makalah agama
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
Sekarang ini, semakin banyak kita temukan orang-orang di sekitar kita, tak peduli ia
seorang muslim atau bukan, yang senang bermabuk-mabukan, yang berarti pula mereka
mengkonsumsi khamr, atau yang lebih lazim disebut dengan minuman beralkohol. Bahkan
kadang justru orang-orang yang kondisi ekonominya berada di golongan bawah. Mereka
beralasan bahwa dengan minum khamr mereka dapat terbebas dari kesulitan yang sedang mereka
hadapi. Menurut mereka, khamr dapat digunakan sebagai alat untuk menghibur diri karena
setelah meminum khamr, mereka akan merasa melayang-layang, senang, gembira sehingga dapat
melupakan masalah-masalah dalam hidup mereka. Minum khamr ini sudah mereka jadikan
kebiasaan sehari-hari, tiada hari tanpa minum khamr menjadi semboyan mereka.
Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan mengingat bahwa orang muslim, yang
seharusnya sudah tahu bahwa Allah SWT mengharamkan umatNya untuk minum khamr, justru
ikut menjadi penikmat khamr itu sendiri. Mereka seakan tak peduli dengan larangan Allah SWT
yang nyata-nyata sudah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Allah SWT melarang setiap muslim
untuk minum khamr sebab khamr itu memabukkan. Dan jika sudah mabuk, orang akan lupa
dengan segala hal, termasuk lupa kepada Alllah SWT.
Selain itu, ditinjau dari sudut kesehatan, khamr sama sekali tidak memiliki manfaat yang
nyata karena khamr justru menyebabkan timbulnya banyak penyakit yang akan diderita oleh
tubuh. Penyakit-penyakit ini memang tak serta merta timbul secara langsung setelah orang
mengkonsumsi khamr. Penyakit baru akan timbul dan dirasakan dalam jangka panjang setelah
pengkonsumsian khamr. Penyakit yang ditimbulkannya antara lain, kerusakan otak, penyakit
jantung, stroke dan lain-lain.
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa bahan utama yang terkandung dalam khamr adalah
alcohol. Di sisi lain, sekarang ini semakin banyak pula produk-produk di sekitar kita, bahkan
yang tergolong sebagai bahan kebutuhan sehari-hari, yang mengandung alcohol, baik itu dalam
jumlah yang sangat kecil atau cukup banyak. Produk-produk tersebut antara lain, beberapa jenis
makanan, parfum, obat, pewangi ruangan, dan lain sebagainya. Alcohol juga digunakan dalam
dunia medis sebagai antiseptic atau untuk mensterilkan luka, dan itu sudah sangat biasa untuk
dilakukan. Tentu saja hal tersebut akan menimbulkan pertanyaan dalam diri kita, apakah produk
tersebut halal atau boleh untuk digunakan, sementara kita telah mengetahui bahwa khamr
diharamkan dan kita tahu bahwa bahan utama yang terkandung di dalam khamr itu sendiri adalah
alkohol. Apakah dengan menggunakan produk tersebut sama artinya dengan kita mengkonsumsi
khamr?
Melihat dari fenomena tersebut, penulis memutuskan untuk mengangkat tema tentang
khamr dalam makalah ini, yang penulis fokuskan terutama pada hubungannya dengan alcohol
dan produk-produk yang mengandung alcohol. Penulis akan membahas mengenai pengertian
khamr itu sendiri, penyakit-penyakit yang disebabkan oleh khamr, apakah khamr itu sama
dengan alkohol dan hukum beberapa produk yang mengandung alkohol.
BAB II PEMBAHASAN
A. TENTANG KHAMR
Khamr adalah suatu minuman yang memabukkan dengan alkohol sebagai bahan
kandungan utamanya. Ada juga yang berpendapat Khamr, adalah segala barang, benda atau
produk yang melemahkan, mengganggu atau merusak syaraf, kemampuan berfikir atau emosi
manusia. Untuk itu Rasulullah menegaskan bahwa apapun yang diharamkan banyak atau
sedikitnya tetap saja haram. Sementara itu, pendapat lain menyebutkan Khamr secara bahasa
artinya sesuatu yang menutup. Disebut khamr karena ia menutup akal sehat.Secara istilah
khamr adalah segala sesuatu yang memabukkan, apa pun bahan mentahnya.
Minuman yang berpotensi memabukkan bila diminum dengan kadar normal oleh
seorang normal, maka minuman itu adalah khamr sehingga haram hukum meminumnya, baik
diminum banyak maupun sedikit serta baik ketika ia diminum memabukkan secara faktual
atau tidak. Jika demikian, keharaman minuman keras bukan karena adanya bahan alkohol
pada minuman itu, tetapi karena adanya potensi memabukkan. Dari sini, makanan dan
minuman apapun yang berpotensi memabukkan bila dimakan atau diminum oleh orang
normal (bukan oleh orang yang terbiasa meminumnya) maka ia adalah khamr.
Berikut ini adalah tahapan pengharaman khamr
1.Tahap I
“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang
memabukkan dan rezki yang baik.Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (An-Nahl, 16:67)
Catatan:
Ayat ini turun di Makkah sementara ayat-ayat di bawah turun di Madinah. Ini
menunjukkan di awal periode Islam kaum muslimin masih dihalalkan untuk minum
khamr. Khamr yang terbuat dari buah Korma dan Anggur, keduanya merupakan
komoditi perdagangan negeri Syam dan merupakan hasil dari difersifikasi produk
buah korma dan anggur mereka.
2.Tahap II
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS.Al-Baqarah,
2:219)
Catatan:
Saudagar-saudagar Arab beli khamr-khamr tersebut dengan partai besar dengan harga
murah dari negeri Syam kemudian mereka jual di negeri Hijaz dengan harga mahal.
Inilah yang disebut manfaat pada ayat di atas, khamr menghasilkan keuntungan materi
besar bagi saudagar-saudagar Arab.
3.Tahap III
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”
(QS. An-Nisa, 4:43)
Catatan:
Adalah sahabat Abdurrahman bin Auf memimpin shalat Magrib padahal dia baru saja
mengadakan pesta, makan-makan dan minum khamr bersama kawan-kawannya. Saat
membaca surat Al-Kafirun, dia meninggalkan bacaannya.
4.Tahap IV
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Al-Maidah, 5:90)
Pertama kali yang dicanangkan Nabi Muhammad s.a.w. tentang masalah khamr, yaitu
beliau tidak memandangnya dari segi bahan yang dipakai untuk membuat khamr itu, tetapi
beliau memandang dari segi pengaruh yang ditimbulkan, yaitu memabukkan. Oleh karena itu
bahan apapun yang nyata-nyata memabukkan berarti dia itu khamr, betapapun merek dan
nama yang dipergunakan oleh manusia; dan bahan apapun yang dipakai. Oleh sebab itu Beer
dan sebagainya dapat dihukumi haram. Rasulullah s.a.w. pernah ditanya tentang minuman
yang terbuat dari madu, atau dari gandum yang diperas sehingga menjadi keras. Nabi
Muhammad sesuai dengan sifatnya berbicara pendek tetapi padat, maka didalam menjawab
pertanyaan tersebut beliau sampaikan dengan kalimat yang pendek juga, tetapi padat:
"Semua yang memabukkan berarti khamr, dan setiap khamr adalah haram." (Riwayat
Muslim)
Dan Umar pun mengumumkan pula dari atas mimbar Nabi, "Bahwa yang dinamakan khamr
ialah apa-apa yang dapat menutupi pikiran." (Riwayat Bukhari dan Muslim).
B. ANTARA KHAMR DAN NARKOTIKA
Dalam kehidupan sehari-hari, beberapa istilah yang digunakan selain narkotika adalah
narkoba, NAZA atapun NAPZA. Secara umum, semua istilah itu mengacu pada pengertian
yang kurang-lebih sama yaitu penggunaan zat-zat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf
dan menyebabkan ketergantungan (adiksi). Namun dari mkhamrnya berbagai zat yang
disalahgunakan di Indonesia akhir-akhir ini, penggunaan istilah narkotika saja kurang tepat
karena tidak mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat yang banyak
dipakai di Indonesia yaitu zat psikotropika. Karena itu, istilah yang dianggap tepat untuk saat
ini adalah NAPZA: Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Berdasarkan pengertian khamr yang sudah penulis sampaikan pada subbab
sebelumnya, penulis berpendapat bahwa dalam konteks hukum Islam, NAPZA sendiri
tergolong khamr, yang status hukum mengkonsumsinya haram. Khamr, adalah segala
barang, benda atau produk yang melemahkan, mengganggu atau merusak syaraf, kemampuan
berfikir atau emosi manusia, demikian pula dengan NAPZA. Untuk itu Rasulullah
menegaskan bahwa apapun yang diharamkan banyak atau sedikitnya tetap saja haram.
Sayangnya, tidak seperti keharaman darah dan daging babi, larangan mengkonsumsi
khamr cenderung tidak begitu ditaati. Padahal keharamannya jelas sebagaimana tertuang
dalam QS al-Baqarah [2]: 219: ”Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.
Katakanlah: “pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…”
C. PENYAKIT YANG DAPAT DITIMBULKAN OLEH KHAMR
Penyakit yang ditimbulkan oleh khamr, secara garis besar dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar yaitu, penyakit dari segi agama dan penyakit dari segi kesehatan.
Golongan pertama, penyakit dari segi agama, sudah dapat dipastikan kalau khamr
dapat menghilangkan kesadaran manusia. Jika hal tersebut dibiarkan, ketidaksadarannya itu
akan menggiringnya kepada sikap lupa. Lupa yang pada akhirnya juga akan membuatnya
lalai untuk mengerjakan perintah Allah dan dapat menuntunnya kepada kemurtadan.
Golongan kedua, penyakit dari segi kesehatan. Alkohol yang terkandung dalam
khamr mengakibatkan kerusakan syaraf dan organ tubuh, seperti otak serta jantung, secara
permanen. Kerusakan ini tidak akan dirasakan si pecandu khamr secara langsung, seketika itu
juga setelah ia meminumnya. Kerusakan ini bersifat jangka panjang, artinya ketidaknormalan
kerja serta fungsi otak dan organ tubuh baru akan terasa sekitar 5-10 tahun setelah sering
meminum khamr. Yang tentu saja kerusakan ini dapat menyebabkan kematian.
D. HUKUM ALKOHOL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KHAMR
Islam telah mengharamkan khamr secara jelas dan dengan proses yang tidak hanya
satu kali. Hingga pada bagian akhir, khamr itu secara mutlak diharamkan untuk dikonsumsi,
baik dalam jumlah yang banyak atau hanya sedikit.
Rasulullah SAW bersabda,"Apa yang haram dalam jumlah yang banyak, maka meski
dalam jumlah yang sedikit pun tetap haram (Al-Hadits)
Masalahnya barangkali adalah pertanyaan tentang apakah alkohol itu termasuk khamr
atau bukan? Dan juga, apakah rhum itu termasuk khamr atau bukan? Memang benar bahwa
kebanyakan khamr itu terbuat dari campuran alkohol. Namun sebenarnya, yang menjadikan
suatu minuman itu bisa disebut khamr bukan lantaran dia mengandung alkohol atau tidak.
Karena sesungguhnya alkohol adalah istilah / nama senyawa yang merupakan kobinasi dari
beberapa unsur kimiawi yang konon hingga kini jumlah yang dikenal berjumlah 108 s/d 110
unsur. Dan secara alami, senyawa alkohol banyak juga terdapat dalam makanan, buah dan
tumbuhan yang setiap hari kita konsumsi. Jadi dengan tanpa sadar, ketika kita makan jenis
makanan tertentu, di dalamnya ada kadar alkoholnya. Namun, makanan itu tidak
memabukkan dan tidak dijadikan sebagai makanan yang sengaja dimakan untuk menjadi
mabuk.
Dari situ kita bisa mengambil kesimpulan bahwa yang membuatnya menjadi khamr
bukan semata-mata ada tidaknya kandungan alkohol, namun apakah makanan/ minuman itu
memang bisa dijadikan sarana untuk menjadi mabuk. Dan tentu saja yang namanya mabuk
itu beda dengan kekenyangan. Jadi kita tidak bisa bilang bahwa makan nasi dengan jumlah
cukup banyak bisa membuat mabuk. Tidak, seorang yang makan nasi dengan jumlah yang
banyak tidak akan mabuk, tapi akan kekenyangan dan sakit perut. Kekenyangan itu berbeda
dengan mabuk.
Lalu kita bisa memberikan semacam batasan bahwa makanan / minuman yang secara
`urf / kebiasaan masykhamrat mengenalnya bukan sebagai makanan, buah atau tumbuhan
yang memabukkan, maka tidak termasuk khamr. Karena kandungan alkohol disitu memang
alami dan tidak berfungsi untuk menghilangkan akal (memabukkan). Bila dilihat dari sisi ini,
kami menganggap bahwa yang menentukan sesuatu itu khamr atau bukan bukanlah alkohol,
tetapi bentuk campuran dan ramuan tertentu yang diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
minuman yang memabukkan. Lepas dari apakah mengandung alkohol atau tidak.
Sedangkan rhum itu sendiri, perlu dijelaskan hakikatnya. Bahwa rhum itu
mengandung unsur alkohol, mungkin semua orang setuju. Hanya sebagaimana kita ketahui,
bahwa tidak semua keberadaan alkohol di suatu zat makanan itu membuatnya menjadi khamr
yang memabukkan. Tinggal kita bertanya, bila berdiri sendiri yakni sebelum dicampurkan ke
adonan kue, jati diri rhum itu sendiri apa? Apakah dia khamr dimana orang biasa
mengkonsumsinya untuk menjadi mabuk? Atau dia adalah zat tertentu yang memang tidak
untuk dikonsumsi sebagai sarana untuk mabuk secara umum?
Lalu pertanyaan berikutnya adalah, apakah dengan adanya rhum di dalam cake
menyebabkan seseorang menjadi mabuk juga? Misalnya bila dia memakan lebih banyak?
Atau hanya berfungsi sekedar untuk menjadikan cake itu berkembang dan nampak bagus?
Sehingga bisakah hal itu bisa dikiaskan dengan obat-obatan yang mengandung kadar alkohol
tertentu. Dimana alkohol itu diperlukan untuk melarutkan bahan-bahan obat itu yang tidak
bisa larut di dalam air. Namun secara medis tetap aman dikonsumsi oleh manusia dan tidak
menjadikan seseorang mabuk. Kalau pun diminum lebih banyak, bukan mabuk tapi over
dosis.
Tentu saja masalah ini menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ulama,
sebagian sudah menetapkan bahwa Alkohol itu adalah khamr, sehingga dimana pun alkohol
itu berada, hukumnya adalah hukum khamr. Dengan menggunakan pendapat ini, maka
hampir semua jenis obat-obat medis menjadi haram dikonsumsi, karena ada alkoholnya.
Begitu juga sekian jenis bahan makanan seerti jenis buah-buahan dan lainnya pun menjadi
haram, karena bila diteliti di dalam laboratorium, pastilah mengandung alkohol.
Namun pendapat ulama lainnya, melihat secara selektif dan menyatakan bahwa
alkohol itu tidak identik benar dengan khamr. Banyak khamr yang tidak mengandung alkohol
dan keberadaan alkohol dalam suatu zat makanan tidak lantas menjadikan makanan itu
menjadi khamr. Namun mereka mengakui bahwa memang kebanyakan khamr itu
mengandung alkohol.
Batasan untuk kadar kehalalan atau keharaman alkohol maka kita dapat merujuk pada hasil ijtihad Komisi Fatwa MUI, bahwa jika kadar alkohol pada makanan, minuman ataupun obat-obatan dibawah 1 % maka hukumnya halal, sedangkan apabila kadarnya 1 % atau lebih maka statusnya menjadi haram.
Dalam bentuk pemakaian luar, para ulama berbeda pandangan dalam menentukan kenajisan alkohol/khamr. Menurut kebanyakan ulama khamr itu dihukumi najis berdasarkan firman Allah dalam QS..Al-Maidah : 90. Sementara sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa khamr itu suci, sedangkan yang dimaksud dengan ayat diatas (“perbuatan keji”) adalah pengertian maknawi bukan pengertian najis sesungguhnya. Artinya setiap yang najis itu sudah tentu diharamkan (untuk dikonsumsi) dan tidak semua yang diharamkan itu statusnya najis. Misalnya emas dan sutra haram pemakaiannya bagi kaum laki-laki sedangkan statusnya adalah suci karena dipakai oleh kaum wanita.
Jadi pandangan ulama yang tidak menajiskan khamr menganggap parfum yang mengandung alkohol tersebut tidak najis, oleh karena itu menurut mereka tidak mengapa sholat dengan mempergunakan bahan yang bercampur alkohol tersebut.
Ibnu Rusyd setelah menceritakan perbedaan pendapat dikalangan para ulama Hijaz dan Iraq
tentang apakah yang diharamkan pada khomr itu zatnya atau karena ia memabukkan
menyebutkan :
1. Secara ijma’ dan atas dasar keadaan syara’ sudah ada ketetapan bahwa yang dimaksud
khomr adalah pada jenisnya bukan pada kadar (banyak atau sedikitnya). Maka segala
sesuatu yang di dalamnya terdapat hal-hal yang menutupi akal dinamakan khomr.
2. Para ulama bersepakat bahwa memeras anggur adalah halal selama belum menjadi keras
sehingga mengandung khomr sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Maka peraslah anggur,
dan segala yang memabukkan itu haram.” Begitu juga hadits bahwa Nabi saw memeras
anggur menuangkannya pada hari kedua dan ketiga. (Bidayatul Mujtahid juz 1 hal 347)
Sayyid Sabiq di dalam ‘Fiqhus Sunah” mengatakan, “Segala sesuatu yang memabukkan
adalah termasuk khomr dan tidak menjadi soal tentang apa asalnya. Oleh karena itu, jenis
minuman apa pun sejauh memabukkan adalah khomr menurut pengertian syari’at dan
hukum-hukum yang berlaku terhadap khomr adalah juga berlaku atas minuman-minuman
tersebut, baik ia terbuat dari anggur, madu, gandum dan biji-bijan lain maupun dari jenis-
jenis lain.”
Zat yang dapat digolongkan kedalam alkohol banyak digunakan untuk obat-obatan,
makanan, parfum ataupun benda-benda yang ada disekitar kita namun dari jenis alkohol
yang termasuk dalam kategori berbahaya dan memabukkan adalah ethanol.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa khomr tidaklah identik dengan alkohol dan sebaliknya
tidak setiap alkohol adalah khomr. Jadi khomr adalah segala sesuatu yang mengandung
ethanol atau zat lain yang memabukkan dari apapun ia dibuatnya.
1. Dengan demikian setiap makanan atau minuman yang mengandung ethanol disebut
khomr dan haram untuk dikonsumsi. Pengharaman tidak dilihat dari aspek memabukkan
atau tidak namun pada zatnya itu sendiri. Karena jika berpatokan dengan alasan
memabukkan maka akan ada yang berpendapat selama khomr itu tidak memabukkan
seseorang maka diperbolehkan padahal ini tidak betul. Namun jika seseorang berpatokan
pada zat khomrnya; berapapun banyaknya kandungan zat (yang memabukkan) itu dalam
suatu makanan / minuman maka ia haram dikonsumsi.
2. Adapun terhadap alkohol yang digunakan untuk bahan pensteril makanan atau roti maka
selama ia bukan dari bahan ethanol yang berbahaya dan memabukkan maka halal
digunakan.
Diantara dalil-dalilnya adalah :
Firman Allah swt :”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al Maidah : 90 – 91)
Hadits Abi Aun as Saqofiy dari Abdullah bin Saddad dari Ibnu Abbas dari Nabi saw bersabda,
”Khomr itu diharamkan karena bendanya.” (HR. Baihaqi)
Sabda Rasulullah saw : “Setiap yang memabukkan adalah khomr dan setiap khomr adalah
haram.” (HR. Muslim).
Ijma’ dan atas dasar keadaan syara’ sudah ada ketetapan bahwa yang dimaksud khomr
adalah pada jenisnya bukan pada kadar (banyak atau sedikitnya). Maka segala sesuatu yang
didalamnya terdapat hal-hal yang menutupi akal dinamakan khomr. (Bidayatul Mujtahid juz
1 hal 347)
3. Sedangkan hukum penggunaan alkohol dalam parfum atau minyak wangi terjadi
perbedaan pendapat yang disebabkan apakah ia termasuk najis atau suci?!
Ulama yang empat mengatakan bahwa khomr itu najis sebagaimana firman Allah swt :
““adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (QS. Al
Maidah : 90)
Sementara para ulama yang lain, seperti; Imam Robi’ah, al Laits bin Sa’ad dan al Mazini
mengatakan bahwa khomr itu suci. Mereka berdalil dengan apa yang terjadi ketika ayat
pengharamannya itu diturunkan maka khomr-khomr itu ditumpahkannya di jalan-jalan
Madinah.
Seandainya khomr itu najis maka sahabat tidak akan melakukan hal itu dan Rasulullah saw
pun pasti akan melarang mereka sebagaimana beliau saw melarang sahabat buang hajat di
jalan-jalan. Ini menjadi dalil sucinya khomr.
Mereka menjawab jumhur dengan mengatakan bahwa najis yang dimaksud dalam ayat
adalah najis hukmiyah seperti najisnya orang-orang musyrik (QS. 9 : 28), dan tidak
diragukan lagi bahwa setiap yang diharamkan adalah najis hukmiyah… Khomr bukanlah
najis bendanya akan tetapi hukumnya.
Jumhur kemudian menjawab,”Sesungguhnya firman Allah swt,’rijs’ menunjukan bahwa
makna rijs dari sisi bahasa adalah najis. Kemudian seandainya kita berpegang teguh untuk
tidak menghukum dengan suatu hukum kecuali jika kita dapatkan satu dalil yang manshush
(ada nashnya) maka syariah ini akan terhambat, karena nash dalam hal ini tidaklah banyak
namun sebagaimana penjelasan kami diawal bahwa rijs itu adalah najis hissiyah (fisik) dan
maknawiyah sebagaimana disebutkan terhadap orang-orang musyrik…
Mereka menjawab jumhur dengan mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah boleh dan
suci selama tidak ada dalil yang menentangnya serta tidak ada dalil yang menajiskannya.
Intinya menurut jumhur ulama bahwa khomr adalah najis maka alkohol pun menjadi najis.
Sedangkan menurut selain jumhur khomr adalah suci dengan demikian khomr pun suci.
Diantara ulama belakangan yang mengatakan akan kesucaian khomr adalah asy Syaukani,
ash Shon’ani, Shiddiq Hasan Khan dan Syeikh Muhammad Rasyid Ridho yang berpendapat
bahwa alkohol dan khomr tidaklah najis, demikian pula parfum yang dicampurkan
dengannya karena tidak ada dalil shohih yang menjadikannya najis. Dan juga rijs didalam
khomr adalah rijs hukmi yang berarti haram.
Syeikh Muhammad Rasyid Ridho didalam tafsirnya mengatakan bahwa terjadi perbedaan
pendapat dalam najisnya khomr dikalangan ulama kaum muslimin. Sesungguhnya Abi
Hanifah menganggap minuman dari anggur yang didalamnya terdapat alkohol secara pasti
adalah suci. Dan bahwasanya alkohol bukanlah khomr. Parfum-parfum orang Eropa
bukanlah alkohol tetapi ia adalah parfum yang didalamnya terdapat alkohol sebagaimana ia
juga terdapat pada bahan-bahan suci lainnya menurut ijma serta tidak ada peluang untuk
bisa dikatakan najis bahkan dikalangan orang-orang yang mengatakan khomr itu najis.
Sealama permasalahan masih menjadi perselisihan barangkali terdapat kemudahan setelah
penyebarluasan penggunaannya didalam kedokteran, penyucian, berbagai operasi, parfum
dan lain-lain maka kecenderungan kepada pendapat kesuciannya walaupun dibuat dari
bahan-bahan beracun dan berbahaya. Walaupun digunakannya masih jarang seperti khomr
maka sesungguhnya penajisannya tidaklah menjadi kesepakatan khususnya apabila ia
terbuat dari selain juice anggur. Dan sekarang ia dihasilkan dari bahan-bahan yang
bermacam-macam. Maka siapa yang terkena parfum baik badannya, pakaiannya atau yang
lainnya maka tidaklah ia wajib mandi dan sholatnya pun sah.
kadar maksimal Alkohol yang masih bisa ditolelir dalam suatu obat atau makanan. Dan tidak
ada yang salah dalam masalah ini.
Bahkan LPPOM MUI malah lebih longgar ketika memberikan batasan, mereka menyebut
kadar nilai 2%, jauh lebih banyak dari yang disebutkan oleh Al-Qaradawi.
Bukankah Banyak dan Sedikit Tetap Haram?
Benar sekali bahwa banyak atau sedikit tetap haram, tetapi kita harus perhatikan dulu, yang
disebut banyak atau sedikit itu apanya?
Bukan kadar Alkohol tapi khamar. Khamar itu mau diminum cuma setetes atau mau
ditenggak seember, sama-sama haram. Tapi Alkohol tidak sama atau tidak identik dengan
khamar. Inilah titik masalahnya.
Kita bisa katakan bahwa Alkohol adalah senyawa kimia, sedangkan Khamar adalah
kkhamrter suatu bahan makanan, minuman atau benda yang dikonsumsi.
Definisi khamar tidak terletak pada susunab kimianya, tapi definisinyaterletak pada efek
yang dihasilkannya, yaitu al-iskar (memabukkan). Maka benda apa pun yang kalau dimakan
atau diminum akan memberikan efek mabuk, dikategorikan sebagai khamar.
Maka definisi khamar yang benar menurut para ulama adalah’segala yang memberikan efek
iskar (memabukkan)’. Dan definisinya bukanlah ’semua makanan yang mengandung
Alkohol’.
Sebab menurut para ahli, secara alami beberapa makanan kita seperti besar, singkong, duren
dan buah lainnya malah mengandung Alkohol. Namun kita tidak pernah menyebut bahwa
berat itu haram karena mengandung Alkohol.
Dan karena definisinya segala benda yang memberikan efek iskar, maka ganja, opium, drug,
mariyuana dan sejenisnya, tetap bisa dimasukkan sebagai khamar. Padahal benda itu malah
tidak mengandung Alkohol.
Daun ganja kering yang dilinting seperti rokok, rasanya tidak mengandung Alkohol, tapi dia
tetap dikatakan sebagai khamar. Karena daun itu memabukkan kalau dihisap asapnya.
Senyawa Alkohol sendiri kalau kita minum, bukan efek al-iskar (mabuk) yang dihasilkan,
melainkan efek al-mautu.
Al-Mautu? Apa itu?
Al-mautu artiya kematian. Coba saja minum alkohol 70% yang kita beli di Apotek, tidak
usah banyak-banyak, segelas saja, insya Allah langsung innalillahi.
Dalam dalam kadar yang kecil dan sedikit, Alkohol aman bagi tubuh dan juga tidak memberi
efek al-iskar, juga tidak memberi efek al-mautu. Karena itu banyak ulama dan lembaga
pengawas makanan yang membolehkan khamar dengan kadar tertentu, terutama untuk
larutan obat.
Dan karena Alkohol tidak identik dengan khamar, maka bila jumlahnya sedikit masih bisa
ditolelir.
Lalu Bagaimana Mengukur Al-Iskar?
Kepolisian biasanya memang mengukur apakah seseorang mabuk atau tidak, mengunakan
kadar Alkohol dalam darah. Padahal dalam syariah Islam, cara pengukuran seperti itu tidak
pernah dilakukan.
Sebab fenomena al-iskar itu mudah sekali diketahui, sama saja dengan menyebutkan beda
orang yang tidurdengan yang tidak tidur. Tidak perlu diukur dengan beragam pengukuran
hingga sampai REM segala.
Pokoknya anak kecil juga tahu membedakan, mana tidur dan mana melek. Sederhana sekali
karena syariah Islam itu memang sederhana saja.
Kalau mau tahu apakah sebuah minuman bersoda itu sudah termasuk khamar atau bukan,
suruh saja kucing atau kelinci meminumnya. Kita lihat efeknya, kalau hewan itu jalannya
sempoyongan lantaran teler nenggak minuman itu, nah ketahuan deh bahwa minuan itu
khamar. Maka otomatis kita sebut minuman itu khamar, meski tidak ada alkoholnya.
Alhamdulillah, parfum-parfum yang katanya mengandung alkalone atau alkohol harus kita perinci
pembahasannya sebagai berikut:
-Jika kadar alkoholnya sedikit dan tidak membahayakan maka silakan ia memakainya tanpa harus
ragu. Misalnya kadar alkoholnya sekitar lima persen atau kurang dari itu, kadar sekian persen itu
tentu tidak menimbulkna efek membahayakan.
-Jika kadar alkoholnya tinggi sehingga dapat menimbulkan efek samping terhadap pemakainya,
maka yang paling baik adalah tidak menggunakannya kecuali untuk keperluan sangat mendesak,
seperti untuk mensterilkan luka dan sejenisnya. Tidak juga kita katakan haram, namun lebih baik
tidak menggunakannya bila tidak ada keperluan yang mendesak. Sebab kadar alkohol tinggi tersebut
dapat kita simpulkan bahwa ia tergolong zat yang memabukkan. Zat-zat yang memabukkan
tentunya haram berdasarkan nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijma'. Akan tetapi
masalahnya apakah penggunaannya -selain meminumnya- menjadi halal? Inilah yang perlu dibahas
lebih lanjut. Yang pasti tidak menggunakannya tentu lebih selamat. Saya katakan tadi bahwa
masalah ini perlu dibahas lagi karena Allah telah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk )
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu). (QS. 5:90-91)
Kalau kita tinjau kandungan umum kalimat 'ijtanibuuhu' (maka jauhilah) dalam ayat di atas maka
penggunaannya dilarang secara mutlak, kita katakan: Khamar harus dijauhi secara mutlak, baik
meminumnya atau menggunakannya sebagai minyak wangi dan semacamnya. Jika kita tinjau alasan
pelarangannya, yakni firman Allah :
'Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara
kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)'
maka kita katakan bahwa yang dilarang adalah meminumnya. Sebab sekedar menggunakannya
sebagai minyak wangi tidaklah sampai memabukkan.
Kesimpulannya: Jika kadar alkohol yang terdapat pada parfum tersebut sedikit maka boleh saja
digunakan tanpa harus ragu dan tanpa harus dipersoalkan lagi. Namun jika kadar alkoholnya tinggi
maka yang terbaik adalah tidak menggunakannya kecuali untuk suatu keperluan yang mendesak.
Seperti untuk mensterilkan luka dan sejenisnya.
Sebenarnya alkohol tidaklah sama dengan khamer. Khamer atau minuman keras adalah suatu
istilah untuk jenis minuman yang memabukkan. Di dalam khamer itu memang mengandung
alkohol sebagai salah satu komponen yang menyebabkan mabuk. Sedangkan alkohol atau
etanol merupakan salah satu senyawa kimia yang bisa berasal dari berbagai bahan. Bisa dari
fermentasi khamer, fermentasi non khamer, bahkan juga terdapat secara alamiah di dalam
buah-buahan matang. Oleh karena itu penggunaan alkohol teknis untuk keperluan non
pangan, seperti bahan sanitasi (dalam dunia laboratorium dan kedokteran) masih
diperbolehkan.
Sedangkan alkohol sebagai pelarut dalam dunia pangan, selama tidak terdeteksi di dalam
produk akhir bahan makanan tersebut maka Komisi Fatwa MUI masih membolehkannya.
Seperti penggunaan alkohol sebagai pelarut dalam mengekstrak minyak atsiri atau oleoresin.
Demikian juga penggunaan alkohol untuk melarutkan bahan-bahan perasa (flavor).
Syaratnya, alkohol tersebut bukan berasal dari fermentasi khamer (alkohol teknis) dan
alkohol tersebut diuapkan kembali hingga tidak terdeteksi dalam produk akhir.
Dalam dunia parfum, alkohol hanya bersifat sebagai bahan penolong untuk melarutkan
komponen wewangian. Mungkin ia masih akan ikut dan tertinggal di dalam parfum tersebut.
Akan tetapi ketika digunakan, misalnya dioleskan atau disemprotkan ke badan, maka ia akan
segera menguap dan habis, tinggal bahan parfumnya saja yang masih menempel.
Bukan sekedar alkohol
Bahan penyusun parfum sendiri sebenarnya cukup banyak. Secara umum parfum didapatkan
dari dua kelompok besar, yaitu bahan alami (yang diekstrak dari alam) dan bahan sintetis
(bahan buatan yang berasal dari bahan kimia sintetis). Sebagian kalangan menganggap
bahwa alkohol inilah yang menyebabkan suatu parfum menjadi halal atau haram. Artinya
jika di dalam parfum tersebut tidak ada alkohol (non alkohol), maka otomatis menjadi halal.
Anggapan ini tidak selamanya benar. Sebab bahan parfum itu sendiri, baik yang berasal dari
alam maupun sintetik, berpeluang mengandung sesuatu yang haram. Selain bahan yang
digunakan, proses pembuatan parfum juga mengundang kerawanan. Dalam dunia parfum kita
mengenal beberapa bahan yang sering dipakai sebagai bahan esensial yang memiliki aroma
dan kesan tertentu. Misalnya civet, berupa sejenis lemak yang berasal dari hewan. Biasanya
dari hewan sejenis musang. Civet ini memberikan kesan tertentu di dalam parfum, sehingga
menghasilkan nuansa maskulin. Sebagai sebuah lemak hewan, tentu saja perlu dikaji, apakah
hewan tersebut halal atau tidak. Demikian juga cara mendapatkannya, apakah disembelih
atau tidak. Sebab jika tidak sesuai dengan aturan Islam, maka civet yang berasal dari hewan
haram akan menjadi najis bagi parfum yang dihasilkannya.
Salah satu proses pengambilan komponen esensial dalam parfum adalah dengan metode
enfluorase. Metode ini dilakukan dengan menangkap bahan parfum yang bersifat folatil (gas
yang mudah terbang) ke dalam suatu lemak padat. Cara ini dipakai untuk menghasilkan
aroma tertentu yang sulit dilarutkan atau ditangkap dengan pelarut cair biasa. Nah, sekali lagi
kita bertemu dengan lemak padat, yang biasanya adalah lemak hewani. Konon yang sering
dipakai dalam metode ini adalah justru lemak babi!
Meskipun saat ini metode tersebut sudah mulai ditinggalkan karena mahal, namun untuk
parfum-parfum tertentu yang menghendaki kemurnian dan efek tertentu, maka penggunaan
metode tersebut masih dimungkinkan. Di pasaran kita sulit membedakan mana parfum yang
diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut cair dan mana yang menggunakan metode
enfluorase. Kadang-kadang beberapa bahan tersebut dicampur-campur untuk menghasilkan
efek dan kkhamrter tertentu.
Melihat hal itu seyogyanya kita dapat menilai kehalalan parfum secara proporsional. Boleh-
boleh saja pendapat yang mengharamkan penggunaan alkohol dalam parfum dengan berbagai
alasannya. Tetapi kita juga harus melihat aspek lain, seperti bahan parfumnya sendiri atau
proses pembuatannya yang bisa saja melibatkan bahan-bahan haram. Bahan pelarut dan
penangkap komponen esensial dalam dunia parfum memang sangat dibutuhkan. Jangan
sampai demi menghindari alkohol yang masih diperdebatkan kebolehannya, kita justru
terjebak kepada bahan lain yang jelas-jelas haram dan najis