makalah agama2.doc

59
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat manusia tentunya tidak terlepas dari berbagai masalah yang datang silih berganti. Ditambah dengan perkembangan globalisasi yang sangat pesat, mengakibatkan berbagai pengaruh dapat dengan mudah masuk dalam kehidupan umat manusia, sehingga masalah yang dihadapi oleh umat manusia semakin kompleks. Selain itu, sebagai umat beragama khususnya umat Hindu, ketika dilhirkan ke dunia ia telah membawa sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat keduniawian tersebut diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, namun sifat-sifat tersebut dapat membuat seseorang melakukan perbuatan yang menyimpang dari jalan dharma. Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut dan untuk menghindarkan diri dari perbuatan adharma, meningkatkan iman dan takwa merupakan salah satu caranya. Dalam hal ini, Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkakan hal tersebut. Dengan mempelajari Agama kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Agama dapat dijadikan sebagai pedoman hidup sehingga tercipta kehidupan yang bermakna, rukun, dan bermartabat. Pendidikan Agama 1

Upload: ni-putu-candra-cahyani

Post on 06-Dec-2015

894 views

Category:

Documents


153 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat manusia

tentunya tidak terlepas dari berbagai masalah yang datang silih berganti.

Ditambah dengan perkembangan globalisasi yang sangat pesat,

mengakibatkan berbagai pengaruh dapat dengan mudah masuk dalam

kehidupan umat manusia, sehingga masalah yang dihadapi oleh umat manusia

semakin kompleks. Selain itu, sebagai umat beragama khususnya umat Hindu,

ketika dilhirkan ke dunia ia telah membawa sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat

keduniawian tersebut diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya, namun sifat-sifat tersebut dapat membuat seseorang melakukan

perbuatan yang menyimpang dari jalan dharma.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut dan untuk

menghindarkan diri dari perbuatan adharma, meningkatkan iman dan takwa

merupakan salah satu caranya. Dalam hal ini, Agama memiliki peranan yang

sangat penting dalam meningkakan hal tersebut. Dengan mempelajari Agama

kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Agama dapat dijadikan sebagai

pedoman hidup sehingga tercipta kehidupan yang bermakna, rukun, dan

bermartabat. Pendidikan Agama diberikan baik pada jenjang Sekolah Dasar,

Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, maupun pada

Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

memiliki akhlak yang mulia. Akhlak mulia tersebut mencakup bidang etika,

moral, dan budi pekerti.

Dalam konsep ajaran Agama Hindu terdapat dari tiga kerangka dasar

Agama Hindu. Tiga kerangka dasar Agama Hindu tersebut terdiri dari tattwa,

susila, dan upacara. Ketiganya adalah satu kesatuan integral yang tak

terpisahkan serta mendasari tindak keagamaan umat Hindu. Tattwa adalah

aspek pengetahuan agama atau ajaran-ajaran agama yang harus dimengerti dan

dipahami oleh masyarakat terhadap aktivitas keagamaan yang

1

dilaksanakan. Susila adalah aspek pembentukan sikap keagamaan yang

menuju pada sikap dan perilaku yang baik sehingga manusia memiliki

kebajikan dan kebijaksanaan (wiweka jnana). Sementara itu upacara adalah

tata cara pelaksanaan ajaran agama yang diwujudkan dalam

tradisi upacara sebagai wujud simbolis komunikasi manusia dengan Tuhan

Yang Maha Esa. Jadi, tattwa merupakan inti dari ajaran Agama, sedangkan

susila merupakan pelaksanan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep susila terkait dengan pengendalian diri dalam bersikap. Agar

dapat mengendalikan diri dalam bersikap, diperlukan tuntunan yang disebut

dengan etika atau Dharmasastra. Dharmasastra berasal dari dua kata yaitu

dharma dan sastra. Dharma berarti tuntunan atau bimbingan dan sastra artinya

ajaran atau ilmu pengetahuan. Jadi Dharmasastra atau etika dapat diartikan

sebagai pedoman atau ajaran yang menuntun manusia dalam kehidupan

bermasyarakat. Tanpa adanya pedoman yang menuntun, dapat dimungkinkan

terjadinya kekacauan yang timbul dalam kehidupan bersama.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membuat

makalah yang berjudul Etika sebagai pedoman dasar dalam menjalani

kehidupan beragama khususnya Agama Hindu, sehingga diharapkan dapat

meminimalkan kemerosotan etika (moral) umat manusia di zaman globalisasi

ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah diatas, adapun rumusan masalah yang

akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :

a) Apakah makna dari etika atau moralitas ?

b) Bagaimanakah etika dalam Agama Hindu ?

c) Bagaimanakah misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal

(manava madhava) ?

d) Bagaimanakah implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang (cinta

kasih), kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-

hari ?

2

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :

a) Dapat menjelaskan makna dari etika atau moralitas.

b) Dapat menjelaskan etika dalam Agama Hindu.

c) Dapat menjelaskan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal

(manava madhava).

d) Dapat menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang

(cinta kasih), kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama

sehari-hari.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini adalah :

a) Bagi Penulis

Pembuatan makalah ini dapat menambah pengalaman penyusun dalam

menyusun makalah, serta dapat memperoleh pengetahuan tentang etika.

Selain itu, pembuatan makalah yang akan dipresentasikan ini dapat

meningkatkan mental berbicara dan kepercayaan diri didepan umum

b) Bagi Pembaca

Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai etika, yang

nantinya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan beragama, khususnya

Agama Hindu, sehingga dapat meminimalkan kemerosotan etika (moral)

umat manusia di zaman globalisasi ini.

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Makna Etika atau Moralitas

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata

'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos

mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,

kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.

Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah

yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles

dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul

kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau

ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika mempunyai tiga arti,

antara lain :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta hak dan kewajiban

moral (akhlak).

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai yang membahas mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu

golongan masyarakat.

Agar kita memperoleh gambaran serta makna dari etika yang

mempunyai implementasi arti sebagai ilmu, adat kebiasaan, filsafat moral,

dan sistem nilai, lebih jelasnya dapat kita lihat penjelasan berikut :

1. Etika adalah sebuah tindakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai

dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola

perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.

2. Etika merupakan suatu ilmu tentang kesusilaan yang menentukan

bagaimana seharusnya manusia hidup dalam masyarakat dan mengenai apa

yang baik dan apa yang buruk.

Kata moral berasal dari Bahasa Latin mos (jamak : mores) yang

berarti : kebiasaan, adat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mores

digunakan dalam arti yang sama dengan kata etika. Menurut Suseno (1987:

4

19), kata moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai

manusia, jadi bukan baik buruknya begitu saja sebagai profesi tertentu.

Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya

sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan

benar salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya

sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.

Dari penjelasan diatas banyak sekali kita mendapatkan makna tentang

etika dan moral, baik secara bahasa maupun secara istilah dan definisi. Pada

intinya etika atau moralitas merupakan tatanan pergaulan yang melandasi

tingkah laku manusia seperti bagaimana seseorang harus bersikap, berprilaku,

serta bertanggung jawab, untuk dapat mencapai hubungan yang harmonis

dalam kehidupan bersama maupun dalam kehidupan beragama. 

Kita telah ketahui bersama bahwa etika atau moralitas merupakan

tatanan yang melandasi tingkah laku manusia, oleh karena itu etika

mempunyai banyak peranan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu peranan

etika atau moralitas dalam kehidupan bersama yaitu sebagai petunjuk dan

sebagai suatu norma. Sebagai petunjuk, etika memberikan arahan suatu

perbuatan apakah itu perbuatan baik atau buruk, sehingga apakah perbuatan

itu boleh dilakukan atau tidak. Sebagai suatu norma, etika menjadi patokan

tentang suatu perbuatan yang dilarang, sehingga masyarakat tentu harus

mengikuti norma-norma yang berlaku tersebut. Tujuannya adalah agar

masyarakat dapat hidup dengan tertib, teratur, aman dan tentram demi

tercapainya kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan memperoleh ketenangan

hidup bersama.

Seperti halnya dengan peranan, etika juga mempunyai manfaat bagi

manusia secara individu maupun kelompok. Manfaat etika antara lain :

1. Etika dapat mendorong seseorang untuk bersikap kritis dan rasional.

2. Masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan pandangannya

sendiri akan tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan.

3. Etika dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi

masyarakat yang tertib, teratur, damai dengan cara menaati norma-norma

yang telah ditetapkan.

5

Selain memiliki peranan dan manfaat, etika atau moralitas juga

memiliki beberapa fungsi yang perlu diperhatikan oleh setiap masyarakat agar

tercipta kehidupan yang bermakna, rukun, dan bermartabat. Adapun fungsi

etika dalam kehidupan sosial yaitu sebagai pembimbing tingkah laku manusia

dalam mengelola kehidupan. Sedangkan dalam dunia pendidikan, fungsi etika

atau moralitas yaitu sebagai pembentuk karakter siswa agar menjadi orang

yang berbudi pekerti dan berkarakter.

Sebagai umat manusia, makna etika atau moralitas penting untuk

dicermati dengan seksama, baik dari segi pengertian, peranan, manfaat,

maupun fungsinya. Jika setiap umat manusia telah memaknai hal tersebut

dengan baik, pastinya akan dapat tercipta kehidupan bersama maupun

kehidupan beragama yang bermakna, rukun, dan bermartabat.

2.2 Etika dalam Agama Hindu

Agama Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang sangat kuat,

hal ini dijadikan sebagai pedoman bagi umat Hindu dalam menjalankan

kewajiban beragamanya sehari-hari. Semua ajaran tentang kerangka dasar ini

bersumber dari Kitab Suci Weda dan Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya.

Adapun kerangka dasar agama Hindu tersebut ialah Tattwa (Filsafat Agama

Hindu), Susila (Etika Agama Hindu), dan Upacara (Ritual Agama Hindu).

Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana

ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur

kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka dilaksanakan pengorbanan suci

yaitu berupa upacara atau ritual.  

Susila (Etika Agama Hindu) berasal dari dua suku kata, yaitu su yang

berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia.

Di dalam Kitab Wrehaspati Tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti dari kata sila

dalam kalimat : “Sila ngaranya mangrakascara rahayu”. Jadi, kata susila

mengandung pengertian tingkah laku atau perbuatan manusia yang baik.

Susila atau etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang

mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia,

mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan,

6

sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai

dalam kehidupan beragama. Konsep dasar dari tata susila adalah “sasana

manut linggih dan linggih manut sasana”. Sehingga tata susila atau etika

hendaknya selaras dengan kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai

tertentu dari tata susila. Sehinggga tata susila merupakan tingkah laku yang

baik untuk dapat menyelaraskan hubugan antara manusia dengan Ida Shang

Hyang Widhi Wasa , hubungan harmonis antar umat manusia, dan peraturan

tingkah laku antara manusia dengan lingkungan.

Adapun tujuan etika dalam Agama Hindu, yaitu :

1. Untuk membina agar umat Hindu dapat memelihara hubungan baik, hidup

rukun dan harmonis di dalam keluarga maupun masyarakat.

2. Untuk membina agar umat Hindu selalu bersikap dan bertingkah laku yang

baik, kepada setiap orang tanpa pandang bulu.

3. Untuk membina agar umat Hindu dapat menjadi manusia yang baik dan

berbudi luhur.

4. Untuk menghindarkan adanya hukum rimba di masyarakat, dimana yang

kuat selalu menindas yang lemah.

Dengan tujuan-tujuan tersebut diharapkan umat Hindu menjadi

manusia yang berbudi luhur, cinta kedamaian, dan hidup rukun dalam

kehidupan beragama.

2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava Madhava)

Dalam Agama Hindu, ia yang lahir kedunia telah dibekali dengan

sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat keduniawian tersebut diperlukan untuk

mempertahankan kehidupannya di dunia, namun dalam menjalankan hal-hal

keduniawian tersebut, setiap manusia harus bertindak sesuai dengan

batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Perlu disadari

bahwa dalam menjalankan hal-hal keduniawian tersebut, setiap umat Hindu

tentunya takkan bisa terlepas dari faktor-faktor yang dapat membuat

seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah pada perbuatan

dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha),

keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan

7

egoisme (ahankara). Untuk menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan

tersebut, maka kita perlu untuk meningkatkan iman dan takwa serta perlu

untuk menata diri menuju manusia ideal “Dharmika” (Manava Madhava).

Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah

satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta

masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi manusia yang

berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatan-perbuatan adharma. Untuk

dapat memperbaiki diri menuju manusia ideal maka diperlukan pemahaman

dan pengimplementasian dari ajaran Etika (Tata Susila). Ajaran etika di

dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain :

kebenaran, kebajikan, kasih sayang (cinta kasih), tanpa kekerasan, ketekunan,

kemurahan hati, percaya diri, membangun hubungan yang serasi,

mementingkan persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyuran,

moralitas, wiweka, persahabatan, dll.

Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk

menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudi pekerti luhur, manusia

Dharmika berdasarkan ajaran Agama Hindu termuat dalam kitab Weda,

Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sarasamuccaya, Slokantara, dan yang

lainnya.

Dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 2-3-4, dijelaskan mengenai

keagungan menjadi seorang manusia. Pada sloka 4 disebutkan bahwa :

“Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya

demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan

mati terulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya

dapat menjelma sebagai manusia”.

Bhagavad Gita Bab XVI yang berjudul Daivasura Sampad Vibhaga

Yoga juga membahas tentang hakikat tingkah laku manusia yang dikenal

sebagai perbuatan baik dan buruk. Dalam Bab XVI ini Sri Krsna

menggambarkan sifat-sifat kedewaan yang disebut Daiwi Sampat dan sifat-

sifat keraksasaan yang disebut Asuri Sampat. Salah satu slokanya yaitu pada

sloka 11 : “Keinginan yang tak habis-habisnya, yang hanya berakhir pada

kematian, dengan menganggap kepuasan nafsu keinginan sebagai tujuan

8

utama, dengan keyakinan bahwa itulah semuanya ”. Sifat Daiwi Sampat dan

Asuri Sampat itu ada pada diri manusia dalam porsi yang berbeda-beda.

Sehingga dalam diri seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat

buruk (asubha karma). Seperti yang disebutkan dalam Saramuccaya sloka 2,

bahwa diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi

manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk,

karena manusia diberikan kelebihan berupa pikiran (idep). Selain itu, terdapat

pula garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari Bhagavad Gita. Tuntunan

tersebut merupakan amanat dari Sri Krsna, agar kita dapat menjadi manusia

Manava Madhava (Dharmika). Salah satu tuntunan yang kita dapat dari

amanat Sri Krisna yaitu “Gerbang menuju neraka ini yang menghantar pada

kemanusiaan sang rokh ada tiga jenis yaitu : nafsu, kemarahan, dan

ketamakan. Oleh karena itu seseorang harus melepaskan ketiganya ini” (21).

Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang dapat kita petik dari amanat Sri

Krsna dalam Bahagavad Gita.

Banyak lagi kitab-kitab ajaran Hindu yang mengajarkan etika

(moralitas) serta pengendalian diri bagi manusia, diantaranya Sara Samuccaya

S. 57, Sara Samuccaya S. 63 yang memuat Catur Prawerti yang terdiri atas

Arjawa (kejujuran), Ancangsya (tidak mementingkan diri sendiri), Dama

(dapat menasehati dirinya sendiri, dan Indriyanigraha (mengekang hawa

nafsu), Sarasamuccaya sloka 259, dan Sarasamuccaya sloka 260.

Selain itu, terdapat pula pedoman etika dalam Agama Hindu untuk

menjadi manusia yang ideal (Manava Madhava). Diantaranya, Tri Kaya

Parisudha, Catur Paramita, Dasa Dharma, Dasa Niyama Brata, Panca Niyama

Brata, Dasa Yama Brata, dan Panca Yama Brata. Tri Kaya Parisudha yaitu

tiga perbuatan yang disucikan. Tri Kaya Parisudha terdiri dari Manacika

(berpikir yang baik dan suci), Wacika (berkata yang baik dan benar), dan

Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Ketiga hal tersebut perlu untuk

disucikan agar kita menjadi manusia yang beretika dan berbudi pekerti luhur,

agar tercipta kehidupan beragama yang harmonis.

9

2.4 Implementasi Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan

Tanpa Kekerasan dalam Kehidupan Bersama Sehari-hari

Setelah mempelajari ajaran etika (moralitas) dalam Agama Hindu, kita

sebagai umat Hindu mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan

ajaran-ajaran serta pedoman-pedoman etika yang ada dalam Kitab Suci Hindu

tersebut. Berikut ini akan diungkapkan petikan inti sari ajaran yang penting

kita jadikan perilaku kita sehari-hari dimasyarakat diantara sesama manusia

dan contoh pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.4.1 Implementasi Kebenaran

Sabda suci weda menyatakan bahwa kebenaran/kejujuran

(Satyam), merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan.

Menjalankan setiap perbuatan dengan berlandaskan dharma

(kebenaran). Sebelum berbuat kita harus berfikir terlebih dahulu

apakah perbuatan itu benar atau salah (wiweka). Ini berkaitan dengan

konsep Tri Kaya Parisudha, dimana pikiran, perkataan, dan perbuatan

harus disucikan (harus berlandaskan dharma). Jika seseorang

senantiayasa mengikuti kebenaran maka hidupnya akan selamat,

sejahtera dan terhindar dari berbagai macam masalah, memperoleh

kebijaksanaan dan kemuliaan. Kebenaran/kejujuran dapat

dilaksanakan dengan mudah, jika melakukannya dengan memiliki

keyakinan (Sraddha).

Atharva Veda XIV.1.1

“Kebenaran, Kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit.

Hukum-hukum alam menyangga matahari. Tuhan Yang Maha Esa,

meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi bumi (atmosfir).

Sara Samusccaya Sloka 128

“Tak pernah bisa (racun) itu dengan amat: disinilah di badan

sendirilah tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan senang

hatinya kepada adharma, bisa atau racun didapat olehnya. Sebaliknya

kokoh berpegangan kepada kebenaran, tidak goyah hatinya bersandar

kepada Dharma, maka amatlah diperolehnya”.

10

Sara Samuccaya Sloka 41

“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh

perbuatan, perkataan dan pikiran yang tidak menyenangkan dirimu

sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit hati,

jangan tidak mengukur baju di badan sendiri, perilaku anda yang

demikian itulah dharma namanya: penyelewengan ajaran dharma,

jangan hendaknya dilakukan”.

Sara Samuccaya Sloka 42

“Bahwa segala perilaku orang yang bijaksana, orang yang jujur, orang

satyam wacana, pun orang yang dapat mengalahkan bahwa nafsunya

dan tulus ikhlas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma segala laksana

beliau, laksana beliau itulah yang patut dituruti, jika telah dapat

menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma”

Adapun contoh pengimplementasian (penerapan) kebenaran dalam

kehidupan sehari-hari, yaitu :

1. Seorang pejabat negara haruslah memiliki kejujuran dan kebenaran

dalam menjalankan setiap tugas kenegaraan yang telah dibebankan

kepadanya. Ia yang tidak memiliki kejujuran dan tidak berpegang

teguh pada prinsip kebenaran (Dharma), imannya akan cepat sekali

tergoyahkan oleh uang maupun kekuasaan. Dari ketamakannya

tersebut awalnya memang yang ia rasakan adalah kebahagiaan dan

kepuasan, namun dibelakang kesedihan dan kesengsaraan telah

menunggunya. Ketika waktu itu telah tiba, maka ia akan ditangkap

oleh KPK dan merasakan hukuman di balik jeruji besi. Ia tak bisa

lagi menghirup udara luar yang bebas dan kebahagiaan bersama

keluarga maupun orang-orang terdekat. Inilah hasil dari perbuatan

yang menyeleweng dari dharma, pastilah kesesngsaraan akan

menantinya.

2. Sebagai seorang hakim dalam menentukan keputusan haruslah

berpegang teguh pada prinsip kejujuran/kebenaran serta tidak

boleh memihak. Entah yang bermasalah itu orang besar maupun

11

orang kecil dalam penentuan keputusannya hakim harus melihat

dari jenis kasusnya, bukan dari kedudukannya. Bukan karena ia

orang yang berkuasa ia bisa mendapat hukuman yang lebih ringan

dari seharusnya, dan baru ia masyarakat biasa yang melakukan

kasus lebih ringan dari korupsi malah mendapatkan hukuman yang

lebih berat. Contohnya para pejabat yang melakukan kasus korupsi

bisa mendapatkan hukuman yang lebih ringan dari seharusnya,

selain itu kita juga ketahui bersama dari media bahwa walaupun

mereka sudah mendapatkan hukuman namun mereka masih bisa

menghirup udara luar bahkan sampai berlibur. Kasus ini sangat

bertolak belakang dengan kasus seorang nenek yang hanya

mencuri sandal bisa mendapatkan hukuman yang yang lebih berat

dari koruptor tersebut. Dari kasus ini kita lihat bahwa hakim

terkesan tidak adil dalam memberikan hukuman, mereka yang

berduit terkesan dapat membeli hukum itu sendiri. Padahal

seharusnya dalam menjalankan tugas menentukan hukuman

tersebut ia harus berpegang teguh pada prinsip kejujuran dan

kebenaran, ia tidak boleh menerima suap atau hal apapun itu yang

dapat membuat ketidakadilan tersebut.

3. Sebagai seorang anak kita harus jujur kepada orang tua dalam

segala hal, jangan pernah berbohong kepada orang tua, karena itu

akan membawa kita pada kesengsaraan atau duka yang merugikan

diri kita sendiri. Contoh kasusnya dalam kehidupan sehari-hari

yaitu, misalkan Anton adalah anak dari keluarga yang tidak

mampu. Ia meminta uang kepada orang tuanya dan mengatakan

bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membayar les

(bimbingan belajar). Walaupun orang tuanya tidak mampu, namun

mereka berusaha keras untuk mendapatkan uang agar anaknya bisa

membayar les, orang tuanya tersebut merasa sangat senang karena

anaknya rajin belajar. Tetapi kenyataannya uang tersebut

digunakannya untuk hal yang tidak-tidak. Ia menggunakan uang

tersebut untuk membeli narkoba. Ia telah membohongi orang

12

tuanya yang telah berusaha keras demi pendidikannya. Seringkali

ia sampai memarahi orang tuanya karena ia tidak diberikan uang.

Buah dari ketidakjujuran ini akan menghasilkan kesengsaraan

untuk dirinya sendiri. Ia akan kecanduan narkoba sehingga ia sakit

dan tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti orang-orang yang

lainnya. Ia juga telah membuat kecewa orang tuanya karena

perbuatannya tersebut. Pastilah timbul penyesalan dan kedukaan

yang mendalam, mulai dari kedukaan karena sakit yang dideritanya

dan penyesalan karena telah mengecewakan orang tuanya. Inilah

buah dari perbuatan yang menyeleweng dari dharma (kebenaran),

kedukaan akan menghampirinya.

2.4.2 Implementasi Kebajikan

Dalam ajaran Hindu, kata Dharma mempunyai arti yang luas,

antara lain : kebenaran, kebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur,

dan lain sebagainya.

Dalam kehidupan sehari-hari ini kita harus mendahulukan setiap

kewajiban ataupun perbuatan dengan berlandaskan dharma, tidak

berlandaskan keinginan untuk mengejar hasil berupa artha dan kama.

Kita harus menanamkan dalam diri bahwa dalam hidup ini artha dan

kama tidak perlu dikejar, karena artha dan kama akan datang

sendirinya setelah kita melaksanakan dharma tersebut dengan tulus

ikhlas. Percuma kita memperoleh artha dan kama tetapi dengan jalan

yang tidak berlandaskan dharma. Satu hal yang perlu kita ingat bahwa

“dharma merupakan kewajiban”.

Dalam RgVeda VII.32.8

“Tuhan Yang Maha Esa yang murah memberkahi orang yang

penuh kebajikan”

Sara Samuccaya Sloka 12.13.

“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya

dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersanksikan lagi, pasti

13

akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak aka ada artinya, jika

artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma”.

“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang

yang bajik yang melaksanakan dharma, dipuji dan disanjung olehnya,

karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau tidak

menjunjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi cinta

wanita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya

pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa

nafsu”.

Adapun pengimplementasian (penerapan) kebajikan dalam

kehidupan sehari-hari, yaitu :

1. Sebagai anggota DPR, ia seharusnya mendahulukan tugas dan

kewajibannya sebagai orang yang telah dipercaya oleh rakyat untuk

duduk di kursi pemerintahan agar suara-suara ataupun aspirasi

rmereka dapat terealisasikan. Dalam menjalankan kewajiban

tersebut, ia harus mendasarinya dengan dharma, bukan karena

keinginannya untuk memperoleh artha (kekayaan) yang melimpah.

Jika ia telah menjalankan tugasnya dengan berlandaskan dharma,

tentunya hidupnya akan diliputi dengan ketenangan dan

kebahagiaan. Masyarakat akan senang dengan kerjanya, sehingga

untuk periode selanjutnya kemungkinan besar ia akan terpilih

kembali. Sehingga artha akan diperolehnya dengan sendirinya.

Namun jika ia melaksanakan kewajiban tersebut dengan tidak

berlandaskan dharma, ia hanya akan mengejar artha dan kama

tersebut. Jika hal ini sudah terjadi, maka praktik korupsi akan

dijalankan olehnya untuk mendapatkan artha (kekayaan) tersebut.

Di awal ia memang merasakan kepuasan dari artha (kekayaan)

yang diperolehnya , namun ketika ia tertangkap KPK, hidupnya

tidak akan bahagia dan tenang. Inilah hasil dari perbuatan yang

tidak berlandaskan dharma namun berlandaskan pengejaran akan

artha dan kama.

14

2. Sebagai mahasiswa, apabila mengikuti kepanitiaan dalam suatu

kegiatan, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab,

keikhlasan dan berlandaskan dharma. Janganlah mengikuti

kepanitiaan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat semata,

yang nantinya berguna untuk kehidupan duniawi saja. Ketika kita

melakukan sesuatu dan hanya memikirkan hasilnya terlebih dahulu,

maka apapun yang kita dapatkan tidak akan berguna bagi

kehidupan kita, karena ketika kita melakukan suatu hal yang paling

penting yaitu proses ketika kita melakukannya, ketika proses sudah

terlaksana dengan baik maka hasilnya pun akan baik dan akan

berguna.

2.4.3 Implementasi Kasih Sayang

Kitab Suci Sara Samuccaya : Sloka 135-136-146.

“Oleh karenanya usahakanlah kesejahteraan mutlak, karena

kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjamin tegaknya catur

warga, yaitu: Dharma, Artha, Kama dan Moksa; jika mau mencabut

nyawanya makhluk, betapa itu tidak musnah olehnya; demikianlah

orang yang menjaga kesejahteraan makhluk itu, ia itulah yang disebut

menegakkan catur marga, dinamakan abhutahita, jika sesuatunya itu

tidak terjaga atau terlindungi olehNya.

Catatan: Abutahita: Abhu + hita, berarti tidak ada (mempunyai)

kebaikan, kebijaksanaan, tidak menghiraukan kesejahteraan makhluk,

kebalikannya, bhutahita-kesejahteraan makhluk.

“Bila orang itu saying akan hidupnya apa sebabnya ia itu ingin

memusnahkan hidup makhluk orang lain, hal itu sekali- kali tidak

memakai ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat

menyenangkan kepada dirinya.

Dalam ajara Agama Hindu konsep kasih saying dan cinta kasih

akan dijelaskan sebagai berikut:

15

1. Cinta Kasih

Dalam bahasa Sansekerta, cinta diistilahkan dengan

kata Snih yang artinya cinta bukan harus dimiliki

melainkan apa yang sudah ada patut dipelihara. Sedangkan

menurut cendikiawan Hindu abad ke19 yaitu Svami

Vivekanandha menyebutkan bahwa Cinta Kasih adalah

daya penggerak, karena cinta kasih selalu menempatkan

dirinya sebagai pemberi bukan penerima. Jika kita dengan

penuh kesadaran cinta dan kasih kepada Tuhan maka

kebenaran yaitu kemahakuasaan Tuhan akan datang

karena daya penggerak atu cinta kasihnya-Nya. Jadi dari

uraian maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah

perasaan rindu, sayang yang patut dibina dengan penuh

kesadaran tanpa keterikatan.

Dalam Bhagavad gita X II.13, disebutkan tentang

orang yang telah memahami dan mengaplikasikan cita

kasih:

Advesta sarva-bhutanam Maitrah karuna eva ca

Nirmamo niraham karah, Sama Dhuka-Shuka ksami

Artinya : dia yang tidak membenci segala makhluk,

bersahabat dan cinta kasih. Bebas dari keakuan dan

keangkuhan. Sama dalam duka dan suka, pemberi maaf.

2. Kasih Sayang

Kasih saying adalah perasaan yang lahirr dari cinta kasih

dan diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikan. Ada

lima aspek kepribadian manusia yaitu:

a. Intelek atau kecerdasan, memungkinkan manusia

menganalisa dan menentukan apa yang benar dan apa

yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana

ang palsu dan mana yang sejati.

16

b. Fisik, semua makhluk terbentuk dari fisik yang sama.

Fisik sebagai aspek kepribadian yang dimaksud disini

adalah pengembangan kebiasaan memimpin dan

mengendalikan hasrat.

c. Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan

panca indera secara benar. Emosi menggambarkan

penggunaan panca indera secara benar. Emosi hendaknya

dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang

beguna bagi kesejahteraan hidup individu dan

masyarakat.

d. Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadan manusia

yang paling sulit dilukiskan, karena merupakan kualiatas

diri kita yang menjadi sumber kasih.

e. Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati

kesatuan yang mendasar dan kemanunggalan segala

ciptaan.

Implementasi kasih sayang dan cinta kasih dalam kehidupan

sehari-hari, yaitu :

1. Kasih sayang dan cinta kasih orang tua terhadap anaknya yang

tak pernah lekang oleh waktu. Disaat kapanpun dan dalam

keadaan apapun orang tua akan selalu menyayangi anaknya.

Contoh kasih sayang orang tua tersebut, yaitu : Misalkan Anton

terjerumus narkoba bahkan sampai masuk penjara karena

tertangkap basah oleh polisi menggunakan narkoba tersebut.

Orang tuanya tidak meninggalkan Anton dalam keterperukuan

tersebut, walaupun perbuatan tersebut membuat mereka

kecewa, namun mereka tetap berada di belakang untuk

memberi dukungan dan motivasi agar anaknya dapat menjalani

masa keterpurukan tersebut.

17

2. Kasih sayang seorang lelaki kepada pacarnya. Seorang lelaki

tersebut benar-benar tahu tentang konsep kasih sayang, ia akan

bersikap dengan menunjukan rasa bersahabat, simpati, itikad

baik, dan tidak mengajak pacarnya untuk melakukan hal yang

diluar dharma. Misalkan Deva berpacaran dengan Devi.

Mereka sudah pacaran cukup lama, mereka sudah saling

mengenal satu sama lain. Suatu ketika, mata kuliah A memberi

tugas kelompok, dimana setiap kelompok terdiri atas dua orang

dan harus berlawanan jenis. Saat itu Deva dan Devi menjadi

satu kelompok. Tugas yang diberikan mengharuskan mereka

lebih menghabiskan waktu bersama. Seperti yang kita ketahui,

bahwa di zaman sekarang banyak sejkali kasus sex bebas yang

dilakukan oleh remaja zaman sekarang. Namun karena mereka

tahu betul tentang arti kasih sayang yang sebenarnya dan

karena mereka berpegang teguh pada etika maka mereka tidak

melakukan hal tersebut.

3. Melakukan gerakan sejuta pohon. Ini menandakan rasa cinta

kasih kepada lingkungan. Lingkungan yang telah rusak karena

banyaknya pohon yang hilang karena pembangunan gedung-

gedung membawa dampak yang buruk baik bagi lingkungan itu

sendiri maupun manusia itu sendiri. Menjaga lingkungan agar

tetap lestari dengan melakukan gerakan sejuta pohon

merupakan salah satu wujud cinta kasih kepada lingkungan.

4. Membersihkan lingkungan pura ataupun sanggah juga

merupakan salah satu implementasi dari cinta kasih kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Dengan membersihkan lingkungan

pura tersebut kita menjaga tempat Beliau agar tetap bersih dan

nyaman, ini merupakan bentuk dari rasa terimakasih kita

kepada Beliau dan sebagai perwujudan cinta kasih kita karena

berkah-Nya.

18

2.4.4 Implementasi Kedamaian dan Tanpa Kekerasan

(Kedamaian juga mengandung pengertian: tenang, tentram)

Jangan menyakiti hati siapapun, jangan mengganggu, jangan

merugikan orang lain, apalagi mereka yang pernah berjasa. Setiap

umat manusia dianjurkan untuk tidak membunuh binatang, terutama

bagi manfaat untuk kehidupan (berjasa bagi manusia)

Pada doa Puja Trisandya, matram ke-2, mengatakan : “Sarvaprani

Hitangkara”, (semoga semua makhluk sejahtera), menunjukkan doa

kita yang universal , tidak hanya untuk manusia, tetapi semua

makhluk ciptaanNya.

Hal ini banyak diungkapkan oleh pustaka suci: Weda, ltihasa,

Puruna, dll.

Atharva Veda : XIX9.1.

“Semoga langit penuh damai. Semoga bumi bebas dari gangguan-

gangguan. Semoga suasana lapisan udara yang meliputi bumi

(atmosfer) yang luas menjadi tenang. Semoga perairan yang mengalir

menyejukan dan semoga semua tanaman dan tumbuh-tumbuhan

menjadi bermanfaat untuk kami. ”

Yayur Veda XXXIV.17.

“Semoga ada kedamaian dilangit, diudara yang meliputi bumi

(atmosfer) diatas bumi, semoga air, tumbuh-tumbuhan dan tanam-

tanaman menjadi sumber kedamaian untuk semuanya. Semoga semua

para dewa dan Tuhan Yang Maha Esa menganugrahkan kedamaian

kepada kami. Semoga terdapat kedamaian (ketentraman) diman-mana.

Semoga kedamaian itu datang kepada kami”.

Atharva Veda XIX.92.

“Semoga masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang penuh

kedamian dan amat ramah kepada kami”.

Setelah membaca ungkapan-ungkapan dalam pustaka suci weda

maka sebagai umat Hindu kita wajib berusaha lahir batin untuk

menerapkan, melaksanakan sifat luhur seperti : kebenaran, kebajikan,

19

kedamaian, tanpa kekerasan, seperti yang dijelaskan dalam Daiwi

Sampad (sifat-sifat kedewaan).

Implementasi perdamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan

sehari-hari contohnya pada peristiwa yang terjadi diperbatasan antara

Israel dan Palestina tepatnya di jalur Gaza merupakan peristiwa

peristiwa yang seharusnya bisa diselesaikan secara damai dan tanpa

kekerasan. Kedua belah pihak sama-sama tidak mau mengalah. Kita

sebagai umat beragama seharusnya mampu menyelesaikan masalah

tersebut dengan baik dan dengan pikiran terbuka, agar menemukan

solusi dari masalah tersebut. Jika menyelesaikan masalah tersebut

dengan kekerasan, maka solusi yang baik tidak akan pernah didapat.

Kita sebagai makhluk hidup yang memiliki akal budi yang paling baik

diantara makhluk hidup lainnya, seharusnya mampu betindak baik

untuk melakukan suatu perbuatan. Pada peristiwa Gaza ini begitu

banyak korban yang berjatuhan, mulai dari anak kecil sampai orang

tua. Mereka mati dengan begitu saja, tanpa dapat melawan sedikitpun.

Seharusnya kita sebgai umat beragama tidak boleh sikap kekerasan

seperti itu. kita sebagai umat beragama harus memiliki sikap yang

beretika sesuai ajaran agama. Semua agama mengajarkan etika dalam

melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jika kita dapat

melaksanakan ajaran etika yang telah diajarkan pada setiap agama

yaiyu menyelesaikan suatu masalah dengan sikap damai dan tanpa

kekerasan, maka kejadian yang terjadi di jalur Gaza dapat dihindari.

2.4.5 Implementasi Etika atau Moralitas dalam Agama Hindu

Dalam Agama Hindu, terdapat beberapa pedoman dalam

melaksanakan etika atau moralitas dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun pedoman dan pengimplementasiannya, yaitu :

1. Tri Kaya Parisuda

b. Manacika (berpikir yang baik dan suci).

1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal.

2. Tidak berpikir buruk terhadap sesama manusia atau

mahluk lainnya.

20

3. Yakin dan percaya terhadap hukum karma.

c. Wacika (berkata yang baik dan benar).

1. Tidak mencaci maki orang lain.

2. Tidak berkata-kata yang kasar kepada orang

lain.

3. Tidak memfitnah atau mengadu domba

4. Tidak ingkar janji.

d. Kayika (berbuat yang baik dan jujur).

1. Tidak menyiksa, menyakiti atau membunuh.

Contohnya : tidak menyakiti hewan hingga mati

dan tidak meracuni hewan hingga mati dengan

pikiran jahat.

2. Tidak berbuat curang, mencuri atau merampok.

Contohnya : tidak menjambret, tidak korupsi, tidak

mngeksploitasi alam demi memuaskan kepentingan

pribadi dll.

3. Tidak berzina. Contohnya : tidak memperkosa

seorang wanita.

2. Panca Yama Brata

Panca Yama Brata berasal dari tiga suku kata, yaitu panca

berarti lima, yama artinya pengendalian dan brata yang berarti

keinginan. Panca Yama Brata ialah lima keinginan untuk

mengendalikan diri dari godaan-godaan nafsu yang tidak baik.

Adapun implementasinya yaitu :

1. Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh).

Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu, kita tidak

boleh membunuh atau tidak menyakiti orang (mahluk) lain.

Menyakiti apalagi membunuh merupakan perbuatan dosa yang

besar dan dilarang oleh Agama Hindu. Namun, membunuh

makhluk lain (binatang) yang mengancam keselamatan kita

dalam ajaran Agama Hindu dibenarkan. 

21

2. Brahmacari (berpikir suci, bersih dan jernih). Implementasi

brahmacari dalam kehidupan sehari-hari yaitu, kita sebagai

seorang siswa harus selalu berpikir bersih dan jernih serta hanya

memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja dan tidak

memikirkan masalah-masalah keduniawian.  

3. Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran).

Pengimplementasian dari satya ini yaitu : 

a. Jujur dalam berkata-kata, tidak sombong, tidak

mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak berkata-

kata yang menyakitkan serta tidak memaki orang lain

ataupun merendahkan orang lain.

b. Konsisten atau berpendirian teguh dalam mengambil

ataupun menjalankan keputusan.

c. Bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang

dilakukan.

d. Setia kepada sahabat dan tidak berkhianat.

e. Selalu ingat akan janji dan tidak pernah mengingkarinya.

4. Awyawahara (tidak terikat keduniawian). Implementasinya

dalam kehidupan sehari-hari adalah kita dalam melaksanakan

setiap pekerjaan ataupun perbuatan tidak boleh menginginkan

hasil yang yang didapat. Karena dharma lebih penting dari artha

dan kama.

5. Asteya atau Asteneya (tidak mencuri). Implementasinya

dalam kehidupan sehari-hari yaitu walaupun kita tidak

mempunyai uang untuk makan, kita tidak boleh mencuri. Kita

tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan hak milik kita

sendiri.

3. Dasa Yama Brata

1. Anrsamsa (tidak kejam). Dalam kehidupan sehari-hari, kita

tidak boleh kejam jadi orang. Misalkan orang tua tidak boleh

memarahi apalagi sampai memukuli anaknya yang masih kecil

22

karena berkelahi di sekolah. Sebagai orang tua seharusnya

menasehati bukannya kejam seperti itu.

2. Ksama (pemaaf). Dalam kehidupan sehari-hari kita harus

saling maaf memaafkan, karena sebagai manusia biasa kita tak

luput dari kesalahan. Misalkan dalam kehidupan sehari-hari,

tetangga kita yang sedang bermain voli tidak sengaja bolanya

sampai masuk ke rumah kita hingga mengenai kaca jendela,

sehingga mengakibatkan kaca jendela menjadi pecah. Jika ia

meminta maaf dengan baik-baik, kita sebagai umat beragama

yang beretika, kita harus mengamalkan ajaran Ksama. Kita

harus memaffkan perbuatannya dan menasehatinya agar tidak

berbuat ceroboh seperti itu lagi

3. Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran). Sebagai umat

beragama yang beretika, kita harus menanamkan kebenaran,

kesetiaan dan kejujuran. Dalam kehidupan sehari-hari misalkan

kita harus jujur dan setia dengan setiap perkataan yang telah

diucapkan.

4. Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh).

Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu, kita tidak

boleh mengeksploitasi hewan langka sepeti penyu. Penyu

seharusnya dilindungi kelestariannya, bukannya diburu dan

dieksploitasi demi kepentingan pribadi.

5. Dama (mengendalikan hawa nafsu). Dalam kehidupan

sehari-hari sebagai seorang remaja, kita tidak boleh melakukan

sex bebas diluar pernikahan. Kita harus dapat mengendalikan

hawa nafsu agar tak terjerumus ke dalam hal yang buruk.

6. Arjawa (tetap pendirian). Implementasinya dalam

kehidupan sehari-hari misalnya sebagai seorang remaja yang

beriman kita tidak boleh goyah pendiriannya baru di sodori

narkoba oleh seorang teman. Kita harus tetap teguh pendirian

untuk tetap berada di jalan dharma.

23

7. Priti (welas asih). Implementasi welas asih dalam

kehidupan sehari-hari misalnya memberikan bantuan kepada

mereka yang mengalami bencana, baik itu berupa dukungan

moril maupun materil asalkan dengan tulus iklas.

8. Prasada (berpikir jernih dan suci). Implementasinya dalam

kehidupan sehari-hari adalah dalam mengambil keputusan

apapun itu kita harus pikirkan terlebih dahulu dengan pikiran

yang jernih, jangan mengambil keputusan dengan pikiran yang

kacau. Contohnya dalam mengambil keputusan rapat, ketika

terjadi perbedaan pendapat yang sengit, kita tidak boleh emosi,

kita harus memikirkan dengan jernih hal tersebut.

9. Madhurya (ramah tamah). Implementasinya dalam

kehidupan sehari-hari yaitu kita harus murah senyum dan ramah

kepada orang lain. Misalkan sebagai pegawai bank haruslah

selalu tersenyum dan ramah dalam melayani setiap nasabahnya.

10. Mardawa (lemah lembut). Orang yang lemah lembut akan

disukai oleh kawan-kawannya. Sebaliknya orang yang

berperilaku kasar akan dijauhi. Implementasinya dalam

kehidupan sehari-hari misalkan ketika dimintai untuk membayar

iuran kelas, Anton dan Dima sama-sama tidak membawa uang.

Anton adalah orang yang lembut, ia mengatakan dengan baik-

baik kepada bendahara kelas bahwa ia tidak membawa uang,

sedangkan Dima berkata dengan kasar bahwa ia tidak membawa

unag. Hal ini membuat bendahara tersebut memaklumi Anton,

namun ia merasa kesal kepada Dima, sehingga si bendahara

tersebut enggan untuk berkomunikasi dengan Dima lagi.

4. Panca Niyama Brata

Panca Niyama Brata adalah lima cara pengendalian diri lanjutan

(tahap kedua) untuk dapat tercapainya ketenangan dan

ketentraman batin. Kelima cara dimaksud adalah :

1. Akrodha (tidak marah). Akrodha berasal dari kata a yang

berarti tidak, dan krodha berarti marah. Jadi Akrodha berarti

24

tidak marah. Contohnya, suatu ketika seorang adik meminta

diajarkan oleh kakaknya. Namun saat intu kakaknya sedang

sibuk membuat tugas, kakaknya sangat lelah. Adiknya terus

meminta kakaknya agar segera mengajarinya, si kakak sudah

mulai kesal dengan sikap adiknya yang tidak mengerti keadaan

kakaknya saat itu. Namun sang kakak dengan sabarnya

menahan amarah, karena ia tahu bahwa marah itu menyimpang

dari ajaran Panca Niyama Brata yaitu akrodha, tidak ada

gunanya marah. Jika dia marah dia hanya membuang-

membuang waktu dan tenaga serta mengajarkan tindakan yang

salah kepada adiknya. Contoh lain perilaku akrodha di bawah

ini.

1. Mengendalikan keinginan

2. Mengendalikan pikiran

3. Berusaha menghadapi masalah dengan tenang

2. Guru Susrusa (hormat kepada guru). Setiap orang ataupun

murid haruslah menghargai dan menghormati gurunya.

Pengertian guru disini adalah dalam pengertiannya yang luas,

yakni: Guru Rupaka, orang tua (ibu dan bapak); Guru

Pengajian, yaitu guru yang memberikan pendidikan dan

pengajaran di sekolah; dan Guru Wisesa, yaitu Pemerintah

yang mengayomi rakyatnya, yang beusaha mensejahterakan

dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Contohnya,

1. Berbhakti kepada orang tua

2. Melaksanakan perintah dan ajaran guru

3. Taat terhadap peraturan tata tertib sekolah

4. Mematuhi peraturan dan Undang-Undang yang berlaku

5. Rajin berdoa

6. Menjaga lingkungan agar tetap bersih

7. Mau memahami dan melaksanakan ajaran agama

3. Sauca (bersih atau suci). Manusia seyogyanya berhati bersih

atau suci baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.

25

Contoh prilaku Sauca Sauca adalah suci lahir bathin. Cara

berprilaku agar lahir bathin kita suci adalah sebagai berikut:

1. Mandi dengan teratur ,

2. Rajin bersembahyang

3. Selalu bersikap jujur

4. Selalu bersikap tenang dan bijaksana

5. Rajin berlatih memusatkan pikiran seperti melakukan

pranayama dan semadhi

4. Aharalaghawa (makan makanan sederhana). Aharalaghawa

berasal dari kata ahard yang berarti makan, dan taghawa yang

berarti ringan. Dengan demikian Aharalaghawa berarti makan

makanan yang ringan-ringan, yang sederhana atau makan

seperlunya dan tidak berlebihan.

Contoh prilaku Aharalaghawa Aharalaghawa adalah makan

secukupnya dan tidak berlebihan. Contoh prilaku

Aharalaghawa adalah sebagai berikut:

1. Selalu merasa nikmat dengan apa yang dimakan

2. Makan-makanan yang bergizi

3. Makan secukupnya sesuai dengan kebutuhan tubuh

5. Apramadha (tidak mengabaikan kewajiban). Apramada berarti

tidak mengabaikan kewajiban, maksudnya selalu ingat dengan

tugas kewajiban.

Contoh prilaku Apramada

a. Melaksanakan kewajiban dengan baik dan ikhlas

b. Selalu taat melaksanakan tugas-tugas yang diberikan

c. Tidak pernah lalai dan takabur

5. Dasa Niyama Brata

Dasa Niyama Brata merupakan suatu etika lanjutan dalam agama

Hindu yang lebih tinggi lagi tingkatannya. Dasa Niyama Brata terdiri

dari :

1. Dana (bersedekah). Dana diartikan sebagai harta benda, yaitu

berupa pemberian sedekah kepada masyarakat miskin, masyarakat

26

yang kekurangan, dan yang memerlukan bantuan. Dalam

memberikan sedekah harus dilandasi dengan tulus ikhlas dan tanpa

pamrih atau tanpa harapan adanya balas jasa.

2. Ijya (memuja dan memuji Tuhan). Manusia sebagai mahkluk yang

lemah harus senantiasa ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan memuja dan memuji Tuhan akan selalu mengingatkan

manusia, bahwa Tuhan maha pencipta dan pemberi hidup kepada

manusia, dan karena itu manusia berhutang budi kepada-Nya.

Memuja dan memuji Tuhan harus dilandasi dengan jiwa yang tulus,

sembah sujud, khidmat, dan penuh rasa pengabdian.

3. Tapa (menjauhi kesenangan duniawi). Manusia diharapkan agar

selalu berusaha melakukan pengendalian diri terhadap kesenangan

dunia, karena  dapat membuat celaka. Mengendalikan diri dengan

Tapa yaitu berusaha mengurangi kebiasaan sehari-hari, sepert 

makan yang berlebihan, tidur terlalu lama, berbicara yang tidak

bermanfaat, dan lain-lain. Mengurangi kebiasaan berarti

mengendalikan keinginan, dan pada akhirnya manusia akan

memperoleh ketenangan dan ketentraman lahir batin.

4. Dhyana (memusatkan pikiran). Sangat dianjurkan sekali apabila

seseorang sewaktu-waktu dapat memusatkan pikirannya. Ini

bertujuan supaya manusia dapat mengendalikan pikirannya agar

tidak memikirkan yang aneh-aneh (negative thinking), tetapi

terpusat hanya kepada Tuhan semata. Dengan demikian, manusia

akan dapat menyadari kebesaran Tuhan, dan memperoleh

kebahagiaan lahir batin.

5. Swadhyaya (belajar sendiri). Swa artinya sendiri, dan adhyaya

artinya guru atau berguru. Dengan demikian swadhyaya berarti

belajar sendiri, berusaha sendiri untuk mencapai suatu kemajuan.

Disini ditekankan agar seseorang tidak malas, mau berusaha sendiri

untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus menunggu orang

lain mengajarinya.

27

6. Upasthanigraha (mengendalikan hawa nafsu). Kebiasaan menuruti

nafsu dapat membawa manusia kepada akibat yang buruk, dan

dapat mencelakakan manusia itu sendiri. Hawa nafsu yang

dimaksud disini yaitu nafsu birahi (sexual). Dengan senantiasa

menuruti nafsu sexual akan membuat manusia terjerumus

kelembah kemaksiatan, apalagi jika nafsu tersebut diumbar diluar

rumah akan menyebabkan timbulnya penyakit kotor, seperti HIV,

AIDS, dan lain-lain. Untuk itu agama mengajarkan agar mansuia

selalu berusaha mengendalikan hawa nafsunya. Dengan demikian

akan terpelihara lingkungan yang sehat, serta kehidupan yang baik.

7. Brata (melaksanakan pantangan). Manusia dapat melaksanakan

pengendalian diri dengan melakukan berbagai pantangan.

Pantangan yang dimaksud seperti pantangan makan, pantangan

tidur, pantangan berbicara, dan lain-lain. Dengan terbiasa

melakukan pantangan akan meningkatkan mutu pengendalian diri,

dan dapat menambah ketenangan hidup.

8. Upawasa (puasa). Dengan berpuasa seseorang akan lebih mudah

mengendalikan dirinya, mengekang keinginan atau menahan hawa

nafsu agar memperoleh pikiran yang bersih, jernih dan suci.

Berpuasa yang dilakukan secara berkala juga dapat bermanfaat bagi

kesehatan tubuh manusia.

9. Mona (tidak berbicara). Pengendalian diri dengan cara ini akan

membuat seseorang mudah berkonsentrasi, memusatkan pikiran

hanya kepada Tuhan semata. Mona dilakuakan dengan cara tidak

berbicara sepatah katapun, atau diam diri.

10.Snana (membersihkan diri). Badan serta pakaian juga tidak luput

dari kebersihan, karena dengan badan bersih dan pakaian bersih,

maka pikiranpun akan menjadi jernih dan suci. Dengan demikian

jalan menuju Tuhan akan menjadi terbuka lebar.

6. Dasa Dharma

Dasa Dharma ialah sepuluh macam perbuatan baik yang patut

dilaksanakan oleh umat Hindu. Dengan melaksanakan ajaran dharma

28

ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman, tentram dan

damai. Sepuluh dasa dharma tersebut ialah:

1. Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh). Seseorang yang

ditugaskan untuk melakukan sesuatu pekerjaan hendaknya

menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung jawab,

mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguh-sungguh.

Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan

memuaskan baik bagi dirinya maupun orang lain.

2. Ksama (mudah memberikan maaf). Ksama merupakan tindakan

yang sangat terpuji bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak

pernah luput dari khilaf. Setiap orang pasti pernah berbuat salah

dan oleh karena itu pada suatu saat ia pasti ingin dimaafkan pula

oleh orang lain. Memberikan maaf harus dengan tulus ikhlas.

3. Dama (dapat mengendalikan nafsu). Manusia diharapkan agar

selalu bisa mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah

menuruti nafsu dan keinginan karena akan dapat menyulitkan diri

sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut berupa nafsu sexual,

amarah, dan lain-lain.

4. Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang

lain atau mencuri adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan

selalu terjebak oleh nafsu duniawi. Orang dengan sifat seperti ini

pada akhirnya akan menderita karena tidak pernah merasa puas

dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin mengambil hak

orang lain.

5. Sauca (berhati bersih dan suci). Bersih dan suci bukan hanya

badannya saja, tetapi juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan

pikiran yang bersih maka ketentraman dan kedamaian serta

ketenangan hidup akan mudah didapatkan.

6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia

diharapkan selalu bisa mengendalikan semua indra keinginannya

atau nafsunya. Dengan demikian manusia akan lebih mudah

mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang tenang dan

29

tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan

kebenaran.

7. Dhira (berani membela yang benar). Manusia harus berani

membela kebenaran dimuka bumi ini. Menjunjung tinggi

kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa pandang bulu dan tidak

takut pada siapapun.

8. Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut

untuk bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar

dan mengajar akan lebih cepat tercipta masyarakat yang

berpendidikan dan berbudaya, masyarakat yang maju, dan tidak

bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.

9. Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran). Manusia harus

mempunyai sifat setia, jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang

benar pula. Disamping itu juga harus berani bertanggung jawab

terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada teman, dan

harus menepati janji.

10. Akrodha (tidak cepat marah). Berusahalah agar tidak marah dan

cepat marah. Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati

orang lain, dan dapat mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan

dapat menimbulkan kekecewaan terhadap orang lain, dan pada

gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada kita. Dalam

kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang akan

cepat tua.

7. Catur Paramita

Catur paramita berasal dari kata catur yang berarti empat dan

paramita yang berarti perbuatan luhur. Dengan demikian catur

paramita berarti empat perbuatan luhur, yang harus dilaksanakan oleh

seluruh umat Hindu. Catur paramita terdiri dari:

1. Maitri (bersahabat). Manusia harus mempunyai sifat-sifat

bersahabat terhadap sesamanya. Manusia adalah ciptaan Tuhan,

jadi manusia berasal dari sumber yang satu yaitu tuhan dan karena

30

itu manusia semuanya bersaudara. Dengan tercapainya

persaudaraan maka akan tercipta hidup tenang, tentram, dan damai.

2. Karuna (cinta kasih). Karuna merupakan perbuatan luhur atau

belas kasih terhadap orang yang kesusahan dan menderita. Sebagai

mahkluk ciptaan Tuhan manusia harus saling tolong menolong rela

berkorban demi orang lain, negara dan bangsa. Cinta kasih juga

harus ditimbulkan terhadap binatang, tubuh-tumbuhan dan

mahkluk tuhan yang lain. Dengan cara tidak memburu dan

merusaknya.

3. Mudhita (simpati). Simpati artinya turut merasakan kesusahan

maupun kebahagiaan orang lain. Dengan sifat mudhita ini, manusia

akan terhindar dari rasa iri hati, dengki, dan kebencian terhadap

sesamanya.

4. Upeksa (toleransi). Toleransi merupakan perbuatan luhur dalam

agama Hindu yang berarti manusia harus toleran dan senantiasa

memperhatikan keadaan orang lain. Sedangkan jiwanya dipenuhi

dengan rasa kesetia kawanan, simpati terhadap sesamanya, dan

tidak menaruh rasa dendam terhadap orang yang bermaksud jahat

kepadanya.

8. Tri Hita Karana

Tri Hita Karana berasal dari kata tri yang berarti tiga, hita yang

berarti kebahagiaan, dan karana yang berarti penyebab. Dengan

demikian Tri Hita Karana dapat di artikan dengan tiga penyebab

kebahagiaan. Tiga penyebab kebahagian itu adalah:

1. Hubungan baik manusia dengan Tuhan. Manusia merupakan

ciptaan tuhan, sedangkan Atman yang ada dalam diri manusia

merupakan percikan sinar suci kebesaran tuhan  yang menyebabkan

manusia tetap hidup. Oleh karena itu manusia wajib berterima

kasih, berbakti, dan selalu sujud kepadanya.

2. Hubungan baik manusia dengan manusia. Manusia didunia ini

tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan bantuan dan kerja

sama kepada orang lain. sehingga dikatakan dengan mahkluk

31

sosial. Karena itu hubungan antara sesama manusia baik

perorangan, keluarga, dan masyarakat harus selalu baik dan

harmonis. Masyarakat yang aman dan damai akan menciptakan

negara yang tentram dan sejahtera.

3. Hubungan baik manusia dengan lingkungannya. Sebagai mahkluk

hidup, manusia selalu dipengaruhi oleh lingkungan, baik dari

perkembangan maupun pertahanan diri manusia tersebut. dengan

demikian lingkungan harus dijaga dengan rapi dan sehat, tdak

menebang pohon sembarangan (illegal logging), pencemaran

udara, pencemaran air dan lain-lain.

2.4.6 Etika dalam Mahabharata

Mahabhabrata adalah salah satu kitab Itihasa. Mahabharata

mengajarkan agar orang menaruh kasih saying, rasa bersahabat, simpati

dan beritikad baik terhadap smua makhluk. Ini semuanya akan

mengantarkan orang kepada kedamaian, dan dengan kedamaian orang

akan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup, kebahagiaan hidup,

kebahagian hidup sehat lahir batin. Seperti kutipan dalam kitab

Mahabharata (dala Sura,G.,1991).

Yadanyesain hitam nasyat atmanah karma purusam

Srapatrapeta yena na tat kuryat katamcana

Artinya: perbuatan yang tidak mengantarkan orang kepada

kerahayuan, atau membawa malu kepada kita, janganlah itu dilakukan

kepada siapapun.

Sarve bhavantu sukhina,

Sarve santu niramayah,

Sarve bhadráni paśyantu,

Má kaścid duhkha bag bhavet

Artinya : semoga semua bahagia, semoga semua seat dan jujur,

semoga semua menjumpai kebahagiaan, semoga tidak ada yang sengsara.

32

Implementasi: berpacaran tidaklah dilarang, namun bagi orang memiliki

pacar, kasihilah dan sayangilah pacar sebagaimana mestinya, dengan

selalu menunjukan rasa bersahabat, simpati dan itikad baik. Sekarang ini

sering kita temukan kasus remaja yang hamil si luar nikah karena

melakukan sex bebas, padahal remaja tersebut telah mengetahui bahwa sex

bebas itu adalah perbuatan yang tidak mengantarkan orang pada

kerahayuan, bahkan dampaknya bisa membawa malu kita dan keluarga

jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Nah disinilah peran seorang

pacar sangat diperlukan. Seorang pacar hendaknya dapat mengendalikan

dirinya sendiri bahkan bisa mengendalikan hawa nafsu pasangannya agar

hal-hal demikian tidak terjadi.

 

33

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Etika atau moralitas merupakan tatanan pergaulan yang melandasi

tingkah laku manusia seperti bagaimana seseorang harus bersikap,

berprilaku, serta bertanggung jawab, untuk dapat mencapai hubungan

yang harmonis dalam kehidupan bersama maupun dalam kehidupan

beragama. 

2. Etika dalam Agama Hindu disebut dengan Susila yang merupakan

salah satu bagian dari tiga kerangka dasar Agama Hindu. Susila atau

etika dalam Agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari

tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia,

mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan,

sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan

damai dalam kehidupan beragama. Konsep dasar dari tata susila

adalah “sasana manut linggih dan linggih manut sasana”.

3. Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah

satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta

masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi

manusia yang berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatan-

perbuatan adharma. Untuk menjalankan misi tersebut maka umat

34

Hindu wajib untuk memahami dan mengimplementasikan pedoman-

pedoman Etika Hindu yang termuat dalam berbagai Kitab Suci Hindu.

4. Implementasi kebaikan, kebajikan, kasih sayang, perdamaian dan

tanpa kekerasan inti sari ajarannya termuat dalam beberapa sloka

Sarasamuccaya, Atharva Weda, Bhagavad Gita, dan yang lainnya. Inti

sari ajaran tersebut memberikan ajaran tentang perilaku sehari-hari

yang seharusnya kita lakukan.

3.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat penyusun sampaikan adalah,

sebagai umat Hindu yang baik dan taat beragama kita seharusnya

memahami makna etika atau moralitas, bagaimanakah etika dalam

Agama Hindu, bagaimana misi untuk memperbaiki diri menjadi

manusia yang ideal (Manava Madhava), dan yang terpenting yaitu

menjalankan implementasi dari kebaikan, kebajikan, kasih sayang,

perdamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.

Alangkah harmonisnya, apabila komponen-komponen tersebut dapat

dilakukan dengan bersungguh-sungguh. Keharmonisan dalam

kehidupan bermasyarakat akan dapat didapatkan serta rintangan-

rintangan atau masalah-masalah yang ada di kehidupan sehari-hari

akan dapat terselesaikan dengan mudah tanpa adanya menyimpangan

dari ajaran dharma. Sehingga tercipta kehidupan yang bermakna,

damai, dan bermartabat.

35

DAFTAR PUSTAKA

Winawan, W.2003.Materi Susbtansi Kajian Matakuliah Pengembangan

Kepribadian Pendidikan Agama Hindu.Jakarta: Trisakti.

K.M. Suhardana, K.M.2006.Pengantar Etika dan Moralitas Hindu Bahan Kajian

Untuk Memperbaiki Tingkah Laku.Surabaya: Paramita. Dalam http://dimas-

sigit.blogspot.com/2011/12/ajaran-hindu-dharma-tentang-etika.html Diakses

pada 15 November 2014.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia, 2004. Dalam http://dimas-

sigit.blogspot.com/2011/12/ajaran-hindu-dharma-tentang-etika.html Diakses

pada 15 November 2014.

36

DOA PENUTUP

“ Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah

Om Dewa Suksma Prama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantan “

Ya Tuhan semoga pikiran baik datang dari segala arah

Ya Tuhan dalam wujud Prama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya,

Hanya atas Anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik.

“ OM SANTIH SNATIH SANTIH OM “

37