machiavelli

7
MEMBACA IL PRINCIPLE , MEMAHAMI MACHIAVELLI Dalam pengantar buku Il Principle (1513) Machiavelli menulis: Sudahlah hal yang lumrah bagi mereka yang ingin memenangkan hati seorang Pangeran harus menawarkan kepadanya hadiah-hadiah yang merupakan harta mereka yang paling berharga, harta yang mereka ketahui akan di disukai sang Pangeran… …dengan kerja keras saya yang terbesar, saya telah mempertimbangkan dan meneliti apa yang dilakukan orang-orang hebat, dan sekarang saya mempersembahkan hasil kerja kepada Yang Mulia, yang saya tulis dalam sebuah tulisan yang singkat. Sudah menjadi salah satu ambisi saya untuk meneliti karya-karya klasik dari Lao Tzu, Aristoteles, Carl Menger, Immanuel Kant, Newton, La Boetie, Adam Smith dan tidak luput ialah karya Niccolo Machiavelli ini. Karena keterbatasan risalah klasik dalam bidang politik, ulasan kali ini kita tidak akan melihat buku Il Principle dalam perspektif moral. Tapi kita akan melihat Il Principle sebagai sebuah buku pedoman bagi individu-individu yang berhasrat meraih kekuasaan politik . Dalam membaca Il Principle, saya tidak ubahnya seperti membaca buku Napoleon Hill, Tung Desem Waringin, dan Jimi Ps Lim dalam meneliti bagaimana orang-orang super tajir mencapai kekayaan ekonomi . Bagi saya Machiavelli tidak berbeda jauh dengan mereka Na poleon Hill , karena Machiavelli juga meneliti

Upload: cheyennelea

Post on 08-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

philosophy of machiavelii

TRANSCRIPT

Dalam pengantar buku Il Principle Machiavelli menulis:

MEMBACA IL PRINCIPLE, MEMAHAMI MACHIAVELLI

Dalam pengantar buku Il Principle (1513) Machiavelli menulis:Sudahlah hal yang lumrah bagi mereka yang ingin memenangkan hati seorang Pangeran harus menawarkan kepadanya hadiah-hadiah yang merupakan harta mereka yang paling berharga, harta yang mereka ketahui akan disukai sang Pangerandengan kerja keras saya yang terbesar, saya telah mempertimbangkan dan meneliti apa yang dilakukan orang-orang hebat, dan sekarang saya mempersembahkan hasil kerja kepada Yang Mulia, yang saya tulis dalam sebuah tulisan yang singkat.

Sudah menjadi salah satu ambisi saya untuk meneliti karya-karya klasik dari Lao Tzu, Aristoteles, Carl Menger, Immanuel Kant, Newton, La Boetie, Adam Smith dan tidak luput ialah karya Niccolo Machiavelli ini. Karena keterbatasan risalah klasik dalam bidang politik, ulasan kali ini kita tidak akan melihat buku Il Principle dalam perspektif moral. Tapi kita akan melihat Il Principle sebagai sebuah buku pedoman bagi individu-individu yang berhasrat meraih kekuasaan. Dalam membaca Il Principle, saya tidak ubahnya seperti membaca buku Napoleon Hill dalam meneliti bagaimana orang-orang super tajir mencapai kekayaan. Bagi saya Machiavelli tidak berbeda jauh dengan Napoleon Hill, karena Machiavelli juga meneliti bagaimana tindakan-tindakan penguasa-penguasa zaman dahulu meraih dan mempertahankan kekuasaan. Dalam awal bab Machiavelli lebih banyak menjelaskan tentang jenis-jenis dan sejarah jatuh-bangunnya pemerintahan. Dalam bagian awal bab dia membuka kalimat sebagai berikut:

Semua negara dan dominion yang memegang kekuasaan dan mengontrol manusia adalah berbentuk republik atau kerajaan. Kemudian dalam bab I-IV, Machiavelli lebih banyak mengulas sejarah kesuksesan dan kegagalan pemerintahan Prancis, Roma, Nepal, Turki, Yunani. Dalam mengamati setiap proses transisi kekuasaan, Machiavelli menarik kesimpulan yang brilian, yang apabila direnungkan masih relevan dengan kondisi sekarang. Karena semua masyarakatnya dengan sukarela mengganti pemimpin mereka, dengan harapan bahwa mendapatkan hidup yang lebih baik, maka karena harapan ini mereka berperang melawan para pemimpin mereka yang terdahulu. Namun selanjutnya mereka, seperti yang terbukti di sejarah, bukannya menjadi lebih baik, namun nasib mereka justru menjadi lebih buruk.Untuk mendapatkan jawaban mengapa manusia selalu suka dan rela untuk diperbudak kekuasaan---walaupun juga sering tidak sesuai dengan harapan itu sendiri---bukanlah menjadi tugas penjelasan Machiavelli---untuk pertanyaan ini akan kita ulas dalam The Politics of Obedience: The Discourse of Voluntary Servitude karya La Boetie (1552). Sekali lagi, tujuan Machiavelli hanya menunjukkan jalan bagi setiap penguasa untuk meraih kekuasaan.Semisal rekomendasi Machiavelli agar seorang Pangeran dapat memerintah dominion yang didudukinya: Ketika daerah-daerah yang telah dikuasai tersebut telah terbiasa dengan Undang-undang mereka, ada tiga cara untuk mempertahankannya (kekuasaan Anda). Yang pertama adalah dengan merampas hak milik mereka; kedua adalah untuk ke sana dan menetap di sana; ketiga adalah untuk memperbolehkan mereka hidup dengan Undang-undang mereka sendiri, berikan penghargaan kepada mereka, dan mendirikan sebuah pemerintahan di dalam negara tersebut, yang terdiri dari beberapa orang yang akan menjadi sekutu Anda dari dalam.Dalam penelitiannya, Machiavelli berpendapat bahwa untuk menjadi penguasa setidaknya membutuhkan keberuntungan dan usaha sendiri dengan menggunakan kemampuan diri. Tokoh-tokoh jaman dulu, menurut Machiavelli, yang mendapat kekuasaan kekuasaan karena usaha diri sendiri adalah Musa (Israel), Cyrus (..), Romulus (Roma), Theseus (Athena), sedangkan penguasa yang dikarenakan keberuntungan ialah penguasa yang mendapat kekuasaannya berasal dari keturunan atau pemberian ayahnya.Selain itu ada cara lain selain kekuasaan yang berasal dari keberuntungan ataupun kemampuan diri, yaitu melalui kelicikan dan melalui bantuan teman-teman. Dalam bagian ini dia merekomendasikan:Membunuh sahabat seperjuangan, mengkhianati teman-teman sendiri, tidak memiliki iman, tidak memiliki rasa kasihan dan tidak memiliki agama; Kesemua hal ini tidak dapat digolongkan tindakan yang bermoral, namun metode-metode ini dapat memberikan kekuatan, namun bukan kemuliaan.Kemudian dia menambahkan:

Oleh karena itu, haruslah diingat bahwa dalam merebut kekuasaan sebuah negara, sang penguasa haruslah menjalankan rencana jahatnya seketika sehingga dia tidak harus mengulanginya lagi setiap saat, dan sebisa mungkin tidak melakukan perubahan-perubahan, meyakinkan rakyat kembali dan memenangkan suara mereka dengan memberikan keuntungan untuk mereka. Namun demikian, walaupun ada berbagai cara untuk dapat meraih kekuasaan. Tapi yang terbaik, menurut Machiavelli adalah kekuasaan yang didapat karena kemampuan diri sendiri dengan menyembunyikan tindakan-tindakan yang buruk. Dalam hal ini Machiavelli menulis:

dia harus selalu berhati-hati dalam mempercayai dan bertindak, dia juga tidak boleh takut akan bayangannya sendiri, dan harus berhati-hati dalam bertindak dan bijak, sehingga apabila dia terlalu percaya diri dia tidak dianggap tidak berhati-hati, dan apabila tidak memiliki kepercayaan kepada diri sendiri dia tidak dianggap tidak memiliki toleransi.Untuk itu dalam mempertahankan kekuasaannya, seorang Pangeran seharusnya memilih untuk ditakuti daripada dibenci.Dari hal ini muncul pertanyaan apakah lebih baik sang Pangeran dicintai ataukah ditakuti, ataukah dia harus ditakuti lebih daripada dicintai. Jawabannya adalah ini, bahwa dia harus dicintai dan juga ditakuti, namun karena kedua hal ini sulit berjalan berdampingan, maka lebih aman apabila sang raja lebih ditakuti daripada dicintai, apabila satu dari kedua hal ini harus dimiliki. Karena seringkali manusia secara umum disebut tidak tahu berterima kasih, munafik, tamak, takut akan bahaya; selama anda memberi keuntungan kepada mereka, harta mereka, hidup mereka, dan anak-anak mereka, dan seperti yang saya katakan sebelumnya, ketika tekanan dan bahaya mendekat, mereka memberontakOleh karena itu saya Menyimpulkan bahwa, sehubungan dengan rasa takut dan cinta, bahwa manusia mencintai dengan kehendak mereka sendiri, namun mereka takut atas kehendak pangeran mereka, dan bahwa seorang pangeran yang bijak harus bergantung pada apa yang ada dalam kekuasaannya dan tidak pada apa yang berada pada kekuasaan orang lain, dan bahwa dia hanya harus menghindari dirinya dibenci oleh masyarakatnya, seperti yang telah di bahas di atas.

Untuk itu kebenaran sebenarnya adalah musuh dari kekuasaan. Tapi karena seorang penguasa tidak dapat bekerja sendiri dalam pemerintahan, maka seorang raja patut menggunakan cara-cara agar dapat mempertahankan kredibelitasnya. Untuk itu Machiavelli menyarankan:Anda haru mengetahui bahwa ada dua metode dalam berperang (merebut kekuasaan), pertama adalah dengan Undang-undang dan kedua adalah dengan kekerasan. Metode yang pertama dilakukan oleh manusia, sedangkan yang kedua digunakan oleh binatang liar; namun karena metode pertama seringkali tidak cukup, metode yang kedua harus digunakan.

Sehingga kualitas-kualitas seorang raja, menurut Machiavelli harus juga percampuran antara manusia dengan binatang. Namun seorang raja---ataupun Presiden---harus tampak penuh pemaaf, beriman, memiliki integritas, kebaikan dan agama. Dan tidak tidak ada yang lebih penting dari memiliki kelima kualitas tersebut. Alasannya:karena manusia umumnya dinilai dari apa yang dilihat oleh mata daripada apa yang dirasakan tangan. Karena semua orang dapat melihat namun hanya sedikit orang yang dapat merasakannya. Setiap orang melihat apa yang kelihatan di luar, hanya beberapa orang yang merasakan, dan mereka yang sedikit tersebut tidak akan pernah berani melawan mereka yang banyak yang memiliki kekuasaan tertinggi negara untuk mempertahankan diri mereka; dan dalam tindakan-tindakan manusia dan khususnya tindakan-tindakan para Pangeran, yang tidak memiliki pertimbangan, hasil terakhir adalah segalanya.Karya acuan:

Machiavel, N. 1513. Il Principle (Sang Pangeran). Terj (Dwi Ekasari Aryani). Penerbit Narasi: Yogyakarta Menurut Machiavelli, walaupun Musa dikaruniai kemampuan berkomunikasi dengan Tuhan, namun Musa tetap pantas menerima penghargaan sebagai penguasa yang memiliki kemampuan diri.