dan Davis (1963), Imai

(1982), CFMRI (1991) dan Winanto dkk (1992;1995;1997;1998).

Kejut suhu merupakan metode yang umum digunakan, dalam

teknik ini suhu air tempat pemijahan dinaikkan secara bertahap dengan

bantuan alat healter, dari suhu awal 280C menjadi 350C. Induk – induk

biasanya akan memijah setelah 60 -90 menit dari perlakuan, mula – mula

terlihat induk bereaksi cepat membuka dan menutup cangkang.

Menjelang pemijahan induk akan membuka cangkang lebar – lebar dan

keluarlah sel –sel gonad yang terlihat seperti keluarnya asap berwarna

putih.

Metode manipulasi lingkungan yang lain yaitu flutuasi suhu, jika

suhu air di tempat pemijahan mulanya sekitar 280C ditingkatkan mejadi

33 - 350C, jika tiram belum memijah setelah 60 – 90 menit, maka suhu

diturunkan kembali ke suhu awal, demikian seterusnya sampai induk

memijah.

Metode ekspose juga sering digunakan dan ada kalanya

dikombinasikan dengan metode kejut suhu, induk yang akan dipijahkan

dikeluarkan dari dalam air selama 15 – 30 menit, pada kondisi tertentu

kadang – kadang tiram perlu diekspose sampai sekitar 30 – 60 menit atau

tergantung pada kondisi induk tiram. Setelah masa ekspose, induk

Page 9: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

dimasukkan kembali ke dalam bak pemijahan, induk yang matang gonad

penuh biasanya akan cepat memijah. Pemijahan bisa tidak terjadi jika

kondisi gonad belum mencapai matang penuh, pada kondisi ini dapat

dikombinasikan dengan metode kejut suhu.

1.3.2 Rangsang Bahan Kimia

Pengunaan bahan kimia juga sering dilakukan untuk memijahkan

tiram mutiara, tetapi hasil pembuahan (fertilisasi) biasanya kurang baik.

Seperti halnya pada manipulasi lingkungan, pengunaan bahan kimia juga

bertujuan merubah lingkungan mikro tempat pemijahan. Secara ekstrim

bahan kimia dapat dengan segera merubah pH air menjadi asam atau

basa, yang bertujuan memberikan shock fisiologis pada induk sehingga

terpaksa mengeluarkan sel – sel gonadnya. Jenis bahan kimia yang umum

digunakan antara lain ;

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Natrium Hidroksida (NaOH)

Amonium Hidroksida (NH4OH)

Amoniak (NH4) dan

Trace buffer

Hidrogen peroksida dan amoniak pada konsentrasi 1,532; 3,064

dan 6,128 milimolar dilarutkan ke dalam air laut normal atau air laut

dengan pH 9,1. Larutan tris (Tris buffer) atau Natrium hidrosida (NaOH)

digunakan untuk merubah pH air menjadi 8,5; 9,0; 9,5 dan 10, ternyata

dapat merangsang induk memijah. Pada pH 9 dengan tris buffer dapat

merangsang pemijahan sampai 78,6%, sedangkan pH 9,5 dengan NaOH

berhasil memijahkan tiram sekitar 68,4%. Penyuntikan larutan Amonium

hidroksida (NH4OH) 0,2 ml ke dalam otot adductor berhasil merangsang

pemijahan sampai 48%.

Beberapa perusahaan tiram mutiara di Indonesia dalam

memijahkan biasanya menggunakan bahan kimia amoniak atau

Page 10: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

rangsangan sel gonad – jantan. Teknik pemijahan rangsang gonad/sperma,

dilakukan dengan cara menyeleksi induk tiram mutiara jantan yang matang

gonad penuh kemudian dimatikan. Caranya, cangkang tiram dibuka

dengan menggunakan alat pembuka cangkang, kemudian otot adductornya

dipotong dengan pisau, dagingnya dikeluarkan dengan hati – hati. Mantel

dan insang dibuang, sehingga hanya tinggal bagian tubuh yang berisi

gonad, bagian tersebut disayat – sayat dan dimasukkan ke dalam beker

glass yang telah diisi air laut bersih, lalu diaduk hingga larut. Larutan

gonad/sperma tersebut disaring dan dimasukkan ke dalam bak pemijahan,

sehingga induk – induk akan terangsang untuk memijah. Namun,

sebaiknya kedua cara itu tidak dilakukan, karena selain tingkat

fertilisasinya rendah (feconditas rendah), biasanya banyak telur yang

abnormal serta akan menguras isi gonad, sehingga telur – telur yang masih

prematurpun akan ikut keluar.

Penggunaan bahan kimia dengan konsentrasi tinggi hampir sama

dengan tindakan aborsi, sehingga kurang menguntungkan bagi kesehatan

induk. Tindakan pemijahan dengan rangsang gonad sebenarnya tidak

dianjurkan, karena teknologi pemijahan yang ada lebih diarahkan untuk

masyarakat nelayan dan pesisir, sehingga induk merupakan aset yang

sangat berharga disamping harganya relative mahal.

1.3.3 Proses Pemijahan dan Pembuahan

Selama prosesi pemijahan, induk jantan biasanya memijah terlebih

dahulu baru diikuti induk tiram betina. Pengamatan yang dilakukan di

Balai Budidaya Laut mencatat, bahwa induk betina (Pintada maxima)

mengeluarkan sel – sel telur sekitar 25 – 30 menit setelah induk jantan

memijah. Pembuahan terjadi di luar tubuh (eksternal) di dalam media air

dan pembuahan terjadi segera setelah sel telur dan sperma keluar. Telur –

telur yang belum dibuahi bentuknya menyerupai biji jeruk, sedangkan

yang telah dibuahi berbentuk bulat dengan diameter antara 56 – 65

mikron.

Page 11: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Setelah semua telur dibuahi sesegera mungkin dipanen,

dikumpulkan dengan menggunakan saringan bertingkat (Planktonnet)

berukuran dari 100 µ atau 80 µ, 40 µ dan 20 µ. Selain itu berfungsi

sebagai tempat penampungan telur – telur, saringan juga bermanfaat untuk

memisahkan antara kotoran dengan telur. Telur – telur yang telah

terkumpul kemudian dibilas dengan air laut bersih dan dipindahkan ke

dalam bak penetasan atau langsung ke bak pemeliharaan larva dijadikan

satu, pada kasus ini priode penggantian air harus benar – benar

diperhatikan, dan padat penebaran awal berkisar antara 5 – 7 sel/cc.

2.4 PEMELIHARAAN LARVA

Salah satu kegiatan yang paling menyita perhatian dan sangat

menentukan dalam kegiatan pembenihan tiram mutiara adalah

pemeliharaan larva. Priode pemeliharaan larva sebenarnya dimulai sejak

larva stadia D, atau setelah berakhirnya stadia trocopore sampai stadia

pediveliger atau plantigrade.

Kegagalan sering kali terjadi dalam produksi spat, karena

penanganan pemeliharaan larva yang kurang baik, utamanya pada saat

larva mengalami saat – saat kritis. Di dalam pengelolaan pemeliharaan

larva sangat perlu diperhatikan kondisi kualitas air; teknik serta priode

penggantian air; jenis, jumlah dan teknik pemberian pakan; jenis, jumlah

dan waktu pemasangan spat kolektor. Jika beberapa factor tersebut

diperhatikan, maka produksi spat akan berhasil seperti apa yang kita

harapkan.

1.4.1 Proses Perkembangan Awal

Proses pembelahan sel terjadi setelah 40 menit dari pembuahan

atau setelah penonjolan polar I, polar II. Lima menit kemudian sel mulai

terbelah menjadi dua, 13 menit kemudian sel membelah menjadi empat,

pemebelahan berikutnya menjadi 8 sel, 16 sel dan sel terus membelah

menjadi multi sel atau stadia morula setelah 2,5 jam, pada setiap

Page 12: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

mikromernya berkembang silia kecil yang berfungsi untuk membantu

embrio bergerak. Stadia blastula dicapai setelah larva berumur 3,5 jam,

gerakannya aktif berputar – putar. Pada stadia gastrula (7 jam) bentuknya

seperti kacang hijau, bersifat fhoto negative dan bergerak dengan

mengunakan silia (Alagarswami, at al, 1983).

Beberapa menit setelah silia menghilang, maka berakhirlah fase

gastrula dan mengalami metamorfose menjadi trochopore, ditandai dengan

adanya flagella tunggal pada bagian anterior yang berfungsi untuk

bergerak.

1.4.2 Perkembangan dan Pemeliharaan Larva

Stadia veliger atau larva bentuk D (D shape) dicapai setelah larva

berumur 18 – 20 jam dan berukuran 70x80 mikron. Pada stadia ini, larva

sudah mulai diberi makanmikro alga Isochrysis galbana atau P.

lutheri,jumlah pakan antara 3000 – 4000 sel/cc/hari diberikan dua kali

(pagi dan sore). Menurut Brusca (1990), larva stadia veliger bersifat

fhoto fositif, sehingga nampak berenang – renang disekitar permukaan air.

Menurut CMFRI (1991) dan Alagaswami at al, (1983),pada stadia

awal larva (D shape) sampai stadia umbo diberi pakan phytoplankton

spesies Isochrysis galbanadengan kepadatan 5000 sel/ekor/hari.

Sedangkan menurutBaker (1994) member pakan jenis Isochrysis galbana

strain Tahiti terhadap larva dengan kepadatan 20.000 sel/ml.

Setelah 12 – 14 hari larva mengalami metamorphose menjadi

stadia umbo (130 x 135 mikron), ditandai dengan adanya tonjolan (umbo)

pada bagian dorsal. Padat penebaran larva mulai dikurangi setelah

mencapai stadia umbo, dengan jumlah 5 – 7 ekor/cc. Pakan yang

diberikan ditambah menjadi 3000 – 4000 sel/cc/hari, aplikasinya dapat

divariasi campuran antara Isochrysis galbana dan P. lutheri dengan

perbandingan 1 : 1. Flagelata Isochrysis galbana merupakan jenis pakan

yang paling baik bagi larva bivalvia di daerah tropis (Ver, 1981).

Page 13: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Menurut Winanto dan Dhon (1998), Larva yang sehat dicirikan

oleh aktifitas gerak, distribusi dan warna bagian perutnya. Larva yang

sehat nampak bergerak aktif berputar dengan menggunakan silianya,

mereka akan menyebar merata terutama pada bagian lapisan permukaan

dan tengah, sedangkan yang berada dibagian bawah kondisinya kurang

baik. Secara mikroskopis, larva yang sehat akan aktif memburu pakan

sehingga bagian perutnya berwarna kuning tua, larva yang cukup akan

(sedang) bagian perutnya berwarna kuning dan larva yang tidak mau

makan perutnya berwarna kuning muda.

Menurut Loosanoff dan Davis (1963), bahwa warna larva dapat

bervariasi tergantung dari jenis pakan yang dikonsumsi, tetapi larva yang

sehat biasanya berwarna coklat keemasan, terutama dibagian saluran

pencernaan (Digestive diverticulum). Pada stadia awal, warna larva dapat

berubah nyata bila mengkonsumsi pakan dengan warna yang berbeda.

Namun, seiring dengan pertumbuhan larva dan cangkangnyapun semakin

bertambah tebal, maka pengaruh warna pakan tidak terlihat lagi.

Selama pemeliharaan larva, media air yang digunakan sebaiknya

diperlakukan melalui sinar ultra violet, sehingga larva dapat terhindar dari

infeksi jamur dan membunuh spora atau bakteri, serta kompititor yang

hidup bersama di media pemeliharaan. Untuk menjaga kualitas air, maka

perlu dilakukan penggantian air setiap 2 – 3 hari sekali sebanyak 50 – 100

%.

Setelah larva mencapai stadia pediveliger atau umbo akhir,

berumur antara 18 – 20 hari dan berukuran 200 – 190 mikron, larva mulai

mencari tempat untuk menetap. Fase transisi atau fase akhir kehidupan

planktonis larva terjadi pada hari ke 20 – 22, atau disebut stadia platigrade.

Larva plantigrade ditandai dengan tumbuhnya cangkang baru disepanjang

periphery, benang – benang bisus diproduksi untuk menempelkan diri

pada substrat dan larva berukuran sekitar 200 x 230 mikron.

Page 14: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

Menurut Segal (1990), menyatakan bahwa pada saat larva

mengalami metamorphose dan fase menetap, merupakan masa kritis yang

cukup ekstrim selama masa hidupnya. Sedangkan Bayne (1976)

menyatakan bahwa aksi penempelan yang ditunjukkan oleh larva

pediveliger merupakan gerakan menurun, dari stadia planktonis yang

berada disekitar permukaan ke dasar perairan, disertai dengan gerakan

berenang dan kebiasaan berputar – putar dan akhirnya mengeluarkan

benang bisus untuk menempel pada substrat. Hal inilah yang menandai

dimulainya kehidupan bentik atau menetap di dasar. Jika tidak

menemukan substrat yang cocok, larva biasanya akan cenderung menunda

priode metamorfosenya.

Penempelan adalah proses tingkah laku yang ditunjukkan oleh

larva stadia akhir. Awalnya larva menggunakan kakinya untuk berenang

dan bergerak perlahan – lahan saat akan menempel pada substrat. Jika

jenis substrat yang ditempeli cocok maka larva akan menetap, selanjutnya

akan terjadi proses metamorphose dari larva berubah menjadi spat

(Juvenil). Secara keseluruhan proses ini disebut menempel (setting) atau

spatfall, yang merupakan fase kritis dalam siklus hidup tiram. Identifikasi

dari factor – factor yang mempengaruhi keberhasilan fase menempel atau

spatfall akan sangat bermanfaat atau dapat memberikan informasi tentang

prosedur yang lebih efisien dalam pengembangan hatchery.

2.5 PENDEDERAN

Periode spat merupakan awal dari kehidupan menetap tiram. Pada

stadia ini sangat dibutuhkan substrat yang cocok untuk menempel, kondisi

awal spat merupakan masa yang sangat kritis, karena bisusnya belum

permanen, titik kritis terjadi pada pada D 40 sampai dengan ukuran 3 cm

dengan SR 5%. Bila ada gerakan air yang sangat kuat, ada kemungkinan

bisusnya akan putus, namun bisus akan segera disekresikan kembali.

Tetapi jika saat bisus putus dan spat jatuh ke dasar bak pemeliharaan,

maka ada kemungkinan spat akan mati karena di dasar bercampur dengan

Page 15: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

kotoran maupun substansi lain yang kurang baik bagi kelangsungan hidup

spat.

Pemeliharaan spat sebenarnya tidak sulit, bahkan boleh dikatakan

jika masa pemeliharaan spat sudah melewati dua minggu pasti spat akan

hidup. Penanganan yang ekstra hati – hati pada awal pertumbuhan spat

sangat diperlukan. Setelah spat menempel dengan bisus permanen,

keadaannya tidak perlu dikhawatirkan lagi, karena pengelolaan air dapat

dilakukan dengan system sirkulasi. Pada umumnya spat yang berumur 2 –

3 bulan atau ukuran 5 – 10 mm DVM dapat dipindahkan ke tempat

pembesaran di laut setelah 1 bulan dipelihara di laboratorium.

Benih yang masih menempel pada kolektor dimasukkan ke dalam

pocket net dan dibungkus dengan waring (2–3 mm), untuk mencegah

gangguan predator (jenis ikan Ostraciidae, Monacanthidae dan Blenidae)

dan mengurangi menempelnya kotoran. Ukuran mata waring yang lebih

kecil kurang efektif untuk tingkat kelangsungan hidup, dapat menghambat

pertumbuhan dan sulit membersihkan. Setelah benih mencapai ukuran 2 –

3 cm mulai dijarangkan, dipelihara secara individu di dalam pocket net.

Pada ukuran 2 – 3 cm benih sudah dapat dijual atau dibesarkan hingga

mencapai ukuran yang memenuhi syarat untuk budidaya mutiara yaitu

ukuran 15 cm DVM. Pendederan tiram mutiara menggunakan dua metode

yaitu metode rakit dan long line. Adapun kegiatan yang harus dilakukan

selama pemeliharaan adalah pembersihan dan penjarangan serta seleksi

menurut ukuran.Dalam satu siklus pendederan memerlukan waktu selama

10 bulan dengan ukuran spat mencapai rata – rata 0,7 – 1 cm per bulan.

2.6 PENYUNTIKAN TIRAM MUTIARA

Dalam penyuntikan tiram mutiara perlu persiapan yang harus

diperhatikan yaitu ; Seleksi tiram, pemuasaan dan persiapan alat/bahan

Insersi.

Page 16: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

1.6.1 Seleksi Benih siap Operasi

Sebelum melaksanakan operasi atau penyuntikan, terlebih dahulu

benih tiram diseleksi. Tiram yang akan di operasi harus memenuhi syarat

yaitu, berumur 1,5 – 2 tahun dan berukuran 10 – 15 cm, serta tiram dalam

kondisi sehat atau tidak cacat dan dalam keadaan bersih.

1.6.2 Pemuasaan (Yokusei)

Tiram yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemuasaan

(Yokusei), yang tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah plankton yang

dimakan agar tubuh tiram menjadi cukup lemas, dengan cara ini pada saat

operasi tiram tersebut tidak terlalu kuat mengadakan reaksi terhadap sakitnya

sayatan pada gonadnya. Benih tiram yang di Yokusei, dimasukkan ke pocket

keranjang lalu dibungkus menggunakan waring ukuran 1 mm. Pemuasaan

dilakukan selama 3 – 5 hari, setelah itu tiram diangkat dari perairan dan

pembungkus dibuka, baru kemudian memulai penyuntikan.

1.6.3 Alat dan Bahan Insersi

Ada beberapa alat dan bahan yang harus dipersiapkan sebelum

melakukan operasi yaitu ;

A. Alat Operasi :

1. Hikake (Penahan)

2. Piseto

3. AIBO OKURI (Pemasuk Inti dan pemasuk mantel)

4. MESU (pisau operasi)

5. DONYUKI (pembuka torehan)

6. SONYUKI (pembuka mantel

7. HERA dan KAI KOKI (pembuka mantel dan Forcep)

8. SHAIBOHASAM (Gunting,pemotong mantel)

B. Bahan Insersi

1. Siput donor

2. Siput siap operasi dan Nukleus

Page 17: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

C. Kegiatan Insersi

1. Pemotongan mantel

2. Pengambialan Inti

3. Pemasukan Inti

1.6.4 Pemeliharaan Tiram Pasca Pemasukan Inti

Setelah pemasangan inti selesai dilakukan, segera masukkan kembali

tiram yang sudah dioperasi ke dalam pocket keranjang dan digantung di rakit

pemeliharaan atau harus dengan segera dimasukkan ke dalam air dengan

perlakuan yang sangat hati – hati untuk diistirahatkan. Selama ± 3 bulan

setelah pemasangan inti, dalam 3 hari sekali posisi tiram dibolak balik, itu

biasanya di sebut masa Tento, yaitu posisi tiram yang tadinya domersal, tiga

hari kemudian dibalik ke posisi samping, tiga hari berikutnya menghadap

kebawah, begitu seterusnya selama masa tento. Dan kebersihannya tetap

dijaga dari gangguan organisme.

Setelah masa pemeliharaan 18-24 bulan, panen dapat dilakukan

dengan terlebih dahulu pengambilan contoh untuk memperkirakan besarnya

ukuran mutiara yang diinginkan. Biasanya ditemukan bentuk–bentuk mutiara

yang tidak bundar sempurna, bahkan ada bentuk lonjong barouk dan bintik-

bintik/spol, hal ini dapat terjadi karena kurang cermatnya penanganan dalam

masa pemeliharaan.

2.7 PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

Hama umunya menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis

teritip, cacing, dan polichaeta yang mampu mengebor atau melubangi cangkang

kerang mutiara. Ada pula hama yang lain berupa hewan predator, seperti gurita

dan ikan sidat. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hal

tersebut ialah dengan cara manual pada periode waktu yang telah ditentukan.

Penyakit kerang mutiara umumnya disebabkan oleh gangguan dari parasit,

bakteri, dan virus. Parasit yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni.

Sedangkan bakteri yang sering menjadi masalah, antara lain seperti Pseudomonas

Page 18: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp. Sementara itu jenis virus yang

sering menginfeksi kerang mutiara adalah virus herpes.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penyakit-

penyakit pada kerang mutiara. Upaya tersebut antara lain:

a) Selalu memonitor salinitas air agar dalam kisaran yang dibutuhkan. Hal ini

dibutuhkan untuk menjaga kesehatan kerang mutiara yang dibudidaya.

b) Tetap menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi. Contoh hal yang

sekiranya dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemeliharaan kerang

mutiara yang tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin.

c) Lokasi budidaya dipilih dengan kondisi kecerahan yang cukup bagus.

Pencerahan yang cukup akan memudahkan terjadinya proses fotosintesa

yang dimana dapat menghasilkan pakan alami untuk kerang mutiara

sendiri.

d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.

Banyaknya bakteri maupun komponen-komponen tertentu yang dikandung

dalam lumpur dapat merusak cangkang kerang mutiara itu sendiri.

Page 19: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Potensi pengembangan budidaya Mutiara cukup luas yaitu 2.394,50 ton

Ha dan baru di mamfaatkan 1.962,50 Ha dengan tingkatan produksi mencapai

0,20 ton. Permintaan Mutiara produksi Lombok sangat di minati baik oleh

pembeli dalam Negeri maupaun manca Negara karena mutiaranya memiliki

keunikan tersendiri yang membedakannya dengan produksi daerah lain.

Mutiara terbentuk akibat respon dari tiram untuk menolak rasa sakit

secara Konsentris akibat masuknya benda asing kedalam tubuhnya, lapisan

tersebut terdiri dari mineral yang diproduksi oleh tiram berupa cairan nacre yang

melapisi benda asing tersebut dengan cahaya berkilau.

Pemeliharaan induk tiram mutiara dapat dilakukan di laut dengan

menggunakan rakit apung, long line atau di laboratorium bersama dengan

kegiatan pendederan dengan menggunakan pocket net atau pocket keranjang.

3.2 SARAN

Diharapkan untuk masa – masa yang akan datang, perlu kiranya

pemahaman yang lebih mendalam lagi tentang aspek-aspek yang mempengaruhi

budidaya tiram mutiara, baik itu aspek pemilihan lokasi (faktor resiko, factor

ekologi), sarana pembenihan, biologi tiram mutiara, kultur pakan hidup, dan

hama penyakit tiram mutiara.

Page 20: Makalah Budidaya Tiram Mutiara (2)

DAFTAR PUSTAKA

Alagarswami, at al, 1983. Larva Rearing and Productionof Spat of Pearl Oyster

Pinctada fucata (Gould). Aquacultur 3.Elsivier Science

Publisher.B.V.Amsterdam. Pg.287-301.

Bayne, 1976. Mutiara, Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

CMFRI, 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Cultur. Training Manual No.8.

Regional Seafarming Development and Demonstration Project.

RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Ghufran, Muhammad. 2011. Budi Daya 22 Komoditas Laut untuk Konsumsi

Lokal dan Ekspor. Penerbit Andi. Yogyakarta

Loosanoff, V dan Davis, H., 1963. Rearingof Bivalve Mollusks. US Beureuof

Commercial Fisheris Biological Laboratory. Mildford, Connecticut.

130 p.

Segal, E., 1990. Light, Animal, Invertebrates.Merine Ecology, A Comprehensive,

Integrated Treatise on Life in The Oceans and Coatal Waters. Vol

I.Environmental Factors.PartI. Wiley-Interscience.London,Pg: 159-

212.

Winanto,T., 1991. Pembenihan Tiram Mutiara. Buletin Budidaya Laut No.1.

Balai Budidaya Laut. Lampung

Winanto,T dan S.Basi Dhon., 1998. Rekayasa Teknologi Pemeliharaan Larva

Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Pertemuan Koordinasi dan

Pemantapan Rekayasa Teknologi Pembenihan Lintas UPT, Ditjen.

Perikanan, Maret 1998. Puncak, Bogor.