luka bakar
TRANSCRIPT
LUKA BAKAR
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Luka bakar merupakan jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai
fase lanjut.(1,2,3)
Pada mulanya memang luka bakar merupakan topik yang dikelola oleh bedah
plastik, sebab patofisiologi kerusakan jaringan yang berhubungan dengan proses
penyembuhan luka menjadi pembahasan dalam ilmu bedah plastik, proses penutupan
luka juga merupakan kompetensi yang dimiliki oleh bidang ilmu ini. (1,2)
Namun, seiring dengan perkembangan ilmu, khususnya bidang traumatologi
dan pengetahuan mengenai dampak cedera pada tubuh dengan kompleksitasnya, luka
bakar disadari merupakan suatu bentuk kasus trauma yang memerlukan penanganan
multidisipliner dan atau interdisipliner. Oleh karena itu selanjutnya penanganan kasus
luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari para spesialis di
lingkungan bedah (spesialis bedah, bedah plastic, bedah thoraks, bedah anak),
intensifies, spesialis penyakit dalam khususnya hematologi, gastro-enterologi dan
ginjal hipertensi, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri dan psikologi. (1,2,3)
INSIDEN DAN EPIDEMOLOGI (4,5,6)
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada
semua kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari
pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia (diatas 70 th).
Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun, terdapat sekitar 50.000
pasien luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar.
1
Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di
gawat darurat di 100 rumah sakit di amerika.
Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107
kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 % sedangkan di Rumah
Sakit Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian
26, 41 %
ETIOLOGI
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia (7,8)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini.
Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih
yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia
yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000
produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
Walupun faktanya hanya 3% dari keseluruhan luka bakar disebabkan oleh
paparan kimia, kurang lebih 30% dari kematian akibat luka bakar disebabkan oleh
paparan kimia.
Patofisiologi
Seluruh luka bakar, baik akibat kimia atau thermal, memiliki efek denaturasi
protein dalam perjalanannya. Struktur protein biologis disusun bukan saja
oleh struktur asam amino spesifik, namun juga struktur tiga dimensi yang
bertanggung jawab terhadap kekuatan, seperti ikatan hidrogen atau kekuatan
Van der Waal. Ketiga struktur dimensional ini mempengaruhi aktivitas
2
biologis protein, dan dengan mudah dirusak oleh pengaruh dari luar. Energi
panas merusak ikatan lemah ini untuk mendenaturasi protein, sama seperti
perubahan pH atau dissolusi dari lemak disekitarnya yang dapat menstabilkan
protein. Agen kimia dapat berefek sistemik, dimana elemennya bersirkulasi
didalam tubuh korban, dengan potensial toksisitasnya. Tingkat keparahan luka
kimia ditentukan oleh beberapa faktor :
a. Kekuatan (konsentrasi)
b. Kuantitas agen
c. Durasi dan tingkah laku pada kontak kulit (progresifitas)
d. Penetrasi
e. Mekanisme Aksi
Secara Luas, ada enam mekanisme aksi untuk agen kimia pada sistem
biologik :
1. Reduksi
Agen reduksi bekerja dengan mengikat elektron bebas pada protein
jaringan. Contohnya antara lain asam hidroklorida, asam nitrat, dan agen
merkuri.
2. oksidasi
Agen oksidasi teroksidasi pada saat kontak dengan protein jaringan. Hasil
akhir (produk) juga sering bersifat toksik dan terus bereaksi dengan
jaringan sekitarnya. Contohnya antara lain hipoklorit (Chlorox),
potassium permanganat, dan asam kromik.
3. Agen Korosif
Substansi korosif mendenaturasi protein jaringan pada saat kontak. Secara
khas, pembentukan eskar dan dan ulkus yang dangkal mewakili jenis ini.
Contohnya antara lain : phenol dan kresol, fosfor putih, logam garam
sodium dikromat.
3
4. Racun Protoplasmik
Agen ini memiliki efek mengikat atau menginhibisi kalsium atau ion
organik lainnya yang dibutuhkan untuk viabilitas kulit dan fungsinya.
Contoh dari racun protoplasmik antara lain asam ”alkaloid”, asam asetat,
asam formik, dan kompetitor/inhibitor metabolik seperti oksalit dan asam
hidrofluorik.
5. Vesicant (bahan yg dapat melepuhkan kulit)
Agen ini menyebabkan iskemia dengan nekrosis anoksia pada lokasi
kontak. Sebagai contoh, kantarida (lalat spanyol), dimethyl sulfoxida
(DMSO), gas mustard, dan lewisite.
6. Dessicant (Penyerap Debu)
Substansi ini dapat menyebabkan kerusakan dengan jalan mendehidrasi
jaringan dan pada saat yang bersamaan melepaskan panas ke jaringan.
Contohnya antara lain : asam sulfurik dan dan asam muriatik (konsentrat
hidroklorid)
Prinsip dasar penanganan
Aspek yang paling penting untuk penanganan awal korban luka bakar kimia
adalah dengan menyingkirkan agen yang merusak dari lokasi kontak pada
pasien. Hal ini membutuhkan penyingkiran seluruh pakaian yang berpotensi
untuk terkontaminasi dan irigasi yang berulang. Prinsip penting dari irigasi
pada pasien luka bakar kimia adalah termasuk proteksi penyedia jasa
kesehatan. Lebih lanjut, luka tidak boleh diirigasi dengan jalan menempatkan
pasien dalam tube, dengan itu dapat menyebarkan materi yang dapat
menyebabkan perlukaan ke jaringan yang tidak terkena. Irigasi sebaiknya
dengan volume yang besar dan jatuh langsung kelantai atau dengan
menggunakan drain yang sesuai. Tidak ada agen yang ditemukan lebih efektif
dibandingkan air untuk irigasi selanjutnya prinsip umum penaganan trauma
dilakukan.
4
3. Luka Bakar Elektrik (9,10)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi
oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
Luka listrik adalah bentuk luka listrik yang paling parah diantara seluruh
jenis luka bakar, biasanya mempengaruhi baik kulit maupun jaringan dibawahnya.
Luka bakar listrik merupakan penyebab amputasi tersering pada pusat perawatan
luka bakar. Luka listrik memiliki manifestasi akut dan kronik yang tidak ditemui
pada jenis luka bakar lainnya. Morbiditas, waktu perawatan dirumah sakit dan
jumlah operasi ditemukan lebih sering dari yang diharapkan, hanya berdasarkan
ukuran lukanya saja.
Patofisiologi
Tingkat keparahan luka bakar ditentukan oleh voltase (tegangan), arus, jenis
arus (AC atau DC), jalur listrik, durasi kontak, resistensi saat kontak, dan
susceptibilitas individual. Luka listrik diklasifikasikan sebagai luka listrik
tegangan tinggi dan tegangan rendah, dengan batasan 1000 volts sebagai
pemisah. Pada luka listrik tegangan tinggi, jenis luka pada kulit terlihat dalam,
dengan kerusakan jaringan sangat menyerupai kerusakan akibat luka tabrakan.
Luka listrik tegangan rendah memiliki area kerusakan jaringan yang lebih
terlokalisir. Arus listrik berhubungan dengan voltase (tegangan) melalui
hukum Ohm :
Arus (I) = Voltase(E)/ Resistensi(R)
Lebih dari 99% dari seluruh luka bakar listrik disebabkan oleh 60 siklus per-
detik arus AC komersial, dengan polaritas 120 kali perdetik. Hanya pada
keadaan khusus ditemukan luka listrik akibat tegangan tinggi atau rendah.
Arus AC menyebabkan kotraksi tetani pada otot, yang mana dapat
melontarkan korban dari kontak atau justru menyebabkan korban terus
menerus terjerat dalam kontak dan menyebabkan peningkatan keparahan luka.
5
Gangguan tingkat kesadaran dilaporkan didapatkan pada setengah dari jumlah
korban, juga berperan dalam durasi kontak. Resistensi pada saat kontak
bervariasi dari tangan/kulit yang penuh peluh keringat sampai tangan/kulit
yang benar-benar kering. Susceptibilitas individual adalah istilah yang kurang
sesuai untuk menjelaskan mengapa satu atau dua indivisu yang yang terekspos
pada keadaan yang sama memberikan gambaran luka yang berbeda.
Resistensi jaringan mulai dari yang terendah hingga tertinggi adalah saraf,
pembuluh darah, otot, kulit, tendon, lemak, dan tulang. Secara teoritis, arus
listrik akan terdistribusikan dalam proporsi terhadap resistensi, dengan
jaringan yang memiliki tingkat resistensi tertinggi akan menghasilkan panas
yang paling tinggi. Pada percobaan dengan hewan, tubuh bertindak sebagai
satu kesatuan resistensi, bukannya sekelompok jenis resistensi yang berbeda,
Jaringan yang lebih dalam sepertinya menghasilkan panas dan kerusakan yang
lebih parah pada jaringan periosseus, khususnya diantara dua tulang(tibia-
fibula,radius-ulna).
Mioglobinuria
Adanya urin yang berpigmen (lebih gelap dari pink) pada pasien dengan luka
listrik mengindikasikan adanya kerusakan otot yang signifikan. Adanya
pigmen mioglobin dan hemoglobin dapat menyebabkan kegagalan ginjal akut,
sehingga harus segera dibersihkan. Adanya urin yang berpigmen (lebih gelap
dari pink) harus segera diterapi dengan dua ampul Mannitol (25 gram) dengan
secara Intravena(guyur), diikuti segera dengan dua ampul Sodium bikarbonat
juga secara Intavena (guyur). Ringer Laktat diberikan dengan tetesan
secukupnya untuk membersihkan urin dari pigmen. Tujuan dari protokol ini
adalah untuk menciptakan diuresis osmotik yang cepat, dengan alkalinisasi
awal untuk meminimalisir presipitasi pigmen pada tubulus renalis. Bila
perfusi organ telah dijaga, pemberian ulang mannitol atau bikarbonat tidak
dibutuhkan. Loop diuretik tidak seefisien mannitol. Menggunakan protokol
6
ini, penulis mendapatkan tidak ada insiden gagal ginjal akut dalam 154 pasien
dengan urin berpigmen.
Resusitasi
Adanya kerusakan jaringan yang tersembunyi pada luka listrik menyebabkan
formula resusitasi yang digunakan berdasarkan luas permukaan tubuh menjadi
tidak akurat, kecuali untuk menghitung volume minimal yang dibutuhkan.
Pada keadaan adanya mio/hemoglobinuria, tujuan resusitasi adalah untuk
mempertahankan tanda vital normal, dan output urin 30-50 ml/jam dengan
Ringer laktat, rerata diatur pada dasar perjam untuk mencapai tujuan ini.
Sindrom Kompartmen
Pasien dengan luka listrik akibat arus tegangan tinggi pada daerah ekstremitas
memiliki resiko berkembangnya sindrom kompartmen pada 48 jam pertama
setelah kontak. Pembengkakan kerusakan otot didalam fasia pada ekstremitas
dapat meninggikan tekanan didalam kompartemen otot sampai pada tingkat
dimana aliran darah kejaringan otot terganggu. Hilangnya pulsasi adalah salah
satu tanda adanya sindrom kompartmen. Pendekatan yang agresif untuk
melakukan fasiotomi pada masa lalu telah dianjurkan, namun terdapat
tingginya morbiditas akibat fasiotomi dan proses penutupannya.
Perawatan Luka
Perawatan luka dilaksanakan menggunakan Mafenide asetat (Sulfamylon)
pada eskar yang tebal dilokasi kontak poin, karena penetrasinya yang baik.
Silver sulfadiazine digunakan untuk mengontrol infeksi mikroba pada daerah-
daerah yang dalam. Operasi eksisi berupa pengankatan jaringan nekrotik
dilakukan 2-3 hari luka bakar sebagai tindakan operasi kedua setelah
fasiotomi atau sebagai prosedur awal pada pasien yang belum di fasiotomi.
Penanganan konservatif berupa pembuangan jaringan dan penutupan luka
dengan kombinasi dari skin graft dan atau flap untuk menutup jaringan lunak
umumnya memberi hasil yang baik.
7
Luka Akibat Petir
Saat petir terjadi, jutaan muatan listrik dilepaskan (volt). Luka bakar dapat
terjadi karenanya, dari luka bakar ringan hingga luka bakar berat tergantung
pada tinggi rendahnya elektrisitas. Tanda patognomonik pada kulit akibat luka
bakar petir adalah eritem yang berbentuk pohon pinus yang timbul dalam satu
jam setelah kejadian dan akan menghilang dengan cepat. Luka bakar derajat
tiga (III) yang ditemukan diujung-ujung jari kaki juga dilaporkan sebagai
karakteristik luka bakar akibat petir. Petir dapat menyebabkan kegagalan
jantung (sirkulasi) dan kegagalan paru (respirasi) sehingga CPR (Resusitasi
Jantung Paru) adalah sangat efektif bila dilakukan dengan cepat.
4. Luka Bakar Radiasi (11)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
Hanya 4 bulan setelah Roentgen menemukan x-ray, Dr. John Daniel
menemukan bahwa radiasi pada kepala teman sejawatnya menyebabkan
kerontokan rambut. Sejak temuan ini dilaporkan pada tahun 1896, banyak efek
biomedis dari radiasi dijabarkan.
Paparan terhadap ion radiasi dapat mengikuti satu dari pola berikut :
1. Kecelakaan kecil yang mungkin timbul dalam laboratorium atau dari alat x-
ray dalam lingkungan rumah sakit.
2. kecelakaan industrial berskala besar, dengan kebutuhan penanganan yang
lebih luas
3. detonasi alat nuklir dalam konflik militer, dimana terdapat perlukaan yang
multipel dan kombinasi perlukaan yang lainnya.
8
Terminologi
Kerusakan dari jaringan biological oleh radiasi ion dimediasi oleh
pemindahan energi. Hal ini dapat terjadi sebagai hasil dari radiasi
elektromagnetik eksposur (sinar X dan sinar gamma) atau radiasi khusus
(partikel alfa dan beta atau neutron-neutron). Tingkat keparahan dari
kerusakan jaringan dipengaruhi oleh deposit energi pada tiap unit, yang
dikenal sebagai transfer energi linear (linear energy transfer / LET)
Efek Radiasi
Kerusakan dari jaringan biological oleh radiasi ion dimediasi oleh
pemindahan energi. Perpindahan dari energi ini dapat merusak bagian-bagian
penting dari sel baik secara langsung maupun tak langsung melalui
pembentukan dari radikal bebas (misalnya hidroksil Radikal). Target primer
adalah membran seluler dan nuklear dan DNA.
Morbiditas pada luka bakar akibat radiasi bergantung pada dosisnya dan
sensitivitas dari sel. Sel akan sangat sensitif saat menjelang mitosis sehingga
sel yang terdapat pada tempat-tempat yang banyak ditemukan seperti sumsum
tulang, kulit, dan traktus gastrointestinal akan lebih mudah mengalami
kerusakan akibat radiasi. Radiasi pada satu organ seperti otak atau hepar, yang
mana memiliki sel-sel parenkimal akan mengalami kerusakan terutama pada
jaringan konektif dan mikrosirkulasi.
Sindrom Radiasi Akut (Acute Radiation Syndrome)
Sindrom Radiasi Akut (Acute Radiation Syndrome) adalah efek fisiological
dari radiasi pada seluruh tubuh. Manifestasi klinik umumnya muncul dalam
beberapa jam setelah eksposure. Gejala prodromal meliputi mual, muntah,
diare, kelelahan, demam dan sakit kepala. Durasi dari gejala ini bergantung
kepada dosis. Komplikasi hemopoitik dan gastrointestinal dapat terjadi.
Triage
Triage adalah klasifikasi yang penting untuk menentukan terapi dan management
yang esensial.
9
Angka Kelangsungan Hidup
Luka Bakar <70% TBSA 50 %
Luka Bakar > 70% TBSA Risiko fatal
Luka Bakar + Radiasi < 30 % TBSA Umunya bertahan
Luka Bakar + Radiasi > 30 % TBSA Risiko fatal
Terapi
Penatalakasanaan pada setiap kejadian luka bakar membutuhkan dukungan
dari team yang baik.
a. Penanganan Awal
Pasien harus dievakuasi dari sumber radiasi untuk membatasi eksposure.
Prosedur resusitasi normal harus dilakukan setelahnya. Pakaian yang
terkontaminasi harus dilepaskan dan kulit / luka yang terkontaminasi harus
dibersihkan dengan air atau NaCl. Tujuan dari dekontaminasi ini adalah
untuk dilusi dan penetralan partikel agar tidak tersebar kedaerah yang
belum terksposure. Kulit yang intak (tidak luka) dapat dibersihkan juga
dengan menggunakan sikat yang halus atau dengan spons, dibawaha air
hangat yang mengalir. Selanjutnya dapat dilakukan penggosokan dengan
menggunakan sabun atau detergen (pH 7) selama 3-4 menit bila tindakan
awal tidak adekuat. Selanjut kulit diberikan larutan providon-iodin atau
sabun heksaclorofen, kemudian dicuci 2-3 menit lalu dikeringkan.
b. Penilaian Lanjutan
Pemeriksaan darah lengkap meliputi sebaiknya dilkukan dengan segera
dan diulang kembali setiap 12-24 jam bila terdapat indikasi perubahan
absolut pada limfosit. Bila jumlah limfosit dari pasien berkurang hingga
50 % atau bila kurang dari 1200 /mm3 dalam waktu 48 jam setelah
eksposure, hal ini menandakan pasien telah mengalami radiasi pada dosis
tinggi.
c. Penanganan Umum
10
Bila memungkinkan, anamnesis yang lengkap harus diambil dari pasien
atau keluarganya. Faktor-faktor seperti umur, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat merokok dan trauma multipel dapat mempengaruhi
prognosis. Karenanya, pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan trauma lainnya.
Seluruh pasien harus diberikan analgesia dengan pilihan utama opiat atau
opioid. Pasien diberikan antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah.
Resusitasi yang dilakukan sama seperti resusitasi yang lazim dilakukan
pada keadaan yang lain. Kebutuhan cairan akan meningkat akibat
terjadinya kegagalan organ internal, terutama usus. Kehilangan cairan
akibat diare dan muntah juga harus diatasi. Cairan intravenous dapat
dibatasi dan pasien dapat diberikan cairan peroral dengan memperhatikan
keseimbangan elektrolit pada cairan untuk menjaga output urin yang
maksimal.
d. Penanganan luka bakar
Pasien dimandikan secara halus untuk membersihkan kulit yang mati,
sisa-sisa pakaian yang terbakar, dan debris lainnya yang mungkin
terkontaminasi oleh material radioaktif. Setelah pasien dibersihkan,
didekontaminasi, luasnya luka bakar dan kedalamannya dapat dinilai lebih
akurat. Problem utama yang akan dihadapi oleh luka bakar radiasi dan
atau luka thermal apabila diikuti oleh sepsis, gangguan keseimbangan
cairan dan luka yang sukar sembuh. Penting untuk diperhatikan untuk
menghindari iritasi lebih lanjut pada kulit akibat paparan kontaminasi
bahan abrasif, cairan yg dapat mengiritasi dan cahaya matahari. Luka
bakar yang lebih dalam dengan deskuamasi lembab ditangani seperti luka
bakar thermal. Agen kemoterapi topikal dapat digunakan secara reguler
seperti yang biasanya digunakan.
FASE LUKA BAKAR (14)
11
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening.
Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang
berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasukan O2
dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat
berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema
instabilitas sirkulasi.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
PATOFISIOLOGI
12
Sebagaimana disebutkan pada pendahuluan, permasalahan pada fase akut
terdiri dari gangguan saluran pencernaan, gangguan mekanisme bernafas dan
gangguan sirkulasi. Sehingga patofisiologi luka bakar adalah sebagai berikut : (2,3)
1. Gangguan saluran pernapasan : adanya cedera inhalasi, dengan dampak cedera
termis pada lapisan mukosa saluran napas berupa :
a. Obstruksi saluran napas bagian atas
b. Reaksi inflamatorik mukosa saluran mulai dari nasofaring sampai dengan
alveoli dan parenkim paru yang mengarah pada Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS).
Cedera inhalasi adalah terminologi yang digunakan untuk menjelaskan
perubahan mukosa saluran napas akibat adanya paparan terhadap suatu iritan dan
menimbulkan manifestasi klinik dan gejala distress pernapasan. Reaksi yang
timbul akibat paparan terhadap iritan berupa suatu bentuk inflamasi akut dengan
edema dan hipersekresi mukosa saluran napas. Iritan tersebut biasanya berupa
produk toksik dari sisa pembakaran yang tidak sempurna (toxic fumes). (2,3)
Inflamasi akut pada epitel mukosa menyebabkan disrupsi dan maserasi
epitel yang nekrosis (sloubhing mucosa). Epitel-epitel ini bercampur dengan
sekret-sekret yang kental oleh karena banyak mengandung fibrin-fibrin
menyebabkan obstruksi lumen (mucous plug); menimbulkan distress pernapasan
(ARDS) dan kematian dalam waktu yang cepat.
2. Gangguan mekanisme bernapas : adanya gangguan proses ekspansi rongga
thoraks.
Adanya eskar yang melingkar di permukaan rongga thoraks (khususnya dinding
dada) menyebabkan gangguan ekspansi rongga thoraks pada proses respirasi
(terutama inspirasi), hal ini merupakan suatu bentuk gangguan compliance paru.
Dengan keterbatasan proses ekspansi dinding dada ini, volume inspirasi
berkurang sehingga menyebabkan gangguan secara tidak langsung pada proses
oxygen exchange (penurunan PaO2).
3. Gangguan sirkulasi :
13
a. Dampak cedera thermis pada sirkulasi.
b. Dampak cedera thermis pada jaringan.
Cedera thermis menyebabkan proses inflamsi akut yang menimbulkan
perubahan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk sel-sel endotel (epitel
tunika intima), dimana sel-sel tersebut membulat (edematous) dengan pembesaran
jarak interselular. Karena terjadi perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik di
ruang intravaskular, plasma (protein), elektrolit dan lekosit ke ruang intersisiel. Di
jaringan intersisiel terjadi penimbunan cairna menyebabkan keseimbangan
tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik disama terganggu. Penimbunan cairan di
jaringan intersisial menyebabkan gangguan perfusi dan metabolisme selular (syok
jaringan).
DIAGNOSIS (14,15)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik.
Gejala klinis yang dapat ditemukan berdasarkan beratnya luka bakar tergantung
kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka , yaitu : (2,3,4)
1. Luka bakar derajat I.
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah,
nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika
ditekan, daerah yang terbakar akan memutih, belum terbentuk lepuhan.
Penyenbuhan terjadi secara spontan dalam 5-10 hari.
Gambar 1. luka bakar dangkal (superfisial) Pada daerah badan dan lengan kanan, luka bakar jenis ini biasanya memucat dengan penekanan
2. Luka bakar derajat II.
14
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak
merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh
warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
a. Derajat dua dangkal (superfisial). Mengenai bagian superficial dermis. Organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh, penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari.
Gambar 2. luak bakar superficial partial thickness. Memucat dengan penekanan, biasanya berkeringat.
b. Derajat dua dalam (deep). Mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
masih utuh. Penyembuhan biasanya terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.
Gambar.3. Luka bakar deep partial thickness. Permukaan putih, tidak memucat dengan penekanan
3. Luka bakar derajat III.
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna putih
dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel darah merah
pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna merah terang.
15
Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut di tempat tersebut mudah
tercabut. Jika disentuh tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah
mengalami kerusakan. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka.
Gambar.4 luka bakar full thickness. Tidak terasa sakit, gambaran putih atau keabu-abuan.
Gambar 5. Derajat Luka bakar
Penentuan Luas Luka Bakar (13)
16
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengkalkulasikan luas
permukaan tubuh total (total body surface area, TBSA) yang terkena luka bakar.
Ketika mengkalkulasi TBSA, hanya daerah yang benar terkena secara parsial dan
dengan kedalaman yang tebal yang dapat dimasukkan. Luka bakar superfisial yang
hanya mengenai lapisan epidemis tidak dimasukkan dalam kalkulasi. Rumus 9 (gbr.6)
adalah metode yang paling dikenal untuk menilai luasnya luka bakar. Namun perlu
diperhatikan bahwa proporsi pada bayi dan anak berbeda dengan orang dewasa.
Bagian kepala anak cenderung lebih besar dari 9% TBSA, dan ekstremitas bagian
bawah cenderung lebih dari 18%.Teknik kalkulasi berikutnya adalah dengan
menggunakan tangan pasien. Tangan pasien mewakili kurang lebih 1% TBSA, dan
luasnya luka bakar dihitung dengan menggunakan tangan pasien, bukan tangan
pemeriksa. Lund & Browder mengembangkan tabel (gbr.7) yang lebih akurat dalam
menilai luasnya luka bakar. Mereka menyediakan diagram berdasarkan umur
sehingga lebih akurat dalam mengkalkulasi ukuran luka bakar.
Gbr.6
17
Gbr.7. Tabel Lund & Brower
18
American Burn Association membagi dalam :
1. Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
1. Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa
atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak.
2. Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai
komplikasi.
2. Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
1. Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau
kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.
2. Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai
komplikasi.
3. Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
1. Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa
atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak..
2. Tingkat III 10% atau lebih.
3. Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan
perineum.
4. Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.
5. Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
6. Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan
tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah
kesehatan sebelumnya.
American college of surgeon membagi dalam:
1. Parah – critical:
1. Tingkat II : 30% atau lebih.
2. Tingkat III : 10% atau lebih.
3. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
4. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang
luas.
19
2. Sedang – moderate:
a) Tingkat II : 15 – 30%
b) Tingkat III : 1 – 10%
3. Ringan – minor:
a) Tingkat II : kurang 15%
b) Tingkat III : kurang 1%
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.
Vaskuler ke insterstitial.
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
Interstitial ke vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.
Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
Diuresis.
Kadar sodium /natrium.
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.
Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
Defisit sodium.
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.
Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.
Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
Keseimbangan
nitrogen negatif.
20
Keseimbangan asam basa.
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
Asidosis metabolik.
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.
Asidosis
metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
Aliran darah renal berkurang.
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.
Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
Akut dilatasi dan paralise usus.
Peningkatan
jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
CO menurun.
Derajat Berat Luka Bakar Dan Kriteria Rawat
Beberapa pasien dengan luka bakar tipe moderate dan tipe major sesuai
dengan penatalaksanaan rumah sakit, dimana keuntungan dari penatalaksanaan ini
meliputi biaya murah, memiliki paparan yang cukup rendah terhadap antibiotik-
resisiten terhadap beberapa mikroorganisme, dan memiliki efek psikologis yang aman
bagi lingkungan pasien. Diantara beberapa keuntungan tersebut perlu juga
diperhatikan follow up / perkembangan perawatan dirumah sakit pada pasien luka
bakar tipe moderate (sedang) dan major (berat). Pada sisi yang lain dimana
21
progresifitas penyakit ini meningkat pasien yang datang dengan fase terminal dimana
pasien telah mendapatkan penanganan yang cukup aman sebelumnya.
Kondisi ini membutuhkan pendekatan yang lebih pada penagananan
rumah sakit untuk beberapa pasien, meliputi : resusitasi cairan intravenous
yang lengkap; tanpa ada ditemukan komplikasi yang menyertai, tidak
ditemukan luka atau manifestasi sistemik seperti sepsis, nutrisi enteral yang
terjamin, control nyeri disepanjang pemberian pengobatan oral. Sebagai
tambahan, diperlukan pula penanaganan luka dan terapi fisik dan atau
kesehatan kerja.
Tipe luka bakarMinor / ringan Moderate / sedang Major / berat
Kriteria
<10% TBSA pada dewasa
10-20% TBSA pada dewasa
>20% TBSA pada dewasa
5-10% TBSA pada pasien muda dan tua*
>10% TBSA pada pasien muda dan tua*
<5% TBSA pada pasien muda dan tua*
2-5% luka bakar seluruh lapisan
>5% luka bakar seluruh lapisan
luka listrik tegangan tinggi
luka listrik tegangan tinggi
<2% luka bakar seluruh lapisan
Tersangka cedera luka bakar saluran napas
Diketahui luka bakar saluran napas.
Luka bakar melingkar
Luka bakar yang jelas pada wajah, mata, telinga, genitalia atau persendian.
Penyakit penyerta yang meningkatkan kemungkinan terkena infeksi (cth. Diabetes)
Luka bakar terkait dengan cedera lain yang berat (patah tulang, trauma berat)
Perawatan Pasien rawat jalan Perawatan rumah sakit Rujuk ke unit spesialis luka bakar
22
*pasien muda : lebih muda dari 10 tahun; dewasa : 10-50 tahun; tua : >50 tahun
TERAPI(4,5,6)
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah
diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan
tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan
luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah
lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan.
(1) Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan luka bakar ringan seringkali diberikan dengan
pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan
atau tidak adalah dengan memperhatikan antara lain
1. kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-
instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care),
2. lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan
diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien
dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :
menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan
kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan
morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral
diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB
baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah
23
mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat
diberikan boster tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan
tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid
yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing)
yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat
kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba
topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab
memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi
klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan
lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM
(range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap
normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan
terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga
harus dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan
komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang
dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan
perlu dilakukan agar klien dapat menolong dirinya sendiri.
(2) Penanganan Luka Bakar Berat.
Tahap 1 : Fase resusitasi / Fase Kritis.
Tahap ini berlangsung antara 2-6 minggu perawatan tergantung beratnya luka
bakar dan kondisi penyerta lainnya. Tujuan utama tahap ini adalah
mempertahakan hidup penderita.
24
Gambar 8. Penatalaksanaan pada luka bakar
Tata Laksana Tahap ini meliputi:
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang
mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk
lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan
25
secara dini. Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang
menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-
lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi
cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat
diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari
ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar
yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian
intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada
vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral)
oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai
formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel 2 tentang formula
resusitasi cairan berikut.
Tabel 2 : Formula resusitasi cairan yang digunakan dalam perawatan luka
bakar
24 jam pertama 24 jam kedua
Formula Elektrolit Koloid Dextros Elektrolit Koloid Dextros
Evans Normal saline1 ml/kg/%
1 ml/kg/% 2000 ml 0,5 kebutuhan 24 jam I
0,5 kebutuhan 24 jam I
2000 ml
Brooke RL 1,5 ml/kg/% 0,5 ml/kg/% 2000 ml 0,5-0,75 kebutuh-an 24 jam I
0,5-0,75 kebutuh-an 24 jam I
2000 ml
Mod. Brooke
RL 2 ml/kg/% 0,3-0,5 ml/kg/%
Parkland RL 4 ml/kg/% 0,3-0,5 ml/kg/% 2000 ml
Diambil dari Rue, L.W. & Cioffi, W.G. (1991). Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185; and Wachtel & Fortune (1983), Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
26
Selain dari tabel 2 di atas formula resusitasi cairan Baxter lebih sering
kita gunakan dalam perawatan luka bakar.
Resusitasi cairan Baxter. :
1. Hari Pertama (24 jam pertama)
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak : jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 Tahun : Berat Badan x 100 cc
1 – 3 tahun : Berat Badan x 75 cc
3 – 5 tahun : Berat Badan x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
2. Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr 100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
Resusitasi cairan Evans :
Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I 8 jam X ½ Hari II ½ hari I
16 jam X ½
27
Hari ke III kari ke II
Periode resusitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan
diakhiri bila integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan
perpindahan cairan yang banyak mengalami penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari
perpindahan cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan
ferfusi organ vital serta menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat atau
berlebihan. Terdapat beberapa formula yang digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien
dan luasnya injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan
meliputi adalah adanya inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau
kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini cenderung
meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk
resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian
pada formula Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak
diberikan selama periode ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas
kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak mengandung
protein kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan
edema. Selama 24 jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung
colloid dapat diberikan, dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang
bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang
ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon
fisiologis klien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada orang
dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output urine, dan
nadi perifer yang dapat diraba.
28
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap
jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan
keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk
mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi
ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini
setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus
dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan
untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula
darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar
hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus
diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya
adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma
lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus
menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya
jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang
mempunyai riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena,
seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak
dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama
periode ini bila hipovolemia dan perpindhan cairan yang banyak masih terjadi.
29
Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak
dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien luka bakar adalah sama, baik pada luka bakar
berat maupun luka bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting
bagi team yang berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya
perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan luka bakar tersebut. Informasi
yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada waktu kejadian,
apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang tertutup atau terbuka, adakah
truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika klien terbakar karena
zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya,
konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah
injuri. Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka perlu
ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat
digunakan untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan
adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu seperti kesehatan umum
klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan dengan penyakit-penyakit
jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua mempunyai
implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang
riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian.
Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke
dalam jaringan interstitial berada pada puncaknya. Pada LB yang mengenai
sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung
akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan
30
sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering terhadap
perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan
sirkulasi karena luka bakar yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter
melaukan insisi terhadap eschar yang akan mengurangi/menghilangkan
konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat tidur klien dan tanpa
menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak nyeri. Namun
jaringan yang masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi jaringan
adekuat tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah
menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan
anestesi.
Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang
mengenai torak untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan
escharotomy, maka perawat perlu melakukan monitoring terhadap perbaikan
ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan
sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien
dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi
kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan
bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu
menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres
dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas
kesehatan.
j) Tatalaksana Nutrisi.
Selain Tatalaksana Cairan, tatalaksana nutrisi merupakan tatalaksana
yang hendaknya dilaksanakan dan dipantau sejak penderita masuk sampai
selesai menjalani rawat inap di Rumah Sakit. Tatalaksana nutrisi penting
karena dapat menentukan lamanya luka sembuh, lama perawatan di rumah
sakit, dan perawatan lainnya. Biaya untuk nutrisi penderita luka bakar
31
merupakan komponen yang tidak sedikit karena memerlukan pemberian
albumin perinfus untuk menjaga stabilitas asupan zat-zat yang dibutuhkan
tubuh yang diangkut oleh albumin. Dengan jumlah kalori yang diberikan
maksimal 30 kalori/kgBB/hari.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi,
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya
luka bakar dan aktifitas atau injuri. Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari
k) Tatalaksana SIRS, Sepsis dan trombosis.
Istilah medis ini berkaitan dengan kondisi kritis Penderita Luka Bakar Berat.
Kondisi ini merupakan kondisi kritis Penderita Luka Bakar Berat yang
merupakan reaksi tubuh untuk mempertahankan diri untuk menanggulangi
luka bakar.
SIRS :
Merupakan reaksi peradangan yang mengenai seluruh tubuh terhadap
perubahan kondisi didalam tubuh sendiri, contohnya demam pada penderita
iuka bakar, tidak selalu berkaitan dengan infeksi. Reaksi radang ini
termanifestasi dalam hasil laboratorium seperti sel darah putih diatas atau
dibawah jumlah normal (Normal sel darah putih ada pada kisaran 5000
sampai 10.000/mm2), tekanan O2 darah dibawah normal, tekanan CO2 darah
diatas normal dan frekuensi nafas permenit diatas normal.
Sepsis:
Merupakan reaksi tubuh dengan penampilan hasil laboratorium yang sama
dengan penyebab adanya infeksi pada tubuh manusia.
Tatalaksana SIRS dan Sepsis ini yang membutuhkan biaya tidak sedikit
karena mencakup pemberian Imuno globulin untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.
Trombosis:
Salah satu akibat dari luka bakar adalah rusaknya lapisan dalam pembuluh
32
darah kapiler didaerah yang terkena luka bakar. Akibat kerusakan pembuluh
darah ini mudah terjadi bekuan darah didalam pembuluh darah (trombosis)
yang akan mengakibatkan sumbatan pembuluh darah yang akan
mengakibatkan kematian jaringan pada daerah yang di perdarahi oleh
pembuluh darah tersebut.
Tahap 2 : Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka bakar sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan ketepatan
perawatan luka.
Perawatan luka bakar diseluruh dunia dibagi dalam dua kriteria besar:
A. Perawatan Luka Bakar secara Terbuka.
Perawatan secara terbuka dilakukan dengan tidak menutup luka bakar
tersebut. Perawatan secara terbuka ini kurang sesuai untuk kondisi di
Indonesia, karena tingginya kelembaban udara memudahkan timbulnya
infeksi pada luka bakar yang dirawat secara terbuka. Selain itu perawatan luka
secara terbuka memudahkan penguapan yang akan berakhir dengan mudah
terjadinya dehidrasi berulang.
B. Perawatan Luka Bakar secara Tertutup.
Perawatan dilakukan dengan menutup luka bakar. Keuntungan dengan cara ini
adalah berkurangnya penguapan dan memperkecil kemungkinan infeksi
dengan mengurangi pemaparan terhadap mikroorganisme.
Beberapa sediaan untuk Perawatan Luka Bakar:
Idealnya sediaan untuk perawatan luka bakar adalah bahan yang memiliki
kemampuan absorbsi cairan yang tinggi sehingga tidak diperluka penggantian
balutan yang terlalu sering, mudah dilepaskan, tidak melekat ke permukaan luka,
sehingga tidak menimbulkan sensasi sakit pada pasien saat proses penggantian
balutan. Selain itu tidak menghambat proses penyembuhan luka.
33
1. Sediaan Perak (Silver).
Keuntungan :
Anti septik yang dapat menembus kulit yang mati karena luka bakar.
Melunakan jaringan kulit mati sehingga mudah untuk mengangkatnya.
Kerugian :
Hanya baik untuk perawatan hari-hari pertama luka Bakar. Beberapa ahli
berpendapat sediaan perak akan mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka
bila diberikan pada luka terbuka lebih dari 2 minggu.
Bentuk sediaan :
Yang lazim ada berbentuk cream. Pengembangan baru berbentuk lembaran
perak dengan berbagai ukuran, bentuk baru harganya masih cukup mahal dan
belum resmi masuk ke Indonesia.
2. Sediaan Lain :
Kita mengenal Tulle, berfungsi untuk mencegah permukaan luka menempel
langsung dengan balutan penyerap yang biasa kita kenal dengan kassa.
Berbagai macam bentuk tulle yang biasanya biotik atau antiseptik yang
ditambahkan pada tulle ini menghambat proses penyembuhan luka terbuka.
Feracrylum 1% :
Merupakan cairan yang mempunyai multifungsi sebagai cairan pencuci,
pelembab dan antiseptik, penghenti perdarahan (hemostatik) dan cairan
higroskopis kuat sehingga mencegah melekatnya permukaan luka ke kassa
atau balutan. Keuntungan lain tidak mengiritasi kulit sehingga pada
pemakaian tidak perih, tidak menimbulkan reaksi alergi, dapat dipakai untuk
pengganti sedian yodium (septadine, betadine) yang kita kenal untuk
membersihkan luka, karena penelitian terakhir sediaan yodium juga berperan
menghambat penyembuhan luka.
As. Hyaluronic :
34
Tersedia dalam bentuk tulle tanpa antibiotika dan Antiseptik dan cream.
Menurut Penelitian terakhir membantu penyembuhan luka.
Bio Keramik :
Sediaan ini berupa butiran bio-keramik (granule) Dibungkus kertas dengan
daya serap tinggi. Sediaan ini berfungsi untuk menyerap dan merangsang
penyembuhan luka terbuka. Bio-keramik juga bermanfaat merangsang DMA
pembentukan kolagen tipe 1 yang akan menghasilkan penyembuhan luka
tanpa skar (Scarless wound healing). Yang merupakan penyembuhan luka
yang ideal.
Pada luka bakar derajat 2 dalam dan 3, lapisan kulit paling luar (epitel) jarang
dapat tumbuh menutupi luka dalam waktu kurang dari 2 minggu. Sebaiknya
dilakukan tandur alih kulit dengan donor dari kulit yang sehat. Tindakan
tandur alih kulit yang dilakukan sedini mungkin akan menghasilkan
penyembuhan luka yang lebih cepat dan dengan kemungkinan gangguan
fungsi anggota gerak yang lebih minimal. Gangguan fungsi anggota gerak
terjadi bila epitel baru dapat menutupi luka lebih dari 2 minggu yang akan
menimbulkan jaringan ikat (SKAR) yang tebal, makin tebal skar yang
terbentuk makin kaku jaringan tersebut untuk digerakan, dan jaringan kaku ini
bila tidak dilawan dengan melatih gerakan atau dibuang dan di ganti dengan
kulit yang memepunyai ketebalan yang memadai, akan menimbulkan
kontrakturyang berakhir dengan hilangnya beberapa fungsi anggota gerak.
Tahap 3 : Fase pengembalian fungsi anggota gerak
Fase ini dilakukan bila terdapat gangguan fungsi pada anggota gerak setelah luka
bakar sembuh atau kering (tertutup epitel) baik secara tumbuh sendiri atau
dilakukan tandur alih kulit. Biasanya hal ini dilakukan dengan membuang skar
yang mengganggu gerakan dan luka terbuka yang terbentuk karena tindakan ini
ditutup dengan kulit dengan ketebalan yang mencukupi, yang biasanya diambil
dari lipat paha penderita. Untuk pencegahan pembentukan skar yang tebal dan
35
kontraktur setelah luka bakar kering dapat dipasangkan pressure garment (Pakaian
yang dapat menekan dengan kekuatan tertentu) yang dipakai oleh pasien antara 8-
12 jam /hari.
Tahap 4 : Fase Estetika/Penampilan.
Fase ini merupakan hal terakhir dan tersulit pada pasien luka bakar, karena
setipis dan sekecil apapun luka bakar akan menimbulkan bekas yang sulit
dihilangkan dan akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk
menyamarkan bekas tersebut. Hendaknya sudah diantisipasi dan dipersiapkan
sejak awal penderita mengalami luka bakar ini. Beberapa yang dapat dilakukan
setelah luka kering dengan memberikan sediaan yang menghambat terjadinya
keloid (beberapa sedian seperti Mederma, Kenacort, Silgel) dengan berbagai
komponen yang berbeda, sampai saat ini belum memberikan hasil seperti yang
diharapkan. Penelitian terakhir menuju kearah pencarian Mormon yang terdapat
didalam janin yang dapat menyembuhkan luka tanpa menimbulkan bekas.
Hipertropi scar sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang
menyembuh. Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor antara lain
kedalaman LB, ras, usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi untuk
meminimalkan hipertropi scar adalah dengan terapi tekanan (pressure therapy).
Yaitu dengan menggunakan pembungkus dan perban/pembalut elastik (elastic
wraps and bandages).
Sedangkan tindakan pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan
hipertropi scar meliputi :
1. Split-thickness dan full-thickness skin graft
2. Skin flaps
3. Z-plasties
4. Tissue expansion.
36
KOMPLIKASI
Akibat Kurang sesuai penatalaksanaaan :
Tempat Kejadian, Transportasi sampai dengan Fase 1:
Dehidrasi, sepsis yang dapat berakhir pada kematian penderita. Pemaparan bahan
kimia pada luka dapat memperdalam derajat luka bakar. Yang paling aman
pertolongan pertama pada luka bakar adalah mengalirkan air dingin keluka
tersebut.
Fase 2 :
Fase penyembuhan leuka yang terlalu lama akan menimbulkan penyembuhan
luka dengan skar yang tebal yang mempunyai resiko timbulnya keloid, kontraktur
sendi2 anggota gerak dan tampilan kulit yg buruk.
Fase 3 :
Fase ini bila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kehilangan fungsi
anggota gerak yang permanen.
PROGNOSIS
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar. Pada luka
bakar Superficial (derajat I dan derajat II superficial), lapisan kulit yang mati akan
mengelupas dan lapisan kulit paling luar tumbuh menutupi lapisan dibawahnya.
Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat daru dasar suatu luka bakar
superfisial dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka bakar superfisial tidak
menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam (dermis). (6)
Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan epidermis yang
baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa
epidermis di dalam daerah yang terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat
lambat dan bisa terbentuk jaringan parut. Daerah yang terbakar juga cenderung
mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan
mengganggu fungsinya. Luka bakar ringan pada kerongkongan, lambung dan paru-
37
paru biasanya akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka bakar yang lebih berat
bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa
menghalangi jalannya makanan di dalam kerongkongan dan menghalangi
pemindahan oksigen yang normal dari udara ke darah di paru-paru. (6)
38