makalah bank syariah

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan nasional. Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan (contagion) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa perbankan nasional. 1

Upload: ahyar

Post on 10-Dec-2015

486 views

Category:

Documents


104 download

DESCRIPTION

Ekonomi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Bank Syariah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai masyarakat

yang adil dan makmur sebagaimana ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah

negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan

makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh semua pihak termasuk perbankan

nasional.

Sementara itu pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah

menimpa negara kita yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak

penularan (contagion) eksternal dengan kelemahan internal dari struktur

ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal dan kelemahan internal ini

telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa

perbankan nasional.

Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi

sosialis dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik

pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi

syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk

penindasan atau penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi

sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.

1

Page 2: Makalah Bank Syariah

2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah bank syariah di Indonesia?

2. Apakah pengertian dari bank syariah?

3. Apakah perbedaan dari bank syariah dan bank konvensional?

4. Apa saja produk-produk dari bank syariah?

5. Bagaimanakah sistem bagi hasil dalam perbankan syariah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sejarah bank syariah di Indonesia

2. Mengetahui pengertian dari bank syariah

3. Mengetahui perbedaan dari bank syariah dan bank konvensional

4. Mengetahui produk-produk dari bank syariah

5. Mengetahui sistem bagi hasil dalam perbankan syariah

Page 3: Makalah Bank Syariah

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bank Syariah di Indonesia

Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana

pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia –

Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang

diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan ( LSIK ) dan

Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat internasional,gagasan untuk mendirikan

Bank Islam terdapat dalam konferensi negara – negara islam di Kuala

Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969 yang diikuti 19

negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu:

1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika ia tidak

termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram

2. Diusulkan supaya dibentuk suatu Bank Islam yang bersih dari system riba

dalam waktu secepat mungkin.

3. Sementara menunggu berdirinya Bank Islam, bank-bank yang menerapkan

bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan

darurat.

Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat

lokakarya ”Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide

tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) di hotel

Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk suatu Tim Steering

Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz. Tim ini bertugas untuk

mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam di

Indonesia.

Tim Mui ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tebukti dalam

waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank Islam tersebut, dukungan umat Islam dari

3

Page 4: Makalah Bank Syariah

4

berbagai pihak sangat kuat. Setelah semua persyaratan terpenuhi pada tanggal 1

November 1991 dilakukan penandatanganan akte pendirian Bank Mu’amalat

Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H

dengan izin Menteri Kehakiman No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin

prinsip Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1223/MK.013/1991 tanggal

5 November 1991 BMI bias memulai operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat

melalui jasa-jasanya.

Setelah BMI mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah

di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menetapkan dan mempraktikan

system syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Setelah

lahirnya BMI, kini di masa reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga

perbankan konvensional yang menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki

pemerintah maupun swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI

Cabang Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak

terlepas dari peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-

likuidasi ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.

2.2 Pengertian Bank Syariah

Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang

menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank

dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalamliterature Islam dikenal

dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Isitilah lain yang digunakan untuk

sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, istilah Islam dan Syariah

memang mempunyai pengertian berbeda.

Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah

mempunyai pengertian yang sama. Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998

disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya

Page 5: Makalah Bank Syariah

5

memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran . Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip

syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak

lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai

dengan syari’ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari’ah berarti bank

yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada

ketentuan Al-Quran dan Al Hadist.

Bank syari’ah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya

deregulasi sector perbankan pada tahun 1983. Kemudian posisi perbankan syari’ah

semakin pasti setelah disahkan UU Perbankan Indonesia No.7 tahun 1992, dimana

bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari

nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil.

Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil yang secara

tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan

usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang

kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan

melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” (pasal 6), maka jalan bagi

operasional perbankan syari’ah semakin luas.kini titik kulminasi telah tercapai

dengan disahkannya UU No.10 Thn 1998 tentang perbankan yang membuka

kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syari’ah maupun yang ingin

mengkonfersi dari system konvensional menjadi system syari’ah.

UU No.10 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No 72/1992 yang

melarang dual system.  Dengan tegas pasal 6 UU No10/1998 membolehkan bank

umum yang melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syari’ah.

[9] .Selain itu dasar perbankan syari’ah juga terdapat dalam UU Perbankan No 10 thn

1998 ( pasal 1 ayat 12,13; pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c) yang merupakan UU

Perbankan No 7 Tahun 1992.

Untuk menjalankan undang-undang tersebut selanjutnya dikeluarkan Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan

Rakyat tahun 1999 dilengkapi bank umum berdasarkan  prinsip syari’ah dan bank

perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah. Aturan yang berkaitan dengan Bank

Page 6: Makalah Bank Syariah

6

Umum berdasarkan prinsip syari’ah diatur dalam Surat Keputusan direksi bank

Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tgl. 12 Mei 1999

2.3 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Bank Syariah merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Selain

itu dalam operasionalnya Bank Syariah juga diatur oleh fatwa DSN-MUI dan hukum

yang berlaku di Indonesia tentang perbankan syariah.

Keuntungan yang diberikan kepada nasabah berupa bagi hasil, dimana bagi hasil

ditentukan dengan persentase porsi (nisbah) yang disepakati antara Bank Syariah dan

nasabah.

Besarnya bagi hasil tidak dapat ditentukan di muka, hal demikian dikarenakan

sangat tergantung dari realisasi pendapatan Bank Syariah, berbeda dengan Bank

Konvensional dimana return (bunga) ditentukan di muka, dan tidak tergantung dari

seberapa besar atau kecilnya pendapatan bank.

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional,

antara lain :

1. Perbedaan Falsafah

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah

terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak

melaksanakan  sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank

kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang

sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank

syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang

dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam

bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi

perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung

unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau 

compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan

membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita

di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk

Page 7: Makalah Bank Syariah

7

banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar

disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.

2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan

maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito

pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan

uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka

bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat

likuid. Likuiditas yang  tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi

syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena

pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja

tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut

diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung

risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha

yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian,

maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan

maupun risiko.

Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga

keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana

nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian,

dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang

diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana

nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan

kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula

keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika

keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan

bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana

nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah

keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank

Page 8: Makalah Bank Syariah

8

konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam

usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.

Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya

keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank

syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula

keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan

banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah

keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase

dari dana yang disimpannya saja.

3. Kewajiban Mengelola Zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti

wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan

mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada

bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)

4. Struktur Organisasi

Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya

Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas

bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS  ini dibawahi oleh

Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-

masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika

lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan

rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia

dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.

5. Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan

Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka

bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan.

Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau

nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya

ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha

yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi

Page 9: Makalah Bank Syariah

9

bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan

bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display

“ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.

2.4 Produk-produk Bank Syariah

Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi menjadi

tiga bagian besar yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan

produk jasa.

1. Produk Penyaluran Dana

Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk

pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan

berdasarkan tujuan penggunaan yaitu:

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang

dilakukan dengan prinsip jual beli.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan

dengan prinsip sewa.

c. Transaksi pembiyaan untuk usaha kerja sama yang dituju guna

mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan

didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk

yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip

jual beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang

menggunakan prinsip sewa atau ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat

keuntungan bank ditentukan dari besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi

hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil

yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk kedalam kelompok

ini adalah musyarakah dan mudhrabah.

d. Prinsip jual beli (Ba’i)

Page 10: Makalah Bank Syariah

10

Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan

barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank

ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.

Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan

waktu penyerahan barang seperti :

Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah

keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi

pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu

pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika

telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.

Salam

Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,

sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan

secara tangguh. Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan

nasabah menjadi penjual.

Istishna

Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam

Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali

termin pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya

diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

e. Prinsip Sewa (Ijarah)

Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang

menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada

akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil

manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah

yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan

berpindahnya kepemilikan)

f. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Page 11: Makalah Bank Syariah

11

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil

adalah :

Musyarakah

Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam

kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber

daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi

modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola

proyek kerjasama tersebut.

Mudarabah

Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan

bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib

(pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan

pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu.

Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan

pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan

berdasarkan nisbah yang disepakati.

g. Akad Pelengkap

Untuk memudahkan pelaksanan pembiyaan, biasanya diperlukan juga

akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari

keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan

pembiyaan. Meskipu tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad

pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya biaya yang

dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini

sekedar untuk menutupi biaya yang benar benar timbul.

Hiwalah (Alih Utang Piutang)

Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek

perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu

supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan

produksinya, sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.

Rahn

Page 12: Makalah Bank Syariah

12

Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad

Rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada

bank dalam memberikan pembiayaan.

Qardh

Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji

membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat

penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada

nasabah calon haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum

keberangkatan Hajinya.

Wakalah

Wakalah dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah

memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan

pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer

uang.

Kafalah

Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank

Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban

pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan

sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula

menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan

pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

2. Produk Penghimpunan Dana

Produk penghimpunan dana dibank syariah dapat berupa giro,

tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam

penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.

a. Wadi’ah

Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah

Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam

konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang

Page 13: Makalah Bank Syariah

13

dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari

dana yang dititipkan.

b. Mudharabah

Mudarabah Mutlaqah

Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak disertai dengan

pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.

Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet

Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah

yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal

untuk investsi-investasi tertentu.

Mudarabah of Balance Sheet

Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger,

yang mempertemukan nasabah pemilih modal dan nasabah yang akan

menjadi mudharib.

c. Wakalah

Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah

memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan

pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

3. Produk Jasa

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan

kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa

perbankan tersebut antara lain berupa :

a. Sharf (jual beli valuta asing)

Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf,

sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil

keuntungan dari jual beli valuta asing ini.

b. Ijarah (Sewa)

Page 14: Makalah Bank Syariah

14

Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit

box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank

mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

2.5 Sistem Bagi Hasil Bank Syariah

Suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan

pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara bank syariah dengan

penyimpan dana serta antara bank syariah dengan nasabah penerima dana. Akad yang

digunakan bisa menggunakan akad mudharabah dan akad musyarakah dan

sebagainya.

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau

ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut

diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara

kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan

ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang

berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal

terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah

pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya

kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah

terdiri dari dua sistem, yaitu:

a. Profit Sharing

b. Revenue Sharing

2.5.1 Pengertian Profit Sharing

Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.

Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian  laba. Profit secara istilah adalah

perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu

perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit

sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total

Page 15: Makalah Bank Syariah

15

pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering

dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai

pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil

usaha yang telah dilakukan.

Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan

bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola

modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di

antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika

mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di

awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan

ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.

Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal

investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak

mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah

dilakukannya.

2.5.2 Pengertian Revenue Sharing

Revenue sharing, secara bahasa revenue berarti uang masuk,

pendapatan, atau income. Dalam istilah perbankan revenue sharing berarti

proses bagi pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-

biaya operasional yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang

didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana, dana tidak termasuk

fee atau komisi atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank karena pendapatan

tersebut pertama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional

bank.

Maksudnya pembagian dana terhadap nasabah atas pendapatan-

pendapatan yang diperoleh oleh bank tanpa menunggu pengurangan-

pengurangan atas pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank dalam

pengelolaan dana yang diamanatkan oleh nasabah, disatu sisi

Page 16: Makalah Bank Syariah

16

pelaksanaan revenue sharing ini bertentangan dengan prinsip bagi hasil itu

sendiri, karena dalam prinsip bagi hasil tentunya investor bertanggung jawab

atas dana yang diamanatkannya, artinya ia juga memiliki andil dalam

pengelolaan dananya, bahkan jika terjadi kerugian dalam usaha maka shohibul

mall ikut menanggung kerugiannya.

Dalam revenue sharing, proses distribusi pendapatan ini dilakukan

sebelum memperhitungkan biaya operasionalisasinya yang ditanggung oleh

bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas

investasi dana dan tidak termasuk fee atau jasa-jasa yang diberikan oleh bank.

Dalam mekanisme ini, berarti mengandung unsur peralihan mekanisme

bagi hasil dari profit and loss sharing menjadi revenue sharing, perubahan

dari penanggunan risiko menjadi tidak menanggung risiko, walaupun di

dalam mekanisme ini tidak diketahui berapa besar jumlah keuntungan yang

akan diperoleh, berbeda dengan bunga yang telah jelas berapa prosentase

keuntungan yang akan diperoleh dari besarnya dana yang diinvestasikan.

Page 17: Makalah Bank Syariah

17

2.5.3 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

2.5.4 Legalitas Profit Sharing dan Revenue Sharing

Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No.

15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA

DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH ini adalah sebagai berikut :

Pertama: Ketentuan Umum

a. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (NetRevenue

Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil

usaha dengan mitra (nasabah)-nya.

b. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha

sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).

c. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati

dalam akad.

Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya dilakukan

Page 18: Makalah Bank Syariah

18

melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di

kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan

sebagaimana mestinya.

Contoh Perhitungan Bagi Hasil dalam akad penghmpunan dana ( tabungan )

dalam perbankan syari’ah.

a. Al-Wadi’ah (Simpanan/titipan)

Yaitu suatu titipan dari pihak satu pihak ke pihak yang lain yang harus

dipelihara dan dapat diambil sewaktu-waktu jika penitip

menginginkannya. Penerima simpanan disebut yad al amanah / tangan

amanah yang tidak bertanggung jawab terhadap barang titipan apabila

terjadi kerusakan pada barang titipan tsb selama bukan karena kelalaian

penerima simpanan. Dengan demikian tata cara titipan melibatkan

nasabah (orang yang menitipkan), pihak yang dititipi (bank syariah) dan

barang titipan (dana nasabah)

b. Mudharaban (Investasi)

Yaitu suatu bentuk perniagaan antara nasabah (pemilik dana) dengan

Bank (pengelola dana) untuk melakukan usaha dengan keuntungan dibagi

bersama sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Dengan demikian cara

investasi ini melibatkan pemilik modal (nasabah), pengelola modal (bank

syariah) dan modal (dana) yang jelas jumlahnya, jangka waktu

pengelolaan modal dan jenis pekerjaan/proyek yang dibiayai dan nisbah

keuntungan.

Dalam penggunaan uang titipan harus meminta izin terlebih dahulu

kepada pemilik uang tsb dan pengguna uang tsb harus menjamin akan

mengembalikan uang tsb secara utuh Pada saat itu, prinsipyad al-

amanah akan berubah menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).

Page 19: Makalah Bank Syariah

19

Oleh karena itu pihak bank akan menerima segala keuntungan sekaligus

menerima resiko kerugian yang ditanggung oleh pihak bank itu sendiri.

Pihak bank akan memberikan suatu pelayanan terhadap pemilik dana

yaitu menjamin keamanan uangnya dan memberikan bonus atau insentif 

berupa nisbah (bagi hasil) untuk giro wadi’ah. Akan tetapi besar nominal dan

persentase tidak ada perjanjian sebelumnya sehingga hal ini tergantung pada

kebijakan bank.

Biasanya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan

(mudharib) sebesar 30% , nisbah untuk tabungan 40% : 60% dan nisbah untuk

deposito 45% : 55%

2.5.5 Perhitungan Bagi Hasil

Contoh perhitungan bonus untuk rekening giro wadi’ah

Tuan Ahmad memiliki rekening giro wadi’ah di bank syariah D dengan saldo

rata-rata pada bulan Juli 2010 sebesar Rp. 2.000.000,00. Bonus yang

diberikan bank syariah D untuk saldo rata-rata minimal Rp. 500.000,00 adalah

30%. Diasumsikan total dana giro wadi’ah di bank tsb adalah Rp.

500.000.000,00. Pendapatan bank dari penggunaan giro wadi’ah sebesar Rp.

10.000.000,00. Berapa bonus yang diterima oleh Tuan Ahmad pada akhir

bulan Juli 2010 ?

Jawab :

Bonus yang diterima Tuan Ahmad

= (saldo rata-rata Tn. Ahmad X Keuntungan Bank X 30%) : Total Dana Giro

Wadi’ah

Page 20: Makalah Bank Syariah

20

= (Rp. 2.000.000,00 X Rp. 10.000.000,00 X 30%) : Rp. 500.000.000,00

= Rp 12.000,00

Berarti bonus yang diterima Tn. Ahmad pada akhir bulan Juli 2010 sebesar

Rp. 12.000,00

Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah

Ibu Ratnaningsih memiliki tabungan Mudharabah di bank syariah A dengan

saldo rata-rata bulan Mei sebesar Rp. 15.000.000,00. Perbandingan nisbah

antara bank syariah dengan deposan adalah 40% : 60%. Saldo rata-rata per

bulan di seluruh bank syariah A sebesar Rp. 7.500.000.000,00. Kemudian

keuntungan bank syariah yang dibagihasilkan adalah Rp. 30.000.000,00.

Berapa keuntungan Ibu Ratnaningsih pada bulan tsb?

Jawab :

Keuntungan Ibu Ratnaningsih

= (Saldo rata-rata Ibu Ratnaningsih X Keuntungan Bank Syariah X 60%) :

Saldo rata-rata bank syariah D

= (Rp. 15.000.000,00 X Rp. 30.000.000,00 X 60%) : Rp. 7.500.000.000,00

= Rp. 36.000,00

Berarti keuntungan Ibu Ratnaningsih yang diperoleh selama bulan tsb sebesar

Rp. 36.000,00

Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah

Tn. Arif memiliki deposito mudharabah sebesar Rp. 20.000.000,00 dengan

jangka waktu 1 bulan di bank syariah Z. Nisbah antara bank syariah dengan

nasabah adalah 45% : 55% . Saldo rata-rata deposito per bulan di bank syariah

Z sebesar Rp. 10.000.000.000,00. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan

bank syariah Z adalah Rp. 500.000.000,00. Berapa keuntungan Tn. Arif dari

nisbah yang telah ditentukan ?

Jawab :

Keuntungan Nasabah

Page 21: Makalah Bank Syariah

21

= (Deposito Tn. Arif X Pendapatan Bank Syariah X 55%) : Saldo rata-rata

deposito di bank syariah

= (Rp. 20.000.000,00 X Rp. 500.000.000,00 X 55%) : Rp. 10.000.000.000,00

= Rp. 550.000,00

Berarti keuntungan Tn. Arif dari deposito berjangka 1 bulan sebesar Rp.

550.000,00

Page 22: Makalah Bank Syariah

22

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam bank syariah

terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bank-bank konvesional yaitu Dewan

Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-produk baru

bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut

serta membuat surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap

menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terbagi kepada

dua sistem, yaitu; pertama, profit sharingyaitu sistem bagi hasil yang didasarkan

pada hasil bersih dari pendapatan yang diterima atas kerjasama usaha, setelah

dilakukan pengurangan-pengurangan atas beban biaya selama proses usaha

tersebut. Kedua. revenue sharing adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada

total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang

telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.

Di dalam perbankan syari’ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan

adalah sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank

syari’ah dapat berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank

berperan sebagai pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu

pula sebaliknya jika bank berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya

tersebut pada pihak nasabah pengelola dana.

Page 23: Makalah Bank Syariah

23

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto. 2012. Ekonomi Perbankan. http://databaseartikel.com/ekonomi/perbankan-

ekonomi/20128034-perbedaan-antara-bank-syariah-dan-bank konvensional.

html. (diakses tanggal 20 Maret 2014)

Hadi, Ahmad Ahyar, dkk. 2014. Laporan Observasi PT Bank Syariah Mandiri

Capem Buleleng, Kabupaten Buleleng. Universitas Pendidikan Ganesha.

Kasmir. 2004. Pemasaran Bank. Jakarta: Prenada Media

22

23