luka bakar

Upload: karolina-chandra

Post on 18-Jul-2015

178 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1. Luka bakar 1.1. Definisi Luka bakar (combustio) adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas (seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan, selain api yang langsung menjilat tubuh penderita, pada baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar (seperti baju terbuat dari nilon dan dakron yang mudah terbakar juga mudah menjadi lumer ooleh suhu tinggi lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar). 1.2. Etiologi Termis : - benda panas: padat, cair, udara/uap - api - sengatan matahari / sinar panas Elektris : - aliran listrik tegangan tinggi Khemis : - asam kuat, basa kuat 1.3. Patofisiologi Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan, pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitasnya meninggi dan sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler (Tubuh kehilangan cairan antara 0,5%-1 %, dan blood volume setiap 1% luka bakar). Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan (insensible water loss meningkat), masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stidor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga (Gambar 8). Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya, CO akan mengikat Hb dengan kuat sehingga Hb tidak mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bigung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma, dan bila >60% Hb terikat CO maka penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah, hal ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar sering terjadi steril dan kontaminasi pada kulit mati yang merupaka medium yang baik untuuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resistensi terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjad nekrotik, akibatnya luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehigga jaringan yang didarahinya nanti. Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya, luka bakar ini disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman

yang menyebar di darah. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemn epitel yang masih vital, misalnya sel sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik sangat jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik, dan pada fase akut maka peristaltis menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi maka peristaltis dapat menurun karena kekerungan ion kalium. Stres dan beban faal yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadi tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik, yang disebut sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena. Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS), yang berakhir kematian. Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertrofik), kontraktur, deformitas sendi, dll. Fase permulaan luka bakar merupakan fase metabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar. 1.4. Fase luka bakar o Fase akut/fase syok/fase awal (berlangsung sampai 72 jam pertama) Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD/Unit luka bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, seperti penderita trauma lainnya, akan mengalami ancaman dan gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernafas) dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terjadi trauma, inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cidera inhalasi merupakan penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cidera termal/panas yang berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem instabilitas sirkulasi. Permasalahan dan penanganan pada fase ini akan menjadi bahasan utama dalam makalah ini. o Fase subakut Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang terjadi dapat menyebabkan beberapa masalah yaitu: - Proses inflamasi atau infeksi. - Masalah penutupan luka. - Keadaan hipermetabolisme. o Fase lanjut Fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat jalan. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur. 1.5. Stadium luka bakar Klasifikasi atau tingkatan luka bakar, yaitu: 1. Luka bakar derajat I, kerusakan hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat (karena ujung-ujung sensorik teriritasi), dan tidak dijumpai bula

2. Luka bakar derajat II (partial thickness), kerusakan mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa (seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan pangkal rambut). Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu. Gejala berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi, di mana terdapat nyeri (nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritas), gelembung atau bula yang berisi eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi, dan permukaan dapat basah dan berair (Gambar 3).

Dibedakan atas 2 bagian, yaitu: 1. Derajat II dangkal/superficial (IIA); di mana kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebesea masih banyak (semua ini merupakan benih-benih epitel). Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik. 2. Derajat II dalam/deep (IIB); di mana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi dan biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka bakar derajat III, kerusakan meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam seperti otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka. Kulit tampak pucat atau putih seperti lilin, merah, abu-abu ataupun gelap, permukaan kulit lebih rendah dari jaringan sekelilingi yang masih sehat, tidak dijumpai bula ataupun kering, dan tidak terasa nyeri (hilangnya sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak), serta terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan, dan biasanya untuk mencapai kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit.

Luas luka bakar dan berat ringannya luka bakar Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh, dan pada orang dewasa digunakan rumus 9 (rule of Nine atau rule of Wallace), yaitu (Gambar 5): - Luas kepala dan leher sebesar 9%. - Luas dada sebesar 9%. - Luas pungung sebesar 9%. - Luas perut sebesar 9%. - Luas pinggang dan bokong sebesar 9%. - Luas ekstrimitas atas kanan sebesar 9%. - Luas ekstrimitas atas kiri sebesar 9%. - Luas paha kanan sebesar 9%. - Luas paha kiri sebesar 9%. - Luas tungkai dan kaki kanan sebesar 9%. - Luas tungkai dan kaki kiri sebesar 9%. - Luas daerah genitalia sebesar 1%. Untuk luka bakar yang distribusinya tersebar, rumuus luas permukaan telapak tangan (tidak termasuk jari-jari) penderita sama dengan 1 % dari luas permukaan tubuhnya dapat membantu memperkirakan luas luka bakar. Sedangkan pada anak-anak dan bayi digunakan rumus lain, karena relatif luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif luas permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, maka dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak, selain itu dikenal juga modifikasi dari rule of Nine menurut Lund dan Brower yang ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun (Gambar 6 dan Gambar 7). Untuk anak-anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masingmasing 20%, ekstrimitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstrimitas bawah kanan dan kiri masingmasing 15% .

Kriteria berat ringannya berdasarkan American Burn Association, yaitu: - Luka bakar ringan: - Luka bakar derajat II dengan luas luka bakar 2% pada dewasa dan setiap anak dengan luka bakar derajat 3. 4. Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang dan jalan nafas. Setelah sumber panas dihilangkan lalu dapat dilakukan beberapa hal, antara lain: 1. Airway (jalan napas) Laring dapat melindungi subglotis dari trauma panas langsung, tetapi supraglotis sangat mudah mengalami obstruksi akibat trauma panas (Gambar 9), sehingga dapat terjadi trauma inhalasi. Indikasi klinis adanya trauma inhalasi, yaitu: - Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup. - Luka bakar yang mengenai wajah dan/atau leher. - Alis mata dan bulu hidung yang hangus. - Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring. - Sputum yang mengandung karbon/arang. - Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api. - Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan. - Kadar karboksihemoglobin >10% setelah berada di tempat kebakaran. - Penurunan kesadaran termasuk confusion. - Terdapatnya tanda distres nafas, seperti tercekik, tersedak, malas nafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan yang menandakan adanya iritasi mukosa. - Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronki. - Adanya sesak nafas atau hilangnya suara. Adanya indikasi terjadinya trauma inhalasi (adanya 3 tanda indikasi) maka memerlukan pemeriksaan jalan napas dan tindakan pemasangan jalan napas definitif. Trauma bakar faring menyebabkan edema hebat jalan napas bagian atas, karenanya memerlukan pembebasan jalan napas segera seperti pemberian intubasi endotrakeal. Edema jalan napas yang menyebabkan intubasi sulit dilakukan maka diperlukan tindakan krikotirodotomi atau trakeostomi untuk pemasangan pipa endotrakeal.

2. Breathing (ventilasi) Penanganan awalnya didasarkan atas tanda dan gejala yang ada, yang timbul akibat trauma, seperti trauma bakar langsung yang menyebabkan edema dan/obstruksi jalan napas bagian atas, inhalasi hasil pembakaran (partikel karbon) dan asap beracun yang menyebabkan trakeobronkitisis kimiawi, edema dan pneumoni, serta akibat keracunan CO. Penderita dengan CO 60%).

Penderita keracunan CO diberikan oksigen konsentrasi tinggi melalui sungkup muka yang memiliki katup (nonbreathing mask). Penanganan awal trauma inhalasi sering memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis, dan sebelum intubasi sebaiknya penderita diberikan oksigen dengan pelembab. Analisa gas darah arteri diperlukan untuk mengetahui fungsi paru-paru. Pengukuran PO2 arteri tidak terlalu bermakna pada keracunan CO, karena tekanan parsial CO yang hanya 1 mmHg saja pada kadar karboksihemoglobin 40% atau lebih. Pengukuran kadar karboksihemoglobin lebih bisa diandalkan, dan oksigen 100% harus segera diberikan. Apabila keadaan hemodinamik penderita memungkinkan dan trauma spinal dapat disingkirkan, maka dapat menaikkan kepala dan dada 20-30o dapat mengurangi edema leher dan dada. Luka bakar derajat III yang mengenai dinding dada anterior dan lateral dapat menyebabkan terbatasnya pergerakkan dinding dada, karenanya meskipun tidak meliputi keseluruhan dinding dada, dan bila hal ini terjadi maka diperlukan eskarotomi. 3. Circulation (pemberian cairan vena) Setiap penderita luka bakar >20% luas permukaan tubuh memerlukan cairan infus, maka perlu dilakukan pemasangan infus dengan kateter vena ukuran besar (minimal #16) dipasangan pada vena perifer. Sebaiknya infus dipasangan pada daerah yang tidak terkena luka bakar, namun dalam keadaan terpaksa maka vena pada daerah luka bakarpun dapat digunkana bila mudah dilakukan. Vena ekstrimitas atas menjadi pilihan, karena bila dipasang pada ekstrimitas inferior komplikasi terjadinya flebitis pada vena safena cukup tinggi. Sedangkan cairan yang diberikan dimulai dengan Ringer Laktat (RL). 4. Pemasangan kateter Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercayai, sehingga pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk menilai volume sirkulasi darah (asalkan tidak ada diuresis osmotik seperti glukosuria). Pemasangan kateter untuk kandung kemih baik untuk pemantauan diuresis, di mana pemberian cairan yang cukup untuk dapat mempertahankan produksi urine 1 ml/kgBB/jam untuk anakanak dengan berat badan 30 kg atau kurang, sedangkan untuk dewasa sekitar 0,5-1 ml/kgBB/jam. 5. Pemasangan NGT Pemasangan pipa lambung (NGT) dan dihubungkan dengan alat pengisap bila penderita mengalami mual, muntah dan perut kembung, atau luas luka bakarnya >20% permukaan tubuh. Pemasangan pipa kateter dapat digunakan untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik, kompresi lambung dengan intermiten pengisapan. 6. Pemasangan CVP Pemasangan CVP (central venous pressure) digunakan untuk memantau sirkulasi darah dan biasanya pada luka bakar ektensif (>40%). Pemeriksaan denyut nadi perifer pada penderita luka bakar dapat dilakukan dengan Doppler ultrasonic flowmeter. Anamnesis riwayat trauma sangat penting dalam penanganan luka bakar. Sewaktu menyelamatkan diri dari tempat kebakaran, mungkin terjadi cidera penyerta. Ledakan dapat melemparkan penderita, dapat mengakibatkan cidera otak, jantung, paru-paru, trauma abdomen, dan fraktur. Perlu pula dilakukan pencatatan waktu terjadinya trauma, lama kontaknya, terjadinya lokasi kebakaran (ruangan terbuka atau tertutup, di mana dicurigai terjadinya trauma inhalasi pada ruangan tertutup), jenis sumber panas, adanya zat-zat berbahaya. Untuk merencanakan dan menangani penderita dengan baik, maka perlu pemeriksaan fisik, yaitu: - Menentukan luas (dengan menggunakan rule of nine) dan dalamnya luka bakar (derajat kedalaman). - Periksa apakah ada cidera ikutan. - Timbang berat badan penderita. Dapat pula dilakukan ambilan contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap, golongan darah dan crossmatch, kadar karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, dan tes kehamilan pada wanita usia subur, serta pengambilan darah arteri juga diambil untuk analisa gas darah. Pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan secara seri berberapa kali bila diperlukan, sedangkan pemeriksaan radiologi lainnya dilakukan bila dicurigai adanya cidera ikutan. Sebelum pemberian cairan intravena diberikan, maka luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti dan kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan akan dihitung (biasanya diindikasikan pada luka bakar derajat 2 atau 3 dengan luas >25% atau pasien yang tidak dapat minum). Ada beberapa cara menghitung kebutuhan cairannya (resusitasi cairan), yaitu: 1. Rumus Evans Di mana pada hari pertama (hari I), diberikan cairan dengan: - Luas luka (dalam %) x Berat badan (dalam Kg) x 1 ml untuk elektrolit/NaCl per 24 jam. - Luas luka (dalam %) x Berat badan (dalam Kg) x 1 ml untuk koloid per 24 jam. - Diberikan 2.000 ml glukosa 5% per 24 jam. Separuh/setengah dari jumlah total cairan (total pemberian NaCl, koloid, dan glukosa) diberikan dalam 8 jam pertama, dan sisanya (setengahnya) diberikan dalam 16 jam berikutnya, lalu pada hari kedua (hari II) diberikan setengah jumlah cairan hari pertama, kemudian pada hari ketiga (hari III) diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Pemberian elektrolit dan koloid merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema, plasma diberikan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh darah dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar. Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat pada keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Bila diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, maka infus dapat dikurangi bahkan dihentikan. Bila diuresis 2 ml/kgBB 2 jam berturut-turut maka tetesan diperlambat 50%. 2. Rumus Baxter (Parkland) Di mana pada hari pertama (hari I), diberikan cairan dengan rumus: Luas luka (dalam %) x Berat badan (dalam Kg) x 4 ml untuk elektrolit/RL per 24 jam Separuh/setengah dari jumlah total cairan diberikan dalam 8 jam pertama (diberikan ringer laktat karena terjadi defisit ion natrium), dan sisanya/setengahnya diberikan dalam 16 jam berikutnya, lalu pada hari kedua (hari II) diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada anak-anak pemberian cairan dirumuskan dengan: [Luas luka (dalam %) x Berat badan (dalam Kg) x 2 ml (elektrolit/RL)] + [kebutuhan faali] per 24 jam Di mana kebutuhan faali pada: - Anak 25% luas pemukaan tubuh, koloid dalam bentuk albumin harus diganti yang dimulai 8-12 jam setelah luka bakar. Anak-anak sering mempunyai kadar albumin yang sangat rendah selama 8 jam terakhir periode resusitasi syok luka bakar (sering 50% luas permukaan tubuh dan cidera inhalasi bersamaan menyebabkan edema berkurang dan stabilitas hemodinamik lebih baik. Penggantian albumin atau koloid kontinu mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan onkotik koloid pada luka bakar yang sangat besar, dan diperlukan kadar serum >2 g/dL. Jika resusitasi telah teratasi pada penderita pediatrik maka diperlukan volume cairan maitenance. Kebutuhan cairan maitenance setelah resusitasi mencakup volume cairan maitenance normal anak ditambah kehilangan cairan melalui evaporasi dengan cara cairan yang dipertahankan/24 jam, yaitu: [(% luka bakar + 35) x luas permukaan tubuh (dalam m2)] + [1.500 ml x luas permukaan tubuh (dalam m2)] Cairan ini dapat diberikan parentral atau enteral bersama makanan, dan cairan yang diinfus harus garam normal D5/0,45% dengan tambahan kalium. Penderita luka bakar sering gelisah yang disebabkan oleh hipoksemia dan hipovolemia bukan rasa nyeri, dan pemberian oksigen dan resusitasi cairan akan memberikan respons yang lebih memuaskan dibandingkan dengan pemberian analgesik nakotik atau sedativa yang malah dapat mengaburkan tanda-tanda terjadinya hipoksia dan hipovolemia. Bila memang diperlukan narkotik (morfin atau petidin), analgesik dan sedativa sebaiknya diberikan dalam dosis kecil, diulang dan hanya diberikan intravena (jangan secara intramuskular). Karena luka bakar derajat II terasa nyeri hanya dengan aliran udara maka dapat dilakukan menutup luka dengan kain bersih untuk mengurangi rasa nyeri, dan jangan pecahkan bula atau memberi antiseptik (bula yang amat tegang di atas sendi boleh diaspirasi secara steril). Obat-obat yang sebelumnya telah diberikan pada luka harus dahulu sebelum memberikan antibakteri topikal. Antibiotik sistemik spektum luas dapat diberikan untuk mencegah infeksi, dan yang sering digunakan adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi, maka antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman (serta mungkin dengan epidemiologi kuman di ruangan). Selain itu, perlu pula diberikan toxoid-ATS (anti tetanus serum) pada semua pasien sebanyak 3.000 unit pada dewasa dan 1.500 unit pada anak-anak atau 1 cc tiap 2 minggu per 3 kali selama 5 hari (pemberian toksoid booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir). Pemberian antasida juga dapat diberikan untuk mengurangi keasaman lambung serta untuk mencegah tukak stres, dan pemberian antipiretik diperlukan bila suhu tinggi. Kebutuhan nutrisi luka bakar penderita dapat diberikan, antara lain: 1. Minuman diberikan pada penderita luka bakar bila segera setelah peristaltis menjadi normal, diberikan sebanyak 25 ml/kgBB/hari dan sampai diuresis sekurang-kurangnya mencapai 30 ml/jam. 2. Makanan dapat diberikan segera setelah penderita dapat minum tanpa kesulitan, nutrisi harus diberikan

cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme sebanyak 2.500-3.000 kalori/hari dengan kadar protein tinggi (sedapat mungkin mengandung 100-150 gr protein/hari), dan bila perlu makanan diberikan melalui NGT atau ditambah dengan nutrisi parenteral. 3. Dapat diberikan vitamin A (10.000 unit/minggu), B dan D, vitamin C 500 mg, sulfas ferosus (Fe sulfat) 500 mg. Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi, yang dapat dilakukan dengan latihan pernapasan dan pegerakan otot dan sendi. Bila perlu, sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai. Kekurangan ion natrium akibat masuknya natrium ke dalam sel dapat menimbulkan gejala keracunan air dengan edema otak yang ditandai dengan kejang-kejang, dan kekurangan ion kalsium dapat diketahui dari EKG yang menunjukan depresi segmen ST, dan kekurangan ini harus segera dikoreksi. Penanganan lebih lanjut pada luka bakar Luka bakar derajat 1 dan 2 yang menyisakan elemen epitel berupa kelenjar sebasea, kelenjar keringat atau pangkal rambut dapat diharapkan sembuh sendiri (asal dijaga juga elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi). Pada luka yang lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah, permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang, cocok untuk daerah yang sukar dibalut (seperti wajah, perineum, glutea). Sedangkan kerugiannya adalah bila menggunakan obat-obat tertentu (misalnya nitras argenti) maka alas tidur menjadi kotor, penderita dan keluarga pun merasa kurang enak karena melihat luka tampak kotor. Namun, sedapat mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat (bila terdapat banyak serangga dapat dipakai kelambu). Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedemikian rupa sehingga luka masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindungi, dan enak bagi penderita. Sedangkan kerugiannya adalah diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena banyaknya menggunakan pembalut dan antiseptik, dan terkadang suasana luka yang lembab dan hangat memungkinkan kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalutan melekat pada luka, tetapi tidak berbau sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditutup sampai terlepas sendiri. Sedapat mungkin luka ditutup kasa penjerap setelah dibubuhi dan dikompres dengan antiseptik (untuk ekstrimitas sebaiknya menggunakan balutan yang tebal sekurang-kurangnya 2 cm dan jari-jari sebaiknya terlihat). Obat topikal yang digunakan dapat berbentuk larutan, salep atau krim, dapat pula antibiotik diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang digunakan adalah yodium povidon atau nitras argenti 0,5%, dan kompres nitras argenti yang selalu dibasahi setiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Nitras argenti mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberikan warna hitam sehingga mengotori semua kain. Obat lain yang digunakan adalah silversulfadiazin (SSD) dalam bentuk krim 1%, yang berguna sebagai bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi dan aman. Krim zilversulfadiazin dioleskan tanpa pembalut dan dapat dibersihkan serta diganti setiap hari. Bila sirkulasi pasien luka bakar telah stabil, maka dapat dilakukan pencucian luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Pencucian luka dilakukan dengan debridement (diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan eksisi tangensial) dan pasien dimandikan dengan menggunakan cairan steri dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik (yodium povidon atau nitras argenti 0,5%) atau disinfektis dengan salvon 1:30. Setelah bersih lalu ditutup dengan tulle kemudian diolesi dengan krim silversulfadiazin (SSD) sampai tebal (dapat pula menggunakan silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, nitrofurazon 0,2%, gentamisin sulfat atau salep basitrasin dan salep antibiotik 3 rangkap/basitrasin, polimiksin B, dan neomisin), dan pasien perlu dipindahkan ke ruangan steril. Perawatan diruangan, yaitu : 1. Perawatan terbuka dengan krem SSP, merupakan obat yang dapat menembus eskar. 2. Mandi 2 kali sehari dengan air mengalir. 3. Eskarotomi dilakukan bila ada penekanan saraf/pembuluh darah. 4. Eskarotomi di ruangan lain bila eksar mulai melunak. 5. Skin graft dilakukan setelah mulai ada granulasi. Pada luka bakar derajat 1, dapat diobati dengan krem antibiotik dan pembalutan tidak diperlukan. Pada luka bakar derajat 2, sebaiknya keropeng dibiarkan menjadi kering, keropeng ini akan terlepas sendiri seperti kulit ular setelah 7-12 hari, dan pada waktu itu kulit dibawahnya sudah sembuh. Pada luka bakar derajat 3, sebaiknya keropeng dibiarkan menjadi kering selama 10-18 hari, kemudian keropeng dapat dilepaskan dan dilakukan cangkok kulit. Tindakan eskartomi adalah suatu prosedur pembuangan jaringan yang telah mati (eskar) dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapisa jaringan nekrotik sampai didapatkan permukaan yang berdarah. Eskartomi dilakukan pada luka bakar derajat 3 yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan

keropeng dan pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal mati. Tanda dini penjepitan adalah rasa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung distal, dan keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang (fasiotomi) yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas. Eskartomi dada mungkin diperlukan juga pada jaringan parut derajat 3 yang padat menghambat ventilasi. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah dilakukan, di mana didapatkan kondisi luka yang relatif lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi, dan secara persekundam (penyembuhan luka sesudah dibentuk jaringan granulasi atau keropeng terlebih dahulu) terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relatif superfisial. Sedangkan bila luka bakar terlalu dalam maka luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup dengan cangkok kulit yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri, yang dikenal sebagai split tickness skin grafting yang merupakan tindakan definitif penutupan luka yang luas. Cangkok kulit dapat dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter >3 cm. Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dianjurkan jika transplantasi dengan kulit penderita menemui kesulitan, dan berfungsi sebagai pencegah infeksi, penghalang penguapan berlebihan dan mengurangi rasa nyeri. Bila dipakai kulit dari mayat atau binatang dan keadaan penderita terlalu sulit sehingga tidak memungkinkan memakai cangkok kulit sendiri, sedikit demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan kulit penderita sendiri sebagai penutup permanen. 1.8. Prognosis Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut. 1.9. Kontraktur Kontraksi adalah suatu proses dinamik yang aktif yang melibatkan fungsi dari sel-sel yang hidup dan pemindahan energi. Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat, kontraktur kulit dapat menggangu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetis yang jelek, terutama bila parut tersebut berupa keloid. Proses kontraksi jelas terlihat pada luka yang besar yang dibiarkan sembuh sendiri tanpa tindakan penutupan sekunder atau skin graft, pada luka tersebut akan terjadi pengecilan dari luas luka misalnya luka-luka amputasi pada paha di mana diameternya luka- luka tersebut 18-20 cm atau lebih akan mengecil menjadi kurang lebih 4-5 cm diameternya karena proses kontraksi. Jadi luka amputasi tersebut 90% akan tertutup dengan gerakan sentripetal dari tepi luka. Kontraktur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh prosese kontrasi tersebut, di mana sel-sel yang menyebabkan proses kontraksi adalah miofibroblas, sedangkan serat kolagen hanya memelihara apa yang dihasilkan oleh aktivitas miofibloblas tersebut. Mekanisme yang pasti mengenai proses kontraksi pada luka memang belum jelas, tapi kenyataannya luka dengan kerusakan permukaan kulit dengan dasar luka yang lemah (misal kelopak mata, bibir atau pipi) akan menimbulkan kontraksi. Sedangkan di daerah dahi atau kepala di mana kulit relatif lebih erat hubungannya dengan tulang dibawahnya, proses kontaksi padaa luka lebih terbatas.

Penyembuhan luka: 1. Tahap I (fase inflamasi) Dimulai saat luka terjadi sampai hari ke tiga, jaringan yang rusak dan mast cell mengsekresi histamin dan enzim yang menyembabkan vasodilatasi kapiler dan eksudasi serum serta lekosit ke dalam luka. 2. Tahap II (fase destrusi) Dimulai hari ke dua sampai hari ke lima, sel-sel polimorfonuklear dan makrofag akan membersikan luka dari jaringan nekrotik dan bakteri. 3. Tahap III (fase fibroplasi/proliferasi) Dimulai hari ke tiga sampai hari ke dua puluh empat, pada fase ini fibroblas memproduksi kolagen. Aktivitas fibrioblas ini mencapai puncaknya pada hari ke lima sampai hari ke tujuh. 4. Tahap lV (fase maturasi) Mulai hari ke dua puluh empat sampai satu tahun, pada fase ini terjadi pengurangan vaskularisasi dalam jaringan parut, pengerutan dari fibloblas serta reorientasi kolagen dan penambahan tensile strength. Kontraksi akan terjadi pada hari ke empat di mana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan selules dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superfisial dari kulit, biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastis ini akan menyebabkan sendi

dapat ekstensi penuh kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons, juga permukaan volar dari sendi akan mengalami kontrasi atau perlekatan sehingga akan membatasi range of motion. Kontraktur yang berat karena jaringan parut yang hipertropik dapat dipulihkan dan sendi di bawahnya dapat ekstensi kembali dengan traksi untuk beberapa minggu dengan beban ringan. Tapi kontraktur yang disebabkan oleh hilangnya kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendiaan harus segera dilakukan skin grafting. Penyebab kekakuan pada sendi adalah perubahan lokal yang terjadi pada sendi dan disertai perubahan jarak pada mekanisme ekstensi. Pada sendi metacarpotalangeal, penyebab yang tersering adalah kontrasi dari ligmentum kolateral. Ligamentum kolateral ini mempunyai jarak terpendek waktu ekstensi dan mempunyai jarak terpanjang waktu fleksi. Selain itu, perananan dari kapsul sendi juga sangat potensial. Waktu hiperekstensi, permukaan sendi akan menekan permukaan volar dari kepala sendi metacarpofalangeal yang akan menimbulkan perlekatan dan obliterasi dari ruang sendi. Bila ini terjadi maka harus dilakukan kapsulotomi. Pencengahan kontraktur Pada luka dengan kehilangan kulit atau pada luka bakar derajat III di daerah persendian perlu segera dilakukan skin grafting. Pada daerah resipien yang masih segar, kemungkinan timbulnya kontraksi akan minimal. Tapi bila daerah resipien sudah terjadi jaringan granulasi, kemungkinan timbulnya kontraksi sangat besar. Pada luka dengan kehilangan sebagian kulit atau pada luka bakar derajat III di daerah persendiaan diperlukan pembidaian dengan pembidaian, maka proses kontraksi yang terjadi pada luka akan ditahan oleh bidai tersebut. Pembidaian yang terus-menerus, pada persendian hanya boleh selama 3 minggu, untuk mencegah timbulnya kekakuan sendi. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembidaian pada malam hari (night splint) sampai proses penyembuhan luka berakhir, dengan kata lain pembidaian dihentikan setelah luka menjadi matang, yaitu di mana luka sudah lemas dan pucat. Penanggulangan Jenis-jenis kontraktur menurut jaringan yang terlibat adalah: 1. Kontraktur dermatogen, hanya terbatas pada kulit saja. 2. Kontraktur desmogen, mengenai jaringan di bawah kulit, misalnya tendo dan lain-lain. 3. Kontraktur artrogen, sudah mengenai bagaian dari sendi. Sedangkan menurut bentuknya, kontraktur dibagi atas: 1. Kontraktur linier. 1. Berbentuk garis lurus. 2. Dipinggir garis ini terdapat web yang merupakan kelebihan kulit. 3. Pada penanggulangannya dibuat desain Z-plasty, yaitu 2 buah flap segitiga yang saling di pindahkan tempatnya, dengan desain ini maka garis kontraktur tersebut akan diperpanjang dengan memaafkan kelebihan kulit pada sisi-sisi garis kontraktur tersebut. 2. Kontraktur difussa. 1. Berbentuk difusi pada persendian. 2. pada penanggulangannya, dilakukan pelepasan dari kontraktur, dan kekurangan kulit yang timbul ditutup dengan full thickness skiin graft (FTSG). Pada skin graft terjadi 2 macam proses kontraksi: 1. Primary contraction segera setelah skin graft di ambil, maka skin graft ini akan mengalami kontraksi sehingga luas skin graft akan mengecil, makin tebal skin graft maka kontraksinya makin kuat. 2. Secondary contraction Maturasi dari jaringan parut yang ada di antara skin graft dengan recipient bed akan menimbulkan kontraksi pada skin graft, dan secara permanen akan mengurangi luas permukaan skin graft tersebut, makin tebal skin graft makin kecil timbulnya secondary contraction. Pada full thickness skin graft sangat kecil kecil atau timbul secondary contraction ini, karena itu FTSG yang dipilih untuk menanggulangi kontraktur. Bila tendon sudah ikut memedek dapat dilakukan tendoplasty untuk memperpanjang tendon tersebut, atau dilakukan tendon graft. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah tendon transfer yaitu fungsi tendon tersebur diambil alih atau disambung dengan tendon. Bila kontraktur sudah melibatkan sendi, misalnya flexion contracture pada jari maka dapat dilakukan pemotongan kapsul sendi bagian volar (kapsulotomi), atau kalau perlu dilakukan eksisi sebagian dari kapsul sendi bagian volar (kapsulektomi). Bila permukaan sendi sudah berubah/rusak maka untuk stabilitas sendi dilakukan artrodesis, yaitu penyatuaan ujung-ujung tulang pada sendi tersebut sehingga sendi tersebut menjadi kaku. 1.10. keloid Keloid pada dasarnya adalah jaringan parut yang tumbuh tanpa dapat dikontrol setelah kulit sembuh dari luka. Jaringan parut keloid bersifat keras dan berwarna kecoklatan tumbuh meninggi di atas kulit normal. Bentuknya

yang tidak beraturan dan membesar secara cepat merupakan sifat dasar dari keloid. Tidak seperti jaringan parut pada umumnya, keloid tidak bisa mengecil atau berkurang seiring berjalannya waktu. 2. Laserasi dan penatalaksanaan Perawatan luka Diagnosis Pertama-tama, dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan yang harus dihentikan. Kemudian, tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul, luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi, dan berat ringannya luka. Tindakan Pertama dilakukan anesthesia setempat atau umu, tergantung berat dan letak luka, serta keadaan penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan dengan antiseptic, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang dapat dipakai ialah larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin %. Larutan yodium 3% atau alkohol 70% hanya digunakan untuk membersihkan kulit di sekitar luka. Kemudian, daerah sekitar lapangan kerja ditutup dengan kain steril dan secara steril dilakukan kembali pembersihan luka dari kontaminan secara mekanis, misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisai (debridement) dan dibersihkan dengan bilasan, guyuran, atau semprotan cairan NaCl. Akhirnya dilakukan penjahitan dengan rapi. Bila diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan cairan yang berlebihan, perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa, misalnya kasa yang mengandung vaselin, ditambah dengan kasa penyerap, dan dibalut dengan pembalut elastic. Pemeriksaan pada luka atau ulkus yang tidak menyembuh Anamnesis Pemeriksaan - Fisik - Pencitraan - Bakteriologik - Histologik dan patologi (biopsy) - Serologic Ringkasan tata laksana luka Sebalum mulai : - Perhatikan keadaan umum - Cari kemungkinan cedera lain Penanganan hari pertama : - Anesthesia local dan umum - Pembilasan luka - Sterilisasi kulit sekitar luka - Luka dikelilingi dengan kain steril - Pembersihan luka (debridement) Kotoran Benda asing Eksisi jaringan mati - Hemostatis baik - Jahitan primer jika diharapkan penyembuhan primer - Biarkan luka terbuka jika diharapkan sanatio primer tertunda - Pemasangan penyalir? - Pembalut? Amati luka pada hari kedua, ketiga, atau keempat untuk mempertimbangkan: - Pemasangan penjahitan kulit primer tertunda jika tidak ada infeksi dan ternyata timbul jaringan grnulasi sehat di dasar luka untuk mencapai penyembuhan primer terbuka - Biarkan luka terbuka jika ada infeksi atau jaringan granulasi yang tidak kelihatan baik. Selanjutnya - Tunggu epitelisasi permukaan luka dari pinggir (penyembuhan sekunder) Penyulit Penyulit dini Hematom harus dicegah dengan mengerjakan hemostatis secara teliti. Hematom yang mengganggu atau terlalu besar sebaiknya dibuka dan dikeluarkan. Seroma adalah penumpukan cairan luka di lapangan bedah. Jika seroma mengganggu atau terlalu besar, dapat dilakukan pungsi. Jika seroma kambuh, sebaiknya dibuka dan dipasang penyalir. Infeksi luka terjadi jika luka yang terkontaminasi dijahit tanpa pembilasan dan eksisi yang memadai. Pada keadaan demikia, luka harus dibuka kembali, dibiarkan terbuka dan penderita diberi antibiotic sesuai dengan

hasil biakan dari cairan luka atau nanah. Penyulit lanjut Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen di sini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid justru tumbuh. Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks, terutama di wajah, sternum, pinggangg, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian tengah wajah, pada mata, cuping hidung atau mulut. Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskna. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3 6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka. Kontraktur jaringan parut di bekas luka atau bekas operasi kadang sangat mencolok, terutama di wajah, leher, dan tangan. Kontraktur dapat menimbulkan cacat berat dan gangguan gerak pada sendi, misalnya pada luka bakar.

KONTRAKTURA. Pendahuluan Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik berlebihan dari proses penyembuhan luka. Penyebab utama kontraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri. (1,2,3,4,5,6) Definisi kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. (1,2,3,7) Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari. (2,8) B. Proses Penyembuhan Luka Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan jaringan yang menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase penyembuhan luka. (6) 1. Fase Inflamasi / fase substrat / fase eksudasi / lag phase Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, bendabenda asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai. Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu : a. Komponen vaskuler

Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubule berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan scrotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan udem. b. Komponen hemostatik Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk ikut membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. c. Komponen selluler Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan menghancurkan kotoran luka dan bakteri. 2. Fase proliferasi / fase fibroplasi / fase jaringan ikat Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga, mempunyai 3 komponen, yaitu : a. Komponen epitelisasi Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. b. Komponen kontraksi luka Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi luka ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka. c. Reparasi jaringan ikat Luka dipenuhi sel radang, fbroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. 3. Fase remodeling/fase resorpsi/fase maturasi/fase diferensiasi/penyudahan Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan

yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. C. Klasifikasi Kontraktur Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi : (2,3,4,5,6) 1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi. 2. Kontraktur Tendogen atau Myogen Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi. 3. Kontraktur Arthrogen . Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri. D. Patofisiologi Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dihertahan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur. (2,8) E. Pencegahan Kontraktur Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi : (1,2,3,6,9,10) 1. Mencegah infeksi Perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur. 2. Skin graft atau Skin flap Adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin graft atau flap. 3. Fisioterapi

Tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi ; a. Proper positioning (posisi penderita) b. Exercise (gerakan-gerakan sendi sesuai dengan fungsi) c. Stretching d. Splinting / bracing e. Mobilisasi / ambulasi awal F. Penanganan Kontraktur Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. (1,2,6,8,10) Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif : 1. Konservatif Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi : a. Proper positioning Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. (3,4) Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.(1,24,10) Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut : Leher : ekstensi / hiperekstensi bahu : abduksi, rolasi eksterna Antebrakii : supinasi Trunkus : alignment yang lurus Lutut : lurus, jlarak antara lutut kanan dan kiri 20 Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna Pergelangan kaki : dorsofleksi

Proper positioning untuk penderita luka bakar a. Exercise Tujuan tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. (2,8,10) Adapun macam-macam exercise adalah : - Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri. - Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi. - Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat. - Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik. - Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita. b. Stretching Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang. (2,10) c. Splinting / bracing Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan. d. Pemanasan Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar. 2. Operatif Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara : (11) a. Z - plasty atau S - plasty Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty. b. Skin graft

Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi. c. Flap Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja. RELEASE KONTRAKTUR, SKIN GRAFT DAN FLAP SEDERHANA Introduksi a. Definisi Suatu tindakan rekonstruksi dengan melepaskan scar tissue atau tumor yang dilakukan pada ekstremitas yang berfungsi sebagai persendian b. Ruang Lingkup Macam-macam tehnik operasi untuk release kontraktur, skin graft dan flap sederhana

c. Indikasi Operasi Release kontraktur merupakan tindakan rekonstruksi dari ekstremitas yang berfunsi sebagai persendian, yang diakibatkan oleh berbagai hal. Paling sering terjadi oleh karena luka bakar dan bisa ditutup dengan skin graft flap sederhana Tumor kulit atau jaringan subkutan atau y.l. Defek kulit yang luas d. Kontra indikasi operasi Tidak ada e. Diagnosis banding Tidak ada diagnosis banding f. Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap, Tes Fungsi Hati, Tes Fungsi Ginjal, Serum Albumin, Serum Elektrolit, Gula Darah Acak, Faal Pembekuan Darah, foto polos toraks maupun sendi ybs.