luka gigitan binatang smf bedah

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vulnera atau luka adalah kondisi dimana terdapat gangguan kontinuitas suatu jaringan, sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal. Secara umum luka dapat dibagi menjadi dua, yaitu Luka simplek jika hanya melibatkan kulit, dan luka komplikatum bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya. 1 Vulnus morsum (luka gigit) biasanya disebabkan oleh gigitan binatang. Kemungkinan infeksi lebih besar. 1 Luka gigita yang paling sering dijumpai yaitu pada Luka gigitan Ular (vulnus morsum serpentis) dan Luka gigitan Anjing (vulnus morsum canis).Kasus gigitan ular dan anjing termasuk kasus kegawatan yang sering dijumpai di unit gawat darurat. Dimana gigitan ular banyak dialami oleh negara di daerah tropis dan subtropis, yang pekerjaan utamanya adalah agrikultural. Sedangkan pada kasus gigitan anjing,Yang paling ditakutkan selain infeksi ialah penyakit rabies. Rabies merupakan penyakit virus akut pada susunan saraf pusat yang menyebabkan disfungsi yang hebat dan tercatat hanya sedikit sekali yang menderita rabies yang dapat bertahan hidup. Semua mamalia, terutama karnivora dapat terserang penyakit ini, contoknya saja anjing. Penyakit ini bersifat endemi dimana mana. 6 1

Upload: abjah

Post on 06-Dec-2015

101 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

ular dan anjing

TRANSCRIPT

Page 1: luka gigitan binatang  Smf Bedah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Vulnera atau luka adalah kondisi dimana terdapat gangguan kontinuitas

suatu jaringan, sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal.

Secara umum luka dapat dibagi menjadi dua, yaitu Luka simplek jika hanya

melibatkan kulit, dan luka komplikatum bila melibatkan kulit dan jaringan

dibawahnya.1

Vulnus morsum (luka gigit) biasanya disebabkan oleh gigitan binatang.

Kemungkinan infeksi lebih besar. 1 Luka gigita yang paling sering dijumpai

yaitu pada Luka gigitan Ular (vulnus morsum serpentis) dan Luka gigitan

Anjing (vulnus morsum canis).Kasus gigitan ular dan anjing termasuk kasus

kegawatan yang sering dijumpai di unit gawat darurat. Dimana gigitan ular

banyak dialami oleh negara di daerah tropis dan subtropis, yang pekerjaan

utamanya adalah agrikultural.

Sedangkan pada kasus gigitan anjing,Yang paling ditakutkan selain

infeksi ialah penyakit rabies. Rabies merupakan penyakit virus akut pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan disfungsi yang hebat dan tercatat hanya

sedikit sekali yang menderita rabies yang dapat bertahan hidup. Semua mamalia,

terutama karnivora dapat terserang penyakit ini, contoknya saja anjing. Penyakit

ini bersifat endemi dimana mana.6

1

Page 2: luka gigitan binatang  Smf Bedah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gigitan Ular (Vulnus Morsum Serpentis)

Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik ular

berbisa ataupun tidak berbisa. Akibat dari gigitan ualr tersebut dapat menyebabkan

kondisi medis yang bervariasi, yaitu:

a. Kerusakan jaringan secara umum, akibat dari taring ular

b. Perdarahan serius bila melukai pembuluh darah besar

c. Infeksi akibat bakteri sekunder atau patogen lainnya dan peradangan

d. Pada gigitan ular berbisa,gigitan dapat menyebabkan envenomisasi

2.1.1 Etiologi

Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a. Famili Elipadae, terdiri dari

2

Page 3: luka gigitan binatang  Smf Bedah

b. Famili Viperidae, terdiri dari :

c. Famili Hydrophydae

Ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa.

Namun,beberapa ular berisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,

kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular

berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka

bekas gigitan terdapat bekas taring.

3

Page 4: luka gigitan binatang  Smf Bedah

Ciri-ciri ular berbisa:

1. Bentuk kepala elips, segitiga

2. Gigi taring dua taring besar

3. Bekas gigitan: terdiri dari dua titik

Ciri-ciri ular tidak berbisa:

1. Bentuk kepala bulat

2. Gigi kecil

3. Bekas gigitan lengkung seperti U

Perhatikan perbedaan morfologi kemungkinan ular berbisa atau tidak pada

gambar dibawah ini :

4

Page 6: luka gigitan binatang  Smf Bedah

2.1.3 Sifat bisa

Berdasarkan patofisiologis yang dapat terjadi pada tubuh korban, efek bisa ular

dapat di bedakan menjadi :

1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) yaitu Bisa ular yang

bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak

(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma

lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan

larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,

mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,

hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Yaitu bisa ular yang merusak dan

melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan

jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka

gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan

selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan

susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular

keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.

3. Bisa sitotoksik Yaitu Bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa

padakorbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang

diinjeksikan ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan

kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening.

2.1.4 gejala dan tanda gigitan ular

Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular

yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan

tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri

lokal,pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang,

melepuh, infeksilokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari

famili Viperidae).

Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa

terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif.

6

Page 7: luka gigitan binatang  Smf Bedah

Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot

fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular

racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu

timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender

pada rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau

dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh.

Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine)

atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat

saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan

(anus).Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala,

menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi

kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.

Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit

kegelapan karena darah yang terperangkap d i jaringan bawah kulit).

Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual,

hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur.

Tingkatan berat ringannya gigitan ular dibagi menjadi 5 tingkatan sesuai dengan

keadaan klinis yaitu:

Grade Tanda dan gejala

0: Tanpa envenomatio

n

Satu atau lebih luka gigitan, nyeri minimal, edema di sekitarnya <

1 inci dan eritema pada 12 jam, tidak ada keterlibatan sistemik

I: Envenomasi minima

l

Tanda luka gigitan, nyeri moderate sampai berat, edema di sekitar

1 - 5 inci dan eritema dalamn 12 jam pertama setelah gigitan, tidak

ada keterlibatan sistemik.

II: Envenomasi

moderate

Tanda luka gigitan, nyeri berat, ang marks; severe pain; edema di

sekitar 6 – 12 inci dan eritema dalam 12 jam setelah gigitan,

kemungkinan keterlibatan sistemik termasuk nausea, vomitus,

pusing, syok atau gejal neurotoksik

III: Envenomasi berat Tanda luka gigitan, nyeri berat, edema di sekitarnya lebih dari 12

inci dan eritema biasanya ada dan termasuk petekie generalisata

dan ekimosis.

7

Page 8: luka gigitan binatang  Smf Bedah

IV: Envenomasi

sangat berat

Keterlibatan sistemik selalu ada dan gejal dapat termasuk gagal

ginjal, sedikit hematuri, koma dan kematian, edema local dapat

meluas melebihi ekstremitas yang terlibat pada sisi tubuh

ipsilateral.

2.1.5 Penatalaksanaan

Pemasangan torniket dan insisi dan pengisapan tepat dikerjakanan dalam

1 jam pertama gigitan ular. Ular memasukkan venom ke dalam jaringan

subkutan yang akan diabsorbsi oleh kapiler dan limfatik. Torniket dipasang

longgar hanya untuk menghambat aliran vena dan limfatik. Torniket jangan

dilepas selama 30 menit sampai pengisapan bisa ular dapat dilakukan. Torniket

dilepas setelah terapi definitive dilakukan dan pasien tidak dalam keadaan syok.

Tindakan yang dilakukan adalah:

1. Primary survey (ABCD)

2. Pasang torniquet

3. Insisi silang ditempat gigitan

4. Isap (jangan dihisap dengan mulut, usahakan dengan vacuum, atau suction

atau spuit)

5. Cuci luka dengan diguyur NaCl 0,9 % sebanyak-banyaknya, dilanjutkan

dengan H2O2 kemudian povidon iodine dan terakhir  dengan NaCl 0.9 %

6. Pemberian serum anti bisa ular.

7. Antibiotik profilaksis

8. Anti tetanus (penggunaan tetanus toksoid dan atau  anti tetanus serum

tergantung status imunisasinya)

9. Analgetik.

10. Pemeriksaan darah lengkap  dan urin.

Insisi dan pengisapan bisa ular selama 30 menit dapat bermanfaat bila

dilakukan 30 menit setelah digigit ular. Insisi dilakukan longitudinal dan tidak

cruciate. Ketika dua tanda gigitan ular terlihat, kedalaman injeksi venom kira-

kira 2/3 jarak antara tanda gigitan ular. Gigitan yang berat dapat menyebabkan

masuknya venin ke fascia dan explorasi surgical perlu dilakukan.

Insisi yang dibuat proksimal terhadap gigitan merupakan kontraindikasi. 

Rata-rata gigitan ular tidak memerlukan eksisi surgical. Prosedur ini dilakukan

8

Page 9: luka gigitan binatang  Smf Bedah

pada envenomasi berat. Terlihat bahwa eksisi luas dari seluruh area di sekitar

gigitan ular dalam 1 jam pertama sejak waktu injeksi dapat menghilangkan

seluruh venom. Eksisi luka gigitan termasuk kulit dan jaringan subkutis, perlu

dipertimbangkan pada luka gigitan berat dan pada pasien yang diketahui alergi

terhadap serum kuda yang dapat dilihat dalam 1 jam setelah gigitan.

Kebanyakan fatalitas gigitan ular terjada selama 6 -48 jam setelah gigitan

ular. 

Terapi paling penting untuk gigitan ular adalah antivenin.

9

Page 10: luka gigitan binatang  Smf Bedah

10

Page 11: luka gigitan binatang  Smf Bedah

2.2 Luka gigitan Anjing (vulnus morsum canis)

2.2.1 Definisi

Gigitan anjing adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari anjing,

yang paling ditakutkan dari gigitan anjing selain infeksi adalah penyakit rabies.

Rabies merupakan penyakit virus akut pada susunan saraf pusat yang

menyebabkan disfungsi yang hebat dan tercatat hanya sedikit sekali yang

menderita rabies yang dapat bertahan hidup. Semua mamalia, terutama

karnivora dapat terserang penyakit ini, contoknya saja anjing. Penyakit ini

bersifat endemi dimana mana.6

2.2.2 Etiologi

Penyebab rabies adalah virus rabies yang termasuk famili Rhadovirus.

Bentuk virus menyerupai peluru, berukuran 180 nm dengan diameter 75 nm, dan

pada permukaannya terlihat bentuk paku dengan panajng 9 nm. Virus ini

tersusun dari protein, lemak, RNA, dan karbohidrat. Sifat virus adalah peka

terhadap panas namun dapat mati bila berada pada suhu 500C selama 15 menit.

Ada dua macam antigen yaitu antigen glikoprotein da antigen nukleoprotein.

Virus ini akan mati oleh sinar matahari dan ultraviolet serta mudah dilarutkan

dengan detergen.1,6 Penyakit ini berkembang secara sporadic.1

Infeksi biasanya terjadi melalui kontak dengan binatang seperti anjing,

kucing, kera, kelelawar dan ditularkan pada manusia melalui gigitan, kontak

virus (saliva binatang) atau muntahan yang mengandung virus rabies dengan

luka pada host dan ataupun melalui membrane mukosa. Kulit yang utuh

merupakan barier pertahanan terhadap infeksi. Infeksi rabies pada manusia

terjadi dengan masuknya vius lewat luka pada kulit (garukan, lecet, luka robek)

atau mukosa. 6,7

Masa inkubasinya 10 hari hingga beberapa bulan kemudian, namun

beberapa literature menyebutkan 30-60 hari. Masa inkubasi di pengaruhi oleh

lokasi tempat gigitan hewan menular. Makin jauh tempat gigitan dari kepala,

makin panjang perjalanan penyakitnya. Karena itu, gigitan pada leher lebih cepat

menunjukkan manifestasi klinis daripada gigitan pada tungkai. 6 Setiap manusia

yang berhunumgam dengan binatang yang menderita rabies harus diobservasi

11

Page 12: luka gigitan binatang  Smf Bedah

lebih kurang 10 hari (tanda tandanya : gelisah, agresif, tidak mau makan dan

minum, hidrofobia). 1,6,7

2.2.3 Patofisiologi

Cara bagaimana virus rabies berjalan dari luka ke otak hanya sebagian

yang dimengerti. Karena virus melekat pada dan menembus sel dengan cepat

secara in vitro adalah mungkin bahwa virus tetap tidak aktif dalam luka untuk

masa waktu yang lama. Walaupun, virus terbukti naik ke akso dari perifer ke

medula spinalis, kecepatan penyebaran (3mm/jam) adalah jauh sangan cepat

untuk menjelaskan masa inkubasi penyakit yang lama.3

Virus mula-mula bermultipilikasi dalam sel otor serat lintang, yag

padanya melekat melaluo beberapa reseptor, mungkin termasuk reseptor

asetilkolin nikotinat. Dapat dihipotesiskan bahwa antibodi, interferon dan faktor

hospes lain kemudian bekerja pada virus ketika ia meninggalkan otot serat

lintang, jika faktor-faktor ini tifak cukup protektif, virus akhirnya melekat pada

saraf. Selanjutnya rabies mungkin tidak dapat dihindarkan. Kemungkinan bahwa

virus harus mengatasi perintang lain dalam perjalanan dari neuron yang

terinfeksi pertama sampai ke neuron lain ditunjukan oleh pemeriksaan

mikroskop elektron, yang memperagakan lewatnya virus dari sel ke sel yang

berdekatan.3,8

Lesi dasar dalam otak adalah penghancuran neuron dalam batang otak

dan medulla. Korteks serebri biasanya normal bila tidak ada anoksia yang lama

sebelum meninggal. Hipokampus, talamus, dan ganglia basalis sering

menunjukan penghancuran neuronal dan infiltrat glia. Patologi yang paling berat

adalah nyata di pons dan serambi ventrikel ke empat. Spasme otot inspirasi yang

menyebabkan kenaikan gejal hidrofobia mungkin karena penghancuran

hambatan neuron batang otak samapi neuron nukleus ambiguus, yang

mengendalikan inspirasi. Hidrofobia tidak terjadi pada penyakit lain karena

hanya rabies yang menggabung ensefalitis batang otak dengan teks utuh dan

mempertahankan kesadaran.8

Benda negri, panjang, tanda patologis rabies, merupakan inklusi

sitoplasmasik yang terdapat dalam neuron, ia terdiri dari nukleokaspsid virus

12

Page 13: luka gigitan binatang  Smf Bedah

yang tergumpal. Tidak adanya Benda Negri tidak mengesampingkan rabies;

pewarnaan antibodi fluoresen potongan-potongan otak atau pulasan mungkin

positif bila tidak ada.3,8

Secara patofisiologi, setelah virus masuk ke tubuh manusia, selama 2

minggu virus menetap pada tempat masuk dan di jaringan otot di dekatnya.

Virus berkembang biak atau langsung mencapai ujung-ujung serabut saraf

perifer tanpa menunjukan perubahan-perubaha fungsinya. Selubung virus

menjadi satu dengan membran plasma dan protein ribonukleus dan memasuki

sitoplasma. Beberapa tempat pengikatan adalah reseptor asetil-kolin post-

sinaptik pada neuromuscular juncton di susunan sarap pusa (SSP). Dari saraf

perifer virus menyebar secara sentripel melalui endometrium sel-sel Shwan dan

melalui aliran aksoplasma mencapai ganglion dorsalis dalam waktu 60-72 jam

dan berkembang biak.

Selanjutnya virus menyebat dengan kecepatan 3 mm/jam ke susunan

saraf pusat (medula spinalis dan otak) melalui cairan serebrospinal. Di otak virus

menyebar secara luas dan memperbanyak diri dalam semua bagian neuron,

kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter

maupun saraf otonom. Penyebaran selanjutnya dari SSP ke saraf perifer

termasuk serabut saraf otonom, saraf otot skeletal, otot jantung, kelenjar adrenal

(medula), ginjal, mata, pankreas. Pada tahap berikutnya virus akan terdapat pada

kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, sistem respirasi. Virus juga tersebar pada air

susu dan urin. Pada manusia hanya dijumpai kelainan pada midbrain dan medula

spinalis pada rabies tipe furious (buas) dan pada medula spinalis pada tipe

paralitik.

Perubahan patologi berupa degenerasi sel ganglion, infiltrasi sel

mononuklear dan perivaskular, neuronofagia, dan pembentukan nodul pada glia

pada otak dan medula spinalis. Dijumpai Negri bodies yaitu benda

intrasitoplasmik yang berisi komponen virus terutama protein ribonuklear dan

fragmen organela seluler seperti ribosomes. Negri bodies dapat ditemukan pada

seluruh bagian otak, terutama pada korteks serebri, batang otak, hipotlamus, sel

purkinje serebelum, ganglia dorsalis medulla spinalis. Pada 20% kaus rabies

tidak ditemukan Negri bodies. Adanya miokarditis menerangkan ternjadinya

aritmia pada pasien rabies.3

13

Page 14: luka gigitan binatang  Smf Bedah

2.2.4 Gejala klinis

Rabies merupakan penyakit primer pada hewan tingkat rendah dan

menyebar ke manusia melalui gigitan atau kontak dengan saliva hewan yang

terinfeksi rabies. Penyakit ini adalah esenfalitis yang akut, fulminan, dan fatal.

Masa inkubasi pada manusia khasnya 1-2 bulan, tetapi dapat hanya 1 minggu

hingga beberapa tahun 9sampai 19 tahun). Masa inkubasi biasanya lebih

pendek pada anak daripada orang dewasa.3 Spektrum klinis dapat di bagi

menjadi tiga fase:

1. Fase prodromal yang singkat, fase neurologis akut, dan koma. Fase

prodromal, berlangsung selama 2-10 hari, dapat menunjukkan salah satu

gejala nonspesifik : malaise, anoreksia, nyeri kepala, fotofobia, mual dan

muntah, nyeri tenggorok, serak, pembesaran kelenjar limfe regional, dan

demam. Biasanya terdapat abnormal di sekitar tempat luka.1

2. Fase neurologi akut, yang berlangsung 2-7 hari, Stadium ini ditandai dengan

adanya kecemasan, berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang,

salvias, insomnia, nervousness, spasme otot kerongkongan , tercekit, sukar

menelan cairan ludah, kejang kejang, tingkah laku aneh, berubah. Terlihat

hiperaktivitas simpatis umum, berupa lakrimilasi, dilatasi pupil dan

peningkatan salvias serta perspirasi. Sebagian besar pasien akan

menunjukkan hidrofobia (takut terhadap air).1

3. Fase stadium koma, disebut juga fase kelumpuhan. Kelumpuhan terjadi

akibat kelumpuhan sel saraf. Penderita menjadi kebingungan, sering kejang

kejang , inkontinensia urinae maupun alvi, stupor, koma, kelumpuhan otot

otot, kematian.1

Komplikasi

Selain dapat menyebabkan kekhawatiran mengenai kontaminasi luka yang

disebabkan oleh masuknya flora normal kulit, luka gigitan juga menimbulkan

kekhawatiran mengenai timbulnya infeksi yang disebabkan oleh masuknya flora

oral ke dalam luka.2 Jaringan yang tertusuk dan terkoyak merupakan media

kultur yang baik. Organisme utama yang harus dipertimbangkan dalam

menunjukkan adanya infeksi yang berasal dari flora normal kulit adalah

Staphylococcus aureus dan Streprococcus grup A. Apabila pasien yang terluka

14

Page 15: luka gigitan binatang  Smf Bedah

berenang di air asin, maka mikroba Vibrio harus dipertimbangkan sebagai

penyebab infeksi tersebut. Akan tetapi, flora normal oral merupakan penyebab

utama infeksi, dan penting untuk mengetahui organisme mana yang

menginfiltrasi luka tergantung dari jenis binatang. Walaupun beberapa ratus

spesies bakteri dapat ditemukan dalam mulut binatang, tetapi hanya spesies

tertentu yang paling umum menyebabkan infeksi. 6,9

Infeksi pada luka gigitan anjing melibatkan bakteri dalam spektrum yang

lebih luas. Biasanya dijumpai infeksi campuran serta dapat melibatkan

kombinasi bakteri aerob dan anaerob. Organisme aerobik yang paling banyak

terlibat dalam luka gigitan anjing adalah Staphylococcus aureus, Staphylococcus

intermedius, Micrococcus sp, koagulase negatif, Staphylococcus non group A

(terutama Streptococcus alpha hemolyticus), dan Eikenella corrodens. Bakteri

anaerob yang penting adalah Bacteroides sp, Peptostreptococcus, Fusobacterium

sp dan Streptococcus anaerob. 6,9

Pejamu yang memiliki imunitas lemah mendapat perhatian khusus.

Organisme dengan virulensi rendah pada pejamu yang normal dapat

menyebabkan infeksi yang hebat pada anak dengan leukemia atau

imunodefisiensi primer. Jaringan mati merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri. Gigitan anjing biasanya menimbulkan beberapa luka tusuk

serta robeknya jaringan di sekitar gigitan. Lubang gigitan anjing dapat mencapai

tekanan 150 pound per inci persegi. 6,9

Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdovir

idea dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus

keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif  RNA yang

tidak bersegmen. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan

sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai

letak geografis.  Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies

antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika

Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia,

dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies

yang masih tinggi.6 Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan

lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan

hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk

melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi

15

Page 16: luka gigitan binatang  Smf Bedah

di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non

saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi

bisa mengalami rabies buas/ ganas ataupun rabies jinak/ tenang. Pada rabies

buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan

menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah

kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang

terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka

bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta

menunjukkan kegalakan.8

Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah

terinfeksi. Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari

pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan oleh

gigitan anjing, luka yang memiliki risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa,

luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki,

luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak.

Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka,

garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.6,8

2.2.5 Pemeriksaan

2.2.5.1 Anamnesis

Anamnesis yaitu suatu proses wawancara dua arah antara dokter dengan

pasiennya untuk menadapatkan informasi mengenai : Data binatang: spesies

(anjing, kucing, tupai, dan lain-lain), jinak atau liar, diprovokasi atau tidak

diprovokasi, status imunisasi (terutama imunisasi rabies); Informasi pasien:

riwayat imunisasi (tetanus, rabies); Status imun (diabetes, asplenia, respons

imun lemah yang lain yang dapat meningkatkan risiko timbulnya infeksi).10

Adapun macam pertanyaan yang dapat ditanyakan adalah:

Kapan terjadinya kontak atau jilatan atau gigitan dari anjing liar tersebut?

Apakah hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies?

Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies?

Penderita luka gigitan pernah di VAR, kapan?

16

Page 17: luka gigitan binatang  Smf Bedah

Hewan yang menggigit pernah di VAR , kapan?

Lain-lain :

- Temuan pada waktu observasi hewan

- Hasil pemeriksaan spesimen dari hewan

- Petunjuk WHO

2.2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik difokuskan pada luka dan daerah di sekitar luka dan

kelenjar limfe regional. Pada pemeriksaan luka perlu diperhatikan luas dan

dalamnya luka, lokasi luka pada tubuh (tangan, wajah, proksimal terhadap

sendi), waktu yang telah dilewati setelah luka, dan tanda infeksi lokal (eritema,

edema, cairan purulen). Tanda-tanda infeksi daerah di sekitar luka dan kelenjar

limfe regional juga perlu diperhatikan.10

a. Inspeksi : Amati bentuk dada pasien, bagaimana gerak pernapasan,

frekuensinya, irama, kedalaman, adakah

retraksi Interkostal.

Apakah ada gangguan nervus cranial.

b. Palpasi : Apakah ada kaku kuduk atau tidak.

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada

abdomen. Adakah pembesaran lien dan hepar.

c. Perkusi : Apakah ada distensi abdomen

d. Auskultasi : Adakah suara napas tambahan.

Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya,

Adakah bunyi tambahan, Adakah bradicardi atau tachicardia.

Peristaltik usus.

2.2.5.3 Pemeriksaan laboratorium

17

Page 18: luka gigitan binatang  Smf Bedah

Pemeriksaan laboratorium pada penyakit rabies tidak spesifik.pada awal

dari penyakit, hemoglobin normal dan sedikit menurun pada perjalanan

penyakit. Leukosit antara 8000-13.000/mm3 dengan 6-8% monosit yang atipik,

namun leukositas 20.000-30.000/mm3 sering dijumpai trombosit biasanya

normal. Pada urinalisis di jumpai albuminuria dengan peningkatan sel leukosit

pada sedimen. Pada cairan serebrospinal (CSS) dapat dijumpai gambaran

ensefalitis, peningkatan leukosit 70/mm3 tekanan CCS dapat normal dan

meningkat, protein dan glukosa normal.10

Isolasi virus sangat baik dilakukan pada minggu pertama dari bhan yang

berasal dari saliva, hapusan tenggorokan, trakea, kornea, sampel biopsy

kulit/otak, cairan serebrospinal, dan kadang-kadang urin. Pewarnaan antibody

fluoresensi untuk rabies dalam otak atau jaringan SSP lain dari host binatang

yang dicurigai.9

Pada 71-90% penderita rabies ditemukan negri bodies yang khas untuk penyakit

tersebut, yang bersifat asidofilik, berbentuk bulat dan pada yang klasik terdapat

butir-butir basofilik didalamnya.

Negri bodies dapat dilihat melalui pemeriksaan histologis biopsy

jaringan otak penderita.post-mortem dan jaringan otak hewan yang diinokulasi

dengan virus rabies.1 Pemeriksaan khusus. Apabila tidak ditemukan Jisim

intrasitoplasma dalam neuron (badan badan Negri) patognommonik, hal ini tidak

menyingkirkan kemungkinan diagnosis rabies.7,9

2.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Pembanding

Diagnosis pada manusia ditegakkan dengan tes antibody netralisasi

rabies yang positif dan gejala klinisnya . Sedang diagnosis pada hewan

ditegakkan dengan pemeriksaan otak secara otopsi. Pada otopsi otak, akan

ditemukan badan inklusi virus (negri’s bodies) di dalam sel saraf.

Bila penderita mempunyai riwayat telah tergigit oleh binatang, parestesia

pada luka, dan hidrofobia, maka diagnosis klinis rabies tidak sukar. Setiap

penyakit dimana ada ensefalitis kadang kadang dapat menyebabpkan kerancuan,

seperti mereka yang disebabkan oleh arbovirus, enterovirus, dan herpes

simpleks. Namun jika kita mendapatkan tanda tanda keterlibatan batang otak

pada penderita yang sensorinya pada dasarnya jernih dan yang tidak mempunyai

18

Page 19: luka gigitan binatang  Smf Bedah

tanda tanda lesi yang menempati ruang, diagnosis lain biasanya dapar

dikesampingkan.7

Rabies paralitik mungkin salah didiagnosis sebagai sindrom Guillain –

Barre , poliomyelitis, atau ensefalomietis vaksin postrabies. Pemerikasaan

neurologis yang cermat dan analisis cairan serebrospinal akan sering membantu

mengesampingkan diagnosis ini.7

Spasme tetanus dapat menyebabkan kerancuan diagnostic sebentar,

tetapi trismus tidak ditemuan pada rabies, dan hidrofobia tidak ditemukan pada

tetanus. Botulisme (luka atau penelanan) akan menyebabkan paralisis. Tetapi

tidak adanya perubahan sensoris harus mengesampingkan rabies. 7

Diagnosis laboratorium sekarang dimungkinkan sebelum mati. Virus

mungkin diperagakan dengan pewarnaan antibody fluoresen pulasan sel epitel

kornea atau potongan lkulit leher pada grasi garis perbatasan rambut. Uji ini

positif karena virus migrasi kebawah sarafnya dari otak; baik kornea maupun

folikel rambut sangat terinnervasi. Pemeriksaan autopsy otak penderita dengan

ensefalitis yang mematikan harus mencakup uji antibody fluoresen untuk rabies. 7

2.2.7 Penatalaksanaan

Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat

diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan

menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk

menyembuhkan penyakit ini. Pemberian serum dan vaksin pada luka akibat

gigitan hewan liar: 7

Tanpa lesi : observasi

Goresan : serum + vaksin

Gigitan dangkal: serum + vaksin

Serangan berat : serum + vaksin

a. Penatalaksanaan pada binatangnya: Bila binatang tertangkap, diobservasi

selama dala 10 hari. Bila dala 10 hari tersebut, menunjukkan gejala gejala

rabien, maka binatang tersebut dibunuh, lalu jaringan otaknya dikirim dan

19

Page 20: luka gigitan binatang  Smf Bedah

diperiksa di laboratorium, periksalah antigen rabies dengan cara

imunoflurosensi. 7

b. Penatalaksanaan pada manusia: Kematian biasanya terjadi beberapa hari

setelah terjadinya gejala pertama. Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang

diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies segera cuci luka

dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir secara berulang

ulang selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Bila

perlu lakukan tindakan debridement, jangan melakukan tindakan anastesi

infiltrasi lokal, tetapi anastesi dengan cara blok atau umum. Balut luka

secara longgar, dan observasi luka minimal 2 x sehari.1,7 Orang-orang yang

belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan

tetanus. Bila pengobatan antirabies merupakan indikasi, ‘Rabies Immune-

Globulin’ (RIG) dan vaksin lebih disenangi ‘human diploid cell vaccine’,

(HDCV) harus diberikan tanpa memperhatikan interval waktu dan dari

kontak.7

Pemberian HDCV lima dosis 1mg intra muscular; dosis pertama

diberikan dengan RIG kecuali untuk orang yang titer antibody yang adekuat

sebelumnya. Mulai dengan RIG, diberikan sesegera mungkin setelah

terjadinya kontak. Dosis HDVC diberikan pada hari ke -3, 7, 14, 30, dan 90.

Serum untuk antibody rabies harus diambil pada hari ke 90, atau 2-3 minggu

setelah dosis terakhir. Bila HDCV tidak tersedia, gunakan ‘ Duck Embryo

Vaccine’ (DEV) lokal; “rash” terhadap DEV sering terjadi dan tidak

merupakan kontraindikasi untuk pengobatan.. Bila terdapat tanda tanda

klinik, tempatkan penderita dalam ICU, gunakan obat seperti curare untuk

mengatasi spasme otot. Dan mungkin diperlukan trakeostomi. Bila tidak

ditemukan antibody, laporkan kepada Pusat Pengendalian Penyakit (Rabies)

dan berikan booster; 2-3 minggu kemudia ambil contoh bahan lagi.9

RIG hanya diberikan satu kali pada permulaan profilaksis pasca –

kontak. Dapat diberikan sampai 8 hari setelah vaksin dosis pertama.

Dianjurkan dosis 20 mg/ kg intravena. Infiltrasi setengah dosis kedalam luka

dan berikan sisanya secara intramuscular. DEV digunakan bila tidak

tersedia HDCV. Dan antri serum rabies (ARS) kuda hanya digunakan bila

RIG tidak tersedia, dosis yang diberikan adalah 40 mg/kg intra vena dengan

20

Page 21: luka gigitan binatang  Smf Bedah

cara yang sama seprti RIG. Tes sensitifitas pada penderita sebelum

pengobatan dimulai.9

Reaksi yang tak diharapkan .

Reaksi lokal HDCV seperti nyeri, pembengkakan, eritema terjadi pada

kira kira 25% penderita. Dan Gejala gejala ringan seperti malaise, demam,

sakit perut terjadi pada 20% penderita. RIG menyebabkan nyeri lokal dan

demam ringan. Sedangkan ARS yang berasal dari kuda menyebabkan gejala

gejala dan tanda tanda pada 40% orang dewasa; reaksi anafilaksis bisa

terjadi. 9

Peringatan

Hindari obat obatan kortikosteroid dan imunosupresif selama pengobatan

karena mengkin mempengaruhi produksi antibody dan menjadi predisposisi

penderita terhadap penyakit. Dan sebelum melakukan tidakan sebaiknya

melakukan pemeriksaan respon anti bodi dalam serum. Kehamilan bukanlah

merupakan kontraindikasi untuk profilaksis pasca kontak. Penderita yang

hipersensitif harus berhati hati pada pemberian vaksin rabies, dengan

menyediakan epinefrin dan antihistamin guna mengobati reaksi. 9

2.2.8 Prognosis

Dengan profilaksis pasca kontak yang agresif menmggunakan HDCV dan RIG,

penyakit jarang timbul secara klinik. Dan bila tanda tanda klinik muncul,

prognosis buruk; hanya sedikit sekali penderita yang pernah bertahan hidup bila

menderita rabies secara klinik.7,9

2.2.9 Pencegahan

Vaksinasi

Karena masa inkubasi rabies yang bisa lama, imun aktif dicapai melalui

14 x suntikan setiap hari dengan DEV (Tissue Emulsion Duck Embryo

Vaccine) 10%, dengan dosis sebesar 1 ml/kali selama 14 hari atau 2 ml/ suntikan

selama 7 hari. Suntikan dilakukan persubkutan. Imunisasi aktif diberikan setelah

24 jam pemberian serum anti rabies. Daerah suntikan adalah di abdomen,

21

Page 22: luka gigitan binatang  Smf Bedah

bokong, paha bagian lateral. Booster diberikan pada hari ke 10, 20, 30 paska

vaksinasi. Pengobatan vaksinasi harus dihentikan bila penderita menunjukkan

gejala neurologis seperti ensefalitis pasca vaksinasi. Serum Hiperimun.

Merupakan inunisasi pasif. Dosis yang diberikan adalah 1000 IU / 40 Kg BB,

per IM. Sebelum diberikan harus dilakukan ters sensitivitas.8

Pencegahan rabies

Profilaksis pra-pemajanan. Vaksinasi anjing anjing domestic dan

pelenyapan hewan nyasar telah mengakibatkan pemberantasan rabies didunia

dari berbagai daerah. Jika pengendalian anjing dipraktekkan dengan tepat, rabies

dapat ditekan pada banyak daerah didunia.8

Mereka yang diharapkan beresiko, seperti dokter hewan, pekerja

laboratorium, dan anak yang pergi ke daerah enzootic – rabies, dapat diimunisasi

sebelumnya. Vaksin biakan sel (lihat nanti) sebenarnya akan menghasilkan

respon 100% dengan tiga dosis diberikan pada 0, 7 dan 28 hari. Titer 0,5 IU

telah dianggap sebagai protektif.8,9

Profilaksis pasca pemajanan. Pertama, keputusan harus dibuat apakah

profilaksis rabies diperlukan. Pada banyak daerah di amerika serikat, rabies pada

mamalia telah diketahui selama bertahun tahun. Namun gigitan binatang

termasuk pada spesies yang diketahui merupakan hosper rabies, seperti sigung

(semacam kera), serigala, rakkoon, kelelawar, atau anjing hutan. Rodensia amat

jarang mengidap rabies di amerika serikat. Informasi epidemiologi rabies lokal

adalah sangat penting pada dokter yang menangani pemajanan manusia. Gigitan

yang tidak beralasan oleh kelelawar atau binatang buas lain hampir selalu

memerlukan vaksinasi; keputusan berkenaan dengan gigitan dari binatang

domestic atau binatang kesayangan harus dibuat sesudah pembahasan dengan

dokter hewan kesehatan masyarakat.8,9

Jika binatang domestic seperti anjing atau kucing adalah penyerangnya,

pertimbangan harus diberikan pada pertanyaan provokasi, gambaran klinis

binatang jika dilihat, dan status vaksinasi rabies binatang tersebut. Kesukaran

dalam membuat keputusan muncul bila biunatang penggigit telah lari sesudah

serangan yang agaknya tidak beralasan. Apakah binatang gila atau hanya

22

Page 23: luka gigitan binatang  Smf Bedah

berwatak jelek sering tidak mungkin diputuskan. Bila binatang ada dalam

pengamatan, pengobatan rabies dapat ditunda sampai binatang bertindak

abnormal, pada saat ini harus dikorbankan dan diuji untuk rabies. Namun,

binatang buas harus segera dibunuh untuk diuji dengan teknik antibody

fluoresen.9

Jika profilaksis rabies harus diberikan sesudah pemajanan, pencegahan

tergantung pada tiga cara pengurangan risiko yang saling melengkapi. Pengbatan

lokal (lihat nanti) dirancang untuk membunuh virus dengan aksi mekanik

dengan virusid. Antibody pasif (lihat nanti) kemudian member penyekatan

perlekatan virus segera pada ujung saraf. Namun, antibody pasif akhirnya hilang

dan harus diganti dengan rspon aktif yang diberikan oleh vaksin. Vaksin tidak

boleh hanya memberikan respon antibody primer tetapi harus mengatasi

pengaruh depresi antibody pasif pada respon imun. 8,9

Antibody pasif

Imunisasi pasif haus diberikan untuk memproteksi penderita sampai

vaksinasi menghasilkan antibody. Antibody pasif tersedia dibeberapa Negara

dalam bentuk globulin imun kuda atau globulin imun rabies manusia yang

keduan menghindari reaksi penyakit serum terhadap protein kuda, yang terjadi

pada sekitar 1% resipien produk binatang. Dosis globulin imun rabies manusia

adalah 20 IU/kg. sampai setengah dosis harus di infiltrasiakan secra subkutan

pada tempat gigitan atau goresan; sisanya diinjeksikan pada lengan atau pantat.

Dosis globulin imun kuda adalah 40 IU/kg diberikan dengan cara yang sama.9

Imunisasi pasif harus dilakukan tanpa memandang interval antara

pemajanan rabies dan pengobatan. Namun, jika vaksin dimulai sebelumnya

adalah tidak perlu untuk member imunisasi pasif bila 8 hari yang telah terlewati.

Anafilaksis merupakan kemungkinan yang jarang timbul dengan produk kuda,

tetapi uji untuk hipersensitifitas harus dilakukan ndengan cara biasa (paket

konsultasi terselip). Steroid harus dihindari jika mungkin dalam pengobatan

reaksi (anaafilaksis) karena mereka mennyebabkan aktivasi virus rabies pada

binatang percobaan. 8,9

23

Page 24: luka gigitan binatang  Smf Bedah

Imunisasi aktif. Vaksin rabies awal yang dipersiapkan pasa system saraf

sentral binatang. Antigenisitasnya buruk dan diperlukan injeksi berkali kali.

Akibat ensefalitis pasca vaksinasi adalah masalah yang sering. Vaksin jaringan

saraf binatang masih digunakan dibanyak tempat didunia, terutama, vaksin otak

tikus umur menyusui, member reaksi neurologis lebih sedikit daripada vaksin

otak kambing karena vaksin yang pertama mengandung kurang myelin. 8,9

Namun, kemajuan utama dalam vaksin rabies adalah perkembangan

teknologi biakan sel yang memungkinkan produksi vaksin konsentrat dengan

potensi antiogenik tinggi dan kontaminasi dengan protein sel rendah. Dengan

demikian imunogenisitas diperbaiki, memungkinkan mengirangi jumlah

donogenisitas diperbaiki, memungkinkan mengurangi jumlah dosis dan reaksi

dikurangi. Vaksin sel biakan yang pertama yang tersedia secara luas dihasilkan

dalam sel diploid manusia (humandiploid cell [HDCV]). Vaksin ini, dan satu

lagi yang dihasilkan pada sel diploid janin rhesus (RNA), adalah hanya dua ini

yang sekarang tersedia di Amerika Serikat, vaksin dihasilkan dalam vero (gijal

kera berkelanjutan), embrio ayam, emkbrio bebak, dan sel biakan lain juga

digunakan. 8,9

Bagan yang dianjurkan untuk imunisasi pasca pemajanan adalah lima

dosis yang diberikan secara intramusculer dalam deltoid pada hari 0, 3 , 7 , 14

dan 28. Dosis ini untuk anak, tidak dikurangi. Respon imun terhadap bagan

pasca pemajanan terhadap rabies, adalah wajib memberikan imunisasi p[asif

seperti diuraikan sebelumnya. 8,9

Beberapa individu mungkin terpajan pada rabies karena profesi atau

berwisata dalam enzootic rabies. Untuk imunisasi pra pemajanan. Diikuti bagan

tiga dosis, terdiri atas dosis intramuskuler (0,1 mL) atau hati hati memberikan

vaksin dalam otot bukannya dalam jaringan subkutan. Titer antibody post

vaksinasi biasanya tidak diperlukan kecuali kalau subjek adalah imunosupresi

atau sedang mendapat terapi antimalaria, yang dapar menekan respon. 8,9

Angka reaksi terhadap vaksin biakan sel adalah rendah, dan reaksi

neurologis jarang karena tidak ada jaringan saraf dalam biakan sel yang

digunakan untuk menumbuhkan virus . reaksi alergi terjadi pada kurang dari

0,1% sesudah vaksinasi primer dengan HDCV dan gejala sistemik seperti

24

Page 25: luka gigitan binatang  Smf Bedah

malaise dan demam hanya pada 5-15%. Meskipun demikian, pemberian booster

menimbilkan angka reaksi 6&; karenanya booster tidak lagi dianjurkan secara

rutin, kecuali pasca pemajanan rabies, bila dua dosis diberikan pada interval 3

hari. Vaksin RVA mungkin berguna pada mereka yang mengalami reaksi pada

HDCV. walaupun tidak ada penelitian terkontrol yang telah dilakukan,

kemanjuran vaksinasi rabies jelas tinggi, menilai dari insiden penyakit yang

telah diketahui sesudah gigitan oleh binatang terinfeksi yang tidak diobati

(sekitar 15 %) dan pengurangan kegagalan vaksin. Bila dilihat, kegagalan vaksin

biasanya disertai regimen profilaktik yang tidak sempurna. 8,9

25

Page 26: luka gigitan binatang  Smf Bedah

BAB III

KESIMPULAN

Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang dapat

mengenai mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Virus

rabies ini sangat fatal apabila terpapar, karena prognosisnya berujung pada kematian.

Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang atau kontak virus

(saliva binatang) dengan luka pada host ataupun melalui membran mukosa. Selain

virusnya sendiri, dalam gigitan anjing, juga terdapat mikroorganisme yang dapat

memperburuk kondisi gigitan. mikroorganisme ini juga banyak terdapat pada kubangan

air, yaitu Staphylococcus dan Streptococcus yang Pada luka atau bagian tubuh yang

mengalami infeksi sering kali muncul pus (nanah) dan infiltrat. Setelah tergigit oleh

binatang yang tercurigai rabies, kita dapat memberikan suntikan ATS, Rabies immune

Globulin (RIG), dan vaksin HDVC dengan dosis dan waktu pemakain yang telah

ditentukan untuk meminimalisir resiko untuk sementara waktu. Untuk luka terbukanya

sendiri, tidak cukup hanya dengan memberikan antiseptic saja, luka harus dibersihkan

dengan air dan sabun secara berulang ulang. Irigasi dengan larutan betadine. Bila perlu

lakukan tindakan debridement, balut luka secara longgar, dan observasi luka minimal 2

x sehari. Berikan ATS atau HTIG. Bila luka gigitan berat, berikan suntikan infiltrasi

serum anti rabies di sekitar luka. Pencegahan dapat dilakukan pada hewan dan manusia

yang berupa vaksinasi maupun pemusnahan hewan yang terkena rabies. Dapat juga kita

melakukan pencegahan terhadap virus rabies melalui control terhadap vaksinasi dan

terhadap hewan liar yang berkeliaran disekitar lingkungan kita.

26

Page 27: luka gigitan binatang  Smf Bedah

DAFTAR PUSTAKA

1. Karakata S, Bachsinar B. Bedah minor. Jakarta : Hipokrates, 2008. h. 1-25, 32-

3, 109-12.

2. Morison M J. Manajemen Luka. Jakarta. EGC: 2003.h.10-1

3. Widoyono. Penyakit tropis, epidemologi, penularan, pencegahan &

pemberantasannya. Jakarta : Erlangga, 2008. h. 243-53

4. Price SA. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta :

EGC, 2006. h. 57-77

5. Brook, Geo F. Mikrobiologi kedokteran. Jawetz, Melnick,& Adelberg. Edisi 23.

Jakarta : EGC, 200. h. 112-8

6. Harijanto P N, Gunawan carta A. Rabies. Ilmu penyakit dalam. Jilid III. Jakarta:

FKUI, 2006. h.2924-30

7. Behrman RE, Kleigman RM, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15.

Jakarta: EGC, 2000. h.917-29, 1145-48

8. Akoso BT. Pencegahan dan pengendalian rabies. Jakarta: Kanisius, 2007.h.1-20

9. Saputra L, Margaretha L M. Kapita selekta kedokteran klinik. Jakarta: Binarupa

Aksara Publisher, 2009. h. 241-44

10. Halim-Mubin, A. Panduan praktis ilmu penyakit dalam : diagnosis dan terapi.

Jakarta : EGC, 2001. H. 323-7

27