luka bakar
DESCRIPTION
lapkasTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI DAN ETIOLOGI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok
dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan
1
ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan
cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaanradiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi
dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap
panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik
kontak dengan sumber arus maupun ground.Cedera timbul akibat aliran listrik
yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit
bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian
dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
Luka bakar kimia biasanya disebabakanoleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
7. Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk
keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
2
Gambar 1: Tipe luka bakar(Dikutip dari :Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)
2. EPIDEMIOLOGI
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%).Berdasarkan tempat
kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di
rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.(5)
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada
Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan
Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan
unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60% karena
kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena
sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di Indonesia masih
tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)
3. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang
3
banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil,
dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang. Pembengkakkan
terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna
gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3
Pada luka bakar listrik elektron mengalir dalam tubuh secara abnormal
sehingga menghasilkan cedera atau kematian melalui depolarisasi otot dan saraf,
inisiasi abnormal irama elektrik pada jantung dan otak atau menghasilkan luka
bakar elektrik internal maupun eksternal melalui panas dan pembentukan pori di
membran sel.2,4 Arus yang melalui otak, baik voltase rendah maupun tinggi
mengakibatkan penurunan kesadaran segera karena depolarisasi saraf otak. Arus
bolak balik (AC) dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel jika jalurnya melalui
dada.5 Aliran listrik yang lama mengakibatkan kerusakan iskemik otak yang
diikuti dengan gangguan nafas.3,6
4
Respon Lokal
Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)
1. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan
sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel
disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.
2. Zona Stasis
Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini
mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit
sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas
kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir
dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemia
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini
kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.
Gambar 5: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat.
(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)
Respon Sistemik
5
Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya
luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan
tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa:(1)
1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang
menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.
Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas
miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α).
Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan
hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan
pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome
(RDS).
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali
lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic
menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk
menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi
sistem imun humoral dan seluler.
Gambar 6:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar (Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)
6
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel
akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan
berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi
ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome
(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan
akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan
perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)
Fase pada luka bakar :
I. Fase akut/ awal/ syok
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai masa syok telah teratasi.
Masalah : gangguan saluran napas karena cedera inhalasi, gangguan
sirkulasi, serta keseimbangan cairan dan elektrolit. Biasanya
berlangsung sampai 48-72 jam pertama.
II. Fase subakut/ setelah syok teratasi
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi.
Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di
bawahnya) menimbulkan masalah :
- Proses inflamasi. Proses inflamasi pada luka bakar berlangsung
hebat disertai eksudasi dan kebocoran protein. Terjadi reaksi
inflamasi lokal yang kemudian berkembang menjadi reaksi
sistemik dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan
proses imunologik, yaitu, kompleks lipoprotein (lipid protein
complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi
metabolisme.
- Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
- Hipermetabolisme
- Proses penguapan cairan tubuh disertai panas/energi (evaporate
heat loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses
metabolisme.
7
III. Fase lanjut
Fase ini terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit berupa parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena
kerapuhan jaringan atau organ.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)
I. Berdasarkan kedalamannya.
1. Luka bakar derajat I(superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.
Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari
dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat.
Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I
adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau tersiram
air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar
derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya
bertujuan agar pasien merasa nyaman dengan mengoleskan soothing
salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. (1,2,4)
Gambar 2 : Luka Bakar Derajat 1
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)
8
Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya
mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan
dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial
thickenessburns atau luka bakar derajat IIA. Luka bakar derajat IIA ini
tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla
berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari
struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan
kelenjar keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah
penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna
kulit dalam jangka waltu yang lama. .(1,2,4,7,10)
Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular
dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep
partial thickenessburns atau luka bakar derajat IIB. Luka bakar derajat
IIB ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk degan
jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari dengan
reepitelisasi dari folikel rambut,keratinosit dan kelenjar keringat,
seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis. (1,2, 4,7,10)
Gambar 3 : Luka bakar derajat 2
3. Luka bakar derajat III(full-thickess burns)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan
epidermis sampai ke lemak subkutan bahkan bisa meluas mencapai
organ dibawah kulit seperti otot dan tulang. Luka bakar ini ditandai
9
dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau
merah ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka
harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns
memerlukan eksisi dengan skin grafting. (1,2, 4,7,10)
Gambar 4: Luka Bakar derajat 3
Gambar 5: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)
II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas
permukaan tubuh atau Total Body Surface Area(TBSA). Untuk
menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari
10
Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa,
karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-
anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 4,7,10)
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:2
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Gambar 6: Wallace Rule of Nines(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)
11
Gambar 7: Lund and Browder(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)
III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn
Association: (1,4,7,10)
1. Luka Bakar Ringan
a. Luka bakar derajat II < 5%
b. Luka bakar derajat II 10% pada anak
c. Luka bakar derajat III< 2%(1,3.6, 8)
2. Luka Bakar Sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
3. Luka Bakar Berat
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. (1,4,7,10)
12
5. INDIKASI RAWAT INAP
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan,
kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan
untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma
mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada
sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
6. PENATALAKSANAAN
1. Pre hospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka
bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.
Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan
memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau
menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat
disiramkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air
dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)
2. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face
mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan
broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan
13
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada
luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan
pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas
dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah
serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)
3. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)
I. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid: (1,4,7,10)
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati
kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama
dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya
14
dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar
ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan
meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. (1,4,7,10)
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali
dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.
Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu
NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi
cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler. (1,4,7,10)
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.
T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi
dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
15
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)
II. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan
tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan
kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid
hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor
oksigen.(1,4,7,10)
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,
menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus
luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama
diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume
total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh
dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-
30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan
rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini
mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat
diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. (1,4,7,10)
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan
orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi
maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
16
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3
mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah
tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi
urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah
cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas
cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan
pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan
berat. (1,4,7,10)
Penatalaksanaan 24 jam kedua
1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24
jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-
2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah
produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(1,4,7,10)
Penatalaksanaan setelah 48 jam
- Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
- Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
17
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1 – 5 thn = kgBB X 75cc
5-15hn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
Formula Parkland: (1,4,7,10)
Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam
Penambahan cairan rumatan pada anak :
4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
18
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg
Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%
dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5
cc/kg/jam. (1,4,7,10)
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi
yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat
dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah
terjadinya SIRS dan MODS.1,2
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,
mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi
debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),
pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan
perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses
reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur
dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin
untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang
cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan
untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis
diatasnya. (1,4,7,10)
19
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng (eskar) dan pembengkakan yang terus berlangsung dapat
mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan
sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini
penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya
rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus
cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng
sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel
berupa kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat
diharapkan sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak
hancur atau rusak karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencegahan infeksi. Pada luka lebih dalam, perlu diusahakan secepat
mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat topikal yang
daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati. Perawatan
setempat dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.1.,5
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver
sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment). Obat
topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim. Antibiotik
dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai
adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang
selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman.
Obat ini mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna
hitam sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1% sangat
berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup,
efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim
ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.1,5
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan
luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit
berkembang. Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-
20
argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluarga pun merasa kurang
enak karena melihat luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang
tampak kotor. Sedapat mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.1,5
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya
sedeikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan.
Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak
bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan
antiseptik. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman
untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi
tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas
sendiri.1
5. Eksisi dan graft
Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan
spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan
menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan
sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan
dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup
melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan biological
dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat
dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti
babi dan penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan
penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri
(autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin
grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30%
biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
STSGdiambil dari bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)
6. Lain-lain
21
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana
populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-
patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-
3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak
diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan
adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan
xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak
stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan
diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian
nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera
bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral
dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam
yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar
luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat
dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah
sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah,
elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)
7. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi
saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan
eksisi dan grafting. Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah
SIRS, sepsis dan MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga
dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas
usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis
22
karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang
sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft.
Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit
berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit
dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah. (1,4,7,10)
8. PROGNOSIS
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti
infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini
dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat
dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)
23
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. HR
Jenis Kelamin/umur : Laki-laki/ 5 tahun
Tempat, tanggal lahir : Manado, 25 September 2009
Alamat : Tombatu
Pekerjaan : -
Kebangsaan : Indonesia
Suku Bangsa : Minahasa
Agama : Protestan
Tanggal MRS : 4 Juli 2015
II. KELUHAN UTAMA
Luka dan nyeri diseluruh tubuh akibat tersiram air panas
Riwayat Penyakit Sekarang
Luka dan nyeri di seluruh tubuh akibat tersiram air panas dialami
penderita sejak ± 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya penderita sedang
menuang air panas ke termos, karena kepanasan, termos air terlepas dan penderita
terjatuh bersama-sama termos, sehingga air panas tumpah mengenai tubuh
penderita. Kemudian penderita dibawa ke RS. Kalooran Amurang dan dirujuk ke
RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado dengan infus terpasang.
24
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang demam.
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 100/70mmHg
Nadi : 100 kali/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 30 kali/menit
Suhu aksila : 36.8˚C
Kepala :Konjungtiva anemis(-), Sklera ikterik(-), pupil bulat,
isokor ø 3mm – 3 mm, refleks cahaya normal
Leher : Trakea letak ditengah, pembesaran kelenjar getah bening
tidak ada
Thoraks : Simetris kiri = kanan, retraksi (-)
Cor
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi : Batas jantung kanan di garis sternalis dekstra ICS IV
Batas kiri janting di garis midclavikula sinistra ICS V
Batas atas jantung di garis sternalis sinistra ICS II
Batas pinggang jantung di garis parasternalis sinistra ICS
III
d) Auskultasi : BJ I-II normal, bising tidak ada
Pulmo
a) Inspeksi : Simetris kiri=kanan
b) Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
c) Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
25
d) Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, nyeri tekan tidak ada
Hepar/Lien Tidak teraba
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-)
- Inferior : Akral hangat, edema (-)
Status lokalis :
- Regio thoraks - abdomen: tampak bula yang sudah pecah, tampak luka
bakar dengan dasar kemerahan LLB 18%, hiperestesia
- Regio brachii - manus sinistra: tampak bula sebagian sudah pecah dengan
dasar kemerahan dan LLB 4,5%, hiperestesia
- Regio brachii dextra: tampak bula dengan LLB 1%
- Regio perineum: tampak bula yang sudah pecah dengan LLB 1%
- Regio femur dextra – regio pedis dextra: tampak bula sebagian sudah
pecah dengan dasar kemerahan dan LLB 8,5%, hiperestesia
- Regio femur sinistra: tampak bula yang sudah pecah dengan dasar
kemerahan dan hiprestesia (LLB uk 10x12cm + 2%)
- Regio cruris sinistra posterior: tampak bula yang sudah pecah dengan
dasar kemerahan dan hiprestesia (LLB uk 20x5cm + 2%)
- Total LLB: 37%
Rencana pemeriksaan penunjang:
Darah lengkap.
Diagnosis: Combustio grade II ec air panas.
Terapi :IVFD RL 2 line 40 gtt/menit
Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
Ketorolac 3x1/2 amp
26
Elkana syr 1x1
Sibro salep
Rawat luka
Pasang 02 6 liter/menit
Pasang Kateter (takar urine)
1 jam pertama 20 cc
1 jam kedua 20 cc
1 jam ketiga 20 cc
1 jam keempat 20 cc
Laboratorium tanggal 4 Juli 2015
Leukosit 14550 / uL SGOT 26 U/L
Eritrosit 5.46 x 106 / uL SGPT 0.4 U/L
Hb 15.1 g/dL Ureum 87 mg/dL
Ht 44.0% Creatinin 101.0 mg/dL
Trombosit 313 x 103 / uL GDS 115 mg/dL
MCH 28 pg Natrium 123 mEq/dL
MCHC 34 g/dL Kalium 5.40 mEq/dL
MCV 81 fL Klorida 101.0 mEq/dL
Follow up tanggal 5/07/2015
S: nyeri diluka
O: N: 120x/menit RR: 28x/menit Sb: 36.4˚ C
Status Lokalis :
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
27
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas
P: - IVFD RL 24gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500gr iv
- Ketorolac 3x1/2 amp
- Multivitamin syr 1x1
- Sibro salep
- Takar urin
Follow up tanggal 6/07/2015
S: nyeri diluka
O: N: 100x/menit RR: 20x/menit Sb: 36.7˚ C
Status Lokalis :
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
P: - IVFD RL 500cc : D5% 500cc dalam 24 jam
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Ketorolac 3x1/2 amp
- Elkana syr 1x1 cth
- Makan dan minum on demand
- Rawat luka dengan sibro salep (tiap 2 hari)
- Takar urin
Follow up tanggal 7/07/2015 – 9/07/2015
S: nyeri diluka
O: N: 106x/menit RR: 20x/menit Sb: 36.3˚ C
28
Status Lokalis :
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
P: - IVFD RL 24gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Ketorolac 3x1/2 amp
- Elkana syr 1x1 cth
- Makan dan minum on demand
- Rawat luka dengan sibro salep (tiap 2 hari)
- Takar urin
Follow up tanggal 10/07/2015-12/07/2015
S: nyeri diluka
O: N: 106x/menit RR: 20x/menit Sb: 36.3˚ C
Status Lokalis :
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
P: - IVFD RL 24gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Paracetamol syr 3x2 cth
29
- Elkana syr 1x1 cth
- Makan dan minum on demand
- Rawat luka dengan sibro salep (tiap 2 hari)
- Rencana debridemant GA
- Periksa lab SGOT, SGPT, PT, APTT, Alb.
- Periksa echocardiography
- Periksa x-foto thoraks
Follow up tanggal 13/07/2015
S: -
O: N: 120x/menit RR: 24x/menit Sb: 36.0˚ C
Status Lokalis :
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
P: - IVFD RL 20gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Paracetamol syr 3x2 cth
- Elkana syr 1x1 cth
- Rawat luka dengan sibro salep (tiap 2 hari)
- Rencana debridemant GA tanggal 14/7/2015
- Konsul anestesi untuk pre op
Follow up tanggal 14/07/2015
S: -
O: N: 106x/menit RR: 20x/menit Sb: 36.3˚ C
Status Lokalis :
30
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
P: - IVFD RL 24gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Paracetamol syr 3x2 cth
- Elkana syr 1x1 cth
- Rawat luka dengan sibro salep (tiap 2 hari)
- Debridemant hari ini
Laboratorium tanggal 14 Juli 2015
Leukosit 12270 / uL SGOT 33 U/L
Eritrosit 3.47 x 106 / uL SGPT 29 U/L
Hb 9.2 g/dL Ureum 7 mg/dL
Ht 28.1% Creatinin 0.3 mg/dL
Trombosit 499 x 103 / uL GDS 106 mg/dL
MCH 26 pg Natrium 100.0 mEq/dL
MCHC 33 g/dL Kalium 3.60 mEq/dL
MCV 81 fL Klorida 128 mEq/dL
Laporan operasi tanggal 14 Juli 2015
- Penderita terlentang dengan anestesi
- Antiseptik lapangan operasi
- Dilakukan pencucian dengan NaCL 0,9%
- Kemudian dilanjutkan devitalisasi jairngan dan pencucian luka bakar
- Luka dioles dengan sibro salf kulit
31
- Ditutup dengan kasa steril
- Operasi selesai
Follow up tanggal 15/07/2015
S: -
O: N: 110x/menit RR: 24x/menit Sb: 36.5˚ C
Status Lokalis :
- Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%, post debridemant H-1
P: - IVFD NaCL 20gtt/menit (mikro drips)
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Ranitidine injeksi 2x1/2 amp IV
- Ketorolac injeksi 3x1/2 amp IV
- Paracetamol drips 3x250 mg
- Rawat luka dengan sibro salep (tiap 2 hari)
Follow up tanggal 16/07/2015
S: -
O: - Regio thoraks - abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
32
P: - IVFD NaCL 0,9% 20gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Ranitidine injeksi 2x1/2 amp iv
- Ketorolac injeksi 3x1/2 amp
- Paracetamol drips 3x1 250mg iv k/p
- Debridemant dengan GA hari ini
Laporan operasi tanggal 16 Juli 2015
- Penderita terlentang dengan anestesi
- Balutan dibuka
- Jaringan mati dikeluarkan kemudian dioles dengan sibro salf kulit
- Luka ditutup dengan kasa steril
- Operasi selesai
Follow up tanggal 17/07/2015-18/07/2015
S: -
O: - Regio thoraks – abdominal : Luka terawat,jaringan granulasi
- Regio brachii – antebrachii (D) : luka terawat, jaringan granulasi
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat, jaringan granulasi
- Regio perineum : Luka terawat, pasang kateter
- Regio scrotalis : Luka terawat, jaringan granulasi
- Regio femur (D) et (S) : Luka terawat, jaringan granulasi
- Regio pedis (D) : Luka terawat, jaringan granulasi
A: Post debridement II ec combustio ec air panas LLB 37%
P: - IVFD RL 20gtt/menit
- Ceftriaxone injeksi 2x1 500 gr iv
- Paracetamol syr 3x2 cth
- Elkana syr 1x1 cth
- Rawat luka dengan GA tiap 2 hari (debridemant)
- Makan minum on demand
Follow up tanggal 19/07/2015
33
S: -
O: - Regio thoraks – abdominal : Luka terawat
- Regio perineum : Luka terawat
- Regio brachii – antebrachii (S) : Luka terawat
- Regio brachii (d) : Luka terawat
- Regio femur – pedis (d) : Luka terawat
- Regio femur (s) : Luka terawat
- Regio cruris (s) : Luka terawat
A: Combustio grade II ec air panas dengan LLB 37%
P: - IVFD NaCL 0,9% 20gtt/menit
- Ceftriaxone 2x1 500 gr iv
- Ranitidine injeksi 2x1/2 amp iv
- Ketorolac injeksi 3x1/2 amp
- Paracetamol drips 3x1 250mg iv k/p
- Debridement dengan GA hari ini
Laporan operasi tanggal 19 Juli 2015
- Penderita terlentang dengan GA
- Balutan dibuka
- Jaringan mati dikeluarkan kemudian dioles dengan sibro salf kulit
- Luka ditutup dengan kasa steril
- Operasi selesai
Follow up tanggal 20/07/2015-21/07/2015
S: nyeri diluka
O:Pada regio thoraks – abdominal, brachii – antebrachii dextra dan sinistra,
perineum, femur, cruris dextra et sinistra, luka terawat, jaringan granulasi (+), pus
(-).
A: Post debridemant ke III ec combustio ec air panas LLB 37%
P: - IVFD RL 20gtt/menit
- Ceftriaxone injeksi 2x1 500 gr iv
- Ketorolac inj 3x1/2 amp IV
34
- Elkana syr 3x1 cth
- Rawat luka dengan GA tiap 2 hari (debridemant)
- Rencana debridemant ke IV (22-07-2015)
Follow up tanggal 22/07/2015
S: nyeri pada luka ditubuh
O:Pada regio thoraks – abdominal, brachii – antebrachii dextra dan sinistra,
perineum, femur, cruris dextra et sinistra, luka terawat, jaringan granulasi (+), pus
(-).
A: Post debridemant ke III ec combustio ec air panas LLB 37%
P: - IVFD RL 20gtt/menit
- Ceftriaxone injeksi 2x1 500 gr iv
- Ketorolac inj 3x1/2 amp IV
- Elkana syr 3x1 cth
- Debridemant hari ini
Laporan operasi tanggal 22 Juli 2015
- Penderita terlentang dengan GA
- Balutan dibuka
- Jaringan mati dikeluarkan kemudian dioles dengan sibro salf kulit
- Luka ditutup dengan kasa steril
- Operasi selesai
Follow up tanggal 23/07/2015
S: nyeri pada luka ditubuh
O:Pada regio thoraks – abdominal, brachii – antebrachii dextra dan sinistra,
perineum, femur, cruris dextra et sinistra, luka terawat, jaringan granulasi (+), pus
(-).
A: Post debridemant ke III ec combustio ec air panas LLB 37%
P: - IVFD RL 20gtt/menit
- Ceftriaxone injeksi 2x1 500 gr iv
- Ketorolac inj 3x1/2 amp IV
- Elkana syr 3x1 cth
35
- Debridemant hari ini
36
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia listrik
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut. Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Luka bakar yang disebabkan kontak
dengan air panas, semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya,
semakin besar kerusakan yang ditimbulkan.
Pada kasus ini, An. HR umur 5 tahun datang dengan keluhan luka dan
nyeri di seluruh tubuh akibat tersiram air panas dialami penderita sejak ± 1 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya penderita sedang menuang air panas ke
termos, karena kepanasan, termos air terlepas dan penderita terjatuh bersama-
sama termos, sehingga air panas tumpah mengenai tubuh penderita. Kemudian
penderita dibawa ke RS. Kalooran Amurang dan dirujuk ke RSUP Prof. dr. R. D.
Kandou Manado dengan infus terpasang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, regio thoraks - abdomen tampak bula
yang sudah pecah dan tampak luka bakar dengan dasar kemerahan, regio brachii -
manus sinistra tampak bula sebagian sudah pecah dengan dasar kemerahan, regio
brachii dextra tampak bula, regio perineum tampak bula yang sudah pecah, regio
femur dextra – regio pedis dextra tampak bula sebagian sudah pecah dengan dasar
kemerahan, regio femur sinistra tampak bula yang sudah pecah dengan dasar
kemerahan, regio cruris sinistra posterior tampak bula yang sudah pecah dengan
dasar kemerahan dan hiprestesia. Merujuk pada pemeriksaan fisik itu maka bisa
disimpulkan bahwa luka bakar di regio thoraks-abdomen 18%, regio brachii-
manus sinistra 4,5%, regio brachii dextra 1%, regio perineum 1%, regio femur
dextra – regio pedis dextra 8,5%, regio femur sinistra ukuran 10x12cm + 2%,
regio cruris sinistra posterior ukuran 20x5cm + 2%. Luas luka ditentukan menurut
rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 3.7% dengan
37
kedalaman derajat II. Pasien ini masuk dalam kriteria untuk dirawat inap di rumah
sakit, walaupun hanya 3.7% luas luka bakarnya namun pasien ini luka bakar
derajat II yang melibatkan area kritis wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum
yang merupakan risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi,
hal ini merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan perawatan rawat inap di
rumah sakit menurut American Burn Association.
Luka bakar pada pasien ini digolongkan derajat II sebab kerusakan
meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut
dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan
nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan
dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya hanya berupa eritema,
kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga tidak digolongkan
dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai kulit terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung) dibandingkan kulit
sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat kerusakan total ujung
serabut saraf sensoris.
Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi tanggal 4/7/2015 ditemukan
peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi
pada fase akut luka bakar. Pada takar urin 1 jam pertama 20 cc, 1 jam kedua 20
cc, 1 jam ketiga 20 cc, 1 jam keempat 20 cc. Penatalaksanaan yang dilakukan
pada pasien ini adalah reusitasi cairan. Dengan cara Baxter dapat dihitung
kebutuhan cairan pasien yaitu:
Hari I: (2 cc x kgBB x % luas luka bakar) + kebutuhan faal =
(2 x 25 x 3,7%) + 1875 = 2060 mL / 24 jam
Hari II: sesuai kebutuhan faal
Cairan yang digunakan yaitu Ringer Laktat (RL). Hal yang dimonitor selama
resusitasi yaitu output urin 0,5 – 1 mL/kg BB/jam dan tanda-tanda vital.
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan
dengan NaCl yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan
suhu di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses combustio pada
38
jaringan. Kemudian diberikan krim SIBRO untuk perawatan luka bakarnya.Obat
oles yang dipakai ini untuk membuat luka bebas infeksi, selain itu mengurangi
rasa nyeri, bisa menembus eskar, selain itu untuk mempercepat epitelisasi. Untuk
menutup luka, digunakan kasa steril. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam.
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena berdasarkan luas luka
bakar hanya 3,7% dengan hasil laboratorium, takar urin, selama perawatan
menunjukkan perbaikan.
39
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Tn.VK umur 21 tahun datang dengan keluhan luka dan nyeri di tangan
kiri akibat tersengat listrik dialami penderita sejak ± 4 jam sebelum masuk Rumah
Sakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada Regio frontalis sinistra terdapat
luka lecet ukuran ± 1x1 cm, Regio antebrachii sinistra terdapat luka bakar ukuran
± 20x8 cm bula (-) nyeri (+) dasar subkutis. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik penderta didiagnosa dengan Luka Bakar Listrik.
Saran untuk pasien agar kontrol rutin di Poliklinik Bedah Plastik untuk
perawatan luka, minum obat secara teratur, dan sesekali melakukan pemeriksaan
EKG dan pemeriksaan fungsi ginjal. Hal ini agar supaya dapat melihat apakah
trauma listrik yang dialami sebelumnya memberikan dampak pada organ jantung
dan ginjal atau tidak. Selain itu, hendaknya pasien berhati-hati jika nantinya akan
bekerja kembali di instalasi listrik dengan menggunak sandal jepit dengan sol
karet agar dapat mengurangi resiko cedera listrik.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic Surgery.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November 2006
6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19. http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007
10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006
41