lpkas lupuss gmo

67
BAB I PENDAHULUAN Sindroma lupus eritematosus (SLE) merupakan prototipe penyakitotoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen inti sel yangberhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerangwanita muda dengan insiden puncak pada usia 15- 40 tahun selama masareproduksi dengan ratio wanita: laki- laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, didugaberhubungan dengan gen respon imun spesifik kompleks histokompatibilitasmayor kelas II, yaitu HLA (Human Leucocyte Antigent ) DR-2 dan HLA-DR3. Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit rematik utama di dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensipada berbagai populasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000. SLE lebih seringditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, China, dan mungkin jugaFilipina. Terdapat juga tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen IlmuPenyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Upload: elvi

Post on 23-Dec-2015

260 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

gmo adalah salah satu gannguan pada saraf yang mempengaruhi kegiatan sehari hari tepatnya mengganggu

TRANSCRIPT

Page 1: Lpkas Lupuss Gmo

BAB I

PENDAHULUAN

  Sindroma lupus eritematosus (SLE) merupakan prototipe penyakitotoimun

yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen inti sel yangberhubungan

dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerangwanita muda dengan

insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masareproduksi dengan ratio wanita:

laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, didugaberhubungan dengan gen respon imun

spesifik kompleks histokompatibilitasmayor kelas II, yaitu HLA (Human Leucocyte

Antigent ) DR-2 dan HLA-DR3.

 Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit rematik utama di

dunia. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensipada berbagai

populasi antara 2,9/100.000 – 400/100.000. SLE lebih seringditemukan pada ras

tertentu seperti bangsa negro, China, dan mungkin jugaFilipina. Terdapat juga

tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi

penyakit.

 Beberapa data di Indonesia dari pasien yang dirawat di Departemen IlmuPenyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ditemukan 37,7 %kasus pada

tahun 1998-1990. Diagnosis SLE ditentukandengan beberapa kriteria seperti kriteria

Dubois, criteria  American College of  Rheumatology atau criteria American

Rheumatic Association. Prinsip umum dalam penatalaksanaan SLE berupa

penyuluhan danintervensi psikologis. Penatalaksanaan dilaksanakan secara

komprehensif meliputinon medika mentosa dan medika mentosa.

Page 2: Lpkas Lupuss Gmo

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Nn. zy

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 16 Tahun

Alamat : s.bayu

Pekerjaan : siswa

Status : Belum menikah

Agama : Islam

No. MR : 30.37.61

TMRS : November 2014

Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2014

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Gatal – gatal dan terasa perih pada

daerah pipi dan kepala

Keluhan Tambahan : demam, kaku sendi bawah, mual,

tenggerokan perih

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan gatal dibibir dan dipipi sejak

3 bulan yang lalu. Pasien merasa gatal, perih di dada kepala dan ditangan. Gatal-gatal

dan terasa panas bila terpapar sinar matahari. Pasien merasa demam, merasa pusing,

mual, dan tambah gatal pada malam hari. Dan juga mengeluh tungkai bawahnya

terasa lemas. Pasien belum pernah merasakan keluhan yang serupa. Sebelumnya

pasen sudah pernah berobat ke salah satu rumah sakit yang ada di kota lhokseumawe

dan dokter dirumah sakit tersebut mendiagnosanya dengan SLE,

Page 3: Lpkas Lupuss Gmo

Dari allo anamnesis diketahui, pasien mencari tahu tentang penyakitnya melalui

media onlie, setelah pasien memahami bagaimana penyakit SLE tersebut pasien

sering berbicara sendiri, tidak mau makan, dan pasien juga mengalami gangguan

mental, selama dirawat dirumah sakit cut meutia dokter spesialis jiwa mendiagnosa

dengan GMO.

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak ada

Riwayat Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada riwayat penyakit apapun

Riwayat Pengobatan

Os belum pernah dirawat sebelumnya

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat Antenatal

Ibu rajin periksa kehamilan ke Puskesmas dan, selama kehamilan ibu penderita tidak

mengalami sakit apapun. Riwayat terpapar bahan kimia seperti insektisida juga tidak

ada.

2. Riwayat Natal

Lahir spontan ditolong oleh bidan di kampung, berat badan lahir, nilai APGAR,

panjang badan lahir dan lingkar kepala lahir ibu lupa.

3. Riwayat Neonatal

Os lahir langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna seluruh badan

kemerahan. Selama periode ini penderita tidak pernah sakit.

2.3 PMERIKSAAN FISIK

A. Status Present

Keadaan umum : Lemah os juga berbicara ngaur

Kesadaran : Compos mentis

Pengukuran Tanda vital

Tekanan Darah : 11/80 mmHg

Page 4: Lpkas Lupuss Gmo

Nadi : 80 kali/menit

Suhu : 38,2° C

Respirasi : 22 kali/menit

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 153 cm

Gizi : Baik

B. Status Generalis

Kulit : Warna : normal

Sianosis : ujung kuku

Turgor : cepat kembali

Kelembaban : cukup

Pucat : tidak ada

Lain-lain : daerah wajah berflek berbentuk seperti kupu2

Kepala : Bentuk : normal

Lain-lain : -

Rambut : Warna : hitam

Tebal/tipis : tipis

Distribusi : merata

Lain-lain : tidak ada

Mata : Palpebra : edem (-/-)

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut

Konjungtiva : pucat (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Produksi air mata : cukup

Pupil : Diameter : 3 mm/3 mm

Simetris : isokor, normal

Reflek cahaya : (+/+)

Kornea : jernih/jernih

Telinga : Bentuk : simetris

Page 5: Lpkas Lupuss Gmo

Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris

Pernafasan cuping hidung : tidak ada

Epistaksis : ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : simetris

Bibir : mukosa bibir kering, bibir udema

Gusi : pembengkakan (+), berdarah (-)

Gigi-geligi : normal

Lidah : Bentuk : normal

Pucat/tidak : tidak

Tremor/tidak : tidak tremor

Kotor/tidak : kotor

Faring : Hiperemi : ada

Edema : ada

Tonsil : Warna : kemerahan

Pembesaran : tidak ada

Abses/tidak : tidak ada

Leher :

Vena Jugularis, Pulsasi : tidak terlihat

Pembesaran kelenjar : tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada

Masa : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

Toraks :

Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Page 6: Lpkas Lupuss Gmo

Retraksi : tidak ada

Dispneu : ada

Pernafasan : thorakal

Palpasi : Fremitus fokal : simetris

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Vesikuler

Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Apeks teraba di ICS V II jari medial linea midklavikula sinistra,

intensitas normal, pelebaran (-),irama reguler dan thrill (-)

Perkusi : Batas Atas : ICS II linea parasternal sinistra

Batas Kanan : ICS IV linea parasternal dekstra

Batas Kiri : ICS V 2 jari medial linea midklavikula

sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung : M1 > M2, A2 >A1, P2 >P1, A2>P2

Suara Tambahan : Tidak Ada

Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : datar, simetris, benjolan (-)

Palpasi : Hati : normal

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Massa : tidak ada

Perkusi : Timpani/pekak : timpani

Asites : (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas :

Umum : akral dingin, edem tidak ada, kuku tangan membiru

Page 7: Lpkas Lupuss Gmo

Neurologis

Tanda

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Refleks

Fisiologis

BPR (+)

TPR (+)

BPR (+)

TPR (+)

KPR (+)

APR (+)

KPR (+)

APR (+)

Refleks patologis Hoffman (-)

Tromner (-)

Hoffman (-)

Tromner (-)

Babinsky (-)

Chaddok (-)

Babinsky (-)

Chaddok (-)

Sensibilitas Normal Normal Normal Normal

Tanda meningeal (-) (-) Tidak ada Tidak ada

C. Status Urologis:

Flank : I: simetris

P: ballotement -/-; Nyeri tekan -/-

P: Nyeri ketok CVA -/-

Symphisis : Buli: bulging(-) kesan = Kosong, nyeri tekan (-)

Genitalia : Wanita, BAK spontan.

Page 8: Lpkas Lupuss Gmo

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

28-11-2014

HEMATOLOGI KLINIK

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 8,2 g% 12-16

LED - <20

Eritrosit 2,9 x 103/mm3 3,8-5,8 x 103/mm3

Leukosit 7,7 x 103/mm3 4-11

Hematokrit 12,0 % 37-47

MCV 90 fl 76-96

MCH 28,1 pg 27-32

MCHC - 30-35

RDW 15,1 % 11-15

Trombosit 180 x 103/mm3 150-450

Malaria Negatif Negatif

Page 9: Lpkas Lupuss Gmo

28-11-2014

Urinalisa

Makroskopis Hasil Nilai Normal

Kekeruhan Keruh Jernih

Warna Kuning muda Kuning muda

Berat Jenis 1,005 1,010-1,035

pH 7 4,6-8

Protein 75 mg/dl (+2) Negatif

Glukosa (Reduksi) Negatif Negatif

Billirubin Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Blood dan Hb 150/UI (+4) Negatif

Leukosit 25/UI (+) Negatif

Page 10: Lpkas Lupuss Gmo

30-11-2014

KIMIA KLINIK

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Fungsi Hati

Total protein 4,8

Albumin 2,3

Globulin 2,5

Fungsi Ginjal

Ureum 29 mg/dl 20 – 40

Creatinin 0,27 mg/dl 0,6 – 1,6

Urin acid 3,2 mg/dl 6,8

Metabolism lemak

Total kolesterol 172 mg/d

HDL cholesterol 45 mg/dl

LDL cholesterol 67 mg/dl

Trigliserida 191 mg/dl

Page 11: Lpkas Lupuss Gmo

28-11-2014

SEROIMMUNOLOGI KLINIK

Pemeriksaan

Widal Test Slide O H

S. Typhi 1/160 1/80

S. Typhi A 1/160 1/320

S. Typhi B 1/40 1/40

S. Typhi C 1/320 1/160

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menegakkan diagnosis

 American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982 mengajukan 11kriteria untuk

klasifikasi SLE, dimana bila didapatkan 4 kriteria, makadiagnosis SLE dapat ditegakkan. Kriteria

tersebut adalah:

1. Ruam malar (+)2. Ruam discoid3. Fotosensitivitas 4. Ulserasi di mulut atau nasofaring (+)5. Artritis (+)6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis (+)7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5 gram/hari, atau adanyasilinder

sel (+)8. Kelaianan neurologik, yaitu kejang-kejang atau psikosis (+)9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik, atau leukopenia,

ataulimfopenia, atau trombositopenia (+)

Page 12: Lpkas Lupuss Gmo

10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti smpositif atau tes serologic untuk sifilis yang positif palsu

#Anti-DS DNA : Reaktif > 236 IUS11. Antibodi antinuklear (ANA) positif

DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : SLE

Diagnosis banding :

RENCANA TERAPI

Secara umum terapi SLE untuk pasien diatas adalah sebagai berikut:

Mencegah perluasan kelainan kulit pada lupus, dengan mencegah paparan dari sinar

matahari

Pengobatan simptomatik dan supportif

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) : untuk pengobatan simptomatik

Obat anti malaria (chloroquine, hydroxychloroquine) : Untuk mengobati rash, artritis

dan malaise.

Kortikosteroid : Untuk flare yang parah dan untuk terapi maintenance (dalam dosis

rendah)

Obat-obat imunosupresif (azathioprine,methotrexate,cyclophosphamide, etc) : untuk

flare yang parah (kombinasi dengan kortikosteroid)

Terapi tambahan :

Pengobatan hipertensi

Pengobatan infeksi

Page 13: Lpkas Lupuss Gmo

Pengobatan cerebral lupus (seperti antikonvulsan)

Pengobatan trombosis

Pengobatan gangguan hematologi (seperti splenectomi)

Monitoring terapi

Monitoring terhadap komplikasi SLE terhadap organ-organ lain

Monitoring terhadap terjadinya infeksi

Monitoring efek samping obat

Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum

2.8 PROGNOSIS

Dilaporkan bahwa survival rates pada pasien SLE adalah

- Survival rates 5 tahun : 86 – 88 %

- Survival rates 10 tahun : 76 – 87 %

Kebanyakan pasien SLE meninggal bukan karena penyakitnya, tapi karena

komplikasi lain seperti infeksi dan iskemic heart desease

Terapi yang didapatkan selama dirumah sakit

IFVD RL 20gtt/i

Injeksi Cefotaxime 1 gr/12 jam

Page 14: Lpkas Lupuss Gmo

Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam

Injeksi Ondansetron 1 amp/12 jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

OMZ 1x1

PCT 3x1

STATUS FOLLOW UP

Tanggal S O A P

26/11/2014

H+1

Nyeri pada

leher (+),

Demam (+),

Batuk

berdahak (+),

Dahak hijau

(+),

Nyeri perut

(+),

Kesadaran

CM,

TD: 120/80

RR: 23x/i

HR: 80x/i

TEM: 38,7 C

SLE , GMO

thyphoi

RL 20gtt/i

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

OMZ 1x1

PCT 3x1

Pland U/D rutine,

Page 15: Lpkas Lupuss Gmo

Lemas (+),

Lidah kotor

(+),

Halusinasi (+),

gatal2 dimuka

(+)

Sensitive

terhadap sinar

matahari (+)

widal tes

Anti dengue tes

Methyl prednisolon

2x1

27/11/2014

H+2

Pusing (+),

BAB cair (+)

Sariawan(+)

Muka udema

(+)

Batuk

berdahak (+)

Halusinasi (+)

Ada flek

diwaah

Kesadaran

CM,

TD: 120/70

RR: 20x/i

HR: 82x/i

TEM: 37,3 C

SLE , GMO

Thyphoi

RL 20gtt/i

Inj. Ondansetron

1amp/12 jam

Inj.Ranitidine

1amp/12 jam

oral

Diaform 3x1

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

OMZ 1x1

Page 16: Lpkas Lupuss Gmo

PCT 3x1

Methyl prednisolon

2x1

28/11/201

4H+3

BAB cair (+),

Lemas (+),

Batuk (+),

Pusing(+),

Muka udema,

ada flek

diwajah

Kesadaran

CM,

TD: 110/80

RR: 22x/i

HR: 79x/i

TEM: 37,8 c

SLE , GMO

Thyphoi

RL 20gtt/i

Injeksi

Ranitidine 1ampl/12

jam

Cefotaxim 1amp/12

jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

OMZ 1x1

PCT 3x1

29/11/2014

H+4

Demam (+)

batuk (+)

halusinasi (+)

Kesadaran

CM,

TD: 110/80

RR: 23x/i

SLE , GMO

Thyphoi

RL 20gtt/i

Injeksi

Ranitidine 1ampl/12

jam

Page 17: Lpkas Lupuss Gmo

HR: 79x/i

TEM: 37,8 C

Cefotaxim

1amp/12jam

Ondan 1amp/12jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

PCT 3x1

Mucogard 3x1

Methyl prednisolon

2x1

30-2014

H+5

Pusing(+)

Nyeri kuduk

(+)

BAK warna

teh (+)

Demam (+)

Sendi lemas

(+)

Mata perih kiri

dan kanan (+)

Kesadaran

CM,

TD: 130/80

RR: 23x/i

HR: 79x/i

TEM: 37,8 C

TD 130/80

SLE , GMO

Thyphoi

RL 20gtt/i

Injeksi

Ranitidine 1ampl/12

jam

Cefotaxim

1amp/12jam

Ondan 1amp/12jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

Page 18: Lpkas Lupuss Gmo

Sariawan (+) THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

PCT 3x1

Mucogard 3x1

Methyl prednisolon

2x1

01-11-2014

H+6

Demam (+)

Pusing (+)

Batuk

berdahak (+)

os merasa

perut terasa

penuh (+)

Kesadaran

CM,

TD: 110/80

RR: 23x/i

HR: 79x/i

TEM: 37,6 C

SLE , GMO

thyphoi

RL 20gtt/i

Injeksi

Ranitidine 1ampl/12

jam

Cefotaxim

1amp/12jam

Ondan 1amp/12jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

PCT 3x1

Mucogard 3x1

Page 19: Lpkas Lupuss Gmo

Sohobion 2x1

Methyl prednisolon

2x1

02-11-2014

H+7

Sendi lemas

(+)

Pasien demam

(+)

Pusing (+)

Batuk

berdahak (+)

os merasa

perut terasa

penuh (+)

Kesadaran

CM,

TD: 110/80

RR: 20x/i

HR: 78x/i

TEM: 38,6 C

SLE , GMO

Thyphoi

Ranitidine 1ampl/12

jam

Cefotaxim

1amp/12jam

Novalgin 1 ampul/8

jam

Ondan 1amp/12jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Kalxetin 10 mg 1x1

PCT 3x1

Mucogard 3x1

Sohobion 2x1

Foransi 1x1

Methyl prednisolon

2x1

Page 20: Lpkas Lupuss Gmo

03-11-2014

H+8

Sakit kepala

(+)

Nyeri ulu hati

(+)

Sesak sekali-

sekali

Tidak bisa

tidur malam

Lemas tungkai

bawah

Sariawan (+)

Batuk

berdahak (+)

Kesadaran

CM,

TD: 110/80

RR: 23x/i

HR: 79x/i

TEM: 37,8 C

SLE , GMO

Thyphoi

RL 20gtt/i

Injeksi

Ranitidine 1ampl/12

jam

Cefotaxim

1amp/12jam

Ondan 1amp/12jam

Oral

Resperidon 2mg 1x1

THp 2mg 1x1

Methyl prednisolon

2x1

pasien PBJ

Page 21: Lpkas Lupuss Gmo

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Epidemiologi

Lupus Eritematosus sistemik merupakan penyakit yang jarang terjadi. Di

seluruh dunia diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupus eritematosus.

Penyakit lupus ditemukan baik pada wanita maupun pria, tetapi wanita lebih banyak

dibanding pria yaitu 9:1, umumnya pada usia 18-65 tahun tetapi paling sering antara

usia 25-45 tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada anak usia 10 tahun.1

Insidensi lupus tidak diketahui, tetapi bervariasi menurut lokasi dan etnis. Tingkat

prevalensi 4-250/100, 000 telah dilaporkan.

Insidens SLE pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar

15-17%. Penyakit SLE jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang

remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga

meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit SLE di kalangan

penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk

berkulit putih.2

SLE ditemukan lebih banyak pada wanita keturunan ras Afrika-Amerika, Asia,

Hispanik, dan dipengaruhi faktor sosioekonomi. Sebuah penelitian epidemiologi

melaporkan insidensi rata-rata pada pria ras kaukasia yaitu 0,3-0,9 (per 100.000 orang

per tahun); 0,7-2,5 pada pria keturunan ras Afrika-Amerika; 2,5-3,9 pada wanita ras

Kaukasia; 8,1-11,4 pada wanita keturunan ras Afrika-Amerika. Menelusuri

epidemiologi SLE merupakan hal yang sulit karena diagnosis dapat sukar dipahami.1

Definisi Lupus Erythematosus

Page 22: Lpkas Lupuss Gmo

Lupus erithematosus adalah suatu kondisi inflamasi yang berhubungan

dengan sistem imunologis yang menyebabkan kerusakan multi organ. Lupus

eritematosus didefinisikan sebagai gangguan autoimun, dimana sistem tubuh

menyerang jaringannya sendiri.1

Terdapat beberapa spekulasi pendapat untuk istilah lupus eritematosus. Kata “lupus”

dalam bahasa Latin berarti serigala, ”erythro” berasal dari bahasa yunani yang berarti

merah, sehingga lupus digambarkan sebagai daerah merah sekitar hidung dan pipi,

yang dikenal dengan butterfly - shaped malar rash. Tetapi pendapat lain menyatakan

istilah lupus bukan berasal dari bahasa Latin, melainkan dari istilah topeng perancis

dimana dilaporkan wanita memakainya untuk menutupi ruam di wajahnya. Topeng

ini dinamakan ”Loup”,yang dalam bahasa perancis berarti serigala atau ”wolf” dalam

bahasa Inggris.3

Sejarah lupus eritematosus

Sejarah penyakit lupus eritmatosus dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu (3) :

1.Periode Klasik

Dimulai ketika penyakit ini ditemukan pada zaman abad pertengahan dan

memperlihatkan gambaran adanya gangguan pada manifestasi kulit. Istilah lupus

muncul pada abad 13 yaitu pada masa Rogerius, seorang tenaga medis yang

mendeskripsikan classic malar rash, yaitu lesi berupa erosi pada kulit wajah yang

menyerupai gigitan serigala. Sejarah lupus pada zaman klasik berdasarkan atas

gambaran klinis berupa lesi di kulit yang meliputi lupus vulgaris, lupus profundus,

lupus diskoid, dan fotosensitivitas pada ruam malar/ butterfly rash.1,4

Gambaran klasik penampakan kulit lupus dideskripsikan juga oleh beberapa

penemu, yaitu: Thomas Bateman, seorang murid ahli kulit berkebangsaan Inggris

Robert William, pada awal abad XIX, kemudian oleh Cazenave, seorang murid ahli

kulit berkebangsaan Perancis Laurent Biett, pada tengah abad XIX, dan oleh Moriz

Page 23: Lpkas Lupuss Gmo

Kaposi (Moriz Kohn), seorang murid dan menantu ahli kulit berkebangsaan Austria

bernama Ferdinand von Hebra, pada akhir abad XIX Lesi berupa ruam diskoid

pertama kali diperkenalkan pada tahun 1833 oleh Cazenave dengan nama eritema

sentrifugum, sedangkan ruam yang sekarang dikenal sebagai ruam malar pertama kali

diperkenalkan oleh Hebra pada tahun 1846. Gambaran lupus eritematosus yang

pertama kali dipublikasikan berasal dari tulisan von Hebra yang berjudul Atlas

Penyakit Kulit, dipublikasikan pada tahun 1856.1

2. Periode Neoklasikal

Dimulai oleh Moric Kaposi pada tahun 1872 yang menemukan manifestasi

penyakit sistemik. Kaposi mengemukakan dua tipe lupus eritematosus, yaitu tipe

diskoid dan tipe disseminated. Kaposi juga menyebutkan beberapa tanda/gejala yang

menggambarkan tipe disseminated, yaitu : nodul subkutan, artritis dengan hipertrofi,

sinovial pada sendi kecil maupun besar, limfadenopati, demam, berat badan

berkurang, anemia, keterlibatan SSP.1

3.Periode Modern

Mulai tahun 1984 ditemukan sel lupus eritematosus (sel LE) oleh Hargraves

dkk. yang meneliti sel yang berasal dari sumsum tulang penderita lupus eritematposus

tipe disseminated akut. Dua penanda imunologik pada penyakit lupus ditemukan pada

tahun 1950, yaitu tes false-positif biologis untuk sifilis dan tes imunofluoresen untuk

antinuclear antibodi. Ada dua kemajuan utama pada periode modern yaitu

perkembangan studi lupus pada binatang, dan pengenalan aturan predisposisi genetik

pada perkembangan lupus. 1

Etiologi Lupus Eritematosus Sistemik

Etiologi penyakit LES masih belum terungkap dengan pasti tetapi

diduga merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan faktor

lingkungan. Apapun etiologinya, selalu terdapat predisposisi genetik yang

Page 24: Lpkas Lupuss Gmo

menunjukkan hubungannya dengan antigen spesifik HLA (Human Leucocyte

Antigen) / MHC (Major Histocompatybility Complex). Defek utama pada lupus

eritematosus sistemik adalah disfungsi limfosit B, begitu juga supresor limfosit T

yang berkurang, sehingga memudahkan terjadinya peningkatan autoantibody. 4

Resiko meningkat 25-50% pada kembar identik dan 5% pada kembar

dizygotic, menunjukkan kaitannya dengan faktor genetik. Fakta bahwa sebagian kasus

bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi genetiknya, menunjukkan faktor

lingkungan juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa

molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun.3,

Tabel 1. Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis

Lupus Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley's Textbook of

Rheumatology, 6th ed 2001)

Ultraviolet B light

Hormon sex

rasio penderita wanita : pria = 9:1 ; menarche : menopause = 3:1

Faktor diet

Alfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L-canavanine;

Pristane atau bahan yang sama; Diet tinggi saturated fats.

Faktor Infeksi

DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri

Faktor paparan dengan obat tertentu :

Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin; Methyldopa;

Page 25: Lpkas Lupuss Gmo

D-Penicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF-a; Interferon-a.

Terdapat dua teori mengenai etiologi lupus, yaitu :

Teori yang pertama menyebutkan bahwa pada perkembangan penyakit mulai dari

gambaran awal sampai timbul kerusakan didasari oleh produksi sirkulasi autoantibodi

menjadi suatu nukleoprotein, yaitu antinuclear antibodies (ANA). Proses awal tidak

diketahui tetapi kemungkinan terjadi mutasi gen yang berhubungan dengan sel yang

mengalami apoptosis yang melibatkan limfosit, kemudian limfosit bereaksi

menyerang selnya sendiri.

Autoantibodi pada lupus dibentuk menjadi antigen nuclear (ANA) dan (anti-DNA).

Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi

komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi banyak jaringan, termasuk kulit

dan ginjal. 2

Teori lainnya menyatakan autoantibody lupus eritematosus merupakan lanjutan dari

reaksi silang antigen eksogen seperti retrovirus RNA. 2

Page 26: Lpkas Lupuss Gmo

2.4 Patogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila membahas pathogenesis SLE, yaitu :

faktor genetik, lingkungan, kelainan sistem imun dan hormon.

Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang

meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Studi lain mengenai faktor

genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens)

yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex)

mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi

defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q dan imunoglobulin (IgA),

atau kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -DR3). Faktor imunopatogenik

yang berperan dalam LES bersifat multipel, kompleks dan interaktif. Kekurangan

komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit

mononuklear, sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q

menyebabkan fagositis gagal membersihkan sel apoptosis, sehingga komponen

nuklear akan menimbulkan respon imun. 3,4

Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra

violet, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilang toleransi

karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan

pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase

induksi yanng secara langsung merubah sel DNA, serta mempengaruhi sel

imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada

inflamasi kulit. Pengaruh obat memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus,

yaitu meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lain yaitu peranan agen

Page 27: Lpkas Lupuss Gmo

infeksius terutama virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel

permukaan dan apoptosis. 3,4

Faktor imunologis, selama ini dinyatakan bahwa hiperaktivitas sel limfosit B

menjadi dasar dari pathogenesis lupus eritematosus sistemik. Beberapa autoantibodi

ini secara langsung bersifat patogen termasuk dsDNA (double-stranded DNA), yang

berperan dalam membentuk kompleks imun yang kemudian merusak jaringan. 3,4

Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis autoantibodi

terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis autoantibodi yang paling

sering dijumpai pada penderita lupus adalah antibodi antinuklear (autoantibodi

terhadap DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein-asam nukleat). Umumnya

titer antiDNA mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit lupus. 4

Beberapa antibodi antinuklear mempunyai aksi patologis direk, yaitu bersifat

sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga dengan mempermudah

destruksi sel sebagai perantara bagi sel makrofag yang mempunyai reseptor Fc

imunoglobulin. Contoh klinis mekanisme terakhir ini terlihat sebagai sitopenia

autoimun. Ada pula autoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan karena dapat

berinteraksi dengan substansi antikoagulasi, diantaranya antiprotrombin, sehingga

dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi antinuklear telah dikenal pula

sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat berperan sebagai penyebab

vaskulitis.4

Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis ataupun bernilai

sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan

pada bukan penderita lupus, atau juga dalam darah bayi sehat dari seorang ibu

penderita lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat

ditularkan secara pasif dengan serum penderita lupus.4

Page 28: Lpkas Lupuss Gmo

Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES didasarkan pada adanya

kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal, tautan

dermis-epidermis, pleksus koroid) dan aktivasi komplemen oleh kompleks imun

menyebabkan hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk aktivasi

komplemen. Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan terdeposit di

jaringan, beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang sering terjadi pada antigen

dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA). Komponen C1q dapat terikat langsung pada

dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi. 2

Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun

mempunyai peran penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit.

Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menars dan menopause, diikuti

anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi oleh Cooper menyatakan bahwa

menars yang terlambat dan menopause dini juga dapat mendapat LES, yang

menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan risiko terbesar untuk

mendapat LES. 2,4

Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogen

merupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai kadar

hormon FSH (Follicle-stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan

prolaktin meningkat. Pada perempuan dengan LES, juga terdapat peningkatan kadar

16 alfa hidroksiestron dan estriol. Frekuensi LES meningkat saat kehamilan trimester

ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan hormon androgen akan menghambat

perkembangan penyakit lupus pada hewan betina, sedangkan kastrasi prapubertas

akan mempertinggi angka kematian penderita jantan.2,4

Klasifikasi SLE

Kriteria klasifikasi LES mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh American

College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982 dan dimodifikasi pada tahun 1997.

Kriteria diagnosis pada anak berdasarkan kriteria tersebut mempunyai sensitivitas

Page 29: Lpkas Lupuss Gmo

96% dan spesifisitas 100%. Meskipun sebagian besar penderita LES mempunyai

ANA, namun titer yang rendah atau moderat mempunyai spesifisitas yang rendah.

Sedangkan penderita yang mempunyai antibodi terhadap dsDNA dan Sm hampir

pasti juga mempunyai ANA.2

 

Manifestasi Klinis

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat

timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat

juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala

terkenanya sistem imun.1

Waktu yang dibutuhkan antara onset penyakit dan diagnosis adalah

5 tahun. Penyakit ini mempunyai ciri khas terdapatnya eksaserbasi dan remisi. Onset

penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitat seperti kontak dengan

sinar matahari infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa. 1

Gejala Konstitusional

Manifestasi yang timbul dapat bervariasi. Anak-anak yang paling sering adalah

anorexia, demam, kelelahan, penurunan berat badan, limfadenopati dan irritable.

Gejala dapat berlangsung intermiten atau terus-menerus. 4

Gejala Muskuloskeletal

Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan, dapat berupa athralgia

(90%) dan sering mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena

adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan,

metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki. 4

Page 30: Lpkas Lupuss Gmo

Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi

pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi

dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis pada tangan dapat

menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi yang berat. Osteonecrosis

umum terjadi dan dapat timbul belakangan setelah dalam pengobatan kortikosteroid

dan vaskulopati. 4

Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak

proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis

menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA

polyarticular yang beberapa tahun kemudian dapat menjadi LES. Berikut merupakan

mekanisme arthritis pada SLE.4

Gejala Mukokutan

Kelainan kulit atau selaput lendir ditemukan pada 55% kasus SLE.

Lesi Kulit Akut

Page 31: Lpkas Lupuss Gmo

Ruam kulit yang paling dianggap khas adalah ruam kulit berbentuk kupu-

kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung dan kedua

pipi. Karakteristik malar atau ruam kupu-kupu termasuk jembatan hidung dan

bervariasi dari merah pada erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches. 4

Ruam mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua daerah terkena

sinar matahari. Lesi-lesi tersebut penyebarannya bersifat sentrifugal dan dapat

bersatu sehingga berbentuk ruam yang tidak beraturan. Dengan pengobatan yang

tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas.5

Lesi Kulit Sub Akut

Lesi kulit sub akut yang khas berbentuk anular.5

Page 32: Lpkas Lupuss Gmo

Lesi Diskoid

Sebesar 2 sampai 2% lesi discoid terjadi pada usia di bawah 15 tahun.

Sekitar 7 % lesi discoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu di

monitor secara rutin. Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi

antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni

ringan.5

Ruam diskoid adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka, telinga, dada,

punggung, dan ekstremitas yang menimbul dan berbatas tegas, dengan diameter 5-10

mm, tidak gatal maupun nyeri Berkembangnya melalui 3 tahap, yaitu erithema,

hiperkeratosis dan atropi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang

meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai oleh adanya penyumbatan folikel. Kalau

sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatrik.5

Lesi diskoid tidak biasa di masa kanak-kanak. Namun, mereka terjadi lebih

sering sebagai manifestasi dari SLE daripada sebagai diskoid lupus erythematosis

(DLE) saja; 2-3% dari semua DLE terjadi di masa kanak-kanak. 5

Page 33: Lpkas Lupuss Gmo

Livido Retikularis

Suatu bentuk vaskulitis ringan, sering ditemukan pada SLE. Vaskulitis kulit

dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga

tampak perdarahan dan eritema periungual.4,5

Urtikaria

Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang

secara klinis dan serologis.5

Kelainan pada Ginjal

Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis.

Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya

LES. Berdasarkan klasifikasi WHO, jenis lupus nefritis adalah :

Kelas I: minimal mesangial lupus nephritis

Kelas II: mesangial proliferative lupus nephritis

Kelas III: focal lupus nephritis

Page 34: Lpkas Lupuss Gmo

Kelas IV: diffuse lupus nephritis

Kelas V: membranous lupus nephritis

Kelas VI: advanced sclerotic lupus nephritis

Kelainan ginjal ditemukan 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah

proteinuria dan atau hematuria. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal yaitu

nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus difus merupakan

kelainan yang paling berat. Klinis tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi, serta

gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis membranosa lebih jarang

ditemukan. Ditandai dengan sindroma nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta

perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.2,3,4

Serositis (pleuritis dan perikarditis)

Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan

radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial. Efusi pleura lebih sering

unilateral, mungkin ditemukan sel LE dalam cairan pleura. Biasanya efusi

menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat.2,3,4

Pneuminitis Interstitial

Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak

dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.4

Gastrointestinal

Dapat berupa rasa tidak enak di perut, mual ataupun diare. Nyeri akut

abdomen, muntah dan diare mungkin menandakan adanya vaskulitis intestinalis.

Gejala menghilang dengan cepat bila gangguan sistemiknya mendapat pengobatan

yang adekuat. 2,3,4

Hati dan Limpa

Page 35: Lpkas Lupuss Gmo

Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang

disertai ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang atau kembali

normal. 2,3,4

Kelenjar Getah Bening dan Kelenjar Parotis

Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada 50% kasus. Biasanya

berupa limfadenopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Kelenjar parotis

membesar pada 60% kasus SLE. 2,3,4

Susunan Saraf Tepi

Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik.

Biasanya bersifat sementara. 6

Susunan Saraf Pusat

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan

kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan

memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan

psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik. Trombosis vena serebralis bisanya terkait

dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, CT Scan

perlu dilakukan.6

Gangguan susunan saraf pusat terdiri dari 2 kelainan utama, yaitu psikosis

organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan

dengan gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala

delusi/halusinasi disamping gejala khas kelainan organik otak.6

Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain

yang mungkin ditemukan ialah korea, paraplegia karena mielitis transversal,

Page 36: Lpkas Lupuss Gmo

hemiplegia, afasia, psikosis, pseudotumor cerebri, aseptic meningitis, chorea, defisit

kognitif global, melintang myelitis, neuritis perifer dan sebagainya. Mekanisme

terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas. Faktor-faktor yang

memegang peranan antara lain vaskulitis, deposit gamma globulin di pleksus

koroideus. 6

Hematologi

Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, Coombs-

positif anemia hemolitik, anemia penyakit kronis trombositopenia, dan lekopenia. 2,3,4

Fenomena Raynaud

Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali

hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah dan

aktivasi komplemen lokal. 2,3,4

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis SLE

Secara umum anjuran pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah  Analisis

darah tepi lengkap (darah rutin dan LED), Sel LE, Antibodi antinuclear (ANA), Anti-

dsDNA (anti DNA natif), Autoantibodi lain (anti SM, RF, antifosfolipid, antihiston,

dll), Titer komplemen C3, C4 dan CH50, Titer IgM, IgG, IgA, krioglobulin, masa

pembekuan, serologi sifilis (VDRL), Uji Coombs, Elektroforesis protein, Kreatinin

dan ureum darah, Protein urin (total protein dalam 24 jam), Biakan kuman, terutama

dalam urin dan foto rontgen dada. 4

Page 37: Lpkas Lupuss Gmo

Mengingat banyaknya pemeriksaan yang dilakukan bila tidak terdapat

berbagai macam komplikasi atau karena pertimbangan biaya maka maka dapat

dilakukan permeriksaan awal yang penting seperti darah lengkap dan hitung jenis,

trombosit, LED, ANA, urinalisis, sel LE dan  antibodi anti-ds DNA. 4

Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi

yang paling banyak dianut adalah kriteria menurut American College of

Rheumatology (ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari

11 kriteria ACR tersebut. 2,3,4

Kriteria diagnosis lupus menurut ACR (American College of Rheumatology).

 (Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

No Kriteria Definisi

1 Bercak malar

(butterfly rash)

Eritema datar atau menimbul yang menetap di

daerah pipi, cenderung menyebar ke lipatan

nasolabial

2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent

keratotic scaling dan follicular plugging, pada

lesi lama dapat terjadi parut atrofi

3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar

matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan fisik

4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak

nyeri

5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian

Page 38: Lpkas Lupuss Gmo

perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak

atau efusi

6 Serositif a. Pleuritis

Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural

friction rub atau terdapat efusi pleura pada

pemeriksaan fisik.

atau

b. Perikarditis

Dibuktikan dengan EKG atau terdengar

pericardial friction rub atau terdapat efusi

perikardial pada pemeriksaan fisik

7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau

pemeriksaan +3 jika pemeriksaan kuantitatif

tidak dapat dilakukan.

atau

b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular

atau campuran

8 Gangguan saraf Kejang

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan

metabolik (uremia, ketoasidosis atau

ketidakseimbangan elektrolit)

Page 39: Lpkas Lupuss Gmo

atau

Psikosis

Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan

metabolik (uremia, ketoasidosis atau

ketidakseimbangan elektrolit)

9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah

Anemia hemolitik à dengan retikulositosis

Leukopenia à < 4000/mm3 pada >  1

pemeriksaan

Limfopenia à < 1500/mm3 pada >  2

pemeriksaan

Trombositopenia à < 100.000/mm3 tanpa adanya

intervensi obat

10 Gangguan imunologi Terdapat salah satu kelainan

Anti ds-DNA diatas titer normal

Anti-Sm(Smith) (+)

Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan

kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang

abnormal

antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes

standar

Page 40: Lpkas Lupuss Gmo

tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan

dan dikonfirmasi dengan ditemukannya

Treponema palidum atau antibodi treponema

11 Antibodi antinuklear Tes ANA (+)

*Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 100% spesifisitas

Peningkatan titers ANA sering terjadi pada anak-anak dengan lupus aktif. Ini adalah

alat penyaringan yang sangat baik, meskipun ANA dapat ditemukan tanpa penyakit

atau dapat dikaitkan dengan kondisi rematik dan lainnya. Tingkat anti-DNA rantai

ganda, yang lebih spesifik untuk lupus, mencerminkan tingkat aktivitas penyakit.

Tingkat serum dari total hemolitik komplemen (CH50), C3, dan C4 akan menurun

pada penyakit aktif dan memberikan ukuran kedua aktivitas penyakit. 4

Komplikasi

Komplikasi LES pada anak meliputi: 2,3

Hipertensi (41%)

Gangguan pertumbuhan (38%)

Gangguan paru-paru kronik (31%)

Abnormalitas mata (31%)

Kerusakan ginjal permanen (25%)

Gejala neuropsikiatri (22%)

Kerusakan muskuloskeleta (9%)

Gangguan fungsi gonad (3%).

Page 41: Lpkas Lupuss Gmo

Penatalaksanaan

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis

gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ

yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari

pemeriksaan serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter

laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit. SLE yang tidak diobati

dapat diikuti oleh penyembuhan spontan, dapat menjadi penyakit menahun, atau

kematian yang cepat. 4

Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps.

Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan anak penting

dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan konseling

memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit multisistem

pada anak dan remaja. Nefrologis perlu dilibatkan pada awal penyakit untuk

pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian pula keterlibatan

dermatologis dan nutrisionis. Perpindahan terapi ke masa dewasa harus direncanakan

sejak remaja. 1

Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya kenaikan berat

badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu dihindari makanan “junk

food” atau makanan mengandung tinggi sodium untuk menghindari kenaikan berat

badan berlebih.

Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih dari 15 perlu diberikan pada anak

jika berada di luar rumah, karena dapat melindungi dari sinar UVB.

Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi, karena risiko infeksi meningkat

pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik sebagai profilaksis dihindari dan hanya

diberikan sesuai dengan hasil kultur. Terdapat beberapa patokan untuk

penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus, yaitu ;

Page 42: Lpkas Lupuss Gmo

diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi bakterial

sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis (leukosit >10.000)

harus dianggap sebagai gejala infeksi,

gambaran radiologi infiltrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai infeksi

bakterial sebelum dibuktikan sebagai keadaan lain, dan

setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu kemungkinan pielonefritis. 1

Lupus diskoid

Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid

5% lebih efektif dibadingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan

hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien. 2,3,4

Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)

Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal),

antimalaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah. 2,3,4

Arthritis lupus

Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan

ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia

dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin). 2,3,4

Miositis lupus

Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi, dimulai dengan prednison dosis 1-2

mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal,

dosis di tapering off secara hati-hati dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis efektif

Page 43: Lpkas Lupuss Gmo

terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian

harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5

mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine. 2,3,4

Fenomena Raynaud

Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin;  alfa 1

adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat. 2,3,4

Lupus nefritis

Kelas I : Tidak ada terapi khusus dari klasifikasi WHO

Kelas II : (mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan

terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena menggambarkan

perubahan status penyakit menjadi lebih parah.

Kelas III : (focal proliferative Nefritis/FPGN) memerlukan terapi yang sama

agresifnya dengan  DPGN, khususnya bila ada  lesi focal necrotizing.

Kelas IV : (DPGN) kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena

ternyata lebih baik dibandingkan bila hanya dengan prednison. Siklofosfamid

intravena telah digunakan secara luas baik untuk DPGN maupun bentuk lain dari

lupus nefritis. Azatioprin telah terbukti memperbaiki outcome jangka panjang untuk

tipe DPGN. Prednison dimulai dengan dosis tinggi harian selama 1 bulan, bila kadar

komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara hati-hati selama

4-6 bulan. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari

pemberian, diperiksa kadar lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan

Page 44: Lpkas Lupuss Gmo

dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah lekositnya (normalnya 3.000-

4.000/ml).

Kelas V : regimen terapi yang biasa dipakai adalah (1). monoterapi dengan

kortikosteroid. (2). terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A, (3).

sikofosfamid, azathioprine,atau klorambusil. Proteinuria sering bisa diturunkan

dengan ACE inhibitor. Pada Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya

adalah dialisis dan transplantasi renal. 2,3,4

Gangguan hematologis

Untuk trombositopeni,  terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah

kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena, vinblastin, danazol dan

splenektomi. Sedangkan untuk anemia hemolitik, terapi yang dipertimbangkan adalah

kortikosteroid, siklfosfamid intravena, danazol dan splenektomi. 2,3,4

Pneumonitis interstitialis lupus

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena. 2,3,4

Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting

Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena. 2,3,4

Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LES

Antimalaria : Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO dalam garam sulfat (maksimal

400 mg/hari)

Kortiko-steroid  : Prednison dosis harian (1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate

yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah

harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan bersama methylprednisolone dosis tinggi

Page 45: Lpkas Lupuss Gmo

intermitten  (30 mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu.

Obat imuno-supresif : Siklofosfamid 500-750 mg/m2 IV 3 kali sehari selama 3

minggu.  maksimal 1 g/m2. Harus diberikan IV dengan infus terpasang, dan

dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti setiap dosis (lekosit

dimaintenance > 2000-3000/mm3). Azathioprine  1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari.

Non-steroidal anti-inflam-matory drugs (NSAIDs)

Naproxen 7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maks 500-1000 mg/hari

Tolmetin 15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maks 1200-1800 mg/hari

Diclofenac

< 12 tahun : tak dianjurkan

> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari

5. Suplemen Kalsium dan vitamin D        

Kalsium karbonat      

< 6 bulan : 360 mg/hari

6-12 bulan : 540 mg/hari

1-10 bulan : 800 mg/hari

11-18 bulan : 1200 mg/hari

Calcifediol

< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu

> 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu

Page 46: Lpkas Lupuss Gmo

6. Anti-hipertensi

Nifedipin  0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap

4-8 jam.

Enalapril 0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila

perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari

Propranolol 0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap

dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari 2,3,4

Prognosis

Masa kanak-kanak SLE pada awalnya dipandang sebagai penyakit fatal

seragam. Dengan kemajuan dalam diagnosis dan perawatan, 5-yr survival rate lebih

besar dari 90%.. Penyebab utama kematian pada pasien dengan lupus saat ini

termasuk infeksi, nefritis, penyakit SSP, perdarahan paru-paru, dan infark miokard;

yang terakhir mungkin komplikasi akibat administrasi kortikosteroid kronis dalam

pengaturan kekebalan penyakit kompleks. 1

LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab

kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi

maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Data dari beberapa

penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival rates sebesar 17.5%-69%.

Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%. Beberapa

peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun,

sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya

secara jangka panjang dan menetap. 4

Page 47: Lpkas Lupuss Gmo

BAB IV

KESIMPULAN

Lupus eritematosus didefinisikan sebagai gangguan autoimun, dimana sistem

tubuh menyerang jaringannya sendiri. Etiologi penyakit LES masih belum terungkap

dengan pasti tetapi diduga merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor yang

didapat dan faktor lingkungan. Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila

membahas pathogenesis SLE, yaitu : faktor genetik, lingkungan, kelainan sistem

imun dan hormon.

Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul

mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh.

Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang

paling banyak dianut adalah kriteria menurut American College of Rheumatology

(ACR). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ACR

tersebut, meliputi : butterfly rash, bercak discoid, fotosensitf, ulkus mulut, arthritis,

Page 48: Lpkas Lupuss Gmo

serositif, gangguan ginjal, gangguan saraf, gangguan darah, gangguan imunologi dan

gangguan antinuclear.

Komplikasi LES pada anak meliputi: hipertensi, gangguan pertumbuhan, gangguan

paru-paru kronik, abnormalitas mata, kerusakan ginjal permanen, gejala

neuropsikiatri, kerusakan muskuloskeleta dan gangguan fungsi gonad.

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis

gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ

yang sudah terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Anna MQ, Peter VR, et al. Diagnosis of Systemic Lupus Eritematosus. Last update: 1

Desember 2003. Available at: http://www.aafp.org

Anonim. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last update : 16 Mei, 2009.

Available at htttp://www.childrenclinic.wordpress.com.

Harsono A, Endaryanto A. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last update : 14

Februari, 2010. Available at http://www.pediatrik.com.

Marisa S. Klein-Gitelman, Michael L. Miller, Chapter 148 - Systemic Lupus

Erythematosus : Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. W.B Saunders,

Philadelphia. 2003. p810-813.

Callen JP. Lupus Eritematosus, Discoid. Last update : February, 2007. Available at

htttp://www.emedicine.com.

Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi Neurologik pada Lupus Eritematosus

Sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007.

Page 49: Lpkas Lupuss Gmo