madre: ibu dan roti

Download Madre: Ibu dan Roti

If you can't read please download the document

Upload: ingeu-widyatari-heriana

Post on 05-Dec-2014

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pengkajian Teater Indonesia

TRANSCRIPT

Madre: Ibu dan RotiDiajukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Pengkajian Teater Indonesia Dosen Pembina Djarlis Gunawan, M.Hum

Ingeu Widyatari Heriana 180110110055 Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

2013

Madre: Ibu dan Roti

Tiap-tiap karya yang lahir pada suatu zaman ke lingkungan masyarakat selalu membawa pesan untuk masyarakatnya sebagai penikmat. Demikian yang terjadi pada karya Madre

ciptaan sutradara Benni Setiawan sebagai sebuah fim hasil dari ekranisasi novel Madre karya pengarang Dewi Lestari (Dee). Karya yang muncul merupakan sama sekali cerminan kehidupan memberikan pesan kepada masyarakat melalui bentuk seni yang berbeda. Benda ekranisasi yang menghibur sangat dekat dan akrab dengan kehidupan sehingga mudah memasukkan pesan kepada pemikiran masyarakat dan mudah dipahami sehingga dapat diterapkan dan dijadikan pelajaran. Madre menyampaikan gagasan dan pesan moral kepada penikmatnya melalui benda-benda penting dalam alurnya. Melalui topik utama dalam film ini, sang sutradara menyampaikan nilai-nilai kehidupan. Cerminan realitas diciptakan Benni Setiawan untuk meraih cita-citanya yang terpendam berupa simbol-simbol konkret dalam kehidupan. Garis-garis besar dalam sebuah karya, khususnya kali ini adalah film, judul Madre memberikan makna-makna melalui alurnya. Apakah Madre itu? Madre secara etimologi berasal dari latin mtre, ablatif tunggal (singular ablative of) mter (mother, matron), matris digunakan dalam bahasa Spanyol memiliki arti ibu. Maka, dalam film Madre ada benda-benda utama dalam alur ini, yaitu ibu dan roti. Melalui alur, disampaikan bahwa antara ibu dan roti memiliki hubungan makna. Biang roti (ibu roti) yang merupakan warisan keluarga tokoh Tansen (Vino G. Bastian) dapat diartikan sebagai ibu, biang, induk, dasar, cikal bakal yang melahirkan kisah cinta dan kesuksesan Tansen dan Mei (Laura Basuki). Dari sebuah biang roti kedua tokoh tersebut akhirnya bisa membuat keputusan penting dalam hidupnya. Biang roti menghasilkan roti-roti yang kemudian memunculkan konflik pertemuan tokoh-tokoh utama Tansen dan Mei,

kedekatan intens Tansen dan Mei lantas kesuksesan toko roti Tan De Bakker hasil dari kerja sama kedua tokoh tersebut. Dapat dikatakan bahwa madrelah sebagai induk munculnya konflik dalam Madre yang memberikan pesan kepada penonton.

Melalui tokoh utama, Tansen, dapat diambil pelajaran bahwa penonton hendaknya menghargai keluarga walaupun mereka sudah tidak ada, tidak bersama lagi. Melalui tokoh Tansen juga penonton dapat mengambil pelajaran untuk memanfaatkan keahlian yang dimiliki tiap individu demi orang lain sehingga berguna untuk lingkungan hidup. Memilih sebuah keputusan dengan bijaksana tanpa merugikan pihak lain, menentukan prioritas didasari dengan akal sehat dan hati nurani, keteguhan hati tanpa mengabaikan masa lalu, dan meyelaraskan masa lalu dengan masa depan menjadi tujuan hidup. Hal tersebut yang dilakukan Tansen mempertahankan warisan keluarganya. Ia melaksanakan amanat dengan mempercayakan pada orang yang baru ia kenal baik dalam hidupnya. Melaksanakan kerja sama dengan orang yang ingin membantu kita, maka ciptakanlah hubungan yang baik dengan akal sehat. Melalui tokoh Pak Hadi dapat diambil pelajaran secara implisit melalui dialog yang disampaikannya, Laki-laki tidak berdaya tanpa wanita. Itu kutukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa makna Madre di sini sebagai ibu berperan penting. Dalam alur tersebut, tersampaikan bahwa Tan De Bakker dan para penggeraknya tidak bisa berjalan tanpa bantuan Mei. Maka, di sinilah benda ibu dan roti sebagai topik utama. Wanita yang bersikeras ingin memperkaryakan madre, si biang roti, menjadi sesuatu yang berkembang mampu menghidupi banyak orang lantas menyukseskan Tan De Bakker dengan niat yang sangat baik. Namun, ada hal yang berbeda dalam film dengan novelnya, Madre. Dalam novel, Pak Hadi (Dipi Petet) berkarakter sebagai pria Jawa, tetapi dalam film sebagai pria Sunda. Hal tersebut dilakukan Benni Setiawan untuk meyelaraskan latar tempat utama, Bandung, dengan logat yang digunakan. Karena Pak Hadi menetap di Bandung, karakter kuat muncul dengan dialek yang digunakan sama sekali khas Bandung memberikan kesan komedi dalam Madre. Diberlakukan demikian juga dengan maksud untuk kepentingan kejutan bagi penonton.