makalah anlisis obat

45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgesik merupakan obat yang dapat mengurangi rasa sakit dengan meningkatkan batas ambang rasa sakit. Analgesik digolongkan menjadi 2 kelompok besar yaitu: Analgesik narkotika dan analgesik non narkotika. Analgesik non narkotika yang umum digunakan adalah asetosal, senyawa asam mefenamat dan parasetamol sementara contoh analgesik narkotika adalah morfin dan heroin. Selain itu, terdapat beberapa anlgesik narkotika sintetik seperti mepiridin. Sementara itu, antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90 %) analgesik mempunyai efek antipiretik, karena alasan ini adalah maka analisis obat analgesik dan antipiretik dijadikan satu. Obat-obat analgesik non narkotika juga berguna sebagai obat anti inflamasi non steroid atau populer dikenal dengan obat NSAID. Analgesik-antipiretik dapat dikelompokkan sebagai turunan-turunan struktur asam salisilat seperti asetosal, turunan p-aminofenol seperti paracetamol, turunan asam fenamat seperti asam

Upload: pratiwi-nengsi-said

Post on 18-Feb-2016

668 views

Category:

Documents


71 download

DESCRIPTION

analisis obat

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah anlisis OBAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Analgesik merupakan obat yang dapat mengurangi rasa sakit

dengan meningkatkan batas ambang rasa sakit. Analgesik digolongkan

menjadi 2 kelompok besar yaitu: Analgesik narkotika dan analgesik non

narkotika. Analgesik non narkotika yang umum digunakan adalah asetosal,

senyawa asam mefenamat dan parasetamol sementara contoh analgesik

narkotika adalah morfin dan heroin. Selain itu, terdapat beberapa anlgesik

narkotika sintetik seperti mepiridin. Sementara itu, antipiretik adalah obat

yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh yang tinggi). Pada umumnya

(sekitar 90 %) analgesik mempunyai efek antipiretik, karena alasan ini

adalah maka analisis obat analgesik dan antipiretik dijadikan satu. Obat-

obat analgesik non narkotika juga berguna sebagai obat anti inflamasi non

steroid atau populer dikenal dengan obat NSAID.

Analgesik-antipiretik dapat dikelompokkan sebagai turunan-

turunan struktur asam salisilat seperti asetosal, turunan p-aminofenol

seperti paracetamol, turunan asam fenamat seperti asam mefenamat,

turunan asam propionat seperi ibuprofen, ketoprofen dan naproxen, derivat

asam fenilasetat seperti natrium diklofenak turunan pirazolon seperti

fenilbutason dan oksifenbutazon, serta turunan oksikam seperti piroksikam

dan meloksikam.

Karena banyaknya fungsi terapi obat obat NSAID, serta

penggunaannya yang sangat familiar di masyarakat maka dari itu penting

kiranya bagi seorang farmasis yang nantinya berperan sebagai analisator

untuk melakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif (penetapan kadar)

senyawa senyawa analgetik antipiretik dan antiinflamasi, terutama turunan

p-aminofenol seperti PCT, yang sering dijadikan sebagai obat penurun

panas, dan turunan asam fenamat seperti asam mefenamat yang sering

Page 2: Makalah anlisis OBAT

dijadikan sebagai obat sakit gigi dan turunan fenilasetat seperti natrium

diklofenak yang sering dijadikan sebagai obat radang sendi.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan

memahami:

1. Rumus struktur asam mefenamat, paracetamol, dan natrium

diklofenak

2. Golongan senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan natrium

diklofenak

3. Sifat fisika kimia senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan

natrium diklofenak

4. Analisis kualitatif senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan

natrium diklofenak

5. Analisis kuantitatif senyawa asam mefenamat, parasetamol,

dan natrium diklofenak

6. Proseddur analisis senyawa asam mefenamat, parasetamol, dan

natrium diklofenak

Page 3: Makalah anlisis OBAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1. Rumus Struktur (Dirjen POM, 2014)

Page 4: Makalah anlisis OBAT

2. Golongan Senyawa

Berdasarkan struktur kimia dapat disimpulkan bahwa ASAM

MEFENAMAT, PARACETAMOL dan NATRIUM DIKLOFENAK

merupakan senyawa yang memiliki gugus NH (ANILIN), dimana

ASAM MEFENAMAT merupakan NSAID golongan senyawa turunan

asam antranilat, PARACETAMOL merupakan NSAID golongan

senyawa turunan anilin dan Na DIKLOFENAK merupakan NSAID

golongan senyawa turunan asam fenilasetat.

3. Sifat Fisika Kimia (Clark’s, 2003)

a. ASAM MEFENAMAT

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut 1 dalam 185 bagian

etanol, 1 dalam 150 bagian kloroform, dan 1 dalam 80 bagian eter ;

larut dalam larutan alkali hidroksida.

Konstanta disosiasi : pKa 4.2.

Koefisien partisi : Log P(octanol/water), 5.1.

Uji Kualitatif : Liebermann's Test—blue.

b. NATRIUM DIKLOFENAK

Page 5: Makalah anlisis OBAT

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol; praktis

tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas larut dalam alkohol

metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8.

(Sweetman, 2009).

Konstanta disosiasi : pKa 4.2.

Koefisien partisi: Log P(octanol/water), 4.5.

Uji Kualitatif : Uji Liebermann -merah-coklat; Uji Mandelin,s -

merah-coklat; Uji Marquis -coklat (lambat).

c. PARASETAMOL

Kelarutan : Sangat sedikit larut dalam air dingin, jauh lebih mudah

larut dalam air panas; larut dalam etanol, metanol,

dimetilformamida, etilen diklorida, aseton, dan etil asetat; sangat

sedikit larut dalam kloroform; sedikit larut dalam eter; praktis tidak

larut dalam petroleum eter, pentana, dan benzene (Clarke’s, 2003)

Konstanta disosiasi: pKa 9.5 (25°).

Koefisien partisi: Log P(octanol/water), 0.5.

Page 6: Makalah anlisis OBAT

Uji kualitatif:

Ferri Klorida - biru;

reaksi warna menggunakan reagen FeCl3. Tahapannya

yaitu parasetamol digerus supaya homogen, kemudian ditimbang

secara seksama sebanyak 100 mg menggunakan neraca digital.

Penimbangan tersebut tidak harus terlalu akurat karena hanya

mengidentifikasi, tidak menentukan kadar. Selanjutnya, serbuk

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah aquadest sebanyak

10 ml hingga larut. Hasilnya yaitu terbentuk larutan bening.

Kemudian, larutan parasetamol tersbut ditambah 3

tetes FeCl3.  Hasilnya yaitu terjadi perubahan warna larutan menjadi

biru violet. Warna biru violet tersebut  diperoleh dari senyawa

kompleks antara gugus fenol dengan ion logam Fe3+ sesuai reaksi

Ar-OH (Fenol)+ Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]

(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet

FolinCiocalte Reagen-biru; Uji Liebermann-violet; Nessler Reagen-

coklat (lambat).

Rebus 0,1 g dengan 1 mL asam klorida selama 3 menit, tambahkan

10 ml air, dingin, dan menambahkan 0,05 mL 0,02 M kalium

dikromat-violet, berkembang perlahan-lahan (yang berbeda dengan

phenacetin tidak menjadi merah).

4. Analisis Kuantitatif Asam Mefenamat

Asam mefenamat atau asam 2-[2,3-dimetilfenil)amino]-benzoat

termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan NSAID (Non steroidal

anti – inflammatory drugs). Obat ini digunakan untuk mengatasi

berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk

mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau

menjelang haid. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat

sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat

Page 7: Makalah anlisis OBAT

enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik, anti

inflamasi dan antipiretik.

Asam mefenamat

Berbagai metode analisis telah digunakan untuk analisis asam

mefenamat, berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk

menganalisis dan prosedurnya

a. Titrimetri

Metode titrasi bebas air menggunakan deteksi titik akhir dengan

potensiometer digunakan oleh C akirer dkk. 1999 untuk analisis asam

mefenamat dalam astonitril (sebagai pelarut) dan tetra n-butil-

ammonium hidroksida (TBAH) sebagai titran pada suhu 25˚. TBAH

yang dibeli dari E.merck (Jerman) berada dengan konsentrasi 0,1 M

dalam 2-propanolol-metanol dan diencerkan dengan 2-propanolol

untuk menghasilkan larutan TBAH dengan konsentrasi 0,02 M.

Larutan ini distandarisasi dengan Hg-asam benzoat.

Prosedur analisis asam mefenamat secara titrimetric dengan titran

TBAH; larutan sampel yang mengandung kurang lebih 2,0-4,0 mg

asam mefenamat dilarutkan secara langsung dalam 15 ml asetonitril,

lalu dimasukkan ke sel titrasi dan dititrasi secara langsung dengan

titran TBAH dengan pengadukan pada suhu 25˚C. titik akhit dideteksi

menggunakan potensiometer dan berkaitan dengan netralisasi gugus –

COOH yang terdapat dalam asam mefenamat. Kurva titrasi

potensiometri asam mefenamat dengan TBAH ditunjukkan pada

gambar dibawah ini:

Page 8: Makalah anlisis OBAT

b. Spektrofotometer

Metode spektrofotometri yang sederhana, selektif dan sensitive

telah sukses digunakan untuk analisis asam enfenamat dan asam

mefenamat dalam bahan ruah dan dalam sediaan farmasetik. Metode

ini didasarkan pada reaksi antara asam-asam ini dengan p-N,N-

dimetilfenilendiamin (DMPD) dengan adanya persulfat (S2O82-) atau

kromium (VI) membentuk warna yang intens, yang dapat diukur pada

panjang gelombang 740 (asam mefenamat). Metode yang

dikembangkan ini dapat mendeterminasi 0,25-4,0 µg asam mefenama

(Sastry dkk, 1989).

Larutan induk 1 mg/ml asam mefenamat dibuat dengan

melarutkan 100 mg masing-masing obat ini dalam 100 ml methanol.

Larutan induk ini selanjutnya diencerkan untuk memperoleh larutan

kerja dengan konsentrasi 25 µg/ml untuk asam enfenamat. Larutan

DMPD dihidroklorida 2 x 10-3 M disiapkan dalam air, sementara

kalium persulfat dibuat dengan konsentrasi 1 x 10-2 M, kalium

dikromat (2 x 10-2 M) dan buffer kalium dihidrofen fosfat-dinatrium

hydrogen fosfat dibuat pH 6,0.

Prosedur analisis tau asam mefenama5 dalam sampel bahan

ruah: ke dalam labu takar 25 ml yang mengandung 15 ml buffer pH

Page 9: Makalah anlisis OBAT

6,0 dan sejumlah alikuot asam mefenamat (6,2-100 µg asam

mefenamat), 1,5 ml larutan DMPD dihidroklorida dan oksidan (1 mL

S2O82- untuk asam mefenamat atau 1 mL Cr(VI) untuk asam

mefenamat) ditambahkan untuk tiap larutan obat, lalu diencerkan

dengan aquades sampai tanda. Warna yang terbentuk diukur di panjang

gelombang 740 (asam mefenamat). Konsentrasi sampel diukur dengan

kurva kalibrasi.

Prosedur analisis asam mefenamat dalam sediaan farmasetik:

sediaan farmasetik yang setara dengan 100 mg ditimbang (untuk tablet

dan kapsul) atau sejumlah tertentu volume sediaan cair (sirup) diambil

lalu ditambah dengan methanol dengan cara yang sama sebagaimana

diatas. Selanjutnya dilakukan filtrasi jika terdapat bahan-bahan yang

tidak larut, lalu prosedur selanjutnya adalah sebagaimana dalam

sediaan bahan awal diatas.

Asam mefenamat juga dapat dianalisis secara spektrofotometri

visible (tampak) setelah direaksikan dengan Fe(III). Prosedur analisis

asam mefenamat secara spektrofotometri visible: ke dalam labu takar

25 mL, ditambahkan 1,0 – 6,0 mL larutan induk asam mefenamat 0,02

M (2713 ppm), lalu ditambah dengan 3 mL glisin 0,1 M dan 3 mL feri

klorida 0,1 M dan diencerkan sampai batas tanda dengan methanol.

Larutan sebagaimana di atas juga disiapkan, akan tetapi tidak

mengandung asam mefenamat sebagai larutan referens (blanko).

Absorbansi larutan selanjutnya dibaca dengan spektrofotmeter visibel

di panjang gelombang 495 nm, lalu dibuat kurva kalibrasi yang

menyatakan hubungan antara konsentrasi asam mefenamat dengan

absorbansi hasil pengukuran dengan spektrofotometer visibel.

c. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik sukses

digunakan untuk analisis asam mefenamat. Kolom yang digunakan

adalah µBondapak (300 x 3,9 mm; 10 µm). fase gerak yang digunakan

adalah methanol-asam asetat glasial-air (85:2:15 v/v/v) dan

Page 10: Makalah anlisis OBAT

dihantarkan internalsecara isokratik dengan kecepatan alir 1 mL/menit.

Detector UV diatur pada panjang gelombang 278 nm (Maron and

Wright, 1990).

Rouini dkk. (2004) menggunakan KCKT untuk analisi asam

mefenamat dalam serum menggunakan natrium diklofenak sebagai

standar internal. Analit dielusi dengan fase gerak asetonitril-air )50:50

v/v) yang pH-nya diatur 3 dengan asam fosfat. Proses kromatografi

dilakukan secara isokratik menggunakan kolom C8 Techsphere (150

mm x 4,6 mm; 3 µm) pda kecepatan alir fase gerak 1 mL/menit pada

suhu kamar. Analit dideteksi dengan detector UV pada panjang

gelombang 280 nm.

Penyiapan standar: diawali dari larutan induk asam

mefenamat (40 µg/mL) dalam asetonitril, larutan kalibrasi disiapkan

dalam serum manusia yang tidak mengandung obat diperoleh dari

sukarelawan sehat. Kurva kalibrasi disiapkan dengan standar asam

mefenamat dengan konsentrasi 25, 50, 100, 150, 200, 250, 500, 750,

1000, 1500, 2000 dan 4000 ng/mL dalam serum manusia. Larutan

kerja natrium diklofenak (50 µg/ mL) digunakan sebagai standar

internal, dan siapkan dalam aquades.

Prosedur ekstraksi: ke dalam tabung effendrof polipropilen,

sebanyak 70 µL sampel, 100 µL standar internal (50 µg/mL) dan 100

µL asam fosfat ditambahkan dan dicampur selama 30 detik. Larutan

selanjutnya ditambah dengan 1 mL diklorometana, divorteks selama 3

menit. Fase organiK (700 µL) di pindahkan ke tabung gelas bersih dan

diuapkan sampai kering di bawah aliran gas nitrogen pada suhu 45˚C.

residu dilarutkan dalam 200 µL fase ferak dan sebanyak 50 µL alikuot

diinjeksikan ke sistem KCKT.

5. Analisis Kuantitatif Natrium Diklofenak

1. Spektrofotometri UV

a. Penentuan panjang gelombang maksimal

Page 11: Makalah anlisis OBAT

Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukkan dalam labu

takar 100,0 ml, kemudian ditambah aquabidestilata sampai batas

tanda (kadar 500 µg/ml sebagai larutan stok), diambil 1,0; 1,25;

1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian larutan dimasukkan ke

dalam labu takar 50,0 ml kemudian ditambah aquabidestilata

sampai batas tanda. Serapan dibaca pada panjang gelombang

antara 260-290 nm.

b. Penentuan operating time

1. Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukan dalam

labu takar 100,0 ml, ditambah aquabidestilata sampai batas

tanda (kadar 500 µg/ml), diambil sebanyak 1,0 ml, larutan

dimasukkan ke dalam labu takar 50,0 ml, ditambah

aquabidestilata sampai batas tanda.

2. Serapannya dibaca pada panjang gelombang maksimal pada

menit ke 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60.

3. Serapan yang tetap dicatat dan digunakan

sebagai ukuran waktu pembacaan absorbansi pada pembuatan

kurva baku dan penetapan kadar sampel. 

c. Pembuatan kurva baku

1. Pembuatan seri larutan baku

Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukkan dalam

labu takar 100,0 ml, kemudian ditambah aquabidestilata

sampai batas tanda (kadar 500 µg/ml sebagai larutan

stok), diambil 1,0; 1,25; 1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian

larutan dimasukkan ke dalam labu takar50,0 ml kemudian

ditambah aquabidestilata sampai batas tanda.

2. Kemudian dibuat kurva Y = bX + a, dimana Y sebagai nilai

dari hasil absorbansi dan X adalah sebagai kadar terukur.

d. Pengukuran serapan sampel

1. Ditimbang dengan saksama natrium diklofenak 50,0 mg dan

laktosa sampai 70,0 mg, campur sampai homogen, Campuran

Page 12: Makalah anlisis OBAT

serbukdilarutkan dalam aquabidest sampai 100,0 ml (kadar

500 µg/ml), Larutan natrium diklofenak 500

µg/ml diambil 1,0; 1,25; 1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian

larutan dimasukkan ke dalam labu takar 50,0 ml kemudian

ditambah aquabidestilata sampai batas tanda. Larutan sampel

diukur absorbansinya pada spektrofotometer sesuai dengan

panjang gelombang maksimal dan operating time yang sudah

ditentukan.

2. Data absorbansi yang didapat dimasukkan ke dalam

persamaan kurva baku untuk mendapatkan kadar natrium

diklofenak dalam sampel.Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

e. Perhitungan kadar natrium diklofenak dalam sampel

Kadar natrium diklofenak dapat diketahui berdasarkan persamaan

kurva baku:Y =bX + a, dengan Y nilai absorbansi dan X adalah

kadar terukur

2. Kromatografi

a. Optimasi Instrumen KCKT dan Optimasi fase gerak

Preparasi instrumen KCKT meliputi pengaturan sistem KCKT

yaitu penetapan panjang gelombang maksimal, waktu alir dan

tekanan pompa yang akan digunakan. Fase gerak yang

digunakan adalah campuran asetonitril (for HPLC) dan buffer

fosfat 0, 01 M pH 3,5 dengan perbandingan 70 : 30. Untuk 500

ml fase gerak diperlukan 350 ml asetonitril dan 150 ml buffer

fosfat.

b. Identifikasi natrium diklofenak dalam sampel

Identifikasi natrium diklofenak dilakukan dengan menggunakan

seri kadar 10,0; 12,5; 15,0; 17,5; 20,0; 22,5 dan 25,0 µg/ml.

Natrium diklofenak ditimbang secara saksama sebanyak 50,0

mg, kemudian dimasukkan dalam labu takar 100,0 ml dilarutkan

dengan aquabidestilata sampai batas tanda (kadar 500 µg/ml

sebagai larutan stok). Dari larutan 10,0; 12,5; 15,0; 17,5; 20,0;

Page 13: Makalah anlisis OBAT

22,5 dan 25,0 µg/ml, larutan tersebut diinjeksikan sebanyak 10

µl kemudian dibaca absorbansinya pada λ gelombang

maksimum 276 nm. Kadar natrium diklofenak terukur dihitung

berdasarkan persamaan kurva baku.

c. Pembuatan kurva baku.

1. Pembuatan seri larutan baku natrium diklofenak

Disiapkan seri baku dengan kadar 10,0; 12,5; 15,0; 17,5;

20,0; 22,5 dan 25,0 µg/ml. Larutan baku

dibuat dengan menggunakan natrium diklofenak dan

dilarutkan dengan aquabidestilata.

2. Pembuatan kurva baku

Sepuluh mikroliter larutan baku dari masing-masing kadar

disuntikkan ke dalam kolom. Kurva baku dibuat dengan

memplotkan kadar zat versus rasio luas puncak zat.

Persamaan kurva baku dicari dengan metode regresi linear.

d. Pengamatan kromatogram sampel

Natrium diklofenak ditimbang 50,0 mg, dimasukkan dalam labu

takar 100,0 ml, kemudian ditambah aquabidestilata sampai batas

tanda(kadar 500 µg/ml sebagai larutan stok), diambil 1,0; 1,25;

1,5; 1,75; 2,0; 2,25; 2,5 ml kemudian larutan dimasukkan ke

dalam labu takar 50,0 ml kemudian ditambah aquabidestilata

sampai batas tanda (Kadar 10,0; 12,5; 15,0; 17,5; 20,0; 22,5 dan

25,0 µg/ml). Larutan sampel diinjeksikan ke dalam kolom

C18 untuk dielusi. Hasil pemisahan ditetapkan kadarnya dengan

cara memasukkan data AUC ke dalam persamaan kurva

baku untuk mendapatkan kadar natrium diklofenak dalam

sampel. Dengan menggunakan persamaan garis regresi linear

kurva baku, kadar natrium diklofenak dalam sampel dapat

diketahui. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

e. Perhitungan kadar natrium diklofenak dalam sampel

Page 14: Makalah anlisis OBAT

Hasil kromatogram sampel dapat dihitung kadarnya (X) dengan

melihat luas area sampel (Y) pada kromatogram dan

dimasukkan dalam persamaan regresi linier kurva baku Y = b X

+ a.

6. Analisis kuantitatfi Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan salah satu obat

NSAID yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam

berbagai macam sediaan seperti tablet, kapsul, sirup, elixir, suspensi

dan suppositoria. Parasetamol pada umumnya diberikan dalam bentuk

tablet yang mengandung 500 mg bahan aktif. Parasetamol juga sering

dikombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu formulasi.

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara titrimetric dengan

metode diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara

Visible) dan dengan tekhnik berdassarkan kromatografi

Parasetamol

a. Metode titrimetri

Secara titrimetric parasetamol dapat dianalisis dengan metode

nitrmetri (Diazotasi) dan juga titrasi dengan N,N-dibromo

dimetilhidantoin.

1. Diazotasi

Metode analisis parasetamol dalam tablet dengan metode

ini melibatkan hidrolisis parasetamol, supaya dihasilkan amin

aromatis primer, lalu diikuti dengan titrasi menggunakan

larutan baku natriun nitrit dalam suasan asam.

Cara analisis parasetamol dengan metode diazotasi:

sejumlah tertentu serbuk tablet yag setara dengan kurang lebih

500 mg parasetamol ditimbang secara seksama dan di refluks

Page 15: Makalah anlisis OBAT

selama satu jam dengan 30 ml asam sulfat 20 % (b/b). larutan

dipindah dengan bantuan sejumlah air ke dalam labu titrasi

yang sesuai,lalu ditambah dengan 10 ml HCl pekat. Suhu

larutan diatur 15˚C, lalu natrium nitrit 0,1 N ditambahkan tetes

demi tetes dengan penggojongan secara terus menerus. Ketika

mendekati titik akhir titrasi, penambahan lanjutan titran

dilakukan setelah di uji dengan kertas kanji iodide yang

menunjukka reaksi yang disebabkan oleh penambahan

sebelumnya adalah sempurna. Titik akhir titrasi tercapai juka

muncul warna biru segera pada kertas kanji iodidda setelah

penambahan satu tetes titran.

Pada analisis parasetamol diatas, reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut:

2. Titrasi dengan N,N dibromo dimetilhidantoin

Suatu metode titrimetric yang sederhana dan akurat telah

dikembangkan oleh Kumar dan Letha (1997) untuk analisis

parasetamol, baik untuk parasetamol murni atau parasetamol

dalam sediaan farmsi menggunakan titran N,N dibromo

dimetilhidantoin (DBH).

Larutan N,N dibromo dimetilhidantoin (DBH) disiapkan

dengan brominasi dimetil hidantoin. Suatu larutan baku DBH

dengan konsentrasi ± 0,01 M disiapkan dalam air.

Page 16: Makalah anlisis OBAT

Cara analisis parasetamol dengan titran DBH: sebanyak

20 tablet ditimbang secara seksama lalu digerus halus.

Sejumlah serbuk tablet yang setara dengan 150 mg

parasetamol ditimbang secara seksama dilarutkan dalam 50 ml

asam asetat 10% dalam air dan disaring dengan kertas

whatman nomor 41. Residu dicuci 5 kali dengan asam asetat

10 % dalam air. Filtrate dan hasil cucian yang terkumpul

diencerkan sampai 250, 0 ml. parasetamol murni (±150 mg)

juga disipakan dalam larutan asam asetat 10 % dalam air.

Sebagai indicator digunakan Amaranth 0,2 % dalam etanol.

Sebanyak 5-15 ml volume sampel yang akan diukur

ditambah dengan dua tetes indicator Amaranth 0,2 %, lalu

dititrasi dengan larutan baku DBH. Titik akhir titrasi ditandai

dengan hilangnya warna merah jingga (pink). Kadar

parasetamol dalam sampel yang dititrasi dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

Berat parasetamol (mg) = M xV x N

n

M= berat molekul parasetamol

V= volume larutan baku DBH

N= normalitas larutan DBH

N= bilangan ekuivalen (valensi) yang besarnya 4

Dalam keseluruhan reaksi paraetamol dioksidasi menjadi p-

kuinon yang membutuhkan 4 ekuivalen DBH tiap mol

parasetamol sehingga valensinya 4. Reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut:

Page 17: Makalah anlisis OBAT

b. Spektrofotometer UV

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara

spektrofotometri UV karena parasetamol mempunyai kromofor

yang mampu menyerap sinar UV. Paratamol dalam etanol

mempunyai panjang gelombang maksimal 249 nm dengan nilai

E1cm1% sebesar 900.

Cara penetapan parasetamol secara spektrofotomteri UV:

sebanyak 100 mg parasetamol ditimbang secara seksama lalu

dilarutkan dalam etanol. Latrutan dimasukkan dalam labu takar

100 ml dan ditambah etanol sampai batas tanda. Sebanyak 0,05

ml larutan diatas diambil dan dimasukkkan dalam labu takar

100 ml, dan ditambah etanol sampai batas tanda. Larutan ini

selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 249

nm terhadapa blanko yang berisi etanol sehingga akan

didapatkan absorbansi larutan baku (Ab). untuk sampel

dilakuka hal yang sama sehingga di dapatkan absorbansi

sampel (As). untuk perhitungan kadar sampel digunakan rumus

berikut ini: kadar parasetamol = AsAb

x konsentrasi baku x faktor

pengenceran.

Analisis sampel tablet dengan spektra Derivatif dan

berdasarka pada metode Vierodt’s: sebanyak 20 tablet

Page 18: Makalah anlisis OBAT

ditimbang secara seksama dan diserbukkan dalam mortal.

Sejumlah serbuk yang setara dengan berat 1 tablet dilarutka

dalam 100 ml HCl 0,1 M dalam labu yang terkalibrasi. Setelah

30 menit digojok secara mekanik, larutan disaring dalam labu

takar 100 ml melalui kertas Whatman nomor 42. Residu di cuci

3 kali dengan pelarut yang sama, dan dibuat sampai 100,0 ml.

larutan ini selanjutnya dilakukan pegenceran 500 kali.

Prosedur analisis parasetamol yang dioksidasi dengan

persulfat: alikuot yang mengandung larutan standar

parasetamol pada kisaran 0,01-0,06 dipipet kedala serangkain

labu takar 10 ml. sebanyak 2,0 ml kalium persulfat 0,1 M

ditambhakan dan diencerkan sampai tanda dengan

Page 19: Makalah anlisis OBAT

aqubidestilata. Setelah pencampuran, labu dicelupkan dalam

penangas air yang dijaga pada 308˚K. larutan selanjutnya

dipindahkan kedalam sel spektrofotometer (Kuvet) dan kurva

absorbansi waktu direkam tiap 60 detik pada panjang

gelombang 315 nm. Slope diperoleh dari garis lurus mul-mula.

Blanko disiapkan dengan cara yang sama akan tetapi tidak

mengandung parasetamol. Kurva dikalibrasi dapat dipeoleh

dengan membuat plot hubungan antara V dengan log C atau

dengan membuat plot intersep versusu konsentrasi parasetamol,

sebagai mana dibawah ini:

c. Spektrofotometer visibel

Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara

spektrofotometri visible menggunakan metode Bratton-

Marshall, metode ammonium molibdat, dan metode natrium

1,2-naftokuinon-4-sulfonat.

1. Metode Bratton-Marshall

Metode Bratton-Marshall untuk parasetamol dilakukan

dengan cara menghidrolisis parasetamol dengan asam

sehingga terbentuk amin aromatis primer yang selanjutnya

di diazotasi dengan asam nitrit (berasal dari natrium nitrit

dalam suasan asam) membentuk garam diazonium, lalu

Page 20: Makalah anlisis OBAT

dikopling naftel etilen diamin. Reaksi yang terjadi mirip

dengan analisis kelompok obat sulfonamida.

2. Amonium molibdat

Metode spektrofotometri visible yang mendasarkan

pada reaksi antara parasetamol dengan ammonium molibdat

dalam medium asam kuat untuk menghasilkan molybdenum

biru telah dikembangkan oleh Morelli (1989). Hukum

beer’s dipenuhi sampai pada konsentrasi parasetamol 6 µg/

ml. batas deteksinya adalah 0,10 µg/ml, dan nilai

absortivitas molarnya pada panjang gelombang 670 nm

sebesar 2,6 x 104 L/mol. Spektra absorbsi hasil reaksi

parasetamol dengan ammonium moibdat dapat dilihat pada

gambar dibawah ini:

3. Metode natrium 1,2-naftokuionon-4-sulfonat

Larutan parasetamol atau fenasetin disipakan dengan

menimbang 50 mg senyawa secara seksama lalu

dipindahkan ke dalam labu alas bulat 100 ml yang

mengandung 15 HCl 20 % dan direfluks selama 30 menit.

Larutan di dinginkan dan dicuci dengan air. Larutan dan

Page 21: Makalah anlisis OBAT

hasil cucinya dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, lalu

diencerkan sampai volume dengan air. Larutan ini

selanjutnya diencerkan dengan air hingga diperoleh larutan

dengan konsentrasi 50 µg/ml PRL atau PHN. Larutan NQS

0,02 % dalam larutan air disipakan baru setiap saat dan

terlindung dari sinar matahari. Larutan CTA 1 % dalam

aquades serta larutan NaOH 2 % dan larutan Na2CO3 2 %

dalam aquades juga disiapkan.

Alikuot larutan baku PRL (25 – 500 µg) atau PHN (50-

600 µg) dipindahkan ke dalam labu takar 25 ml lalu di

tambahkan 6 ml NQS 0,02 % 1 ml CTA 1 % dan 2 ml

NaOH 2 % (untuk PHN digunakan 3 ml Na2CO3) dan

diencerkan dengan air sampai batas tanda. Setelah

dicampur, larutan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 570 nm (untuk PHN digunakan panjang

gelombang 500 nm) terhandap blanko yang sesuai. Kurva

kalibrasi dibuat dengan menghubungkan konsentrasi akhir

PRL atau PHN dengan absorbansinya.

Posedur uji PRL dan PHN dalam sediaan farmasi atau

dalam sampel yang dibuat di laboratorium: sebanyak 20

tablet baik (baik tablet komersial atau tablet yang di buat di

laboratorium yang mengandung talk, amilum, glukosa dan

mg stearate) diserbukkan dan ditimbang. Sejumlah tertentu

serbuk tablet yang mengandung kurang lebig 50 mg (untuk

sediaan injeksi dan sediaan sirup, sejumlah tertentu volume

sampel) yang mengandung PRL atau PHN diambil dan

dihidrolisis menggunakan 15 ml HCl. Filtrate dibuat 100 ml

dan alikout larutan ini di perlakukan sebagaimana

dijelaskan diatas untuk penentuan PRL atau PHN.

Page 22: Makalah anlisis OBAT

Suatu karateristik produk warna violet kemerahan

(kuning kemerahan) pada panjang gelombang maksimum

535 nm atau 465 nm dihasilkan dari produk hisrolisis PRL

atau PHN yang dibairkan bereaksi dengan NQS dengan

adanya NaOH (Na2CO3) dalam larutan air. Pada kondisi

percobaan ini, larutan alkali yang berwarna kuning dari o-

kuinoda NQS bereaksi dengan senyawa yang mengandung

1 atom hydrogen yang mudah dipindahkan, yang terikat

pada atom nitrogen, menghasilkan senyawa anionic yang

berwarna violet kemerahan (Parasetamol) atau kuning

kemerahan (fenasetin) sebagai hasil dari produk kondensasi

imida parakuinoid. Ketika CTA ditambanhkan, maka

senyawa violet kemerahan (PRN) atau kuning kemerahan

(PHN) akan berubah menjadi senyawa berwarna violet

(merah) yang intens yang dapat diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 570 nm (PRN) atau 500 nm (PHN).

Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada gambar diatas.

d. Kromatografi

Page 23: Makalah anlisis OBAT

Dalam sediaan farmasi parasetamol biasanya bercampur

dengan bahan obat lain sehingga membutuhkan tekkhnik

pemisahan misalnya dengan kromatografi lapis tipis,

kromatografi cair kinerja tingga, kromatografi gas dan diikuti

dengan kuantikasinya untuk menentukan berapa kadar masing-

masing bahan obat dalam sediaan farmasi.

1. KLT

Metode KLT - densitometri telah digunakan untuk

analisis parasetamol dan klorsoksazon secara stimulan.

Keuntungan KLT - densitometri dibandingkan dengan

spektrofotometri adalah kemampuan KLT untuk

memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang

dianalisis, sehingga menghilangkan adanya kemungkinan

saling mengganggu antar komponen.

2. KCKT

Metode KCKT yang sederhana, cepat, dan sesuai telah

dikembangkan untuk penetapan kadar parasetamol dan

senyawa-senyawa yang terkait (4-aminofenol dan 4-

klorasetanilid) secara bersama-sama dalam sediaan farmasi.

Pemisahan kromatografi dilakukan dengan kolom karbon

grafit yang porois (10 cm x 0,46 cm i.d., dengan ukuran

partikel 7 mikron ) (Monser and Darghout, 2002 ). Fase

gerak yang digunakan adalah campuran asetonitril-bufer

kalium fosfat 0,05 M ( pH 5,5 ) (80: 20 v/v ) dan

dihantarkan secara isokratik. Detector yang digunakan

adalah detector UV pada panjang gelombang 244 nm.

Kromatogram parasetamol serta 2 senyawa yang lainnya

dengan sistem sebagaimana di atas ditunjukkan oleh gambar

dibawah ini:

Page 24: Makalah anlisis OBAT

Akhtar dkk. (1994 ) telah mengembangkan metode

KCKT untuk analisis parasetamol yang terdapat secara

bersama-sama dengan pseudoefedrin HCL dan tripolidin

dalam suatu sediaan farmasi. Metode ini menggunakan elusi

isokratik dengan fase gerak campuran alkohol dan larutan

ammonium asetat 0,015 M dalam air ( 70:30 v/v ) dan

dengan kolom fase terbalik partisil yang dilapisi dengan C18.

Detector yang digunakan adalah UV-Vis pada panjang

gelombang 300 nm selama 5,6 menit, lalu dipindah

kepanjang gelombang 257 nm. Waktu operasional

dihentikan setelah 16 menit. Penggunan pemindahan

panjang gelombang detector dipilih sebagai usaha untuk

mengkompromikan panjang gelombang tiga senyawa yang

akan dianalisis.

Penyiapan larutan baku: sebanyak 150 mg

pseudoefedrin HCL ditimbang secara seksama lalu

dipindahkan kedalam labu tentukur 100 ml dan diencerkan

sampai volume dengan campuran air alkohol dalam jumlah

yang sama. Larutan ini ditandai sebagai larutan ‘A’.

sebanyak 125 mg triprolidin HCL ditimbang secara

seksama lalu dipindahkan ke dalam labu takar 200 mL

Page 25: Makalah anlisis OBAT

dan diencerkan sampai volume dengan campuran air

alkohol dalam jumlah yang sama. Larutan ini ditandai

sebagai larutan “B”.

Sebanyak 125 mg parasetamol ditimbang secara

seksama lalu dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL.

Parasetamol dilarutkan dengan kurang lebih 100 mL

campuran air alkohol dalam jumlah yang sama.

Sebanyak 10 mL alikuot larutan “A” dan 1 ml larutan

“B” dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL yang

mengandung parasetamol. Kandungan dalam labu

selanjutnya diencerkan sampai volume dengan campuran air

alcohol dalam jumlah yang sama. Larutan baku ini

selanjutnya disaring dengan penyaring 0,45 mikron sebelum

di injeksikan ke sistem KCKT.

Penyiapan larutan uji: suatu larutan uji yang

mengandung parasetamol (500 µg/mL), pesudoefedrin HCl

(60 µg/mL) dan triprolidin HCl (2,5 µg/ml) disiapkan

dengan campuran air alcohol dalam jumlah yang sama.

Larutan ini selanjutnya di saring dengan penyaring 0,45

mikron sebelum di injeksikan ke sistem KCKT. Waktu

retensi parasetamol, pseudoefedrin HCl dan triprolidin HCl

dengan sisem KCKT sebagaimana di atas adalah masing-

masing kurang lebih 2,5; 6,7; dan 12,5 menit.

Metode KCKT juga telah digunakan oleh Kartal (2001)

untuk menetapkan kadar parasetamol, kafein, dan kodein

fosfat. Ketiga senyawa ini dipisahkan dengan kolom

µBondapack C8 dengan elusi isokratik pada kecepatan alir

fase gerak 1,0 mL per menit. Komposisi merupakan

campuran KH2PO4 0,01 M- methanol-asetonitril-isoprofil

alkohol (420:20:240:20:30:30 v/v/v/v). Detektor yang

digunakan adalah detektor UV Pada panjang gelombang

Page 26: Makalah anlisis OBAT

215 nm. Kisaran linear paraetamol, kafein, dan odein fosfat

masing-masing adalah 0,400-1500 µg/mL; 0,0075-90

µg/ml; dan 0,300-30 µg/ml.

Larutan baku induk disiapkan dengan menimbangs

ecara seksama parasetamol (500,0 mg), kafein (15,0 mg),

dan kodein fosfat (10,0 mg) lalu memasukkannya ke dalam

labu takar 10 mL dan mengencerkannya samapi batas tanda

dengan fase gerak. Larutan baku kerja parasetamol, kafein,

dan kodein fosfat disipakan secara individual dalam fase

gerak. Alikuot dari masing-masing larutan baku kerja

dikumpulkan dan diencerkan dengan fase gerak untuk

menghasilkan larutan akhir dengan konsentrasi 500, 30, dan

10 µg/mL. kajian stabilitas analit menunjukkan bahwa tidak

ada dekomposisi produk dalam kromatogram dan tidak ada

perbedaan rasio luas kromatogram selama proses analisis,

dan bahkan setelah disimpan selama dua hari pada suhu

4˚C.

Larutan baku campuran yang mengandung parasetamol

(125-1500 µg/mL), kafein (7,5-90 µg/mL), dam kodein

fosfat( 2,5-30 µg/mL) disiapkan dalam fase gerak.

Sebanyak 10 µL masing-masing larutan baku di injeksikan

10 kali untuk melihat reproduksibilitas respon detelktor

pada setiap konsentrasi. Kurva baku dibuat dengan

memplotkan konsentrasi obat (5 konsentrasi yang berbeda)

dengan luas kromatogramnya.

Analisis sampel tablet: sebanyak 20 tablet yang

mengandung parasetamol, kafein, dan kodein fosfat

ditimbang secara seksam lalu di serbuk dalam mortal.

Sejumlah serbuk yang setara dengan parasetamol (500 mg),

kafein (5 mg), dan kodein fosfat (10 mg), ditimbangs ecara

seksama lalu dilarutkan dalam 50 ml fase gerak dalam labu

Page 27: Makalah anlisis OBAT

takar 100 mL. setelah di jaga selama 5 menit dlam penagas

ultrasonik, larutkan ditepatkan smapi 100 ml sebanyak 5,0

mL larutan ini disaring melalui penyaring 0,45 mikron

(larutan A). Larutan A selanjutnya di encerkan 1: 100

dengan fase gerak dan di injeksikan ke dalam sistem

kromatografi.

Kromtogram ketiga senyawa di atas menunjukkan

pemisahan yang sempurna dengan waktu retensi kodein

fosfat, parasetamol dan kodein fosfat masing-masing di

sekitar 4,1;4,9 dan 6,1 menit.

Metode KCKT secara isokratik telah memebrikan

pemisahan yang sempurna sediaan analgetik yang kompleks

yang mengandung parasetamol, asam asetil salisilat

(asetosal), kafein, karbromal, bromisofal, dan kodein, serta

pengotor-pengotornya (impurities). Seperti asam salisilat,

diasetil-p-aminofenol dan asetil kodein. Suatu tekhnik

pemindahan kolom telah dikembangkan dengan

menggunakan dua kolom ( 10 cm dan 25 cm) yang

mengandung sorbaks C8 dengan ukuran partikel 57 mikron.

Cara ini ternyata lebih cepat dan lebih bagus daripada yang

diperoleh jika menggunakan elusi secara bergradien.

Sebagai fase gerak untuk elusi isokratik digunakan

methanol (270 ml), asam fosfat 1 M (35 ml), latutan yang

mengandung 1 gram tetra metil ammonium hidroksida (20

%), dan air sampai 1 L (Sudjadi dan Rohman, 2007).

Page 28: Makalah anlisis OBAT

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah instrumen KCKT, Spektrofotometer

timbangan analitik, stopwatch, stem dan klep, erlenmeyer, gelas ukur,

mikropipet, kuvet, serta berbagai ukuran serta peralatan gelas yang

lazim digunakan.

2. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah Asam mefenamat, Na diklofenak,

Paracetamol, dan Reagen reagen serta pelarut yang dibutuhkan untuk

analisis uji kualitatif dan kuantitatif yang tertera pada buku resmi.

Page 29: Makalah anlisis OBAT

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Senyawa senyawa NSAID (Non Steroid Anti-inflamtory Drugs)

seperti asam mefenamat yang merupakan turunan asam fenamat,

parasetamol yang merupakan turunan p-aminofenol dan natrium

diklofenak yang merupakan turunan asam fenilasetat dapat dilakukan uji

kualitatif dan kuatitatif, dimana uji kualitatif dari ketiga senyawa tersebut

dapat dilakukan dengan uji kelarutan dan uji warna, dan untuk uji

kuantitatif senyawa asam mefenamat dapat dilakukan metode titrasi,

spektrofotmetri visible dan HPLC (High Performance Liquid

Chromatography), untuk uji kauntitatif senyawa parasetamol dapat

dilakukan metode titrasi, spektrofotometri ultra violet dan spektrofotometri

visible serta juga dapat menggunakan sistem HPLC (High Performance

Page 30: Makalah anlisis OBAT

Liquid Chromatography), dan untuk uji kuantitatif senyawa natrium

diklofenak dapat dilakukan metode spektrofotometri visible dan dan sistem

HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI

Mofftat, Anthony C. 2003. Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. Britania: PhP

Pharmaceutical Press

Sweetman. 2009. Mathindale 36th Edition. Britania: Pharmaceutical Press

Sudjadji, Rohman Abdul. 2012. Analisis Farmasi. Yogyakarta: PP Pustaka Pelajar

Page 31: Makalah anlisis OBAT