luka bakar

Upload: intan-kencana

Post on 06-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hvjfv

TRANSCRIPT

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Perry & Potter, 2008).

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Smeltzer & Bare, 2008).2. Penyebab / Faktor PredisposisiMenurut Smeltzer & Bare (2008), Luka bakar dapat disebabkan oleh :a. Panas (misal api, air panas, uap panas)

b. Radias

c. Listrik d. Petir e. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)f. Ledakan kompor, udara panasg. Ledakan ban, bomh. Sinar mataharii. Suhu yang sangat rendah (frost bite)3. Patofisologi Terjadinya Penyakit

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Menurut Smeltzer & Bare (2008), Burn shock (shock Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :1. Respon kardiovaskuilerCurah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. 2. Respon RenalisGinjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.3. Respon Gastro IntestinalAda 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling). 4. Respon ImonologiPertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka.

5. Respon Pulmoner

Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal. Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome).4. Klasifikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2008), klasifikasi luka bakar dibagi menjadi :a) Berdasarkan penyebab Luka bakar karena api Luka bakar karena air panas Luka bakar karena bahan kimia Laka bakar karena listrik Luka bakar karena radiasi Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).b) Berdasarkan tingkat keseriusan luka

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu: Luka bakar mayor Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness lebih dari 20%. Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum. Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka. Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.Luka bakar moderat Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness kurang dari 10%. Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.Luka bakar minor Luka bakar minor seperti yang didefinisikan adalah : Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak. Luka bakar fullthickness kurang dari 2%. Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki. Luka tidak sirkumfer. Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur. Ukuran luas luka bakarDalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu : Rule of nine kepala dan leher : 9% Dada depan dan belakang : 18% Abdomen depan dan belakang : 18% Tangan kanan dan kiri : 18% Paha kanan dan kiri : 18% Kaki kanan dan kiri : 18% Genital : 1%5. Gejala Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2008), gejala klinis luka bakar dibagi menjadi :

Luka bakar derajat I: Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial). Rasa nyeri mereda jika didinginkan Kesemutan

Hiperestesia (super sensitivitas)

Memerah dan menjadi putih jika ditekan.

Minimal atau tanpa edema Contohnya adalah luka bakar akibat sengatan matahari

Luka bakar derajat II Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis Hiperestesia Sensitif terhadap udara dingin Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah. Edema Derajat II dangkal (superficial). Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft Derajat II dalam (deep). Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft). Luka bakar derajat III Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian. Syok

Hematuria dan kemungkinan hemolisis (detruksi sel darah merah).

Kering : luka bakar berwarna putih atau gosong

Edema 6. PenatalaksanaanMenurut Smeltzer & Bare (2008), penatalaksanaan luka bakar dibagi menjadi tiga fase :

Fase Darurat/Resusitasi Perawatan Luka Bakar1. Penatalaksanaan Ditempat Kejadian Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar - Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi - Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia - Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.

Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg

Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus

Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC yaitu Airway and breathingPerhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap. CirculationPenilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam

2. Penatalaksanaan Medis Darurat

Prioritas pertama dalam ruangan darurat tetap ABC

Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dan pasien didorong untuk batuk batuk agar sekret saluran napas bisa dikeluarkan. Untuk cedera yang lebih parah, lakukan penghisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator.

Jika sirkulasi dan respirasinya sudah adekuat, perhatian harus diberikan pada luka bakarnya.

Petugas harus menggunakan APD

Lakukan pengkajian luka bakar, riwayat kesehatan pasien, dan menentukan rencana penanganan menurut kondisi pasien.

Pada sebagian pasien, mungkin harus dipasang kateter vena sentral untuk pemberian infus dalam jumlah besar.

Jika luka bakar melampaui 20% atau jika merasa mual, pasang selang nasogastrik dan dihubungkan dengan alat penghisap untuk mencegah ileus paralitik.

Kateter urine indwelling dipasang untuk memungkinkan pemantauan haluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat.

Perawat harus memperhatikan kebutuhan psikologis pasien dan keluarga. 3. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan Dan SyokSetelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Tujuan terapi penggantian cairan adalah untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh pasien. Beberapa kombinasi kategori cairan yang dapat digunakan adalah

Koloid, whole blood, plasma serta plasma expander.

Kristaloid/elektrolit, larutan natrium klorida fisiologik atau larutan ringer laktat.

Pedoman dan Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar Rumus Konsensus

Larutan RL : 2-4 ml x Kg BB x % Luas Luka Bakar

Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Rumus Evans

a) Koloid : 1 ml x Kg BB x % Luas Luka Bakar

b) Elektrolit (salin) : 1 ml x Kg BB x % Luas Luka Bakar

c) Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensibel

Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.

Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensibel.

Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh. Rumus Brooke Army

a) Koloid : 0,5 ml x Kg BB x % Luas Luka Bakarb) Elektrolit (RL) : 1,5 ml x Kg BB x % Luas Luka Bakarc) Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensibelHari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.

Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensibel.

Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh. Rumus Parkland/Baxter

Larutan Ringer Laktat : 4 ml x Kg BB x % Luas Luka Bakar

Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.

Hari 2 : bervariasi, ditambahkan koloid Larutan Salin Hipertonik

Larutan pekat NaCl dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrium per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam pertama pasca 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat. Tujuannya adalah meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.4. Pemindahan ke Unit Luka Bakar

Kriteria Perhimpunan Luka Bakar Amerika untuk Rujukan ke Pusat Luka Bakar :

Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada segala kelompok usia

Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh pada pasien < 10 tahun atau < 50 tahun

Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh pada segala kelompok usia yang lain.

Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki, genetalia, perineum, serta persendian yang besar.

Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir

Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik yang serius

Cedera inhalasi dengan luka bakar

Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada

Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat memperumit penanganan

Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi risiko yang terbesar.Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar

Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti 1. Pembersihan LukaHidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.2. Terapi Antibiotik TopikalAda tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat. 3. Penggantian BalutanDalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka. 4. DebridemenTujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.

Debridemen ada 3 yaitu

Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan

Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati.

Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang terbakar. 5. Graft Pada Luka BakarAdalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.6. Dukungan NutrisiNutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.

Fase Rehabilitasi

Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, SC., dan Bare, BG. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 vol 3. Jakarta : EGC