lps-ileus obstrktif
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
ILEUS OBSTRUKTIF
OlehAfdal Rosihan Hasbi
Yurna AfriyanaRika Ahyati
PembimbingDr. Tjahyo K, SpB
BAGIAN/SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM
BANJARMASIN
Agustus, 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus
(apapun penyebabnya) sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan
kronik, partial atau total.1
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai, merupakan 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi
obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh
kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Gawat perut dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya,
ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan
oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran
cerna atau perdarahan.
Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi
ileus, ialah:2,3,4
1. Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
1
2. Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk
mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetap
merupakan hal yang sulit.
3. Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinik
khas yang dapat mendukungnya.
Berikut dilaporkan sebuah kasus ileus obstuktif pada seorang laki-laki
berusia 38 tahun yang dirawat di Ruang Perawatan Bedah RSU Ulin Banjarmasin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik.3,5,6
2.2 KLASIFIKASI ILEUS OBSTRUKTIF3.4
Menurut Lokasi Obstruksi:
Letak Tinggi: Duodenum-Jejunum
Letak Tengah: Ileum Terminal
Letak Rendah: Colon-Sigmoid-rectum
Menurut Stadium:
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen sebagian/total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
2.3 ETIOLOGI1,7
3
Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu obstruksi
pada ekstraluminal, obstruksi intrinsik dan obstruksi intraluminal. Obstruksi
ekstraluminal misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan abses. Obstruksi intrinsik
pada dinding usus seperti tumor primer. Dan obstruksi intraluminal seperti
enteroliths, gallstones dan adanya benda asing. Penyebab tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering
menyebabkan obstruksi. Pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba-tiba dengan
keluhan perut membesar dan nyeri perut. Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA,
4
penyebab terbanyak adhesi yaitu pascaoperasi ginekologik, appendektomi dan
reseksi kolorektal.
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rongga peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum atau pasca
operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal atau
multipel.
2.4 PATOGENESIS3,4 DAN PATOFOSIOLOGI4,5,6,8
Obstruksi mekanis terjadi karena 3 hal:
1. Penyempitan lumen usus
a. Strictura dinding usus
i. Penyebab kongenital (atresia, stenosis, imperforate anus)
ii. Penyebab acquired (peradangan, trauma, gangguan vaskuler pada
dinding dan ada tumor pada dindingnya)
b. Obturasi (sama sekali tertutup)
c. Kompresi dari luar usus (tumor, dll)
2. Adhesi (perlekatan) dan adanya band (ada jaringan seperti tali). Bisa
terbentuk secara kongenital atau peradangan, traumatic, atau neoplasma
3. Hernia (internal atau eksternal)
4. Volvulus
5. Isntussusepsi
5
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8
liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari8, tidak adanya
absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama
cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus
menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik
untuk menyebabkan bakteriemia.
Obstruksi Mekanik Simple.
6
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi
biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri,
menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan
nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
2.5 MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS3,4,7
1. ANAMNESIS
Gejala Utama:
Nyeri-Kolik
Obstruksi usus halus: kolik dirasakan disekitar umbilicus
Obstruksi kolon: kolik dirasakan disekitar suprapubik.
7
Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat
buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat
diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang
berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat
dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
2. PEMERIKSAAN FISIK
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti:
Takikardia
Pireksia (demam)
Lokal tenderness dan guarding
8
Rebound tenderness
Nyeri local
Hilangnya suara usus local
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi
B. Obstruksi
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi
dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
Isi rektum menyemprot: Hirschprung disease
Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
Feses yang mengeras: skibala
Feses negatif: obstruksi usus letak tinggi
9
Ampula rekti kolaps: curiga obstruksi
Nyeri tekan: lokal atau general peritonitis
Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan
air-fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi
disarankan pada kecurigaan volvulus.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium
yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis
dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi
hanya terjadi pada 38%-50% obstruksi strangulasi (dibandingkan 27%-44%
pada obstruksi non strangulata). Hematokrit yang meningkat dapat timbul
pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
10
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah
berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda-tanda shock, dehidrasi dan
ketosis.
B. Radiologik 3,7,9,10
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid
level” pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu
obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada
obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air
fluid level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak
tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran
berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus.
Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis
akibat adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada
obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang
komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun
keganasan.
2.6 PENATALAKSANAAN7,9,10,11
11
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
Operatif
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
2.7 Komplikasi
12
Komplikasi dari ileus antara lain terjadinya:9,10
nekrosis usus, perforasi usus,
Sepsis,
Syok-dehidrasi,
Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
Gangguan elektrolit,
Meninggal
2.8 Prognosis9,10
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau
40%.3
Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. M.S
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Alamat : Minamas RT 14 Kotabaru
MRS : 26 Juni 2010
No. RMK : 88-67-71
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
Keluhan Utama :
nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
(autooanamnesa dengan pasien) & (alloanamnesa dengan keluaga pasien)
14
Pasien dirujuk dari RSUD Kotabaru.
Kira-kira 4 hari SMRS pasien mengeluh nyer perut. Nyeri perut terutama
dirasakan pada perut sebelah kiri. Nyeri bersifat hhilangg tmbul. BAB (+), buang
angin (+), perut terasa tegang/kembung, mual muntah (+). BAB darah (-).
Benjolan pada lipat paha (-). Makan-minum (</<). Panas (+) kira-kira 1 minggu
yang lalu. Panas naik turun. Panas biasanya tinggi pada sore hari. Pasien ada
minum obat oenurun anas dan obat sakit perut sebelumnya, namun keluhan tidak
berkurang sehingga kemudian pasien dibawa ke RSUD ULIN. Pasien juga ada
BAB encer selama 4 hari, frekuensi >5x sehari, ampas(-), darah (-), lendir (-).
Pasien juga ada riwayat diurut bagian perut sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat operasi pada bagian perut (-), kencing manis (-), darah tinggi (-),
asma (+)
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis (GCS 4-5-6)
Tanda Vital :
TD= 110/70 mmHg N : 96 x/menit
R : 28 x/menit T : 37o C
15
Kepala dan Leher :
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya
(+/+), pembesaran kelenjar tidak ada.
Thorax :
Pulmo : I : gerak napas simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba simetris, gerak napas simetris
P : sonor
A : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Cor : I : iktus kordis tidak tampak
P: iktus kordis tidak teraba
P: batas jantung normal
A: S1 S2 tunggal, murmur (-)
Abdomen : lihat status lokalis
Ekstremitas :
Superior dan inferior: akral hangat, edema (-), parese (-)
STATUS LOKALIS:
Abdomen:
I : supel, defans muskuler (+)
P :nyeri tekan (+), nyeri tekan lepas (+)
P : hipertimpani
16
A : bising usus (+) menurun
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
PEMERIKSAAN 27-6-2010Hb - g/dl 13Lekosit - rb/dl 8,4Eritrosit - Juta/ul 4,83Ht - Volume% 36Trombosit - rb/dl 145GDS - Mg/dl 80SGOT - U/l 68SGPT- U/l 20Ureum- Mg/dl 199Kreatinin - Mg/dl 2,7Na 130K 3,4Cl 103Albumin – g/dl 2,3Total protein – g/dl 6,0Globulin – g/dl 3,7HbSAg (Elisa) negatif
Radiologis:
Terdapat gambaran air fluid level, dilatasi usus bagian proximal
V. RESUME
17
Penderita laki-laki, umur 28 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut
bagian kiri, hilang timbul, mual muntah (+), BAB (+), riwayat BAB encer (+),
buang angin (+), riwayat demam (+).
VI. DIAGNOSA
Ileus obstruktif
VII. TINDAKAN
Direncanakan operasi sito laparotomi dengan kemungkinan kolostomi
Terapi pre-operasi:
IVFD RL:D5:Titofusin (1:1:1) 28 tts/menit
NGT, DC BC (Balance cairan)
Inj. Ceftriaxon 2x1 g
Inj. Antrain 3x1 amp
Metonidazol 3x500 mg
VIII.FOLLOW UP
Selama masa persiapan pre operasi dilakukan pemasangan NGT dan DC.
Follow up Juni-Juli 2010
Follow up 28 Juni
29 30 1 2 3 4 5 6
Subjektif
Kembung + + + + + + + - -Mual + - - - - - - - -Muntah + - - - - - - - -Buang angin - - + + + + + - -BAB - - + + + + + Cair Cair Nyeri perut - - - + + + + - -
18
Objektif -N 110 90 88 88 88 80 80 80 80RR 90 20 24 24 24 20 20 24 20
Abd:H/L/M sdeBising usus < <
Planning IVFD
RL:D5:Titofusin:Triofusin (1:1:1:1) 28 tts/menit
NGT, DC BC (Balance cairan)
Inj.Ceftriaxon 2x1 g
Inj.Antrain 3x1 amp
Metonidazol 3x500 mg
+ + + + + + + + +
Piracetam + + + + + + + +Drip Neurobat + +Balance cairan + + + + + + + + +Persiapan operasi + + + + + + + + +Terap diteruskan + + + + + + + + +Transfuse albumin (kolf) 3
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Dilaporkan sebuah kasus ileus obstruktif pada seorang laki-laki yang datang
dengan keluhan nyeri perut. Dari anamnesa diketahui bahwa nyeri yang dirasakan
bersifat hilang timbul (kolik), disertai perut kembung, mual muntah. Pasien masih
dapat BAB dan buang angin (flatus). Terdapar riwayat BAB encer >5x sehari
(diare) tanpa disertai lendir maupun darah. Pada lipat paha tidak ditemukan
benjolan. Selain itu terdapat riwayat demam. Adanya nyeri kolik, muntah dan
distensi (perut kembung) menunjukkan gejala umum adanya obstruksi usus.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan distensi (kembung) abdomen, nyeri tekan
nyeri tekan lepas, defans muskular, bising usus menurun. Distensi merupakan
tanda umum obstruksi. Dari pemeriksaan penunjang, Laboratorium menunjukkan
gangguan keseimbangan elektrolit (Na, Cl)). Dari foto radiologis terlihat air fluid
level. Gangguan keseimbangan elektrolit dan gambaran air fluid level mendukung
diagnosis ileus obstuktif.
20
Menurut stadiumnya, kasus ini dapat digolongkan obstruksi parsial dan
simple, sebab selain terdapat muntah, pasien juga masih dapat BAB dan flatus,
kondisi umum belum terdapat tanda-tanda syok maupun sepsis.
Lokasi dan penyebab sumbatan (intralumen atau ekstralumen; adhesi, hernia
atau keganasan) dapat dipekirakan melalui onset keluhan yang cepat atau lambat
serta gejala dan pemeriksaan fisik yang ada. Jika terdapat benjolan di perut,
inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia
inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir
dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut
kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada
adanya adhesi usus. Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai
ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
Namun lokasi dan penyebab sumbatan, dapat diketahui secara pasti melalui
laparotomi.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan
cara yang sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja
dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan:2,3,4
1. Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan
umum penderita optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.
4. Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab
obstruksinya
21
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Pada kasus ini direncanakan operasi yang akan dilakukan setelah kondisi
optimum pasien tercapai. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastrik, untuk mencegah sepsis sekunder. Selama folluw up preoperasi,
pasien telah diberi tindakan rehidrasi, pemasangan kateter dan NGT hingga
tercapai balance cairan. Pasien juga menerima terapi obat-obatan berupa antibiotik
(sebagai profilaksis) dan antinyeri.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.
Tindakan operasi berdasarkan situasi
Situations necessitating emergent operation
Incarcerated, strangulated hernias
Peritonitis
Pneumatosis cystoides intestinalis
Pneumoperitoneum
Suspected or proven intestinal strangulation
Closed-loop obstruction
Nonsigmoid colonic volvulus
Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs
Complete bowel obstruction
22
Situations necessitating urgent operation
Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures are
started
Failure to improve with conservative therapy within 24—48 hr
Early postoperative technical complications
Situations in which delayed operation is usually safe
Immediate postoperative obstruction
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi,
maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus:
(a) Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
(b) Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
23
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Pada kasus ini, hingga follow up 6 Julii 2010, kondisi umum pasien
mengalami kemajuan. Dengan demikian, diharapkan operasi yang telah
direncanakan dapat berjalan dengan baik.
24
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus ileus obstruktif pada seorang laki-laki berusia 38
tahun yang datang dengan keluhan nyeri perut. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
serta penunjang mendukung diagnosis tersebut. Pada pasien direncanakan operasi
yang akan dilakukan setelah kondisi pasien optimal. Sampai dilaporkan saat ini,
pasien masih dirawat di ruang Bedah RSUD Ulin Banjarmasin.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Nining. Asuhan keperawatan ileus obstruktif. [Online].2009s. Available from:URL:http://ns-nining.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-obstruksi-usus.html
2. Mana NM, Kartadinata : Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 1983;29.
3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2003. H:181-192
4. Anonymous. Ileus. [Online].2007. Available from UR: http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.
5. Anonym. Mechanical Intestinal Obstruction. [Online].2008. Available from URL: http://www.Merck.com.
6. Anonym. Ileus. [Online].2009. Available from:URL: http://www.Merck.com.
7. Adialong. Obstruksi ileus. [Online].2008. Available from URL: http://adi-along.blog.friendster.com/2008/10/obstruksi-ileus/
8. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya C. Jakarta: EGC, 1994.
9. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta: EGC;1995. Hal.389 - 412.
26
10. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007. Available from: URL:http://www.emedicine.com
11. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran 1983;29.
27