majalah compact edisi 2

42

Upload: majalah-compact

Post on 06-Apr-2016

278 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Compact Edisi 2

Mengentaskan Kemiskinan melalui Pertumbuhan Ekonomi02Agustus 2013

Gendang DitabuhGP Menari

Program Green Prosperity mendapat jatah terbesar dana hibah MCC, yaitu 332 juta dolar Amerika. Harus terdistribusi dalam lima tahun (2013-2018).

Page 2: Majalah Compact Edisi 2
Page 3: Majalah Compact Edisi 2

Daftar

Isi

6

18

22

24

26

30

32

36

38

Cover StoryKemakmuran Hijau:

Langkah Santun pada Bumi

Cover StoryESMS: Menyerasikan Manusia dan

Lingkungan

Cover StoryCatatan dari Tri Mumpuni

InsideJ.W Saputro:

Kita Sudah On The Track

InsideSlamet Soedarsono:

CSA : Jalan Pintas Akuntabilitas

Procurement ModernizationUpaya Meningkatkan Transparansi

dan Kompetisi

Procurement ModernizationPerkuat Kapasitas

ULP

Health & NutritionPredikat Memalukan Itu Harus

Dienyahkan

Health & NutritionTepat Membidik Sasaran

Edisi 02, Juli 2013

3Juli, 2013

Page 4: Majalah Compact Edisi 2

Armida Alisjahbana

Lukita Dinarsyah Tuwo

Hari Kristijo

J.W. Saputro

Wismana Adi SuryabrataNina SardjunaniEmmy SuparmiatunKennedy SimanjuntakJadhie J ArdajatSyahrial loetan

Lila Meulila Gamar AriyantoMoekti Ariebowo Sjamsul Hidajat

Nura DirgantaraIing MursalinAugy MursaliantoWawan HeryawanVincentius PrasetyoArief SetyadiBayu Aji PrakosoArbain Nur BawonoAnas Nasrullah

Paska Rina TVero ArdiantoRully AgungDian PurwantiFitria Dewi WandawatiWuri HandayaniTema Wanda TamtamaAstri AmirudinRani Desi Yanti

Ricky M. RamdhanWidiantoArie Bayu HariyantoChoirul Amri

Pelindung

Penasehat

Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi

Wakil Penanggungjawab/Pemimpin Redaksi

Dewan Redaksi

Penyunting dan penyelaras Naskah

Bagian Produksi

Bagian Administrasi & Distribusi

Bagian Keuangan

4 Juli, 2013

Page 5: Majalah Compact Edisi 2

T idak terasa MCA-Indonesia telah bekerja lebih dari 3 bulan sejak Entry Into Force (EIF) ditandatangani oleh ketua MWA pada 2 April 2013 di ruang SG-1,2 Bappenas. Dengan ditandatanganinya EIF tersebut,

maka Program Compact di Indonesia akan dilaksanakan selama 5 tahun, dan akan berakhir pada 1 April 2018. Tidak ada perpanjangan waktu untuk program compact, jadi dana hibah sebesar $600 juta harus diserap maksimum pada 1 April 2018. Apabila dana tersebut tidak diserap, maka sisanya akan kembali ke MCC USA (US Teasury). Hal ini berbeda sekali dengan permainan sepabola apabila hasil-nya pertandingan 2 x 45 menit adalah seri, maka wasitpun meniup peluit untuk perpanjangan waktu 2x 15 menit dengan sistem sudden death system. Oleh karena itu, kata kunci untuk MCA-Indonesia sebagai institusi pelaksana compact adalah “mulai bekerja secepatnya” (start working) sesuai guidelines MCC , akuntabel, dan transparan.

Dimulai dengan proses penyiapan yang cukup panjang (lebih dari 5 tahun), program compact Indonesia diawali dengan diskusi intensif antara Bappenas dan Kemente-rian Keuangan serta MCC USA. Proses panjang ini dimu-lai de nga n assesment atas usulan 388 proposal proyek. Kemudian pada Bulan Juni 2010, Pemerintah Indonesia mengusulkan kepada MCC sebanyak 13 konsep paper dan akhirnya dicapai kesepakatan hanya 3 proyek yang akan dibiayai oleh program compact, yaitu Green Prosperity Project, Community Based Nutrition Project, Procurement Modernization Project. Rangkaian persiapan tersebut telah me libatkan berbagai stakeholder dari unsur pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota, dunia usaha, masyarakat sipil, dan akademisi, yang memperlihatkan penyiapan ker-jasama bilateral (Government to Government) dilakukan secara partisipatif. Keseluruhan Proses yang telah dilalui meliputi:• EligibilityNotification pada 11 Desember 2008• Constraints Analysis pada 15 Oktober 2009• Concept Paper Received pada 16 Juni 2010• USACongressNotificationonIntenttoNegotiate pada 8

Juli 2011• MCC Board Approval 28 pada September 2011 • USA Congress Notification on Intent to Sign Compact

pada 20 Oktober 2011

• Compact Signed pada 19 Nopember 2011• EIF signed pada 2 April 2013.

Edisi ke-2 Buletin Compact akan menekankan pada pokok bahasan Green Prosperity Project, yaitu proyek yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas di daerah perdesaan melalui perluasan akses kepada renewable energy and peningkatan praktek penggunaan lahan untuk mendukung pengembangan ekonomi karbon rendah (low carbon economic development), perlindungan sumberdaya alam (protection of natural capital), dan meningkatan pendapatan rumah tangga (increased household incomes) di lokasi proyek. Selain itu, di edisi buletin ini juga akan ditampilkan pendapat beberapa key person tentang pan-dangan dan harapan tentang program compact dan green prosperity project. Diharapkan, pembaca akan lebih menge tahui tentang program compact khususnya tentang output dan manfaat yang akan diterima oleh masyarakat.

Ready, Set, Go adalah aba-aba yang diberikan sebelum lari cepat (sprint) dimulai. Sesuai dengan jadwal, dalam 6 bulan pertama sesudah Entry Into Force (EIF), proyek Green Prosperity (GP) melakukan berbagai proses persia-pan khususnya pedoman operasional fasilitas pendanaan GP Financing Facility (GPFF).

Pada tanggal 18-20 Oktober 2013 dalam kegiatan Expo & Conference Compact MCA-Indonesia, akan dipaparkan penjelasan mengenai GPFF. Kemudian bulan Januari 2014 nanti proyek GP direncanakan sudah Go dan lari cepat seperti anak panah yang dilepas meluncur mencapai tujuan.

Selamat bekerja untuk MCA-Indonesia......dalam men-capai “reducing poverty through economic growth”.

n

EditorialHari KristijoPimpinan Redaksi Compact

Ready, Set, Go!

5Juli, 2013

Page 6: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

Bumi telah berubah karena polah manusia. Kemudian, manusia kewalahan mengh-adapi bumi yang baru terse-

but. Beragam perubahan terjadi dan terus terang banyak orang tidak siap harus bersikap apa. Langkah pa ling sederhana yaitu menebus segala bentuk perusakan dengan langkah konservasi.

Kesadaran ini tidak lagi milik segelintir orang saja, melainkan warga bumi dari ujung alaska sampai antar-

tika mulai merasakan peran penting-nya dalam menjaga bumi. Untuk itu, negara yang masih memiliki hutan luas, lingkungan yang hijau menjadi perhatian bersama. Kalau bisa bahkan warga bumi ikut bersama-sama men-dukung kelestariannya.

Indonesia salah satu tempat yang perlu dijaga bersama kelestarian alamnya oleh warga dunia. Hutan bakau, kawasan mangrove, hutan konservasi didukung untuk tetap lestari. Namun bukan berarti warga

Kemakmuran Hijau: Langkah Santun pada Bumi

Indonesia salah satu tempat yang perlu dijaga bersama kelestarian alamnya oleh warga dunia

BAPPENAS-Moekti Ariebowo

6 Juli, 2013

Page 7: Majalah Compact Edisi 2

Pergantian kepemimpinan biasanya diikuti pula dengan pergantian kebijakan. Namun

lain halnya dengan kepemimpinan di Kabupaten Merangin, Provinsi

Jambi. Meskipun telah mengalami pergantian bupati dan wakil bupati, dukungan terhadap pelaksanaan Pro-gram Compact tetap berlaku.

“Saya sangat mendukung dan terus melanjutkan program Green Pros-perity yang telah dicanangkan oleh pimpinan provinsi maupun kabupa-ten yang terdahulu,” kata A. Khafid Moein, Wakil Bupati Merangin terpi-lih untuk masa jabatan 2013-2018.

Menurut Khafid, Pemerintah Merangin harus mendorong program yang dilakukan Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) tersebut. “Apalagi program Compact dapat

mengembangkan potensi-potensi wilayah di daerah Merangin,” katanya.

Khafid juga berharap, masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya melalui industri rumahan (home industry) melalui program pengem-bangan energi terbarukan yang dilakukan MCA-I.

”Kami tentu akan mendorong dan mendukung program MCA-I. Mari kita sama-sama tunjukkan kepada masyarakat bahwa niat baik kita dapat dilaksanakan. Kami siap mem-back-up jika kemungkinan terjadi miskomunikasi di dalam masyarakat,” ujarnya. n

di kawasan yang penting bagi keseim-bangan ekosistem dunia itu jadi tetap miskin. Setiap orang berhak untuk sejahtera, namun banyak cara bisa dilakukan tanpa merusak alam sekitar tempat hidupnya.

Salah satu ujud kepedulian warga dunia pada konservasi alam itu mendukung dengan program Com-pact. Dari tiga buah program utama, ada program yang secara khusus bertujuan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan vital bagi ekosistem dunia. Namanya program Green Prosperity

(GP)/Kemakmuran Hijau. Program Kemakmuran Hijau di -

ujudkan dalam berbagai kegiatan yaitu Renewable Energy, Natural Resources Management, Participatory Land Use Planning, Environment and Social Management System, Green Know ledge, dan Gender.

Salah satu langkah paling dekat program ini yaitu membangun listrik mikro hidro di kawasan sekitar kon-servasi. Sudah ada empat kabupaten yang menandatangani MOU dengan MCA-I untuk pelaksanaan program ini. Pada tahun 2013 ini setidaknya

ada delapan buah kegiatan yang siap jalan.

Program GP menggunakan pendekatan kawasan. Artinya, kawasan yang sangat strategis untuk menyeimbangkan bumi secara ke seluruhan jadi fokus utama. Misal-nya kawasan Rimba Koridor di Suma-tera, Heart Borneo, dan kawasan strategis di Sulawesi yaitu Gandade-wata.

Sekitar kawasan itu, MCA-I masuk lewat program GP untuk mengajak masyarakat sekitar supaya turut menjaganya. Salah satunya dengan memfasilitasi masyarakat menjadi sejahtera, lebih produktif tanpa harus merusak hutan, lahan gambut, atau ekosistem terdekatnya.

Listrik berbahan bakar non fosil dikembangkan. Listrik merupakan indikator dasar kemakmuran. Kalau ada listrik potensi jadi lebih sejahtera lebih besar. Setelah itu, masyarakat disiapkan dengan beragam kemam-puan mengelola diri dan lingkungan dengan cara yang santun pada bumi. n

Kabupaten Merangin Dukung Program MCA-I

SALAH SATU LANGKAH PALING DEKAT PROGRAM INI YAITU MEMBANGUN LISTRIK MIKRO HIDRO DI KAWASAN SEKITAR KONSERVASI.BA

PPEN

AS-P

urw

anta

BS

7Juli, 2013

Page 8: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

Awal Desember 2012, Majalah National Geographic Indonesia merilis gambar bumi di kala malam. Gambar yang diambil

dari NASA (National Aeronautics and Space Administratition) dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menunjukkan, Amerika bagian Utara, Asia Timur, dan tentunya Eropa tampak berkilauan. Kilauan lampu mendominasi hampir sebagian daratan itu. Ketika melongok Indonesia, sebagian Jawa dan sedikit di Sumatera yang ada kerlipnya. Sisanya gelap.

Gelap artinya, minim lampu. Tak ada lampu nyala karena sedikitnya pasokan listrik. Lalu lebih jauh lagi, Indonesia masih sangat tertinggal

dalam mencukupi seluruh warganya dengan listrik. Padahal, listrik karib dengan kemajuan dalam segala bidang, terutama kemajuan ekonomi.

Makin makmur sebuah negara, makin melimpah listriknya. Sebalik-nya, tak ada listrik, makin miskin sebuah masyarakat. Padahal setiap negara harus menjamin masyarakat-nya hidup makmur dan sejahtera. Konkritnya, beri listrik pada ma -syarakat. Seterpencil apapun tempat mereka hidup.

Sayangnya, ada dua persoalan besar menghadang saat ingin meratakan listrik hingga ke pelosok. Pertama biayanya besar dan lama bila harus membangun pembangkit listrik skala

Menabur Setrum Menuai Makmur

Naiknya perekonomian masyarakat jadi salah satu ukuran wajib program ini. Hal ini menjadi pembeda dengan program serupa lainnya.

BAPP

ENAS

-Moe

kti A

riebo

wo

8 Juli, 2013

Page 9: Majalah Compact Edisi 2

gajah (di atas 10 megawatt) ke pelosok. Kedua minyak bumi, batu bara atau energi fosil yang biasanya digunakan untuk bahan bakar pembangkit lis-trik sudah langka dan mencemari lingkung an.

Pada titik ini, masuklah program Green Prosperity (GP) yang didanai oleh hibah MCC yang dikelola oleh MCA-I. Program ini mendorong bahwa untuk makmur dan sejahtera, ma -syarakat tetap bisa akur dengan alam. Artinya, tidak perlu memperpanjang daftar kebutuhan untuk mengeruk batu bara, menyedot minyak bumi, dan mengeksploitasi gas alam. Gunakan sumber energi yang bisa diperbaharui, ramah lingkungan, dan tentunya berke-lanjutan tidak merusak. Salah satunya mendukung masyarakat mengembang-kan Renewable Energy (RE).

Fokus RE saat ini yaitu pengem-bang an pembangkit listrik berbasis energi terbarukan untuk daerah di pinggiran kawasan konservasi. Priori-tasnya, masyarakat yang bisa mening-kat produktivitasnya bila mendapat suntikan listrik dari pembangkit ber-basis energi terbarukan seperti mini/mikro/piko hidro, biogas/biomassa ataupun tenaga surya.

Naiknya perekonomian masyarakat jadi salah satu ukuran wajib program ini. Hal ini menjadi pembeda dengan program pembuatan pembangkit lis-trik berbasis energi terbarukan lainnya yang biasanya memprioritaskan pene-rangan saja. Masyarakat jadi tambah sejahtera karena listrik bisa digunakan untuk penggilingan padi, penggilingan kopi, pembuatan mebel. Tambah mak-mur karena listrik masuk.

Hal ini sejalan dengan gagasan

dasar kegiatan RE yaitu, masyarakat di pinggiran kawasan konservasi juga berhak untuk sejahtera, terbebas dari kemiskinan. Pada saat bersamaan, masyarakat tersebut juga menjadi aktor penting bagi perawatan dan penjagaan kawasan konservasi. Mengalirkan setrum pada masyarakat tersebut tanpa merusak ekosistem yang sudah ada bahkan mendorongnya untuk merawat merupakan langkah strategis untuk kemaslahatan masyarakat global.

Sampai sekarang, kegiatan masih terpusat pada usaha memasok listrik yang andal dan cukup bagi kebutuhan produktif masyarakat yang terinte-grasi dengan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam serta intensifikasi pertanian yang berkelanjutan. Mini/Mikro hidro jadi pilihan strategis karena keberlangsungannya terikat erat pada kesediaan masyarakat untuk merawat sumber daya alam di seki-tarnya, di samping pemanfaatan energi lainnya seperti biomasa, biogas, dan pembang kit panel surya.

Sampai dengan saat ini, sudah ada beberapa tempat di dua provinsi yang potensial dibangun mikro hidro de ngan dukungan MCA-I, yaitu di Provinsi Jambi dan Provinsi Sulawesi Barat. Pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan dalam penentuan kegiatan investasi adalah peningka-tan dampak ekonomi (ERR diatas 10

persen), pentaaatan Environment and Social Ma nagement System (ESMS), perspektif Gender, komitmen resmi pemerintah daerah untuk mendukung program, dan kesiapan masyarakat, proyek RE di dua tempat tersebut men-jadi relatif siap dijalankan. Pengkajian mengenai kelayakan investasi tersebut, sedang dilakukan kajian yang lebih detil.

MCA-I mendukung dengan menye-diakan dana dan tenaga ahli. Ma -syarakat bisa mendapatkan bantuan dalam bentuk hibah atau mekanisme pendanaan melalui jalur lembaga keuangan baik itu bank maupun non-bank. MCA-I merencanakan menggan-deng banyak pihak untuk menyeleksi, memantau sampai memastikan proyek yang mendapatkan bantuan itu bisa berdayaguna, berkelanjutan dan memiliki dukungan pada kemakmuran masyarakat sekitar.

Proyek RE ini merupakan pemicu bagi tumbuhnya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan untuk memenuhi hak setiap orang untuk makmur dan sejahtera tanpa perlu merusak alam. Bila bola bergulir, seti-daknya dalam masa mendatang, tidak hanya Jawa dan secuil sumatera saja yang terang di malam hari, tetapi juga di daerah terpencil lainnya. Indonesia itu surganya energi non-fosil, namun baru secuil yang dimanfaatkan. n

SAMPAI DENGAN SAAT INI, SUDAH ADA BEBERAPA TEMPAT DI DUA PROVINSI YANG DIANGGAP LAYAK UNTUK DIBANGUN MIKRO HIDRO DENGAN DUKUNGAN MCA-I, YAITU DI PROVINSI JAMBI DAN PROVINSI SULAWESI BARAT.

BAPPENAS-Moekti Ariebowo

9Juli, 2013

Page 10: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

T ak mungkin ada panenan tanpa ada yang menanam. Tak mungkin ada air mengalir bila daerah tangkapan air tidak

dirawat. Menangguk manfaat dari air yang mengalir harus dibarengi dengan memastikan kawasan hutan di dataran yang lebih tinggi terjaga dan lestari. Bukankah mustahil ada anak-anak air yang mengalir jika ibu mata air sekarat dan mati.

Pemanfaatan air sebagai sumber tenaga penggerak turbin penghasil setrum segendang sepenarian dengan memastikan hutan tidak ditebangi, atau malahan beralih rupa jadi hunian, pertanian atau perkebunan. Merawat daerah tangkapan air dan pengurangan emisi karbon mendapat porsi khusus dalam program GP. Nama kegiatannya Natural Resources Management (NRM). NRM bergerak

Merawat Ibu Mata AirKarbon yang ada di lahan gambut berpotensi terlepas di udara bebas bila terjadi alih fungsi.

BAPP

ENAS

-Moe

kti A

riebo

wo

10 Juli, 2013

Page 11: Majalah Compact Edisi 2

di dua wilayah, yaitu High Land (tempat mata air dan daerah tangka-pan airnya) dan kawasan Low Land (dataran rendah).Tujuannya satu, yaitu memastikan ekosistem terkelola, jauh dari berbagai potensi perusak mata air dan mendukung pengura-ngan emisi karbon.

Dimana dibangun pembangkit listrik mikro hidro, disitulah kegia-tan NRM High Land dijalankan. Kelangsungan debit air perlu dijamin dan dipastikan. Bahkan dengan sen-tuhan yang tepat, NRM bisa menjaga dan mengembalikan debit air. Ujung-nya, kapasitas listrik dihasilkan bisa meningkat pula.

Sedangkan Low Land bertujuan

mendukung beragam kegiatan yang mengurangi emisi karbon. Salah satu-nya mencegah laju alih fungsi lahan gambut. Karbon yang ada di lahan gambut berpotensi terlepas di udara bebas bila terjadi alih fungsi. Nah, gas itulah yang amat berbahaya bagi lingkungan global.

Berbagai tenaga ahli bidang lingkungan dan kehutanan MCA-I telah menggodok beragam cara untuk mendukung NRM. Pegangannya tetap satu, yaitu masyarakat sekitar tetap berhak untuk lebih makmur.

Di kawasan Low Land, langkahnya yaitu pengembangan intensifikasi per-tanian, perikanan, penggantian pohon sawit dengan Jelutung, agroforestry, pengembangan hutan rakyat, terma-suk pengelolaan Non Timber Forest Product oleh masyarakat pinggiran hutan (kopi, jambe, damar, rotan, madu, karet, getah jelutung). Bahkan direncanakan, optimalisasi penggu-naan tenaga listrik yang sudah masuk untuk kegiatan produktif lainnya. Beberapa kawasan mendapatkan dukungan dana mengembangkan per-ekonomian tanpa harus merambah kawasan gambut.

Kawasan High Land punya kegiatan yang berbeda. Tujuannya memastikan terlindunginya kawasan tangkapan

air. Problem NRM di High Land hampir sama dengan Low Land, yaitu peralihan fungsi konservasi menjadi kawasan mata pencaharian penduduk, dan pemukiman.

Kegiatan utamanya yaitu menanam kembali kawasan yang telah hancur karena diambil kayunya dan mening-katkan tingkat ekonomi warga sekitar tanpa perlu merusak kawasan tangka-pan air. Salah satunya dengan men-dorong intensifikasi pertanian dan perikanan, agroforestry, pengemba-ngan hutan rakyat, termasuk pengelo-laan Non Timber Forest Product oleh masyarakat pinggiran hutan. Untuk kawasan perkebunan kakao misalnya, tenaga ahli MCA-I di bidang lingku-ngan mendorong dilakukannya pena-naman pohon pelindung (shading tree). Fungsi shading tree itu selain meningkatkan produktivitas kakao, juga menambah potensi resapan.

Gambaran besarnya yaitu, memas-tikan kawasan tangkapan air dan gam-but selalu terawat dan terjaga tidak hanya kepentingan segelintir orang. Pada saat yang sama, masyarakat setempat berhak mendapatkan man-faatnya tanpa perlu merusaknya. NRM memastikan hal itu. Harapannya, ibu mata air jangan sampai mengering.

n

BERBAGAI TENAGA AHLI BIDANG LINGKUNGAN DAN KEHUTANAN MCA-I TELAH MENGGODOK BERAGAM CARA UNTUK MENDUKUNG NRM. PEGANGANNYA TETAP SATU, YAITU MASYARAKAT SEKITAR TETAP BERHAK UNTUK LEBIH MAKMUR.

BAPP

ENAS

-Moe

kti A

riebo

wo

BAPPENAS-Moekti Ariebowo

11Juli, 2013

Page 12: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

D itangan tuan rumahlah pertama-tama yang menen-tukan apakah sebuah proyek bisa berjalan atau tidak.

Lebih-lebih bagi proyek yang didapat dari bantuan luar negeri. Peran tuan rumah begitu mendasar dan penting.

Salah satu peran itu yaitu RTRW (Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah). RTRW menjadi arah dasar sekaligus panduan bersama tentang daerah seperti apakah yang akan dibuat dan dikembangkan mulai dari sekarang hingga selanjutnya. Kalau dalam RTRW disebut sebuah daerah merupakan pemukiman, tentu tidak akan ditanami pohon dan menjadi waduk buatan. Begitu pula, bila ditetapkan sebagai taman nasional yang dilindungi, tidak boleh diubah seenaknya menjadi kawasan hunian.

RTRW jadi panduan untuk memas-tikan setiap penggunaan ruang dan wilayah.

MCA-I hanya menjalin kerjasama dengan daerah yang sudah memiliki RTRW sampai ke tingkat substantif (sudah ada pengesahan dari BKPRM).Terlebih untuk proyek Green Pros-perity (GP). MCA-I perlu memastikan investasi yang ditanam dalam bentuk PLTH mikro hidro atau kegiatan yang membutuhkan pengelolaan ruang dan wilayah tidak tergusur karena peme-rintah kota tiba-tiba menjadikannya sebagai pemukiman.

RTRW menjamin kepastian ruang dan wilayah. Tanpa ada kepastian itu, tidak mungkin ada investasi, tak hanya dari MCA-I tetapi juga dari pihak lain. Apalagi titik berat MCA-I adalah keberlanjutan proyek. PLTH

Tata Tanah Ini BersamaIndonesia beserta seluruh penduduk itu tuan rumah.

12 Juli, 2013

Page 13: Majalah Compact Edisi 2

yang dibangun di sebuah daerah tentu tidak didesain hanya seumur MCA-I. Kalau bisa apa yang sudah dibangun bisa berkembang dan berlanjut sam-pai puluhan tahun.

Di tingkat pemerintahan, RTRW jadi isu penting. Lalu, bagiamana di tingkat masyarakat. Mengingat ham-pir semua lokasi proyek GP berada di daerah pedalaman dan terpencil, peran masyarakat dalam menjamin kepastian ruang dan wilayah begitu penting. Bayangkan saja, kalau batas sebuah desa masih menggunakan patokan batu, sungai atau pohon, hal ini berpotensi menimbulkan perselisi-han di kemudian hari.

Kebanyakan masyarakat tradisional di Indonesia, suku-suku pedalaman, belum memiliki pegangan bersama tentang sebuah batas wilayah, tidak jarang batasnya tumpang tindih. Memperjelas batas wilayah jadi salah satu yang difasilitasi MCA-I. Untuk kebutuhan itu, MCA-I membuat bagian yang memastikan soal kepas-tian ruang dan wilayah ini, yaitu Par-

ticipatory Land Use Planning (PLUP)Bila sudah sampai di tingkat mas-

yarakat, PLUP melakukan partici-patory village boundary setting. Ini adalah kegiatan yang memfasilitasi masyarakat untuk berembuk dan merancang penggunaan di wilayah mereka. Minimal masyarakat secara mufakat merencanakan batas desa dan menyepakati penggunaan wilayah yang ada.

Kesepakatan yang dibuat dalam rembugan tingkat desa atau wilayah itulah yang nantinya jadi pegangan bersama seluruh masyarakat. Dengan demikian pembagian tanggungjawab, hasil, atau pun tugas menjadi lebih transparan dan tegas. Misalnya, proyek mikro hidro ada di desa A sementara daerah tangkapan air di desa B. Kalau tidak ada kesepakatan antar kedua desa tersebut, bisa berabe di kemudian hari. Karena masyarakat pastilah berkembang, jumlah pen-

duduk bertambah, situasi juga bisa berubah.

PLUP dibuat tidak untuk menyele-saikan batas wilayah atau perencanaan RTRW melainkan memfasilitasi setiap pihak untuk menentukannya. Beragam pelatihan digelar bagi masyarakat tempat proyek RE atau NRM untuk membuat RTRW di wilayah mereka.

Untuk pemerintah, PLUP men-dorong transparansi pemberian izin penggunaan ruang atau wilayah. Transparansi semacam ini memung-kinkan seluruh anggota masyarakat memantau penggunaan ruang dan wilayah mereka.

PLUP jadi salah satu sarana MCA-I untuk mendorong Indonesia dan seluruh warga negaranya menjadi seo-rang tuan rumah yang bertanggung-jawab. Tuan rumah yang mampu menentukan dan bertanggungjawab atas wilayahnya. Rumah ini kita tata bersama. n

KEBANYAKAN MASYARAKAT TRADISIONAL DI INDONESIA, SUKU-SUKU PEDALAMAN, BELUM MEMILIKI PEGANGAN BERSAMA TENTANG SEBUAH BATAS WILAYAH, TIDAK JARANG BATASNYA TUMPANG TINDIH. MEMPERJELAS BATAS WILAYAH JADI SALAH SATU YANG DIFASILITASI MCA-I. UNTUK KEBUTUHAN ITU, MCA-I MEMBUAT BAGIAN YANG MEMASTIKAN SOAL KEPASTIAN RUANG DAN WILAYAH INI, YAITU PARTICIPATORY LAND USE PLANNING (PLUP).

BAPP

ENAS

-Moe

kti A

riebo

wo

BAPPENAS-Moekti Ariebowo

13Juli, 2013

Page 14: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

Suka atau tidak, sekarang ini masyarakat ditata dengan cara pandang maskulinitas. Dalam banyak rupa, pandangan ini

mendominasi bahkan kental mewar-nai seluruh pengaturan bagaimana masyarakat hidup. Dalam tatanan itu, biasanya mereka yang berjenis kelamin laki-laki mendapatkan tem-pat dan kesempatan lebih banyak daripada perempuan.

Cara pandang ini sudah turun temu-run hingga beberapa generasi. Saking lamanya, seringkali kebanyakan orang menganggap bahwa tatanan tersebut

sudah final dan taken for granted. Karenanya tidak heran, be ragam aturan baik itu formal maupun for-mal mencerminkan cara pandang ini. Memang Tidak semua kebijakan dan aturan secara terang benderang menegaskan dan memprioritaskan orang yang berjenis kelamin laki-laki namun jauh lebih dalam dari itu. Secara tidak sadar perempuan tidak mendapat tempat dan didengarkan perspektifnya. Padahal menjadi mak-mur dan memiliki kehidupan yang manusiawi itu hak semua orang, tanpa melihat jenis kelamin.

Menyimak yang TerlirihPeka gender, jadi salah satu syarat program Compact.

BAPP

ENAS

-Moe

kti A

riebo

wo

14 Juli, 2013

Page 15: Majalah Compact Edisi 2

Suara perempuan menjadi senyap, begitu lirih. Bahkan dibeberapa tem-pat diandaikan tidak ada dan ikut dengan suara kepala keluarga yang tentunya laki-laki. Ketimpangan dalam memberikan kesempatan yang sama bagi setiap insan memang lebih banyak terjadi di kawasan terpencil dan pedesaaan.

Semangat memberikan kesempatan yang sama pada setiap insan, men-dorong MCA-I untuk memasukan sensitivitas gender dalam setiap pro-gram dan proyek yang hendak dibu-atnya. Bahkan kacamata gender dip-akai untuk melihat kelayakan sebuah program. Artinya, masyarakat yang tidak mengakomodasi perempuan tidak akan disetujui. Mengakomodasi berarti mendengarkan, menyimak

dan memberi ruang kepada perem-puan untuk ikut ambil bagian.

MCA-I menegaskan supaya gender menjadi seperti udara yang mengisi semua ruang program. Integrasi Gender dalam Compact Indonesia dipersiapkan dengan ancangan yang bersifat inklusif dari masing-masing kegiatan Compact dan kegiatan yang bersifat cross cutting dari keseluru-han kegiatan Compact. Hal tersebut merupakan langkah untuk melakukan analisa gender bagi pengembangan, perancangan, pelaksanaan, pengawa-san, dan evaluasi program Compact.

Pengembangan kegiatan gender dalam Compact meliputi dua hal yaitu, pertama Integrasi gender di dalam masing-masing kegiatan, dengan pendanaan dari masing-masing kegia-

tan. Kedua, Cross cutting isu gender, dengan pendanaan tersendiri untuk isu: Kebijakan (policy), Kelembagaan (institutional), dan Peningkatan kapa-sitas (capacity buildingmerumuskan program yang sensitif gender adalah sebagai berikut.

Khusus untuk program Green Pros-perity, rumusannya seperti berikut. Kegiatan GP dalam koordinasi dengan seluruh stake holder akan mema-sukkan persyaratan gender manual operasional proyek. Bentuknya, Per­tama, seluruh konsultasi stakeholder yang dilakukan dalam perencanaan kegiatan akan mengikutkan proses inklusif gender. Kedua, dalam seluruh tahapan atau siklus proyek memasukkan aspek ketimpangan social dan gender, berkonsultasi dengan masyarakat secara luas dan dipastikan menjangkau kelompok perempuan dan rentan untuk me nye-rap aspirasi mereka melalui proses konsultasi yang inklusif, dan adanya manfaat untuk kelompok perempuan dan rentan, serta rencana memini-malkan dampak negative dari aspek social dan gender. Termasuk dipasti-kan adanya ahli gender dalam proyek tersebut. Ketiga, diberikannya pemihakan kepada NGO perempuan dan kelompok perempuan dan rentan melalui pendanaan hibah khusus bagi mereka.

Sedangkan cross cutting gender untuk GP, meliputi, Penguatan Perempuan Kepala Keluarga, yang ditujukan untuk penguatan posisi legal dan social perempuan kepala keluarga dan membantu mem-formalkan status legal mereka agar memperkuat kemampuan perempuan dan rasa percaya diri untuk lebih aktif terlibat dalam kegiatan masya-rakat. Hal tersebut untuk memasti-kan keberdayaan mereka dan dapat mengambil manfaat dari investasi GP. Lalu, Peningkatan Kapasitas Sta­keholder GP, yang ditujukan untuk membantu stakeholder GP mema-hami persyaratan Sosial dan Gender Assesmen.

n

INTEGRASI GENDER DALAM COMPACT INDONESIA DIPERSIAPKAN DENGAN ANCANGAN YANG BERSIFAT INKLUSIF DARI MASING-MASING KEGIATAN COM-PACT DAN KEGIATAN YANG BERSIFAT CROSS CUTTING DARI KESELURUHAN KEGIATAN COMPACT.

BAPP

ENAS

-Moe

kti A

riebo

wo

15Juli, 2013

Page 16: Majalah Compact Edisi 2

P rogram Green Prosperity (GP) adalah program inovatif yang diharapkan mampu mempu-nyai daya ungkit (leverage)

yang besar pada jalannya pemba-ngunan ekonomi daerah yang berke-lanjutan (sustainable). Dialokasikan untuk program GP adalah 332 juta dolar Amerika. untuk berbagai daerah selama lima tahun (2013-2018).

Berikut petikan wawancara dengan Budi Kuncoro, Direktur Program Green Prosperity, MCA-I.

Bisa diceritakan bagaimana pelak-sanaan program GP ini?

Pengusulan kegiatan dilakukan melalui proses bottom up, dimana masyarakat di daerah dapat me ng-usulkan jenis dan lokasi kegiatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah (“pakem”) GP, yang didukung oleh komitmen pemerintah daerah yang kuat dalam melaksanakan pola pem-bangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan yang harus tercermin dalam berbagai aspek tata-kelola yang baik di daerah seperti rencana pengembangan daerah (RPJMD), tata-ruang (RTRW) dan lingkungan hidup (KLHS).

Tidak mudah untuk mendistri-busikan dana GP yang cukup besar. Bagaimana caranya?

Kami akan bekerja-sama dengan berbagai pihak yang berpotensial sebagai mitra kerja GP (partner) baik sebagai ‘grant managers’ maupun sebagai ‘grant-matching’ partners guna menyalurkan hibah kepada lem-baga maupun kelompok masyarakat. GP juga sedang menjajagi kerjasama dengan pihak perbankan dan lembaga keuangan non-bank untuk pola ‘pem-biayaan bersama’ (joint financing) maupun pola pembiayaan yang saling mendukung (complementary).

Jadi ada dua jenis bantuan, grant dan loan?

Ya. secara umum kegiatan dan program GP akan didanai dengan dua skema yaitu hibah atau pinja-man (commercial facility). Untuk yang hibah, kita bekerjasama dengan grant managers dan grant-matching partners, sedangkan untuk ‘loan’, kita akan bermitra dengan beberapa bank (misalnya BRI dan Mandiri) dan lem-baga keuangan non-bank seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Indonesia Infrastructure Fund (IIF).

Apa target GP di tahun ini?Dalam tiga bulan mendatang,

pre Feasibility Study untuk delapan program GP yang tersebar di empat kabupaten awal (Muaro Jambi dan Merangin di Provinsi Jambi, serta Mamuju dan Mamasa di Provinsi Sulawesi Barat) diharapkan akan dapat diselesaikan. Selanjutnya, untuk gelombang kedua, kami sedang me -nyiapkan tujuh ‘thematic programs’ untuk 7-12 calon kabupaten baru yang potensial untuk program GP.

Apa yang membuat Anda optimis?Saat ini saya merasakan antusiasme

dan dukungan yang kuat dari berbagai pihak yang terlibat dengan GP, baik pihak internal, eksternal maupun calon-calon mitra kerja GP dan pro-gram implementator. Respon positif dari banyak pihak serta hubungan baik dengan para stake holder juga membuat saya optimis program GP akan bisa berjalan dengan baik. n

Program GP Siap Berbisnis!

Cover Story

BAPPENAS-Purwanta BS

16 Juli, 2013

Page 17: Majalah Compact Edisi 2

P ada hakikatnya, LSM (Lem-baga Swadaya Masyarakat) adalah partner penting dan tak tergantikan dalam setiap

program yang berkaitan dengan membangun masyarakat. Lebih --lebih program pembangunan yang menekankan prinsip bottom-up dan berkelanjutan.

”LSM mempunyai beberapa kele-bihan diantaranya, karena mereka berada ditengah-tengah masyarakat maka terbangun ikatan erat dengan masyarakat yang menjadi kelompok dampingannya, inilah yang membuat keterlibatan LSM dalam program MCA-I penting, kata Zumrotin K Susilo, Majelis Wali Amanah (MWA) dari perwakilan organisasi masya rakat sipil. Zumrotin menambahkan bera-gam pengalaman lapangan biasanya mereka kuasai diantaranya, kemam-puan pengorganisasian masya rakat, beradvokasi, merencanakan program yang inovatif dan kreatif, bahkan LSM selalu menseriusi dan mempelajari substansi.

Sejauh pengalaman Zumrotin, salah satu yang sering menghambat laju program masyarakat yang dilaksakan sendiri oleh pemerintah, semata-mata berdasarkan pada tahun anggaran, artinya kalau tahun anggaran pro-gram sudah terlewati dan tidak ada pembiayaan lebih lanjut, program biasanya berhenti sampai disitu, di sini juga lah peran penting LSM untuk mendorong keberlanjutan program.LSM sebagai salah satu represen-tasi suara akar rumput mempunyai kemampuan untuk merangkul dan mengajak masyarakay mengem-bangkan, beragam program yang ada ditempatnya.

Keberhasilan suatu program sangat ditentukan keterlibatan stakeholder sejak dari awal, mereka perlu mendis-kusikan dan menentukan sumban-gan penting masing-masing sesuai dengan potensi dan kewenangannya. ”Untuk itu saya merekomendasikan supaya LSM dilibatkan dalam setiap program, terutama mengambil peran dalam menjaga sustainabilitas. Salah

satu caranya dalam setiap MOU de -ngan pemerintah daerah, para bupati diminta untuk melibatkan LSM dalam pelaksanaanya,” kata Zumrotin.

Tentu persyaratan penting yang diperlukan adalah LSM di daerah harus siap dan berkompeten. Ke-siap an itu menurut Zumrotin lebih pada kemampuan untuk berorgani-sasi dalam masyarakat. Setiap anggota masyarakat yang bisa berkumpul, berembuk dan bergotong-royong itu jadi tolok ukur kesiapan. ”Sejauh pengalam an, masyarakat yang mem-punyai semangat berkumpul untuk berorganisasi secara bertahap akan mampu mengindentifikasi perma­salah an dikampungnya. Baru kemu-dian bantuan program khususnya dalam penguatan organisasi diberi-kan,” ujar Zum.

Pentingnya penguatan itulah yang harus disadari bersama oleh setiap pemangku kepentingan. Tanpa ada kelompok masyarakat yang kuat, tertata dan mampu mandiri, program secantik apapun tak akan berlangsung lama. Karena biasanya, tak akan ada rasa memiliki dari program itu bukan punya kami. jadinya terbengkalai.

Keterlibatan LSM salah satunya menyiapkan masyarakat selama pra pelaksanaan, saat program pergulir, dan setelah program jadi. Bukankah masyarakat itulah yang nantinya merawat semua hasil program MCA-I. MCA-I sekali lagi perlu turut menso-sialisasikan peran LSM pada Pemda.

Bahu membahu menyiapkan, membangun dan akhirnya merawat program hingga awet.

n

LSM Penopang Keberlanjutan

17Juli, 2013

Page 18: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

ESMS: Menyerasikan Manusia dan Lingkungan

Rangkaian kegiatan bertujuan untuk mendukung tujuan utama Compact yaitu memastikan seluruh program selaras dengan lingkungan.

BAPPENAS-Bayu Aji

18 Juli, 2013

Page 19: Majalah Compact Edisi 2

T ampaknya mulai banyak orang sadar bahwa manusia terma-suk masyarakat sudah lama melakukan perusakan. Teru-

tama setelah beberapa tahun terakhir lingkungan sekitar terasa jauh dan banyak sekali bencana, anomali iklim dan beragam keanehan. Manusia dan kelompok manusia secara tak sadar telah menyia-nyiakan alam. Bahkan beragam tindakan eksploitasi telah dilakukan secara turun temurun. Akibatnya, mengeksploitasi alam melebihi batas alam untuk memper-baiki dirinya sendiri dianggap sebagai kelumrahan bahkan sebuah kebe-naran.

Inilah yang mendasari, mengapa sekarang ini, masyarakat perlu bela-jar kembali untuk mengembangkan sebuah tata kelola yang memastikan seluruh program yang mendapat dana dari MCC patuh pada peraturan yang mendukung kelestarian alam. Lang-kah ini disebut ESMS (Environmental and Social Management System). Serangkaian tata kerja dan peraturan itu selanjutnya jadi acuan sekaligus dasar seluruh keputusan dan aksi baik di tingkat kebijakan maupun tempat pelaksanaan proyek.

Untuk itu rangkaian ESMS ada tiga tier (tahapan). Tahap pertama men-dorong pada tingkatan kebijakan. Ini

bisa dibaratkan membangun komit-men dasar. Kebijakan umum tingkat atas ini sekarang sudah selesai. Maje-lis Wali Amanah (MWA) telah menge-tok palu dan selanjutnya kebijakan tersebut telah jadi framework untuk seluruh kegiatan.

Nah, sekarang ini, sedang dirancang untuk tingkatan yang lebih membumi, yaitu tata kelola untuk kerangka implementasi. Setiap kegiatan pokok yang ada di program Compact didorong untuk merumuskan acuan dan sistem yang tidak melanggar ke -lestarian alam. Sekarang ini, tahap ini baru dalam proses pengembangan.

Nantinya, langkah ketiga yang tak kalah penting yaitu tier 3. Tahapan ini tidak hanya kerangka, namun sudah berbentuk ketentuan-ketentu an ya ng ha rus dilaksanakan oleh setiap kegia-tan yang ada di lapangan.

Perumusan ESMS ini sekali lagi memastikan atau setidaknya memi-ni malkan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin saja timbul aki-bat investasi di program COMPACT. Intinya, seluruh kinerja dan langkah yang ditempuh harus sesuai Standar Kinerja IFC, persyaratan hukum Indonesia, Pedoman Integrasi Sosial dan Gender, pedoman lingkungan dan Kebijakan Gender MCC. ESMS juga akan memasukkan standar internasi-onal dan praktik terbaik yang pernah ada untuk sektor dan industri tertentu, sehingga diharapkan akan dapat melindungi hak-hak dan kepentingan dari masyarakat setempat.

Semua langkah ESMS yang tertata, tegas, dan jelas ini bertujuan supaya seluruh program Compact tidak mengingkari cita-cita awalnya, yaitu memastikan bumi lestari dalam usaha mencari kemakmuran. n

PERAN MASYARAKAT ITU SENDIRI SAN-GAT PENTING, KARENA ESMS HANYALAH SERANGKAIAN PROGRAM YANG MEMILI-KI SIFAT MEMANTIK. TIDAK BERENCANA UNTUK MENYELESAIKAN SEMUA SOAL YANG ADA DI MASYARAKAT.

BAPP

ENAS

-Bay

u Aj

i

BAPP

ENAS

-Bay

u Aj

i

BAPPENAS-Moekti Ariebowo

BAPPENAS-Moekti Ariebowo

19Juli, 2013

Page 20: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

Langkah Linggi Memupus Gelap

S enja telah berganti malam. Warga Desa Batang Uru, Kecamatan Sumororang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi

Barat, diserbu senyap. Mereka lebih banyak menghabiskan malam di dalam rumah. Kalaupun ada keper-luan mendesak keluar rumah, mereka terpaksa membawa obor atau lampu minyak. Kesulitan yang dialami selama puluhan tahun itu bagaikan derita tiada berkesudahan.

Kisah pedih hidup tanpa listrik itu tinggallah kenangan. Kini warga Batang Uru justru surplus listrik.

Turbin listrik mikrohidro buatannya menerangi malam dan memutar roda ekonomi warga.

BAYU

AJI-

BAPP

ENAS

20 Juli, 2013

Page 21: Majalah Compact Edisi 2

Kondisi itu erbalik 180 derajat terjadi sejak Linggi Darra terpanggil untuk mengakhirinya. Pengetahuan mem-buat turbin pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang ditimba dari Yayasan Turbin dipraktekkannya.

Mantan Kepala Desa Batang Uru ini merogoh saku pribadi untuk membuat turbin berdaya 3.000 watt di bengkel sederhana miliknya pada 1993. aliran air Sungai Batang Uru dimanfaatkan-nya menjadi energi listrik yang mene-rangi malam di Batang Uru.

Tiga tahun kemudian turbin diganti dengan kapasitas 8.000 watt. Dua tahun berikutnya lagi, Linggi menam-bah dua turbin masing-masing ber-daya 7.000 watt. Sebagian daya dip-akai untuk mengembangkan bengkel pembuatan turbin milik Linggi dan selebihnya untuk warga. Pada 2007 dibangun turbin baru berkapasitas

30.000 watt, hasil kerja sama masy-arakat serta Program Nasional Pem-berdayaan Masyarakat dan Proyek Tenaga Listrik Mikrohidro.

Hasilnya, Batang Uru malah ber-lebih energi. Linggi telah menjajaki kerja sama penjualan listrik itu dengan PLN. Hasil penjualan setrum itu akan dimanfaatkan untuk pembangunan desa yang dicapai 3 jam dari Mamasa atau 12 jam berkendara dari Makasar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Selain itu, warga juga lebih mudah memperoleh informasi terkini dengan mendengarkan radio atau menyaksi-kan tayangan televisi. Jangan heran jika sekitar 80 persen kepala keluarga di Desa Batang Uru memiliki para-bola. Diskusi antarwarga juga kerap terselenggara pada malam hari. Pada-hal sebelum ada listrik, musyawarah tak pernah terselenggara pada malam hari.

Tak hanya menerangi malam, kehadiran listrik itu juga membuat perekonomian menggeliat di desa yang semula senyap itu. Linggi, misalnya, membuka bengkel produksi turbin air yang secara nyata men-ciptakan lapangan kerja. Karyawan yang rata-rata hanya lulusan sekolah dasar diajari Linggi membuat turbin dan perlengkapan lain. Kehadiran pembangkit listrik mikrohidro juga mampu menyerapkan 5 karyawan: 2

orang sebagai operator dan 3 orang pengelola.

Warga masyarakat Batang Uru bisa pula mengembangkan usaha bengkel las, toko kelontong, warung makan, dan penggilingan padi bertenaga listrik. Inisiatif Linggi itu tak hanya dinikmati warga Batang Uru mela-inkan pula oleh warga 50 desa lain di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indo-nesia (Bakti) mencatat ada 15.000 pelanggan yang menikmati listrik.

“Dulu sebelum tahun 2000, tiada musim kemarau, tanpa kebakaran hutan. Tapi kini tak terjadi lagi keba-karan hutan,” kata Linggi, seperti dikutip Suara Mamasa. Namun, sejak listrik mikrohidro menerangi desa, kebakaran hutan tak pernah terjadi. Sekarang jika disuruh membakar pun mereka menolak,” ujar Linggi.

Masyarakat Batang Uru kini lebih merasa memiliki hutan. Linggi memang selalu menekankan bahwa listrik mikrohidro akan aman, jika hutan aman. Namun, jika hutan rusak warga akan kembali ke era kegelapan. Oleh karena itu 1.100 jiwa warga desa itu mati-matian menjaga hutan. Daripada merusak hutan dan berisiko gelap, sepertinya, mereka lebih baik menjaga hutan agar malam tetap ben-derang di Batang Uru. n

“DULU SEBELUM TAHUN 2000, TIADA MUSIM KEMARAU, TANPA KEBAKARAN HUTAN. TAPI KINI TAK TERJADI LAGI KE-BAKARAN HUTAN,” KATA LINGGI. NAMUN, SEJAK LISTRIK MIKROHIDRO MENERANGI DESA, KEBAKARAN HUTAN TAK PERNAH TERJADI. SEKARANG JIKA DISURUH MEMBAKAR PUN MEREKA MENOLAK,” UJAR LINGGI.

BAYU AJI-BAPPENAS

21Juli, 2013

Page 22: Majalah Compact Edisi 2

Cover Story

B anyak jalan menuju Roma. Rutenya beragam, ada yang jauh, sedang atau dekat. Rupa rute juga beragam,

ada yang jauh tapi jalannya mulus, atau pendek tapi terjal dan sedikit berbahaya. Namun, siapapun tentu mendambakan rute yang pendek dan mulus.

Bila “Roma” itu adalah masyarakat desa yang makmur dan sejahtera dengan mempraktekan cara hidup yang ramah lingkungan, seperti yang digadang-gadang program Green

Catatan dari Tri Mumpuni

“Kalau desa yang punya banyak resources dibangun dengan benar, desa bisa makmur.”

22 Juli, 2013

Page 23: Majalah Compact Edisi 2

1 Belajar dan membangun bersama masyarakat.

2 Mengangkat dan mengemukakan aspirasi masyarakat.

3 Interaksi, diskusi dan kesepakatan bersama.

4 Kemitraan dengan masyarakat dalam memecahan masalah.

5 Partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan.

6 Penggunaan teknologi tepat-guna.7 Mengutamakan kemampuan mas-

yarakat lokal.8 Perkuatan kemampuan berorgan-

isasi masyarakat (team building) dan

9 Perkuatan hukum (legal power) masyarakat untuk mempertah-ankan hak dan kepemilikan mas-yarakat. n

Prosperity (GP), pilihan rutenya juga beragam. Banyak pihak telah mencoba mencapainya lewat beragam rute.

Memang sampai sekarang belum ada petunjuk baku dan teruji sahih sebuah rute yang benar-benar laksana kilat ke “Roma”. Zaman terus bergerak dengan tantangan selalu berubah. Meski demikian, banyak pengalaman menempuh rute yang layak disimak.

Tri Mumpuni, Executive Director IBEKA sekaligus salah satu prak-

tisi yang berhasil mengembangkan kemandirian masyarakat di kawasan terpencil melalui pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) salah satu penempuh salah satu rute itu. Hasil kerjanya telah mendapat apre-siasi dari banyak pihak, tak hanya di dalam tetapi juga luar negeri.

“Kalau desa yang punya banyak resources dibangun dengan benar, desa bisa makmur,” kata Tri Mum-puni. Sayangnya, menurut Tri, dirinya melihat beragam cara yang pernah ditempuh oleh banyak pihak dalam membangun desa seringkali tidak membuahkan hasil. Tenaga, dana dan perhatian yang dicurahkan untuk membangun, tidak mampu secara konkrit memakmurkan desa.

“Saya punya keyakinan bahwa rakyat desa bisa dimampukan kalau proses pembangunannya benar dan dilakukan oleh orang orang yang memang punya hati membangun bangsa ini, bukan semata mata mengejar materi,” katanya. Proses memampukan masyarakat desa ini sangat mendasar menurut Tri, karena menjamin keberlangsungan beragam kegiatan dan aset yang dibangun di desa tersebut.

Masyarkat yang berdaya itu sema-cam “jiwa” yang nantinya akan tum-

buh sendiri. Kalau diabaikan, yang terjadi hanya sekadar membangun fisik yang mudah mati dan musnah. “Ibaratnya seorang seorang anak yang sehat jika mendapatkan masukan yang cukup, makanan dan cinta kasih, maka dia akan tumbuh dan berkem-bang menjadi seorang anak muda yang kuat dan cerdas. Mampu hidup mandiri, mengatasi semua kesulitan hidup yang dialaminya tanpa bantuan orang lain. Artinya pembangunan yang dilakukan akan berkelanjutan,” katanya.

Sejauh pengalaman Tri, kekurangan yang selama ini selalu terasa hanyalah satu hal, yaitu keberpihakan yang tulus dari semua pihak, baik pemerin-tah pusat maupun daerah, pengusaha maupun NGO untuk memberdayakan masyarakat desa. Tanpa ada komit-men, ketulusan hati dan kesungguhan untuk melihat desa yang jadi sasaran kegiatan bisa tumbuh dan mandiri, rute menuju “Roma” akan jauh dan terjal. Kunci untuk memberdayakan itu sebenarnya sederhana, yaitu ban-gun komunikasi yang intens dan sehat dengan masyarakat. Jadi serupa bidan yang membantu melahirkan kecer-dasan, kemandirian dan tentunya kemakmuran masyarakat itu sendiri.

n

KEKURANGAN YANG SELAMA INI SELALU TERASA HANYALAH SATU HAL, YAITU KE-BERPIHAKAN YANG TULUS DARI SEMUA PIHAK, BAIK PEMERINTAH PUSAT MAUPUN DAERAH, PENGUSAHA MAUPUN NGO UNTUK MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DESA.

9 Hal Utama Pemberdayan

23Juli, 2013

Page 24: Majalah Compact Edisi 2

Inside

D ari ratusan pelamar yang terdaftar, akhirnya J. W. Saputro terpilih dan diper-caya untuk mengisi posisi

Direktur Eksekutif Millennium Chal-lenge Account – Indonesia (MCA-I) dan mulai aktif sejak 1 Februari 2013. Saputro memilih kembali dan mengabdi di Indonesia sesudah 21 tahun hidup di Amerika Serikat sebagai dosen di beberapa universitas terkemuka.

Sejak saat itu pula, ia resmi men-jadi ”komandan” MCA-I dalam pelaksanaan program Compact di

Indonesia. Sebuah jabatan yang tidak dapat dianggap ringan. Maklum saja, ia harus bertanggung jawab atas pro-gram dan dana sebesar 600 juta dolar Amerika atau hampir Rp 6 triliun dari hibah Pemerintah Amerikat Serikat yang diberikan melalui Millennium Challenge Corporation.

Pria yang akrab disapa Sap itu menjawab lugas dan ramah setiap pertanyaan yang diajukan tim redaksi Compact pada akhir Juni 2013 lalu di Jakarta. Berikut petikan wawanca-ranya:

Apa tugas terberat yang Anda

rasakan sebagai Direktur Ekse­kutif MCA­I?

Mungkin ini bukanlah tugas ter-berat, tapi tugas yang utama dan pertama. Kita dapat membagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, pada 6 bulan pertama, yaitu bagaimana membangun suatu tim yang solid. Kita memilih orang-orang tepat untuk melaksanakan tugas-tugas yang akan dikerjakan.

Syarat utama untuk menjadi staf MCA-I adalah harus memiliki hati untuk Indonesia. Yang kedua, orang tersebut harus “gila”, tentunya “gila”

J.W. Saputro:

Kita Sudah On Track

Program Compact ini dapat berjalan dengan baik sehingga model pembangunan yang baru ini nantinya dapat kita replikasikan bagi negara kita.

BAPP

ENAS

-Pur

wan

ta B

S

24 Juli, 2013

Page 25: Majalah Compact Edisi 2

dalam artian positif. Orang yang terampil, semangat dalam melak-sanakan setiap tugas serta penuh totalitas. Sampai saat ini, kita ber-syukur karena tim yang bergabung adalah orang-orang yang luar biasa.

Selain itu?Saya harus membagi visi kepada

seluruh tim untuk menjadi visi ber-sama. Meskipun ada 3 proyek ber-beda, tapi visinya tetap sama. Visi kita bukan hanya terbatas dalam 5 tahun ini, tetapi beyond 5 years. Yang sedang kita lakukan adalah memban-gun model baru, a new development paradigm, untuk dilanjutkan dalam jangka panjang. Vision sharing ini kita lakukan terus.

Program Compact akan ber­langsung selama 5 tahun dengan dana sebesar 600 juta dolar Amerika. Bagaimana strategi Anda dalam mekanisme peny­aluran dana tersebut?

Ada 3 proyek yang akan dilak-sanakan MCA-I: Green Prosperity,

Nutrition, dan Procurement Modern-i zation. Dari ketiga proyek tersebut, Procurement Modernization dan Nutrition relatif sudah lebih jelas. Sudah ada blue print.

Yang perlu didefinisikan lebih spesifik adalah proyek GP, terutama mengenai fasilitas pendanaan. Saat ini sedang dalam tahap akhir pendefi-nisian. Kita perlu thinking out of the box untuk proyek ini. Berpikir di luar kelaziman. Karena jika tidak, GP tak akan mungkin sanggup menyerap 2/3 dari dana yang $600 juta itu.

Lalu bagaimana proses peng­adaan barang dan jasa untuk melakukan program­program yang dilakukan MCA­I?

Sebagai bagian dari perjanjian hibah, kita menggunakan prosedur pengadaan barang dan jasa sesua dengan procurement guideline MCC. Pengadaan barang dan jasa ini akan dilakukan secara terbuka bagi peserta lokal maupun internasional. Bagaimanapun kita berharap agar

peserta pengadaan dari Indonesia akan mampu berkompetisi secara fair dan profesional.

Bagaimana Anda menjaga akuntabilitasnya?

Dari awal kita sudah berkomuni-kasi dengan Inspektur Utama Bappe-nas dan Badan Pemeriksa Keuangan. Kemudian MCA-I akan diaudit oleh auditor eksternal secara independen setiap 6 bulan. Tim auditor MCC dari Washington DC juga akan melakukan audit. Jadi pengawasannya sangat ketat. Untuk menjaga agar tidak terjadi intervensi dan kolusi, MCA-I telah merekrut Fiscal Agent untuk pengelolaan keuangan dan Procure-ment Agent untuk pengelolaan proses pengadaan barang dan jasa.

Bagaimana perkembangannya sampai sejauh ini?

Selama ini kita masih berjalan on track. Harapan kita, program Com-pact ini dapat berjalan dengan baik sehingga model pengelolaan hibah yang baru ini nantinya dapat kita replikasikan bagi negara kita. Dan yang terpenting melalui program Compact ini kita ingin membangun optimisme bangsa. Bangsa kita mem-butuhkan optimisme untuk terus maju.

n

YANG PERLU DIDEFINISIKAN LEBIH SPESIFIK ADALAH PROYEK GP, TERUTAMA MENGENAI FASILITAS PENDANAAN. SAAT INI SEDANG DALAM TAHAP AKHIR PENDEFINISIAN.

25Juli, 2013

Page 26: Majalah Compact Edisi 2

Inside

M enjaga akuntabilitas keuangan dan kinerja di berbagai instansi adalah keniscayaan. Tak

terkecuali di Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) yang ten-gah melaksanakan program Compact di Tanah Air. Slamet Soedarsono, Inspektur Utama Kementerian Per-encanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengusulkan metodologi Control Self Assessment (CSA) sebagai

bagian dari upaya risk management. Slamet meyakini jika metodologi yang diakui International Internal Audit ini dapat menjaga input, process, outcome, maupun impact program Compact. “Kepercayaan dari develop-ment partner perlu kita jaga dengan memastikan akuntabilitas prosesnya,” kata Slamet saat menerima Tim Redaksi Compact di ruang kerjanya di Bappenas pada akhir Juni 2013 lalu.

Apa sih sebenarnya wewenang Inspektorat Utama di Bappenas?

Inspektorat adalah internal auditor. Semua lembaga memiliki internal auditor yang membantu pimpinan dalam memberikan jaminan kualitas (quality assurance), baik dari sisi keuangan maupun kinerja. Oleh karena itu, Inspektorat Utama Bap-penas melakukan sequential audit berupa pre-audit, current audit, dan post audit. Zaman dulu, inspektorat biasanya hanya berfokus pada post audit. Menurut saya, post audit ini terlambat. Orang disalahkan setelah

Slamet Soedarsono:

CSA : Jalan Pintas Akuntabilitas

BAPPENAS-Purwanta BS

26 Juli, 2013

Page 27: Majalah Compact Edisi 2

semua terjadi. Dengan cara sequen-tial audit ini, kami sudah melakukan review sejak tahap perencanaan.

Hasilnya?Proses yang dirintis di Bappenas

sejak 2009 ini membuahkan hasil menggembirakan. Kinerja keuan-gan Bappenas, Alhamdulillah, memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 4 tahun berturut-turut.

Dan apa peran Inspektorat dalam pengelolaan hibah dari negara lain?

Pada umumnya, setiap perjanjian hibah selalu ditentukan siapa yang akan menjadi auditor. Biasanya

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Kantor Akuntan Publik. Inspektorat Utama tidak memiliki otoritas untuk melaku-kan audit.

Namun Inspektorat memiliki peluang melakukan review dari setiap pengelolaan hibah di lingkup Bappenas. Hal ini dilakukan agar meminimalisir potensi risiko yang akan muncul. Kami sangat bersyukur, Menteri dan Wakil Menteri Perenca-naan Pembangunan Nasional sangat mendukung kegiatan review yang dilakukan Inspektorat ini.

Lantas bagaimana peran Ins­pektorat Utama dalam Program Compact?

Program Compact ini sangat ber-beda dengan pengelolaan hibah lain-nya. Banyak sekali kekhususan dalam program Compact. Struktur desain proyeknya unik. Sementara Entry into Force baru dimulai sejak 2 April 2013, tentu saja masih butuh proses. Kita akan menyampaikan usulan langkah

quality assurance kepada Majelis Wali Amanat terlebih dahulu.

Memangnya usulan apa yang hen-dak disampaikan agar program Com-pact ini dapat berjalan akuntabel?

Nanti kita akan mengusulkan sema-cam risk management. Bagaimana risiko itu dideteksi sejak awal, baik yang berhubungan dengan keuangan maupun kinerja. Langkah awalnya ialah melaksanakan metodologi Con-trol Self Assessment.

Metodologi CSA ini dimulai den-gan pembahasan risiko oleh seluruh stakeholder, disusun daftar risiko, dibuat peringkat risiko, kemudian dirumuskan bersama aktivitas pen-gendaliannya.

Seandainya metodologi ini dilak-sanakan sepenuhnya, saya punya keyakinan, Insya Allah, input, process, outcome, maupun impact dapat terjamin. Dengan demikian diharapkan program Compact dapat mencapai tujuan yang direncanakan dan akuntabilitasnya tetap terjaga. n

PROGRAM COMPACT INI SANGAT BERBEDA DENGAN DANA-DANA HIBAH LAINNYA. BANYAK SEKALI KEKHUSUSAN DALAM PROGRAM COMPACT. STRUKTUR DESAIN PROYEKNYA UNIK.

Dok.BAPPENAS

B adan Perencanaan Pemba-ngunan Nasional (Bappenas) menggelar diskusi dengan Millennium Challenge Cor-

poration (MCC) di Amerika Serikat, pada 17-18 Juni 2013 lalu. Diskusi

yang membahas mengenai mekanisme penyaluran keuangan beserta sistem pelaporannya, risk assesment, dan sistem audit itu bertujuan untuk lebih memahami potensi risiko atas pelak-sanaan hibah MCC.

Tim Bappenas yang diketuai Slamet Soedarsono, Inspektur Utama, akan melanjutkan diskusi di waktu mendatang dengan topik close-out (penyelesaian dan masa berakhirnya program Compact), lembaga pe nge-lola penerus program compact, sus-tainability, outcome assesment untuk masyarakat penerima manfaat hibah MCC serta asset management.

Diskusi lanjutan dengan negara lain penerima program compact juga sa ngat diperlukan khususnya negara yang telah melaksanakan close-out. Oleh karena, memahami potensi risiko dan mitigasi lebih awal menjadi sangat penting.

n

Pahami Potensi Risiko, Bappenas-MCC Gelar Diskusi

27Juli, 2013

Page 28: Majalah Compact Edisi 2

Inside

S ebagai tindak lanjut dari kesepakatan Kemitraan Kom-prehensif Indonesia-Amerika Serikat yang diluncurkan pada

November 2010, maka selang setahun kemudian lahirlah program Compact Millennium Challenge Corporation (MCC).

Melalui program Compact tersebut, MCC menyediakan dana hibah sebe-sar USD 600 juta bagi Indonesia untuk melaksanakan tiga proyek yang unik dan inovatif.

“Bagi Pemerintah AS, Compact ini sangat penting karena merupakan program kerja sama bilateral yang didesain untuk memberikan manfaat

nyata bagi masyarakat Indonesia,” kata Troy Wray, Indonesia Resident Country Director MCC.

Mengapa Amerika memilih Indonesia sebagai negara pene­rima hibah?

Pada tahun 2008 Indonesia terpilih oleh Dewan Pengurus MCC untuk menyusun Program Compact setelah berhasil memenuhi kriteria persyaratan kami. Kriteria ini diterapkan di lebih dari 70 ne gara calon penerima setiap tahun dan hanya beberapa yang dipilih untuk menyusun Program Compact. Proses seleksinya transparan dan dilaksanakan berdasarkan beberapa indikator dari pihak ketiga. Berbagai indikator,

mekanisme dan hasil penilaian setiap negara calon penerima dipublikasikan dalam situs web kami di www.mcc.gov.

Adakah motif politik atau ekonomi terhadap program ini?

Motivasi dari Program Compact adalah untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia melalui pertumbuhan ekonomi. Misi MCC memfokuskan pada pening-kat an pendapatan masyarakat miskin agar mereka dapat berperan serta secara aktif dalam pembangunan ekonomi.

Rasa memiliki dari negara penerima Compact adalah prinsip utama MCC. Apabila suatu negara tidak merasa memiliki prioritas pembangunannya, apalagi sejak awal, dan tidak merasa bertanggung-jawab terhadap pelak-sanaan dan hasil pembangunannya, maka program ini tidak akan berkelan-jutan setelah kurun waktu 5 tahun berakhir dan manfaat bagi masyarakat Indonesia juga akan terhenti.

Apa peran dan kontribusi MCC Indonesia dalam imple­mentasi program Compact yang dijalankan MCA­I?

Peran Tim MCC Indonesia sebagai wakil dari MCC pusat di Indonesia adalah untuk memastikan bahwa pelaksa-naan program ini sesuai dengan kesepa-katan dalam Perjanjian Compact yang ditandatangani oleh kedua negara kita. Dana untuk program ini berasal dari para pembayar pajak di Amerika Serikat (dan digunakan untuk pelaksanaan program bersama dengan dana pendamping dari para wajib pajak di Indonesia), sehingga sangat penting bagi kami sebagai wakil dari Pemerintah AS untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai dengan tujuannya.

Lantas, apa harapan MCC Indonesia terhadap program Compact ini?

Tujuan kedua negara kita dalam Pro-gram Compact ini besar dan ambisius. Banyak tugas dan kegiatan yang harus dilakukan dalam 5 tahun ke depan. Harapan kami adalah kita akan mampu mempertahankan komitmen dan kese-pakatan bersama, dan bekerja keras bahu-membahu setiap hari untuk mem-buat program ini menjadi kenyataan. n

Wujudkan Program Jadi Kenyataan

Troy WrayBA

PPEN

AS-M

oekt

i Arie

bow

o

28 Juli, 2013

Page 29: Majalah Compact Edisi 2

Keberhasilan penyelenggaraan kegiatan program Green Pro-sperity (Kemakmuran Hijau)

tak dapat dilepaskan dari peranan para pemangku kepentingan (multi-stake-holders) di daerah terkait.

Oleh karena itu, Millennium Chal-lenge Account-Indonesia (MCA-I) menggelar Multi-Stakeholders Forum pertama di Kabupaten Merangin, Jambi pada 15-16 Mei 2013 lalu. Acara serupa digelar pula di Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Mamasa, dan Kabupaten Mamuju.

Kegiatan yang melibatkan berbagai instansi di daerah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, organisasi berbasis masyarakat serta mitra-mitra pembangunan itu dilakukan untuk menjaga akuntabilitas, transparansi, dan membangun rasa memiliki dalam pelaksanaan Kemakmuran Hijau. n

Multi-Stakeholders Forum Pertama Digelar di Merangin

Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) telah bersepakat dengan

Bank Dunia sebagai Administratur

PSF, akan menyediakan dukungan pendanaan bagi pelaksanaan proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Mas-yarakat melalui PNPM Generasi.

Sebagai tindak lanjut dari perjanjian tersebut, Bank Dunia telah menyam-paikan permintaan dana (invoice) yang pertama kepada MCA-I pada 6 Mei 2013 lalu.

Atas permintaan Bank Dunia terse-but, MCA-I juga sudah melakukan proses transfer dana sebesar 22,4 juta dolar Amerika kepada Bank Dunia dan PSF untuk pelaksanaan PNPM Generasi. Transfer dana itu ditan-datangani oleh J.W Saputro, Direktur Eksekutif MCA-I dan Hari Kristijo, PPK Pengelola Hibah MCC, Bappenas.

Dana yang dialokasikan oleh MCA Indonesia, selanjutnya akan diterus-kan kepada Kementerian Dalam Negeri sebagai executing agency dari Program PNPM Generasi. Diharap-kan dana yang sudah ditransfer tersebut dapat segera diproses admi-nistrasinya, agar dapat digunakan untuk membiayai kegiatan. Targetnya adalah pada tahun 2014 dana tersebut sudah bisa diakses oleh masyarakat sesuai dengan mekanisme pendanaan PNPM Generasi.

n

Transfer Dana Pertama Pelaksanaan PNPM Generasi

Event

BAPPENAS-Purwanta BS

BAPP

ENAS

-Pur

wan

ta B

S

29Juli, 2013

Page 30: Majalah Compact Edisi 2

Procurement Modernization

P embangunan infrastruktur seperti telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, bandara, air minum, sanitasi, ketenagalis-

trikan, dan sebagainya, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pemerintah sadar, tak mungkin membiayai semua pembangunan infrastruktur itu sendi-rian. Oleh karenanya, kegiatan Public

Private Partnership (PPP) sangatlah diperlukan.

Sejatinya, pada awal 1990-an, Indo-nesia mulai memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk berpar-tisipasi dalam pengembangan sektor infrastruktur, meski memang masih terbatas pada infrastruktur ekonomi.

Namun pada perkembangannya,

kerangka kerja pelaksanaan PPP di Indonesia kini sudah dilengkapi dengan pedoman manual operasional di setiap sektor sebagai aturan dan prosedur pelaksanaan sesuai dengan Perpres 67/2005 sebagaimana telah diubah dengan Perpres No 13/2010 dan Perpres 56/2011 dan kerangka peraturan PPP lainnya yang terkait.

Kesuksesan program PPP telah jelas dapat dipahami serta kebijakan dan pedomannya terdokumentasi. Kebijakan dan pedoman disusun menyesuaikan dengan peraturan yang

Upaya Meningkatkan Transparansi dan Kompetisi

Program PPP ini bertujuan agar sistem pengadaan dapat lebih kompetitif, transparan, terbuka, dan adil.

BAPPENAS-Purwanta BS

30 Juli, 2013

Page 31: Majalah Compact Edisi 2

berlaku untuk sektor di masing-masing lembaga pelaksana.

Namun sayangnya, urusan meli-batkan pihak swasta tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Mengingat proses pengadaan harus berlangsung adil, terbuka, transparan, dan kompetitif.

Sementara itu, kapasitas birokrasi dalam pelaksanaan proyek-proyek PPP dinilai masih menjadi tantangan besar. Ada beberapa aspek masalah, terutama berkaitan dengan perubahan pola pikir dari para pejabat. Bahwa peran pemerintah telah berubah dari penyedia langsung infrastruktur dan layanan kini menjadi peran fasilitor

dan manajer dalam satu waktu.Pada tingkat yang lebih praktis,

implementasi PPP memiliki masalah utama, yaitu pejabat pemerintah masih dianggap kurang memiliki keterampi-lan teknis yang diperlukan.

Dari permasalahan yang ada tersebut, Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) lewat proyek Procurement Modernization mencoba fokus pada pengembangan ka -pasitas kelembagaan terkait.

Ruang lingkup pelaksanaan proyek Procurement Modernization terbagi dalam dua tahapan. Tahap pertama, penyusunan guidelines, standard bidding documents, dan toolkits dan tahap kedua melakukan diseminasi Guidelines, Toolkits, dan Standard Bidding Documents.

Sampai sejauh ini, berbagai persia-pan program untuk PPP telah dilaku-kan, seperti menyusun Draft Imple-menting Plan yang terdiri dari rencana

kerja selama 5 tahun ke depan, rencana pengadaan selama 5 tahun program berjalan, sampai pada rencana ke -uangan selama 5 tahun program.

Sedangkan dalam persiapan pelak-sanaan program PPP, desain program tor narasi rancangan program telah terbentuk, serta telah ditetapkannya kebutuhan per tiga bulan untuk Sub Komponen PPP, termasuk pengadaan dan pendanaannya.

Pada tahun ini diharapkan sudah memasuki tahap finalisasi rencana implementasi, finalisasi narasi ran-cangan program PPP, dan melengkapi dokumen program lainnya, serta men-gadakan konsultan.

Karena dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparansi dan kompetisi, diharapkan pemerintah dapat memperoleh harga pasar yang terendah (lowest market prices) dan dapat meningkatkan penerimaan pu -blik terhadap proyek PPP itu sendiri. n

SEMENTARA ITU, KAPASITAS BIROKRASI DALAM PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK PPP DINILAI MASIH MENJADI TANTAN-GAN BESAR.

31Juli, 2013

Page 32: Majalah Compact Edisi 2

Procurement Modernization

K ebocoran rupanya tak terjadi di rumah saja saat musim penghujan tiba. Ternyata, ”kebocoran” bisa juga ter-

jadi pada pengadaan barang dan jasa pemerintah. Bahkan berdasarkan Laporan Tahunan Komisi Pemberan-tasan Korupsi Tahun 2012, , 37,81 % kasus korupsi berasal darai kegiatan

pengadaan (dihitung dari komulatif kasus korupsi dari tahun 2004 - sam-pai 2012). Pada tahun 2012 sendiri Kasus Korupsi Bidang Pengadaan menempati urutan II (11 Kasus) sete-lah Kasus Penyuapan (34 kasus)

Oleh karena pengorganisasian pengadaan barang dan jasa pemerin-tah yang dilakukan selama ini diang-

gap mempunyai beberapa kelemahan. Mulai dari kurang efisien, tidak ada keseragaman sistem/metode, sampai dengan kesulitan untuk melakukan pembinaan sumber daya manusia.

Untuk mengatasi kelemah-an-kelemahan model pengorganisa-sian pengadaan barang/jasa pemer-intah yang ada saat ini, sejatinya telah diamanatkan pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP). Paling lambat, tahun 2014 nanti, ULP sudah terbentuk di setiap Kementerian/

Perkuat Kapasitas ULPULP percontohan diharapkan jadi wahana untuk mendapatkan model ULP yang tepat nantinya.

BAPP

ENAS

-Ver

o Ar

dian

to

32 Juli, 2013

Page 33: Majalah Compact Edisi 2

Lembaga/Pemda/Instansi.Seiring dengan tekad pemerintah

tersebut, Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berupaya memodernisasi pengadaan melalui beberapa program, diantara-nya memperkuat kapasitas ULP.

Adapun tujuan program penguatan tersebut, yakni agar ULP mampu melaksanakan pengadaan dengan baik sesuai indikator kinerja yang ditetapkan bersama. Indikator yang

ditetapkan berupa: penghematan biaya, meningkatkan kualitas proses pengadaan, meningkatkan kompetisi dalam proses pengadaan, menjamin pengadaan yang tepat waktu, mening-katkan transparansi dalam proses pengadaan, dan menjamin bahwa proses pengadaan dilaksanakan de -ngan mengikuti peraturan dan perun-dangan yang ditetapkan.

Sebagai sebuah program yang terintegrasi dengan program peme-rintah, maka Program Compact tidak langsung secara massif dilaksanakan

di setiap ULP yang ada di Indonesia. Untuk mengadopsi Lesson Learned dan Best Practice dari penerapan kon-sep Penguatan ULP yang digagas oleh LKPP dalam Komponen Modernisasi Pengadaan, maka dilakukan secara bertahap (membuat roadmap) dari mulai pembentukan/ pemilihan ULP yang akan dijadikan pilot/percon-tohan sampai dengan mentoring, pelatihan dan penguatan kelem-bagaan dari ULP itu sendiri.

Ada beberapa tahapan dalam rangka penguatan kapasitas ULP tersebut. Tahap pertama, memilih 30 ULP Pilot sebagai Eksperimentasi untuk mendapatkan model-model ULP yang ideal dan mendapatkan feedback untuk memperbaiki model ULP Percontohan dan untuk mem-berikan masukan kepada program pelatihan.

Pada tahap kedua, kegiatan pro-gram Procurement Modernization yang akan dilakukan MCA-I itu adalah menyebarluaskan model ULP yang tepat untuk berbagai kondisi di Indonesia dan melakukan pelatihan staf ULP dalam jumlah yang memadai untuk seluruh ULP di Indonesia.

Upaya pembentukan ULP percon-tohan tersebut bukanlah tidak ada tujuannya. ULP percontohan nantinya diharapkan dapat menjadi wahana untuk mendapatkan model ULP yang tepat untuk keberagaman jenis organ-isasi, keberagaman kapasitas SDM, dan tingkat kematangan organisasi.

Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas ULP Percontohan dan membangun komitmen daerah dalam pelaksanaan program Compact, maka diperlukan sebuah kesepahaman antara ULP yang akan menjadi percontohan den-gan LKPP sebagai pelaksana. n

ULP PERCONTOHAN DIHARAP KAN DAPAT MENJADI WAHANA UNTUK MENDAPAT-KAN MODEL ULP YANG TEPAT UNTUK KEBERAGAMAN JENIS, KAPASITAS SDM, DAN TINGKAT KEMATANGAN ORGANISASI.

BAPPENAS-Vero Ardianto

33Juli, 2013

Page 34: Majalah Compact Edisi 2

Procurement Modernization

P erkembangan teknologi infor-masi, tanpa disadari, telah merangsek ke segala sendi kehidupan. Tanpa disadari

pula, teknologi informasi juga telah meretas jarak dan waktu. Orang dapat terhubung kapan saja dan di mana saja hanya melalui teknologi yang

berkembang pesat saat ini.Perkembangan teknologi informasi

itu pun kini sudah dimanfaatkan dalam sistem pengadaan barang dan jasa. Namun sistem pengadaan berbasis teknologi informasi masih dirasakan kurang memegang peranan hingga sampai saat ini.

Padahal, melalui sistem berbasis teknologi itu pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah dapat berjalan secara lebih secara lebih efektif dan efisien dan mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka, dan berlaku adil bagi semua pihak.

Satu Cara Efisiensi Belanja

Pentingnya e-catalog dalam sebuah sistem pengelolaan pengadaan.

Foto-foto: BAPPENAS-Vero Ardianto

34 Juli, 2013

Page 35: Majalah Compact Edisi 2

Oleh karenanya, Millennium Challe nge Account-Indonesia (MCA-I) telah merancang berbagai program Procurement Modernization ber-sama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Salah satunya mengadakan sistem manajemen informasi pengadaan berupa e-catalog untuk membantu Unit Layanan Pengadaan, baik di tingkat kementerian maupun lembaga agar profesional, efektif, efisien, dan transparan.

Pada dasarnya, sistem pembelian berdasarkan katalog elektronik (e-ca-talog) merupakan perluasan dari fungsi sistem e-procurement. Sistem e-catalog ini merupakan fungsi yang penting untuk sistem pengadaan dan akan mempersingkat berbagai hambatan administratif dan mengu-

rangi biaya transaksi terkait dengan pembelian barang dan jasa komersial yang bersifat rutin, misalnya saja pembelian alat tulis kantor.

Selain itu, kegiatan ini juga meng-upayakan mengembangkan sebuah katalog untuk penyediaan berbagai barang farmasi dan medis yang ber-sifat rutin. Melalui sistem ini diha-rapkan dapat mengurangi pembelian dalam jumlah besar yang membu-tuhkan penyimpanan yang biasanya dilakukan untuk menghindari penga-daan yang berulang-ulang.

Penyimpanan dan pembelian dalam jumlah yang besar tersebut biasanya membutuhkan biaya. Selain itu dapat pula menyebabkan terjadinya kerusa-kan barang yang akhirnya tidak dapat dimanfaatkan. Dengan adanya sistem ini diharapkan hal tersebut dapat

dihindari dan terjadi efisiensi.Sebelum sebuah sistem e-catalog

dibangun, perlu dikembangkan terle-bih dahulu prosedur pengadaan dan dokumen penawaran yang standar untuk sebuah kerangka kontrak de ngan jumlah barang yang tidak ter-batas serta jumlah transaksi pengiri-man barang yang tidak terbatas pula.

Sistem pembelian berdasarkan katalog ini sangat berbeda dengan pengadaan secara tradisional. Sis-tem e-Catalog mengubah hubungan antara pembeli dan penjual, perluasan program ,dan pengembangan kapa-sitas baik dari pemerintah maupun penyediaan barang/jasa menjadi komponen yang penting dalam kegia-tan ini.

Sampai sejauh ini, penerapan sistem katalog elektronik yang telah dipersiapkan berupa kegiatan perancangan, klasifikasi pengadaan, pengintegrasian, pemilihan, dan seleksi vendor. Kemudian akan dilanjutkan pada kegiatan implementasi tipe e-catalog. Dan yang terakhir adalah kegiatan mengunggah (upload) e-catalog tersebut di LKPP.

Dengan demikian kegiatan penambahan e-catalog tersebut diharapkan secara sig-nifikan dapat pula mempercepat pelaksa-naan e-Government Procurement LKPP. n

SISTEM PEMBELIAN BERDASARKAN KATALOG INI SANGAT BERBEDA DENGAN PENGADAAN SECARA TRADISIONAL.

35Juli, 2013

Page 36: Majalah Compact Edisi 2

Health & Nutrition

M enyandang predikat sebagai negara dengan memiliki anak pendek terbanyak kelima setelah India, China, Nigeria, dan Paki-stan bukanlah sebuah predikat yang membanggakan. Predikat tersebut justru sangatlah mengenaskan.

Tapi apa mau dikata. Memang begitulah kenyataannya. Berdasarkan data yang dilansir RISKESDAS tahun 2010, prevalensi anak pendek (stunting) di Indonesia sebesar 35,6 persen. Artinya, 1 dari 3 anak di Indonesia mempunyai tinggi badan di bawah standar dari usianya.

Dari 33 provinsi yang ada, 16 di antaranya mempunyai prevalensi anak pendek berada di atas rata-rata nasional. Provinsi dengan angka prevalensi anak pendek terbesar adalah Provinsi Nusa Tenggara, yaitu 58,4 persen, disu-

Predikat Memalukan Itu Harus Dienyahkan

Tingginya angka prevalensi anak pendek di Indonesia sangatlah mengkhawatirkan.

BAPPENAS-Purwanta BS

36 Juli, 2013

Page 37: Majalah Compact Edisi 2

sul Provinsi Papua Barat 49,2 persen, Nusa Tenggara Barat 48,3 persen, dan Sumatera Utara 42,3 persen.

Tingginya angka prevalensi anak pendek memang mengkhawatirkan. Karena anak pendek, bukan tampak dari sisi fisik saja, tetapi menggambar-kan adanya masalah gizi kronis yang diderita oleh anak.

Pemerintah menargetkan angka prevalensi anak pendek menurun dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi kurang dari 32 persen pada tahun 2015. Sementara itu, dalam jangka panjang hingga tahun 2025, Pemer-intah menargetkan prevalensi anak pendek dapat turun hingga 40 persen.

Untuk mencapai target yang telah ditetapkan tersebut, Pemerintah jelas mengoptimalkan berbagai sumber daya yang tersedia, baik dengan menggunakan dana Pemerintah maupun bantuan dari pihak luar. Dari pihak eksternal, salah satunya melalui program Hibah Millennium Challenge Corporation (MCC) yang dilakukan Millennium Challenge Account-Indo-nesia (MCA-I).

Adapun target yang hendak dicapai; mengurangi dan mencegah anak lahir dengan berat badan kurang (low birth weight), anak pendek (stunting), kekurangan nutrisi (malnourishment) pada anak-anak di lokasi proyek dan meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui pengurangan pengelu-aran (cost savings), peningkatan pro-duktifitas (productivity growth), dan pendapatan yang lebih tinggi (higher lifetime earning).

Adapun target yang hendak dicapai lewat Proyek Kesehatan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) itu, MCA-I akan jalan bareng dengan PNPM Gen-erasi Sehat dan Cerdas yang sudah berlangsung selama ini.

Dan untuk mencapai tujuan terse-but, PKGBM akan melakukan pem-berdayaan masyarakat yang dilakukan melalui pemberian block grant, pelak-sanaan perencanaan partisipatif, dan pendampingan kepada masyarakat.

Selain itu, PKBM juga akan melaku-kan peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan melalui peningkatan ka -pasitas tenaga kesehatan melalui pela-tihan, penyediaan alat kesehatan dan gizi mikro bagi anak usia 6-24 bulan dan ibu hamil, pelibatan pihak swasta dalam penyediaan gizi mikro, melaku-kan pemicuan sanitasi dan perilaku hidup sehat, serta pemberian insentif bagi tenaga kesehatan.

Kegiatan kampanye pun dilakukan guna meningkatkan kesadaran ma -syarakat, pihak swasta pemerintah dan para pengambil kebijakan tentang pentingnya upaya untuk menga-

tasi anak pendek. Kampanye akan dilakukan mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa melalui berbagai media.

PKBM tentunya akan mengelola pelaksanaan proyek setiap hari dan memantau pencapaian target serta melakukan evaluasi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Dengan kegiatan itu, diharapkan Indonesia tidak lagi menyandang pre-dikat sebagai negara dengan memiliki anak pendek terbanyak. n

KEGIATAN KAMPANYE PUN DILAKUKAN GUNA MENINGKATKAN KESADARAN MA SYARAKAT, PIHAK SWASTA PEMERINTAH DAN PARA PENGAMBIL KEBIJAKAN TENTANG PENTINGNYA UPAYA UNTUK MENGATASI ANAK PENDEK.

BAPP

ENAS

-Pur

wan

ta B

S

BAPP

ENAS

-Bay

u Aj

i

37Juli, 2013

Page 38: Majalah Compact Edisi 2

Health & Nutrition

Pemilihan lokasi menjadi salah satu bagian penting agar proyek berjalan tepat sasaran.

Tepat Membidik Sasaran

Rusa ditembak, kijang yang kena. Peribahasa Melayu itu sering diungkapkan ketika suatu maksud atau tujuan yang hendak disampaikan terkadang tidak diterima dengan benar.

Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam arus yang sama, Proyek Kesehatan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) yang akan digelar Millennium Challenge Account-Indonesia (MCA-I) itu benar-benar akan membidik sasaran dengan tepat.

BAPPENAS-Purwanta BS

38 Juli, 2013

Page 39: Majalah Compact Edisi 2

Sasaran utamanya mengarah pada perbaikan asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan manusia yang dibagi dalam 2 periode, yaitu 280 hari masa kehamilan dan 2 tahun setelah dilahirkan. Dari periode tersebut, maka muncullah kelompok sasaran utama dari proyek ini: Ibu Hamil dan anak usia 0-24 bulan.

Di samping itu, proyek juga men-yasar kelompok-kelompok lain yang mempunyai pengaruh bagi upaya mengatasi stunting baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah dan pihak swasta.

Sementara dalam pemilihan lokasi proyek, PKGBM dipilih dengan menggunakan beberapa tahapan dan kriteria yang jelas. Lokasi proyek kabupaten, misalnya, dipilih karena mempunyai lebih dari 40 persen kecamatan yang masuk dalam 1.000 kecamatan paling rendah.

Begitu pula saat menentukan pemi-lihan provinsi. PKGBM menetapkan provinsi tersebut yang memiliki prevalensi stunting di atas rata-rata nasional.

Atas dasar kriteria tersebut, maka PKGBM akan melaksanakan di 500 Kecamatan yang tersebar di 64 Kabu-paten dan 11 Provinsi. Keseluruhan lokasi tersebut merupakan lokasi PNPM Generasi Sehat dan Cerdas.

Adapun kesebelas provinsi yang menjadi lokasi proyek sebagai berikut: Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Teng-gara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Kalimantan Ten-gah, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan.

Pada tahapan pelaksanaan program, proyek akan dibagi dalam 3 tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Tahapan persiapan mulai dilakukan sejak tahun 2010 hingga tahun 2013. Tahap persiapan ini meliputi penyusunan desain proyek, pemilihan lokasi, sampai pada proses pengadaan barang dan jasa untuk mendukung kegiatan proyek.

Proses persiapan dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja (Technical

Working Group) Kesehatan yang terdiri dari Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Selain itu, pihak lain yang terlibat pada proses ini adalah Bank Dunia dan PNPM Support Facility (PSF).

Sedangkan pada tahap pelaksa-naan nantinya, PKGBM akan mulai dilaksanakan pada akhir tahun 2013 hingga akhir tahun 2017. Pelaksanaan kegiatan meliputi kegiatan yang ada dalam seluruh komponen proyek, yaitu Demand Side Activity, Supply Side Activity, Komunikasi dan Moni-toring.

Sedangkan tahap evaluasi dan pelaporan diperlukan untuk men-getahui pencapaian tujuan proyek. Maka berdasarkan rencana, evaluasi akan dilakukan pada 2 tahun terakhir pelaksanaan proyek, yaitu tahun 2017 dan 2018.

Hasil evaluasi tersebut kemudian akan menjadi bahan laporan akhir yang disusun oleh MCA-I. Laporan akan disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dan MCC. Tentunya dihara-pkan hasil laporan tersebut sudah tepat sasaran seperti yang sudah direncanakan sebelumnya.

n

TAHAPAN PERSIAPAN MULAI DILAKUKAN SEJAK TAHUN 2010 HINGGA TAHUN 2013. TAHAP PERSIAPAN INI MELIPUTI PENYUSUNAN DESAIN PROYEK, PEMILIHAN LOKASI, SAMPAI PADA PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN PROYEK.

BAPPENAS-Purwanta BS

Dok.BAPPENAS

39Juli, 2013

Page 40: Majalah Compact Edisi 2

Event

Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasi-onal/Wakil Kepala Bappenas selaku Ketua Majelis WaIi Amanat (MWA) MCA-Indonesia,

Lukita Dinarsyah Tuwo, menandatangani Implementation Letter Entry Into Force (EIF) Program Compact di Bappenas pada 2 April 2013 lalu.

“Semangat kerjasama kemitraan Indonesia dengan Ame-rika Serikat tercermin dari program Compact ini. Proses menuju Entry Into Force sangatlah panjang dan melelahkan. Semoga rakyat dapat menikmati bantuan ini, baik secara langsung maupun tidak,” kata Lukita.

Penandatanganan tersebut disaksikan Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Kristen F. Bauer, Resident Country Director MCC untuk Indonesia Troy Wray serta perwakilan Anggota MWA MCA-Indonesia. Vice President Department of Compact Operation MCC, Patrick C. Fine yang berada di Washington DC, Amerika, juga menyaksikan penandatanganan itu melalui teleconference. n

Jalinan kemitraan antara Indo-nesia dan Amerika melalui program Compact bertujuan

sangat penting untuk mengentaskan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Demikian disampaikan Scot Marciel, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia dalam acara pere-smian Pelaksanaan Program Compact di Jakarta, 24 April 2013.

Sementara itu, Lukita Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas yang didampingi J.W Saputro, direktur eksekutif MCA-I

mengatakan, berapapun dana yang diberikan, kita harus mengupayakan program Compact ini dapat berman-faat bagi masyarakat Indonesia.

Acara peresmian di US Commercial

Center, Gedung Metropolitan II itu dihadiri pula Yogana Prasta, per-wakilan dari World Bank, Majelis Wali Amanat MCA-I, dan sejumlah awak media massa. n

Penandatanganan Implementation Letter EIF

Peresmian Pelaksanaan Program Compact

BAPPENAS-Purwanta BS

BAPP

ENAS

-Pur

wan

ta B

S

40 Juli, 2013

Page 41: Majalah Compact Edisi 2
Page 42: Majalah Compact Edisi 2