makalah agama islam

46
Makalah Agama Islam “TINDAK PIDANA (JINAYAT)” Disusun oleh : Isti Madinah Hasibuan 130405072 (Teknik Kimia) Suryadi Putra Siregar 130403062 (Teknik Industri) Muhammad Yahya 130404054 (Teknik Sipil) 1

Upload: isti-madinah-hasibuan

Post on 07-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

agama islam

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Agama Islam

Makalah Agama Islam

“TINDAK PIDANA (JINAYAT)”

Disusun oleh :

Isti Madinah Hasibuan 130405072 (Teknik Kimia)

Suryadi Putra Siregar 130403062 (Teknik Industri)

Muhammad Yahya 130404054 (Teknik Sipil)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013/2014

1

Page 2: Makalah Agama Islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,

serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “Tindak Pidana (Jinayat)” ini

dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterimakasih

kepada Bapak Katsron M. Nasution selaku Dosen mata kuliah Agama Islam yang telah

membimbing kami selama proses pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta

pengetahuan kita mengenai pengertian Tindak Pidana (Jinayat), macam-macam tindak pidana

seperti Qisas, Diyat, dan Tindak Pidana Jinayat. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di

dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik,

saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada

sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya

makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang

membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam makalah ini

dan kami memohon kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.

Medan, Desember 2013

Penulis2

Page 3: Makalah Agama Islam

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4

1.3 Tujuan ...................................................................................................................................5

1.4 Manfaat ..................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 6

2.1 Pengertian Tindak Pidana / Jinayat ....................................................................................... 6

2.2 Macam-Macam Tindak Pidana ........................................................................................... 10

2.2.1 Qisas ........................................................................................................................... 10

2.2.2 Diyat .......................................................................................................................... 16

2.2.3 Tindak Pidana Jinayat ................................................................................................ 21

BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 27

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 27

3.2 Saran ................................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 29

3

Page 4: Makalah Agama Islam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia, kenyamanan, ketentraman, dan rasa aman adalah hal-

hal yang diinginkan setiap manusia. Tidak ada satu pun manusia yang ingin hidupnya

penuh dengan keresahan, namun tak dapat dipungkiri lagi bahwa tidak ada manusia yang

bisa terhindar dari masalah-masalah yang meresahkan hidupnya. Terkadang keresahan itu

bisa timbul karena kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.

Kejahatan tersebut dapat berupa pembunuhan, perampokan, pencurian, dan

sebagainya. Tidak semua kejahatan membahayakan nyawa manusia, namun kejahatan-

kejahatan tersebut dapat merugikan manusia secara materi, seperti kasus perampokan

yang membahayakan harta benda dan dapat mengusik ketenangan seseorang.

Dari uraian di atas, kami selaku penulis makalah ini ingin menjelaskan tindak

pidana menurut pandangan Islam dan bagaimana cara Agama Islam menyelesaikan

masalah-masalah tindak pidana tersebut untuk menambah pengetahuan kita tentang

Tindak Pidana dalam Islam.

Dalam penulisan makalah ini kami akan mengulas sedikit tentang Tindak Pidana

dalam Islam yang meliputi pengertian tindak pidana, dan macam-macam tindak pidana

yaitu Qisas, Diyat, dan Tindak Pidana Jinayat.

1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Apa saja jenis-jenis tindak pidana menurut pandangan Islam?

2. Bagaimana cara menyelesaikan permasalahan tindak pidana menurut pandangan

Islam?

4

Page 5: Makalah Agama Islam

3. Apa saja syarat-syarat dalam penentuan hukuman yang diberikan kepada seseorang

yang melanggar hukum berdasarkan syariat Islam?

1.3 TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui tentang Tindak Pidana menurut pandangan Islam

2. Untuk memahami macam-macam Tindak Pidana dalam Islam

3. Untuk memahami bagaimana cara Agama Islam mengatasi masalah-masalah

pelanggaran hukum

1.4 ManfaatManfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui tentang Tindak Pidana menurut Islam

2. Dapat memahami macam-macam Tindak Pidana dalam Islam

3. Dapat mengerti cara penyelesaian masalah pelanggaran hukum dalam Islam

5

Page 6: Makalah Agama Islam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tindak Pidana/Jinayat

Tindak pidana dalam hukum pidana Islam dikenal dengan istilah jinayah dan jarimah.

Para ahli hukum Islam sering menggunakan kata janayat untuk menyebut kejahatan. Janayat

mengandung pengertian setiap kelakuan buruk yang dilakukan oleh seseorang. (Nurcahaya,

2013:135)

Secara terminologi, kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang

diungkapkan oleh Abd Al Qodir Awdah bahwa jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh

syara’ baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya.

Ahmad Djazuli (dalam Angga Nindia Saputra, 2009 : 10) mengemukakan bahwa Jarimah

adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had

atau ta’zir, sedangkan jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan

tersebut mengenai jiwa, harta atau lainnya. Akan tetapi kebanyakan fuqaha’ menggunakan istilah

jinayah hanya untuk perbuatan-perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa seperti,

penganiayaan, pembunuhan dan sebagainya. Selain itu terdapat fuqaha’ yang membatasi istilah

jinayah kepada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qisas saja.

Ahmad Wardi Muslich (dalam Angga Nindia Saputra, 2009 : 10) mengemukakan bahwa

suatu perbuatan dianggap sebagai jarimah karena perbuatan tersebut merugikan terhadap tata

aturan masyarakat, kepercayaan dan agamanya, harta benda, nama baiknya, serta pada umumnya

merugikan kepentingan dan ketentraman masyarakat.

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai jarimah apabila perbuatan tersebut telah

terpenuhi unsur-unsurnya. Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana

dalam hukum Islam, diperlukan unsur normatif dan unsur moral sebagai berikut :

6

Page 7: Makalah Agama Islam

1. Secara yuridis normatif, di satu aspek harus didasari oleh suatu dalil yang menentukan

larangan terhadap perilaku tertentu dan diancam dengan hukuman. Aspek lainnya secara

yuridis normatif mempunyai unsur materiil, yaitu sikap yang dapat dinilai sebagai suatu

pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT.

2. Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata

mempunyai nilai yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini disebut mukallaf.

(Angga Nindia Saputra, 2009 : 10)

Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Prof. Moeljatno, SH,

yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan

pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dimana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

Hukuman adalah salah satu tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan

perbuatan yang melanggar syara’, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan

masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu. Maksud pokok hukuman

adalah memelihara dan menciptakan kemashlahatan manusia yang menjaga mereka dari hal

rahmatan lil’alamin, untuk memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia. Adapun syarat

adanya pemidanaan adalah adanya ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya (syar’i),

ada pelaku pidana (maddi), dan adanya perbuatan pidana (adabi).

Di dalam Islam dikenal prinsip-prinsip pemidanaan yaitu :

1. Harus sesuai dengan hukum Islam

2. Ada bukti

3. Bukan balas dendam

4. Bertujuan untuk kemaslahatan

5. Hati-hati dalam pelaksanaan pemidanaan

Tujuan pemidanaan sendiri dapat dikaji dalam perspektif Al-Qur’an, hukum Islam dan

tujuan hukum pada umumnya. Menurut Al-Qur’an tujuan pemidanaan dapat berarti :

1. Penghinaan di dunia, maupun siksaan, baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana

diberikan kepada pelaku perampokan.

7

Page 8: Makalah Agama Islam

ما �ن ذ�ين جزاء إ ه يحار�بون ال الل

فسادا األرض� ف�ي ويسعون ورسوله

لوا أن بوا أو يقت أيد�يه�م تقطع أو يصل

م�ن ينفوا أو خ�الف م�ن وأرجلهم

�ك األرض� الدنيا ف�ي خ�زي لهم ذل

رة� ف�ي ولهم عظ�يم عذاب اآلخ�“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-

Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib,

atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari

negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk

mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar” (QS. Al-Maidah

(5) : 33)

2. Siksaan di dunia, maupun pembalasan, baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana

diberikan kepada pelaku pencurian.

ار�ق ار�قة والس فاقطعوا والس

�ما جزاء أيد�يهما ه� م�ن نكاال كسبا ب الل

ه حك�يم عز�يز والل8

Page 9: Makalah Agama Islam

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya

(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.

Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah (5) : 38)

3. Pembalasan (Qisas) di dunia, maupun sebagai azab, baik di dunia maupun di akhirat,

sebagaimana diberikan kepada pelaku pembunuhan dengan sengaja.

“Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya

mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari

Allah) sesuatu kejadianpun.” (QS. An-Nisa (4) : 42)

Hukum Islam karena bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist mempunyai tujuan

pemidanaan yang berkaitan dengan :

1. Pencegahan umum dan khusus. Terhadap tujuan pemidanaan ini dapat diberikan

sanksi pidana yang berat yang dimaksudkan untuk menimbulkan rasa takut,

penderitaan, penyesalan dan menjerakan, misalnya dengan pidana mati (rajam atau

salib), amputasi anggota tubuh, qisas, dan hukuman cambuk.

2. Pembinaan maupun memperbaiki perilaku manusia. Terhadap tujuan ini diberikan

sanksi pidana yang ringan, misalnya dalam bentuk pembuangan, penahanan,

pemasyarakatan, dan pemenjaraan. (Zainuddin Ali, 2012 : 11)

Menurut Al Faruk Asadulloh, tindak pidana atau kejahatan dalam hukum pidana Islam

telah dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu sebagai berikut. (Nurcahaya, 2013 : 135)

1. Tindak pidana Jinayat, meliputi pembunuhan disengaja, pembunuhan semi sengaja,

pembunuhan tidak sengaja, penganiayaan dan melukai organ tubuh.

9

Page 10: Makalah Agama Islam

2. Tindak pidana Hudud, meliputi minum khamar, zina, homo seksual, menuduh orang

baik-baik melakukan zinah, mencuri yang mencapai batas dikenai had potong tangan,

merampok, memberontak, dan murtad.

3. Tindak pidana Ta’zir, meliputi semua tindak pidana yang tidak termasuk dalam

tindak pidana Hudud dan tindak pidana Jinayat.

2.2 Macam-Macam Tindak Pidana

2.2.1 Qisas

Menurut Ali Imran Sinaga (dalam Nurcahaya, 2013 : 136) bahwa Qisas secara

bahasa berarti hukuman-hukuman, balasan-balasan, atau pembalasan yang sepadan

terhadap suatu kelakuan yang diperbuat. Sementara itu, menurut definisi qisas adalah

hukuman yang dijatuhkan sebagai pembalasan serupa dangan perbuatan yang dilakukan

seseorang kepada orang lain yang berbentuk pembunuhan, pelukaan, pengrusakan

anggota badan atau menghilangkan manfaat anggota badan lainnya berdasarkan

ketentuan yang diatur oleh syara’.

Qisas ada 2 macam:

a. Qisas jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.

b. Qisas anggota badan, yakni hukum qisas atau tindak pidana melukai, merusakkan

anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.

Syarat-syarat wajibnya hukum Qisas

Hukum Qisas tidak boleh dilaksanakan kecuali telah memenuhi beberapa syarat

berikut ini:

a. Pembunuh harus orang mukallaf (Aqil Baligh), sehingga anak kecil, orang gila, dan

orang tidur tidak terkena hukum qisas. Nabi Muhammad Saw bersabda:

10

Page 11: Makalah Agama Islam

“Diangkat pena dari tiga golongan: (Pertama) dari anak kecil hingga baligh, (Kedua)

dari orang tidak waras pikirannya hingga sadar (sehat), dan (Ketiga) orang yang tidur

hingga jaga.” (Shahih: Shahihul Jami’is Shaghir no: 3512)

b. Hendaknya si terbunuh bukanlah anak si pembunuh. Tidak wajib qisas bila bapak

membunuh anaknya dan wajib qisas bila anak membunuh bapaknya, karena ada

hadist Nabi Muhammad Saw:

“Seorang ayah tidak boleh dibunuh karena telah membunuh anaknya.” (shahih: Irwa-

ul Ghalil no: 2214, Tirmidzi II: 428 no: 1422 dan Ibnu Majah II: 888 no: 2661).

c. Hendaknya si korban bukanlah orang kafir, sedangkan si pembunuh orang muslim.

Nabi Muhammad Saw bersabda:

“Orang muslim tidak boleh dibunuh karena telah (membunuh) orang orang kafir.”

(Hasan Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1141, Fathul Bari XII: 260 no:6915, Tirmidzi II:

432 no: 1433 dan Nasa’i VIII: 23)

d. Qisas dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota tubuh dengan

anggota tubuh, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.

e. Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali orang kafir, pezina

mukhsa, pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras dengan hadist Rasulullah:

“Tidaklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir

setelah beriman, berzina, dan membunuh tidak di jalan yang benar/aniaya.”(HR.

Turmudzi dan Nasaa’)

Semua anggota tubuh ada qisasnya. Hal ini selaras dengan firman Allah Swt:

فس أن ف�يها عليه�م وكتبنا فس� الن �الن ب

�العين� والعين �األنف� واألنف ب واألذن ب

11

Page 12: Makalah Agama Islam

�األذن� ن ب ن والس �الس والجروح ب

�ه� تصدق فمن ق�صاص له كفارة فهو ب

�ما يحكم لم ومن ه أنزل ب �ك الل فأولئ

�مون هم الظال

“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa

dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga,

gigi dengan gigi, luka-luka (pun) ada Qisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak

Qisasnya), maka melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak

memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-

orang yang zalim.” (Q.S Al-Maidah: 45)

Ini adalah madzhab jumhur ulama, mereka dengan banyak dalil yang kesemuanya

tidak lepas dari pembicaraan. Riwayat-riwayat ini banyak meskipun masing-masing

darinya tidak lepas dari pembicaraan, namun sebagiannya memperkokoh sebagian yang

lain dan saling menguatkan sehingga kesemuanya pantas dan boleh dijadikan hujjah.

Dalil-dalil ini menetapkan bahwa orang merdeka tidak boleh dibunuh karena telah

membunuh hamba sahaya. Mereka sepakat tidak ada hak menuntut qisas bagi hamba

sahaya yang dianiaya oleh orang merdeka.

Apabila ada sekelompok orang sepakat membunuh satu orang, maka mereka

semua dibunuh juga. Ini berpijak pada riwayat Imam Malik:

Dari Sa’id bin Musyyab bahwa Umar bin Khattab r.a pernah membunuh sekelompok

orang, yaitu lima atau tujuh orang karena telah membunuh seorang laki-laki dengan 12

Page 13: Makalah Agama Islam

pembunuhan secara tipu daya (yaitu membujuk korban hingga mau keluar ke tempat

yang sepi lalu dibunuh) dan ia berkata: “Andaikata penduduk negeri Shan’a bersekongkol

membunuhnya, niscaya kubunuh mereka semuanya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2201,

Muwaththa Malik hal. 628 no: 1584, asy-syafi’i dalam al-Umm VI: 22 dan BaihaqinVIII:

41).

Hukum Qisas bisa menjadi jelas dilaksanakan dengan salah satu dari dua hal berikut:

a. Pengakuan dari pelaku

Dari Anas r.a bahwa ada seseorang Yahudi menumbuk kepala seorang budak

perempuan diantara dua batu. Lalu budak itu ditanya, “Siapa yang berbuat begini

kepadamu? Si A atau si B? Sehingga disebutlah nama si Yahudi itu lalu dia

menundukkan kepalanya. Kemudian didatangkanlah orang yahudi itu (setelah

ditanya) dia mengaku. Kemudian Nabi Muhammad Saw menyuruh agar kepala

yahudi itu ditumbuk dengan batu juga. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari XII: 198

no: 6876, Muslim III: 1413, Nasa’i VIII: 22 dan Ibnu Majjah II: 889 no: 2666).

b. Kesaksian 2 orang laki-laki yang adil

Dari Rafi’ bin Khadif r.a berkata: “Pada suatu pagi ada seorang laki-laki dari

kaum Anshar terbunuh di daerah Khaibar, lalu berangkatlah keluarganya

menemui Nabi Muhammad Saw lantas mereka menyampaikan kasus pembunuhan

tersebut kepada beliau. Kemudian beliau bersabda: “Apakah kalian memiliki dua

laki-laki yang menyaksikan proses pembunuhan saudaramu itu? Jawab mereka,

“Ya Rasulullah, disana tak ada seorangpun dari kaum muslimin. Mereka adalah

kaum yahudi dan jarang mereka melakukan penganiayaan lebih kejam dari pada

ini.” Beliau bersabda “Kalau begitu, pilihlah lima puluh ribu diantara mereka,

kemudian ambillah sumpah mereka.” Namun mereka menolak. Kemudian Nabi

Muhammad Saw membayar diyat kepada ahli waris dari kantongnya sendiri.”

(Shahih Lighairihi: Shaih Abu Daud no: 3793dan Aunul Ma’bud XII: 250 no:

4501)

Demi kesempurnaan Qisas, ada tiga Syarat yang mesti dipenuhi:13

Page 14: Makalah Agama Islam

a. Ahli waris si korban harus mukallaf. Jika ahli warisnya masih belum dewasa atau

gila, maka si pembunuh harus dipenjara hingga ahli warisnya itu mukallaf.

b. Pihak keluarga korban sepakat menuntut hukum qisas karena itu manakala ada

sebagian diantara mereka yang memaafkan secara gratis, maka gugurlah hukum

qisas dari si pembunuh.

c. Pelaksanaan hukuman tidak boleh merembet kepada pihak yang tidak bersalah.

Oleh karena itu, hukum qisas yang wajib dijatuhkan kepada seorang perempuan

yang hamil, maka ia tidak boleh dibunuh sebelum melahirkan kandungannya, dan

sebelum menyusuinya pada awal penyusuannya.

Prinsip pelaksanaan hukum qisas, si pembunuh harus dibunuh sebagaimana cara ia

dibunuh, karena hal ini serupa dengan hukuman yang setimpal dan sepadan. Allah SWT

menegaskan:

ن� م� م� ص م ا ن� ت� م�ا ت� ت� ل� م�ا ن� م�ا م� ل� ا ن� ل� م�� ن�ا� ت� م�ا م� ل� ا ت� ل� م�� ا�ت�وا �� م م�ا ل ت! ل" م# م$ ى% م' م) ل$ ا م�ا ن( ل* ن� �ن ن+ ل" م# م$ ت'�ا م) ل$ م�ا ل ت! ل" م# م$ ى% م' م) ل$ ام� "�ن (� م ت� ل� ا م, م� م+ #� م ا� م�- م.ا ت�وا م# ل$ م�ا م+ #� م ا�

“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku

hukum qisas. Oleh sebab itu, barang siapa menyerang kamu, maka seranglah ia,

seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (QS Al-Baqarah: 194)

مو ت� م� ل ت� ل� م/ م0 ن�1 م� م� ن+ �ن ت) ل/ ن� ت$و م�ا ن( ل* ن� �ن ت/وا ن� م2ا م� ل ت) ل/ م� م$ا ل- ن3ا م� م� ن�ي �ن م� ا ل�# ص� ل" م6

14

Page 15: Makalah Agama Islam

“Dan Jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan

siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah

yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS An-Nahl: 126)

Disamping itu Rasulullah Saw pernah melempar dengan batu kepala orang yahudi

sebagaimana orang tersebut melempar dengan batu kepala seorang perempuan.

Musafir (pakar tafsir) kenamaan, al-Qurthubi mengatakan, “Tiada khilaf di

kalangan ulama bahwa yang berwenang melaksanakan hukum qisas, khususnya balas

bunuh adalah pihak penguasa. Mereka inilah yang berwenang melaksanakan hukum qisas

dan hukum had dan semisalnya, karena Allah Swt menuntut segenap kaum mukminin

untuk melaksanakan Qisas, kemudian ternyata mereka semua tidak sanggup untuk

berkumpul melaksanakan hukum qisas maka mereka mengangkat penguasa hakim

sebagai wali dari mereka dalam melaksanakan hukum qisas dan lain-lainnya yang

termasuk hukum had. “(Al-Jami’ Li-ahkamil Qur’an II: 245-246).

Hukum Qisas Selain Balas Bunuh

Sebagaimana telah berlaku secara sah hukum qisas berupa balas bunuh, maka

begitu pula berlaku secara sah hukum yang tidak sampai pada pembunuhan. Meskipun

hukum ini telah diwajibkan pada umat sebelum kita, namun ia merupakan syariat bagi

kita pula karena diakui atau ditetapkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Adapun syarat-syarat qisas selain balas bunuh yaitu:

Yang melaksanakan penganiayaan harus sudah mukallaf.

Sengaja melakukan jinayat, tindak penganiayaan. Karena pembunuhan yang bersifat

keliru, tidak disengaja, pada asalnya tidak memastikan si pembunuh harus dituntut balas

bunuh. Demikian pula halnya tindak pidana yang lebih ringan kepadanya.

Hendaknya status si penganiaya dengan yang teraniaya sama. Oleh karena itu, seorang

muslim yang melukai kafir dzimmi tidak boleh di qisas, demikian pula dengan orang

merdeka yang melukai hamba sahaya, dan seorang ayah yang melukai anaknya.

15

Page 16: Makalah Agama Islam

Hukum Qisas yang menimpa anggota tubuh

Untuk melaksanakan hukum qisas yang menimpa bagian anggota tubuh ada tiga

syarat yang harus dipenuhi :

Memungkinkan pelaksanaan qisas ini berjalan secara adil dan tidak melahirkan

penganiayaan baru. Misalnya memotong persendian siku, pergelangan tangan, atau kedua

sisi hidung yang lentur bukan tulangnya. Maka tidak ada qisas pada tubuh bagian dalam,

tidak pula pada tengah lengan, dan tidak pula pada tulang rahang.

Nama dan letak anggota tubuhnya sama. Karenanya, bagian anggota yang kanan tidak

boleh dibalas dengan anggota tubuh yang kiri dan sebaliknya, jari kelingking tidak boleh

dibalas dengan jari manis dan tidak pula sebaliknya karena tidak sama dalam hal nama,

dan tidak pula anggota tubuh yang asli dibalas dengan tambahan (melalui proses operasi)

karena tidak sama letak dan daya manfaatnya.

Kondisi anggota tubuh si penganiaya harus sama dengan si teraniaya dalam hal kesehatan

dan kesempurnaan. Oleh sebab itu, tidak boleh anggota tubuh yang sehat dibalas dengan

anggota tubuh yang berpenyakit dan tidak pula tangan yang sehat dan sempurna dibalas

dengan tangan yang kurang jari-jarinya.

2.2.2 Diyat

Kata diyat (د�ية ) secara etimologi berasal dari kata “wadâ – yadî – wadyan wa

diyatan”( ود�ية وديا يد�ى ودى ). Bila yang digunakan mashdar wadyan (وديا ) berarti sâla (

(mengalir =سال yang sering dikaitkan dengan lembah, seperti di dalam firman Allah

Azza wa Jalla :

� ك أنا نيإ ك نعليك فاخلع رب �ن �الواد� إ ب

طوى المقدس�16

Page 17: Makalah Agama Islam

“Sesungguhnya Aku inilah rabbmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu.

Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa.” [Thâhâ/20: 12].

Akan tetapi, jika yang digunakan adalah mashdar diyatan (د�ية), berarti membayar

harta tebusan yang diberikan kepada korban atau walinya dengan sebab tindak pidana

penganiyaan (jinâyat). Bentuk asli kata diyat ( ) adalah widyat (د�ية yang dibuang (و�دية

huruf wau-nya. Secara terminologi, diyat adalah sebagai ganti rugi yang diberikan oleh

seorang pelaku tindak pidana kepada korban atau ahli warisnya karena suatu tindak

pembunuhan atau kejahatan terhadap anggota badan seseorang. Diyat merupakan

hukuman pokok dalam pembunuhan semi sengaja dan tersalah (tidak sengaja).

Diyat juga diartikan sebagai sejumlah harta yang wajib diberikan karena suatu

tindakan pidana kepada korban kejahatan atau walinya. Diyat juga merupakan hukuman

pengganti qisas dalam tindak pidana pembunuhan atau pelukaan yang dilakukan secara

sengaja, apabila qisas digugurkan atau tidak bisa dilaksanakan. Diyat disyariatkan dalam

pembunuhan dan penganiayaan.

Yang menjadi dasar hukum disyariatkannya Diyat dalam Islam adalah firman

Allah SWT dalam Surah An-Nisa ’ (4) ayat 92,

ن7ا ن� ل9 ت� م( م) م� م�� م� ن.ا م: م6 م�>ا ن3ا ن7ا ن� ل9 ت� م( ت) �ل مي م.ا- ن� ن� ل9 ت� ن� م- م<ا م�ا م� م.ا- �>ا م ن3ا ن+ ن# ل? م.ا ى@ م� ن3ا Aص م� #� م Bم ت�� Aص مي Cن م� Aن م7 ن� ل9 ت�� Aن م/ م� Dم ت� ن�ي ل� م) م� ن.ا م: م6 Aن م/ م� Dم ت� ن�ي ل� م) م� ص� ن� ل9 ت� مو ت? م� ل ت! �� م و� ت' م$ ن� لو م� ن�� م- م<ا ن3ا- م� ت�وا م�' م� مي

Aص م� #� م Bم ت�� Aص مي ن' م� Fص م*ا ل�" ت� م7 ل" �م م� ل ت! م7 ل" �م ن� لو م� ن�� م- م<ا ن3ا- م� Aن م7 ن� ل9 ت��

17

Page 18: Makalah Agama Islam

ن� لي م� ل� Gم ت� م"ا ن م� ل' Hن مي ل �� م م�� م� Aن م7 ن� ل9 ت�� Aن م/ م� Dم ت� ن�ي ل� م� م� ن+ ن# ل? م.ا ى@ م� ن3ا ن�ا ن!" Iم ن�ا ن#" م$ ت+ #� م ا� م- م<ا م� ن+ #� م ا� م� ل� Aن �م لو م� ن� ل" م2 �ن م)ا م) ت�

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali

karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena

tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta

membayar Diyat yang diserahkan kepada keluarga terbunuhnya (si terbunuh itu), kecuali

jika mereka (keluarga terbunuh) itu bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir)

yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)

membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan

hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia

(si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada

Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Sekalipun ayat ini berbicara tentang pembunuhan tersalah, ulama fikih sepakat

menyatakan bahwa ketika qisas digugurkan atau tidak bisa dilaksanakan, diyat

diwajibkan sebagai hukum pengganti dalam tindak pidana pembunuhan sengaja.

Selanjutnya ulama fikih juga mengemukakan dasar hukum diyat dari sunah Rasulullah

SAW, yaitu hadis Amr bin Hisyam yang artinya, “Sesungguhnya Rasulullah SAW

memberitahukan kepada penduduk Yaman melalui surah yang kandungannya berkaitan

dengan faraid (pembagian warisan) dan diyat.”

Sabda Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya siapa yang terbukti membunuh

seorang mukmin tanpa alasan yang dibenarkan syara’ dikenakan hukuman qisas, kecuali

apabila ahli warisnya rela untuk menerima ganti rugi, maka untuk satu jiwa yang hilang

diyatnya 100 ekor unta...” (HR. Malik, an-Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-

Hakim, dan Baihaqi).

18

Page 19: Makalah Agama Islam

Diyat Pembunuhan Sengaja

Pembunuh tersebut harus membayar diyat yang berat yaitu sejumlah 100 ekor unta, yaitu:

30 ekor unta betina berusia 3 tahun

30 ekor unta betina berusia 4 tahun

40 ekor unta betina yang sedang bunting (Pengantar Fiqh, 1997 : 316-318)

Diyat Pembunuhan Semi Sengaja dan Tidak Sengaja

Menurut pendapat “Qaul Jadid Imam Syafi’I”, pembayaran diyat untuk

pembunuhan semi sengaja yang telah dilakukan adalah dengan unta saja. Yaitu

membayar sebanyak 100 ekor unta yang berat. Diyat wajib dibayar selama tiga tahun. Tiap-tiap

akhir tahun dibayar 1/3 dari seluruhnya sehingga selesai selama tiga tahun. Diyat yang

berat tersebut ialah :

30 ekor unta betina berusia 3 tahun yang masuk tahun keempat.

30 ekor unta betina berusia 4 tahun yang masuk tahun kelima.

40 ekor unta yang sedang bunting.

Jika pembunuhan yang dilakukan tidak sengaja, maka pembayaran diyat

menggunakan 100 ekor unta yang lebih ringan, yaitu :

20 ekor unta betina berusia satu tahun yang masuk tahun kedua.

20 ekor unta betina berusia dua tahun yang masuk tahun ke tiga.

20 ekor unta betina berusia tiga tahun yang masuk tahun ke empat.

20 ekor unta betina berusia empat tahun yang masuk tahun ke lima.

20 ekor unta jantan berusia dua tahun yang masuk tahun ketiga.

Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, pembayaran diyat boleh dilakukan

dengan emas, perak atau unta. Selain itu jika tidak ada unta ditempat tersebut, maka

dibolehkan membayar diyat dengan sejumlah uang yang nilainya sama dengan harga

pasaran unta. (Pengantar Fiqh, 1997 : 319-320)

19

Page 20: Makalah Agama Islam

Syarat Wajibnya Diyat

Ada beberapa syarat wajibnya diyat, namun syarat-syarat tersebut tidak semuanya

disepakati oleh ulama fikih. Syarat yang disepakati oleh ulama fikih adalah pembunuhan

tersebut dilakukan terhadap orang yang dilarang syara’ untuk dibunuh. Oleh sebab itu

menurut kesepakatan ulama fikih, apabila yang dibunuh adalah kafir harbi (orang kafir

yang memusuhi Islam) maka pembunuhnya tidak dikenakan diyat. Namun ulama fikih

berbeda pendapat jika yang dibunuh adalah pemberontak dalam negara Islam. Jumhur

ulama mengatakan apabila seorang mukmin membunuh pemberontak maka

pembunuhnya tidak dikenakan diyat. Sedangkan menurut ulama Mazhab Syafi'i

pembunuhnya wajib membayar diyat, karena darah mereka maksum (dipelihara syara’).

Berdasarkan syarat ini, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa orang-orang yang

tidak cakap bertindak hukum pun (seperti anak kecil, orang gila, dan orang dungu) wajib

dikenakan diyat apabila melakukan pembunuhan. Hal ini berdasarkan kepada keumuman

kandungan Surah An-Nisa’ (4) ayat 92 di atas. Sedangkan syarat-syarat yang tidak

disepakati adalah sebagai berikut, Ulama Mazhab Hanafi mensyaratkan wajibnya diyat

jika yang terbunuh itu berada di wilayah yang dikuasai Islam. Karenanya menurut

mereka, orang mukmin yang terbunuh di wilayah kafir harbi maka pembunuhnya tidak

dapat dituntut Diyat.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, “... jika ia (si terbunuh) dari kaum yang

memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba

sahaya yang mukmin..” (QS, 4: 92). Menurut ulama Mazhab Hanafi, dalam ayat ini Allah

SWT hanya mewajibkan memerdekakan hamba sahaya bagi seseorang yang membunuh

seorang mukmin di wilayah kafir harbi. Akan tetapi jumhur ulama fikih tetap

mewajibkan Diyat bagi pembunuh tersebut, sekalipun pembunuhan itu dilakukan di

wilayah kafir harbi.

20

Page 21: Makalah Agama Islam

Diterapkannya Hukuman Diyat

Diyat merupakan sebagian dari hukuman yang dijatuhkan oleh hakim atas:

1. Orang yang telah terbukti secara sah menurut hukum membunuh orang Mukmin,

secara tidak di sengaja atau mirip sengaja. Namun, apabila ahli waris korban

merelakan diyat tersebut, terhukum dan keluarganya tidak wajib membayar diyat

tersebut.

2. Orang yang telah terbukti secara sah menurut hukum membunuh kafir dzimmi (orang

kafir yang mengadakan perjanjian untuk tidak saling memerangi dengan orang

Islam).

3. Orang yang dijatuhi hukuman karena qisas (pembunuhan atau pelukaan dengan

sengaja),tetapi dimaafkan oleh ahli waris korban.

2.2.3 Tindak Pidana Jinayat

Abdurrahman Al Maliki (dalam Nurcahaya, 2013 : 138) mengemukakan bahwa

Jinayat adalah bentuk jamak (plural) dari Jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna

penganiayaan terhadap badan, harta, atau jiwa. Sedangkan menurut istilah, jinayat

merupakan pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya diwajibkan qisas dan diyat.

Jinayat juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan. Dengan

demikian, tindak penganiayaan itu sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan

badan disebut dengan jinayat.

   Perbuatan-perbuatan manusia dapat dikategorikan sebagi jinayah jika perbuatan-

perbuatan tersebut diancam hukuman. Karena larangan-larangan tersebut dari syara’,

maka larangan-larangan tadi hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal sehat.

Hanya orang yang berakal sehat saja yang dapat menerima panggilan (khithab).

Perbuatan-perbuatan yang dilakukan anak kecil atau orang gila tidak dapat dikategorikan

sebagai jinayah, karena  tidak dapat menerima khithab atau memahami taklif.

21

Page 22: Makalah Agama Islam

Unsur atau rukun jinayah adalah:

1. Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai ancaman

hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas. Unsur ini dikenal dengan unsur formal (al

ruknu al-syar’i).

2.   Adanya perbuatan yang membentuk jinayah, baik melakukan perbuatan yang dilarang

atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan. Unsur ini dikenal dengan unsur

material (al-ruknu al-madi).

3.   Pelaku kejahatan adalah orang yang dapat menerima khithab atau dapat memahami

taklif. Unsur ini dikenal dengan unsur material (al-ruknu al-adabi).

Jinayat/Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai dengan

aspek yang ditonjolkan, pada umumnya, para ulama membagi jarimah berdasarkan aspek

berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya oleh al-quran dan al-hadits,

atas dasar ini mereka membagi menjadi tiga macam, yaitu : Jarimah hudud, Jarimah

qisas/diyat, dan ta’zir.

1.       Jinayat/Jarimah Hudud

Jinayat hudud yaitu hukum dengan aturan tertentu terhadap tindak kejahatan atau

maksiat, untuk mencegah tindakan serupa pada yang kedua kalinya.

Yang termasuk dalam jinayat hudud adalah:

a.       Zina

Berzina termasuk dosa besar dan harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum

(had). Berzina hukumannya dicambuk sebanyak 100 kali bagi pelaku yang

belum menikah atau melakukannya baru pertama kali, dan dirajam (dicambuk

sampai mati) bagi pelaku yang sudah menikah atau pernah melakukan

hubungan suami istri sebelumnya.

b.      Qodzaf

Qodzaf adalah menuduh orang baik-baik telah melakukan perzinaan. Penuduh

zina dikenai hukuman dicambuk 80 kali jika tuduhannya tidak terbukti.

22

Page 23: Makalah Agama Islam

c.       Minum khamar

Khamar adalah minuman yang mengandung alkohol dan atau yang dapat

memabukkan. Pemabuk dikenai hukuman cambuk sebanyak 40 sampai 80 kali.

d.      Mencuri

Mencuri adalah mengambil harta orang lain dengan jalan diam-diam, diambil

dari tempat penyimpanannya. Pencuri hukumannya adalah dipotong tangannya

jika telah mencapai batas minimal.

e.      Merampok

Perbedaan asasi antara pencurian dan perampokan/pembegalan terletak pada cara

pengambilan harta. Bila pencurian dilakukan dengan diam-diam, sedangkan

perampokan dengan terang-terangan atau disertai kekerasan.

f.       Pemberontakan

Ulama’ Syafi’yyah berkata :’’Pemberontak adalah orang muslim yang menyalahi

imam , dengan cara tidak mentaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak

kewajiban dengan memiliki kekuatan, argumentasi dan pemimpin”.

g.      Murtad

Murtad adalah keluar dari agama islam atau pindah ke agama lain atau menjadi

tidak beragama. Hukuman bagi orang yang murtad adalah hukuman mati jika ia

tidak bertaubat. (Tim Dosen SPAI Universitas Pendidikan Indonesia, “Hukum

Jinayat Dalam Islam”)

2.       Jinayat/jarimah Qishas

a.       Pembunuhan sengaja

Yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh orang yang dibunuhnya

dengan perkakas yang biasa dapat digunakan untuk membunuh orang.

) جار�ية أن رضياللهعنه مال�ك بن� وعنأنس�

: , ل� م� م?ا ت�و م.ا Bم م� ن� لي م� Hم Iم م� ل" �م Jم� Dت ل' م� م�ا Kت ل.ا Dم م' Lم ت�23

Page 24: Makalah Agama Islam

. ? �يا ن Cن ت�و مي ت��ا م< Mم م�)@ Iم ص- مOا ت� ص- مOا ت� مPا م? Qن �ن م, م7 م0

, , , Rت تKو Dم م� م� م.ا م� �� م م� م.ا م� Sت� Cن ت�و م" ل� ما Pم ن6 ت.ا م� م�ا Kن ل.ا م� �ن ل� م.ا م� ل� م.ا م�

م� ل" �م ت+ Kت ل.ا Dم Jم� م� تي ل- م.ا #K� +"#$ ا�#+ @#0 ن+ م�# ما�

ن�. ) لي م� Hم Iم  , ن ن# Bل ت� ن� Tت Uل #� م م�ا� ن+ ل" م# م$ Vص Uم (� م  ت�“Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang gadis ditemukan

kepalanya sudah retak di antara dua batu besar, lalu mereka bertanya kepadanya:

Siapakah yang berbuat ini padamu? Si Fulan? atau Si Fulan? Hingga mereka

menyebut nama seorang Yahudi, gadis itu menganggukkan kepalanya. Lalu

ditangkaplah orang Yahudi tersebut dan ia mengaku. Maka Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam memerintahkan untuk meretakkan kepalanya di antara dua batu

besar itu.”

b.      Pembunuhan semi sengaja

Pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan yang tidak direncanakan, yang terjadi

karena unsur kekeliruan dan ketidaksengajaan.

: Rت تKو Dم Rم م�ا Rم م�ا م�ا ت� ل7 م$ ت+ #� م ما� Wم Xن Dم Yن �/ا م م$ ن� �ل نا ل� م$ م� م

ل� ( م.ا �"ا م ل� ن$ Wن� م( ن) ت� ل� م� #K� +"#$ ا�#+ @#0 ن+ م�# ما�

, , , , ن3ا م: Zم ل� ما ت( �ل م$ ن+ ل" م# م2 م� ن ا م$ ل� م.ا ن] لو Kم ل� م.ا ن� Hم م� �ن �"ا م ل� Dن

, ن+ ل" م# م2 م� ت+ م\ �Cت Rم مIا ل� م� م� Cص مو م� مو ت� م� ن'ا ل� م$ م( ن) ت� ل� ن� م�24

Page 25: Makalah Agama Islam

( ن+ #� م ما� Aت م7 ل2 ,  م� , ت� �ل م�ا Wت� ن[ مBا 7� م م�ا� Cم ت� مCا ت�و م.ا ت+ Lم م� ل6 م.ا

,Sو نو م� Cن م7ا Kل ن3ا �ن ل+ Lم م�ا“Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa

Sallam bersabda: "Barangsiapa terbunuh dengan tidak diketahui pembunuhnya, atau

terkena lemparan batu, atau kena cambuk, atau kena tongkat, maka dendanya ialah

denda bunuh karena kekeliruan. Barangsiapa dibunuh dengan sengaja, maka

dendanya hukum mati. Barangsiapa menghindar dari berlakunya hukuman itu, maka

laknat Allah padanya." Riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad

kuat.

c.       Pembunuhan karena kesalahan

Pembunuhan karena kesalahan adalah pembunuhan yang tidak direncanakan yang

terjadi seolah-olah disengaja, maksudnya, seseorang bermaksud memukul, atau

melukai dengan suatu alat yang bukan alat-alat senjata yang digunakan untuk

membunuh.

3. Jinayat/Jarimah dengan hukuman ta’zir

Ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan oleh Hakim atau

perbuatan dosa yang memang hukumannya belum ditentukan oleh nash al-qur’an

maupun hadist. (Tim Dosen SPAI Universitas Pendidikan Indonesia, “Hukum Jinayat

Dalam Islam”)

Jarimah ta’zir ini dibagi menjadi tiga bagian :

a.       Jarimah hudud atau qisas/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun

sudah merupakan maksiat, misalnya percobaan pencurian, percobaan

pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.

25

Page 26: Makalah Agama Islam

b.      Jarimah-jarimah yang ditentukan al-quran dan al-hadits, namun tidak ditentukan

sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan

menghina agama.

c.       Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemashlahatan umum.

Dalam hal ini, nilai ajaran islam di jadikan pertimbangan penentuan

kemaslahatan umum.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

26

Page 27: Makalah Agama Islam

Jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai jiwa,

harta benda, atau lainnya. Sedangkan Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Akan tetapi kebanyakan fuqaha’

menggunakan istilah jinayah hanya untuk perbuatan-perbuatan yang mengancam keselamatan

jiwa seperti, penganiayaan, pembunuhan dan sebagainya. Selain itu terdapat fuqaha’ yang

membatasi istilah jinayah kepada perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud

dan qisas saja.

Macam-macam tindak pidana ada tiga, yaitu Qisas, Diyat, dan Tindak Pidana Jinayat.

Qisas adalah hukuman yang dijatuhkan sebagai pembalasan serupa dangan perbuatan yang

dilakukan seseorang kepada orang lain yang berbentuk pembunuhan, pelukaan, pengrusakan

anggota badan atau menghilangkan manfaat anggota badan lainnya berdasarkan ketentuan yang

diatur oleh syara’. Terdapat 2 macam Qisas, yaitu Qisas jiwa dan Qisas anggota badan.

Diyat adalah sebagai ganti rugi yang diberikan oleh seorang pelaku tindak pidana kepada

korban atau ahli warisnya karena suatu tindak pembunuhan atau kejahatan terhadap anggota

badan seseorang. Diyat juga merupakan hukuman pengganti qisas dalam tindak pidana

pembunuhan atau pelukaan yang dilakukan secara sengaja, apabila qisas digugurkan atau tidak

bisa dilaksanakan. Tindak pidana jinayat merupakan pelanggaran terhadap badan yang di

dalamnya diwajibkan Qisas dan Diyat.

3.2 Saran

Hukuman adalah salah satu tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan

perbuatan yang melanggar syara’, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan

masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu. Maksud pokok hukuman

27

Page 28: Makalah Agama Islam

adalah memelihara dan menciptakan kemashlahatan manusia yang menjaga mereka dari hal

rahmatan lil’alamin, untuk memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia.

Oleh karena itu, dalam menjatuhkan hukuman tindak pidana kepada seseorang yang

melanggar hukum, harus dilakukan berdasarkan hukum Islam, ada bukti yang kuat dan benar,

bertujuan untuk kemashlahatan, bukan termasuk unsur balas dendam, dan dilakukan dengan hati-

hati dalam pelaksanaan pemidanaan.

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: Makalah Agama Islam

Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika

Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika

Nurcahaya. 2013. Pendidikan Agama Islam. Medan : USU press

Saputra, Angga Nindia. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan

Yang Mengakibatkan Kematian. Yogyakarta

Suryana, Toto. 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara

Muda, Abdul Latif, dan Ali, Rosmawati. 1997. Pengantar Fiqh. Kuala Lumpur : Pustaka Salam Kuala Lumpur

http://almanhaj.or.id/content/3122/slash/0/hukum-diyat/

http://blitarq-doel.blogspot.com/2012/09/hukum-pidana-dalam-islam-jinayat.html

29