makalah akhalasia

29
MAKALAH KASUS I ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AKHALASIA KELOMPOK 11 SITI ANISA ZAKIYYA NORDIN 220110080145 SALAS AULADI 220110080138 SRI HANDINI PERTIWI 220110080105 SILVIA JUNIANTY 220110080097 SRI MELFA DAMANIK 220110080079 SELLA GITA ADITI 220110080052 SUSI HANIFAH 220110080035 SARAH RIDHASA F. 220110080013 TIARA RACHMAWATI 220110080118 TIARA TRI 220110080108 TRIANDINI 220110080095 TAMMY KUSMAYANTI 220110080053 TIARA ARUM KESUMA 220110080050 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEPERAWATAN JATINANGOR 2009

Upload: salas-auladi

Post on 20-Jun-2015

1.217 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah akhalasia

MAKALAH KASUS I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AKHALASIA

KELOMPOK 11

SITI ANISA ZAKIYYA NORDIN 220110080145

SALAS AULADI 220110080138

SRI HANDINI PERTIWI 220110080105

SILVIA JUNIANTY 220110080097

SRI MELFA DAMANIK 220110080079

SELLA GITA ADITI 220110080052

SUSI HANIFAH 220110080035

SARAH RIDHASA F. 220110080013

TIARA RACHMAWATI 220110080118

TIARA TRI 220110080108

TRIANDINI 220110080095

TAMMY KUSMAYANTI 220110080053

TIARA ARUM KESUMA 220110080050

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

JATINANGOR

2009

Page 2: makalah akhalasia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai penyakit

Skoliosis.

Makalah ini disusun dalam rangka pendokumentasian dari aplikasi pembelajaran

mata kuliah Digestive System. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya terutama kepada tutor kelompok 11 dalam penyusunan mata kuliah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.

Pada akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat khususnya

bagi anggota kelompok 11 dan bagi pembaca umumnya.

Jatinangor, Desember 2009

Penyusun

Page 3: makalah akhalasia

LATAR BELAKANG

Akalasia adalah penyakit yang jarang dari otot esophagus (tabung yang menelan).

Istilah achalasia berarti "gagal untuk mengendur" dan merujuk pada ketidakmampuan dari

lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah dan lambung)

untuk membuka dan membiarkan makanan lewat kedalam lambung. Sebagai akibatnya,

pasien-pasien dengan achalasia mempunyai kesulitan menelan makanan.Akalasia mungkin

disebabkan oleh kegagalan fungsi (malfungsi) dari saraf-saraf yang mengelilingi

kerongkongan dan mempersarafi otot-ototnya. Penyebab penyakit ini sampai sekarang

belum diketahui. Secara histologik diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion

plexus Auerbach sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa

faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah kemungkinan

penyebab dari akalasia

• TeoriGenetik

Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah

mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik.

Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi penderita akalasia.

• Teori Infeksi

Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia,

tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles),

Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine pada

saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat mendukung

faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada esofagus

dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana otot

polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi faktor

infeksi.

Kedua, banyak perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan

faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan

hubungan antara measles dan varicella zoster pada pasien akalasia.

• Teori Autoimun

Page 4: makalah akhalasia

• Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa somber. Pertama,

respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh limfosit T

yang diketahui berpefan dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi

dari antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun

lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari

pleksus mienterikus.

• Teori Degeneratif

Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan

proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit

Parkinson dan depresi.

Kasus

Ny. Celline 72 tahun tinggi badan 165 cm berat badab 50 kg. Mengeluh belakangan

ini mengalami masalah saat makan dan minum, sering kali tersedak sampai beberapa kali

makanan bukan tertelan tetapi masuk ke rongga hidung, sehingga ia terbatuk dan bersin

saat makan. Keadaan ini sudah berlangsung agak lama, tapi 2 bln belakangan ini semakin

berat hingga berat badannya menurun. Sebelumnya berat badannya Ny. Celline ideal

dengan BMI 24.

Page 5: makalah akhalasia

PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Rongga mulut

Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang letaknya meluas dari

bibir sampai istimus fausium yaitu perbatasan mulut dan faring, ,mulut terdiri dari

bagiab vestibulum oris dan kavum oris propia

o Vestibulum oris

Terletakdi antara biir dan pipi poaling luar, gusi, dan gigi bagian dalam,

bagian atas dan bawah dibatasi lipatan membrane mukosa bibir pipi dan gusi

o Kavitas oris propia

Di abtara arkus alviolaris, gusi dan gigi yang memilikoi atap yang dibentuk

oleh palatum durum (palatum keras) pada bagian depan dan palatum mole

(lunak) pada bagian belakang

Organ kelengkapan mulut :

• Bibir

Tersusun atas otot rangka (forbikularis mulut) dan jaringan ikat, berfungsi

menerima makanan dan produksi wicara

Terdiri :

- Permukaan luar bibir dilapisi kulit yang mengandung folikel rambut,

kelenjar keringat dan kelenja sabasea

- Area transisional memiliki epidermis transparan

- Oermukaan dalam bibir adalah membrane mukosa

• Pipi

Mengandung otot bustinator mastikasi, lapisan epitel pipi merupakan subyek

abrasi dan sel sacara konstan terlepas untuk kemudian diganti dengan sel baru

• Lidah

Terdapat pada kavum oris berfungsi menggerakan makanan saat dikunyah

atau ditelan. Untuk pengecapan dan dalam produksi wicara

Bagian lidah :

Page 6: makalah akhalasia

� Pangkal lidah (radiks lingua) terdapat epiglottis sehingga menutup salutran

pernapasan waktu menelan

� Badan lidah (dorsum lingua) terdapat putting pengecap untuk menentukan

rasa makanan

� Ujung lidah (apeks lingua) membantu membalikkan makanan, proses

merasakan makanan, proses berbicara, dan membantu proses menelan

Otot lidah :

� Otot ekstrinsik berawal pada tulang dan jaringan luar lidah, berfungsi

dalam pergerakan lidah secara keseluruhan

� Otot intrinsic memberikan mobolitas yang besar pada lidah

� Papilla elevasi jaringan mukosa dan jaringan ikat pada permukaan dorsal

lidah, papilla menyebabkan tekstur lidah menjadi kasar.

• Kelenjar saliva

Mensekresi saliva ke rongga oral, terdiri dari cairan encer yang mengandung

enzim dan cairan kental yang mengandung mucus. Ada 3 pasang kelenjar

saliva :

a. Parotis , terletak di bagian bawah depan telinga antara prosesus mastoid

kiri dan kanan dan os. Mandibularis , salurannya bernama duktus stensoni

keluar dari glandula parotis melalui pipi (muskulus buksinator). Sekresi

saliva normalnya setiap hari 1000-1500

b. Submaksilaris . terletak di bagian dalam mandibula , di bawah rahang atas

bagian tengah salurannya bernama duktus wartoni menuju ke dasar mulut

pada frenulum lingua

c. Sublingua , di dasar mulut dan membuka saluran duktus sublingual kecil

menuju ke dasar mulut.

Komposisi : terdiri atas sekresi serosa ( 95%air dan mengandung enzim

amylase / ptyalin untuk mencerna tepung) dan sekresi mucus yang lebih

kental dan lebih sedikit yang mengandung glikoprotein (musin( ion dan air

Page 7: makalah akhalasia

Fungsi saliva :

o Melarutkan makanan secara kimia, untuk pengecapan rasa

o Melembabkan dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan, dan

member kelembaban pada bibir dan lidah

o Amylase pada saliva menguraikan zat tepung menjadi polosakarida dan

maltose

o Sebagai zat buangan seperti asam urat dam urea serta berbagai zat lain

seperti obat, virus dan logam

o Zat antibakteri dan antibody, untuk membersihakan rongga oral dan

menjaga kebersihan rongga oral

Kendali saraf pada sekresi saliva :

o Aliran saliva dipicu oleh stimulus psikis (pikiran makanan). Makanis

(keberadaan makanan), kimiawi (jebis makanan) dab dapat pula sebagai

respon terhadap respon yang berasal dari lambung dan usus bagian atas

sehinga saliva diproduksimuntuk menghilangkan factor iritan pada traktus

gastrointestinal dan menetralisir zat iritan

o Stimulus dibawa melalui serabut aferen dalam saraf cranial V. VII, IX, X

menuju nuclei salivatori inferior dan superior, kel. Saliva terutama

dikontrol oleh parasimpatis, dan rangsangan saraf simpatis dapat

meningkatkan saliva dalam jumlah sedang

• Gigi

Setiap lengkung barisan gigi membentuk lengkung gigi, lengkung bagian atas

lebih besar dari bagian bawah sehingga gigi atas secara normsl sksn menutup

gigi bawah. Manusia memiliki 2 susunan gigi, yaitu:

1. Gigi primer (desiduous) terdiri dari dari 2 gigi seri ,1 taring. 2 geraham

(molar), untuk total keseluruhan 20 gigi

Page 8: makalah akhalasia

2. Gigi sekunder / permanen mulai dari usia 5 sampai 6 tahun terdiri dari 2

gigi seri, 1 taring, 2 premolar / bicuspid, 3 geraham / tricuspid, dan total 43

buah

Komponen gigi

1. Mahkota adalah bagian gigi yang terlihat

2. Mahkota dan akar bertemu pada leher dari bagian gigi yang terselubungui

gingival (gusi)

3. Membrane peridental merupakan jaringan ikat yang melapisi kantong

alveolar dan melekat pada sementum di akar

Rongga pipa dalam mahkota melabar ke dalam saluran akar

B. Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong

dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra

servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan

berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan

laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan

esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan

Page 9: makalah akhalasia

melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring

superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian

bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,

otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan

ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas

epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta

esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang

tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah

cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan

ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah

permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus

piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal

dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus,

cabang dari n.glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar

cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali m. stilofaringeus yang dipersarafi

langsung oleh cabang n. glosofaringeus.

Faring terdiri dari 3 bagian :

- Nasofaring (pars nasalis) bagian superior yang menghubungkan hidung

dengan faring

- Orofaring (pars oralis) bagian media yang menghubungkan rongga mulut

dalam faring

- Laringofaring (pars laryngitis) bagian interior yang menghuungakn laring

dengan faring

C. Esofagus

Esofagus diinervasi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis (nervus

vagus) dari pleksus esofagus atau yang biasa disebut pleksus mienterik Auerbach

yang terletak di antara otot longitudinal dan otot sirkular sepanjang esophagus

Esofagus mempunyai 3 bagian fungsional. Bagian paling atas adalah upper

esophageal sphincter (sfingter esofagus atas), suatu cincin otot yang membentuk

Page 10: makalah akhalasia

bagian atas esofagus dan memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter ini

selalu menutup untuk mencegah makanan dari bagian utama esofagus masuk ke

dalam tenggorokan. Bagian utama dari esofagus disebut sebagai badan dari

esofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20 cm. Bagian fungsional

yang ketiga dari esofagus yaitu lower esophageal sphincter (sfingter esophagus

bawah), suatu cincin otot yang terletak di pertemuan antara esofagus dan

lambung. Seperti halnya sfingter atas, sfingter bawah selalu menutup untuk

mencegah makanan dan asam lambung untuk kembali naik/regurgitasi ke dalam

badan esofagus. Sfingter bagian atas akan berelaksasi pada proses menelan agar

makanan dan saliva dapat masuk ke dalam bagian atas dari badan esofagus.

Kemudian, otot dari esofagus bagian atas yang terletak di bawah sfingter

berkontraksi, menekan makanan dan saliva lebih jauh ke dalam esofagus.

Kontraksi yang disebut gerakan peristaltik mi akan membawa makanan dan saliva

untuk turun ke dalam lambung. Pada saat gelombang peristaltik ini sampai pada

sfingter bawah, maka akan membuka dan makanan masuk ke dalam lambung

Esofagus berfungsi membawa makanan, cairan, sekret dari faring ke gaster

melalui suatu proses menelan, dimana akan terjadi pembentukan bolus makanan

dengan ukuran dan konsistensi yang lunak, proses menelan terdiri dari tiga fase

yaitu :

1. Fase oral, makanan dalam bentuk bolus akibat proses mekanik bergerak pada

dorsum lidah menuju orofaring, palatum mole dan bagian atas dinding

posterior faring terangkat.

2. Fase pharingeal, terjadi refleks menelan (involuntary), faring dan taring

bergerak ke atas oleh karena kontraksi m. Stilofaringeus, m. Salfingofaring,

m. Thyroid dan m. Palatofaring, aditus laring tertutup oleh epiglotis dan

sfingter laring.

3. Fase oesophageal, fase menelan (involuntary) perpindahan bolus makanan ke

distal oleh karena relaksasi m. Krikofaring, di akhir fase sfingter esofagus

bawah terbuka dan tertutup kembali saat makanan sudah lewat.

Page 11: makalah akhalasia

MEKANISME MENELAN (DEGLUTISI)

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan

setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.

Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4

syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke

dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia

yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke

lambung.

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukan

bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingter

mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja sama yang baik

dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4)

mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring,

(5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6)

usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi dalam

tiga fase yaitu :

o FASE VOLUNTER/FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang

dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva

untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang

siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari. Pada fase oral ini

perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot

bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah

berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke

posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus

terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior

faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas

akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII) Jadi pada fase oral ini

secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen

Page 12: makalah akhalasia

(sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen

(motorik).

Fase oral dan faringeal

o FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior

(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini

terjadi:

1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan

n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula

tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)

m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita

suara sehingga laring tertutup.

3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena

kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan

n.servikal I).

4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor

faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,

n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi

m. Kriko faring (n.X)

Page 13: makalah akhalasia

5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan

dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun

ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya

berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila

menelan makanan padat.

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X

sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut

efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,

meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu

pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus

menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan

palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian

atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.

o FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus

makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik

primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding

esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti

oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan

dinding esofagus.

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus

mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding

esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke

distal esofagus.

Page 14: makalah akhalasia

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak

peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah

pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk

merangsang gelombang peristaltik primer.

Fase esophageal

PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN

Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :

a) Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring

langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

b) Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua

sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi

motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi

impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.

c) Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

Fisiologi

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan

setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik

dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut:

Page 15: makalah akhalasia

1. Pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik

2. Usaha spingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan

3. Kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus

makanan ke arah lambung

4. Mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan

laring

5. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

6. Usaha untuk membersihkan kembali esophagus

2 KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI

Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,

Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau Dilatasi

esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi

batas esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal

esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu

mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna

menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal

dan umumnya terjadi regurgitasi.

Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula

diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan

dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam

lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter

balon. Pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi

di luar mukosa yang terus dianut sampai sekarang.

B. FAKTOR RESIKO

Insidens terjadinya akalasia adalah 1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan

perbandingan jenis kelamin antara pria dan wanita 1 : 1. Akalasia lebih sering

ditemukan orang dewasa berusia 20 - 60 tahun dan sedikit pada anak-anak dengan

persentase sekitar 5% dari total akalasia.

Page 16: makalah akhalasia

C. ETIOLOGI

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik

diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang

esofagus pars torakal yang menyebabkan control neurologis dan sebagai akibatnya

gelombang peristaltic primer tidak mencapai spingter esophagus bawah untuk

merangsang relaksasi Dari beberapa data disebutkan bahwa faktor-faktor seperti

herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari

akalasia

• Teori Genetik

Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah

mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik.

Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi penderita

akalasia.

• Teori Infeksi

Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia,

tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles),

Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine

pada saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat

mendukung faktor infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi

spesifik pada esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran

pencernaan dimana otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang

memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi

yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik virus tersebut.

Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan

varicella zoster pada pasien akalasia.

• Teori Autoimun

Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa somber.

Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh

limfosit T yang diketahui berpefan dalam penyakit autoimun. Kedua,

prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan

Page 17: makalah akhalasia

penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan

autoantibodi dari pleksus mienterikus.

• Teori Degeneratif

Studi epidemiologi dari AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan

proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit

Parkinson dan depresi.

D. MANIFESTASI KLINIS

� Disfagia terhadap makanan cair dan padat, , Disfagia dapat terjadi secara tiba-

tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung

sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada

makanan padat.

� Regurgitasi adalah aliran balik isi labung ke dalam mulut dapat timbul setelah

makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari

pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan

abses paru, bahkan dapat memicu kematian

� Berat badan menurun

� Jika akalasia terjadi dalam waktu yang lama esophagus membesar, sehingga

mengakibatkan ulserasi mukosa esophagus yang menimbulkan nyeri substernal

hebat bahkan Muntah yang makin lama makin berat

E. KLASIFIKASI

a. Akalasia primer

Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus

dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus pada esofagus, faktor

keturunan juga cukup berpengaruh.

b. Akalasia sekunder

Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer seperti tumor

caralia atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan lain disebabkan obat anti

koligergik / pasca vagotomi.

Page 18: makalah akhalasia

F. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus

adalah sebagai berikut :

• Obstruksi saluran pethapasan

• Bronkhitis

• Pneumonia aspirasi

• Abses para

• Divertikulum

• Perforasi esophagus

• Small cell carcinoma

• Sudden death.(1)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi NonBedah

- Terapi Medikasi

- Pemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg

PO, dan juga methacholine, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi

dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan suatu

kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium

channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan

pada sfingter esofagus bawah.

- Injeksi Botulinum Toksin

Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk

menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang

kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi

dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan

memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus

dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-

kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction. Lokasi penyuntikan jarum ini

terletak tepat di atas batas proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi

secara caudal ke dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100

Page 19: makalah akhalasia

unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap

kuadran dari LES

- Pneumatic Dilatation

Suatu baton dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang

bertujuan luituk merupturkan serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak.

Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun

menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi. Jika

terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk penurupan

perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri.

Terapi Bedah

Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah suatu

prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan

serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian

proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk

mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali

beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi

pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan

insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena

keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu

pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam

penanganan akalasia esofagus.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan Esofagoskopi

Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua

pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya

esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari

obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada

pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang

menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari

Page 20: makalah akhalasia

daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-

kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi makanan. Sfingter

esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada

esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.

b. Pemeriksaan Manometrik

Gunanya untuk mem'lai fungsi motorik esofagus dengan melakukan

pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini

untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif.

Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan

manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah

fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan

esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter

esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme

relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan

esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus

sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah

normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.

c. Menelan barium atau esofagogastroduodenoskopi (EGD); ± pemantauan pH

esofagus atau manometer.

Pemeriksaan radiologis barium biasa dikombinasikan dengan

pemeriksaan diagnostic lambung dan duodenum (rangkaian pemeriksaan

radiologis gasyrointestinal bagian atsa menggunakan barium sulfat)

menggunakan barium sulfat dalam cairan atau suspens kri yang ditelan .

mekanisme menelan dapat terlihat secara langsung dengan pemeriksaan

fluoroskopi atau perekaman gambaran radiografik. Bila dicurigai terdapat

kelainan esophagus ahli radiologi dapat meletakkan penderita dalam berbagai

posisi.

Page 21: makalah akhalasia

d. Pemeriksaan motilitas

Berfungsi memriksa bagian motorik esophagus dengan menggunakan

kateter peka tekanan atau balon mini mg diletakkan dalamlambung dan

kemudian naikkan kembali. Tekanan kemudian ditransmisi ke transduser

yang diletakkan di luar tubuh penderita , pengukuran perubahan tekanan

esophagus dan lambung sangat menambah pengertian aktivitas esophagus

pada keadaan sehat atau sakitsaat istirahat dan selama menelan.

I. HEALTH EDUCATION

Menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dan dianjurkan

untuk tidur dengan kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.

Page 22: makalah akhalasia

J. PATOFISIOLOGI

Faktor usia

Absorpsi nutrient ↓

Sfingter esofagus

bawah gagal relaksasi

Makanan tertahan

di esofagus

Makanan masuk

ke saluran nafas

Resiko bersihan jalan

nafas tak efektif

Tekanan esofagus atas ↑

AKALASIA

Kerja otot ↓

Respon batuk

dan bersin

aperistaltik

Sulit menelan

Kerusakan kerja syaraf

neksus mientrikus pada

2/3 bag. bawah esofagus

Degenerasi syaraf

Nutrisi kurang

dari kebutuhan muntah

Aliran balik

makanan keluar

(regurgitasi)

Page 23: makalah akhalasia

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Pengumpulan data:

a. Biodata:

Nama : Ny. Celline

Usia : 72 tahun

Alamat : -

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : -

Tanggal masuk dirawat : -

Diagnosa medis : Akhalasia

b. Riwayat Kesehatan

- Keluhan Utama : mengalami masalah saat makan atau minum

- Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien didiagnosa akhalasia dengan keluhan mengalami masalah saat makan

atau minum, seringkali tersedak sampai beberapa kali makanan bukannya

tertelan tapi masuk ke ronggah hidung sehingga terbatuk dan bersin saat

makan

- Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengalami keadaan ini agak lama tapi 2 bulan belakangan ini makin

berat

c. Pemeriksaan Fisik

BB : 50 kg

TB : 165 cm

b. Pengumpulan Data

DS : - Klien mengeluh mengalami masalah saat makan atau minum.

Page 24: makalah akhalasia

- Ia seringkali tersedak sampai beberapa kali makanan bukannya tertelan

tapi masuk ke dalam rongga hidung sehingga ia terbatuk dan bersin saat

makan.

DO : - BB turun

c. Analisa data

No. Data menyimpang Etiologi Masalah keperawatan

1. DS: klien

mengeluh

mengalami

masalah saat

makan dan minum

DO: BB turun

Sulit menelan→akhalasia→

makanan tertahan di

esofagus→absorpsi nutrient

berkurang→nutrisi kurang dari

kebutuhan

Nutrisi kurang dari

kebutuhan

2. DS: Ia seringkali

tersedak sampai

beberapa kali

makanan bukannya

tertelan tapi masuk

ke dalam rongga

hidung sehingga ia

terbatuk dan bersin

saat makan.

DO: -

Faktor usia → degenerasi

syaraf → kerja otot menurun

→ aperistaltik→ sfingter

esofagus bawah gagal

berelaksasi→ makanan masuk

ke saluran nafas→ respon

batuk dan bersin → resiko

bersihan jalan nafas tak efektif

Resiko bersihan jalan

nafas tak efektif

Diagnosa keperawatan:

a. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sulit menelan ditandai oleh

klien mengeluh mengalami masalah saat makan dan minum dan Berat badan turun

b. Resiko bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan makanan masuk ke

saluran nafas

Page 25: makalah akhalasia

d. Rencana Asuhan Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Ketidakseimban

gan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

berhubungan

dengan klien

mengalami

masalah pada

saat makan dan

minum ditandai

dengan

penurunan berat

badan.

Setelah 1 minggu

perawatan,

kebutuhan nutrisi

klien seimbang

/terpenuhi dengan

criteria hasil :

Berat badan naik

½ kg.

Mencapai Body

Max Index yang

normal

Nafsu makan

menigkat

Berikan makanan

sesuai dengan

kebutuhan

Berikan makanan

dengan porsi sedikit

tapi sering

Berikan makanan

jangan terlalu padat

dan terlalu cair

Beritahu pada klien

untuk selalu

menghabiskan

makanannya

Berikan obat –

obatan golongan

nitrates dan calcium

channel blokers

Pemberian yang sesuai

indikasi dan tidak

memberatkan klien apabila

berlebihan

Mencegah terjadinya

penumpukan makanan pada

esophageal

Makanan yang tidak terlalu

padat dan tidak terlalu cair

dapat dengan mudah dicerna

oleh tubuh

Membantu melancarkan dan

memudahkan pencapaian

tujuan

Obat golongan nitrates

membantu mengendurkan

spincter esophagus bagian

bawah sedangkan calcium

channel bloker dapat

membantu esophagus untuk

relaks dan tidak konstriksi.

Bersihan jalan

nafas tak efektif

Tujuan jangka

pendek : klien

Anjarkan klien

untuk batuk efektif

Batuk efektif dapat

dilakukan pada posisi duduk

Page 26: makalah akhalasia

berhubungan

dengan adanya

dilatasi

esophagus

ditandai dengan

klien mengeluh

batuk dan

tersedak

Data objektif :

Reflek batuk

tidak efektif

mengerti dan

mampu

menerapkan

batuk efektif

Tujuan jangka

panjang :

bersihan jalan

nafas efektif

dalam waktu 3

hari

Berikan posisi

kepala tempat tidur

lebih tinggi

Berikan perawatan

mulut yang baik

setelah batuk

Dorong/ bantu

latihan nafas

abdomen atau bibir

Kaji kondisi

pernafasan

(frekuensi ,

kedalaman, gerakan

dda, penggunaan

otot bantu nafas,

tegak, dan meningkatkan

kenyamanan sewaktu

inspirasi

posisi semi fowler akan

mempermudah pasien untuk

bernafas, dan meningkatkan

ekspansi dada sehingga

udara mudah masuk

Meningkatkan kenyamanan

klien selama mengalami

perawat

Memberikan pasien

beberapa cara untuk

mengatasi dan mengontrol

dipsnea dan menurunkan

jebakan udara

Berguna dalam evaluasi

derajat distress pernafasan

dan kronisnya proses

penyakit

Page 27: makalah akhalasia

PENUTUP

A. Simpulan

Akalasia adalah keadaan sfingter esofagus inferior yang gagal berelaksasi

selama menelan. Sebagai akibatnya, makanan yang ditelan ke dalam esofagus gagal

untuk melewati esofagus masuk ke dalam lambung..

Jika akalasia menjadi berat, esofagus sering tidak mengosongkan makanan yang

ditelan ke dalam lambung selama beberapa jam, padahal waktu yang normal adalah

beberapa detik. Setelah berbulan-bulan dan bertahun-tahun, esofagus menjadi sangat

membesar sehingga sering kali dapat menampung sebanyak satu liter makanan, yang

sering menjadi terinfeksi dan membusuk selama periode statis esofagus yang lama.

Infeksi juga dapat mengakibatkan ulserasi mukosa esofagus, kadang-kadang

menimbulkan nyeri subternal atau bahkan ruptur dan kematian.\

Akalasia dapat diobati dengan melebarkan katup secara mekanik, contohnya

dengan menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan. 40% hasil dari

prosedur ini memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara berulang. Dengan

pemberian nitrat (contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan di bawah lidah sebelum

makan atau penghambat saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakan

untuk melebarkan kerongkongan dapat ditangguhkan.

Sebagai perawat kita dapat memberikan Health Education kepada klien

dengan cara menghindari alcohol, dan makanan panas, dingin, dan pedas dan

dianjurkan untuk tidur dengan kepala terangkat untuk menghindari aspirasi.

B. Saran

Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok

mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama

mahasiswa. Selain itu penyakit akalasia ini sangat berbahaya dan kita sebagai host

harus bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.

Page 28: makalah akhalasia

DAFTAR PUSTAKA

Achalasia. [Online]. 2007 Feb 10 [cited 2007 September 29]; Available from:

URL:http://en.wikipedi.org/wiki/achalasia

Achalasia. [Online ]. 2007 September 29 ; Available from; URL:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000267.htm

Adnan,Misbahuddin, Frans Liyadi S. Radiologi 3. Makassar ; Bagian Radiologi

FKUH.1980. p.12.

Bakry F. Akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Jakarta: Pusat

Penerbitan, Departemen Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2006. p. 322-324. (vol 1).

Ekayuda I. Radiology anak. Radiologi diagnostic. 2nd ed. Jakarta; 2005. p. 393-

394.

Fisichella, P Marco. Achalasia. [Online] 2006 Oct 10 [cited 2007 Sept 29].

Available from URL: http://www.emedicine.com/med/topic16.htm

Forbes A, MisiewiczJJ, Compton CC, Levine MS, Quraishy MS, Rubesin SE, et

al. The esophagus. Atlas of clinical gastroenterology. 3rd ed. Edinburgh:

Elsevier Mosby; 2005. p. 23-26.

Goyal,Ray K. Disease of the Esofagus. Principles of the Internal Medicine vol 2.

16th ed. New York ; Mac Graw-Hill Book Company; 2000. p.

Hafid A, Syukur A, Achmad IA, Ridad AM, Ahmadsyah I, Airiza AS, et al.

Esofagus dan diafgagma. Buku ajar ilmu bedah. Sjamsuhidajat R, de JonG

W, editors. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. p. 499.

Hirano,Ikuo. Pathophysiology of achalasia and diffuse esophageal spasm.

[Online]cited 2007 September 29; Available from :

http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo22.html#f1

Manan, Chudahman. Akalasia. Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta : CV

Infomedika ; 1990. p. 141-146.

Meschan I. Oropharynx, laringopharynx, and esophagus. Roentgen sign in

diagnostic imaging. 2nd ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company; 1984.

p. 522,525-526. (Abdomen; vol 1).

Page 29: makalah akhalasia

Paul and Juhl’s. The Abdomen and Gastrointestinal Tract. Essential of Rontgen

Interpretation. 4th ed. Cambridge : Harper & Row Publishers ; 1981.

p.529-530.

Price SA, Wilson LM. Esofagus. Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p. 357-

358,363-365. (vol 1).

Robbins SL, Kumar V. Traktus gastrointestinalis. Buku ajar patologi II. 4th ed.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p. 235-236.

Sawyer MAJ. Achalasia. [Online]. 2006 Jun 22 [cited 2007 September 29];

Available from: URL: http://www.emedicine.com/radio/topic6.htm

Teplick,J.George, Marvin E. Haskin. Disease of the Digestive System.

Rontgenologic Diagnosis vol 2. 3rd ed.Phyladelphia; WB Saunders

Company ; 1976. p.889 – 891.

Achalasia.[Online]. Cited 2007 September 29. Available from URL:

http://www.med.wayne.edu/diagRadiology/TF/GI/GI09.html