makalah bank syariah
DESCRIPTION
EkonomiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat
yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah
negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan
makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan
nasional.
Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah
menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak
penularan (contagion) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur
ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini
telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa
perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi
sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik
pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi
syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk
penindasan atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi
sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
1
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah bank syariah di Indonesia?
2. Apakah pengertian dari bank syariah?
3. Apakah perbedaan dari bank syariah dan bank konvensional?
4. Apa saja produk-produk dari bank syariah?
5. Bagaimanakah sistem bagi hasil dalam perbankan syariah?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah bank syariah di Indonesia
2. Mengetahui pengertian dari bank syariah
3. Mengetahui perbedaan dari bank syariah dan bank konvensional
4. Mengetahui produk-produk dari bank syariah
5. Mengetahui sistem bagi hasil dalam perbankan syariah
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Bank Syariah di Indonesia
Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana
pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia –
Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan ( LSIK ) dan
Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat internasional,gagasan untuk mendirikan
Bank Islam terdapat dalam konferensi negara – negara islam di Kuala
Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969 yang diikuti 19
negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu:
1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika ia tidak
termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram
2. Diusulkan supaya dibentuk suatu Bank Islam yang bersih dari system riba
dalam waktu secepat mungkin.
3. Sementara menunggu berdirinya Bank Islam, bank-bank yang menerapkan
bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan
darurat.
Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat
lokakarya ”Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide
tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) di hotel
Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk suatu Tim Steering
Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz. Tim ini bertugas untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di
Indonesia.
Tim Mui ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tebukti dalam
waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank Islam tersebut, dukungan umat Islam dari
3
4
berbagai pihak sangat kuat. Setelah semua persyaratan terpenuhi pada tanggal 1
November 1991 dilakukan penandatanganan akte pendirian Bank Mu’amalat
Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H
dengan izin Menteri Kehakiman No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin
prinsip Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1223/MK.013/1991 tanggal
5 November 1991 BMI bias memulai operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat
melalui jasa-jasanya.
Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah
di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan
system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah
lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga
perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki
pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI
Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak
terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-
likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.
2.2 Pengertian Bank Syariah
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang
menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank
dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalamliterature Islam dikenal
dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Isitilah lain yang digunakan untuk
sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, istilah Islam dan Syariah
memang mempunyai pengertian berbeda.
Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah
mempunyai pengertian yang sama. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998
disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya
5
memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran . Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip
syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syari’ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari’ah berarti bank
yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada
ketentuan Al-Quran dan Al Hadist.
Bank syari’ah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya
deregulasi sector perbankan pada tahun 1983. Kemudian posisi perbankan syari’ah
semakin pasti setelah disahkan UU Perbankan Indonesia No.7 tahun 1992, dimana
bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari
nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil.
Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil yang secara
tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan
usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang
kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” (pasal 6), maka jalan bagi
operasional perbankan syari’ah semakin luas.kini titik kulminasi telah tercapai
dengan disahkannya UU No.10 Thn 1998 tentang perbankan yang membuka
kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syari’ah maupun yang ingin
mengkonfersi dari system konvensional menjadi system syari’ah.
UU No.10 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No 72/1992 yang
melarang dual system. Dengan tegas pasal 6 UU No10/1998 membolehkan bank
umum yang melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syari’ah.
[9] .Selain itu dasar perbankan syari’ah juga terdapat dalam UU Perbankan No 10 thn
1998 ( pasal 1 ayat 12,13; pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c) yang merupakan UU
Perbankan No 7 Tahun 1992.
Untuk menjalankan undang-undang tersebut selanjutnya dikeluarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan
Rakyat tahun 1999 dilengkapi bank umum berdasarkan prinsip syari’ah dan bank
perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah. Aturan yang berkaitan dengan Bank
6
Umum berdasarkan prinsip syari’ah diatur dalam Surat Keputusan direksi bank
Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tgl. 12 Mei 1999
2.3 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Selain
itu dalam operasionalnya Bank Syariah juga diatur oleh fatwa DSN-MUI dan hukum
yang berlaku di Indonesia tentang perbankan syariah.
Keuntungan yang diberikan kepada nasabah berupa bagi hasil, dimana bagi hasil
ditentukan dengan persentase porsi (nisbah) yang disepakati antara Bank Syariah dan
nasabah.
Besarnya bagi hasil tidak dapat ditentukan di muka, hal demikian dikarenakan
sangat tergantung dari realisasi pendapatan Bank Syariah, berbeda dengan Bank
Konvensional dimana return (bunga) ditentukan di muka, dan tidak tergantung dari
seberapa besar atau kecilnya pendapatan bank.
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional,
antara lain :
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah
terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak
melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank
kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang
sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank
syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang
dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam
bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi
perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung
unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau
compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan
membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita
di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk
7
banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar
disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan
maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito
pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan
uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka
bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat
likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi
syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena
pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja
tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut
diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung
risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha
yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian,
maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan
maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga
keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana
nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian,
dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang
diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana
nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan
kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula
keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika
keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan
bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana
nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah
keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank
8
konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam
usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya
keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank
syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula
keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan
banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah
keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase
dari dana yang disimpannya saja.
3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti
wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan
mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada
bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
4. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya
Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas
bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-
masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika
lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan
rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia
dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
5. Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka
bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau
nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya
ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha
yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi
9
bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan
bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display
“ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.
2.4 Produk-produk Bank Syariah
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi menjadi
tiga bagian besar yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan
produk jasa.
1. Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaan yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang
dilakukan dengan prinsip jual beli.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan prinsip sewa.
c. Transaksi pembiyaan untuk usaha kerja sama yang dituju guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan
didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk
yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip
jual beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang
menggunakan prinsip sewa atau ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat
keuntungan bank ditentukan dari besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi
hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil
yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk kedalam kelompok
ini adalah musyarakah dan mudhrabah.
d. Prinsip jual beli (Ba’i)
10
Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan
barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan
waktu penyerahan barang seperti :
Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah
keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi
pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika
telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Salam
Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,
sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan
secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan
nasabah menjadi penjual.
Istishna
Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam
Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali
termin pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
e. Prinsip Sewa (Ijarah)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang
menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada
akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil
manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah
yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan)
f. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
11
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil
adalah :
Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam
kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber
daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi
modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola
proyek kerjasama tersebut.
Mudarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan
bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib
(pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan
pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu.
Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan
pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati.
g. Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanan pembiyaan, biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan
pembiyaan. Meskipu tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad
pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini
sekedar untuk menutupi biaya yang benar benar timbul.
Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek
perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya, sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.
Rahn
12
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad
Rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada
bank dalam memberikan pembiayaan.
Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji
membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada
nasabah calon haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum
keberangkatan Hajinya.
Wakalah
Wakalah dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer
uang.
Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank
Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan
sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula
menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan
pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana dibank syariah dapat berupa giro,
tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.
a. Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah
Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam
konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang
13
dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari
dana yang dititipkan.
b. Mudharabah
Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak disertai dengan
pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah
yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal
untuk investsi-investasi tertentu.
Mudarabah of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger,
yang mempertemukan nasabah pemilih modal dan nasabah yang akan
menjadi mudharib.
c. Wakalah
Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3. Produk Jasa
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan
kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa
perbankan tersebut antara lain berupa :
a. Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf,
sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b. Ijarah (Sewa)
14
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit
box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank
mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
2.5 Sistem Bagi Hasil Bank Syariah
Suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan
pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara bank syariah dengan
penyimpan dana serta antara bank syariah dengan nasabah penerima dana. Akad yang
digunakan bisa menggunakan akad mudharabah dan akad musyarakah dan
sebagainya.
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara
kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan
ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang
berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah
pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah
terdiri dari dua sistem, yaitu:
a. Profit Sharing
b. Revenue Sharing
2.5.1 Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.
Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah
perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu
perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit
sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total
15
pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering
dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai
pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil
usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan
bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola
modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di
antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika
mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di
awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan
ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal
investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak
mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah
dilakukannya.
2.5.2 Pengertian Revenue Sharing
Revenue sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk,
pendapatan, atau income. Dalam istilah perbankan revenue sharing berarti
proses bagi pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-
biaya operasional yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang
didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana, dana tidak termasuk
fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank karena pendapatan
tersebut pertama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional
bank.
Maksudnya pembagian dana terhadap nasabah atas pendapatan-
pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu pengurangan-
pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank dalam
pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi
16
pelaksanaan revenue sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu
sendiri, karena dalam prinsip bagi hasil tentunya investor bertanggung jawab
atas dana yang diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam
pengelolaan dananya, bahkan jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul
mall ikut menanggung kerugiannya.
Dalam revenue sharing, proses distribusi pendapatan ini dilakukan
sebelum memperhitungkan biaya operasionalisasinya yang ditanggung oleh
bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas
investasi dana dan tidak termasuk fee atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.
Dalam mekanisme ini, berarti mengandung unsur peralihan mekanisme
bagi hasil dari profit and loss sharing menjadi revenue sharing, perubahan
dari penanggunan risiko menjadi tidak menanggung risiko, walaupun di
dalam mekanisme ini tidak diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang
akan diperoleh, berbeda dengan bunga yang telah jelas berapa prosentase
keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya dana yang diinvestasikan.
17
2.5.3 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
2.5.4 Legalitas Profit Sharing dan Revenue Sharing
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No.
15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH ini adalah sebagai berikut :
Pertama: Ketentuan Umum
a. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (NetRevenue
Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil
usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
b. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha
sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
c. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati
dalam akad.
Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan
18
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
Contoh Perhitungan Bagi Hasil dalam akad penghmpunan dana ( tabungan )
dalam perbankan syari’ah.
a. Al-Wadi’ah (Simpanan/titipan)
Yaitu suatu titipan dari pihak satu pihak ke pihak yang lain yang harus
dipelihara dan dapat diambil sewaktu-waktu jika penitip
menginginkannya. Penerima simpanan disebut yad al amanah / tangan
amanah yang tidak bertanggung jawab terhadap barang titipan apabila
terjadi kerusakan pada barang titipan tsb selama bukan karena kelalaian
penerima simpanan. Dengan demikian tata cara titipan melibatkan
nasabah (orang yang menitipkan), pihak yang dititipi (bank syariah) dan
barang titipan (dana nasabah)
b. Mudharaban (Investasi)
Yaitu suatu bentuk perniagaan antara nasabah (pemilik dana) dengan
Bank (pengelola dana) untuk melakukan usaha dengan keuntungan dibagi
bersama sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Dengan demikian cara
investasi ini melibatkan pemilik modal (nasabah), pengelola modal (bank
syariah) dan modal (dana) yang jelas jumlahnya, jangka waktu
pengelolaan modal dan jenis pekerjaan/proyek yang dibiayai dan nisbah
keuntungan.
Dalam penggunaan uang titipan harus meminta izin terlebih dahulu
kepada pemilik uang tsb dan pengguna uang tsb harus menjamin akan
mengembalikan uang tsb secara utuh Pada saat itu, prinsipyad al-
amanah akan berubah menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).
19
Oleh karena itu pihak bank akan menerima segala keuntungan sekaligus
menerima resiko kerugian yang ditanggung oleh pihak bank itu sendiri.
Pihak bank akan memberikan suatu pelayanan terhadap pemilik dana
yaitu menjamin keamanan uangnya dan memberikan bonus atau insentif
berupa nisbah (bagi hasil) untuk giro wadi’ah. Akan tetapi besar nominal dan
persentase tidak ada perjanjian sebelumnya sehingga hal ini tergantung pada
kebijakan bank.
Biasanya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan
(mudharib) sebesar 30% , nisbah untuk tabungan 40% : 60% dan nisbah untuk
deposito 45% : 55%
2.5.5 Perhitungan Bagi Hasil
Contoh perhitungan bonus untuk rekening giro wadi’ah
Tuan Ahmad memiliki rekening giro wadi’ah di bank syariah D dengan saldo
rata-rata pada bulan Juli 2010 sebesar Rp. 2.000.000,00. Bonus yang
diberikan bank syariah D untuk saldo rata-rata minimal Rp. 500.000,00 adalah
30%. Diasumsikan total dana giro wadi’ah di bank tsb adalah Rp.
500.000.000,00. Pendapatan bank dari penggunaan giro wadi’ah sebesar Rp.
10.000.000,00. Berapa bonus yang diterima oleh Tuan Ahmad pada akhir
bulan Juli 2010 ?
Jawab :
Bonus yang diterima Tuan Ahmad
= (saldo rata-rata Tn. Ahmad X Keuntungan Bank X 30%) : Total Dana Giro
Wadi’ah
20
= (Rp. 2.000.000,00 X Rp. 10.000.000,00 X 30%) : Rp. 500.000.000,00
= Rp 12.000,00
Berarti bonus yang diterima Tn. Ahmad pada akhir bulan Juli 2010 sebesar
Rp. 12.000,00
Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah
Ibu Ratnaningsih memiliki tabungan Mudharabah di bank syariah A dengan
saldo rata-rata bulan Mei sebesar Rp. 15.000.000,00. Perbandingan nisbah
antara bank syariah dengan deposan adalah 40% : 60%. Saldo rata-rata per
bulan di seluruh bank syariah A sebesar Rp. 7.500.000.000,00. Kemudian
keuntungan bank syariah yang dibagihasilkan adalah Rp. 30.000.000,00.
Berapa keuntungan Ibu Ratnaningsih pada bulan tsb?
Jawab :
Keuntungan Ibu Ratnaningsih
= (Saldo rata-rata Ibu Ratnaningsih X Keuntungan Bank Syariah X 60%) :
Saldo rata-rata bank syariah D
= (Rp. 15.000.000,00 X Rp. 30.000.000,00 X 60%) : Rp. 7.500.000.000,00
= Rp. 36.000,00
Berarti keuntungan Ibu Ratnaningsih yang diperoleh selama bulan tsb sebesar
Rp. 36.000,00
Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah
Tn. Arif memiliki deposito mudharabah sebesar Rp. 20.000.000,00 dengan
jangka waktu 1 bulan di bank syariah Z. Nisbah antara bank syariah dengan
nasabah adalah 45% : 55% . Saldo rata-rata deposito per bulan di bank syariah
Z sebesar Rp. 10.000.000.000,00. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan
bank syariah Z adalah Rp. 500.000.000,00. Berapa keuntungan Tn. Arif dari
nisbah yang telah ditentukan ?
Jawab :
Keuntungan Nasabah
21
= (Deposito Tn. Arif X Pendapatan Bank Syariah X 55%) : Saldo rata-rata
deposito di bank syariah
= (Rp. 20.000.000,00 X Rp. 500.000.000,00 X 55%) : Rp. 10.000.000.000,00
= Rp. 550.000,00
Berarti keuntungan Tn. Arif dari deposito berjangka 1 bulan sebesar Rp.
550.000,00
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah
terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan
Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru
bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut
serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap
menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terbagi kepada
dua sistem, yaitu; pertama, profit sharingyaitu sistem bagi hasil yang didasarkan
pada hasil bersih dari pendapatan yang diterima atas kerjasama usaha, setelah
dilakukan pengurangan-pengurangan atas beban biaya selama proses usaha
tersebut. Kedua. revenue sharing adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada
total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Di dalam perbankan syari’ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan
adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank
syari’ah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank
berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu
pula sebaliknya jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya
tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.
23
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto. 2012. Ekonomi Perbankan. http://databaseartikel.com/ekonomi/perbankan-
ekonomi/20128034-perbedaan-antara-bank-syariah-dan-bank konvensional.
html. (diakses tanggal 20 Maret 2014)
Hadi, Ahmad Ahyar, dkk. 2014. Laporan Observasi PT Bank Syariah Mandiri
Capem Buleleng, Kabupaten Buleleng. Universitas Pendidikan Ganesha.
Kasmir. 2004. Pemasaran Bank. Jakarta: Prenada Media
22
23