makalah bioetika

35
BAB I PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lain. Untuk menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat diperlukan aturan- aturan yang akan terwujud dalam norma dan nilai. Setiap masyarakat memiliki seperangkat nilai dan norma yang berbeda sesuai dengan karakteristik masyarakat itu sendiri. Nilai dan norma tersebut akan dijunjung tinggi, diakui dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan interaksi dan tindakan sosialnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dalam berinteraksi dipandu oleh nilai-nilai dan dibatasi oleh norma-norma dalam kehidupan sosial. Norma dan nilai pada awalnya lahir tidak disengaja, karena kebutuhan manusia sebagai makluk social dan harus berinteraksi dengan yang lain menuntut adanya suatu pedoman,lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Nilai dan norma tersebut harus dijaga kelestariannya oleh seluruh anggota masyakat agar masyarakat tidak kehilangan pegangan dalam hidup bermasyarakat. Tanpa adanya nilai dan norma dalam kehidupan bermasyarakat, maka dalam kehidupan bermasyarakat tersebut akan banyak terjadi banyak konflik dan kericuan di berbagai tempat karena tidak adaya alat 1

Upload: dwi-tika-afriani

Post on 04-Aug-2015

97 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah bioetika

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu

lain. Untuk menjaga kelangsungan hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan

yang akan terwujud dalam norma dan nilai. Setiap masyarakat memiliki

seperangkat nilai dan norma yang berbeda sesuai dengan karakteristik masyarakat

itu sendiri.

Nilai dan norma tersebut akan dijunjung tinggi, diakui dan digunakan

sebagai dasar dalam melakukan interaksi dan tindakan sosialnya. Dalam

kehidupan sehari-hari manusia dalam berinteraksi dipandu oleh nilai-nilai dan

dibatasi oleh norma-norma dalam kehidupan sosial. Norma dan nilai pada

awalnya lahir tidak disengaja, karena kebutuhan manusia sebagai makluk social

dan harus berinteraksi dengan yang lain menuntut adanya suatu pedoman,lama

kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Nilai dan norma tersebut

harus dijaga kelestariannya oleh seluruh anggota masyakat agar masyarakat tidak

kehilangan pegangan dalam hidup bermasyarakat.

Tanpa adanya nilai dan norma dalam kehidupan bermasyarakat, maka

dalam kehidupan bermasyarakat tersebut akan banyak terjadi banyak konflik dan

kericuan di berbagai tempat karena tidak adaya alat yang digunakan sebagai

pedoman prilaku. Oleh karena itu dalam bab selanjutnya akan mengenai norma

dan nilai yang berkembang di dalam masyarakat.

1

Page 2: makalah bioetika

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Nilai

2.1.1. Pengertian Nilai

Tidak mudah menjelaskan apa itu suatu nilai. Setidaknya dapat dikatakan

bahwa nilai dapat dikatakan suatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari,

sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya

nilai adalah sesuatu yang baik. Menurut filsuf Jerman-Amerika, Hans Jonas

(Bertens,2002) nilai adalah addresse of a ‘yes’, sesuatu yang ditunjukkan dengan

kata ‘Ya’. Memang nilai adalah sesuatu yang kita ya kan atau kita aminkan. Nilai

selalu memiliki konitasi positif. Sebaliknya, sesuatu yang kita jauhi seperti

penderitaan, penyakit atau kematian adalah kebalikan dari nilai atau yang disebut

dengan non-nilai (disvalue). Ada juga beberapa filsuf yang menggunakan istilah

nilai negatif, sedangkan nilai dalam arti yang baik mereka sebut nilai positif.

Dipandang dalam perspektif sejarah filsafat yang sudah panjang, nilai

merupakan suatu tema filosopis yang bernilai agak mudah. Baru pada akhir pada

abad 19, tema ini mendapat kedudukan mantap dalam uraian-uraian akademis.

Sekurang-kurangnya secara eksplisit. Tapi secara inplisit nilai sudah lama

memegang peranan dalam pembicaraan filsafat, sudah sejak Plato menempatkan

ide “baik” paling atas dalam hirarki ide-ide. Dan sesudah Plato, kategori baik

tidak pernah lagi terlepas dari fokus perhatian filsafat, khusus nya etika.Dan baru

kira-kira seabad yang lalu nilai mendapat tempat eksplisit dalam diskusi-diskusi

filsafat dan malah timbul suatu cabang filsafat yang baru dengan nama aksiologi

atau teori nilai.

Salah satu cara yang sering digunakan dalam menjelaskan apa itu nilai

adalah dengan membandingkannya dengan fakta. Jika kita berbicara tentang fakta,

kita maksudkan sesuatu yang ada atau berlangsung begitu saja. Jika kita berbicara

tentang nilai yang kita maksudkan adalah sesuat yang berlaku, sesuatu yang

memikat atau menghimbau kita. Fakta ditemui dalam konteks deskripsi : semua

unsurnya dapat dilukiskan satu demi satu dan uraian itu pada prinsipnya dapat

diterima oleh semua orang. Nilai berperanan dalam suasana apresiasi atau

2

Page 3: makalah bioetika

penilaian akibatnya sering dinilai secara berbeda-beda oeh berbagai orang.

Perbedaan antara fakta dan nilai ini kiranya dapat diilustrasikan dengan contoh

berikut ini. Misalanya pada peristiwa gunung berapi meletus. Hal itu merupakan

suatu fakta yang dapat dilukiskan secara objektif. Kita bisa mengukur tingginya

awan panas yang keluar dari kawah, kita bisa menentukan kekuatan gempa bumi,

yang menyertai letusan itu, kita bisa memastikan letusan-letusan sebelumnya

beserta jangka waktu diantaranya, dan seterusnya. Tapi serentak juga letusan

gungng itu juga dapat dilihat sebagai nila atau justru disesalkan sebagai non nilai,

yang jelas, bisa menjadi objek penilaian. Bagi wartawan foto yang hadir ditempat,

letusan gunung itu merupakan kesempatan emas (nilai) untuk mengabadikan

kejadian-kejadian langka yang jarang dapat disaksikan. Untuk petani disekitar

debu panas yang dimuntahkan gunung bisa mengancam hasil pertanian yang

sudah hampir panen (non nilai), tapi dalam jangka waktu panjang tanah daat

bertambah subur akibat kejadian tersebut (nilai). Tim pecinta alam yang datang

dari jauh dengan bermaksud hari itu hendak mendaki gunung kecewa karena

terpaksa harus membatalkan rencanan merekan (non nilai), sedangkan profesor

geologi yangbersama rombongan mahasiswa yang kebutulan meninjau daerah itu

senag sekali karena dengan mendadak mendapat objek penelitian yang tidak

disangka-sangka sebelumnya (nilai).

Contoh tersebut kiranya cukup jelas untuk memperlihatkan perbedaan

antara fakta dengan nilai. Nilai selalu berkaitan dengan penilaian seseorang,

sedangkan fakta menyangkut ciri-ciri objektif saja. Perlu dicatat lagi bahwa fakta

selalu mendahului nilai. Terlebih dahulu ada fakta yang berlangsung, baru

kemudian menjadi mungkin penilain terhadap fakta tersebut.

Seorang individu mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda, bahkan

bertentangan dengan individu-individu lain dalam masyarakatnya. Nilai yang

dianut oleh seorang individu dan berbeda dengan nilai yang dianut oleh sebagaian

besar anggota masyarakat dapat disebut sebagai nilai individual. Sedangkan nilai-

nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat disebut nilai sosial

Satu bagian penting dari kebudayaan atau suatu masyarakat adalah nilai

sosial. Suatu tindakan dianggap sah, dalam arti secara moral diterima, kalau

tindakan tersebut harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung tinggi

3

Page 4: makalah bioetika

oleh masyarakat di mana tindakan tersebut dilakukan.  Dalam sebuah masyarakat

yang menjunjung tinggi kasalehan beribadah, maka apabila ada orang yang malas

beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan, cercaan, celaan, cemoohan,

atau bahkan makian.  Sebaliknya, kepada orang-orang yang rajin beribadah,

dermawan, dan seterusnya, akan dinilai sebagai orang yang pantas, layak, atau

bahkan harus dihormati dan diteladani.

Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan

bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia,

mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.

Horton dan Hunt (1987) (dalam tulisan Alhada, 2012) menyatakan bahwa

nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak

berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal,

apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, penting atau tidak penting, mulia

ataukah hina. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan

seterusnya.

Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah

berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam

kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk,

pantas atau tidak  pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu

sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. tak heran apabila

antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata

nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan

karena dalam persainganakan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara

pada masyarakat tradisional akan menghindari persaingan, karena menurut

mereka persaingan akan merusak keharmonisan yang sudah dijaga turun-temurun.

Dalam buku yang diterjemahkan oleh Nugroho (1987) juga dijabarkan

beberapa defenisi nilai. Menurut Driyarkara, Nilai adalah hakekat suatu hal, yang

menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia. Menurut Fraenkel. Nilai adalah

idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau

dianggap penting oleh sesorang, biasanya mengacu kepada estetika (keindahan),

etika pola prilaku dan logika benar salah atau keadilan justice. (Value is any idea,

a concept , about what some one think is important in life) .

4

Page 5: makalah bioetika

Menurut Kuntjaraningrat. Menyebutkan sisten nilai budaya terdiri dari

konsepi-konsepi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar keluarga

masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup.

Menurut John Dewey, Value is any object of social interest. Menurut Endang

Sumantri Sesuatu yang berharga, yang penting dan berguna serta menyenangkan

dalam kehidupan manusia yang dipengaruhi pengetahuan dan sikap yang ada pada

diri atau hati nuraninya. Menurut Kosasih Jahiri Tuntunan mengenai apa yang

baik, benar dan adil. M.I. Soelaeman Agama diarahkan pada perintah dan

larangan, dorongan dan cegahan, pujian dan kecaman, harapan dan penyesalan,

ukuran baik buruk, benar salah, patuh tidak patuh, adil tidak adil. Menurut Darji

Nilai ialah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani . Encylopedi

Brittanca 963 Nilai kualitas dari sesuatu objek yang menyangkut jenis apresiasi

atau minat.

2.1.2. Ciri dan Pengklasifikasian Nilai

. Bertens,2002, menyatakan bahwa tidaklah mudah menjelaskan apa arti

nilai yang sesungguhnya. Cara yang sering digunakan untuk menjelaskan apa itu

nilai, adalah dengan membandingkannya dengan fakta. Nilai selalu berkaitan

dengan penilaian seseorang. Jadi akan muncul fakta terlebih dahulu, baru

kemudian menjadi mungkin muncul penilaian terhadap fakta tersebut. Dan

berdasarkan analisis sederhana tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai

memiliki tiga ciri umum (Bertens,2002) :

1. Nilai berkaitan dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka

nilai juga tidak akan ada. Agar sesuatu dapat dinilai indah atau merugikan,

suatu fakta memerlukan kehadiran subjek yang menilai. Maksudnya

adalah, nilai memerlukan subjek penilai untuk menetapkan suatu fakta itu

baik, buruk, indah, merugikan, dan lain sebagainya.

2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat

sesuatu. Dalam pendekatan yang bersifat teoritis, tidak akan ada nilai,

yang ada hanya pertanyaan apakah suatu pendekatan yang murni teoritis

tersebut dapat diwujudkan.

5

Page 6: makalah bioetika

3. Nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat-sifat

yang dimiliki pada objek. Nilai tidak dimiliki oleh objek dari awalnya,

karena pada objek yang sama, dapat menimbulkan penilaian yang berbeda-

beda, tergantung bagaimana subjek penilainya.

Menurut Bertens, nilai terdiri dari nilai moral dan nilai non-moral. Yang

dibicarakan pada nilai pada umumnya berlaku untuk nilai moral. Nilai moral tidak

terpisah dari nilai-nilai jenis lain. Setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot

moral”, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Misalnya kejujuran ,

merupakan nilai moral, tetapi kejujuran itu sendiri bernilai kosong jika tidak

diterapkan pada nilai lain, seperti nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai

moral, tetapi harus diterapkan pada kehidupan manusia secara umum, misalnya

cinta antara suami istri. Jadi nilai-nilai itu mendahului tahap moral, tapi bisa

mendapat bobot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah laku moral.

Walaupun sebenarnya nilai moral menumpang pada nilai lain, namun nilai

moral tampak sebagai nilai baru bahkan sebagai nilai yang lebih tinggi. Hal ini

akan tampak lebih jelas dengan ciri khusus nilai moral.

Bertens juga mengungkapkan ciri nilai moral jika dibandingkan dengan nilai-

nilai lainnya, yaitu :

1. Nilai moral berkaitan dengan tanggung jawab pribadi manusia.

Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Tapi hal yang sama dapat

dikatakan juga dengan nilai-nilai lain. Yang khusus menandai nilai moral

adalah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung

jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau

tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. Namun pada nilai-nilai lain

tidak demikian. Bahwa anak saya tidak memiliki intelegen yang tinggi

atau tidak cantik, bisa saya sesalkan, namun atas keadaan itu saya dan

anak saya tidak bertanggung jawab. Bahwa seseorang mempunyai bakat

sebagai pemain bulu tangkis atau mempunyai watak yang menyenangkan,

tentu merupakan watak yang menyenangkan, tentu merupakan hal yang

sangat menggembirakan, tapi keadaan itu sendiri tidak menjadi jasanya,

karena tidak termasuk tanggung jwabnya. Nilai dalam contoh-contoh tadi

bukan merupakan nilai moral. Suatu nilai moral hanya bisa diwujudkan

6

Page 7: makalah bioetika

dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab

orang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan itu berasal dari

inisiatif bebas orang itu. Karena itu dapat dikatakan bahwa manusia

sendiri menjadi nilai moralnya. Manusia sendiri yang membuat tingkah

lakunya baik atau buruk dari sudut moral. Hal itu tergantung pada

kebebasannya. Misalnya, keadilan sebagai nilai moral, tidak lagi

merupakan nilai sungguh-sungguh, kalau tidak berasal dari keputusan

bebas manusia. Tentu saja dalam keadaan normal nilai-nilai lain juga

mengandalkan peran manusia sebagai pribadi yang bebas. Misalnya nilai-

nilai intelektual dan estetis. Tapi di sini kebebasan dan tanggung jawab

tidak menjadi syarat mutlak. Nilai intelektual tidak hilang sebagi nilai, jika

karena suatu alasan yang tidak berasal dari kebebasan. Kalau seorang

pengarang umpamanya dipaksa untuk menulis buku, maka bisa saja buku

itu mengandung intelektual yang tinggi. Atau jika peleton prajurit

memaksakan sebuah orkes untuk memainkan salah satu simfoni Bethoven,

maka bisa saja keindahannya sama bermutu seperti jika dimainkan atas

inisiatif bebas orkes tersebut. Nilai estetis tidak ditentukan dari derajat

kebebasan pada perbuatan yang menghasilkannya. Tapi lain hal dengan

nilai moral. Pada nilai moral kebebasan dan tanggung jawab merupakan

syarat mutlak.

2. Nilai moral berkaitan dengan hati nurani. Semua nilai diminta untuk

diakui, dikomunikasikan, dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung

semacam undangan atau imbauan ke arah itu. Nilai estetis misalnya,

seolah-olah meminta untuk diwujidkan dalam bentuk lukisan, komosisi

musik atau cara lain. Dan jika sudah jadi, lukisan meminta untuk

dipamerkan dan musik meminta untuk diperdengarkan. Tetapi pada nilai-

nilai moral, tuntutan ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan

nilai-nilai moral merupakan imbauan dari hati nirani. Salah satu ciri khas

dari nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini yang menimbulkan suara dari

hati nurani yang menuduh kita bila menentang atau meremehkan nilai

moral, dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral tersebut.

7

Page 8: makalah bioetika

3. Nilai moral bersifat mewajibkan pribadi manusia secara absolut dan tidak

bisa ditawar-tawar. Nilai-nilai lain sepatutnya diwujudkan atau

seyogyanya diakui. Nilai estetis umpamanya. Orang yang berpendidikan

dan berbudaya akan mengakui serta menikmati nilai estetis yang terwujud

dalam sebuah lukisan yang bermutu tinggi. Tapi orang yang bersikap acuh

tak acuh dengan lukisan tersebut tidak bisa disalahkan. Nilai estetis tidak

dengan mutlak harus diterima. Pada kenyataannya musik Bach atau

Mozart bagi banyak orang dinilai sangat membosankan, walaupun

mengejawantahkan nilai estetis yang tinggi, sedangkan mungkin sebagian

orang itu menyukai musik pop, yang nilai estetisnya tidak seberapa.

Padahal musik Bach dan Mozart mempunyai nilai abadi dan musik pop

pada umumnya satu atau dua tahun dilupakan sama sekali, karena sudah

diganti dengan musik pop versi mutahir. Tai nilai-nilai moral harus diakui

dan harus direalisasikan. Tidak bisa diterima bila seseorang acuh tak acuh

terhadap nilai-nilai ini. Di sini kita bisa memanfaatkan perbedaan terkenal

yang dikemukakan filsuf Jerman, Immanuel Kant, antara imperatif

hipotesis dan imperatif kategoris. Dalam nilai moral terkandung suatu

imperatif kategoris, sedangkan nilai-nilai lain hanya berkaitan dengan

imperatif hipotesis. Artinya, kalau kita ingin merealisasikan nilai-nilai

umum, kita harus menempuh cara-cara tertentu. Kalau pemain bulu

tangkis ingin menjadi juara maka ia harus berlatih keras. Tetapi keharusan

ini hanya beraku dengan syarat: kalu ingin menjadi juara maka harus

berlatih. Sebaliknya, nilai moral memiliki suatu imperatif kategori.

Artinya nilai moral itu mewajibkan kita begitu saja, tanpa syarat.

Kejujuran mewajibkan kita mengembalikan barang yang dipinjam, suka

tidak suka barang itu harus dikembalikan begitu saja. Keharusan itu

berlaku mutlak, tanpa syarat.

Bisa ditanyakan lagi mengapa nilai-nilai moral mewajibkan kita.moral

mewajibkan kita. Pertanyaan ini kiranya dapat dijawab sebagai berikut.

Kewajiban absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari

kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagi manusia sebagai manusia.

Lain halnya dengan nilai-nilai non-moral. Pada nilai non-moral tidak bisa

8

Page 9: makalah bioetika

diharapkan bahwa setiap orang memiliki intelegensi yang tinggi, bakat

artistik, atau kesehatan yang baik. Orang yang tidak memiliki nilai-nilai ini

tetap merupakan manusia yang sungguh-sungguh dan lengkap. Tapi

diharapkan dan malah dituntut setiap orang menjunjung tinggi dan

mempraktekkan nilai-nilai moral. Orang yang tidak mengakui nilai moral,

mempunyai cacat sebahai manusia. Apalagi setiap orang diharapkan

menerima semua nilai moral. Tidak mungkin seseorang memilih beberapa

nilai moral dan menolak nilai moral lainnya. Misalnya saja, tidaklah

mungkin seseorang menerima kesetiaan dan kejujuran sebagai nilai dalam

hidupnya, tetapi keadilan ditolaknya. Nilai-nilai moral mewajiban manusia

dengan cara demikian rupa sehingga setiap orang harus menerima

semuanya. Dengan cara lain dapat dikatakan juga bahwa kewajiban

absolut yang melekat pada nilai-nilai moral berasa dari kenyataan bahwa

nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan, sebagai

totalitas. Nilai-nilai lain menyangkut manusia menurut salah satu aspek

saja., tetapi nilai moral menyangkut manusia sebagai manusia. Karena itu

kewajiban luar tidak datang dari luar, tidak ditentukan oleh instansi lain,

tetapi berakar dalam kemanusiaan kita sendiri. Akibantnya tidak mungkin

orang mendapat dispensasi, seperti bisa terjadi dengan kewajiban yang

didasarkan pada hukum positif. Sebab orang tidak dapat dibebaskan dari

kewajiban yang berkaitan dengan kemanusiaannya sendiri. Dan kegagalan

dalam melaksanakan nilai-nilai moral merendahkan manusia sebagai

manusia. Kegagalan dalam melaksanakan nilai-nilai lain dapat

mengecewakan bahkan dapat mengaibatkan kerugian besar, tetapi tidak

menjatuhkan martabat kita sebagai manusia. Mahasiswa yang gagal dalam

ujian, setelah belajar dengan baik dan sungguh-sungguh, tentu merasa

kecewa, tetapi kemanusiaannya tidak direndahkan. Ia telah melakukan

kewajibannya. Lain halnya dengan mahasiswa yang mencuri uang untuk

dapat membeli sepeda motor. Perbuatannya itu dapat melukai harkatnya

sebagai manusia, bukan merupakan satu aspek saja.

4. Nilai moral bersifat formal. Nilai moral tidak merupakan jenis nilai

yang bisa ditempatkan begitu saja di samping jenis-jenis nilai lainnya.

9

Page 10: makalah bioetika

Walaupun nilai-nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus

dihayati di atas semua nilai lainnya, namun tidak berarti nilai-nilai ini

menduduki jenjang teratas dalam suatu hirarki nilai-nilai. Niali-nilai moral

tidak membentuk suatu kawasan khusus yang terpisah dari nilai-nilai lain.

Jika kita wujudkan nilai-nilai moral, kita tidak perbuat sesuatu yang lain

dari biasanya. Seorang pedagang berperilaku moral sambil melakukan

nilai-nilai ekonomis. Seorang seniman berperilaku moral saat ia

berkecimpung dalam nilai-nilai estetis. Seorang dokter sebaik-baiknya

menyembuhkan penyakit pasiennya. Kita merealisasikan nilai-nilai moral

dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu tingkah laku moral.

Nilai-nilai moral tidak memiliki isi tersendiri. Hal itulah yang dimaksud

bahwa nilai moral bersifat formal. Nilai moral membonceng nilai lainnya.

Dalam konteks ekonomi sering dibicarakan tentang nilai. Sebenarnya

ekonomi merupakan bidang dimana nilai pertama kali dibahas dalam rangka

ilmiah. Lalu suatu kategori lain nilai yang lain adalah estetis. Misalnya

memandang sebuah lukisan yang indah, mendengar musik yang bagus, bisa

membawa nilai estetis bagi si peminat. Masih ada nilai lain yang sifatnya lebih

umum dan memainkan peran dalam hidup orang banyak, seperti kesehatan yang

baik, pendapatan yang layak, makanan yang enak serta bergizi, lingkungan yang

tenang serta nyaman, dan lain sebagainya. Dengan demikian hanya disebutkan

beberapa contoh nilai dan tidak diusahakan suatu klasifikasi yang kurang lebih

lengkap. Tidaklah mudah mengklasifikasikan nilai dengan sempurna. Dan

menurut Bertens sampai sekarang belum ada dan mungkin tidak akan mungkin

mengklasifikasikan nilai dengan lengkap.

Namun menurut Notonegoro, berdasarkan ciri-cirinya nilai sosial dapat

dibagi 2 bagian, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah daging.

1. Nilai dominan: Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting

daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan

pada hal-hal berikut :

a. Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh,sebagian

besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih

baik disegala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial. 

10

Page 11: makalah bioetika

b. Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.

c. Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai

tersebut. Contoh,orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang

kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau

Natal.

d. Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai

tersebut.Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat

member ikan kebanggaan atau prestise tersendiri.

2. Nilai mendarah daging: Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah

menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang

melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan

lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang

masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu,

bahkan merasa sangat bersalah. Contoh,seorang kepala keluarga yang

belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai

kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guru

yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam

mendidik anak tersebut

Dalam tulisan Alhada, 2012, disebutkan bahwa Notonegoro juga membedakan

nilai menjadi tiga macam, yaitu:

1. Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu

yang berguna bagi jasmani manusia.

2. Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala

sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai

aktivitas.

3. Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan

segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia: nilai

kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta), nilai

keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai

moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai

11

Page 12: makalah bioetika

keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi

(wahyu) dari Tuhan.

2.1.3. Fungsi dan Kerangka Nilai Sosial

Nilai Sosial dapat berfungsi:

1. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang

berhubungan dengan cita-cita atau harapan,

2. Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan

menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penghargaan sosial,

pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,

3. Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.

Kerangka Nilai Sosial

Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki

nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa

Indonesia:  “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, atau pepatah

dalam bahasa Jawa:  “desa mawa cara, negara mawa tata”. Pepatah-pepatah ini

menunjukkan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di antara masyarakat

atau kelompok yang satu dengan yang lainnya.

Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu

masyarakat tidaklah mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di

alam pikiran para warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai

dari Cluckhohn yang di Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog

Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan untuk mengenali nilai macam

apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat.

12

Page 13: makalah bioetika

Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:

1. Tanggapan mengenai hakekat hidup, variasinya: ada individu, kelompok

atau masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau

“hidup itu buruk”,

2. Tanggapan mengenai hakikat karya, variasinya: ada orang yang

menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap

karya itu sebagai fungsi,

3. Tanggapan mengenai hakikat waktu, variasinya: ada kelompok yang

berorientasi ke masa lalu, sekarang atau masa depan,

4. Tanggapan mengenai hakikat alam, Variainya:  masyarakat Industri

memiliki pandangan bahwa manusia itu berada di atas alam, sedangkan

masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian

dari alam.  Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat

industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk

kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk

selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam,

5. Tanggapan mengenai hakikat manusia, variasi: masyarakat tradisional 

atau feodal  memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam

masyarakat tradisional terdapat perbedaan  harga diri (prestige) yang tajam

antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata.  Sedangkan

masyarakat industrial memandang  manusia  yang satu dengan yang lain

secara horizontal (sejajar).

2.1.4. Nilai dalam Perspektif Islam

Agama seringkali dipandang sebagai sumber nilai, karena agama berbicara

baik dan buruk, benar dan salah. Demikian pula agama Islam memuat ajaran

normative yang berbicara tentang kebaikan yang seyogyanya dilakukan manusia

dan keburukan yang harus dihindarkannya. Dilihat dari asal datangnya nilai,

dalam perspektif islam terdapat dua sumber nilai, yakni Tuhan dan Manusia. Nilai

yang datang dari Tuhan adalah ajaran-ajaran tentang kebaikan yang terdapat

13

Page 14: makalah bioetika

dalam kitab suci. Nilai yang merupakan firman Tuhan bersifat mutlak, tetapi

implementasinya dalam bentuk perilaku merupakan penafsiran terhadap firman

tersebut bersifat relatif. Istilah-istilah dalam al-Quran yang berkaitan dengan

kebaikan dalam Al-quran, yakni : Alhaq, al-ma’ruf, alkhair, albirr, dan alhasan

serta lawan kebaikan yang diungkapkan dalam istilah albathil, almunkar, al-syar,

al’uquq, dan alsuu. Haq atau alhak menurut bahasa adalah; truth; reality;

rightness, correctness; certainty; certitude; dan real, true; authentic; genuine; right;

correct; just, fair; sound, valid. Alma’ruf berasal dari kata ‘urf, yaitu kebiasaan

baik yang berlaku dimasyarakat yang juga dipandang baik menurut pandangan

Tuhan. Ukuran normatif yang digunakan untuk nilai norma social-budaya yang

dapat dipandang ma’ruf adalah kebenaran Ilahiyah (alhaq).

Haq adalah hakekat yang baik dan benar menurut Allah, yang artinya baik

dan benar menurut ukuran atau menurut apa yang dating dari Allah. Kebenaran

yang datang dari Allah adalah seperangkat nilai dan norma hidup yang secara

umum diatur dalam firman Allah dan contoh nyata Rasulullah. Haq bersifat

universal, abadi, dan abstrak, karena itu pelaksanaannya disebut ma’ruf. Dengan

demikian,ma’ruf bias dating sebagai aplikasi dari haq, tetapi juga dating dari

masyarakat yang dinyatakan telah sesuai dengan haq atau norma budaya yang

sesuai atau tidak bertentangan dengana nilai Ilahiyah.

2.1.5. Nilai-Nilai Yang Melandasi Pendidikan Umum

Dalam konteks krisis dan pembaharuan ,asyarakat Indonesia saat ini

(Depdikbud-Bapennas, 199) nilai-nilai yang mendasari pendidikan umum,

mencakup: Nilai agama, kebebasan/kemerdekaan, nasionalisme, kemanusian,

kekeluargaan, disiplin dan kebanggan nasional. Menurut Phenix (1954), maka

kemanusiawian manusia itu akan tumbuh jika pendidikan mampu menghadirkan

nilai-nilai: simbolik, empiric, estetik, etik, synnoetik, dan synnoptik (disebut

3E3S). Menurut Spranger (Sutan Takdir Alisyahbana, 1986), menyebutkan Nilai

kebudayaan mencakup : Nilai-nilai ilmu pengetahuan, soail, agama, politik, dan

estetik.

14

Page 15: makalah bioetika

2.2. Norma2.2.1. Pengertian Norma

Pada mulanya norma berarti alat tukang batu atau tukang kayu yang

berbentuk segitiga, namun pada perkembangannya norma diartikan sebagai

ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian

(Zubair,1987). Kalau nilai merupakan pandangan tentang baik-buruknya sesuatu,

maka norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat  apakah

tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan

tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian

besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena

tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat

2.2.2. Ciri dan Klasifikasi Norma

Pertanyaan yang sering sekali muncul mengenai norna adalah terkait

dengan absolut atau relatifkah norma itu. Untuk memahami hal tersebut Bertens

mengemukakan beberapa ciri norma, yaitu :

1. Norma moral tercantum dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian dari

kebudayaan.

2. Norma moral bersifat Objektif dan Universal

3. Martabat manusia merupakan norma dasar terpenting

Dengan begitu dapat difahami bahwa norma moral adalah bersifat absolut

dengan martabat manusia sebagai dasar terpentingnya.

Klasifikassi Norma

Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat:

1. Tata Cara (Usage)

Tata cara merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan dengan

sanksi yang sangat ringan terhadap pelanggarnya, misalnya aturan memegang

garpu atau sendok ketika makan. Suatu pelanggaran atau penyimpangan

terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekedar

celaan atau dinyatakan tidak sopan oleh orang lain. Beberapa contoh pelanggaran

dan sanksi norma sosial berdasarkan tata cara:  makan mendecak (mengecap)

15

Page 16: makalah bioetika

ketika makan tentu akan dinyatakan tidak sopan oleh orang lain, atau bersendawa

ketika makan juga dapat dianggap tidak sopan.

2. Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan atau disebut folkways merupakan cara-cara bertindak yang digemari

oleh masyarakat sehingga dilakukan secara berulang-ulang. Folkways memiliki

kekuatan mengikat yang lebih besar daripada usage, misalnya mengucapkan

salam ketika bertemu, atau membukukkan badan sebagai tanda hormat kepada

orang yang lebih tua, serta membuang sampah pada tempatnya. Jika hal-hal

tersebut tidak dilakukan, maka dianggap penyimpangan terhadap kebiasaan umum

dalam masyarakat dan orang akan menyalahkannya. Sanksinya dapat berupa

celaan, cemoohan, teguran, sindiran, atau bahkan digunjingkan masyrakat (gosip).

3. Tata Kelakuan (Mores)

Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama,

atau ideologi yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut penjahat.

Contoh mores adalah : larangan berzinah, berjudi, minum minuman keras,

penggunaan narkotika dan zat-zat adiktif, serta mencuri. Fungsi mores antara lain:

a. Memberikan batas-batas tingkah laku individu.

b. Mengidentifikasi individu dengan kelompoknya.

c. Menjaga solidaritas antara anggota-anggota masyarakat sehingga

mengukuhkan ikatan dan mendorong tercapainya integrasi sosial yang

kuat.

4. Adat (Customs)

Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga

anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita karena sanksi

keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya, pada

masyarakat Lampung yang melarang terjadinya perceraian, apabila terjadi suatu

perceraian, maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapat sanksi, tetapi

seluruh keluarganya pun ikut tercemar. Sanksi atas pelanggaran adat istiadat dapat

berupa pengucilan, dikeluarkan dari masyarakat/kastanya, atau harus memenuhi

16

Page 17: makalah bioetika

persyaratan tertentu, seperti melakukan upacara tertentu untuk media rehabilitasi

diri.

5. Hukum (Laws)

Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis. Sanksi

terhadap pelanggar sifatnya paling tegas dibanding dengan norma-norma lainnya.

Hukum adalah suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat

yang berisi ketentuan-ketentuan, perintah, kewajibam, ataupun larangan, agar

dalam masyarakat tercipta suatu ketertiban dan keadilan. Ketentuan-ketentuan

dalam norma hukum lazimnya dikodifikasikan dalam bentuk kitab undang-undang

atau konvensi-konvensi. Sanksi yang diberikan dapat berupa denda atau hukuman

fisik.

Dilihat dari sumbernya norma dibedakan menjadi :

1. Norma agama

Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana

penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena

berasal dari Tuhan. Biasanya berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-

kepeercayaan lainnya. Pelanggaran terhadap norma agama disebut dosa.

Contoh Norma Agama : sembhayang kepada Tuhan, tidak boleh mencuri, tidak

boleh berbohong, tidak boleh membunuh, dan sebagainya.

2. Norma kesopanan atau etika

Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang

berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam

kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan

celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Norma

kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan

berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.

17

Page 18: makalah bioetika

Contoh Norma kesopanan:

a. Menghormati orang yang lebih tua

b. Tidak meludah sembarangan

c. Tidak berkata kotor, kasar, dan sombong

3. Norma kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang

menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap

baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat

sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).

Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak

susila,melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang.

4. Norma hukum

Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,

misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang

untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.

Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik

(dipenjara, hukuman mati). Ketentuan-ketentuan bersumber pada kitab undang-

undang suatu negara.

2.2.3. Fungsi Norma

Adapun beberapa fungsi norma, yaitu :

1. Sebagai aturan atau pedoman tingkah laku dalam masyarakat.

2. Sebagai alat untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial.

3. Sebagai sistem kontrol sosial dalam masyarakat.

2.3. Hubungan antara Nilai dan Normal

Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut

berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-

kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.

Di wilayah pedesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan telivisi swasta

mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi

18

Page 19: makalah bioetika

pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang

didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang acapkali memperlihatkan artis-

artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas

toleransi masyarakat menjadi semakin longgar. Berbagai kalangan semakin

permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal, menjadi

ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani.

Model rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-

gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan.

Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks

zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau

kocoklat-coklatan.  Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-

norma yang berlaku dalam masyarakat.

Nilai itu sifatnya sama dengan ide, maka nilai itu abstrak. Dalam

pengertian abstrak, bahwa nilai tidak dapat ditangkap oleh panca indera, yang

ditangkap oleh obyek yang mempunyai nilai atau tingkah laku yang mengandung

nilai. Nilai mengandung harapan atau sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Oleh

karena itu, nilai bersifat normatif yang merupakan keharusan untuk diwujudkan

dalam tingkah laku kehidupan manusia. Drs. Sidi Gazalba dalam bukunya yang

berjudul Sistematika Filsafat mengatakan bahwa “maka manusia dalam tindakan

dan tingkah laku perbuatan digerakkan oleh nilai-nilai”.

Dengan demikian hubungan nilai dengan norma adalah nilai merupakan

suatu keharusan, berupa suatu ide dan ide ini memberi pedoman, ukuran bagi

manusia, pedoman atau ukuran ini berupa norma, baik dalam hubungannya

dengan manusia lain, alan dan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini

diungkapkan dalam norma sebagai contoh takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa

merupakan salah satu nilai agama. Takwa sebagai nilai diungkapkan dalam norma

agama yang berisi perintah dan larangan tentang tingkah laku umat beragama,

sesuai dengan agama yang dipeluknya.

Norma yang merupakan ungkapan dari nilai itu memerlukan tingkah laku

manusia dalam masyarakat, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan

manusia dengan Tuhan.

19

Page 20: makalah bioetika

Akan tetapi sebaliknya tingkah laku manusia dalam masyarakat itu harus

pula sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Bila tidak

sesuai berarti pelanggaran terhadap norma. Pelanggaran terhadap norma akan

menimbulkan sanksi bagi pelanggarnya. Seseorang akan mempunyai nilai di

dalam masyarakat bila tingkah lakunya sesuai dengan norma.

20

Page 21: makalah bioetika

BAB III

PENUTUP

Dari penjelasan di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Sesuatu yang berharga yang ingin diraih manusia yaitu nilai. Sedangkan

norma dipahami sebagai aturan yang berlaku didalam masyarakat yang

disertai sanksi bagi individu atau kelompok bila melanggar aturan tersebut.

2. Nilai dan norma sangat diperlukan untuk membangun karakter yang baik

dalam masyarakat.

3. Hubungannya antara nilai dengan norma yaitu norma dibangun di atas

nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan

mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan

mendapatkan sanksi dari masyarakat.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka diharapkan kritik dan saran guna

menyempurnakan makalah selanjutnya.

21

Page 22: makalah bioetika

DAFTAR PUSTAKA

Berry, D., 1993, Idea-Idea Utama Dalam Sosiologi, Terjemahan: Rahimah Abdul

Aziz, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala

Lumpur (Elektronik Book, diakses 9 Oktober 2012)

http://hadahabib.blogspot.com, 2012, Makalah dan Nilai Sosial, diakses pada

tanggal 9 oktober 2012.

http://yunita.blogspot.com, 2011. Hubungan antara nilai dan norma, diakses

tanggal 9 Oktober 2012

Erns Cassirer. 1987. Manusia dan Kebudayaan. Sebuah Esai Tentang Manusia

(Diterjemahkan oleh Alois A.Nugroho). Gramedia. Jakarta

K. Bertens, 2002, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Margins,suseno. Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius,

1987, Yogyakarta.

Risangayu, M., 1999, Cahaya Rumah Kita, Mizan, Bandung (Elektronik Book, diakses 9

Oktober 2012)

Salam Burhanuddin, 1997, Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, Rineka

Cipta, Bandung

Zubair.AC, 1987, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta.

22