makalah blok 26
DESCRIPTION
TBC keluargaTRANSCRIPT
PENYAKIT TUBERCULOSIS
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
menyebabkan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 1993, World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan bahawa TBC merupakan kedaruratan global penyakit TBC
(global public health emergency). Peyebab utama TBC adalah Mycobacterium tuberculosis
dan infeksinya bersifat sistemis di mana ia boleh mengenai hampir seluruh organ tubuh lain
dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi pertama yang
sering terjadi. Penyebab lain adalah Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum.
Basil tuberkulum merupakan famili Mycobacteriaceae dan dalam order Actinomycetales. M
tuberculosis adalah bakteri aerob, tidak berspora, tidak bergerak, lambat tumbuh dengan
morfologinya berbentuk batang melekung.1
ISI
1
A. PROMOSI KESEHATAN
Promosi Kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat untuk
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan
kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi
Kesehatan “menggarap” aspek perilaku, yaitu untuk memotivasi, mendorong dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masayarakat agar mereka
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Dalam Promosi Kesehatan,
individu dan masyarakat bukan menjadi objek (sasaran) melainkan sebagai subjek
(pelaku). Dalam hal ini masalah kesehatan bukan hanya menjadi urusan sektor
kesehatan saja tetapi juga sektor terkait lainnya termasuk sektor swasta (dunia usaha)
yang dilakukan secara kemitraan.2
Penyuluhan
Penyuluhan merupakan teknik terbaik untuk mendedahkan kepada masyarakat
mengenai bahayanya penyakit TB ini. Penyuluhan mengenai TB dilakukan pada keluarga
pasien dan juga masyarakat sekeliling supaya mereka mengerti dan memahami mengenai hal-
hal mengenai penyakit TB paru dan pencegahannya. 3
Tujuan penyuluhan adalah:
supaya masyarakat mengerti dan memahami penyebab penyakit TB paru.
mengerti dan memahami tanda dan gejala penyakit TB paru serta cara penularan
penyakit ini.
Mengerti dan memahami pencegahan penularan penyakit Tb paru
Mengetahui pengobatan TB paru
Penyuluhan pada perorangan secara khusus kepada penderita diperlukan agar
penderita mau berobat rajin teratus untuk mencegah penyakit pada orang lain.
Dari pada penyuluhan yang dilakukan, diterapkan supaya terjadinya perubahan sikap
hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat.
2
Jika terdapat anggota masyarakat yang mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru
dianjurkan kepada masyarakat supaya melaprokan kasus tersebut.
Dari penyuluhan yang dilakukan, diharap agar penderita tidak menganggap bahawa ia
sesuatu yang memalukan, bahkan ia dapat dicegah dan disembuhkan.
Penyuluhan langsung bisa dilakukan secara perorangan maupun kelompok.
Penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak seperti
leaflet, poster, atau spanduk, juga media massa yang dapat berupa media cetak seperti koran,
majalah maupun media elektronik seperti radio dan televisi.
Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting
artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan
kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara
teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan
meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan
menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat
yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB – dari “suatu penyakit yang
tidak dapat disembuhkan dan memalukan”, menjadi “suatu penyakit yang berbahaya, tapi
dapat disembuhkan”. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita
secara pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan,para kader dan PMO,
sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan oleh
tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sektor, termasuk kalangan media massa.
Hasil kegiatan penyuluhan hendaklah dicatat dan kegiataanya dia laporkan kepada
coordinator sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.3
Fasilitas kesehatan4
Organisasi Pelaksana
Tingkat Pusat
Upaya penanggulangan TB di tingkat pusat dibawah tanggung jawab dan kendali
Direktur Jenderal PPM&PL. Untuk menggalang kemitraan dibentuk Gerakan Terpadu
3
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS-TB) yang dicanangkan oleh Menteri
Kesehatan RI pada tanggal 24 Maret 1999, bertepatan dengan peringatan hari TB sedunia.
GERDUNAS-TB merupakan organisasi fungsional yang terdiri dari : Komite
Nasional (KOMNAS), Komite Ahli (KOMLI), Tim Teknis yang terdiri dari enam Kelompok
Kerja (POKJA). Menteri Kesehatan dalam menetapkan kebijaksanaan umum, dibantu oleh
KOMNAS TB. Direktur Jenderal PPM&PL dalam menetapkan kebijaksanaan teknis, dibantu
oleh KOMLI TB yang anggotanya terdiri dari para pakar berbagai disiplin ilmu, wakil dari
organisasi profesi, dan para pejabat terkait.
Untuk pelaksanaan sehari-hari, program dibantu oleh TIM TEKNIS, yang anggotanya
terdiri dari berbagai unsur lintas program dan lintas sektor. Tim Teknis mempunyai 6
kelompok kerja (POKJA), yaitu :
Mobilisasi sosial
Pelatihan
Monitoring & Evaluasi
Pendanaan
Logistik
Operasional
Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi diberntuk GERDUNAS-TB Propinsi yang terdiri dari Tim
Pengarah dan Tim Teknis, Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
daerah.
Tingkat Kabupaten/kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk GERDUNAS-TB kabupaten/kota yang terdiri dari
Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan
kabupaten/kota.
Unit Pelayanan Kesehatan
Dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4 / Klinik, dan Praktek Dokter
Swasta.
4
Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP)
yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang
lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS), yang secara keseluruhan mencakup wilayah kerja
dengan jumlah penduduk 50.000 – 150.000 jiwa. Pada keadaan geografis yang sulit, dapat
dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas
pemeriksaan sputum BTA.
Rumah Sakit dan BP4.
Rumah sakit dan BP4 dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana
penanggulangan TB, Dalam hal tertentu, rumah sakit dan BP4 dapat merujuk penderita
kembali ke puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal penderita untuk mendapatkan
pengobatan dan pengawasan selanjutnya. Dalam pengelolaan logistik dan pelaporan, rumah
sakit dan BP4 berkoordinasi dengan Dinas kesehatan kabupaten/kota.
Klinik dan Dokter Praktek Swasta (DPS).
Secara umum konsep pelayanan di Klinik dan DPS sama dengan pelaksanaan pada
rumah sakit dan BP4. Dalam hal tertentu, klinik dan DPS dapat merujuk penderita dan
spesimen ke puskesmas, rumah sakit, atau BP4.4
B. PENDEKATAN KELUARGA
Dokter Keluarga (DK), sebetulnya adalah dokter praktek umum, hanya dalam prakteknya
menggunakan pendekatan kedokteran keluarga.Pendekatan kedokteran keluarga itu prinsip
pokoknya ada 4:
1. pelayanan yang bersifat personal (invidual) bukan keluarga,
2. pelayanan yang bersifat primer artinya hanya melayani sebatas dokter
pelayanan primer,
3. komprehensif artinya DK sebagai Dokter praktek umum melayani 4 ranah
pelayananyaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
4. lalu yang ke empat adalah kontinyu, ini yang sering dilupakan para dokter prakter umum padahal
hal tersebut sangat penting,
5
the continuity of care atau kesinambungan pelayanan. Jangan sampai seseorang itu dilayani oleh
banyak dokter, sehingga mengulang pelayananlagi, pemeriksaan lagi, obatnya jadi
double-double dan seterusnya. Demikian pula DK akan mengontrol, dalam tanda kutip
tindakan spesialistis, mana yang perlu dan mana yang tidak. 5
Dokter 5 bintang
1. Care provider
Penyelengara pelayanan kesehatan
a. Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan
sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang
dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan
mempercayai.
b. Pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan
dipertangungjawabkan
2. Decision maker
Pembuat keputusan
a. Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi
kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan
mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness” untuk
kepentingan pasien sepenuhnya.
b. Membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik
3. Communicator
Penghubung/penyampai pesan
a. Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang
efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan
dan memelihara kesehatannya sendiri.
6
b. Memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan
komunitasnya
4. Community leader
Pemimpin masyarakat
a. Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,
menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat.
b. Menjadi panutan masyarakat
5. Manager
Manajer pelayanan kesehatan
a. Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam
maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada.
Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana.2-3,5,6
Tujuan Dokter keluarga
Tujuan umum :
- Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga
Tujuan khusus :
- Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efektif
- Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efisien5,6
Sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan kedokteran keluarga adalah sebagai satu unit, pelayanan
kedokteran keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga
sebagai satu kesatuan, harus memperhatikan masalah kesehatan yang dihadapi terhadap
keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang
dihadapi oleh setiap anggota keluarga.5,6
Tugas dokter keluarga
7
- Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyeluruh, dan berutu guna
penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan.
- Mendiagnosis secara tepat dan memberikan terapi sacara cepat dan tepat
- Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit
- Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya
- Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi
- Menangani penyakit akut dan kronik
- Melakukan tindakan awal kasus berat agar siap dikirim ke RS
- Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukkan ke dokter spesialis atau dirawat
di RS
- Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan
- Bertindak sebagai mitra, penasehat dan konsultan bagi pasiennya
- Mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien
- Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar
- Melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan
ilmu kedokteran keluarga secara khusus5,6
Kewajiban dokter keluarga
- Menjunjung tinggi profesionalisme
- Menerapkan prinsip – prinsip kedokteran keluarga dalam praktiknya
- Menjadi manager sumber daya kesehatan yang tersedia
- Menyelenggarakan rekam medis baku
- Bekerja dalam tim kesehatan bersama semua pengandil
- Menyelenggarakan program jaga mutu dan audit medis
- Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer
- Melaksanakan pelayanan yang sadar akan etika dan biaya5,6
8
Standar dan prinsip Dk
Prinsip Pelayanan DK
1. Komprehensif dan holistik = tidak hanya mengatasi masalah ibu dan anak dari segi
pengobatan saja tetapi promotif dan preventif
2. Kontinu
3. Mengutamakan pencegahan = memberikan pengarahan atau edukasi kepada pasien
terkait TBC dan gizi buruk
4. Koordinatif dan kolaboratif = dapat bekerja sama dengan dokter – dokter lain yang
lebih kompeten mengenai penanganan masalah ibu dan anak tersebut ke ahli
kesehatan anak untuk terapi masalah Tbnya
5. Personal sebagai bagian integral dari keluarganya = tidak boleh beranggapan hanya
pasien sakit yang dating kepadanya sajalah yang perlu diobati tanpa
mempertimbangkan keluarganya , karena penanganan personal adalah bagian integral
dari keluarganya, agar kemungkinan penyakit yang menular dapat dicegah
6. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan hukum
8. Sadar biaya dan sadar mutu
9. Dapat diaudit dan dipertangungjawabkan 5,6
Prinsip DK
a) Dokter sebagai kontak pertama (fist contact / primary care)
Dokter keluarga adalah pemberi layanan kesehatan (provider) yang pertama
kali ditemui pasien atau klien dalam masalah kesehatannya
b) Layanan bersifat pribadi (personal care)
Dokter keluarga memberikan layanan yang bersifat pribadi dengan
mempertimbangkan pasien sebagai bagian dari keluarga
c) Pelayanan paripurna (comprehensive)
9
Dokter keluarga memberikan pelayanan menyeluruh yang memadukan
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasidengan
aspek fisik, psikologis dan social budaya
( memberikan promotif dan pencegahan terhadap penularan kasus TB, juga
mengobati/memperbaiki keadaaan klinis pasien dan mempertimbangkan
kepatuhan pasien dalam meminum obat ( OAT ) karena pengobatan OAT
membutuhkan waktu yang lama ( 6 bulan ))
d) Pelayanan berkesinambungan (continuous care)
Pelayanan dokter keluarga berpusat pada orangnya (patient centered) bukan
pada penyakitnya (disease centered)
e) Mengutamakan pencegahan (prevention first)
Karena berangkat dari paradigm sehat, maka upaya pencegahan dokter
keluarga dilakukan sedini mungkin
f) Koordinasi
Dalam upaya mengenai masalah pasien, dokter keluarga perlu berkonsultasi
dengan disiplin ilmu lainnya
g) Kolaborasi
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada diluar kompetensinya,
dokter keluarga bekerja sama dan mendelegasikan pengolaan pasiennya pada
pihak yang berkompeten
h) Family oriented
Dalam mengatasi masalah, dokter keluarga harus mempertimbangkan konteks
keluarga dampak kondisipasien terhadap keluarga dan sebaliknya
(menggali lebih dalam tentang keluarga pasien, karena TB dapat menular
dengan mudah. Dengan demikian, anggota keluarga yang lain dapat terhindar
dari TB. Selain itu, juga menggali lebih dalam mengenai masalah kesehatan
lainnya seperti status gizi atau penyakit lainnya)
i) Community oriented
Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien haruslah tetap
memperhatikan dampak pasien terhadap komunitas dan sebaliknya
( memperhatikan dampak penyakit pasien (TB), karena TB dapat menular
dengan mudah, dengan demikian anggota masyarakat lainnya dapat terhindar
dari TB. Hal ini dapat dilakukan melalui usaha promotif dan preventive, serta
diagnosis dini jika ada warga yang terkena tanda – tanda TB)6
10
Kompetensi dokter keluarga
Dokter keluarga diharapkan agar dapat memenuhi 7 kompetensi sebagai berikut:
1. Keterampilan komunikasi efektif
2. Keterampilan klinik dasar
3. Keterampilan menerapkan dasar – dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu
perilaku, dan epidemiologidalam praktik kedokteran keluarga
4. Keterampilan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun
masyarakat secara komprehensif, holistic, berkesinambungan, terkoordinir,dan
bekerja sama dalam konteks pelayanan kesehatan primer
5. Mampu memanfaatkan, menilai secara kritis dalam mengelola informasi
6. Mampu mawas diri dan belajar sepanjang hayat
7. Sadar etika, moral, dan profesionalisme dalam praktek5,6
Klinik dokter keluarga:
Adalah suatu satuan organisasi pelayanan kesehatan primer yang menyelenggarakan
pelayanan kedokteran keluarga5,6
Bentuk praktek dokter keluarga
Dibedakan 3 macam
1. Pelayanan kedokteran keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga ( family
clinic )
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga ( family
practice )5,6
Klinik dokter keluarga
Ada 2 macam
1. Klinik keluarga mandiri ( free-standing family clinic )
- Dapat dilaksanakan secara solo
- Bersama – sama dalam satu kelompok
2. Klinik keluarga merupakan bagian dari rumah sakit ( satellite family clinic )5,6
Hal – hal essential yang harus dipenuhi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer
b. Terletak ditempat strategis ( mudah dicapai dengan kendaraan umum )
11
c. Bangunannya memenuhi syarat untuk pelayanan kesehatan
d. Dilengkapi dengan sarana administrative yang memenuhi syarat
e. Dilengkapi dengan sarana komunikasi
f. Mempunyai sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK
g. Mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedic yang telah lulus
pelatihan khusus membantu DK5,6
Ciri-ciri Pelayanan Promotif dan Preventif
Ciri- ciri Kegiatan promotif dalam pelayanan dokter keluarga belum dilakukan sesuai dengan
pendekatan prinsip dokter keluarga. Belum proaktif melakukan edukasi ke anggota saat
kontak dengan anggota, tidak memperhatikan status anggota. Kegiatan promotif ini malah
cenderung dilakukan dalam bentuk bentuk pembinaan ke masyarakat, dengan materi seperti
penyakit yang lagi trend serta penanganan penyakit pasien sehari-hari, dengan metode
ceramah, tanya jawab, keliling bersama warga, dilakukan bukan hanya dokter saja, tapi
perawat, dan bidan.
Kegiatan preventif pada tingkat keluarga dilakukan dengan kunjungan rumah bagi pasien
yang memiliki masalah penyakit tertentu, dan kontrol terhadap penyakit, memberi motivasi
ke anggota. atau sekedar memperkenalkan diri karena merupakan suatu program yang baru.
Sementara upaya proaktif ke lapangan dalam melakukan surveillance yang bertujuan untuk
peningkatan dan pencegahan anggotanya belum dilakukan.
Upaya kuratif dan rehabilitatif
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. 2,3,5
C. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
Penderita TB BTA positif merupakan sumber terjadinya penularan. Ketika
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman boleh bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan, maka orang tersebut akan terinfeksi. Selama kuman tersebut masuk dalam
tubuh melalui saluran pernafasan, ia dapat menyebar dari paru ke bahagian tubuh
lainnya.1,7-13
12
Daya penuluran seorang penderita ditentukan oleh banyakknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
semakin tinggi penularan penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat kuman), maka penderita dianggap tidak menular. Kemungkinan
seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.1,7-13
Alur penyebaran bakteri TB 7
Risiko penularan
Risiko penularan tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Kemungkinan risiko penularan lebih besar pada pasien TB paru dengan BTA positif daripada
pasien TB paru dengan BTA negatif. Dalam Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI),
dinyatakan setiap tahun proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi Tb selama 1 tahun. ARTI
di Indonesia bervariasi antara 1-3% (1% berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun). Perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif membuktikan terjadinya
infeksi TB.1,7,13
D. EARLY DIAGNOSIS AND PROMPT TREATMENT
13
Penegakan diagnosis
Case finding:
Anamnesis
Penemuan pasien TBC adalah melalui cara passive case finding. Kaedah penemuan
ini adalah di mana penderita TB datang ke Puskesmas dan menunjukkan gejala-gejala yang
mendukung seperti:
Gejala utama: Batuk terus menerus selama 2 hingga 3 minggu
Gejala tambahan: sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam misalnya lupus
vulgaris, kelainan rontgen toraks, atau gangguan GIT.
Efek sistemik yang timbul pula meliputi demam subfebris selama 1 bulan atau lebih,
keringat malam, anoreksia atau penurunan berat badan.
Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi
atau dari daerah endemisnya. Antara pertanyaan yang di ajukan pada penderita tersangka TB
adalah seperti berikut:
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?
Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)?
Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil
abnormal ?
Adakah riwayat vaksinasi BCG atau Mantoux ?
Adakah riwayat diagnosis TB ?
Riwayat Penggunaan Obat:
Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan,
berapa lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi dan
apakah dilakukan pengawasan terapi ?
Riwayat Keluarga dan Sosial:
Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial?
Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena dan riwayat
berpergian ke luar negeri.
Pemeriksaan Fisik.
14
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu tubuh yang subfebris, badan
kurus atau berat badan menurun. Pemeriksaan fisik sering tidak diperoleh hasil yang
memuaskan terutama apabila sarang penyakit terletak di dalam akan sulit dinilai secara
palpasi, perkusi dan auskultasi.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai adanya infiltrat agak luas mungkin ditemukan perkusi yang redup dan auskultasi
suara bronkhial dan suara tambahan ronkhi basah kasar yang nyaring. Namun bila infiltrat
diliputi penebalan pleura, suara tambahan menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas
yang cukup besar, pada perkusi akan diperoleh hasil hipersonor atau timpani dan suara
auskultasi amforik.
Pada TB paru lanjut dengan fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot
interkostal. Bagian paru yang sakit menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain.
Paru yang sehat jadi hiperinflasi. Keadaan lanjut TB paru dapat meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis (hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya kor pulmonale dan gagal jantung
kanan sehingga akan dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonale dengan gagal jantung
kanan seperti takipnea, takikardi, sianosis, right ventrikular lift, right artikular gallop, murmur
Graham Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat,
hepatomegali, ascites dan edem. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan
penyakit baru dicurigai dengan didapatkan adanya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan
rutin atau uji tuberkulin positif.1, 7-13
Radiologis.
Pemeriksaan radiologis merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat juga
mengenai bagian inferior atau daerah hilus yang menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit
saat lesi masih menyerupai sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak seperti
awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas tegas.
15
Pada kavitasi bayangan berupa cincin berdinding tipis. Pada kalsifikasi bayangan
tampak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada ateletaksis terlihat fibrosis luas dengan
penciutan pada sebagian, satu lobus atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis miliar
tampak berupa bercak halus yang umumnya tersebar rata di seluruh lapang paru. Pemeriksaan
radiologis lain yang dapat dilakukan adalah bronkografi, CT scan dada atau juga MRI. 1,7-12
Foto rontgen penderita TB 10
Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada darah, sputum dan tes tuberkulin.
Darah.
Pemeriksaan tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada TB baru akan didapatkan leukosit
meninggi dengan hitung jenis bergeser ke kiri, jumlah limfosit masih normal dan LED
mulai meningkat.
Sputum.
Pemeriksaan sputum adalah penting untuk menemukan kuman BTA dan menegakkan
diagnosis. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang telah diberikan. Bagi menegakkan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan
pengumpulan spesimen dahak dalam 2 hari kunjungan yang berturutan yaitu dahak
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) yaitu seperti berikut:
S (sewaktu): dahak yang dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Suspek akan membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pada hari kedua pada saat dia pulang.
P (pagi): pada pagi hari kedua dahak dikumpulkan segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas di UPK.
16
S (sewaktu): pada hari kedua di UPK, dahak dikumpulkan saat menyerahkan
dahak pagi.2
Kriteria sputum BTA positif adalah bila paling tidak ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Penderita TB BTA (batang tahan asam) positif adalah apabila
minimal pada sputum SPS hasilnya 2 dari tiga sedian adalah BTA positif. Untuk
pemeriksaan BTA, bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus,
jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin atau tinja.
Tes tuberkulin.
Pemeriksaan ini dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada anak-anak (balita). Tes ini dilakukan dengan menyuntikan 0,1 cc
tuberkulin secara intrakutan. Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau
pernah terinfeksi kuman TB atau mendapat vaksinasi BCG. Tes tuberkulin
(mnataoux) dinyatakan posotif apabila diperoleh indurasi 10 mm setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan.1,7-12
Manifestasi Klinis.
Keluhan yang dirasakan oleh pasien TB dapat bervariasi atau terkadang ditemukan
banyak pasien dengan TB paru tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang biasa ditemukan
pada pasien dengan TB paru adalah diantaranya demam, batuk dengan atau tanpa darah,
sesak napas, nyeri dada, malaise.
Demam pada pasien dengan TB paru biasanya subfebris tetapi kadang dapat mencapai
40-410 C. Demam ini biasanya hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah bebas dari
serangan demam. Keadaan ini berhubungan dengan daya tahan tubuh pasien serta berat
ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
Gejala batuk pada pasien dengan TB banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama maka mungkin
saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yaitu setelah setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bilan peradangan dimulai. Sifat batuk dapat dimulai dari
batuk kering dan setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif yang menghasilkan
sputum. Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapatnya pembuluh adrah yang
pecah.
Batuk darah kebanyakan timbul akibat kavitasi namun dapat pula terjadi pada ulkus
dinding bronkus. Sesak napas pada penyakit ringan belum akan dirasakan. Sesak napas akan
17
ditemukan pada penyakit paru yang sudah lanjut, yang infiltrasinya meliputi setengah bagian
paru. Nyeri dada agak jarang ditemukan. Timbul biasanya bila infiltrasi radang sudah
mencapai pleura sehingga terjadi pleuritis. Penyakit TB merupakan penyakit radang yang
menahun sehingga gejala malaise sering ditemukan yang dapat berupa anorexia (tidak nafsu
makan), berat badan yang menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala
malaise semakin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.1,7-13
Eepidemiologi
Tuberculosis berlanjut sebagai penyebab kematian yang penting. Pada tahun 1991, di
Amerika Serikat dilaporkan 26.283 kasus tuberculosis, dengan angka kasus 10,4 per 100.000
per tahun. Angka kasus telah menurun hingga setingkat 5-6 persen per tahun, namun sejak
tahun 1985 arahnya berbalik, yaitu angka kasus menaik sampai 15,8% selama 5 tahun.
Diperkirakan bahwa 10 juta orang Amerika mempunyai hasil test tuberculin yang positif,
tetapi kurang dari 1% anak-anak Amerika yang menunjukan reaksi terhadap tuberculin.
Penyakit tuberculosis di Amerika Utara cenderung menjadi penyakit pada orang tua,
penduduk kota yang miskin, dari golongan kecil dan penderita AIDS. Pada segala umur, rata-
rata kasus di antara orang-orang kulit hitam cenderung dua kali lebih besar dari pada orang
kulit putih. Orang-orang hispanik, Haiti dan imigran Asia Tenggara mempunyai rata-rata
kasus yang sama tingginya dengan individu dari negara asal mereka dan pada individu-
individu ini frekuensi penyakit yang terjadi di antara individu mudanya menunjukan kejadian
penyakit ini pada anak-anak muda di negara mereka.
Pada banyak tempat didunia, penyebaran penyakit tuberculosis menurun, namun pada
banyak negara miskin tidaklah demikian. Pada beberapa negara, perkiraan angka kasus baru
adalah sampai setinggi 400 per 100.000 per tahun. Sebagaimana di Amerika Utara dan Eropa,
kemiskinan berjalanan seiringan dengan tuberkulosis. Pada daerah yang prevalensinya tinggi,
prevalensi tuberkulosis tampak setara pada lingkungan pedesaan dan perkotaan dan terutama
menyerang orang dewasa muda. Pada negara dengan infeksi HIV endemik, tuberkulosis
merupakan penyebab tunggal morbiditas dan mortalitas yang terpenting pada pasien AIDS.
Perkiraan yang beralasan tentang besarnya angka tuberculosis di dunia adalah sepertiga
populasi dunia terinfeksi dengan M. tuberculosis, bahwa 30 juta kasus tuberculosis aktif di
dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan bahwa 3 juta orang meninggal
akibat tuberculosis setiap tahun. Tuberculosis mungkin menyebabkan 6 % dari seluruh
kematian di seluruh dunia.
18
Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 583.000 penderita TB paru baru yang
muncul setiap tahunnya dan 140.000 diantaranya meninggal dunia karena penyakit ini setiap
tahunnya. Di propinsi DKI Jakarta pada tahun 2003 angka kesembuhan TB masih di bawah
target nasional (<85%). Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat sekitar 4.021 kasus TB paru
(BTA Positif) pada tahun 2002. Para penderita ini sebenarnya pernah menerima pengobatan
dari puskesmas, rumah sakit, dan pusat pengobatan lain di Jakarta, akan tetapi baru sekitar
71% yang berhasil disembuhkan.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
RI, tahun 1972, TB menempati urutan ke 3 penyebab kematian menurut SKRT tahun 1980
TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2
sesudah penyakit sistem sirkulasi. Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab
kematian nomor 3 dari seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang
merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (7, 10, 28). Dari hasil survey prevalensi
TB yang dilakukan di 15 propinsi tahun 1979-1982 menunjukkan berbagai variasi prevalensi
tiap-tiap propinsi.
Penelitian ini telah mendeteksi faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna
dengan kesembuhan/ketidak sembuhan orang yang berobat TB paru di poli paru-rumah sakit
Persahabatan Jakarta pada bulan Februari sampai dengan Desember tahun 2005.
Faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kesembuhan/ketidak
sembuhan orang yang sedang berobat TB paru tersebut adalah Merokok (OR=7,78%)
Penghasilan (OR=7,56%), Pengetahuan tentang TB paru (OR=5,510%), Sikap terhadap
proses pengobatan TB paru (OR=6,27%), Perilaku (OR=6,83%), Keadaan rumah dipandan
dari segi (OR=6,86%), Program OAT gratis dari pemerintah (OR=4,159%), PMO
(OR=4,52%), Keadaan gizi (OR=9,59%).4
Rehabilitasi
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat
penularan. Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk
minum OAT yang teratur.
19
Secara klinis pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu
selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan.
Keluhan-keluhan pasien pada tahap ini diharapkan berkurang yaitu batuknya
berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat dan
lain-lain.
Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan dan kebiasaannya setelah
2 hingga 3 minggu pengobatan, sputum BTA menjadi negatif. WHO menganjurkan
supaya kontrol sputum dilakukan pada akhir bulan ke 4 dan ke 6. Pada pasien baru
yang BTA masih postif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien pengobatan
ulang dilakukan pemeriksaan resistensi. Apabila sudah negative paling minimal
dilakukan pemeriksaan sputum BTA 3 kali berturut-turut untuk tujuan kontrol dan
untuk mendeteksi jika terdapat silent bacterial shedding.
Bagi melihat kemajuan terapi evaluasi radiologis perlu diamana pada akhir
pengobatan dilakukan foto rontgen dan boleh dijadikan sebagai foto kontrol sebagai
dokumentasi untuk perbandingan jika berlaku kekambuhan kelak.1,7-13
KESEHATAN LINGKUNGAN
Proses terjadinya penyakit
Interaksi manusia dengan lingkungan
Interaksi diantara ketiga elemen tadi(Agent,Host,environment) terlaksana
20
HOSTAgent
Environtment
karena adanya faktor penentu pada setiap element, yaitu:
1. Agent:- jumlahnya bila hidup,konsentrasinya bila tak hidup - Infektiviti/patoganitas/virulensi bila hidup dan toxisitas atau reaktivitas bila tidak
hidup 2. Host :
- derajat kepekaan - imunitas terhadap agent hidup, toleransi terhadap agent mati - status gizi,pengetahuan,pendidikan,perilaku
3. Environment: kualitas dan kuantitas berbagai kompartemen lingkungan yang berupa udara, tanah, air, makanan, perilaku dan higiene perorangan,kualitas dan kuantitas serangga vektor/penyebar penyakit.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati, benda hidup,
nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen
tersebut, termasuk host yang lain.2
Karakteristik lingkungan
1. Topografi : Situasi lokasi baik yang natural maupun buatan manusia yang mungkin
mempengaruhi terjadinya penyebaran suatupenyakit tertentu.
2. Geografis : Keadaan yang berhubungan dengan strukur geologi dari bumi yang
berhubungan dengan kejadian penyakit
Peran Lingkungan dalam kesehatan
Lingkungan berperan sebagai media transmisi yang mendukung terjadinya penyakit apabila
media/lingkungan itu dapat membawa atau mendekatkan agent pada host.
1. Media transmisi yang tidak hidup seperti air, udara, makanan, debu disebut vehicle.
Sedangkan yang hidup secara spesifik seperti insekta atau arthropoda disebut vektor
2. Penularan penyakit dapat terjadi karena
- Fingers atau tangan yang kotor karena terkontaminasi agent
- Flies atau lalat merupakan media transmisi yang hidup
- Food atau makanan
- field atau ladang merupakan lingkungan padat atau litosfer dan menyebabkan
penyakit lewat debu
- Faeces/tinja merupakan buangan manusia yang berisi banyak agent.
21
Pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari sangat menunjang dalam pencegahan dan
pengendalian virus TBC. Menggunakan masker sangat penting dilakaukan agar virus
tidak menyebar dan menulari orang yang ada disekitarnya. Dengan tidak merokok,
menggunakan pelindung dada pada waktu berkendara sepeda motor, mengkonsumsi
alkohol dapat menjauhkan kita dari penyakit ini. Makan-makanan bergizi dan rajin olah
raga dan istirahat yang cukup dapat meningkatkan imun dalam tubuh kita.
Memperhatikan kesehatan lingkungan seperti pengaturan syarat-syarat rumah yang sehat
diantaranya luas bangunan rumah, ventilasi, pencahayaan dengan jumlah anggota
keluarga, kebersihan lingkungan tempat tinggal. Melalui pemberdayaan keluarga
sehingga anggota rumah tangga yang lain dapat turut serta dan berperan dalam melakukan
pengawasan terhadap si penderita dalam minum obat. Sehingga tingkat kepatuhan
penderita dalam minum obat sesuai dengan petunjuk medis.14
Faktor resiko
Faktor Umur: Kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai
usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah
kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
Faktor Jenis Kelamin: Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-
laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat
dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan
28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung
meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%.
TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-
laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TB paru.
Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu
tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
22
Pekerjaan: Pekerjaan di lingkungan yang berdebu dengan paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. Keluarga yang
berpendapatan dibawah UMR cenderung mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi
yang tidak sesuai dengan kebutuhan setiap anggota keluarga sehingga mempunyai
status gizi yang kurang, kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat
kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
Kebiasaan Merokok: Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis
kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per
orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430
batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760
batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir
semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan
wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
Kepadatan hunian kamar tidur: Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan
dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat,
sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya
dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari
kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya
minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3
m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat
tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak
dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun.
Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum
tingginya 2,75 m.
23
Pencahayaan: Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur
diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman
hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap
jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat
membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca
berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar
matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan
antar penghuni akan sangat berkurang.
Ventilasi: Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah
tersebut tetap segar. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di
dalam rumah, dan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen misalnya
kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling
sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi
permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka
tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan
kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari
kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
Kondisi rumah : Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan
penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan
debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.
24
Kelembaban udara: Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh
kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur
kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab.
Status Gizi: Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap
penyakit.
Keadaan Sosial Ekonomi: Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,
keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Perilaku: Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya
dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit
dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.1-2,4,7-14
E. UPAYA PREVENTIVE
Pencegahan terhadap tuberkulosis dilakukan oleh penderita, masyarakat danpetugas kesehtan.
Antaranya adalah seperti berikut:
a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan
Penderita perlu menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak
disembarang tempat.
Masyarakat dapat melakukan tindakan pengawasan dengan cara bayi diberikan
vaksinasi BCG
Petugas kesehatan pula memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
meliputi bahaya dan akibat yang ditimbulkan
Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC. Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan
25
dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum
biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah
Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara
medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa
dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus
dengan ventilasi bertekanan negatif. Orang yang memasuki ruang perawatan
penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring
partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi
penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang
tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat
(didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya
respons yang baik terhadap pengobatan). Penderita remaja harus diperlakukan
seperti penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap
rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita. Terapkan sistem DOPT
apabila secara finansial dan logistik memungkinkan dan diterapkan pada
penderita yang kemungkinan mengalami resistensi terhadap pengobatan,
adanya riwayat compliance yang jelek, diberlakukan juga terhadap mereka
yang hidup dalam lingkungan dimana kalau terjadi relaps dapat menularkan
kepada banyak orang.
Disinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan luda, ventilasi rumah dan sinar
matahari yang mencukupi
Orang yang berkontak dilakukan tindakan imunisasi. Orang-orang yang
berisiko tinggi dilakukan tindakan pencegahan dengan vaksin BCG dan tindak
lanjut bagi yang positif tertular.
Penyelidikan terhadap orang kontak. Seluruh keluarga penderita dengan foto
rontgen yang bereaksi positif dilakukan Tuberculin-test, dan jika negative
perlu diulang setiap bulan selama 3 bulan dan dilakukan penyelidikan intensif.
Penderita TBC perlu mendapatkan pengobatan tepat dengan kombinasi obat
yang ditetapkanminum secara teratur, waktu sekitar 6 hingga 12 bulan.
26
Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita
TB atau yang diduga menderita TB. Penderita TB perlu dilaporkan jika hasil
pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes tuberkulinnya positif atau
didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen. Departemen Kesehatan
mempertahankan sistem pencatatan dan pelaporan yang ada bagi penderita
yang membutuhkan pengobatan dan aktif dalam kegiatan perencanaan dan
monitoring pengobatan.
b. Cara pencegahan
Perlindungan terhadap sumber penularan. Semua anak yang tinggal serumah
atau kontak erat dengan penderita TBC BTA positif berisiko lebih besar untuk
terinfeksi. Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak
erat dengan penderita TBC BTA posotif perlu dilakukan pemeriksaan apabila
anak mempunyai gejala-gejala seperti TBC harus dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut sesuai dengan alur deteksi dini TBC anak dan jika anak balita tidak
mempunyai gejala gejala seperti TBC, harus diberikan pengobatan
pencegahan dengan Isoniasid (INH )dengan dosis 5 mg per kg berat badan per
hari selama 6 bulan Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG
perlu diberi BCG setelah pengobatan pencegahan dengan INH selesai.
Vaksinasi BCG
Vaksin yang merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau
dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah,
meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG merupakan
suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis
dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC. Walaupun telah
digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang
bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia. Vaksin BCG secara
signifikan mengurangi resiko terjadinya Tuberkulosis aktif dan kematian.
Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor diantaranya:
Umur
Cara atau teknik vaksinasi
27
jalur vaksinasi
faktor lingkungan.
Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infant dan anak-anak yang hasil uji
tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa
dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima
terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin. Sebelum dilakukan
pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien
harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan
untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita
tuberculosis aktif, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk
pasien yang telah terinfeksi TBC. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan
secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan
bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang
mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Untuk infants atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan 1 dosis
vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg).
Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin
BCG sebanyak 0,1 ml (0,1mg).
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15
tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia
12 -15 tahun. Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami
gangguan pada kulit seperti dermatitis atopik, serta baru saja menerima
vaksinasi lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3 minggu). Vaksin BCG
juga tidak diberikan untuk :
Pasien dengan gangguan imunitas (immunosuppressed) seperti pasien
HIV, pasien yang mengkonsumsi obat-obat kortikosteroid
(immunosuppressan), atau baru saja menerima transplantasi organ.
28
Wanita hamil dan menyusui, walaupun belum ada data yang
menunjukkan efek bahaya dari pemberian vaksin BCG terhadap wanita
hamil dan menyusui.
Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin
BCG antara lain:
Nyeri pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan
pada saat injeksi.
Kelebihan dosis dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin
positif.
Sakit kepala, demam, dan timbul reaksi alergi
Beberapa contoh vaksin BCG yang tersedia di Indonesia adalah : Vaksin BCG
kering (Bio Farma) dan BCG Vaccine SSI (Statent Serum Institut – Denmark).
Attenuated vaksin : vaksin yang disiapkan dari mikroorganisme atau virus
hidup yang dibiakkan di bawah kondisi yang tidak sesuai agar kehilangan
virulensinya tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk menginduksi
kekebalan.
Pengobatan preventif, yaitu sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit
inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
Banteras penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapid an
pasteurisasi air susu sapi
Cegah bahaya paru kronis karena menghirup udara yang tercemar debu pada
pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan grjalan tbc paru
Khemoprofilaksis primer maupun sekunder
Tbc Kriteria 1
Ini adalah pada orang yang tidak pernah terinfeksi dan tidak menderita
TBC tetapi mempunyai riwayat kontak.
29
Tbc Kriteria 2
Ini adalah pada pasien yang terinfeksi Tbc atau positif pada Tuberkulin
Test tetapi tidak menderita TBC yaitu tiada gejala Tbc dan
pemeriksaan radilogi serta bakteriologi negatif.
Dalam khemoprofilaksis, obat yang digunakan izoniazid dengan dosis 10 -15
mg/kg BB selama minimal 12 bulan. Anak yang perlu diberikan
kemoprofilaksis:
Bayi dengan ibu tuberculosis
Anak dengan kontak penderita TB aktif
anak menggunakan kortikosteroid jangka panjang / imunosupresif
Penderita penyakit hematologik : leukemia, thalassemia
Masa akil balik
Menderita penyakit virus
Menderita diabetes mellitus
Kemoprofilakskis Primer: cegah infeksi, kontak tidak aktif (BTA -). Anak
yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan
walaupun uji tuberkulin(-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji
tuberkulin ulang menjadi(-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
Sekunder : cegah aktifitas infeksi (Mt + ,klinis & rontgen - ). Anak dengan
infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan
Pencegahan terhadap menghebatnya penyakit dengan diagnosis dini
Penyuluhan dan pendidikan kesehataan.1,2,7-14
PROGRAM PEMBERANTASAN TB
30
Visi
Tuberculosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat
Misi
Menetapkan kebijaksanaan, beri panduan serta mengevaluasi secara tepat,
benar dan lengkap
Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya
penanggulangan penyakit TBC
Bagi mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar mutu
dipermudahkan akses pelayanan penderita TBC.
Tujuan
Jangka panjang: menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit TBC
dengan cara memutuskan rantai penularan sehingga tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat Indonesia.
Jangka pendek: mencapai angka kesembuhan minimal 85% dari semua
penderita baru BTA positif yang ditemukan dan mencapai cakupan
penemuan penderita secara bertahap.
Strategi
Sumber penyebaran TBC adalah penderita itu sendiri, maka pengontrolan
secara efektif adalah dengan mengurangi pasien TBC tersebut. Terdapat 2 cara yang
sedang dilakukan untuk mengurangi penderita TBC yaitu terapi dan imunisasi. Untuk
terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan jangka pendek dengan
pengawasan langsung yang dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed
Shortcourse Chemotherapy). Teknik DOTS ini selalu diromosikan dalam setiap
pertemuan sosialis maupun pelatihan TB bagi petugas puskesmas. Secara prinsip
terdapat 5 elemen penting yang menjadi tolok ukur strategi DOTS yaitu antara lainnya
ialah:
a. Komitmen politis berkesinambungan dari pemegang kebijakan.
31
Dengan keterlibatan pemimpin wilayah, TB dapat menjadi salah satu
prioritas utama dalam program kesehatan dan akan tersedia dana yang
sangat diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS.
b. Diagnosis sputum dengan pemeriksaan mikroskopik bermutu.
Untuk mendiagnosis penyakit TB diperlukan mikroskop untuk
pemeriksaan dahak langsung pada penderita tersangka TB.
c. Pengobatan jangka pendek dengan PMO (Pengawas Minum Obat)
langsung.
Melalui PMO, penderita akan diawasi dalam meminum seluruh obatnya.
Ini adalah untuk memastikan bahawa pederita meminum obatnya dengan
betul dan diharapkan untuk sembuh pada waktu akhir pengobatannya.
PMO haruslah orang yang dikenal dan dipercayai oleh penderita maupun
oleh petugas kesehatan. Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga,
tokoh masyarat maupun tokoh agama.
d. Ketersediaan obat tuberkulosis (OAT) yang cukup dan bermutu.
Panduan penggunaan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan
jangka waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan
pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka
pendek harus selalu terjamin.
e. Pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem survailans
penyakit TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar
akan boleh dipantau kemajuan pengobatan penderita, pemeriksaan follow
up, sehingga akhrinya penderita dinyatakan sembuh atau selesai
pengobatannya.
Kelima elemen itu seperti ikatan rantai yang saling berkaitan, antara satu
elemen dengan yang lainnya. Sehingga keterpaduan dan kesinambungan semua pihak
sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan TB.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer: INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
32
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Obat sekunder: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Terdapat 2 macam sifat atau aktivitas obat terhadap tuberkulosis, yaitu:
Aktivitas bakterisid: obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktifitas bakterisid biasanya diukur
dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga
pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan).
Aktivitas sterilisasi: di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
pertumbuhnya lambat (metabolisme kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur
dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya
diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini. Dokter atau tenaga
kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan
pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat
karena gejalanya telah hilang. Gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu
setelah minum obat TBC.
Supaya benar-benar sembuh dari TBC penderita diharuskan untuk
mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Jika berhenti minum obat, akan
timbul efek negatif yaitu muncul kuman TBC yang resisten terhadap obat di mana
terjadi penyebaran kuman dan pengendalian TBC akan semakin sulit
dilaksanakan.
Dua prinsip dasar pengobatan tuberculosis adalah:
Pertama: untuk terapi yang berhasil, diperlukan minimal 2 macam obat yang
basilnya peka terhadap obat tersebut dan salah satunya daripadanya harus
bakterisidik. Resistensi obat dapat timbul secara spontan pada sejumlah kecil
33
basil, di mana walaupun monoterapi menggunakan obat bakterisidik terkuat
sekalipun dapat menimbulkan kegagalan.
Kedua: pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala klinis dapat
menyembuhkan penyakit dengan dilakukan perpanjangan lama pengobatan
untuk mengeliminasi basil yang persisten. Pengobatan yang tidak memadai
akan mengakibatkan bertambahnya kemungkinan kekambuhan, beberapa
bulan hingga tahun mendatang seolah-olah tampak sembuh. Dengan metode
DOTS yang menggunakan panduan beberapa obat, umumnya pasien
tuberculosis berhasil disembuhkan secara baik dalam waktu 6 bulan. Gagalnya
penyelesaian program ketika pengobatan merupakan penyebab kekambuhan.
Berdasarkan prinsip pengobatan DOTS, program pengobatan tuberkulosis
dibagi menjadi 2 fase yaitu fase bakterisidal awal (inisial) dan fase sterilisasi
(lanjutan).1-4,7-12
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC
saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95%. DOTS diperkenalkan
sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini.
Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat
kesembuhan 87% pada tahun 2000. Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85&,
tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih
rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21%,
jauh di bawah target WHO yaitu 70%. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus
baru perlu lebih ditingkatkan lagi. Dalam strategi DOTS ini, dimasukkan
34
mengenai pendidikan kesehatan, penyediaan obat TB gratis dan pencarian
secara aktif kasus TB.
TB= TB: TBP= tuberkulosis paru: S= Streptomisin: H= Isoniazid: R= Rifampisin: Z=
Pirazinamide: E= Etambutol
Tabel1: Resimen pengobatan saat ini (metode DOTS)
35
Kategori Pasien TB Rejimen pengobatan
Fase awal Fase lanjutan
1
2
3
4
TBP sputum BTA postif
Baru bentuk TBP berat,
TB ekstra-paru (berat),
TBP BTA-negatif
Relaps
Kegagalan pengobatan
Kembali ke defult
TBP sputum BTA-negatif
TB ekstra paru
(menengah berat)
Kasus kronis (masih BTA-
positif setelah pengobatan
ulang yang disupervisi
2 SHRZ (EHRZ)
2 SHRZ (EHRZ)
2 SHRZ (EHRZ)
2 SHZE/ 1 HRZE
2 SHZE/ 1 HRZE
2 HRZ atau 2 H3R3Z3
2 HRZ atau 2 H3R3Z3
2 HRZ atau 2 H3R3Z3
Tidak dapat
diaplikasikan
(membertinmbangkan
menggunakan obat-
obatan barisan kedua)
6 HE
4 HR
4 H3R3
5 H3R3E3
5HRE
6 HE
2 HR/ 4H
2 H3R3/ 4H
Pasien yang mengikuti pengobatan TBC perlu di pantau (follow up) dengan
melakukan pemeriksaan ulang dahak SPS secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak dilakukan
sesuai jadwal per kategori pengobatan yaitu:
Kategori 1: saat akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan saat akhir
pengobatan.
Kategori 2: saat akhir fase intensif, setelah sisipan 1 bulan, sebelun sebelum akhir
pengobatan dan saat akhir pengobatan.
Kategori 3: saat akhir fase intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan saat akhir
pengobatan.1-4,7-12
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Batra V, Tuberculosis diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/969401-overview, 23 November 2009
2. Upaya Peningkatan Peran Masyarakat dan Tenaga Kesehatan dalam Pemberantasan Tuberkulosis, diunduh dari http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/eddy_widodo.pdf, 2004
3. Satuan Acara Penyuluhan Gambaran Penyakit TBC, diunduh dari http://www.scribd.com/doc/22852270/Satuan-Acara-Penyuluhan-gambaran-penyakit-TBC
4. Firdous U, Aspek Epidemiologi Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru, diunduh dari http://www.bmf.litbang.depkes.go.id/index.php?option=content&task=view&id, 17 April 2007
5. Kedokteran keluarga. Mei 2008. Di unduh dari: http://www.medlineplus.com/doc/6502612/Perdarahan-Postpartum 1 Juni 2011 .
6. Mansyur,Muchtarudin dkk. Pendekatan kedokteran keluarga pada penatalaksanaan TB. Majalah kedoktran Indonesia. Vol 57, no 2 tahun 2007
7. Hiswanis, Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat, diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3718/1/fkm-hiswani6.pdf
8. Penyakit Tuberkulosis diunduh dari http://indoroyal.com/info-penyakit/penyakit-tuberkulosis-tbc.html
9. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, simadibrata K.M, Setiati S, Tuberkulosis, Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed, Penerbit Buku Kedokteran; Jakarta, 2006, 998-1010
10. Tuberculosis, diunduh dari http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57, 200711. Amin Z, Bahar A, Pengobatan Tuberkulosis Mutakhri, Buku ajar ilmu penyakit
dalam, 4th ed, Penerbit Buku Kedokteran; Jakarta, 2006, 1005-1012. Tuberculosis, diunduh dari http://www.infeksi.com/TB/articles.php?lng=in&pg=57,
200713. Mengenal Penyakit Menular, diunduh dari
http://www.tangerangkota.go.id/?tab=berita&tab2=20&hal=4&id=688, 200914. Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian TB anak di
Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang, diunduh dari http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/MAKALAH%20TUBERKULOSIS-IKEU.pdf
37