makalah b7 klompok ske.7

22
Keseimbangan Asam Basa Dalam Tubuh Manusia Kelompok F5 Kressa stiffensi saparang (102010126) Haswinanti Wilda (102012443) Martha simanjuntak (102013226) Fendy (102013345) Elva Patabang (102014029) Andres Vidianto Salim (102014048) Esa Claudia Haning (102014171) Thavinaash Ramany (102014239) Wulan Sri Astuti (102014254) Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 1

Upload: awalliantoni

Post on 17-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Keseimbangan Asam Basa Dalam Tubuh Manusia

Kelompok F5Kressa stiffensi saparang (102010126)Haswinanti Wilda (102012443)Martha simanjuntak (102013226)Fendy (102013345)Elva Patabang (102014029)Andres Vidianto Salim (102014048)Esa Claudia Haning (102014171)Thavinaash Ramany (102014239)Wulan Sri Astuti (102014254)

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510Telp : 021-56942061, Fax : 021-5631731

AbstractAcid-base balance in the body is obviously important in a homeostasis. pH is a measure degree of acidity that used to determine an acid or base fluids. The value of body fluids is ranged from 7,35-7,45. When pH of body fluids below 7,35 is called acidosis, while pH of body fluids above 7,45 is called alkalosis. Overall, there are 3 primary systems that regulates the hydrogen ion concentration in body fluids to prevent acidosis or alkalosis which are buffer systems, respiratory system and renal system. The major buffer system in blood is regulated by protein, Hb and carbonic acid-bicarbonate. HCO3- is regulated by renal function and H2CO3 is regulated by pulmonary function. Acidosis and alkalosis are divided into 2 types which are metabolic and respiratory based on the amount of HCO3- and H2CO3. That condition can be compensated both respiratory system and renal system for achieve fixed ratio between HCO3- and H2CO3 which 20:1.Keywords: buffer, respiratory, renal, acidosis metabolic

AbstrakKeseimbangan asam dan basa di dalam tubuh sangatlah penting dalam suatu homeostasis. pH merupakan ukuran derajat keasaman yang dipakai dalam menentukan kondisi cairan yang asam atau basa. Nilai pH cairan tubuh berkisar antara 7,35-7,45. Kondisi saat pH cairan tubuh di bawah 7,35 disebut asidosis, sedangkan kondisi pH cairan tubuh di atas 7,45 disebut alkalosis Secara keseluruhan ada 3 sistem primer yang meregulasi konsentrasi ion H+ di dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis yaitu sistem buffer, sistem pernapasan dan sistem renal. Sistem buffer utama di dalam darah diatur oleh protein, Hb dan asam karbonat-bikarbonat. HCO3- diatur oleh fungsi ginjal dan H2CO3 diatur oleh fungsi paru-paru. Asidosis dan alkalosis dibagi menjadi 2 jenis yaitu metabolik dan respiratorik berdasarkan jumlah HCO3 dan H2CO3. Keadaan tersebut dapat dikompensasi oleh sistem pernafasan dan sistem renal agar perbandingan antara HCO3- dan H2CO3 selalu tetap yaitu 20:1.Kata Kunci: Buffer, respiratori, renal, asidosis metabolik

PendahuluanKadar kimia asam dan basa sukar dipisahkan dengan konsentrasi ion H+. Regulasi kadar ion H+ (ion hidrogen) identik dengan beberapa cara pengaturan kadar ion-ion lain didalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai homeostasis, terdapat keseimbangan antara pemasukan atau produksi ion H+ dan pengeluaran ion H+ dari tubuh. Serupa halnya dengan ion-ion yang lain, ginjal berperan penting dalam regulasi pengeluaran ion H+ dari tubuh. Akan tetapi, pada pengaturan ion H+ di dalam cairan ekstraseluler, konsentrasi ion H+ lebih mudah dieliminasi oleh ginjal. Ada beberapa cara mekanisme pengaturan keseimbangan asam basa yang melibatkan darah, sel, dan paru-paru; yang berperan penting pada konsentrasi ion H+ yang normal pada cairan intraseluler maupun ekstraseluler. 1Definisi Asam BasaAir memiliki sedikit kecendurungan untuk terdisosiasi menjadi ion H+ dan protons. Asam adalah zat yang melepaskan ion hidrogen, sedangkan basa adalah zat yang menerima ion hidrogen. Keasaman dari suatu larutan umumnya diketahui menggunakan logaritma skala pH. Ion bikarbonat dan buffer lainnya secara normal mempertahankan pH cairan ekstraseluler berkisar antara 7,35 - 7,45. Gangguan keseimbangan asam basa dapat diverifikasi dengan mengukur keasaman darah arteri dan komponen CO2 di darah vena. Penyebab asidosis (Ph darah7,45), contohnya, pada muntah HCL. 2 Pengaturan Keseimbangan Asam BasaSecara keseluruhan ada 3 sistem primer yang meregulasi konsentrasi ion H+ di dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis: (1) sistem buffer dari senyawa kimia asam basa di dalam cairan tubuh, yang secara langsung berikatan dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan yang eksesif dari konsentrasi ion H+; (2) pusat pernapasan, yang mengatur eliminasi dari CO2 atau H2CO3 dari cairan ekstraseluler; dan (3) ginjal, yang dapat mensekresikan baik urin asam atau basa, berdasarkan pengaturan kembali konsentrasi ion H+ yang normal di cairan ekstraseluler dalam keadaan asidosis atau alkalosis. 1Ketika ada perubahan konsentrasi ion H+, sistem buffer dalam cairan tubuh bereaksi dalam kurun waktu 1 detik untuk meminimalisir perubahan tersebut. Sistem buffer tidak mengeliminasi ion H+ dari atau menambahkannya ke dalam tubuh, tetapi hanya menjaga mereka tetap terikat sampai keseimbangan dapat dipertahankan. Pertahanan kedua yaitu sistem pernapasan, juga berperan dalam waktu beberapa menit utnuk mengeliminasi CO2 atau H2CO3 dari dalam tubuh. Pertahan pertama dan kedua menjaga agar konsentrasi ion H+ tidak berubah terlalu tinggi hingga ada respon yang lambat dari sistem pertahan yang ketiga, ginjal, dapat mengeliminasi kelebihan asam atau basa dari dalam tubuh. Walaupun kerja ginjal dalam merespon relatif lambat dibandingkan pertahanan lainnya, sekitar beberapa jam hingga beberapa hari, dia merupakan sistem regulasi asam basa yang terkuat. 1Sistem BufferPergerseran asam dan basa di dalam darah sangat dikontrol oleh 3 sistem dapar atau buffer utama yaitu protein, hemoglobin (Hb) dan sistem asam karbonat ion bikarbonat (H2CO3-HCO3-). Sistem buffer asam karbonat ion bikarbonat adalah sistem buffer yang terutama pada cairan ekstraseluler. Ada sistem buffer yang tidak terlalu penting peranannya sebagai buffer cairan ekstraseluler tetapi berperan penting dalam sistem buffer di cairan tubulus renal dan cairan intraseluler yaitu buffer fosfat. 3Buffer ProteinPenyangga yang paling banyak terdapat di cairan tubuh adalah protein, termasuk protein intrasel dan protein plasma. Protein adalah penyangga yang sangat baik karena mengandung gugus asam dan basa yang dapat menyerahkan atau menyerap ion H+. Secara kuantitatif, sistem protein sangat penting dalam menyangga perubahan [H+] di cairan intraseluler karena besarnya jumlah protein intrasel. Protein plasma yang jumlahnya lebih terbatas bersifat memperkuat sistem H2CO3 : HCO3- dalam sistem buffer ekstraseluler. 4Buffer HbHemoglobin (Hb) menyangga H+ yang dihasilkan dari CO2 yang diproduksi secara metabolik dalam transit antara jaringan dan paru. Di tingkat kapiler sistemik, CO2 secara terus-menerus berdifusi ke dalam darah dari sel-sel jaringan tempat gas ini dihasilkan. Sebagian besar CO2 ini, bersama dengan H2O membentuk H+ dan HCO3- di bawah pengaruh karbonat anhidrase di dalam sel darah merah. Sebagian besar H+ yang dihasilkan dari CO2 di tingkat jaringan akan terikat ke Hb tereduksi dan tidak lagi berkontribusi untuk keasaman cairan tubuh. Jika tidak terdapat Hb, darah akan menjadi terlalu asam setelah menyerap CO2 di jaringan. Dengan kemampuan sistem Hb yang sangat besar untuk mendapar, darah vena hanya sedikit lebih asam daripada darah arteri meskipun terdapat CO2 penghasil H+ dalam jumlah besar di darah vena. Di paru, reaksi berbalik dan CO2 yang terbentuk dihembuskan keluar. 4Buffer H2CO3-HCO3-Persamaan Henderson-Hasselbalch berlaku pada sistem buffer H2CO3-HCO3- dan dapat diturunkan seperti di bawah ini. 5Asam lemah seperti H2CO3 terionisasi seperti berikut:H2CO3 HCO3- + H+Konstanta ekuilibrium untuk disosiasi ini adalah:Ka = [H+] [HCO3-] [H2CO3]Perkalian silang menghasilkan:Ka [H2CO3] = [H+] [HCO3-] Kedua sisi dibagi dengan [HCO3-]:[H+] = Ka [H2CO3] [HCO3-]Ambil log kedua sisi:log [H+] = log Ka [H2CO3] [HCO3-]

log [H+] = log Ka + log [H2CO3] [HCO3-]Dikalikan -1: - log [H+] = - log Ka - log [H2CO3] [HCO3-]Gantikan pH dan pKa untuk log [H+] dan log Ka; makapH = pKa log [H2CO3] [HCO3-]Pembalikan pecahan terakhir menghilangkan tanda minus dan menghasilkan persamaan Henderson Hasselbach:pH = pKa + log [HCO3-][H2CO3]Secara praktis, [H2CO3] mencerminkan secara langsung konsentrasi CO2 terlarut sehingga disebut sebagai [CO2] terlarut karena sebagian besar CO2 dalam plasma diubah menjadi H2CO3. pKa adalah logaritma 1/Ka, dan seperti Ka, pKa selalu sama untuk suatu asam. Untuk H2CO3, pK adalah 6,1. Karena pK selalu konstan, perubahan pH berkaitan dengan perubahan rasio antara [HCO3-] dan [H2CO3]. 4Dalam keadaan normal, rasio antara [HCO3-] dan [H2CO3] di cairan ekstraseluler adalah 20 : 1; yaitu terdapat 20 kali lebih banyak HCO3- daripada H2CO3. Aplikasinya memasukkan rasio ini ke dalam rumus:pH = pKa + log [HCO3-][H2CO3]pH = pKa + log [20] [1]Log 20 adalah 1,3. Karena itu, pH = 6,1 +1,3 = 7,4, yaitu pH normal plasma. Jika rasio [HCO3-] terhadap [H2CO3] meningkat melebihi 20 : 1, pH meningkat. Dengan demikian, baik peningkatan [HCO3-] maupun penurunan [CO2], keduanya akan meningkatkan rasio [HCO3-] : [H2CO3] jika komponen lain tidak berubah, menggeser keseimbangan asam-basa ke sisi basa. Sebaliknya, ketika rasio [HCO3-] : [H2CO3] berkurang di bawah 20 : 1, pH turun menuju sisi asam. Hal ini dapat terjadi jika [HCO3-] menurun atau [H2CO3] meningkat sementara komponen lain tidak berubah. 4Pada pH Ada 2 faktor tambahan yang membuat sistem asam karbonat-ion bikarbonat sebagai buffer biologis yang baik. Pertama, reaksi CO2 + H2O H2CO3 berlangsung perlahan dari 2 arah reaksi kecuali ada peran enzim carbonic anhydrase. Carbonic anhydrase tidak terdapat di dalam plasma, tetapi ada peranannya secara jelas di dalam sel darah merah. Kedua, adanya Hb di dalam darah meningkatkan sistem buffer dengan mengikat H+ yang dihasilkan dari reaksi CO2 dengan air dan meloloskan pergerakan HCO3- ke plasma. 3Sistem Pernapasan terhadap Keseimbangan Asam BasaLini pertahanan kedua dalam mengatasi ketidakseimbangan asam basa dikontrol oleh konsentrasi CO2 di cairan ekstraseluler oleh paru-paru. Peningkatan ventilasi mengeliminasi CO2 dari cairan ekstraseluler, dimana berdasarkan banyak aktivitasnya, mengurangi konsentrasi ion H+. Sebaliknya, penurunan ventilasi meningkatkan CO2, kemudian juga meningkatkan konsentrasi ion H+ di cairan ekstraseluler. 1Ekspirasi pulmonal CO2 menyeimbangkan produksi metabolik CO2. CO2 dibentuk secara terus-menerus di dalam tubuh oleh proses metabolisme di intraseluler. Setelah terbentuk, CO2 akan berdifusi dari sel menuju cairan interstitial dan darah, dan mengalir melalui darah menuju ke paru-paru, dimana terjadi difusi ke alveoli dan kemudian ditransfer ke atmofer oleh ventilasi pulmonal. Sekitar 1,2 mol/L CO2 yang terlarut, normalnya berada di cairan ekstraseluler, berkaitan dengan PCO2 sebesar 40 mmHg. 1Jika kecepatan produksi metabolik CO2 meningkat, PCO2 di cairan ekstraseluler turut meningkat. Sebaliknya, penurunan kecepatan produksi metabolik menurunkan PCO2. Jika kecepatan ventilasi pulmonal meningkat, CO2 dihembuskan dari paru-paru, dan PCO2 di dalam cairan ekstraseluler menurun. Jadi, perubahan baik di ventilasi pulmonal atau kecepatan produksi CO2 oleh jaringan dapat mengubah PCO2 di cairan ekstraseluler. 1Peningkatan ventilasi alveolar menurunkan konsentrasi ion H+ di cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH. Jika pembentukan metabolik CO2 tetap constant, faktor satu-satunya yang lain yang mempengaruhi PCO2 di cairan ekstraseluler adalah kecepatan ventilasi alveolar. Semakin tinggi kecepatan ventilasi alveolar, semakin rendah PCO2; sebaliknya, semakin rendah kecepatan ventilasi alveolar, semakin tinggi PCO2. PCO2. Seperti yang didiskusikan sebelumnya, ketika konsentrasi CO2 meningkat, konsentrasi H2CO3 dan konsentrasi H+ juga ikut meningkat, sehingga menurunkan pH di cairan ekstraseluler. 1

Gambar 1. Perubahan pH di cairan ekstraselular yang diakibatkan oleh peningkatan atau penurunan kecepatan ventilasi alveolarSumber: Dokumen pribadi (Kamis 21 Mei 2015)Gambar 1 menunjukkan perubahan-perubahan yang memiliki kisaran tertentu dalam pH darah yang diakibatkan oleh meningkat atau menurunnya kecepatan ventilasi alveolar. Perlu dicatat bahwa peningkatan ventilasi alveolar sekitar 2 kali lipat normal, meningkatkan pH di cairan ekstraseluler sekitar 0,23. Jika pH cairan tubuh 7,40 dengan ventilasi alveolar yang normal, menggandakan kecepatan ventilasi meningkatkan pH menjadi sekitar 7,63. Sebaliknya, penurunan ventilasi alveolar menjadi normal, menurunkan pH sebesar 0,45. Oleh karena itu, jika pH 7,4 pada ventilasi alveolar yang normal, penurunan ventilasi menjadi normal menurunkan pH menjadi 6,95. 1Peningkatan konsentrasi ion H+ menstimulasi ventilasi alveolar. Tidak hanya kecepatan ventilasi alveolar yang mempengaruhi konsentrasi ion H+ dengan mengubah PCO2 cairan tubuh, tetapi konsentrasi ion H+ mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolar itu sendiri. 1Kemudian, gambar 2 menunjukkan bahwa kecepatan ventilasi alveolar meningkat sekitar 4-5 kali normal disertai penurunan pH pada nilai normal yaitu 7,4 menjadi sangat asam yaitu 7,0. Sebaliknya, ketika pH plasma meningkat diatas 7,4, hal ini menyebabkan penurunan kecepatan ventilasi alveolar. Seperti yang dapat dilihat pada grafik, perubahan kecepatan ventilasi per unit perubahan pH, sangat besar pengaruhnya terhadap penurunan nilai pH (berkaitan dengan peningkatan konsentrasi ion H+) dibandingkan dengan peningkatan nilai pH. Alasannya, bahwa penurunan kecepatan ventilasi alveolar, hutang terhadap peningkatan pH (penurunan konsentrasi ion H+), jumlah oksigen yang dipasok ke darah berkurang dan tekanan parsial oksigen (PO2) di dalam darah juga berkurang, dimana menstimulasi kecepatan ventilasi alveolar. Maka dari itu, kompensasi respiratorik untuk peningkatan pH tidak seefektif responnya yang jelas pada penurunan pH. 1

Gambar 2. Efek pH darah terhadap kecepatan ventilasi alveolarSumber: Dokumen pribadi (Kamis 21 mei 2015)Pengaturan umpan balik konsentrasi ion H+ sistem respiratori. Karena peningkatan konsentrasi ion H+ menstimulasi respirasi, dan karena peningkatan ventilasi alveolar menurunkan konsentrasi ion H+, sistem repiratorik berperan sebagai umpan balik negatif yang khas, pengontrol konsentrasi ion H+. 1

Jadi, kapan saja konsentrasi ion H+ meningkat di atas normal, sistem respiratorik dirangsang, dan ventilasi alveolar meningkat. Hal ini menurunkan PCO2 di cairan ekstraseluler dan menurunkan konsentrasi ion H+ kembali ke normal. Sebaliknya, jika konsentrasi ion H+ turun di bawah normal, pusat pernapasan menjadi depresi, ventilasi alveolar menurun, dan konsentrasi ion H+ meningkat kembali ke nilai normal. 1Efisiensi kontrol respiratorik pada konsentrasi ion H+. Kontrol respiratorik tidak dapat dapat mengembalikan konsentrasi ion H+ kembali menjadi normal ketika gangguan di luar sistem respiratorik telah mengubah nilai pH. Biasanya, mekanisme respiratorik untuk mengontrol konsentrasi ion H+ memiliki tingkat keefektivitas antara 50 dan 70 persen, berkaitan dengan perolehan umpan balik bernilai sekitar 1 hingga 3. Jadi, jika konsentrasi ion H+ tiba-tiba meningkat dengan menambahkan asam ke cairan ekstraseluler dan pH turun dari 7,4 menjadi 7,0, sistem respiratori dapat mengembalikan pH ke kisaran nilai 7,2 hingga 7,3. Respon ini muncul dalam waktu 3 sampai 12 menit. 1Kekuatan buffer yang ada pada sistem respiratori. Regulasi respiratori pada keseimbangan asam basa adalah tipe sistem buffer yang fisiologis karena dia berperan cepat dan menjaga agar konsentrasi ion H+ tidak berubah sangat jauh hingga respon lambat dari ginjal dapat mengeliminasi ketidakseimbangan tersebut. Umumnya, kekuatan buffer pada sistem respiratori adalah 1-2 kali kekuatan buffer senyawa-senyawa kimia yang lain yang terkombinasi di dalam cairan ekstraseluler. Jadi, 1-2 kali banyaknya asam atau basa yang secara normal dapat dibuffer oleh mekanisme ini dibandingkan buffer kimia. 1Sistem Renal terhadap Keseimbangan Asam BasaGinjal mengatur keseimbangan asam basa dengan mengekskresikan baik urin yang asam atau basa. Mengeskresikan urin yang asam mengurangi jumlah asam di cairan ekstraseluler, sedangkan mengekskresikan urin yang basa menyingkirkan basa dari cairan ekstraseluler. 1Mekanisme secara keseluruhan dimana ginjal mengekskresikan urin asam atau basa adalah sebagai berikut: HCO3- dalam jumlah besar difiltrasi terus-menerus ke dalam tubulus, dan jika HCO3- tersebut terekskresi ke dalam urin, hal ini berarti melepas basa dari dalam darah. Ion H+ dalam jumlah besar juga disekresi ke lumen tubular oleh sel epitel tubular, kemudian melepas asam dari dalam darah. Jika lebih banyak ion H+ disekresikan daripada HCO3 tersaring, akan ada kehilangan bersih pada asam yang berasal dari cairan ekstraseluler. Sebaliknya, jika lebih banyak HCO3- tersaring daripada ion H+ yang disekresikan, akan ada kehilangan bersih pada basa. 1Ketika terjadi kelebihan HCO3 atau reduksi konsentrasi ion H+ di cairan ekstraseluler (alkalosis), ginjal gagal untuk mereabsorpsi seluruh HCO3- yang tersaring dan tertinggal di tubulus, akibatnya terjadi peningkatan ekskresi HCO3- melalui urin. Karena HCO3 berperan normal sebagai buffer ion H+ di cairan ekstraseluler, kehilangan HCO3- sebanding dengan penambahan ion H+ di cairan ekstraseluler. Jadi, dalam keadaan alkalosis, pelepasan HCO3- meningkatkan konsentrasi ion H+ kembali ke normal. Sistem buffer yang penting pada ginjal ada buffer fosfat dan buffer amonia. 1Dalam keadaan kelebihan ion H+ relatif terhadap HCO3-, asidosis, ginjal tidak mengekskresikan HCO3- ke dalam urin tetapi mereabsorpsi seluruh HCO3-, ion H+ yang berlebih dibuang lewat urin dan memproduksi HCO3- yang baru yang akan ditambahkan kembali ke cairan ekstraseluler. Hal ini akan mengurangi konsentrasi ion H+ di cairan ekstraseluler kembali normal. Ada beberapa sistem buffer lemah lainnya, seperti buffer urat dan sitrat yang kurang penting. 1Buffer fosfatBuffer fosfat terdiri dari garam fosfat (NaH2PO4) yang asam yang dapat mendonasikan H+ bebas ketika [H+] turun dan garam fosfat basa (Na2HPO4) yang dapat menerima H+ bebas ketika [H+] meningkat. Pada dasarnya pasangan buffer ini dapat mengganti H+ untuk Na+ sesuai yang diperlukan oleh [H+]. 4Na2HPO4 + H+ NaH2PO4 + Na+Meskipun pasangan fosfat adalah buffer yang baik, konsentrasinya di cairan ekstraseluler agak rendah sehingga kurang penting sebagai penyangga CES. Karena fosfat paling banyak di dalam sel, sistem ini berperan secara signifikan dalam buffer intrasel, hanya disaingi oleh protein intrasel yang jumlahnya lebih banyak. 4Hal yang lebih penting, sistem fosfat berfungsi sebagai penyangga urine yang sangat baik. Manusia normalnya mengonsumsi lebih banyak fosfat daripada yang dibutuhkan. Kelebihan fosfat yang difiltrasi melalui ginjal tidak direabsorpsi tetapi tetap berada di cairan tubulus untuk diekskresikan (karena ambang ginjal untuk fosfat terlampaui). Fosfat yang diekskresikan ini membuffer urine selagi terbentuk dengan mengeluarkan H+ yang disekresikan ke dalam cairan tubulus. Tidak ada sistem penyangga cairan tubuh lainnya yang ada di cairan tubulus untuk melakukan buffer urine selama pembentukannya. Sebagian besar atau semua HCO3- dan CO2 (alias H2CO3) yang difiltrasi direabsorpsi, sementara Hb dan protein plasma bahkan tidak difiltrasi. 4Buffer AmmoniaSistem buffer berikutnya di cairan tubular yang bahkan secara kuantitatif lebih penting daripada buffer fosfat yaitu senyawa ammonia (NH3) dan ion ammonium (NH4+). Ion ammonium disintesis dari glutamin, yang terbentuk terutama oleh metabolisme asam amino di hepar. Glutamin disalurkan ke ginjal diangkut ke dalam sel epitel dari tubulus proksimal jalur naik yang tebal dari lengkung henle, dan tubulus distal. Suatu ketika di dalam sel, setiap molekul glutamin di metabolisme pada berbagai urutan reaksi yang akhirnya membentuk 2 NH4+ dan 2 HCO3-. NH4+ disekresikan ke dalam lumen tubular oleh mekanisme transpor berlawanan arah dalam pertukaran dengan sodium, yang direabsorpsi. HCO3- di salurkan melalui membran basolateral, bersamaan dengan terabsorpsinya Na+, ke dalam cairan interstitial dan diambil oleh kapiler peritubular. Jadi, untuk setiap molekul glutamin yang termetabolisme di tubulus proksimal, 2 NH4+ disekresikan ke dalam urine dan 2 HCO3- direabsorpsi ke dalam darah. HCO3- yang dihasilkan oleh proses ini merupakan HCO3- yang baru. 1Di dalam tubulus kolektivus, penambahan NH4+ ke dalam cairan tubular terjadi melalui mekanisme yang berbeda. Ion H+ yang disekresi oleh membran tubular masuk ke lumen, dimana dia berikatan dengan NH3 bersatu membentuk NH4+, yang kemudian diekskresi. Duktus kolektivus permeabel terhadap NH3, yang memudahkan difusi ke dalam lumen tubular. Akan tetapi, membran luminal pada bagian tubulus ini kurang permeabel terhadap NH4+; jadi, ketika ion H+ bereaksi dengan NH3 untuk membentuk NH4+, NH4+ terperangkap di dalam lumen tubular dan dieliminiasi ke dalam urine. Untuk setiap NH4+ yang diekskresi, dihasilkan HCO3- yang baru dan disalurkan ke darah. 1Salah satu fitur terpenting dari buffer ammonium-ammonia di sistem renal karena merupakan pokok dalam kontrol fisiologis. Peningkatan konsentrasi ion H+ di cairan ekstraseluler menstimulasi metabolisme glutamin renal dan, oleh karena itu, meningkatkan produksi NH4+ dan HCO3- yang baru untuk digunakan sebagai buffer ion H+; penurunan konsentrasi ion H+ berlaku efek sebaliknya. Dalam kondisi normal, jumlah ion H+ yang tereliminasi oleh sistem buffer ammonia tercatat sekitar 50 persen dari asam yang tersekresi dan 50 persen dari pembentukan HCO3- yang baru di ginjal. 1Asidosis dan AlkalosisKarena [HCO3-] diatur oleh ginjal dan [H2CO3] oleh paru, pH plasma dapat digeser naik atau turun oleh pengaruhi ginjal dan paru. Ginjal dan paru masing-masing mengatur pH (dan karenanya [H+] bebas) terutama dengan mengontrol [HCO3-] dan [H2CO3] plasma untuk memulihkan rasio keduanya ke normal. 4Karena hubungan ini, baik ginjal dan paru tidak saja bekerja sama dalam mengontrol pH, tetapi disfungsi ginjal dan paru juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam-basa dengan mengubah rasio [HCO3-] : [H2CO3]. 4pH normal dari plasma arteri sekitar 7.40 dan pH dari plasma vena sedikit lebih rendah. Penurunan pH dibawah normal (asidosis) terjadi ketika pH arteri dibawah 7,4 dan peningkatan pH (alkalosis) terjadi ketika Ph diatas 7,4. Dalam praktiknya, ada variasi perubahan sekitar 0,05 Ph yang muncul tanpa berefek negatif. 3pH darah dapat berubah dengan mekanisme nonrespiratori. Asidosis metabolik (atau asidosis nonrespiratori) terjadi ketika asam kuat ditambahkan ke dalam darah. Sebagai contoh, jika asam dalam jumlah banyak tertelan (misalnya overdosis aspirin), keasaman di dalam darah akan meningkat cepat, menurunkan Hb- yang tersedia, Prot-, dan buffer HCO3-. Kompensasinya dilakukan sistem buffer terutama oleh HCO3--H2CO3. Kompensasi yang dilakukan oleh sistem pernapasan adalah hiperventilasi, lebih banyak CO2 dihembuskan keluar. Karena hidrasi CO2 membentuk H+, pengeluaran CO2 pada hakikatnya menghilangkan asam dari sumber ini di tubuh, menghilangkan kelebihan asam yang berasal dari sumber non-pernapasan, sehingga kadar HCO3-:H2CO3 kembali menjadi 20:1. Kompensasi ginjal terhadap asidosis metabolik adalah dengan meningkatkan pertukaran Na+ dan H+, meningkatkan pembentukan amonia dan meningkatkan reabsorpsi HCO3-. 3Ketika tingkat [H+] bebas menurun karena diberikan alkali, atau biasanya, kehilangan asam dalam jumlah banyak (misalnya, muntah), akan terjadi alkalosis metabolik (atau alkalosis nonrespiratori). Akibatnya, jumlah HCO3- akan berlebihan di dalam darah. Kompensasinya dilakukan sistem buffer terutama oleh HCO3--H2CO3. Kompensasi yang dilakukan sistem pernapasan adalah hipoventilasi. Akibatnya, CO2 yang diproduksi oleh metabolisme berdifsi dari sel ke darah lebih cepat daripada pengeluarannya dari darah oleh paru sehingga terjadi akumulasi CO2 penghasil asam di darah, memulihkan [H+] ke kondisi normal sehingga kadar HCO3-:H2CO3 kembali menjadi 20:1. Kompensasi ginjal terhadap alkalosis metabolik adalah dengan menurunkan pertukaran Na+ dan H+, menurunkan pembentukan amonia dan menurunkan reabsorpsi HCO3. 3Asidosis respiratorik adalah peningkatan tempo singkat PCO2 di arteri (contohnya, diatas 40mmHg) yang diakibatkan oleh penurunan ventilasi. CO2 yang tertahan berada dalam equilibrium yang sama dengan H2CO3. Kompensasinya terutama oleh sistem buffer Hb dan protein terhadap kelebihan H2CO3 di dalam darah dan dapat dibuffer oleh HCO3--H2CO3.. Kompensasi oleh sistem pernapasan adalah dengan menstimulasi pusat pernapasan di otak kemudian meningkatkan laju pernapasan dan pengeluaran CO2 dari paru meningkat. Kompensasi ginjal terhadap asidosis respiratorik adalah dengan meningkatkan pertukaran Na+ dan H+, meningkatkan pembentukan amonia dan meningkatkan reabsorpsi HCO3. 3Alkalosis respiratorik adalah penurunan tempo singkat PCO2 di bawah yang diperlukan yang diakibatkan oleh peningkatan ventilasi. Penurunan CO2 menggeser equilibrium dari sistem buffer asam karbonat-bikarbonat untuk menurunkan konsentrasi ion H+ dan meningkatkan pH. Kompensasinya dapat dilakukan oleh sistem buffer HCO3--H2CO3. Kompensasinya oleh sistem pernapasan adalah yaitu pusat pernapasan mengalami depresi kemudian menurunkan laju pernapasan dan pengeluaran CO2 menurun. Kompensasi ginjal terhadap alkalosis respiratorik adalah dengan menurunkan pertukaran Na+ dan H+, menurunkan pembentukan amonia dan menurunkan reabsorpsi HCO3. 3

KesimpulanHipotesis diterima, laki-laki tersebut mengalami penumpukan CO2 dalam darah yang mengacu pada asidosis metabolik akibat kekurangan jumlah HCO3- yang mengakibatkan tingginya konsentrasi ion H+ yang berasal dari hidrasi CO2 atau asam karbonat (H2CO3). Sistem buffer yang bekerja adalah buffer HCO3-:H2CO3 yang didukung oleh sistem pernapasan dengan melakukan pernapasan cepat dan dalam (hiperventilasi) sehingga terjadi pengeluaran CO2 yang menumpuk dalam darah. Sistem renal mengkompensasi asidosis metabolik dengan meningkatkan pertukaran Na+ dan H+, produksi NH4+ dan reabsorpsi HCO3-.

Daftar Pustaka1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.p 383-94.2. Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Harpers illustrated biochemistry. 26th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.5.3. Barret KE, Boitano S, Barman SM, Brooks HL. Ganongs review of medical physiology. 23rd ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2010.p. 614-6.4. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2015.h.603-4.5. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. Biokimia harper. Edisi ke-29. Jakarta: EGC; 2012.h.14.

12