makalah biogas ok agussalim

51
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk Indonesia menurut sensus yang telah dilakukan pada tahun 2010 oleh Biro Pusat Stastisik tercatat sebanyak 234.000.000 jiwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan tingkat kualitas hidup yang sangat beragam antara satu daerah dengan daerah lainnya terutama ditinjau dari penggunaan sumber daya alam yang ada. Jumlah penduduk Indonesia meningkat sebesar 13,44% (27.735.405 jiwa) dibandingkan dengan tahun 2000, (Anonimus, 2010a) Sementara jumlah penduduk dunia berjumlah 5.868.638.152 jiwa menurut data International Data Base (IDB) Biro Sensus Amerika Serikat. Jumlah penduduk tersebut akan membutuhkan pendayagunaan sumber daya alam sebagi penopang kehidupan. Penggunaan sumber daya alam pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sehingga kehidupan dapat berlangsung dengan baik. Kebutuhan hidup manusia selalu berhubungan dengan tingkat peradabannya, semakin tinggi tingkat peradaban manusia maka penggunaan sumber daya alam akan semakin tinggi. Tingginya peradaban manusia menyebabkan banyaknya aktivitas manusia dalam penggunaan sumber daya alam di muka bumi untuk menjaga pemenuhan kebutuhan hidup. Aktivitas manusia tersebut menyebabkan terjadinya

Upload: nadia-salsa

Post on 29-Dec-2014

140 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Biogas Ok Agussalim

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penduduk Indonesia menurut sensus yang telah dilakukan pada tahun 2010

oleh Biro Pusat Stastisik tercatat sebanyak 234.000.000 jiwa yang tersebar di

seluruh wilayah Indonesia dengan tingkat kualitas hidup yang sangat beragam

antara satu daerah dengan daerah lainnya terutama ditinjau dari penggunaan

sumber daya alam yang ada. Jumlah penduduk Indonesia meningkat sebesar

13,44% (27.735.405 jiwa) dibandingkan dengan tahun 2000, (Anonimus, 2010a)

Sementara jumlah penduduk dunia berjumlah 5.868.638.152 jiwa menurut data

International Data Base (IDB) Biro Sensus Amerika Serikat. Jumlah penduduk

tersebut akan membutuhkan pendayagunaan sumber daya alam sebagi penopang

kehidupan.

Penggunaan sumber daya alam pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia sehingga kehidupan dapat berlangsung dengan baik.

Kebutuhan hidup manusia selalu berhubungan dengan tingkat peradabannya,

semakin tinggi tingkat peradaban manusia maka penggunaan sumber daya alam

akan semakin tinggi.

Tingginya peradaban manusia menyebabkan banyaknya aktivitas manusia

dalam penggunaan sumber daya alam di muka bumi untuk menjaga pemenuhan

kebutuhan hidup. Aktivitas manusia tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi

emisi enam gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global (global

warming) yaitu karbondioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksa fluorida, HFC

dan PFC seperti disimpulkan oleh kelompok peneliti di bawah naungan Badan

Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antar Pemerintah Tentang Perubahan

Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC). Salah satu

penyumbang terbesar karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil (fosil

fuel) seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam yang juga merupakan sumber

daya yang tidak dapat diperbaharui, (Anonimus, 2010b).

Sementara itu menurut Anonimus (2010c), budidaya ternak menjadi salah

satu kontributor paling signifikan bagi masalah lingkungan yang paling serius saat

ini. Dengan meningkatnya kesejahteraan maka penduduk dunia mengkonsumsi

lebih banyak daging dan produk susu setiap tahunnya. Produksi daging global

Page 2: Makalah Biogas Ok Agussalim

diproyeksikan lebih dari dua kali lipat, dari 229 juta ton pada tahun

1999/2001 menjadi 465 juta ton pada tahun 2050, sementara konsumsi susu

diperkirakan naik hingga 580-1043 juta ton. Sektor peternakan tumbuh lebih cepat

dari sektor pertanian lainnya. Sektor ini memberikan mata pencaharian bagi

sekitar 1,3 miliar orang dan memberikan kontribusi sekitar 40 persen terhadap

pertanian global. Banyak petani miskin di negara-negara berkembang yang masih

menganggap ternak sebagai sumber energi yang penting dan sumber pupuk

organik untuk tanaman mereka. Bidang peternakan menghasilkan 37 persen dari

semua metana yang dihasilkan oleh manusia, dimana metana mempunyai efek

pemanasan 23 kali lebih kuat dari CO2. Metana tersebut sebagian besar dihasilkan

oleh sistem pencernaan hewan pemamah biak (ternak ruminasia). Selain itu

peternakan juga menghasilkan 64 persen amonia yang secara signifikan

menghasilkan hujan asam.

Penggunaan sumber daya alam khususnya bahan bakar fosil dan budidaya ternak

ruminansia yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia menjadi

salah satu pemicu terbentuknya gas rumah kaca. Gas rumah kaca yang terbentuk

menyebabkan terjadinya pemanasan global.

Pemasanan global yang terjadi saat ini telah banyak membawa dampak

negatif bagi kehidupan manusia seperti menyebabkan iklim tidak stabil,

peningkatan suhu permukaan laut, suhu global akan cenderung meningkat,

gangguan ekologis serta berdampak pada kehidupan sosial dan politik. Oleh

karena hal tersebut maka perlu dilakukan berbagai cara ataupun upaya-upaya yang

sistematis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk menghambat terjadinya

pemanasan global yang telah diikrarkan dalam “Protokol Kyoto” tahun 1997

adalah mengurangi emisi gas rumah kaca. Bioenergi menjadi salah satu cara yang

dapat dikembangkan sebagai sumber energi alternatif energi ramah lingkungan

dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal

dan terbatas.

Menurut berbagai hasil studi yang telah dilakukan, penggunaan energi

terbarukan dapat menghemat energi sekitar 10% hingga 30%, (Sumiarso , 2010).

Pertumbuhan permintaan energi di Indonesia terus bertambah, bahkan dalam

2

Page 3: Makalah Biogas Ok Agussalim

kurun waktu 10 tahun pertumbuhannya mencapai 7%, dimana sektor yang paling

mempunyai andil besar dalam pertumbuhan ini yaitu sektor industri karena sektor

ini merupakan konsumen utama energi. Pemenuhan kebutuhan energi ini hampir

semuanya dipenuhi oleh bahan bakar fosil seperti minyak, gas dan batubara.

Untuk menekan permintaan energi yang sangat besar tersebut diperlukan

pencarian energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi di segala sektor

seperti sektor rumah tangga, industri dan sektor transportasi yang salah satunya

adalah bioenergi. Bioenergi selain dapat dihasilkan dari tanaman yang memang

sengaja dibudidayakan untuk produksi bioenergi juga dapat diusahakan dari

pengolahan limbah yang dihasilkan dari aktivitas kehidupan manusia. Penggunaan

bioenergi dari limbah peternakan selain dapat mengurangi emisi gas efek rumah

kaca, juga mengurangi masalah lingkungan dan meningkatkan nilai dari limbah

itu sendiri. Dan salah satu limbah yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan

manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi yang terdiri dari feses, urin, gas

dan sisa makanan ternak.

Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan

seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk

ternak, dll. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses,

urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk,

isi rumen, dll (Sihombing, 2000).

Limbah peternakan sapi merupakan bahan buangan dari usaha peternakan

sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah dalam kehidupan

manusia sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui pencemaran

lingkungan, menggangu kesehatan manusia dan juga sebagai salah satu

penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Secara umum limbah peternakan hanya

digunakan untuk pembuatan pupuk organik padahal disisi lain limbah tersebut

dapat dimafaatkan sebagai biogas.

Pengolahan limbah peternakan melalui proses anaerob atau fermentasi

perlu digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis

bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat

mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas,

3

Page 4: Makalah Biogas Ok Agussalim

mengurangi pencemaran lingkungan serta dapat menekan terjadinya emisi gas

rumah kaca khususnya dari sektor peternakan.

Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas dapat dilakukan pada

seluruh wilayah potensi peternakan. Teknologi biogas yang berkembang sekarang

ini sudah tersedia yang bisa didapatkan dari berbagai sumber. Namun bila dilihat

pada kondisi lapang perkembangan teknologi biogas belum memasyarakat dan

berkembang dengan baik. Kondisi tersebut disebabkan beberapa permasalahan

yang dijumpai dalam pemanfaatan biogas antara lain yaitu :

1. Belum adanya Program Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten yang

membuat suatu pilot proyek pengembangan biogas pada wilayah

tertentu.

2. Sosialisasi dan pemasyarakatan pemanfaatan biogas pada wilayah

yang memiliki potensi belum berjalan sebagaiman mestinya.

3. Kemampuan peternak dalam pengelolaan teknologi biogas masih

kurang oleh karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan dana

yang dimiliki.

4

Page 5: Makalah Biogas Ok Agussalim

II. BIOGAS DARI LIMBAH TERNAK SAPISEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

2.1. Sumber Daya Energi

Sumber daya energi  mempunyai peran penting dalam semua aspek

pembangunan ekonomi nasional. Energi diperlukan untuk pertumbuhan kegiatan

industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga. Dalam jangka panjang, peran

energi akan lebih berkembang untuk mendukung pertumbuhan sektor industri dan

kegiatan lain yang terkait. Meskipun Indonesia adalah salah satu negara penghasil

batu bara, minyak bumi dan gas, namun dengan berkurangnya cadangan minyak

dan penghapusan subsidi menyebabkan harga minyak naik.

Penggunaan sumber daya energi selama ini selalu tergantung pada sumber

bahan bakar fosil yang ada. Ketergantungan ini tak dapat dihindarkan dengan

peningkatan kualitas hidup yang semakin tinggi sehingga kebutuhan akan energi

meningkat. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar minyak

sangatlah besar. Berdasarkan data Sumiarso (2010), menyatakan minyak bumi

mendominasi 43% pemakaian energi di Indonesia, gas bumi sebesar 19%, batu

bara 34%, dan energi terbarukan (renewable) hanya sekitar 4% dari total

penggunaan energi.

Implikasi negatif dari penggunaan bahan bakar fosil terhadap lingkungan

dan keterbatasan persediaan telah mendorong kepada pencarian sumber energi

alternatif yang diharapkan juga ramah lingkungan dan bersifat dapat diperbaharui

(renewable). Menurut data Direktorat Listrik dan Pemanfaatan Energi (2006),

cadangan minyak bumi Indonesia hanya sekitar 9 miliar barel per tahun dan

produksi Indonesia hanya sekitar 900 juta barel per tahun. Jika terus dikonsumsi

dan tidak ditemukan cadangan minyak baru atau tidak ditemukan teknologi baru

untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan cadangan minyak bumi

Indonesia habis dalam waktu dua puluh tiga tahun mendatang. Posisi

ketersediaan sumber energi fosil terlihat pada Tabel. 1

5

Page 6: Makalah Biogas Ok Agussalim

Tabel 1.   Ketersediaan energi fosil di Indonesia

Energi Fosil Minyak Bumi(Milyar Barel)

Gas(TSCF)

Batu Bara(Milyar ton)

Sumber daya

Cadangan

Produksi per tahun

Cadangan/Produksi (Tahun)

86,9

9

0,5

23

384,7

182

3

62

57

19,3

0,13

146

 Sumber : Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006

Semakin melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat

tingginya harga BBM di pasar dunia sangat memberatkan masyarakat terutama

bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil yang merupakan kantong-

kantong masyarakat miskin karena harga BBM di lokasi ini bisa naik 2 – 8 kali

lipat lebih tinggi dari  harga di perkotaan. Belum lagi masalah BBM selesai,

masalah listrik mencuat pula. Pemadaman listrik bergiliran menjadi konsumsi

masyarakat di beberapa daerah. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dihadapkan

kepada masalah kesulitan membeli batu bara sebagai bahan bakar penggerak

pembangkit listrik yang dimiliki oleh PLN. Kelangkaan batu bara untuk usaha

listrik ini terjadi karena produksi batu bara Indonesia yang melimbah sebagian

besar (75%) justru diekspor ke luar negeri.

Permasalahan kehidupan masyarakat dan bumi tidak hanya pada

kelangkaan bahan bakar fosil saja. Ternyata penggunaan bahan bakar fosil yang

terus menerus dan jumlah besar memberikan implikasi negatif bagi masalah

pencemaran lingkungan dan menyumbang terjadinya pemanasan global yang

berdampak negatif kepada kehidupan makhluk hidup di bumi.

Melihat perkembangan dunia pada saat ini termasuk di Indonesia maka

sudah diperlukan upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak

dengan mengembangkan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan

terbarukan (renewable). Salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dimaksud

adalah bioenergi. Menurut Hambali et al., (2007) bahwa ada beberapa jenis energi

yang bias dijadikan pengganti bahan bakar fosil seperti tenaga baterai (fuel cells),

panas bumi (geo-thermal), tenaga laut (ocean power), tenaga matahari (solar

6

Page 7: Makalah Biogas Ok Agussalim

power), tenaga angin (wind power), nuklir dan bioenergi. Bioenergi merupakan

jenis energi alternatif yang cocok untuk mengatasi masalah energi karena

beberapa kelebihannya.

Bioenergi selain bisa diperbaharui bersifat ramah lingkungan, dapat

terurai, mampu mengeliminasi efek rumak kaca dan kontiniuitas bahan baku

cukup terjamin. Bahan baku bioenergi dapat diperoleh dengan cara sederhana

yaitu melalui budidaya tanaman penghasil biofuel dan memanfaatkan limbah yang

ada di sekitar kehidupan manusia (Setiawan, 2008).

Bioenergi yang dikenal sekarang ada dua bentuk yaitu tradisional dan

modern. Bioenergi tradisional yang sering ditemui yaitu kayu bakar, sedangkan

bioenergi modern diantaranya adalah bioetanol, biodiesel, PPO atau SVO dan

biogas. Bioenergi diturunkan dari biomassa yaitu material  yang dihasilkan oleh

mahluk hidup (tanaman, hewan dan mikroorganisme). Indonesia memiliki banyak

sumber daya alam hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bionergi.

Pengembangan bioenergi sebagai sumber energi alternatif sangat cocok

diaplikasikan karena didukung dengan oleh ketersediaan lahan yang mencukupi

untuk membudidayakan tanaman dan ternak penghasil biofuel.

Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk

pengembangan berbagai komoditas pertanian. Luas daratan Indonesia mencapai

188,20 juta ha, yang terdiri atas 148 juta ha lahan kering dan 40,20 juta ha lahan

basah, dengan jenis tanah, iklim, fisiografi, bahan induk (volkan yang subur), dan

elevasi yang beragam.Kondisi ini memungkinkan untuk pengusahaan berbagai

jenis tanaman,termasuk komoditas penghasil bioenergi (Mulyani dan Las, 2008).

Dan beberapa bahan baku bioenergi adalah kelapa sawit, sagu, kelapa, ubi kayu,

jarak pagar, tebu, jagung dan limbah peternakan (Hambali et al., 2007).

2.2. Limbah Peternakan Sapi

Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi

merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan

biogas. Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan

menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan

termasuknya di dalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan

7

Page 8: Makalah Biogas Ok Agussalim

karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical

Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air

(terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu

dan bau yang ditimbulkannya.

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak,

besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feces dan

urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar

manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan

domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah

menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi

menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).

Selain menghasilkan feses dan urine, dari proses pencernaan ternak

ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini

adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan

perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan terus meningkat (Suryahadi dkk.,

2002). Pada peternakan di Amerika Serikat, limbah dalam bentuk feses yang

dihasilkan tidak kurang dari 1.7 milyar ton per tahun, atau 100 juta ton feces

dihasilkan dari 25 juta ekor sapi yang digemukkan per tahun dan seekor sapi

dengan berat 454 kg menghasilkan kurang lebih 30 kg feses dan urine per hari

(Dyer, 1986). Sedangkan menurut Crutzen, Aselman dan Seiler, (1986),

kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang

dilepaskan ke atmosfir. Di ndonesia, emisi metan per unit pakan atau laju

konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah.

Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi

metan (Suryahadi et al., 2002).

Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial

untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran.

Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa

total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya

dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering

mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang

biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang

8

Page 9: Makalah Biogas Ok Agussalim

paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara

kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur

lalat (Dyer, 1986).

Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan

pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan

penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu

pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang

dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3) (Lingaiah dan

Rajasekaran, 1986).

Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah

meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai

efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi

penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi,

penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi

di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air

(Farida, 1978).

Hasil penelitian Wibowomoekti (1997) dari limbah cair Rumah

Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran

mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan

amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya

Salmonella spp. yang membahayakan kesehatan manusia.

Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan

penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau

tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum

dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di Bogor

tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta

di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).

Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak,

tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan

target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi

kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk

atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses

9

Page 10: Makalah Biogas Ok Agussalim

pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan. Setelah

itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering.

Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini

(Gambar 1) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara

umum dan manajemennya (Chantalakhana dan Skunmun, 2002).

Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi.

Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer treatment).

Proses ini merupakan proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan

biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan

partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam

pengolahan secara fisik antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.

Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary

treatment) yang bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses

pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan

10

Page 11: Makalah Biogas Ok Agussalim

bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat.

Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses netralisasi, flokulasi,

koagulasi, dan ekstrasi.

Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan

sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah

yang hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia

yang berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului dengan pengolahan

secara fisik. Beberapa cara penanganan limbah ternak sudah diterapkan menurut

Chang, Sommerfeldt dan Entz, (1988) diantaranya :

a. Solid Liquid Separator. Pada cara ini penurunan BOD dan SS masing-

masing sebesar 15-30% dan 40-60%. Limbah padat setelah separasi masih

memiliki kandungan air 70-80%. Normalnya kompos mempunyai

kandungan uap air yang kurang dari 65%, sehingga jerami atau sekam padi

dapat ditambahkan. Setelah 40-60 hari, kompos telah terfermentasi dan

lebih stabil.

b. Red Mud Plastic Separator (RMP). RMP adalah PVC yang diisi dengan

limbah lumpur merah (Red Mud) dari industri aluminium. RMP tahan

pada erosi oleh asam, alkalis atau larutan garam. Satu laporan mengklaim

bahwa material RMP dengan tebal 1,2 mm dapat digunakan sekitar 20

tahun. Bila limbah hog dipisahkan dengan menggunakan separator liquid,

bagian cair akan mengalir ke dalam digester anaerobik pada kantong RMP.

Pada suatu seri percobaan di Lembaga Penelitian Ternak Taiwan,

didapatkan bahwa ukuran optimum kantong dihitung dengan mengalikan

jumlah hogs dengan 0,5 m3. Pada suhu ambien di Taiwan, jika waktu

penyimpanan hidrolik selama 12 hari, BOD biasanya turun menjadi 70-

85% dan kandungan SS menjadi 80-90%.

c. Aerobic Treatment. Perlakuan limbah hog pada separator liquid-solid dan

RMP bag digestor biasanya cukup untuk menemukan standart sanitasi.

Jika tidak, aliran (effluent) selanjutnya dilakukan secara aerobik.

Perlakuan aerobik meliputi aktivasi sludge, parit oksidasi, dan kolam

aerobik. Rata-rata BOD dan SS dari effluent setelah perlakuan adalah

sekitar 200-800 ppm. Setelah perlakuan aerobik, BOD dan SS akan turun

11

Page 12: Makalah Biogas Ok Agussalim

pada level standar yang memenuhi standart dari kumpulan air limbah oleh

aturan pencegahan polusi air. BOD maksimum air limbah dari suatu

peternakan besar dengan lebih dari 1000 ekor babi adalah 200 ppm,

sedangkan untuk peternakan kecil BOD yang dijinkan 400 ppm.

2.3. Biogas dari Limbah Peternakan Sapi

Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan

memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu

bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut

sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak

ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.

Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan

mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna

selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada

tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang

cukup tinggi.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59%

sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik,

1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K (Lingaiah dan

Rajasekaran, 1986).

  Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang

merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas

yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora,

1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700

kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3.

Menurut Maramba (1978) produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan

untuk memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk

keluarga yang berjumlah lima orang per hari.

Bahan gasbio dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran

hewan (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran hewan seperti

kerbau, sapi, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil

gasbio dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap, Apandi dan Ginting,

12

Page 13: Makalah Biogas Ok Agussalim

1978). Perbandingan kisaran komposisi gas dalam gasbio antara kotoran sapi dan

campuran kotoran ternak dengan sisa pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gas dalam gasbio (%) antara kotoran sapi dan campuran Kotoran ternak dengan sisa pertanian.

 Jenis gas Kotoran sapi Campuran kotoran ternak dan sisa pertanian

Metan (CH4)Karbondioksida (CO2)Nitrogen (N2)Karbonmonoksida (CO)Oksigen (O2)Propen (C3H8)Hidrogen sulfida (H2S)Nilai kalor (kkal/m3)

65.727.02.30.00.10.7tidak terukur6513

54-7045-270.5-3.00.16.0-sedikit sekali4800-6700

Sumber : Harahap et al. (1978)

  Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang

meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap

metanogenik (FAO, 1978). Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan

organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi

sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada

tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada

tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam.

Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat,

propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida,

hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses

pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan

perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk gasbio (Gambar 2).

Sedangkan bakteri-bakteri anaerob yang berperan dalam ketiga fase di atas

terdiri dari :

1. Bakteri pembentuk asam (Acidogenic bacteria) yang merombak senyawa

organik menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu berupa asam organik,

CO2, H2, H2S.

2. Bakteri pembentuk asetat (Acetogenic bacteria) yang merubah asam

organik, dan senyawa netral yang lebih besar dari metanol menjadi asetat

dan hidrogen.

13

Page 14: Makalah Biogas Ok Agussalim

3. Bakteri penghasil metan (metanogens), yang berperan dalam merubah asam-

asam lemak dan alkohol menjadi metan dan karbondioksida. Bakteri

pembentuk metan antara lain Methanococcus, Methanobacterium, dan

Methanosarcina.

  

 

Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar

alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak

tanah dan gas alam (Houdkova et al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis

bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan

organik  seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun

hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali et

al., 2007). Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan

Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan

14

Page 15: Makalah Biogas Ok Agussalim

proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali

ditemukan oleh Alessandro Volta pada tahun 1776. Hasil identifikasi gas yang

dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan Becham

tahun 1868 murid Louis Pasteur dan Tappeiner tahun 1882 adalah orang pertama

yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.

Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah

biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi

melalui proses anaerobik digestion (Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat

dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase

yang cukup tinggi. Komponen biogas tersajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komponen penyusun biogas

Jenis Gas PersentaseMetan (CH4) Karbondioksida (CO2)Air (H2O)Hidrogen sulfide (H2S)Nitrogen (N2)Hidrogen

50-7030-400,3Sedikit sekali1- 25-10

Sumber : Bacracharya et al., 1985

Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi  yang dihasilkan oleh biogas

setara dengan 60 – 100 watt lampu selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas

dibandingkan dengan bahan bakar lain dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan

Aplikasi 1m3 Biogas setara dengan  1 m3 biogas 

Elpiji 0,46 kg Minyak  tanah 0,62 literMinyak solar 0,52 literKayu bakar 3,50 kg

Sumber : Wahyuni, 2008

Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat

menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah

dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi

efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif dapat

mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha

penebangan hutan, sehingga ekosistem hutan terjaga. Biogas menghasilkan api

biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.

15

Page 16: Makalah Biogas Ok Agussalim

Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi

biogas peternakan ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangkan

dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik,

kenaikan harga LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium, minyak tanah, minyak

solar, minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber

energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan (Nurhasanah et

al., 2006).

Peningkatan kebutuhan susu dan pencanangan swasembada daging tahun

2010 di Indonesia telah merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari

skala kecil menjadi skala menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang

koperasi susu, peternakan sapi pedaging melalui kemitraan dengan  perkebunaan

kelapa sawit dan sebagainya. Kondisi ini mendukung ketersediaan bahan baku

biogas secara kontinyu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas.

Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas

mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan

ramah lingkungan dapat dicapai.

2.4. Pengolahan Limbah Peternakan Sapi Menjadi Biogas

Menurut Anonimus (2010d), pengolahan limbah peternakan sapi menjadi

biogas pada prinsipnya menggunakan metode dan peralatan yang sama dengan

pengolahan biogas dari biomassa yang lain. Adapun alat penghasil biogas secara

anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk

menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada

masa antara dua Perang Dunia. Selama Perang Dunia II, banyak petani di Inggris

dan Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang digunakan untuk

menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya

yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan.

Tetapi, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah

dan selalu tersedia selalu ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas

terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti

China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset

16

Page 17: Makalah Biogas Ok Agussalim

dan pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi

biogas juga telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.

Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan

proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa

udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan. Menurut Haryati (2006),

proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses

pemecahan bahanorganik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri

asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam

limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan

sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom

C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan

kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang

bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah

yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa

tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.

Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N,

temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan. Kondisi optimum

yaitu pada temperatur sekitar 32 – 35°C atau 50 – 55°C dan pH antara 6,8 dan 8 .

Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air

menjadi energi gas.

Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerobik juga

memberikan beberapa keuntungan lain yaitu  menurunkan nilai COD dan BOD,

total solid, volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen organic, bakteri coliform dan

patogen lainnya, telur insek, parasit, dan bau.

Menurut Haryati (2006), pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses

yaitu:

1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah

larut dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana

dengan bantuan air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk

monomer).

2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana)

yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi

17

Page 18: Makalah Biogas Ok Agussalim

bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula

sederhana tadi yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan

sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan ammonia.

3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas

metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan

mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.

Tahapan proses tersebut di atas berlangsung dalam digester yang

dirancang seseuai dengan kebutuhan tergantung jumlah sapi yang ada. Digester

tersebut kemudian dirangkaikan dalam instalasi biogas yang utuh sehingga dapat

berfungsi dengan baik. Model digester yang paling umum digunakan adalah

model cina (FAO, 1978) seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Digester Fixed Dome Model Cina

Hasil identifikasi terhadap model digester yang telah dilakukan oleh

Widodo et al., 2009 dari Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen

Pertanian melalui studi literature, konsultasi teknis dan kunjungan lapang

diperoleh kesimpulan bahwa digester tipe fixed dome (China Type) dipilih untuk

dapat dikembangkan di Indonesia. Model cina dikembangan oleh karena beberapa

alasannya adalah:

1. umur ekonomis dapat mencapai 20-25 tahun,

18

Page 19: Makalah Biogas Ok Agussalim

2. terbuat dari bahan-bahan lokal,

3. konstruksi berupa dome sehingga mampu menahan beban baik di dalam

maupun di atas permukaan tanah,

4. konstruksi terdapat dibawah permukaan tanah sehingga kestabilan suhu

5. bahan didalam digester dapat terjamin,

6. penghematan penggunaan lahan,

7. operasional alat mudah dilakukan,

8. perawatan relatif mudah dan murah.

Model digester yang telah dikembangan dan cocok untuk diterapakan sesuai

dengan jumlah sapi yang dipelihara sekitar 5 – 6 ekor per rumah tangga petani.

Skema gambar digester untuk 5 -6 ekor sapi se[erti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Model Digester untuk 5 – 6 ekor Sapi

Digester dapat dibuat dari bahan plastik Polyetil Propilene (PP), fiber glass

atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai dari 4 – 35 m3. Cara

Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti terjabar dalam Seri

Bioenergi Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian Tahun 2009

sebagai berikut :

19

Page 20: Makalah Biogas Ok Agussalim

Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan

biogas). Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang

pengisian (inlet) hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit

yang keluar melalui lubang pengeluaran (outlet), selanjutnya akan

berlangsung proses produksi biogas di dalam digester.

Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah

cukup banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan

plastik, penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras

karena adanya biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan

sebagai bahan bakar, kompor biogas dapat dioperasikan.

Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu

sebanyak kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan

biogas berupa sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran

(outlet) setiap kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil

pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai pupuk

kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau

digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator

listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain

sebagainya.

Keseluruhan langkah tersebut terjadi dalam instalasi biogas yang telah

dibangun sesuai dengan kondisi dan kemampuan dana yang dimiliki. Instalasi

biogas tersusun mulai dari diegester, penampungan gas serta pipa aliran hingga ke

perlatan yang menggunakan biogas. Instalasi biogas terlihat seperti pada Gambar

5 .

Jika dilihat analisa dampak lingkungan terhadap lumpur  keluaran (slurry)

dari digester menunjukkan penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal

dan perbandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah

cair BOD/COD = 0,5. Sedangkan unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K

(0,41%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan pupuk kompos

(referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K (1,10%) (Widodo et al., 2006).

20

Page 21: Makalah Biogas Ok Agussalim

Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini mengandung lebih

sedikit bakteri patogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah, terutama

untuk konsumsi segar (Widodo et al., 2006).

Gambar 5. Instalasi Biogas

21

Page 22: Makalah Biogas Ok Agussalim

III. PENGGUNAAN BIOGAS LIMBAH SAPI MENGURANGI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR FOSIL DAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Pada umumnya peternak sapi di Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor

sapi dengan lokasi yang tersebar tidak berkelompok. Sehingga penanganan

limbahnya baik itu limbah padat, cair maupun gas seperti feses dan urin maupun

sisa pakan dibuang ke lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran.

Pengolahan limbah secara sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai

pupuk organik.

Diketahui sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses

dan urin lebih kurang 25 kg per ekor per hari. Dan apabila tidak dilakukan

penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran

lingkungan udara, tanah dan air serta penyebaran penyakit menular. Sehingga

sangat diperlukan usaha untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan

peternakan sapi salah satunya dengan melakukan penanganan yang baik terhadap

limbah yang dihasilkan melalui biogas.

Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter

minyak tanah/hari. Dengan demikian keluarga peternak yang sebelumnya

menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak

tanah 1-2 liter/hari. Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif

sangat memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga

bahan bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka

keberadaannya. Besarnya potensi Limbah biomassa padat di seluruh Indonesia

seperti kayu dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan;

limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga

dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda.

Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana

saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju

perkembangan teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya.

Untuk kondisi di Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan

kolektif dan dipelihara secara bersama. Seperti yang dicanangkan oleh Direktorat

Budidaya Ternak Ruminansia Direktorat Jenderal Peternakan Departemen

22

Page 23: Makalah Biogas Ok Agussalim

Pertanian Republik Indonesia melalui program Pengembangan Biogas Ternak

bersama Masyarakat (BATAMAS) yang dimulai pada tahun 2006.

Beberapa alasan mengapa biogas belum popular penggunaannya di

kalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi,

yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan kurang praktis dan perlu

pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan para petani tentang

pemeliharaan digester.

Teknologi biogas dapat dikembangkan dengan input teknologi yang

sederhana dengan bahan-bahan yang tersedia di pasaran lokal. Energi biogas juga

dapat diperoleh dari air buangan rumah tangga; kotoran cair dari peternakan

ayam, babi; sampah organik dari pasar, industri makanan dan sebagainya.

Disamping itu usaha lain yang dapat bersinergi dengan kegiatan ini adalah

peternakan cacing untuk pakan ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat

menghasilkan ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan

limbah cairnya sebagai bahan input produksi biogas. Industri kecil pendukung

juga dapat berkembang, seperti industri bata merah, industri kompor gas, industri

lampu penerangan, pemanas air dan sebagainya. Sehingga pengembangan

teknologi biogas secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat

menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan.

Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada industri kecil berbasis

pengolahan hasil pertanian dapat memberikan multiple effect dan dapat menjadi

penggerak dinamika pembangunan pedesaan. Selain itu, dapat juga dipergunakan

untuk meningkatkan nilai tambah dengan cara pemberian green labelling pada

produk-produk olahan yang di proses dengan menggunaan green energy.

Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau

digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik,

patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur, dan lain sebagainya.

Pengembangan biogas ini memiliki lima manfaat dan solusi permasalahan limbah

sekaligus (Anonimus, 2010e). Manfaat tersebut antara lain adalah :

1. Alternatif pengelolaan dan pemanfaatan limbah peternakan. Dengan

biogas ini, maka masalah lingkungan akibat limbah ternak selain dapat

teratasi juga dapat dimanfaatkan secara lebih produktif

23

Page 24: Makalah Biogas Ok Agussalim

2. Langkah antisipasi konkret dari terjadinya krisis energi fosil di tingkat

daerah maupun nasional. Bila pemanfaatannya di berbagai daerah di

Indonesia digalakkan dan dilestarikan, khususnya daerah yang tidak

memiliki sumber daya energi fosil, maka biogas ini akan sangat

membantu sekali dalam mengurangi pengeluaran warga terhadap

kebutuhan minyak tanah atau gas elpiji yang harganya semakin

melambung tinggi.

3. Praktik keterampilan (life skill) dan pengetahuan para peneliti maupun

warga masyarakat. Pengembangan biogas ini dengan sendirinya

merupakan sebuah ajang peningkatan kapasitas bagi para peneliti dan

warga masyarakat di bidang IPTEK. Keterampilan dan pengetahuan yang

diperoleh dari pengembangan ini pun nantinya dapat dijadikan bekal

hidup mereka dan sebagai sumber energi alternatif yang ramah

lingkungan.

4. Pengembangan biogas ini bisa digunakan sebagai sarana penelitian untuk

dikembangkan lebih lanjut dan atau direplikasi di berbagai daerah atau

perkotaan yang mengalami krisis energi. Proyek biogas ini membuka

peluang terjadinya sebuah perbaikan secara terus-menerus bagi

kesempurnaan proyek energi terbarukan di masa depan.

5. Pengembangan biogas ini bisa dimanfaatkan sebagai kampanye edukasi

aksi nyata dalam menyikapi isu pemanasan global akibat naiknya gas

rumah kaca (GRK) di atmosfer. Setidaknya, biogas ini dapat menjadi

jawaban dari komunitas lokal terhadap berbagai tawaran untuk

mengurangi naiknya gas rumah kaca (GRK) dari negara-negara maju dan

berkembang.

Di samping itu, manfaat atau usaha lain yang dapat bersinergi dengan

adanya pengembangan biogas ini adalah peternakan cacing untuk pakan

ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat menghasilkan ampas tahu yang dapat

dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan limbah cairnya sebagai bahan input produksi

biogas. Industri kecil pendukung juga dapat berkembang, seperti industri bata

merah, industri kompor gas, industri lampu penerangan, pemanas air, dan

sebagainya. Sehingga pengembangan teknologi biogas secara langsung maupun

24

Page 25: Makalah Biogas Ok Agussalim

tidak langsung diharapkan dapat mengurangi ketergantungan akan bahan bakar

fosil, mengurangi pencemaran lingkungan, menciptakan lapangan kerja baru di

pedesaan maupun di perkotaan serta sekaligus menjadi salah satu langkah untuk

mengurangi pengangguran.

Pemanfaatan limbah peternakan menjadi biogas akan mengurangi

pencemaran lingkungan. Kotoran ternak sapi yang mengandung gas metan akan

berkurang karena diproses dalam digester sehingga dapat digunakan sebagai

bahan bakar. Dengan demikian konsentrasi gas metan yang dikeluarkan ke udara

disekitar wilayah peternakan akan berkurang sehingga pada akhirnya mengurangi

konsentrasi gas metan sebagai salah satu penyebab gas rumah kaca. Disisi lain

lingkungan hidup disekitar wilayah peternakan akan terjaga dari bau kotoran

ternak. Dengan memanfaatkan kotoran ternak maka pada wilayah-wilayah

peternakan tertentu dimana kotoran bisa saja terbuang disembarang tempat tidak

akan terjadi.

25

Page 26: Makalah Biogas Ok Agussalim

IV. STRATEGI DAN UPAYA PEMANFAATAN BIOGAS LIMBAH TERNAK SAPI

Pemanasan global (global warming) telah menjadi masalah yang sangat

mengancam bagi kehidupan manusia di muka bumi yang salah satunya

disebabkan emisi gas efek rumah kaca akibat pemakaian bahan bakar fosil seperti

minyak bumi, batu bara dan gas alam yang juga merupakan sumber daya yang

terbatas. Oleh karena itu, telah menyebabkan tuntutan ke pencarian sumber energi

yang lebih ramah lingkungan dan bersifat dapat diperbaharui (renewable energi)

sesuai dengan kesepakatan dalam Protokol Kyoto tentang pengurangan emisi gas

efek rumah kaca.

Biogas yang berasal dari limbah usaha peternakan sapi berupa kotoran

ternak sapi beserta sisa pakan dapat dijadikan salah satu jenis sumber energi

alternatif (bioenergi) untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar

fosil dan mengurangi resiko pencemaran lingkungan. Dan memberikan hasil

sampingan berupa pupuk cair dan padat.

Indonesia memiliki prospek teknologi biogas cukup baik sejalan dengan

program pemerintah tentang peningkatan kebutuhan susu dan swasembada daging

tahun 2010, yang cukup memungkinkan penyediaan bahan baku biogas.

Widodo et al., 2006 mengemukakan, upaya pemanfaatan limbah ternak

untuk biogas memliki beberapa keunggulan antara lain sebagai berikut :

1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran

udara (bau).

2. Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang

dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.

3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi

kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan

peternak.

4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas

untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum

memiliki akses listrik.

26

Page 27: Makalah Biogas Ok Agussalim

5. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkan kegiatan ini

sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (Clean Development

Mechanism).

Strategi untuk lebih memasyarakatkan penggunaan limbah ternak sebagai

sumber bahan baku biogas dapat diselaraskan dengan Program Pembangunan

Pedesaan yang berkelanjutan serta dengan memantapkan Program BATAMAS

yang diadopsi oleh masing-masing pengambil kebijakan di daerah.

Pembinaan kepada kelompok-kelompok peternak dapat diintensipkan

terutama untuk memanfaatkan limbah peternakan melalui bantuan pembangunan

unit-unit instalasi biogas pada masing-masing daerah yang memiliki potensi

populasi sapi yang terbanyak. Pembangunan unit instalasi biogas percontohan

tersebut kemudian dapat disosialisasikan kepada seluruh masyarakat sehingga

muncul keinginan dari masyarakat untuk membangun instalasi biogas sendiri

setelah melihat keberhasilan dan keuntungan penggunaan biogas dari limbah

peternakan tersebut.

Pemanfaatan limbah peternakan untuk penggunaan biogas perlu

disosialisasikan kepada masyarakat sehingga pemahaman tentang upaya

mengurangi penggunaan energi fosil serta pencemaran lingkungan akibat usaha

peternakan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Selanjutnya akan timbul

kesadaran dan keinginan dari masyarakat yang berusaha di bidang peternakan

untuk menggalakkan penggunaan biogas dari limbah peternakan sapi.

Agar pengembangan biogas sebagai salah satu energi alternatif dan

langkah mengurangi pencemaran dari peternakan bisa berjalan lebih baik serta

dipergunakan oleh masyarakat, maka ada beberapa langkah yang harus ditempuh

yaitu :

1. Setiap wilayah Provinsi maupun Kabupaten membangun pusat

percontohan (pilot proyek) pembangunan instalasi biogas skala

pedesaan senbagai pemicu agar dapt dilihat dan dicontoh oleh

masyarakat

2. Program penyuluhan tentang pemanfaatan biogas dari limbah

peternakan perlu disusun serta disampaikan oleh intansi yang

membidangi peternakan maupun pembangunan desa sehingga

27

Page 28: Makalah Biogas Ok Agussalim

pemahaman masyarakat tentang biogas lebih jelas dan baik.

Pemahaman tersebut akan mendorong masyarakat untuk membangun

instalasi biogas sendiri.

3. Perlu untuk memberikan atau menyalurkan dana program

pembangunan instalasi biogas pada wilayah-wilayah yang

memerlukan sehingga terjadi percepatan pemasyarakatan pemanfaatan

biogas oleh masyarakat.

Langkah – langkah tersebut dapat dilakukan secara bertahap maupun

simultan pada daerah dengan potensi pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai

penghasil biogas. Pembangunan pilot proyek sangat berperan dalam menunjukkan

contoh nyata bagi masyarakat. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat dengan

melihat dan mengalami langsung terhadap contoh penggunaan biogas akan lebih

kuat dan berkesan sehingga timbul keinginan untuk membuat sendiri.

Pada wilayah yang belum mengenal dan belum ada contoh diperlukan

upaya penyuluhan tentang pemanfaatan biogas. Pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang biogas dari limbah kotoran sapi akan lebih baik dari

sebelumnya sehingga minat dan keinginan masyrakat timbul untuk menggunakan

biogas.

Sementara itu diperlukan juga dukungan pemerintah untuk menyediakan

dana baik secara hibah maupun kredit lunak. Program ini dapat dijalankan pada

wilayah yang sudah mengenal penggunaan biogas namun masih terhambat maslah

dana. Apabila dukungan pemerintah dapat dilakukan dengan baik maka

percepatan pemasyarakatan biogas dari kotoran sapi akan terjadi.

28

Page 29: Makalah Biogas Ok Agussalim

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2010a. Publikasi Provinsi data Agregat SP 2010 http://www.bps.go.id/aboutus.php?hasilSP2010=1 . (dikunjuingi 10 November 2010)

_________, 2010b. Bahan Bakar Fosil. http://www. bolg.indonesia.com/blog- archives-1122-52.html (dikunjungi 13 November 2010)

_________, 2010c. Peternakan adalah Ancaman Utama bagi Lingkungan. http: //www.oneearthmedia.net/ind/?p=557 . (dikunjungi 5 November 2010)

_________, 2010d. Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan.http://www. rudyct.tripod.com/sem2_023/Kel4_ sem1_023.ht (dikunjungi 5 November 2010)

__________, 2010e. Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaaatn Biogas Kotoran ternak. http://www.agribisnis.deptanm.go.id/layanan.inf (dikunjungi 11 November 2010)

Bajracharya, T.R., A. Dhungana., N. Thapaliya dan G. Hamal. 1985. Purification and Compression of Biogas : Research Experience. Journal of The Institute of Engineering 7 (1) : 1 – 9.

Chantalakhana, Ch and P. Skunmun. 2002. Sustainable Smallholder Animal System in the Tropics. Kasetsart University Press, Bangkok.

Chang C, T.G Sommerfeldt dan T. Entz. 1988. Long Term Annual Manure Applications Increase Soil Organic Matter and Nitrogen and Decrease Carbon to Nitrogen Ratio. Soil Science Social American Journal 52: 1668- 1672.

 Crutzen P J, I Aselman and W. Seiler. 1986. Methane Production by Domestic

Animals, Wild Ruminant, Other Herbivorous Fauna, and Humans. Tellus 38B:271-284.

Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Kotoran Ternak Menjadi Energi Biogas. Seri Bioenergi Pedesaaan. Direktorat Jenderal Hasil Pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Jakarta.

Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2006 “Pokok-pokok Pikiran dan Permasalahan Pemanfaatan Biofuel”. Makalah pada Seminar Nasional Biofuel “Implementasi Biofuel sebagai Energi Alternatif Tgl 3 Juni 2006, Jakarta. Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi.

29

Page 30: Makalah Biogas Ok Agussalim

Departemen Pertanian. 2006. Pengembangan Biogas Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS). Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, Jakarta.

Dyer, L A. 1986. Beef Cattle. p 325-330. In Cole and Brander (Ed).: Ecosystem of The World 21-Bioindustrial Ecosystem. Elsevier, New York.

FAO. 1978. China: Azolla Propagation and Small-Scale Biogas Technology. Roma.

Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor. (tidak diterbitkan)

Hambali, E., S. Mujdalipah., A.H. Tambunan., A.W. Pattiri dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Harahap F M, Apandi dan S Ginting. 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi Pembangunan Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Haryati, T., 2006. Biogas : Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif. Jurnal Wartazoa 6(3) : 160 – 169.

Houdkova L., J. Boran., J. Pecek and P. Sumpela. 2008. Biogas-A Renewable Source of Energy. Journal of Thermal Science 12(4) : 27 -33.

Lingaiah V. and P Rajasekaran . 1986. Biodigestion of Cowdung and Organic Wastes Mixed with Oil Cake in Relation to Energy. Agricultural Wastes 17(1986): 161-173.

Maramba F D. 1978. Biogas and Waste Recycling. Maya Farm. Manila.

Mulyani, A. dan I. Las. 2008. Potensi Sumber Daya Lahan dan Optimalisasi Pengembangan Komoditas Penghasil Bioenergi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27 (1) : 31 – 41.

Nurhasanah, A., T.W. Widodo., A. Asari dan E. Rahmarestia. 2006. Perkembangan Digester Biogas di Indonesia. http://www.mekanisasi.litbang.go.id . (dikunjungi 10 November 2010).

Pambudi, N.A.2008. Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif. http://www.dikti.org/?q=node/99    (dikunjungi 4 November 2010).

Setiawan, A.I. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak Solusi Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Energi Alternatif. Penebar Swadaya. Jakarta.

30

Page 31: Makalah Biogas Ok Agussalim

Simamora S. 1989. Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal Waste Management). Teknologi Energi Gasbio. Fakultas Politeknik Pertanian IPB. Bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan K. Jakarta

Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soeharsono, 2002. Anthrax Sporadik Tak Perlu Panik. Dalam Kompas, 12 September 2002, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/12/iptek/anth29.htm (dikunjungi 2 November 2010).

Sumiarso, L. 2010. Penggunaan Energi Terbarukan Hemat 10-30%. http://www.esdm.go.id/news-archives (15 November 2010).

Suryahadi, A R Nugraha, A Bey, dan R Boer. 2000. Laju Konversimetan dan Faktor Emisi Metan pada Kerbau yang diberi Ragi Tape Lokal yang Berbeda Kadarnya yang Mengandung Saccharomyces cerevisiae. Ringkasan Seminar Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Wahyuni, S. 2008. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta

Widodo, T.W., A. Nurhasanah., A. Asari dan A. Unadi. 2006. Pemanfaatan Energi Biogas untuk Mendukung Agribisnis di Pedesaan. http://www.mekanisasi.litbang.go.id (3 November 2010).

Wibowomoekti P S. 1997. Kandungan Salmonella spp. dari Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan (Studi Kasus RPH Cakung, Jakarta). Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. (tidak diterbitkan)

31

Page 32: Makalah Biogas Ok Agussalim

32

Page 33: Makalah Biogas Ok Agussalim

Selasa, 16 November 2010

33