lulusan 2016 telkom university

154
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Berkembangnya bisnis ritel modern/besar sebagai perwujudan perubahan gaya hidup masyarakat, khususnya di kota – kota besar sudah mulai tampak pertumbuhannya. Kehadiran bisnis ritel atau eceran modern semacam hypermarket, supermarket, minimarket, department store, swalayan serta pusat grosir atau kulakan memang tak terelakkan sebagai bagian dari kemajuan dan perkembangan ekonomi global. Menurut Soliha (2008) terdapat 5 tahapan perkembangan industri ritel, seperti terlihat di bawah ini: 1) Era sebelum tahun 1960 an: era perkembangan ritel tradisional yang terdiri atas pedagangpedagang independen. 2) Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement store ditandai denga dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH. Thamrin Jakarta. 3) Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format supermarket dan departement store, 1

Upload: fakhri-muhammad

Post on 08-Jan-2017

87 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lulusan 2016 Telkom University

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum

Berkembangnya bisnis ritel modern/besar sebagai perwujudan perubahan

gaya hidup masyarakat, khususnya di kota – kota besar sudah mulai tampak

pertumbuhannya. Kehadiran bisnis ritel atau eceran modern semacam hypermarket,

supermarket, minimarket, department store, swalayan serta pusat grosir atau

kulakan memang tak terelakkan sebagai bagian dari kemajuan dan perkembangan

ekonomi global.

Menurut Soliha (2008) terdapat 5 tahapan perkembangan industri ritel,

seperti terlihat di bawah ini:

1) Era sebelum tahun 1960 an: era perkembangan ritel tradisional yang terdiri

atas pedagangpedagang independen.

2) Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement

store ditandai denga dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH.

Thamrin Jakarta.

3) Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format

supermarket dan departement store, ditandai dengan hadirnya peritel

modern sepert Matahari, Hero, dan Ramayana.

4) Tahun 1990 an: Era perkembangan convenient store, yang ditandai dengan

maraknya pertumbuhan minimarket seperti Indomaret.

5) Tahun 2000-2010: Era perkembangan hypermarket dan perkenalan e-

retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour.

Perkembangan yang dialami bisnis ritel, dalam perjalanannya bukannya

tanpa menimbulkan masalah sama sekali. Banyaknya pemain dalam bisnis ritel

membuat persaingan menjadi sangat ketat.Peritel besar, terutama perusahaan asing,

semakin gencar melakukan ekspansi bisnisnya di Indonesia.Peritel modern kecil

1

Page 2: Lulusan 2016 Telkom University

dan peritel tradisional menjadi pihak yang berada dalam kondisi yang tidak

menguntungkan.

Berbagai definisi dan pengertian bisnis ritel atau perdagangan eceran telah

dibuat oleh para ahli manajemen dan bisnis, satu diantaranya yaitu “ritel atau

penjualan eceran meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau

jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaaan pribadi dan bukan

bisnis.”(Philip Kotler,1995; dalam Kasmiruddin,2013).

Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), bisnis ritel atau

usaha eceran di Indonesia mulai berkembang pada kisaran tahun 1980 an seiring

dengan mulai dikembangkannya perekonomian Indonesia. Hal ini timbul sebagai

akibat dari pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang

menyebabkan timbulnya permintaan terhadap supermarket dan departement store

(convenience store) di wilayah perkotaan.

Bisnis ritel atau disebut juga perdagangan eceran secara umum bisa

diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu perdagangan eceran besar dan

perdagangan eceran kecil.Perdagangan eceran kecil terdiri atas eceran kecil

berpangkalan dan eceran kecil tidak berpangkalan. Secara skema pembagian

tersebut bisa digambarkan sebagai berikut (Sopiah dan Syihabudhin, 2008:38):

Gambar 1.1 Klasifikasi Bisnis Ritel

(Sumber: Sopiah&Syihabudhin, 2008:38)

2

Page 3: Lulusan 2016 Telkom University

Perpres No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan batasan pasar

tradisional dan toko modern dalam pasal 1 sebagai berikut:

1) Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha

Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha

berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil,

menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,

modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar

menawar.

2) Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual

berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket,

Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang

berbentuk Perkulakan.

Batasan Toko Modern dipertegas di pasal 3, dalam hal luas lantai penjualan

sebagai berikut: a) Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi); b)

Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima

ribu meter per segi); c) Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); d)

Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi); e) Perkulakan, diatas

5.000 m2 (lima ribu meter per segi).

1.2 Latar Belakang

Perkembangan bisnis retail modern di Indonesia dalam beberapa tahun

terakhir ternyata sudah fenomenal di Asia, khususnya di antara negara berkembang.

Indonesia tercatat menempati peringkat ketiga pasar retail terbaik di Asia. Kondisi

seperti ini mengharuskan setiap perusahaan yang bergerak dibidang ritel untuk

senantiasa melakukan berbagai strategi agar dapat merebut hati konsumen. Sebab

meskipun produk yang ditawarkan lengkap dan bervariasi, bila konsumen tidak

merasa puas dengan pelayanan, harga, dan fasilitas yang ditawarkan maka

konsumen akan beralih kepada pesaing. Kepuasan atau kesenangan yang tinggi

3

Page 4: Lulusan 2016 Telkom University

akan menyebabkan konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional

terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan

(loyalitas) konsumen yang tinggi (Pasaribu dan Sembiring, 2013).

Dari paparan hasil survei Nielsen, pertumbuhan perdagangan di pasar

modern tumbuh jauh lebih pesat ketimbang perdagangan tradisional. Dalam

triwulan pertama 2009, perdagangan modern tumbuh hingga 13,4 persen atau jauh

melampaui pertumbuhan perdagangan tradisional yang hanya 4,1 persen. Untuk

perdagangan grosir, lndonesia masih menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke

tahun yang positif yaitu 7,4 persen sampai dengan April 2009. Survei Nielsen ini

dilakukan terhadap 2.800 rumah tangga di perkotaan dan 1.600 rumah tangga di

pedesaan yang tersebar di Jakarta, Botabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan,

dan rural Jawa (Angga, A., 2009).

Seiring dengan pesatnya perkembangan usaha ritel ini, maka persaingan di

bidang pemasaran ritel atau eceran pun semakin meningkat. Dalam periode enam

tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia

mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah

usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011

mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan

jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan.Menurut

Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di

Indonesia antara 10%–15% per tahun.Penjualan ritel pada tahun 2006 masih

sebesar Rp49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011.

Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu

10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun (Apipudin, 2013).Index Pembangunan

Ritel Global (GRDI) yang dirilis oleh AT Kearney, pada tahun 2015 Indonesia

berada di peringkat 12 dunia.AT Kearney mencatat pasar ritel di Indonesia saat ini

mencapai USD326 miliar atau senilai Rp4.306 triliun (Dahwilani, 2015).

Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa dengan total

konsumsi sekitar Rp3.600-an triliun merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel

4

Page 5: Lulusan 2016 Telkom University

modern. Ini didukung oleh perilaku berbelanja penduduk Indonesia yang sudah

mulai bergeser, dari berbelanja di pasar tradisional menuju ritel modern.Masuknya

ritel asing di Indonesia erat kaitannya dengan Keputusan Presiden No. 118/2000

yang berisi tentang penghapusan bisnis ritel dari negative list bagi penanaman

modal asing. Ketua Umum APRINDO berpendapat bahwa Indonesia adalah target

sasaran yang menarik bagi peritel karena daya beli masyarakatnya semakin

menguat (Apipudin, 2013).

Sebagai kota besar yang terus berkembang, laju pertumbuhan perekonomian

serta perubahan teknologi dan arus informasinya pun semakin cepat. Salah satunya

ialah Kota Bandung.Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong terciptanya

persaingan ketat di dalam dunia bisnis.Persaingan di sektor ritel di Kota Bandung

kian ketat ditandai dengan ekspansi perusahaan ritel modern (Sirojul,

2010).Kehadiran gerai – gerai baru membuat konsumen memiliki pilihan toko dan

produk yang semakin banyak. Namun di sisi lain, kehadiran gerai baru otomatis

akan menambah ketat persaingan usaha di bidang ritel.Selama ini, banyak investor

yang melirik pusat Kota Bandung.

Pada penelitian ini ada tiga klasifikasi yang menjadi objek penelitian, yaitu:

hypermarket, supermarket, dan minimarket.

Persaingan di sektor ritel modern di Kota Bandung, khususnya toko modern

seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket, masih cukup besar.

Digambarkan dalam survei yang dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM &

Perindustrian Perdagangan Kota Bandung pada tahun 2013, sebagaimana terlihat

dalam tabel 1.1 di bawah ini.

5

Page 6: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 1.1 Jumlah Ritel Modern di Kota Bandung 2013

Jenis Toko Modern Jumlah

Hypermarket 12

Supermarket 45

Minimarket 615

Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013

Pada tabel 1.1 menunjukan bahwa persaingan pada jenis ritel modern

minimarket mengalami persaingan yang paling besar dalam jumlah gerai sebanyak

615 gerai. Hypermarket yang merupakan format bisnis ritel yang paling besar,

hanya berjumlah 12 gerai pada tahun 2013.Menurut survei yang dilakukan peneliti,

jumlah tersebut tidak berubah dari tahun 2013 – 2015.

Tabel 1.2 Data Toko Modern Hypermarket di Kota Bandung Tahun 2013

Toko Modern Jumlah

Giant 6

Hypermart 3

Lotte Mart 1

Carrefour 2

Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013

Tabel 1.3 Data Toko Modern Supermarket di Kota Bandung Tahun 2013

Toko Modern Jumlah

Superindo 6

Borma 13

Griya/Yogya 26

Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013

Tabel 1.4 Data Toko Modern Minimarket di Kota Bandung Tahun 2013

6

Page 7: Lulusan 2016 Telkom University

Toko Modern Jumlah

Indomaret 184

Alfamart 247

Circle K 47

Yomart 61

SB Mart 27

Dan Lain-lain 49

Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013

Jika dijabarkan dalam konteks yang lebih kecil berdasarkan data toko

modern hypermarket pada tabel 1.2, dapat dilihat bahwa Giant mendominasi jenis

hypermarket di Kota Bandung, dengan jumlah gerai masing – masing sebanyak 6

gerai (Giant), 3 gerai (Hypermart), 1 gerai (Lotte Mart), 2 gerai (Carrefour). Pada

tabel 1.3, Griya/Yogya mendominasi jenis supermarket, dengan jumlah gerai

sebanyak 26 gerai, dibanding kompetitornya 6 gerai (Superindo) dan 13 gerai

(Borma). Sedangkan jenis minimarket pada tabel 1.4, dapat dilihat bahwa Alfamart

mendominasi dengan jumlah gerai sebanyak 247 gerai.

Kondisi persaingan dalam dunia bisnis menuntut setiap pengusaha untuk

mampu bersaing dan bertahan melawan pesaing. Banyaknya perusahaan yang

berlomba untuk mendapatkan konsumen menjadikan kondisi kompetisi antar

perusahaan berlangsung semakin ketat.Store atmosphere bisa menjadi alasan lebih

bagi konsumen untuk tertarik dan memilih dimana ia akan berkunjung dan

membeli.

Store atmosphere adalah suatu karakteristik fisik dan sangat penting bagi

setiap bisnis ritel hal ini berperan sebagai penciptaan suasana yang nyaman untuk

konsumen dan membuat konsumen ingin berlama-lama berada di dalam toko dan

secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian

(Nofiawaty dan Yuliandi, 2014).

Ada beberapa definisi mengenai store atmosphere, satu diantaranya yaitu

“Atmospherics berarti mendesain lingkungan melalui komunikasi visual,

7

Page 8: Lulusan 2016 Telkom University

pencahayaan, warna, musik, dan wangiwangian untuk merancang respon emosional

dan persepsi pelanggan dan untuk memengaruhi pelanggan membeli

barang.”(Utami,2005:138;dalam Melisa,2012). Atmosphere mampu mempengaruhi

kenikmatan konsumen dalam berbelanja, dan mampu menciptakan pengalaman

berbelanja yang nyaman dan menyenangkan.

Menurut Levy & Weits (2007:434,510) yang telah diterjemahkan dalam

Sari et al. (2014) suasana toko (store atmosphere) adalah kombinasi karakteristik

fisik toko seperti, arsitektur, tata ruang, papan tanda dan pajangan, pewarnaan,

pencahayaan, suhu udara, suara dan aroma, dimana semua itu bekerja bersama-

sama untuk menciptakan citra perusahaan di dalam benak pelanggan. Atmosfer

toko juga berhubungan dengan kegiatan mendesain suatu lingkungan melalui

komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang

persepsi dan emosi dari pelanggan dan pada akhirnya untuk mempengaruhi

perilaku pembelian mereka.

Atmosfer toko bisa dibangun melalui lima alat indera manusia, yaitu mata,

telinga, hidung, alat untuk menyentuh (tangan/kulit), dan lidah (untuk rasa) (Sopiah

dan Syihabudhin, 2008). Interior dan eksterior toko dengan desain dan penggunaan

warna yang serasi, serta permainan lampu yang apik bisa menstimulus mata

pengunjung toko.Penggunaan wangi – wangian yang cocok bisa dirasakan

pengunjung sebagai atmosfer yang menyenangkan. Musik yang cocok dengan

suasana dan selera pengunjung akan memanjakan pengunjung toko. Pengunjung

toko akan merasa lebih betah di dalam toko. Konsumen lebih menyukai toko yang

memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada pengunjung toko untuk tidak

sekedar melihat – lihat barang yang ada di toko saja, tetapi juga menyentuh barang

– barang yang ada di toko. Dengan begitu, konsumen akan merasa lebih puas.

Konsumen akan merasa lebih puas lagi jika diberi kesempatan untuk mencicipi

(jika yang dijual berupa makanan atau minuman) atau diizinkan mencoba pakaian

sebelum membeli.

8

Page 9: Lulusan 2016 Telkom University

Atas dasar penjabaran pemikiran diataslah peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian pada bisnis ritel modern seperti Giant, Griya/Yogya, Alfamart dengan

judul “Analisis Faktor – Faktor Store Atmosphere Dan Pengaruhnya Terhadap

Kepuasan Konsumen Pada Bisnis Ritel Modern Di Kota Bandung”.

1.3 Perumusan Masalah

Seiring dengan pesatnya perkembangan usaha ritel modern di Indonesia,

maka persaingan di bidang pemasaran ritel atau eceran pun semakin

meningkat.Bandung sebagai salah satu kota besar yang terus berkembang, laju

pertumbuhan perekonomian serta perubahan teknologi dan arus informasinya yang

cepat, membuat persaingan bisnis ritel modern di Bandung menjadi semakin besar.

Berkembangnya bisnis ritelmodern dan bertambahnya jenis usaha yang serupa,

membuat pelanggan dapat memilih berdasarkan kualitas pelayanan, lokasi, dan

brand yang dimiliki ritel modern tersebut.Untuk itu para pengusaha bisnis

ritelmodern meningkatkan pelayanan untuk menjaga kepuasan pelanggannya. Salah

satunya dengan meningkatkan kualitas store atmosphere di dalam maupun diluar

toko.

Faktor – faktor store atmosphere yang menjadi pertimbangan konsumen

dalam memilih toko modern di Kota Bandung belum dipahami secara baik.

Beberapa studi terdahulu yang terkait dengan masalah ini tidak diperhatikan karena

skope penelitian yang terbatas dan faktor – faktor yang menjadi pertimbangan

konsumen memilih toko ritel modern belum bisa dipastikan.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengemukakan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimana tanggapan responden terhadap kondisi store atmosphere

dan kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di Kota Bandung?

2) Apa sajakah faktor – faktor Store Atmosphere pada bisnis ritel

modern di Kota Bandung?

9

Page 10: Lulusan 2016 Telkom University

3) Seberapa besar pengaruh faktor – faktor store atmosphere terhadap

kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di Kota Bandung?

1.5 Tujuan Penelitian

Maksud peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data,

mengolah, menganalisis serta menginterpretasikan data sebagai informasi yang

dibutuhkan guna menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam

memperoleh gelar sarjana pada fakultas ekonomi bisnis jurusan manajemen di

Universitas Telkom. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mempelajari tanggapan responden terhadap kondisi Store

Atmosphere dan kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di

Kota Bandung.

2) Untuk mengetahui faktor – faktor Store Atmosphere pada bisnis ritel

modern di Kota Bandung.

3) Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh faktor – faktor store

atmosphere terhadap kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di

Kota Bandung.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Aspek Teoritis (Keilmuan)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu di bidang

pemasaran khususnya mengenai store atmosphere, sehingga dari hasil

penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang

pemasaran yang baik.

1.6.2 Aspek Praktis (Guna Laksana)

Manfaat yang dapat dicapai dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan

dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan

informasi bagi setiap wirausahawan tentang pentingnya pemasaran dan cara

10

Page 11: Lulusan 2016 Telkom University

mengelola store atmosphere demi meningkatkan dan menjaga kepuasan

konsumen.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

1.7.1 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian : Ritel modern (Giant, Griya/Yogya, Alfamart) di

Kota Bandung

Objek penelitian : Konsumen ritel modern (Giant, Griya/Yogya,

Alfamart) di Kota Bandung

1.7.2 Waktu dan Periode Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

Januari 2016 – Juni 2016

1.8 Sistematika Penulisan

Bab 1

Dalam penulisan bab 1 terdiri dari gambaran umum objek penelitian, latar

belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penelitian.

Bab 2

Dalam penulisan bab 2 terdiri dari tinjauan pustaka penelitian (rangkuman

teori;penelitian terdahulu), kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.

Bab 3

Dalam penulisan bab 3 terdiri dari karakteristik penelitian, alat

pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan

sumber data, validitas, serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis.

Bab 4

11

Page 12: Lulusan 2016 Telkom University

Dalam penulisan bab 4 hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan

secara kronologis dan sistematis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan

masalah.

Bab 5

Dalam penulisan bab 5 disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti

terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan

penelitian. Dan saran yang dirumuskan secara konkrit yang merupakan implikasi

kesimpulan dan berhubungan dengan masalah serta alternatif pemecahan masalah.

12

Page 13: Lulusan 2016 Telkom University

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pemasaran

Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk

menciptakan, mengkomunikasikan, dan menghantarkan nilai kepada pelanggan dan

untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi

dan pemegang kepentingannya (Kotler & Keller, 2009:32)

Menurut Kotler dan Amstrong (2014:27) pemasaran adalah suatu proses

sosial dan manajerial di mana individu dan organisasi dapat memperoleh apa yang

mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai. Sedangkan

dalam konteks bisnis, pemasaran termasuk membangun keuntungan dan hubungan

pertukaran nilai dengan konsumen. Sehingga pemasaran sebagai proses dimana

perusahaan menciptakan nilai untuk konsumen dan membangun hubungan yang

kuat dengan konsumen untuk mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalan.

Sedangkan menurut Hasan (2014:1) mengemukakan bahwa pemasaran

(marketing) merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan

untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan,

dan pemegang saham).

2.1.2 Retail Management

2.1.2.1 Pengertian Ritel

Kebutuhan konsumen akan berbagai macam produk untuk langsung

dikonsumsi mendorong berbagai peluang usaha bermunculan, terutama pada bisnis

ritel yang semakin berkembang dengan meluasnya cakupan operasi. Secara umum

bisnis ritel menjual produknya kepada konsumen akhir untuk langsung digunakan.

13

Page 14: Lulusan 2016 Telkom University

Menurut Berman dan Evans (2010:4) menyatakan bahwa:

“Retailing encompasses the business activities involved in selling goods and

services to cunsomer for their personal, family, or household use. It includes every

sale to the final cunsomer. Retailing is the last stage in the distribution process.”

Kotler dan Keller (2012:469) mendefinisikan retailing sebagai semua

aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk

dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis.

Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2012:374) “retailing includes all

the activities involved in selling products or services directly to final consumers for

their personal, nonbusiness use”.

2.1.2.2 Karakteristik Ritel

Karakteristik dasar eceran dapat digunakan sebagai dasar dalam

mengelompokan jenis peritel. Menurut Levy dan Weitz (2009:36) terdapat empat

unsur yang digunakan eceran untuk memuaskan kebutuhan konsumen, yang

menggolongkan ritel yaitu:

1) Jenis barang yang dijual (Type of Merchandise)

Eceran dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya.Misalkan

eceran yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan

olahraga.Jenis eceran ini selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi toko

peralatan olahraga untuk anak – anak, wanita, maupun pria.Selain itu juga

dapat dibagi menurut jenis olahraga itu sendiri, seperti bola basket, golf,

sepak bola. Sedangkan pengecer lainnya adalah toko makanan, toko busana,

dan toko buku yang berbeda – beda karena perbedaan produk yang

dijualnya.

2) Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual (Variety and

Assortment)

Perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang

ditawarkan pengecer.Sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah

14

Page 15: Lulusan 2016 Telkom University

jumlah barang yang berbeda dalam satu kategori barang.Setiap barang yang

berbeda disebut SKU (stock keeping unit).

3) Tingkat layanan konsumen (Services Offered)

Eceran berbeda dalam hal jasa yang ditawarkan kepada konsumen.Seperti

toko sepeda menawarkan bantuan dalam memilihkan sepeda. Beberapa

pengecer meminta tambahan biaya untuk layanan lain, tetapi sebaliknya

bagi pengecer yang melayani pelanggan dengan berbasis layanan konsumen

menyediakan layanan tanpa bayaran atau tambahan biaya.

4) Harga barang (Price and the Cost of Offering Breadth and Depth of

Merchandise and Services)

Para pengecer dapat dibedakan berdasarkan tingkat harga dan biaya produk

yang dikenakannya.Pemotongan harga pada produk – produk yang dijual

dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan.Seringkali jasa atau

layanan yang menarik konsumen memiliki implikasi biaya bagi pengecer.

2.1.2.3 Jenis Ritel

Menurut Grewal dan Levy (2012:479) retailing dibagi menjadi 3 bagian

utama yaitu food retailer, general merchandise retailer, dan service retailer. Pada

penelitian ini, peneliti berfokus pada jenis food retailer, yaitu supermarket,

convenience store, dan warehouse club.

1) Supermarket, adalah toko ritel yang menawarkan bahan – bahan makan,

daging, dan perlengkapan yang bukan termasuk makanan, seperti kesehatan

dan kecantikan dan barang umum lainnya.

2) Convenience store, adalah toko kebutuhan sehari – hari yang menyediakan

aneka ragam barang kebutuhan yang terbatas di sebuah lokasi yang nyaman

berukuran 3.000 – 5.000 meter persegi.

3) Warehouse Club, adalah gudang pengecer besar (100.000 – 150.000 meter

persegi) yang memiliki barang yang tidak terbatas dan tidak beraturan yang

menawarkan berbagai makanan, barang – barang umum, jasa kecil, dan

biaya yang murah untuk bisnis usaha kecil menengah pada masyarakat.

15

Page 16: Lulusan 2016 Telkom University

2.1.2.4 Retailing Mix

Dalam melakukan strateginya, perusahaan ritel menetapkan retailing mix

untuk dapat memuaskan konsumennya.Hal tersebut dilakukan agar dapat unggul

bersaing dengan perusahaan ritel lainnya.

Menurut Levy dan Weitz (2009:21) retail mix merupakan suatu kombinasi

dari faktor - faktor yang digunakan retailer untuk memuaskan kebutuhan pelanggan

dan mempengaruhi keputusan pembelianya.

Retailing mix terdiri dari merchandise assortments, pricing, location, store

design and display/atmosphere, advertising and promotion, dan service (Levy &

Weitz, 2009:21). Dalam penelitian ini akan membahas mengenai store atmosphere.

Store atmosphere merupakan perancangan lingkungan di dalam toko yang

berkaitan dengan komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan aroma

ruangan untuk merangsang persepsi dan respon emosional konsumen.

2.1.3 Suasana toko (Store Atmosphere)

2.1.3.1 Definisi Store Atmosphere

Atmospherics (suasana) mengacu pada desain lingkungan melalui

komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan aroma yang merangsang

persepsi konsumen dan respon emosional dan pada akhirnya mempengaruhi

perilaku pembelian mereka. Banyak pengecer (retailer) yang telah menemukan

manfaat perkembangan atmospherics yang melengkapi aspek – aspek lain dari

desain toko dan barang dagangan (Levy & Weitz, 2009:530).

Menurut Berman & Evans (2010:508) menyatakan bahwa:

“Atmosphere (atmospherics) refers to the store’s physical characteristics

that project an image and draw customers.”

Sedangkan menurut Utami (2010:279) penciptaan suasana berarti rancangan

lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-

16

Page 17: Lulusan 2016 Telkom University

wangian untuk merancang respon emosional dan perseptual pelanggan dan untuk

memengaruhi pelanggan dalam membeli barang.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa store atmosphere

adalah suasana yang dirasakan saat berada di lingkungan toko melalui karakteristik

fisik yang mempengaruhi emosional sehingga menimbulkan kesan baik bagi

konsumen.

2.1.3.2 Elemen Store Atmosphere

Menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008:149) atmosfer toko terdiri dari

empat elemen, yaitu desain toko, perencanaan toko, komunikasi visual, dan

penyajian merchandise.

Desain toko mencakup desain eksterior (store front, marquee, pintu masuk),

lay out, dan ambience. Sedangkan perencanaan toko mencakup tata letak dan

alokasi ruangan yang terbagi ke dalam beberapa jenis ruangan atau area, seperti

selling space, merchandise space, customer space, dan personnel space.

Menurut Levy dan Weitz (2009:530) elemen penting store atmosphere

terdiri dari lighting, color, music, scent. Sedangkan elemen-elemen store

atmosphere menurut Berman & Evans (2010:509) dapat dibagi menjadi empat

elemen utama, yaitu exterior, general interior, store layout, dan interior display.

1) Exterior, terdiri dari storefront (bagian depan toko), marquee (papan nama

toko), entrance (pintu masuk toko), display window (tampilan pajangan),

exterior building height, surrounding stores and area (toko dan area

sekitarnya), parking facilities (fasilitas area parker)

2) General Interior, terdiri dari flooring (jenis lantai), colour and lighting

(warna dan pencahayaan), scent and sound (aroma dan musik), store

fixtures (perabot toko), wall textures (tekstur dinding), temperature (suhu

udara), aisle space (lorong ruangan), dressing facilities (kamar pas), vertical

transportation (alat transportasi antar lantai), store personnel (karyawan

toko), technology (teknologi), cleanliness (kebersihan)

17

Page 18: Lulusan 2016 Telkom University

3) Store layout, terdiri dari allocation of floor space (alokasi ruangan),

classification of store offerings (klasifikasi penawaran toko), determination

of traffic-flow pattern (penentuan pola lalulintas), determination of space

needs (penentuan kebutuhan ruangan), mapping out in store locations

(penentuan lokasi di dalam toko), dan arrangement of individual products

(penyusunan produk individu).

4) Interior Display, terdiri dari assortment display, theme-setting display,

ensemble display, rack display, dan cut case.

2.1.4 Kepuasan Konsumen

2.1.4.1 Definisi Kepuasan Konsumen

Konsep akan kepuasan pelanggan sebenarnya adalah merupakan sesuatu

yang sulit untuk dirumuskan karena hal ini merupakan sesuatu yang bersifat

abstrak. Pencapaian kepuasan ini bisa merupakan suatu proses yang sederhana

maupun rumit. Dalam hal ini peranan individu berpengaruh terhadap kepuasan

yang akan dibentuk.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2009:104) yang mengemukakan tentang

kepuasan pelanggan yaitu “Evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan terhadap

sebuah produk atau pelayanan, apakah pelayanan itu sesuai kenyataan dan

memenuhi harapan konsumen.”

Sedangkan menurut Hasan (2014:90) kepuasan atau ketidakpuasan

merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya

sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila

hasil tidak memenuhi harapan.

Dari pendapat beberapa ahli di atas pada intinya menyatakan bahwa

kepuasan pelanggan adalah merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang

dipilih sekurang – kurangnya memberikan hasil sama atau meliputi harapan

pelanggan, sedangkan ketidakpuasan pelanggan timbul apabila hasil yang diperoleh

tidak memenuhi harapan pelanggan, dan juga merupakan hasil perbandingan antara

18

Page 19: Lulusan 2016 Telkom University

kinerja yang dirasakan oleh konsumen dengan kinerja yang diharapkan oleh

konsumen.

Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu memberikan

kepuasan kepada para pelanggan, misalnya memberikan produk yang bermutu lebih

baik, harga lebih murah, penyerahan produk lebih cepat, dan pelayanan yang lebih

baik daripada para pesaingnya.

2.1.4.2 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen

Menurut Hasan (2014:106) mengemukakan ada 4 metode pengukuran

kepuasan konsumen, yaitu:

1. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pelanggan memberikan kesempatan kepada

pelanggan untuk menyampaikan saran secara langsung.Informasi –

informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide – ide

baru dan masukan yang berharga untuk direspon dengan cepat untuk

mengatasi keluhan pelanggan.

2. Ghost shopping

Metode ini efektif jika para manajer perusahaan bersedia sebagai ghost

shoppers untuk mengetahui secara langsung bagaimana karyawannya

berinteraksi dan memperlakukan pelanggan.

3. Lost customer analysis

Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau

beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa berhenti atau pindah

pemasok.Hasil ini dapat digunakan untuk mengambil kebijakan perbaikan

atau penyempurnaan selanjutnya.

4. Survei kepuasan pelanggan

Lembaga riset independen melakukan penelitian dengan menggunakan

metode survei kepuasan pelanggan. Melalui survei, perusahaan akan

memperoleh tanggapan langsung dari pelanggan.

19

Page 20: Lulusan 2016 Telkom University

2.1.4.3 Manfaat Kepuasan Konsumen

Secara garis besar, kepuasan pelanggan memberikan dua manfaat utama

bagi perusahaan, yaitu berupa loyalitas pelanggan dan gethok tular positif (Tjiptono

& Chandra, 2012:57).

Gambar 2.1 Manfaat Kepuasan Konsumen

(Sumber: Tjiptono & Chandra, 2012)

2.1.5 Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen

Store atmosphere merupakan kegiatan merancang lingkungan pembelian

melalui perantaran barang – barang dan fasilitas fisik lainnya yang dapat

mempengaruhi emosi konsumen untuk melakukan pembelian produk.Menurut

Peter dan Olson (2003), “Suasana toko (store atmosphere) terutama melibatkan

afeksi dalam bentuk status emosi dalam toko yang mungkin tidak didasari

sepenuhnya oleh konsumen ketika sedang berbelanja”. Rangsangan dari luar dapat

mempengaruhi mood, pikiran dan emosi konsumen untuk berkunjung dan beralama

– lama di dalam toko. Ruangan toko yang diatur sedemikian rupa sesuai dengan

konsep yang diusung memberikan nilai tersendiri di mata pelanggan. Tema – tema

yang diusung tersebut akan menciptakan atmosfer positif yang mempengaruhi

kepuasan pada pelanggan.

20

Kepuasan

Loyalitas

Gethok Tular

Pembelian Ulang

Penjualan Silang

Pertambahan Jumlah Pelanggan

Baru

Page 21: Lulusan 2016 Telkom University

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan telaah pustaka yang bersumber dari

penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu

menguraikan secara sistematis suatu penelitian yang berkaitan dengan penelitian

yang akan dilakukan.

Penelitian yang diakukan Paramita (2012) menggunakan enam variabel

independen yaitu pengilahatan/sight, sentuhan/touch, bau (aroma)/smell,

pendengaran/hearing, suhu/temperature, dan tempo, serta variabel dependen yaitu

kepuasan konsumen.Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik

analisis deskriptif kuantitatif. Adapun hasil penelitian adalah bahwa faktor

penglihatan (sight), bau/aroma (smell), pendengaran (hearing), suhu (temperature)

berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen, sedangkan faktor

sentuhan (touch) dan tempo tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan

konsumen.

Penelitian yang dilakukan Putri et al. (2014) menggunakan variabel

independen yaitu store atmosphere.Metode yang digunakan adalah explanatory

research (penelitian penjelasan) dengan teknik analisis jalur. Hasil yang diperoleh

dalam penelitian adalah bahwa store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap

keputusan pembelian di Monopoli Café and Resto, namun tidak berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

Penelitian berikut dilakukan oleh Tendean dan Widodo (2015)

menggunakan variabel independen store atmosphere dengan sub variabel seperti

exterior, general interior, store layout, dan interior display. Metode penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif dan teknik analisis regresi berganda. Hasil yang

diperoleh pada penelitian ini adalah pengaruh variabel store atmosphere yang

terdiri dari: exterior, general interior, store layout dan interior display secara

simultan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Maja House Sugar & Cream

Bandung.

21

Page 22: Lulusan 2016 Telkom University

Penelitian yang dilakukan Sari (2015) memiliki empat sub variabel

independen yaitu exterior, general interior, store layout, dan interior

display.Menggunakan metode penelitian kuantitatif dan teknik analisis regresi

berganda. Memperoleh hasil bahwa store atmosphere terdiri dari exterior, general

interior, store layout, interior display berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

konsumen Roemah Kopi Bandung.

Penelitian Youlandha (2011) memiliki variabel dan sub variabel yang sama

dengan penelitian yang dilakukan Sari (2015) namun memiliki dua variabel

dependen yaitu kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Hasil yang diperolah

dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan teknik analisis data SEM

adalah bahwa store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

pelanggan dan loyalitas pelanggan.

Penelitian yang dilakukan Hadiyanti (2015) memiliki dua variabel

independen yaitu store atmosphere dan kualitas layanan. Metode yang digunakan

adalah metode penelitian kuantitatif dan teknik analisis regresi. Hasil yang

diperoleh adalah bahwa store atmosphere dan kualitas pelayanan berpengaruh

positif terhadap kepuasan pelanggan.

22

Page 23: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Kategori Penelitian 1 Penelitian 2 Penelitian 3 Penelitian 4 Penelitian 5 Penelitian 6

Judul

Pengaruh Store Atmosphere Waroeng Joglo “Bu Rini” Terhadap Kepuasan Konsumen(Niken Yunie Paramita,2012)

Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian dan Kepuasan Pelanggan (studi pada Monopoli Café and Resto Soekarno Hatta Malang)(Lily Harlina Putri, Srikandi Kumadji, Andriani Kusumawati,2014)

Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen (studi pada Maja House Sugar & Cream Bandung)(Andi Tendean & Arry Widodo,2015)

Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Roemah Kopi Bandung(Netti Mulya Sari, Universitas Telkom,2015)

Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen dan Loyalitas Pelanggan Dalam Menggunakan Jasa Karaoke Keluarga Happy Puppy Di Jember(Chacha Puspa Youlandha, Universitas Jember,2011)

Pengaruh Store Atmosphere dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Di Kedai 05 Karawang(Sitti Nur Hadiyanti, Universitas Widyatama,2015)

“(Bersambung)”

23

Page 24: Lulusan 2016 Telkom University

”(Sambungan)”

Variabel

Variabel independen: penglihatan, sentuhan, bau (aroma), pendengaran, suhu, tempo.Variabel dependen: kepuasan konsumen.

Variabel independen: store atmosphere.Variabel dependen: keputusan pembelian, dan kepuasan pelanggan

Variabel independen: exterior, general interior, store layout, interior display.Variabel dependen: kepuasan konsumen

Variabel independen: exterior, general interior, store layout, interior display.Variabel dependen: kepuasan konsumen

Variabel independen: store atmosphere.Variabel dependen: kepuasan konsumen, loyalitas pelanggan

Variabel independen: store atmosphere, dan kualitas pelayanan.Variabel dependen: kepuasan konsumen

Teknik Analisis Analisis deskriptif kuantitatif

Analisis jalur Analisis regresi berganda

Analisis regresi berganda

Structural Equation Modeling (SEM)

Analisis regresi berganda

Metode

Penelitian

Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif

Persamaan

Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere.

Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere dan

Kesamaan penggunaan variabel independen

Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere.

Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere.

Kesamaan penggunaan variabel dependen

“(Bersambung)”

24

Page 25: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Variabel dependen yang sama, yaitu kepuasan konsumen

penggunaan variabel independen yang sama

dan variabel dependen

Variabel dependen yang sama yaitu kepuasan konsumen

dengan penelitian yang akan dilakukan

Perbedaan

Penggunaan sub variabel independen berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.

Menggunakan teknik analisis jalur.Variabel dependen terdiri dari dua variabel yaitu keputusan pembelian dan kepuasan pelanggan.

Beberapa variabel berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.Waktu dan tempat penelitian berbeda.

Beberapa variabel berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.Waktu dan tempat penelitian berbeda.

Menggunakan teknik analisis SEM.Variabel dependen terdiri dari dua variabel, yaitu kepuasan konsumen dan loyalitas pelanggan.

Variabel independen berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.Waktu dan tempat penelitian berbeda.

Kesimpulan

Faktor penglihatan (sight), bau/aroma (smell), pendengaran

Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian di

Pengaruh variabel store atmosphere yang terdiri dari: exterior, general interior,

Store atmosphere terdiri dari exterior, general interior, store layout,

Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

Store atmosphere dan kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap

“(Bersambung)”

25

Page 26: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

(hearing), suhu (temperature) berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen, sedangkan faktor sentuhan (touch) dan tempo tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen.

Monopoli Café and Resto, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

store layout dan interior display secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Maja House Sugar & Cream Bandung.

interior display berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen Roemah Kopi Bandung.

pelanggan dan loyalitas pelanggan.

kepuasan pelanggan.

Sumber: data yang telah diolah

26

Page 27: Lulusan 2016 Telkom University

Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

akan dilakukan, baik itu variabel independennya yang sama namun variabel

dependennya berbeda, maupun varibael independennya berbeda namun variabel

dependennya yang sama.akan tetapi penggunaan metode, waktu dan tempat, serta

objek penelitian jelas berbeda.

Dari penjelasan beberapa penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat bahwa

penelitian yang dilakukan penulis benar-benar orisinil dimana sebelumnya belum ada

penelitian yang meneliti tentang analisis faktor-faktor store atmosphere pada bisnis

ritel dengan variabel-variabel yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan dan

dengan teknik analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan teknik analisis faktor.

2.3 Kerangka Pemikiran

Store atmosphere merupakan suasana yang dirasakan saat berada di lingkungan

toko melalui karakteristik fisik yang mempengaruhi emosional sehingga menimbulkan

kesan baik bagi konsumen.Eceran memegang peranan penting dalam penyampaian

barang dan jasa kepada konsumen.Eceran berperan untuk menjual barang dan jasa

kepada konsumen akhir.Setiap pengecer tentu saja memiliki strategi dalam pemasaran

untuk menarik konsumen.

Pada kerangka pemikiran penelitian ini menggunakan store atmosphere sebagai

variabel independen dan terbagi menjadi 20 sub variabel, yaitu storefront, marquee,

entrance, parking facilities, flooring, color and lighting, scent, music, store fixtures,

store personnel, technology, temperature, cleanliness, alokasi ruangan, pola arus

lalulintas, classification of store offerings, assortment display, theme-setting display,

ensemble display, dan rack display. Peneliti memilih variabel tersebut dengan alasan

dianggap paling sesuai dengan objek penelitian yang akan mempengaruhi kepuasan

konsumen. Adapun variabel – variabel tersebut diambil dari beberapa para ahli.

Menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008:149) atmosfer toko terdiri dari empat elemen,

27

Page 28: Lulusan 2016 Telkom University

yaitu desain toko, perencanaan toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise.

Desain toko mencakup desain eksterior (store front, marquee, pintu masuk), lay out,

dan ambience. Sedangkan perencanaan toko mencakup tata letak dan alokasi ruangan

yang terbagi ke dalam beberapa jenis ruangan atau area, seperti selling space,

merchandise space, customer space, dan personnel space.

Menurut Levy dan Weitz (2009:530) elemen penting store atmosphere terdiri

dari lighting, color, music, scent. Sedangkan elemen-elemen store atmosphere menurut

Berman & Evans (2010:509) dapat dibagi menjadi empat elemen utama, yaitu exterior,

general interior, store layout, dan interior display.

Peneliti melakukan penggabungan beberapa variabel tersebut sebelum

dilakukan proses analisis faktor. Penelitian ini memiliki batasan penggunaan variabel

yaitu hanya variabel yang dianggap paling sesuai dengan objek penelitian.

Berikut penjelasan mengenai variabel yang akan digunakan dalam penelitian

ini:

1) Storefront (bagian depan toko) meliputi kombinasi papan nama, pintu masuk,

dan konstruksi bangunan. konsumensering menilai toko dari penampilan

luarnya sehingga merupakan faktor penting untuk mempengaruhi konsumen

mengunjungi toko (Sopiah & Syihabudhin, 2008).

2) Marquee (papan nama toko) merupakan suatu tanda yang digunakan untuk

memajang nama atau logo suatu toko (Sopiah & Syihabudhin, 2008).

3) Entrance (pintu masuk toko) harus direncanakan sebaik mungkin, sehingga

dapat mengundang konsumen untuk masuk melihat ke dalam toko dan juga

mengurangi kemacetan lalu lintas keluar masuk konsumen (Sopiah &

Syihabudhin, 2008).

4) Parking Facilities. Fasilitas parkir yang luas, gratis, dekat dengan toko akan

menciptakan citra positif dibandingkan dengan parkir yang langka, mahal dan

jauh (Berman & Evans, 2010).

28

Page 29: Lulusan 2016 Telkom University

5) Flooring (jenis lantai), penentuan jenis lantai, ukuran, desain, dan warna lantai

dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra toko (Berman & Evans,

2010).

6) Color and lighting (warna dan pencahayaan). Penggunaan warna yang kreatif

dapat meningkatkan citra pengecer dan membantu menciptakan suasana hati.

Pencahayaan yang baik di toko melibatkan lebih dari sekedar untuk menerangi

ruangan. Pencahayaan dapat menyoroti barang dagangan dan menangkap

suasana hati atau perasaan yang dapat meningkatkan citra toko (Levy & Weitz,

2009).

7) Scent (aroma) memiliki dampak besar pada emosi kita, seperti kebahagiaan,

rasa lapar, jijik, dan nostalgia (Levy & Weitz, 2009).

8) Music (musik), pengecer dapat menggunakan musik untuk mempengaruhi

perilaku konsumen. Musik dapat mengendalikan laju lalulintas toko, membuat

citra toko, dan menarik perhatian konsumen (Levy & Weitz, 2009).

9) Store fixtures (perabot toko) dapat direncanakan berdasarkan kedua utilitas dan

estetika (Berman & Evans, 2010).

10) Store personnel (karyawan toko) yang sopan, rapih, berpengetahuan dapat

membuat atmosphere yang positif (Berman & Evans, 2010).

11) Technology (teknologi), toko yang menggunakan teknologi akan mengesankan

orang dengan operasi yang efisien dan cepat (Berman & Evans, 2010).

12) Temperature (suhu udara), pengelola toko harus mengatur suhu udara dalam

toko sehingga tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin (Berman &

Evans, 2010).

13) Cleanliness (kebersihan) dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen

untuk berbelanja di toko tersebut. Pengelola toko harus mempunyai rencana

yang baik dalam pemeliharaan kebersihan toko (Berman & Evans, 2010).

14) Allocation of Floor Space (alokasi ruangan) terdiri dari: selling space yang

digunakan untuk memajang barang, berinteraksi antara konsumen dan

29

Page 30: Lulusan 2016 Telkom University

karyawan toko, demonstrasi, dan lainnya; merchandise space yang digunakan

untuk ruang menyimpan barang yang tidak dipajang; personnel space yang

disediakan untuk karyawan berganti pakaian, makan siang dan coffee breaks,

dan ruangan untuk beristirahat; customer spaceyang disediakan untuk

meningkatkan kenyamanan konsumen (Berman & Evans, 2010).

15) Classification of Store Offerings, pengelompokkan produk berdasarkan fungsi,

motivasi membeli, segmen pasar, dan storability (Berman & Evans, 2010).

16) Determination of A Traffic-Flow Pattern, penentuan pola arus lalulintas di

dalam toko (Berman & Evans, 2010).

17) Assortment displays, bentuk interior display yang digunakan untuk berbagai

macam yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan,

melihat, dan mencoba produk (Berman & Evans, 2010).

18) Theme-setting displays, bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema

tertentu (Berman & Evans, 2010).

19) Ensemble display, bentuk interior displays yang digunakan untuk satu sel

produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk (Berman &

Evans, 2010).

20) Rack displays, bentuk interior displays yang memiliki fungsi utama sebagai

tempat atau gantungan untuk produk yang ditawarkan (Berman & Evans,

2010).

Secara rinci kerangka pemikiran dapat digambarkan oleh Gambar 2.2 berikut:

30

Page 31: Lulusan 2016 Telkom University

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber: data yang telah diolah

2.4 Hipotesis Penelitian

Penyusunan hipotesis penelitian akan dilakukan setelah peneliti mendapatkan

hasil dari analisis faktor – faktor store atmosphere.

31

(Sopiah & Syihabudhin, 2008), (Levy & Weitz, 2009), dan (Berman Evans, 2010)

( Tjiptono & Chandra, 2012)

Page 32: Lulusan 2016 Telkom University

‘halaman ini sengaja dikosongkan’

32

Page 33: Lulusan 2016 Telkom University

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Karakteristik Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan kuantitatif.

Metode kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah digunakan

(Sugiyono, 2014:35).

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor

store atmosphere yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen pada bisnis ritel

modern di kota Bandung, serta mendeskripsikan tanggapan konsumen terhadap kondisi

store atmosphere pada bisnis ritel modern di kota Bandung. Jenis penelitian dalam

penelitian ini adalah jenis penelitian yang bersifat kausal dan deskriptif karena

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel serta

mendeskripsikan responden.

Penelitian kausal menurut Rangkuti (2011:24) riset kausal digunakan untuk

mencari hubungan antara sebab dan akibat, tujuannya untuk mengetahui variabel yang

menjadi akibat atau variabel terpengaruh (variabel dependen), serta untuk mengetahui

hubungan atau keterkaitan antara variabel - variabel tersebut. Dalam penelitian ini akan

mencari hubungan sebab akibat antara store atmosphere dengan kepuasan konsumen.

Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat

dari nilai rata – rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis dan skewness (Ghozali, 2013:19).

33

Page 34: Lulusan 2016 Telkom University

Karakteristik dari penelitian yang dilakukan ini digambarkan dalam tabel 3.1

berikut ini :

Tabel 3.1 Karakteristik Penelitian

No. Karakteristik Penelitian Jenis

1. Berdasarkan Metode Kuantitatif

2. Berdasarkan Tujuan Kausal dan Deskriptif

3. Berdasarkan Keterlibatan Peneliti Tidak Mengintervensi Data

4. Berdasarkan Unit Analisis Individu

5. Berdasarkan Waktu Pelaksanaan Cross Sectional

Sumber: data yang telah diolah

3.2 Alat Pengumpulan Data

3.2.1 Variabel Operasional

Variabel menurut Sugiyono (2014:96) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai

dari orang, obyek, organisasi atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Agar variabel penelitian dapat mudah dimengerti, peneliti menyebarkan

variabel tersebut kedalam dimensi sub variabel, indikator, dan skala ukur yang

digunakan. Dimensi tersebut tercantum pada tabel 3.2 yang kemudian akan digunakan

sebagai alat ukur peneliti di lapangan.

34

Page 35: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 3.2 Variabel Operasional

No. Variabel Sub

Variabel

Indikator Kode

Item

Skala

1. Store Atmosphere

(X)

Untuk toko yang

merupakan basic

retailer atau eceran,

suasana lingkungan

toko itu berdasarkan

karakteristik fisik

yang biasanya

dipergunakan untuk

membangun kesan

dan menarik

konsumen.

Storefront

(X1)

Untuk mengetahui

penampilan bagian

depan toko.

1 Interval

Marquee

(X2)

Untuk mengetahui

pemilihan nama atau

logo toko.

2 Interval

“(Bersambung)”

35

Page 36: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Entrance

(X3)

Untuk mengetahui

penggunaan bagian

pintu masuk toko.

3 Interval

Parking

Facilities

(X4)

Untuk mengetahui

kemampuan

menyediakan fasilitas

parkir di lingkungan

toko.

4 Interval

Flooring

(X5)

Untuk mengetahui

penentuan jenis lantai,

ukuran, desain, dan

warna lantai di toko.

5 Interval

Color and

Lighting

(X6)

Untuk mengetahui

kemampuan

penggunaan warna dan

pencahayaan di dalam

toko.

6 Interval

Scent (X7) Untuk mengetahui

kemampuan pemilihan

aroma di dalam toko.

7 Interval

Music (X8) Untuk mengetahui

pemilihan jenis musik

di dalam toko.

8 Interval

“(Bersambung)”

36

Page 37: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Store

fixtures (X9)

Untuk mengetahui

kemampuan pemilihan

perabot toko.

9 Interval

Store

personnel

(X10)

Untuk mengetahui

kemampuan pemilihan

sumber daya manusia

yang baik.

10 Interval

Technology

(X11)

Untuk mengetahui

penggunaan teknologi

pada kegiatan di dalam

toko.

11 Interval

Temperature

(X12)

Untuk mengetahui

kemampuan mengatur

suhu udara di dalam

toko.

12 Interval

Cleanliness

(X13)

Untuk mengetahui

kemampuan keadaan

toko dalam keadaan

bersih

13 Interval

Alokasi

ruangan

(X14)

Untuk mengetahui

pengalokasian ruangan

guna kepentingan di

dalam toko.

14 Interval

“(Bersambung)”

37

Page 38: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Klasifikasi

produk (X15)

Untuk mengetahui

kemampuan

mengelompokkan

produk berdasarkan

fungsi, motivasi,

segmen pasar,

storability di dalam

toko.

15 Interval

Arus

lalulintas

(X16)

Untuk mengetahui

kemampuan menetukan

pola arus lalulintas di

dalam toko.

16 Interval

Assortment

display (X17)

Untuk mengetahui

pemilihan bentuk

display yang digunakan

untuk berbagai macam

produk berbeda di dalam

toko.

17 Interval

Theme-

setting

display (X18)

Untuk mengetahui

kemampuan memilih

tema pada display di

dalam toko.

18 Interval

“(Bersambung)”

38

Page 39: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Ensemble

display

(X19)

Untuk mengetahui

kemampuan pemilihan

bentuk display yang

digunakan untuk

menggabungkan

berbagai macam

produk.

19 Interval

Rack

display

(X20)

Untuk mengetahui

kemampuan pemilihan

bentuk display rak di

dalam toko.

20 Interval

2. Kepuasan

Konsumen (Y)

Evaluasi yang

dilakukan oleh

pelanggan terhadap

sebuah produk atau

pelayanan, apakah

pelayanan itu sesuai

kenyataan dan

memenuhi harapan

konsumen.

Pembelian

Ulang

Untuk mengetahui

kemampuan toko

dalam mempengaruhi

pembelian ulang oleh

konsumen.

21 Interval

“(Bersambung)”

39

Page 40: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Penjualan

Silang

Untuk mengetahui

keberhasilan toko

dalam mempengaruhi

cross-selling oleh

konsumen

22 Interval

Pertambahan

Konsumen

Untuk mengetahui

keberhasilan toko

dalam meningkatkan

jumlah konsumen.

23 Interval

Sumber: data yang telah diolah

3.2.2 Skala Pengukuran

Skala pengukuran menurut Sugiyono (2014:131) merupakan kesepakatan yang

digunakan sebagai acuan untuk menetukan panjang pendeknya interval yang ada dalam

alat ukur, sehingga alat ukur tersebut ketika digunakan dalam mengukur dapat

menghasilkan data kuantiatif.

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian

ini adalah skala interval. Menurut Indrawati (2015:131), fungsi bilangan pada skala

pengukuran interval adalah sebagai simbol untuk membedakan sebuah keadaan

lainnya, untuk mengurutkan kualitas(merangking) kualitas karakteristik dan untuk

memperlihatkan jarak/interval. Sedangkan menurut Sarwono (2013:68) skala

pengukuran interval mempunyai karakteristik yang sama seperti yang dimiliki oleh

skala nominal dan skala ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu interval yang

tetap. Peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau

objek dengan yang lainnya.

40

Page 41: Lulusan 2016 Telkom University

Skala untuk instrumen penelitian yang digunakan adalah semantic differential

(diferensial semantik). Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, namun tidak dalam

bentuk pilihan ganda maupun ceklis, akan tetapi tersusun dalam satu garis kontinum

yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban “sangat

negatifnya” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah

data interval (Sugiyono, 2013:138).

Berikut gambar skala interval yang akan digunakan dalam penelitian ini:

Gambar 3.1 Skala Interval

Sumber: data yang telah diolah

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan pada penelitian ini diantaranya yang pertama adalah perumusan

masalah. Pada tahap ini peneliti merumuskan fenomena yang terjadi pada penelitian ini

yang dapat dilihat pada poin 1.3. Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu

menentukan landasan teori. Pada tahap ini peneliti menggunakan teori yang sesuai

dengan penelitian ini yang diambil dari berbagai sumber yang dapat dilihat pada bab 2

halaman 13. Tahap ketiga yang dilakukan peneliti adalah menyusun kerangka

pemikiran. Peneliti menggunakan empat sumber untuk dapat menyusun kerangka

pemikiran yang terdapat pada gambar 2.2. Setelah menyusun kerangka

pemikiran,tahapan selanjutnya adalah menentukan populasi dan sampel. Untuk dapat

menentukan sampel peneliti harus mengetahui populasi pada penelitian ini. Populasi

pada penelitian ini tidak diketahui oleh peneliti, dengan begitu peneliti menggunakan

41

Page 42: Lulusan 2016 Telkom University

rumus Bernoulli sehingga memperoleh jumlah sampel yang akan diteliti (poin 3.4.2).

Kemudian peneliti melakukan tahap pengumpulan data dengan cara menyebar

kuisioner kepada responden melalui media online dan bertemu langsung dengan

responden. Setelah data terkumpul peneliti melakukan tahap analisis data dengan

menggunakan tiga teknik analisis, yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, dan analisis

regresi yang dijelaskan pada poin 3.7. Tahapan yang terakhir adalah kesimpulan dan

saran sesuai dengan hasil dari penelitian ini. Adapun tahapan penelitian diatas dapat

dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini.

Gambar 3.2 Tahapan Penelitian

Sumber: data yang telah diolah

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

42

Page 43: Lulusan 2016 Telkom University

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:115). Populasi pada

penelitian ini adalah konsumen ritel modern (Giant, Griya/Yogya, Alfamart) di kota

Bandung. Jumlah populasi dari konsumen Giant, Griya/Yogya, dan Alfamart adalah

tidak diketahui karena belum ada data mendukung mengenai jumlah konsumen Giant,

Griya/Yogya, dan Alfamart.

3.4.2 Sampel

Menurut Indrawati (2015:164) sampel adalah anggota-anggota populasi yang

terpilih untuk dilibatkan dalam penelitian, baik untuk diamati, diberi perlakuan,

maupun dimintai pendapat tentang yang sedang diteliti.

Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan

tabel yang dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional

jumlah sampel minimal adalah 30, sedangkan dalam penelitian eksperimental adalah

15 sampel dari masing-masing kelompok, dan untuk penelitian survei adalah 100

sampel. Acuan dalam menentukan ukuran sampel adalah sebagai berikut (Sekaran,

2006:160)

a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat.

b. Jika sampe dipecah ke dalam subsample (pria/wanita, junior/senior, dan lain-

lain), ukuran sampel minimal 30 di setiap kategori.

c. Dalam penelitian mutiverate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran

sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian.

d. Dalam penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eksperimen yang

ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil

antara 10 sampai dengan 20.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability

sampling. Nonprobability sampling, besarnya peluang elemen untuk terpilih sebagai

subjek tidak diketahui (Sekaran dan Bougie, 2013:245).Dengan begitu peneliti

menggunakan metode purposive sampling.

43

Page 44: Lulusan 2016 Telkom University

Sampling purposive menurut Sugiyono (2013:122) adalah teknik pengambilan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini yaitu

peneliti menentukan orang yang akan dijadikan sampel berdasarkan kapasitas atau

pengetahuan orang tersebut tentang apa yang diharapkan sehingga akan memudahkan

peneliti menjelajahi objek yang diteliti.

Jika ukuran populasi tidak diketahui, dapat dihitung dengan menggunakan

metode Bernoulli. Dalam penelitian ini peneliti meggunakan rumus yang dikemukakan

Zikmund et al (2010:436) Dengan menggunakan formula atau rumus Bernoulli sebagai

berikut:

Dimana:

n = Jumlah sampel

Z = Nilai standar distribusi normal

α = Tingkat ketelitian

p = Besarnya proporsi yang ditolak

q = Besarnya proporsi yang diterima

e = Besarnya kesalahan yang diizinkan

Pada penelitian ini, tingkat ketelitian (α) yang digunakan sebesar 5%, tingkat

kepercayaan sebesar 95% sehingga diperoleh nilai Z = 1,96. Tingkat kesalahan (e)

ditentukan sebesar 5%. Sementara itu, probabilitas kuesioner benar (diterima) atau

44

Page 45: Lulusan 2016 Telkom University

salah (ditolak) masing-masing adalah 0,5. Sehingga diperoleh jumlah sampel minimum

sebesar:

n=(z α

2)

2

p × q

e2

n=(1 , 96)2 0 , 5× 0 , 50 , 052

n=384 , 16

Dari hasil perhitungan diatas, maka sampel minimal yang didapat adalah 385

responden.

3.5 Pengumpulan Data dan Sumber Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Kuisioner

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode survei,

yaitu dengan menyebarkan kuesioner pada sampel yang akan diteliti. Kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang efisien dan cocok digunakan bila

jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. (Sugiyono,

2013:199). Sedangkan menurut Sekaran dan Bougie (2013:147), kuesioner

pada umumnya dirancang untuk mengumpulkan sejumlah besar data

kuantitatif, yang dapat diberikan secara pribadi, dikirim ke responden atau

didistribusikan melalui elektronik. Dalam hal ini peneliti menyebarkan

kuisioner melalui media sosial yang dimiliki peneliti dan bertemu secara

langsung dengan responden. Pertanyaan tersebut berisi daftar pernyataan yang

45

Page 46: Lulusan 2016 Telkom University

mewakili variabel independen (store atmosphere) dan variabel dependen

(kepuasan konsumen).

b. Studi Pustaka

Menurut Martono (2011:97), studi pustaka dilakukan untuk memperkaya

pengetahuan mengenai berbagai konsep yang akan digunakan sebagai dasar

atau pedoman dalam proses penelitian. Studi pustaka pada penelitian ini

dilakukan pada berbagai sumber literatur seperti jurnal dan penelitian

terdahulu.

3.5.2 Sumber Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan berdasarkan sumbernya yaitu

dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Menurut Sugiyono (2010:137) menjelaskan data primer adalah sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.Data primer dalam

penelitian didapatkan dengan melakukan penyebaran kuisioner kepada

konsumen Giant, Griya/Yogya, dan Alfamart.

b. Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2010:137) data sekunder merupakan data yang diperoleh

tidak langsung, yaitu data tersebut diperoleh dan diolah dari sumber lain. Data

sekunder pada penelitian ini diolah menjadi informasi yang berguna bagi

penelitian, seperti data-data yang didapat dari berbagai sumber baik jurnal,

buku, dan berbagai artikel baik online maupun offline.

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.6.1 Uji Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data

(mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2013:172).

46

Page 47: Lulusan 2016 Telkom University

Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan

skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Masrun (1979)

dalam Sugiyono (2013:188) menyatakan bahwa item yang mempunyai korelasi positif

dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item

tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.

Alat ukur yang digunakan untuk menguji validitas dari setiap butir pertanyaan

yang ada dalam kuesioner, digunakan korelasi Product Moment sebagai berikut:

Keterangan:

Rxy : Koefisien validitas item yang dicari

X : Skor yang diperoleh dari subjek dalam tiap item

Y : Skor total item instrumen

Ʃ X : Jumlah skor dalam distribusi X

Ʃ Y : Jumlah skor dalam distribusi Y

Ʃ X2 : Jumlah kuadrat pada masing-masing skor X

Ʃ Y2 : Jumlah kuadrat pada masing-masing skor Y

N : Jumlah responden

Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa apabila r hitung lebih besar dari r tabel,

maka hipotesis alternatif diterima, dan H0 ditolak. Dan apabila r hitung sama persis

dengan r tabel, maka H0 diterima (Sugiyono, 2013:252). Apabila validitas setiap

jawaban yang diperoleh ketika memberikan daftar pertanyaan lebih besar dari 0,30

maka butir pertanyaan dianggap sudah valid. Berikut hasil perhitungan menggunakan

SPSS, terlihat pada Tabel 3.3:

47

Page 48: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Variabel Sub Variabel Pernyataa

n

Corrected Item

– Total

Correlation

Keterangan

Store

Atmosphere

(X)

Storefront 1 0.529 Valid

Marquee 2 0.934 Valid

Entrance 3 0.950 Valid

Parking Facilities 4 0.917 Valid

Flooring 5 0.905 Valid

Color and Lighting 6 0.781 Valid

Scent 7 0.837 Valid

Music 8 0.923 Valid

Store Fixtures 9 0.923 Valid

Store Personnel 10 0.877 Valid

Technology 11 0.901 Valid

Temperature 12 0.881 Valid

Cleanliness 13 0.865 Valid

Alokasi Ruangan 14 0.892 Valid

Klasifikasi Produk 15 0.895 Valid

Arus Lalulintas 16 0.862 Valid

Assortment Display 17 0.854 Valid

Theme-setting

Display

18 0.846 Valid

Ensemble Display 19 0.360 Valid

Rack Display 20 0.490 Valid

“(Bersambung)”

48

Page 49: Lulusan 2016 Telkom University

“(Sambungan)”

Kepuasan

Konsumen (Y)

Pembelian Ulang 21 0.450 Valid

Penjualan Silang 22 0.482 Valid

Pertambahan

Konsumen

23 0.337 Valid

Sumber: data yang telah diolah

3.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menurut Sekaran dan Bougie (2013:228) yaitu untuk

menunjukkan sejauh mana perhitungan bebas dari kesalahan serta memastikan

pengukuran yang konsisten setiap waktu dan di berbagai item dalam instrument.

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2013:172-

173).

Menurut Suharsaputra (2012:112) terdapat rumusan perhitungan reliabilitas

dengan koefisien Cronbach Alpha. Koefisien Cronbach Alpha merupakan statistik

yang paling umum digunakan untuk menguji reliabilitas suatu instrumen penelitian.

Suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki tingkat reliabilitas memadai jika

koefisien Cronbach Alpha lebih besar atau sama dengan 0,70. Cronbach Alpha adalah

koefisien keandalan yang menunjukan seberapa baik item dalam suatu kumpulan

secara positif berkolerasi atau satu sama lain. Cronbach Alpha dihitung dalam rata-rata

interkorelasi antar item yang mengukur konsep. Semakin dekat Cronbach Alpha

dengan 1, semakin tinggi keandalan konsistensi internal. Adapun rumus Cronbach

Alpha, sebagai berikut:

α=( KK−1 )(1−∑ SD b2

SD t2 )

49

Page 50: Lulusan 2016 Telkom University

Keterangan

K : Kelompok/jumlah item

SDb2 : Varians skor kelompok

SDt2 : Varians skor total

Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama – sama terhadap seluruh item

pertanyaan. Jika nilai Alpha > 0.70 maka instrumen penelitian tersebut reliabel.

Berikut hasil perhitungan menggunakan SPSS, terlihat pada Tabel 3.4:

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.969 23

Sumber: data yang telah diolah

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat

dari nilai rata – rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,

kurtosis dan skewness (Ghozali, 2013:19).

Menurut Riduwan (2015:40) cara untuk menentukan nilai jenjang adalah

sebagai berikut :

50

Page 51: Lulusan 2016 Telkom University

a) Nilai kumulatif terbesar pada kuisioner adalah 5 dan terkecil adalah 1,

responden pada penelitian ini ada 385 responden.

b) Menghitung skor dengan cara : jumlah skor untuk setiap responden

dikalikan dengan nilai kumulatif (STS/TS/CS/S/SS).

c) Jumlah skor ideal atau skor tertinggi adalah 385 x 5 = 1925, dan untuk

skor terendah adalah 385 x 1 = 385.

d) Menentukan nilai pada garis kontinum, yaitu menentukan nilai

persentase terbesar adalah (1925 : 1925) x 100% = 100%, nilai

persentase terkecil adalah (385 : 1925) x 100% = 20% sehingga didapat

nilai rentang = 100% - 20% = 80% jika dibagi 5 skala pengukuran maka

didapat nilai interval persentase sebesar 16%. Sehingga diketahui

klasifikasi persentase sebagai berikut :

20% - 36% = Tidak baik

>36% - 52% = Kurang baik

>52% - 68% = Cukup

>68% - 84% = Baik

>84% - 100% = Sangat baik

e) Maka didapat hasil persentase item pernyataan nomor 1 adalah skor

total : skor ideal = 1424 : 1925 = 73,97%, yang dapat dikategorikan

Baik bila dilihat pada garis kontinum dibawah ini.

Tidak baikKurang

BaikCukup Baik

Sangat

baik

20.0% 36.0% 52.0% 68.0% 84.0% 100.0%

3.7.2 Analisis Faktor

Menurut Sarwono (2013:28), analisis faktor adalah suatu teknik analisis yang

digunakan untuk memberikan pemahaman yang mendasari dimensi-dimensi atau

51

Page 52: Lulusan 2016 Telkom University

regularitas suatu gejala. Tujuan analisis faktor adalah untuk membuat ringkasan

informasi yang dikandung dalam sejumlah besar variabel ke dalam suatu kelompok

faktor yang lebih kecil.Sedangkan kegunaan dari teknik ini adalah untuk mengurangi

jumlah data dalam rangka untuk mengidentifikasi sebagian kecil faktor yang dapat

menerangkan varians yang sedang diteliti secara lebih jelas dalam suatu kelompok

variabel yang jumlahnya lebih besar.Pada prinsipnya, analisis faktor merupaan bagian

dari multivariate yang berguna untuk mereduksi variabel.Cara kerjanya adalah

mengumpulkan variabel - variabel yang berkorelasi ke dalam satu atau beberapa faktor,

dimana antara satu faktor dengan faktor lainnya saling bebas atau tidak berkorelasi

(Usman, 2013:33).

Menurut Santoso (2010:59), proses utama analisis faktor meliputi hal-hal

berikut:

1) Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis. Variabel yang tercakup

dalam analisis harus disebutkan secara khusus berdasarkan penelitian

sebelumnya, teori, dan pertimbangan subjektif dari peneliti. Variabel harus

benar-benar diukur secara tepat diukur pada skala interval atau rasio (metric).

Besarnya sampel harus tepat. Sebagai petunjuk umum besarnya sampel (n)

paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel. Menurut Hair et al.

(2014:99), teknik analisis faktor yang paling efektif menggunakan ukuran

sampel 100 atau lebih besar.

2) Menguji variabel-variabel yang ditentukan, dengan metode Bartlett test of

sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy). Menurut

Hair et al. (2014:101) untuk angka MSA (Measure of Sampling Adequacy)

berkisar 0 sampai 1 dengan kriteria:

a) MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh

variabel yang lain.

b) MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih

lanjut.

52

Page 53: Lulusan 2016 Telkom University

c) MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih

lanjut atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

3) Setelah sejumlah variabel yang memenuhi syarat didapat, kegiatan berlanjut ke

proses inti pada analisis faktor, yakni factoring; proses ini akan mengekstrak

satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel

sebelumnya. Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis

faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor,

yaitu principal component analysis dan common factor analysis (Hair et al,

2014:105). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Principal

Component Analysis, karena pada penelitian ini ingin mengetahui jumlah faktor

minimal yang tetap bisa menyerap sebagian besar informasi yang terkandung

dalam variabel asli atau mewakili variabel - variabel aslinya.

4) Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas

faktor yang terbentuk tersebut, yang dianggap bisa mewakili variabel - variabel

anggota faktor tersebut.

5) Validasi atas hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah

valid. Validasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan

membagi sampel awal menjadi dua bagian, lalu membandingkan hasil faktor

sampel satu dengan sampel dua. Jika hasil tidak banyak perbedaan, bisa

dikatakan faktor yang terbentuk telah valid.

3.7.3 Uji Asumsi Klasik

Pada penelitian ini juga akan dilakukan beberapa uji asumsi klasik terhadap

model regresi yang telah diatur dengan menggunakan program SPSS. Tujuan

dilakukannya uji asumsi klasik adalah untuk memberikan kepastian bahwa persamaan

regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten.

Uji asumsi klasik ini meliputi uji asumsi normalitas, uji asumsi heterokedastisitas, dan

uji asumsi multikolinieritas.

53

Page 54: Lulusan 2016 Telkom University

3.7.3.1 Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah data yang digunakan

baik menguji apakah data terdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan

probability plot.Distribusi normal membentuk suatu garis lurus diagonal. Apabila data

yang digunakan terdistribusi normal, maka residual plots akan mengikuti garis

normalitas dan berada di sekitar garis. (Ghozali, 2009:147).

3.7.3.2 Uji Asumsi Heterokedastisitas

Uji heteroskedastistas adalah pengujian untuk melihat apakah dalam suatu

model regresi terdapat ketidak samaan varians dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan lainnya.Suatu model regresi yang baik harus bebas dari masalah

heterokedastisitas. Menurut Ghozali (2009 : 125) uji heterokedastisitas berguna untuk

mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual

suatu pengamatan dengan pengamatan lainnya. Untuk menguji ada tidaknya masalah

heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat pola tertentu pada

garfik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah residual dan

sumbu X adalah X yang telah diprediksi. Apabila terdapat pola tertentu secara teratur

pada grafik scatterplot maka terdapat indikasi bahwa terdapat

heterokedastisitas.Apabila tidak terdapat pola yang jelas, maka tidak terdapat

heterokedastisitas.

3.7.3.3 Uji Asumsi Multikolinieritas

Uji Multikolinearitas adalah pengujian untuk melihat apakah terdapat korelasi

antara variabel independen, jika terjadi korelasi antara variabel independen maka hal

ini berarti terdapat multikolinieritas dan persamaan regresi ganda yang akan terbentuk

tidak dapat digunakan untuk peramalan. Menurut Ghozali (2009 : 95) uji

multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar

54

Page 55: Lulusan 2016 Telkom University

variabel independen dalam model regresi. Untuk itu diperlukan pengujian ini untuk

melihat apakah terdapat multikolinieritas pada suatu persamaan regresi. Untuk

mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai

berikut:

Mempunyai angka tolerance di atas (>) 0,1

Mempunyai nilai VIF di bawah (<) 10

3.7.4 Ananlisis Regresi

Menurut Sugiyono (2010:270) analisis regresi dapat digunakan untuk

memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui

menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan

keadaan variabel dependen dapat dilakukkan dengan meningkatkan variabel

independen dan sebaliknya.

Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel independen yaitu store atmosphere terhadap variabel dependen yaitu

kepuasan konsumen.

Menurut Sugiyono (2010:277) persamaan umum regresi linier berganda adalah

sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11

+ b12X12 + b13X13 + b14X14 + b15X15 + b16X16 + b17X17 + b18X18 + b19X19 + b20X20 + e

Dimana:

Y = variabel dependen (kepuasan konsumen)

X = variabel independen (storefront, marquee, entrance, parking facilities,

flooring, color and lighting, scent, music, store fixtures, store personnel,

technology, temperature, cleanliness, alokasi ruangan, pola arus lalulintas,

55

Page 56: Lulusan 2016 Telkom University

classification of store offerings, assortment display, theme-setting display,

ensemble display, dan rack display)

a = nilai konstan atau tetap

b = koefisien regresi parsial

e = standar error

3.7.5 Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini apakah variabel independen

berpengaruh terhadap variabel terikat, maka digunakan uji-t dan uji-f.Uji-t digunakan

untuk melakukan pengukuran pengaruh secara parsial, sedangkan uji-f digunakan

untuk mengukur pengaruh secara simultan.

Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : β = 0, Tidak terdapat pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen.

3.7.5.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji-t)

Menurut Ghozali (2013:98) pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan

seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Dengan tingkat signifikansi 5%, maka kriteria

pengujian adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikansi t < 0.05, maka H0 ditolak, artinya terdapat pengaruh yang

signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen.

b. Apabila nilai signifikansi t > 0.05 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat

pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel

dependen.

56

Page 57: Lulusan 2016 Telkom University

Rumus hipotesis secara parsial berdasarkan permususan hipotesis adalah

sebagai berikut :

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor storefront terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor storefront terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor marquee terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor marquee terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor entrance terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor entrance terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor parking facilities terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor parking facilities terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor flooring terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor flooring terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor color and lighting terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor color and lighting terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor scent terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor scent terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor music terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor music terhadap kepuasan konsumen.

57

Page 58: Lulusan 2016 Telkom University

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor store fixtures terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor store fixtures terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor store personnel terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor store personnel terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor technology terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor technology terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor temperature terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor temperature terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor cleanliness terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor cleanliness terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor alokasi ruangan terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor alokasi ruangan terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor klasifikasi produk terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor klasifikasi produk terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor arus lalulintas terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor arus lalulintas terhadap kepuasan konsumen.

58

Page 59: Lulusan 2016 Telkom University

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor assortment display terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor assortment display terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor theme-setting display terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor theme-setting display terhadap kepuasan

konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor ensemble display terhadap kepuasan

konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor ensemble display terhadap kepuasan konsumen.

H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor rack display terhadap kepuasan konsumen.

H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor rack display terhadap kepuasan konsumen.

3.7.5.2 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji-f)

Uji-f ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-

sama atau simultan, variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.Uji

regresi simultan (Uji-f) merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh bersama-sama antara variabel independen atau variabel bebas dan

variabel dependen atau variabel terikat (Ghozalli, 2013:98). Adapun hipotesis yang

dilakukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Jika nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel atau probabilitas lebih kecil dari

tingkat signifikasnsi (Sig. ≤ 0,05), maka variabel X secara bersama-sama

(simultan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.

59

Page 60: Lulusan 2016 Telkom University

b. Jika nilai F-hitung lebih kecil dari F-tabel atau probabilitas lebih besar dari

tingkat signifikansi (Sig. ≥ 0,05), maka variabel X secara bersama-sama

(simultan) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.

3.7.5.3 Koefisien Determinasi

Menurut Sugiyono (2010:257) koefisien determinasi digunakan untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen

Giant, Griya/Yogya, Alfamart di kota Bandung. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya

koefisien determinasi (R2 ) antara nol (0) sampai dengan 1. Jika koefisien determinasi

sama dengan nol berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen. Apabila koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka dapat

dikatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Rumus

koefisien determinasi adalah sebagai berikut:

D = R2 x 100%

Keterangan: KD = koefisien determinasi

r = koefisien korelasi variabel independen dengan variabel dependen

60

Page 61: Lulusan 2016 Telkom University

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Deskriptif

4.1.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini peneliti menyebar kuisioner pada 385 responden yang

merupakan konsumen bisnis ritel modern di kota Bandung. Penyebaran kuisioner

dilakukan secara online menggunakan Google Drive yang disebarkan melalui berbagai

media sosial dan forum online serta secara offline menggunakan angket yang

disebarkan langsung kepada konsumen bisnis ritel modern di kota Bandung.

a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai jenis

kelamin, diketahui 204 responden (53,0%) diantaranya adalah laki-laki dan 181

responden (47,0%) lainnya adalah perempuan. Pada Gambar 4.1 dibawah ini

menggambarkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki.

53.0%47.0%

Jenis Kelamin

Laki-lakiPerempuan

Gambar 4.1 Jenis Kelamin

Sumber: data yang telah diolah

61

Page 62: Lulusan 2016 Telkom University

b. Karakteristik responden berdasarkan usia

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai usia,

diketahui 15 responden (3,9%) diantaranya berusia dibawah 17 tahun, 295 responden

(76,6%) diantaranya berusia 17-25 tahun, 49 responden (12,7%) diantaranya berusia

26-35 tahun, 18 responden (4,7%) diantaranya berusia 36-45 tahun, dan 8 responden

(2,1%) diantaranya berusia diatas 45 tahun. Pada Gambar 4.2 dibawah ini

menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia 17-25 tahun.

3.9%

76.6%

12.7%

4.7% 2.1%

Usia<17 tahun17 - 25 tahun26 - 35 tahun36 - 45 tahun>45 tahun

Gambar 4.2 Usia Responden

Sumber: data yang telah diolah

c. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai

pekerjaan, diketahui 244 responden (63,4%) diantaranya bekerja sebagai pelajar /

mahasiswa, 22 responden (5,7%) diantaranya bekerja sebagai pegawai negeri, 86

responden (22,3%) diantaranya bekerja sebagai pegawai swasta, 20 responden (5,2%)

diantaranya bekerja sebagai wirausaha, dan 13 responden (3,4%) diantaranya bekerja

lainnya. Pada Gambar 4.3 dibawah ini menggambarkan bahwa sebagian besar

responden bekerja sebagai pelajar / mahasiswa.

62

Page 63: Lulusan 2016 Telkom University

63.4%5.7%

22.3%5.2%

3.4%

PekerjaanPelajar/MahasiswaPegawai NegeriPegawai SwastaWirausahaOther

Gambar 4.3 Pekerjaan

Sumber: data yang telah diolah

d. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai

pendapatan, diketahui 195 responden (50,6%) diantaranya berpendapatan dibawah Rp.

2.000.000, 150 responden (39,0%) diantaranya berpendapatan Rp 2.000.000 - s.d Rp

5.000.000, 33 responden (8,6%) diantaranya berpendapatan Rp 5.000.000 s.d Rp

10.000.000, dan 7 responden (1,8%) diantaranya berpendapatan diatas Rp 10.000.000.

Pada Gambar 4.4 dibawah ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden

berpendapatan dibawah Rp. 2.000.000.

50.6%39

.0%

8.6% 1.8%

Pendapatan<Rp2.000.000 Rp2.000.000 -s.d

Rp5.000.000Rp5.000.000 s.d Rp10.000.000

<Rp10.000.000

Gambar 4.4 Pendapatan

Sumber: data yang telah diolah

63

Page 64: Lulusan 2016 Telkom University

e. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi

Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai

pendapatan, diketahui 69 responden (17,9%) diantaranya datang kurang dari 2 kali

dalam sebulan, 165 responden (42,9%) diantaranya dateng 2-3 kali dalam sebulan, 75

responden (19,5%) diantaranya datang 4-5 kali dalam sebulan, dan 76 responden

(19,7%) diantaranya datang lebih dari 5 kali dalam sebulan. Pada Gambar 4.5 dibawah

ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden dateng 2-3 kali dalam sebulan.

17.9%

42.9%19.5%

19.7%

Frekuensi<2 kali2 - 3 kali4 -5 kali>5 kali

Gambar 4.5 Frekuensi

Sumber: data yang telah diolah

4.1.2 Tanggapan Responden Mengenai Store Atmosphere (X)

Pada tabel 4.1 berikut menggambarkan tanggapan responden mengenai Store

Atmosphere(X).

Tabel 4.1 Tanggapan Responden Mengenai Store Atmosphere

N

oPernyataan

1 2 3 4 5 Jumlah Skor

Total

Skor

Idealf % F % F % F % f % F %

1

Penampilan

bagian depan

toko menarik

1 0,3 15 3,913

936,1 174 45,2 56

14,

5385 100,0 1424 1925

“Bersambung”

64

Page 65: Lulusan 2016 Telkom University

“Sambungan”

2

Papan nama dan

logo toko

terlihat jelas

6 1,6 6 1,6 70 18,2 188 48,8 11529,

9385 100,0 1555 1925

3

Pintu masuk

toko

memudahkan

anda untuk

masuk dan

keluar toko

3 0,8 11 2,911

529,9 176 45,7 80

20,

8385 100,0 1474 1925

4

Fasilitas parkir

di lingkungan

toko tersedia

dengan baik

5 1,3 47 12,214

938,7 127 33,0 57

14,

8385 100,0 1339 1925

5

Penggunaan

jenis lantai di

dalam toko

membuat anda

merasa nyaman

1 0,3 25 6,512

632,7 166 43,1 67

17,

4385 100,0 1428 1925

6

Penggunaan

warna dan

pencahayaan

ruangan toko

terlihat menarik

1 0,3 18 4,7 99 25,7 182 47,3 8522,

1385 100,0 1487 1925

7

Aroma ruangan

toko harum

sehingga anda

nyaman berada

di dalamnya

2 0,5 37 9,611

930,9 140 36,4 87

22,

6385 100,0 1428 1925

“Bersambung”

65

Page 66: Lulusan 2016 Telkom University

“Sambungan”

8

Musik yang

dimainkan di

toko membuat

anda betah

berada di dalam

toko

6 1,6 41 10,613

434,8 138 35,8 66

17,

1385 100,0 1372 1925

9

Perabot toko

yang digunakan

terlihat menarik

2 0,5 27 7,016

943,9 139 36,1 48

12,

5385 100,0 1359 1925

10

Karyawan toko

melayani

dengan baik

1 0,3 29 7,514

437,4 141 36,6 70

18,

2385 100,0 1405 1925

11

Penggunaan

teknologi pada

kegiatan di

lingkungan toko

sudah baik

4 1,0 23 6,013

535,1 162 42,1 61

15,

8385 100,0 1408 1925

12

Suhu udara di

dalam toko

sejuk

2 0,5 14 3,6 91 23,6 170 44,2 10828,

1385 100,0 1523 1925

13

Kondisi

lingkungan toko

bersih

0 0,0 11 2,912

031,2 174 45,2 80

20,

8385 100,0 1478 1925

14

Penataan

ruangan di

dalam toko

sudah baik

2 0,5 21 5,514

337,1 155 40,3 64

16,

6385 100,0 1413 1925

15

Pengelompokan

barang di dalam

toko sudah baik

2 0,5 25 6,513

535,1 157 40,8 66

17,

1385 100,0 1415 1925

“Bersambung”

66

Page 67: Lulusan 2016 Telkom University

“Sambungan”

16

Pola arus

lalulintas di

dalam toko

mudah

3 0,8 56 14,514

537,7 139 36,1 42

10,

9385 100,0 1316 1925

17

Tersedianya

tanda penunjuk

lokasi untuk

setiap kategori

produk sehingga

memudahkan

anda dalam

mencari produk

yang dibutuhkan

5 1,3 56 14,514

236,9 132 34,3 50

13,

0385 100,0 1321 1925

18

Tema dekorasi

toko disesuaikan

dengan event

yang sedang

berlangsung

2 0,5 26 6,815

841,0 149 38,7 50

13,

0385 100,0 1374 1925

19

Penggabungan

berbagai macam

barang sudah

sesuai

0 0,0 19 4,915

540,3 161 41,8 50

13,

0385 100,0 1397 1925

20

Rak

penyimpanan

barang menarik

0 0,0 32 8,317

746,0 136 35,3 40

10,

4385 100,0 1339 1925

Jumlah Skor Total 28255

Presentase Skor 73,4%

Sumber: data yang telah diolah

Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel 4.1 di atas, dapat

dilihat bahwa skor total untuk Store Atmosphere (X) adalah 28255. Jumlah skor

67

Page 68: Lulusan 2016 Telkom University

tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan

cara :

Nilai Indeks Maksimum = 5 x 20 x 385 = 38500

Nilai Indeks Minimum = 1 x 20 x 385 = 7700

Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5

= (38500 - 7700) : 5

= 6160

Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%

= (28255 :38500) x 100%

= 73,4%

Tidak baikKurang

BaikCukup Baik

Sangat

baik

20.0% 36.0% 52.0% 68.0% 84.0% 100.0%

Gambar 4.6 Garis Kontinum Store Atmosphere (X)

Sumber: data yang telah diolah

Secara ideal, skor yang diharapkan untuk jawaban responden terhadap 20

pertanyaan adalah 38500. Dari perhitungan dalam tabel menunjukkan nilai yang

diperoleh 28255 atau 73,4% dari skor ideal yaitu 38500. Dengan demikian Store

Atmosphere (X) berada pada kategori baik. Yang dimaksud pada kategori baik adalah

papan nama dan logo yang terlihat jelas, penggunaan warna dan pencahayaan ruangan

toko yang terlihat menarik, dan suhu udara di dalam toko yang sejuk. Hal itu terlihat

68

73,4%

Page 69: Lulusan 2016 Telkom University

dari perolehan skor total tertinggi. Namun disisi lain perolehan skor total terendah

terletak pada pola arus lalulintas di dalam toko, ketersediaan tanda penunjuk lokasi

untuk setiap kategori produk, fasilitas parkir dan rak penyimpanan yang tersedia.

4.1.3 Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Konsumen (Y)

Pada tabel 4.2 berikut menggambarkan tanggapan responden mengenai

Kepuasan Konsumen (Y).

Tabel 4.2 Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Konsumen

No

Pernyataan1 2 3 4 5 Jumlah Skor

TotalSkor Idealf % F % F % f % F % F %

1

Saya puas terhadap suasana lingkungan toko yang ditampilkan, maka dari itu saya akan berbelanja kembali di toko tersebut

00,0

7 1,8 135 35,1166

43,1 77 20,0385

100,0 1468 1925

2

Saya puas berada di dalam toko, maka dari itu saya akan berbelanja kebutuhan yang lain di toko tersebut

00,0

14 3,6 139 36,1169

43,9 63 16,4385

100,0 1436 1925

3

Saya puas terhadap suasana lingkungan

toko yang ditampilkan, maka dari itu saya akan

merekomendasikan kerabat saya untuk berbelanja di toko

tersebut

0 0,0 24 6,2 132 34,3 162 42,1 67 17,4 385 100,0 1427 1925

Jumlah Skor Total 4331

Presentase Skor 75,0%

Sumber: data yang telah diolahTabel 4.2 di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Kepuasan

Konsumen (Y). Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat

dilihat bahwa skor total untuk Kepuasan Konsumen (Y) adalah 4331. Jumlah skor

69

Page 70: Lulusan 2016 Telkom University

tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan

cara :

Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 385 = 5775

Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 385 = 1155

Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5

= (5775 - 1155) : 5

= 924

Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%

= (4331 :5775) x 100%

= 75,0%

Tidak baikKurang

BaikCukup Baik

Sangat

baik

20.0% 36.0% 52.0% 68.0% 84.0% 100.0%

Gambar 4.7 Garis Kontinum Kepuasan Konsumen (Y)

Sumber: data yang telah diolah

Secara ideal, skor yang diharapkan untuk jawaban responden terhadap 3

pertanyaan adalah 5775. Dari perhitungan dalam tabel menunjukkan nilai yang

diperoleh 4331 atau 75,0% dari skor ideal yaitu 5775. Dengan demikian Kepuasan

Konsumen (Y) berada pada kategori baik.Adapun yang dimaksud baik adalah ketika

konsumen merasa puas terhadap suasana lingkungan toko sehingga akan berbelanja

kembali di toko tersebut dengan perolehan skor tertinggi. Sedangkan skor terendah

70

75,0%

Page 71: Lulusan 2016 Telkom University

adalah ketika konsumen akan merekomendasikan kerabatnya untuk berbelanja di toko

tersebut.

4.1.4 Hasil Analisis Deskriptif

Dari 385 responden dalam penelitian ini, dapat diketahui persentase tanggapan

responden mengenai store atmosphere (X) dan kepuasan konsumen (Y) yaitu masing –

masing sebesar 73,4% dan 75,0% yang artinya kedua variabel dalam penelitian ini

berada pada kategori baik. Adapun responden dalam penelitian ini kebanyakan berjenis

kelamin laki – laki. Responden pada penelitian ini rata – rata berusia 17 – 25 tahun dan

kebanyakan berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa dengan pendapatan setiap

bulannya di bawah Rp. 2.000.000,-. Dapat diketahui rata – rata frekuensi kunjungan

responden yaitu sebanyak 2 – 3 kali setiap bulannya.

4.2 Analisis Faktor

Pengujian analisis faktor pada penelitian ini menggunakan software IBM SPSS

Statistic 20. Pada tahap pertama analisis faktor yang dilakukan adalah menilai variabel

manakah yang akan dimasukkan kedalam analisis selanjutnya. Variabel yang dapat

dimasukkan kedalam analisis selanjutnya adalah variabel yang mempunyai korelasi

yang cukup tinggi dengan variabel lain sehingga dapat mengelompok dan membentuk

sebuah faktor. Data hasil kuisioner sebanyak 385 responden kemudian diolah dengan

cara memasukkan data kedalam SPSS, kemudian menggunakan menu Analyze

Dimension, Reduction Factor. Kemudian akan tampak pengisian variabel mana

saja yang akan diuji.

4.2.1 Perhitungan Matrix Korelasi

Perhitungan pertama yang digunakan adalah perhitungan matrix korelasi,

dimana untuk dapat menggunakan analisis faktor semua variabel harus berkorelasi.

Alat uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji

KMO dan Bartlett’s test of sphericity.

71

Page 72: Lulusan 2016 Telkom University

4.2.1.1 KMO dan Bartlett’s Test

KMO merupakan suatu uji untuk menunjukkan apakah metode sampling yang

digunakan telah memenuhi syarat atau tidak, yang berimplikasi apakah data dapat

dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis faktor atau tidak.

Setelah nilai KMO didapat, maka akan dapat kesimpulan berdasarkan nilai

yang didapat tersebut sebagai berikut :

0,9 – 1,0 : data sangat baik untuk dilakukan analisis faktor

0,8 – 0,9 : data baik untuk dilakukan analisis faktor

0,7 – 0,8 : data agak baik untuk dilakukan analisis faktor

0,6 – 0,7 : data lebih dari cukup untuk dilakukan analisis faktor

0,5 – 0,6 : data cukup untuk dilakukan analisis faktor

≤ 0,5 : data tidak layak untuk dilakukan analisis faktor

Sedangkan Bartlett’s Test of Sphericity digunakan untuk melihat apakah

variabel yang digunakan berkorelasi dengan variabel lainnya. Berikut hasil SPSS yang

diperoleh :

Tabel 4.3 KMO dan Bartlett’s

KMO and Bartlett's Test

,951

4355,259190

,000

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of SamplingAdequacy.

Approx. Chi-SquaredfSig.

Bartlett's Test ofSphericity

Sumber: hasil pengolahan SPSS

Pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai KMO Measure of Sampling

Adequacy (MSA) sebesar 0,951 (lebih besar dari 0,5) menunjukan bahwa sampel yang

72

Page 73: Lulusan 2016 Telkom University

diambil sudah memadai. Selain itu pada penelitian ini diketahui angka Chi-Square

menunjukkan angka sebesar 4355,259 dan angka signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil

dari 0,05) menunjukan bahwa variabel penelitian dapat diprediksi dan dianalisis lebih

lanjut. Hal ini juga ditunjang dengan hasil yang ditunjukkan oleh Anti-image Matrices.

4.2.1.2 Anti-Image Matrices

Pada Anti-Image Matrices terdapat angka-angka yang diberi huruf (a). Angka

yang terdapat pada bagian diagonal utama ini harus lebih besar dari 0,5karena angka

ini menunjukkan seberapa besar suatu indikator dapat dijelaskan oleh indikator-

indikator lainnya sehingga semakin besar semakin baik. Sebuah variabel dapat

diprediksi dan dilakukan analisis lebih lanjut jika memiliki MSA > 0,5. Jika dalam

hasil Anti-Image Matrices terdapat variabel yang memiliki angka MSA < 0,5 maka

variabel tersebut harus dikeluarkan dan dilakukan pengolahan data kembali. Apabila

terdapat lebih dari satu variabel yang memiliki nilai MSA < 0,5 maka variabel yang

dikeluarkan adalah variabel dengan angka terkecil (Santoso, 2010:66-67).

73

Page 74: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 4.4 Anti-Image Matrices (Anti-Image Correlation)

“Bersambung”

74

Page 75: Lulusan 2016 Telkom University

“Sambungan”

Sumber: data yang telah diolah

Dari tabel 4.4 di atas maka seluruh indikator sudah memiliki nilai anti-image

correlation di atas 0,5 sehingga analisis dapat dilanjutkan.

75

Page 76: Lulusan 2016 Telkom University

4.2.2 Penentuan Jumlah Faktor

Pada tahap kedua analisis faktor adalah melakukan ekstraksi terhadap

sekumpulan variabel yang terpilih sehingga terbentuk satu atau lebih faktor.Nilai

extraction menggambarkan besarnya persentase varian suatu variabel yang dapat

dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Semakin besar nilai extraction

menunjukkan semakin kuat hubungan dengan faktor yang nantinya akan terbentuk.

4.2.2.1 Communalities

Communalities merupakan proporsi varian variabel yang dapat dijelaskan oleh

faktor. Semakin besar communalities sebuah variabel maka semakin kuat hubungan

variabel tersebut dengan faktor yang terbentuk. Sebaliknya, semakin kecil

communalities sebuah variabel maka semakin lemah hubungan variabel tersebut

dengan faktor yang akan terbentuk.

Tabel 4.5 Communalities

Communalities

1,000 ,4861,000 ,4161,000 ,4791,000 ,4681,000 ,5721,000 ,5851,000 ,6401,000 ,4381,000 ,6091,000 ,4621,000 ,5561,000 ,5951,000 ,6471,000 ,5361,000 ,5891,000 ,7051,000 ,6951,000 ,5891,000 ,5281,000 ,536

p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20

Initial Extraction

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Sumber: hasil pengolahan SPSS

76

Page 77: Lulusan 2016 Telkom University

Pada tabel 4.5 di atas didapat nilai initial dan nilai extraction, nilai initial

merupakan varian variabel sebelum dilakukan ekstrak. Semua nilai intial bernilai 1, hal

ini berarti bahwa sebelum dilakukan ekstraksi variabel tersebut 100% membentuk

faktor tersebut.Karena faktor tidak dilakukan ekstraksi, dengan demikian terdapat 20

faktor.

Nilai extraction untuk indikator p1, nilai extraction adalah 0,486. hal ini berarti

bahwa 48,6% varian dari indikator p1 dapat dijelaskan oleh faktor yang akan

terbentuk. Demikian juga untuk variabel yang lainnya.

4.2.2.2 Total Variance Explained

Penentuan jumlah faktor yang diperlukan untuk mewakili variabel-variabel

yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total

variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue ≥ 1 yang dipertahankan dalam

model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dalam model.

Tabel 4.6 Total Variance Explained

Total Variance Explained

9,656 48,278 48,278 9,656 48,278 48,278 6,451 32,254 32,2541,477 7,384 55,662 1,477 7,384 55,662 4,682 23,408 55,662,910 4,548 60,210,899 4,493 64,704,726 3,630 68,333,683 3,417 71,750,621 3,107 74,857,593 2,963 77,820,537 2,685 80,505,499 2,493 82,998,455 2,274 85,272,440 2,202 87,474,408 2,039 89,513,364 1,818 91,331,331 1,654 92,986,314 1,571 94,556,300 1,501 96,057,297 1,486 97,543,254 1,272 98,815,237 1,185 100,000

Component1234567891011121314151617181920

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Sumber: hasil pengolahan SPSS

77

Page 78: Lulusan 2016 Telkom University

Pada tabel 4.6 diatas tersebut dapat diperoleh informasi bahwa jumlah faktor

yang terbentuk adalah 2 faktor, yaitu faktor pertama yang mempunyai eigenvalue

sebesar 9,656 dan faktor kedua yang mempunyai eigenvalue sebesar 1,477. Dari tabel

tersebut dapat diperoleh dua faktor dengan total persentase varians dari dua puluh

faktor tersebut adalah sebesar 48,278% + 7,384% = 55,662%. Dengan demikian,

55,662% dari seluruh variable yang ada dapat dijelaskan oleh 2 faktor yang terbentuk.

Akan tetapi karena pada penelitian ini ingin mendapatkan faktor atau konstruk

yang sesuai dengan teori, maka faktor yang dibentuk adalah satu dengan rotasi yang

dipilih adalah metode varimax.

4.2.2.3 Component Matrix

Component Matrix merupakan hasil pengolahan data yang menunjukkan

distribusi 20 varian terhadap dua faktor yang terbentuk. Angka pada tabel component

matrix merupakan factor loading. Factor loading adalah besar korelasi antara suatu

variabel dengan faktor yang baru terbentuk (Santoso, 2010:85).

Tabel 4.7 Component Matrixa

Component Matrixa

,674 -,180,588 -,265,673 -,163,677 -,097,712 -,255,670 -,370,745 -,291,648 -,135,780 -,015,654 ,185,745 -,045,740 -,217,772 -,223,726 ,093,752 ,153,696 ,469,592 ,587,618 ,455,690 ,228,701 ,211

p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20

1 2Component

Extraction Method: Principal Component Analysis.2 components extracted.a.

Sumber: hasil pengolahan SPSS

78

Page 79: Lulusan 2016 Telkom University

Proses penentuan variabel mana yang akan masuk ke faktor 1 dan 2 dilakukan

dengan cara membandingkan besar korelasi pada setiap baris.

4.2.3 Perotasian Faktor

Rotasi dilakukan dengan memutar (searah ataupun berlawanan dengan arah

jarum jam) kedua faktor yang belum dirotasi. Rotasi dapat dilakukan dengan cara yaitu

Orthogonal dan Oblique. Rotasi orthogonal dilakukan dengan tetap mempertahankan

sudut kedua faktor sebesar 90o. sedangkan rotasi oblique dilakukan tanpa

memperhatikan sudut kedua faktor setelah rotasi.

Tabel 4.8 Matriks Rotasi Faktor

Rotated Component Matrixa

,638 ,281,624 ,162,627 ,294,589 ,348,715 ,247,754 ,131,763 ,240,590 ,301,618 ,477,394 ,554,609 ,431,713 ,294,742 ,309,508 ,527,490 ,590,249 ,802,094 ,828,197 ,742,396 ,610,415 ,603

p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20

1 2Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotation converged in 3 iterations.a.

Sumber: hasil pengolahan SPSS

79

Page 80: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 4.8 diatas menunjukkan distribusi variable-variabel yang telah diekstrak

ke dalam faktor yang telah terbentuk berdasarkan faktor loadingnya setelah dilakukan

proses rotasi. Faktor yang terbentuk dapat diperoleh hasil:

1) Faktor 1

Terdapat korelasi antara P1 yang memiliki factor loading 0,638, P2 yang

memiliki factor loading 0,624, P3 yang memiliki factor loading 0,627, P4 yang

memiliki factor loading 0,589, P5 yang memiliki factor loading 0,715, P6 yang

memiliki factor loading 0,754, P7 yang memiliki factor loading 0,763, P8 yang

memiliki factor loading 0,590, P9 yang memiliki factor loading 0,618, P11

yang memiliki factor loading 0,609, P12 yang memiliki factor loading 0,713,

dan P13 yang memiliki factor loading 0,742 dengan faktor 1.

2) Faktor 2

Terdapat korelasi antara P10 yang memiliki factor loading 0,554, P14 yang

memiliki factor loading 0,527, P15 yang memiliki factor loading 0,590, P16

yang memiliki factor loading 0,802, P17 yang memiliki factor loading 0,828,

P18 yang memiliki factor loading 0,742, P19 yang memiliki factor loading

0,610, P20 yang memiliki factor loading 0,603 dengan faktor 2.

4.2.4 Interpretasi Faktor

Berdasarkan hasil analisis faktor maka diperoleh dua faktor baru yang

terbentuk dengan variabel – variabel baru di dalamnya. Pengelompokkan dilakukan

berdasarkan nilai factor loading. Berikut faktor baru yang terbentuk.

Tabel 4.9 Komponen Faktor Baru

Faktor No. Item Item Factor Loading

1 P1 Storefront menampilkan bagian depan toko menarik 0,638

P2 Marquee menampilakn nama atau logo toko dengan jelas 0,624

P3 Entrance memudahkan konsumen keluar dan masuk toko 0,627

“Bersambung”

80

Page 81: Lulusan 2016 Telkom University

“Sambungan”

P4 Parking facilities tersedia dengan baik 0,589

P5 Flooring membuat konsumen merasa nyaman 0,715

P6 Color and Lighting terlihat menarik 0,754

P7 Scent membuat konsumen merasa nyaman 0,763

P8 Music membuat konsumen merasa betah 0,590

P9 Store fixtures memberikan kemampuan pemilihan perabot toko 0,618

P11 Technology yang digunakan memudahkan transaksi 0,609

P12 Temperatrure membuat konsumen merasa nyaman 0,713

P13 Cleanliness membuat konsumen merasa nyaman 0,742

2 P10 Karyawan memberikan pelayanan yang baik 0,554

P14 Alokasi ruangan memudahkan konsumen 0,527

P15 Pengelompokkan produk memudahkan konsumen 0,590

P16 Arus lalulintas dalam toko memudahkan konsumen 0,802

P17 Assortment display terlihat menarik 0,828

P18 Theme-setting display telah sesuai 0,742

P19 Ensemble display telah sesuai 0,610

P20 Rack display terlihat menarik 0,603

Sumber: data yang telah diolah

Proses selanjutnya yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penamaan

faktor baru yang terbentuk dengan cara mengurutkan factor loading masing – masing

variabel dari angka yang terbesar ke yang terkecil pada setiap komponen.

Tabel 4.10 Penamaan Faktor Baru

Faktor Nama Faktor Baru Kontribusi

1 Public Facilities 48,278%

2 Performance 7,384%

TOTAL 55,662%

Sumber: data yang telah diolah

81

Page 82: Lulusan 2016 Telkom University

Pada tabel 4.10 diatas kedua faktor tersebut dapat menjelaskan 55,662% dari

variabilitas 20 variabel yang diteliti.

4.2.5 Validasi Faktor

Validasi faktor dapat dilakukan dengan membagi data yang digunakan dalam

proses analisis menjadi dua bagian sama besar (metode split) atau dengan

menggunakan data baru. Pada kesempatan ini digunakan cara membagi data menjadi

dua bagian sama besar dan dilakukan analisis faktor dengan kedua kumpulan data

tersebut lalu cek hasil pemfaktorannya.

Sumber: hasil pengolahan SPSS

Hasil split sample menunjukkan bahwa antara sub sampel pertama dan kedua,

jumlah faktor yang terbentuk tetap sama yaitu 2 faktor, dan anggota tiap faktor juga

tidak berbeda meskipun terdapat perbedaan pada nilai-nilai factor loading. Jadi dapat

82

Tabel 4.11 Sampel (Responden) 1-192

Component Matrixa

,628 -,192,519 -,254,630 -,251,683 -,213,660 -,225,664 -,256,787 -,273,723 -,340,773 -,128,618 ,151,752 ,048,721 -,136,771 -,181,779 ,034,770 ,291,738 ,452,617 ,547,575 ,452,658 ,349,699 ,190

p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20

1 2Component

Extraction Method: Principal Component Analysis.2 components extracted.a.

Tabel 4.12 Sampel (Responden) 193-385

Component Matrixa

,712 -,139,656 -,245,710 -,066,674 ,010,753 -,240,675 -,442,712 -,343,579 ,056,788 ,082,701 ,151,741 -,124,757 -,271,774 -,259,686 ,149,738 ,035,660 ,475,570 ,608,652 ,438,717 ,124,703 ,218

p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20

1 2Component

Extraction Method: Principal Component Analysis.2 components extracted.a.

Page 83: Lulusan 2016 Telkom University

disimpulkan bahwa kedua faktor yang terbentuk stabil dan dapat di generalisasi untuk

populasi yang ada.

4.3 Analisis Pengaruh Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap

Kepuasan Konsumen (Y)

4.3.1 Uji Asumsi Klasik

4.3.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil

terdistribusi normal atau tidak. Distribusi normal membentuk suatu garis lurus

diagonal. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal menunjukkan pola distribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan melalui

tes Kolmogorov-Smirnov koreksi Lilliefors. Dengan bantuan software SPSS diperoleh

hasil sebagai berikut :

Tabel 4.13 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 385

Normal Parametersa,bMean 0E-7

Std. Deviation ,55380136

Most Extreme Differences

Absolute ,051

Positive ,029

Negative -,051

Kolmogorov-Smirnov Z ,994

Asymp. Sig. (2-tailed) ,276

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: hasil pengolahan SPSS

83

Page 84: Lulusan 2016 Telkom University

Gambar 4.8 Probability Plot

Sumber: hasil pengolahan SPSS

Analisis kenormalan berdasarkan metode Kolmogorov-Smirnov mensyaratkan

kurva normal apabila nilai Asymp. Sig. berada di atas batas maximum error, yaitu 0,05.

Adapun dalam analisis regresi, yang diuji kenormalan adalah residual atau variabel

gangguan yang bersifat stokastik acak. Selain itu, dengan melihat tampilan grafik

normal plot data menyebar disekitar garis diagonal, maka data di atas dapat digunakan

karena variabel residu berdistribusi normal.

4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika

variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Untuk menguji ada

tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap variable

bebas dengan nilai mutlak residualnya menggunakan korelasi Rank Spearman. Dengan

bantuan software SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :

84

Page 85: Lulusan 2016 Telkom University

Tabel 4.14 Uji Heteroskedastisitas

Correlations

Unstandardized

Residual

Spearman's rho

Public Facilities (X1)Correlation Coefficient ,052

Sig. (2-tailed) ,307

N 385

Performance (X2)

Correlation Coefficient ,034

Sig. (2-tailed) ,505

N 385

Sumber: hasil pengolahan SPSS

Dari output di atas dapat dilihat bahwa terdapat korelasi yang tidak signifikan.

Hal ini dilihat dari nilai p-value (Sig) yang lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat

disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

4.3.1.3 Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

linier antar variabel independen dalam model regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya

multikolinearitas adalah dengan menggunakan Variance Inflation Factors (VIF).

Dengan bantuan software SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.15 Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1Public Facilities (X1) 1,000 1,000

Performance (X2) 1,000 1,000

a. Dependent Variable: Kepuasan

Sumber: hasil pengolahan SPSS

85

Page 86: Lulusan 2016 Telkom University

Dari output di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF kurang dari 10, sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam data.

4.3.2 Analisis Korelasi Berganda

Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara Public Facilities (X1)

dan Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y), digunakan analisis korelasi

berganda (R).

Tabel 4.16 Analisis Korelasi Berganda

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,735a ,541 ,538 ,55525

a. Predictors: (Constant), REGR factor score 2 for analysis 1, REGR

factor score 1 for analysis 1

b. Dependent Variable: Kepuasan

Sumber: hasil pengolahan SPSS

Berdasarkan hasil output software SPSS di atas, diperoleh nilai koefisien

korelasi (R) sebesar 0,735. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat

antara Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).

4.3.3 Koefisien Determinasi

Besarnya pengaruh Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap

Kepuasan Konsumen (Y) dapat ditunjukkan oleh koefisien determinasi dengan rumus

sebagai berikut :

KD = R2 x 100%

= (0,735)2 x 100%

= 54,1%

86

Page 87: Lulusan 2016 Telkom University

Artinya variabel Public Facilities (X1) dan Performance (X2) memberikan

pengaruh sebesar 54,1% terhadap Kepuasan Konsumen (Y).Sedangkan sisanya sebesar

45,9% merupakan kontribusi variabel lain selain Public Facilities (X1) dan

Performance (X2).

4.3.4 Menguji Keberartian Koefisien Regresi

4.3.4.1 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabel-

variabel bebas secara bersama-sama atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji F.

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance

(X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).

H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance (X2)

terhadap Kepuasan Konsumen (Y).

α = 5%

Statistik Uji:

F=R2 (n−k−1 )

k (1−R2)

Kriteria Uji :

1. Terima Ho jika F hitung < F tabel

2. Tolak Ho jika F hitung ≥ F tabel

F tabel = F α ; (df1, df2) ; df1 = k , df2 = n-k-1

Hasil uji F berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut :

87

Page 88: Lulusan 2016 Telkom University

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho

Ftabel

= 3,01930

Fhitung

= 224,971

Tabel 4.17 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

F hitung Df F tabel Sig Keterangan Kesimpulan

224,971df1 = 2

3,0193 0,000 Ho ditolakAda pengaruh

df2 = 382 (Signifikan)

Sumber: data yang telah diolah

Dari tabel diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 224,971. Karena nilai F

hitung (224,971) > F tabel (3,0193), maka Ho ditolak.

Gambar 4.9 Daerah Penolakan Ho Pada Pengujian Secara Simultan

Sumber: data yang telah diolah

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh

yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap Kepuasan

Konsumen (Y).

4.3.4.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)

Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabel -

variabel bebas secara parsial atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji t.

88

Page 89: Lulusan 2016 Telkom University

1. Pengaruh Public Facilities (X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y)

Hipotesis :

Ho :β1 = 0 Public Facilities (X1) tidak berpengaruh signifikan

terhadap Kepuasan Konsumen (Y).

H1 :β1 ≠ 0 Public Facilities (X1) berpengaruh signifikan terhadap

Kepuasan Konsumen (Y).

α = 5%

Statistik Uji :

thit = , derajat bebas = n-k-1

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

2. Tolak Ho jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

Hasil uji t berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.18 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)

Variabe

lt hitung Df t tabel Sig

Keteranga

n

Kesimpula

n

X1 16,438 382 1,966 0,000 Ho ditolak Signifikan

Sumber: data yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.18 di atas dapat dilihat bahwa Variabel X1 memiliki nilai t

hitung lebih besar dari nilai t tabel. Karena nilai t hitung (16,438) > t tabel (1,966),

maka Ho ditolak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat

pengaruh signifikan dari Public Facilities (X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).

89

Page 90: Lulusan 2016 Telkom University

Terima Ho

-1,966

Ho ditolakHo ditolak

16,4381,966

Gambar 4.10 Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Variabel Public Facilities

(X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y)

Sumber: data yang telah diolah

2. Pengaruh Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y)

Hipotesis :

Ho :β 2 = 0 Performance (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap

Kepuasan Konsumen (Y).

H1 : β 2 ≠ 0 Performance (X2) berpengaruh signifikan terhadap

Kepuasan Konsumen (Y).

α = 5%

Statistik Uji :

thit = , derajat bebas = n-k-1

Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

2. Tolak Ho jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

Hasil uji t berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.19 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)

Variabe

lt hitung Df t tabel Sig

Keteranga

n

Kesimpula

n

X2 13,407 382 1,966 0,000 Ho ditolak Signifikan

Sumber: data yang telah diolah

90

Page 91: Lulusan 2016 Telkom University

Terima Ho

-1,966

Ho ditolakHo ditolak

13,4071,966

Berdasarkan tabel 4.19 diatas dapat dilihat bahwa Variabel X2 memiliki nilai t

hitung lebih besar dari nilai t tabel. Karena nilai t hitung (13,407) > t tabel (1,966),

maka Ho ditolak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat

pengaruh signifikan dari Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).

Gambar 4.11 Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Variabel Performance (X2)

terhadap Kepuasan Konsumen (Y)

Sumber: data yang telah diolah

4.3.5 Analisis Regresi Berganda

Untuk melihat pengaruh Public Facilities (X1) dan Performance (X2) Terhadap

Kepuasan Konsumen (Y) digunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan

sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2

Dimana :

Y = Kepuasan Konsumen

X1 = Public Facilities

91

Page 92: Lulusan 2016 Telkom University

X2= Performance

a= Konstanta

b1, b2,=Koefisien Regresi

Hasil pengolahan software SPSS untuk analisis regresi berganda disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 4.20 Analisis Regresi Berganda

Variabel Koefisien Regresi Std. Error T Sig.

(Constant

)3,206 0,028 113,287 0,000

X1 0,466 0,028 16,438 0,000

X2 0,380 0,028 13,407 0,000

Sumber: data yang telah diolah

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.20 di atas, diperoleh bentuk

persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = 3,206+ 0,466 X1+0,380 X2

Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan

apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan nilai variabel bebas

lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel terikat

diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel

bebasnya.

Dari persamaan regresi linier berganda diatas diperoleh nilai konstanta sebesar

3,206. Artinya, jika variabel Kepuasan Konsumen (Y) tidak dipengaruhi oleh kedua

variabel bebasnya yaitu Public Facilities (X1) dan Performance (X2) bernilai nol, maka

besarnya rata-rata Kepuasan Konsumen akan bernilai 3,206.

92

Page 93: Lulusan 2016 Telkom University

Tanda koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari

variabel yang bersangkutan dengan Kepuasan Konsumen. Koefisien regresi untuk

variabel bebas X1 bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara

Public Facilities (X1) dengan Kepuasan Konsumen (Y). Koefisien regresi variabel X1

sebesar 0,466 mengandung arti untuk setiap pertambahan Public Facilities (X1) sebesar

satu satuan akan menyebabkan meningkatnya Kepuasan Konsumen (Y) sebesar 0,466.

Koefisien regresi untuk variabel bebas X2 bernilai positif, menunjukkan adanya

hubungan yang searah antara Performance (X2) dengan Kepuasan Konsumen (Y).

Koefisien regresi variabel X2 sebesar 0,380 mengandung arti untuk setiap pertambahan

Performance (X2) sebesar satu satuan akan menyebabkan meningkatnya Kepuasan

Konsumen (Y) sebesar 0,380.

93

Page 94: Lulusan 2016 Telkom University

‘halaman ini sengaja dikosongkan’

94

Page 95: Lulusan 2016 Telkom University

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari 385 responden dalam penelitian ini, dapat diketahui persentase tanggapan

responden mengenai store atmosphere (X) sebesar 73,4% yang artinya variabel

tersebut berada pada kategori baik. Sedangkan persentase tanggapan responden

mengenai kepuasan konsumen (Y) yaitu 75,0% yang artinya variabel tersebut

berada pada kategori baik.

2. Proses analisis yang telah dilakukan mendapatkan hasil bahwa terdapat dua

faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Faktor – faktor yang baru

terbentuk tersebut berasal dari faktor yang berbeda. Kedua faktor baru tersebut

adalah :

1. Public Facilities

2. Performance

3. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti memperoleh kesimpulan

bahwa pengaruh Store Atmosphere terhadap Kepuasan Konsumen secara umum

berpengaruh signifikan baik secara simultan maupun parsial. Secara simultan

terdapat pengaruh yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance

(X2) terhadap kepuasan konsumen sebesar 54,1%. Sedangkan secara parsial

terdapat pengaruh signifikan dari Public Facilities (X1) terhadap kepuasan

konsumen (Y) sebesar 46,6% dan terdapat pengaruh signifikan dari

Performance (X2) terhadap kepuasan konsumen (Y) sebesar 38,0%.

95

Page 96: Lulusan 2016 Telkom University

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Perusahaan

Saran untuk pemilik bisnis ritel modern di kota Bandung adalah perlu

meningkatkan kualitas store atmosphere di dalam toko. Peningkatan tersebut dapat

dilakukan dengan memperhatikan tanggapan dari responden :

1) Public Facilities. Faktor ini mengacu pada tingkat kenyamanan konsumen

seperti storefront, marquee, entrance, parking facilities, flooring, color and

lighting, scent, music, store fixtures, technology, temperature, cleanliness.

Dilihat dari hasil tanggapan responden, perusahaan harus lebih meningkatkan

faktor – faktor tersebut khususnya faktor marquee (papan nama dan logo) dan

temperature (suhu udara ruangan) karena memiliki tanggapan responden

dengan skor tertinggi, akan tetapi perusahaan harus memperbaiki faktor

parking facilities (fasilitas parkir) karena tanggapan responden terhadap faktor

ini memiliki skor terendah yaitu sebesar 1339.

2) Performance. Faktor ini mengacu pada tingkat ketertarikan konsumen pada

tampilan display di dalam toko seperti karyawan, alokasi ruangan,

pengelompokkan produk, arus lalulintas, assortment display, theme-setting

display, ensemble display, rack display. Hasil dari tanggapan responden,

perusahaan harus lebih meningkatkan faktor pengelompokkan produk di dalam

toko karena tanggapan responden mengenai faktor tersebut memiliki skor

tertinggi yaitu sebesar 1415, akan tetapi perusahaan juga harus memperbaiki

faktor pola arus lalulintas di dalam toko karena memiliki hasil tanggapan

responden dengan skor terendah yaitu sebesar 1316.

5.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

1) Saran untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan dapat menambahkan atau

menggunakan variabel dan faktor lain yang bersumber dari jurnal atau

96

Page 97: Lulusan 2016 Telkom University

penelitian terdahulu yang belum dipakai pada penelitian ini. Penelitian

selanjutnya dapat memilih objek penelitian lain yang belum digunakan pada

penelitian ini seperti penggunaan e-retailing atau membedakan penelitian

berdasarkan jenis ritel modern. Membagi fokus penelitian pada setiap jenis ritel

modern, seperti penelitian pada hypermarket, penelitian pada supermarket

ataupun penelitian pada minimarket. Pembagian fokus penelitian tersebut akan

memperoleh hasil yang berbeda – beda pada setiap jenisnya, sehingga hasil

penelitian akan lebih akurat.

2) Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan teknik penyebaran

kuisioner lainnya, tidak hanya melalui persebaran online pada Line, Facebook,

Whatsapp, dan penelitian selanjutnya dapat lebih mengkarakteristikan

responden dan wilayah tempat tinggal responden, serta diharapkan penelitian

selanjutnya dapat menggunakan teknik analisis lainnya untuk mengetahui

secara lebih dalam pengaruh faktor yang diteliti baik faktor yang ada dalam

penelitian ini maupun faktor lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.

97

Page 98: Lulusan 2016 Telkom University

Daftar Pustaka

Angga, A. (2009). Perdagangan Modern Tumbuh 3 Kali Lipat dari Tradisional. Detik

[online].Tersedia:http://finance.detik.com/read/2009/06/16/120119/1148635/4/

perdagangan-modern-tumbuh-3-kali-lipat-dari-tradisional [20 Juni 2016].

Apipudin. (2013, 03 Januari). Brand Switching Analysis Dalam Industri Ritel

Modern.Marketing [online]. Tersedia: http://www.marketing.co.id/brand-

switching-analysis-dalam-industri-ritel-modern/ [20 Januari 2016].

Berman, B., dan Evans, J. R. (2010).Retail Management(11thed). New Jersey: Pearson

Education.

Dahwilani, D.M. (2015, 02 Juni).Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12

Dunia.Sindonews [online]. Tersedia:

http://ekbis.sindonews.com/read/1007773/34/pertumbuhan-ritel-indonesia-

peringkat-12-dunia-1433163799 [20 Januari 2016].

Dinas Koperasi UKM & Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.(2013). Data Pusat

Perbelanjaan Dan Toko Modern Tahun 2013.

Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS(4thed).

Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. (2013) .Aplikasi Analisis Multiverate dengan Program. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponogoro.

Grewal, D., dan Levy, M. (2012).Marketing(3rded). New York: Mc Graw Hill.

Hadiyanti, S., N. (2015).Pengaruh Store Atmosphere Dan Kualitas Pelayanan

Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Di Kedai 05 Karawang.Tugas Akhir pada

Universitas Widyatama Bandung.

98

Page 99: Lulusan 2016 Telkom University

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., dan Anderson, R. E. (2014).Multivariate

DataAnalysis: a Global Prespective(7thed). England: Pearson Education.

Hasan, Ali. (2014). Marketing dan Kasus – Kasus Pilihan. Jakarta: Center for

Academic Publishing Service).

Indrawati. (2015). Metode Penelitan Manajemen dan Bisnis Konvergensi Teknologi

Komunikasi dan Informasi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kasmiruddin. (2013). Analisis Kekuatan Persaingan Bisnis Ritel Modern Di

Pekanbaru (Sebagai Suatu Formulasi Strategi Bersaing), Jurnal Aplikasi

Bisnis, Vol. 4, No. 1, 10-20.

Kotler,P., dan Armstrong, G. (2012). Principles of Marketing(14thed). New

Jersey :Prentice hall.

Kotler, P., dan Amtrong, G. (2014).Principles of Marketing(15thed). England: Pearson.

Kotler, P., dan Keller, K. L. (2009).Marketing Management (13thed). New Jersey:

Pearson Education.

Kotler, P., dan Keller, K.L. (2012).Marketing Management (14thed). New Jersey:

Pearson Education.

Levy, M., dan Weitz, B. A. (2009). Retailing Management (7thed). New York: Mc

Graw Hill.

Martono, Nanang. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Melisa, Y. (2012). Pengaruh Bauran Pemasaran Ritel Terhadap Keputusan Pembelian

Ulang Konsumen Mega Prima Swalayan Payakumbuh, Jurnal Manajemen,

Vol. 1, No. 1, 1-20.

99

Page 100: Lulusan 2016 Telkom University

Nofiawaty, dan Yuliandi, B. (2014).Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan

Pembelian Konsumen Pada Outlet Nyenyes Palembang, Jurnal Manajemen

dan Bisnis Sriwijaya, Vol. 12, No. 1, 1-42.

Paramita, N., Y. (2012). Pengaruh Store Atmosphere Waroeng Joglo “Bu Rini”

Terhadap Kepuasan Konsumen, Journal.

Pasaribu, D.A., Sembiring, B.K. (2013). Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Ritel

Terhadap Kepuasaan Dan Loyalitas Pelanggan Minimarket Mest Mart

Syariah, Vol. 1, No. 2.

Peter, J.P., dan Olson, J.C. (2003). Cunsomer Behavior And Marketing Strategy ( 6th

ed). New York: Mc Graw/Irwin.

Putri, L.,H., Kumadji, S., dan Kusumawati, A. (2014). Pengaruh Store Atmosphere

Terhadap Keputusan Pembelian dan Kepuasan Pelanggan, Jurnal Administrasi

Bisnis (JAB), Vol. 15 No. 2.

Rangkuti, Freddy. (2011). Riset Pemasaran(10thed). Jakarta: Gramedia.

Riduwan. (2015). Dasar – dasar Statistika: Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta.

Sari, N., M. (2015).Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen Pada

Roemah Kopi Bandung. Tugas Akhir pada Universitas Telkom Bandung: tidak

diterbitkan.

Sari, D. A., Minarsih, M. M., dan Fathoni, A. (2014).Analisis Pengaruh Store

Atmosphere Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Pizza Hut Semarang, Jurnal

Skripsi Ekonomi Manajemen, 1-13.

Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Elex edia Kompetindo.

Sarwono, Jonathan. (2013). Statistik MultivariatAplikasi Untuk Riset Skripsi.

Yogyakarta: ANDI.

100

Page 101: Lulusan 2016 Telkom University

Sekaran, Uma. (2006). Research Method for Business. Jakarta: Salemba Empat.

Sekaran, U., dan Bougie, R. (2013). Research Methods For Business (6thed). UK:

Wiley.

Sirojul.(2010, 29 Oktober).Persaingan Ritel Di Bandung Semakin Ketat. Bandung

Bisnis [online]. Tersedia:

http://bandung.bisnis.com/read/20101029/3/5150/persaingan-ritel-di-bandung-

semakin-ketat [20Januari 2016].

Soliha, E. (2008). Analisis Industri Ritel Di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi

(JBE), Vol. 15, No. 2, 128-142.

Sopiah, dan Syihabudhin. (2008). Manajemen Bisnis Ritel (1sted.). Yogyakarta: Andi

Offset.

Sugiyono (2010).MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitan: Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan.

Bandung: Refika Aditama.

Tendean, A., dan Widodo, A. (2015).Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan

Konsumen (studi pada Maja House Sugar & Cream Bandung), Journal.

Tjiptono, F., dan Chandra, G. (2012).Pemasaran Strategik (2nded). Yogyakarta: Andi

Offset.

Usman, H dan Sobari, N. (2013).Aplikasi Teknik MultivariatUntuk Riset Pemasaran.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

101

Page 102: Lulusan 2016 Telkom University

Utami, Christina Whidya. (2010). Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel

Modern. Jakarta: Salemba Empat.

Utomo, T. J. (2010). LingkunganBisnis Dan Persaingan Bisnis Ritel(The Business

Environment and the Competition of Retail Business), Jurnal Fokus Ekonomi,

Vol. 5, No. 1, 70-80.

Youlandha, C., P. (2011). Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen

Dan Loyalitas Pelanggan Dalam Menggunakan Jasa Karaoke Happy Puppy Di

Jember.Tugas Akhir pada Universitas Jember.

Zeithaml, V. A., dan Marry Bitner. (2009). Delivering Quality Service Balancing

Customer Perceptions and Expectation. New York: The Free Press A Division

Of Macmillan Inc.

Zikmund, W. G., Babin, B. J., Carr, J. C., dan Griffin, M. (2010). Business Research

Methods (8thed). Canada: Cengage Learning.

102

Page 103: Lulusan 2016 Telkom University

Lampiran

103

Page 104: Lulusan 2016 Telkom University

104

Page 105: Lulusan 2016 Telkom University

105

Page 106: Lulusan 2016 Telkom University

106

Page 107: Lulusan 2016 Telkom University

107

Page 108: Lulusan 2016 Telkom University

108