lp sc postpartum dkp
DESCRIPTION
materTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA
DENGAN INDIKASI DISPROPORSI KEPALA PANGGUL (CPD )
I. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi
untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus
uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik
Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonealis yang baik
1
Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi
rupture uteri spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada
segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih
kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga
dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga
mengakibatkan perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
2
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
III. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-
hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses
persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran
kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
3
IV. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
- Ringan, dengan suhu meningkat dalam
beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai
dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
- Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan
terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila peritonealisasi terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
V. POST PARTUM
A. DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS
Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu.
(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
4
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
Uterus
Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
No Waktu TFU Konsistensi After pain Kontraksi
5
1.
2.
3.
4.
Segera setelah
lahir
1 jam setelah
lahir
12 jam setelah
lahir
setelah 2 hari
Pertengahan simpisis
dan umbilikus
Umbilikus
1 cm di atas pusat
Turun 1 cm/hari
Lembut
Terjadi
Berkurang
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
- Lochea
Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu
tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi
pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi
mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan.
- Serviks
6
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari,
struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar
dan tampak bercelah.
- Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran
seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar,
produksi mukus normal dengan ovulasi.
- Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
b. Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement
(bengkak karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada
payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam
2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak
menyusui akan mengecil pada 1-2 hari.
c. Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma
tidak terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus
menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama,
menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH,
tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d. Sistem Kardiovaskuler
7
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena
dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4
minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3
minggu.
e. Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan
asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius
terjadi karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat
hamil. Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post
partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
8
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
VI. CPD
A. Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
B. Ukuran Panggul
1.
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra
sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata
diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium,
Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari
telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh
permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan
tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina
diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk
tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis
1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam
simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan
konjugata obstetrika sedikit sekali.
9
Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul
2. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran
klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat
penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada
distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang
biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil
yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum
dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.
3. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri
dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang
menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul
yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua
tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum
ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5
cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
C. Panggul Sempit
10
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan
pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir.
Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif
ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak
dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus
Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran
kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal
11
lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul
sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun
panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan
panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga
terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat,
yaitu:
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan
sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat
terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul,
atau panggul yang menyempit seluruhnya.
1. Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter
transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu
atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal
secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian,
penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata
diagonal yang kurang dari 11,5 cm.3 Mengert (1948) dan Kaltreider
(1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12
12
cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter
dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit
bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil
kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki
kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara
diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita
dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau
luas.
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu
atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara
langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks.
Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko
prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan
kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi
menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali.
Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk
pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah
masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan
pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas
pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada
wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali
lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering
dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.
2. Penyempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul
tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika
tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak
13
akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan
pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini
menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga
perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara
pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan
penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau
kurang. (3) Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti
dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran
persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior
pendek.
3. Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu
besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang
sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah
simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum
teregang dan mudah terjadi robekan.
D. Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada
wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan
memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita
14
dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari
anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul.
Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan
normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama
dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul
serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar
tidak memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan
mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis.
Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter
penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu
diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi
janin sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat
mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan
radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada
radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap.
Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul,
ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta
daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat
dilahirkan spontan.
Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada
metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga
panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan
apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro
Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan
15
kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke
vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut
dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara
kepala dan simfisis.
E. Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang
melebihi 5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan
bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan
berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat
janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam
proses melahirkan. Factor keturunan memegang peranan penting sehingga
dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu
yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara.
Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan
banyak, hal tersebut masih diragukan.
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan
suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui
apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada
proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak
kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk
mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan
alat ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan
tubuh besar dan kepala besar.
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan
dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram.
Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau
kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki
pntu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat
badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal
16
selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan
selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya
bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang
lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.
F. Penanganan
1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara
kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat
berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya
akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapar
diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala,
tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak
lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari
42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi
moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan
menjadi penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan
selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala
bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya
dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan
mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati
dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil,
dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga
menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan
lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil,
penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha
17
melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk
melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan
sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari
panggul untuk melahirkan bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas,
sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour
karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam
kemudian. Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya
pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan
terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan
per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran
bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk
PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada
keadaan ini dilakukan seksio sesarea.
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata.
Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada
komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak
dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa
waktu) dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada
indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.
18
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan
pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak
dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajiana. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.b. Keluhan utamac. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multiparad. Data Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa).3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :1) Sirkulasi
19
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL2) Integritas egoDapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.3) Makanan dan cairanAbdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).4) NeurosensoriKerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.5) Nyeri / ketidaknyamananMungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.6) PernapasanBunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.9) SeksualitasFundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
VII. Diagnosa Keperawatan
Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat
diperkirakan
Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk
penyembuhan luka, penurunan masukan ( sekunder akibat nyeri, mual,
muntah )
VIII. Intervensi
DP Tujuan Intervensi Rasional
Ansietas b.d
pengalaman
Ansietas berkurang
setelah diberikan
-
pendekatan diri
-
akan
20
pembedahan
dan hasil
tidak dapat
diperkirakan
Resti infeksi
b.d
destruksi
pertahanan
terhadap
bakteri
perawatan dengan
kriteria hasil :
-
traumatik pada saat
membicarakan
pembedahan
-
-
untuk dilakukan
pembedahan yang
sama
-
Infeksi tidak terjadi
setelah perawatan selama
24 jam pertama dengan
kriteria hasil :
-
luka yang jauh dari
kategori infeksi
-
normal
-
pada pasien supaya
pasien merasa
nyaman
-
pembedahan
merupakan jalan
terbaik yang harus
ditempuh untuk
menyelamatkan
bayi dan ibu
-
adekuat
-
untuk menjaga
daya tahan tubuh,
kebersihan luka,
serta tanda-tanda
infeksi dini pada
luka
menumbuhkan
rasa tenang,
tidak cemas
serta
kepercayaan
pada perawat.
-
adekuat akan
menghasilkan
daua tubuh
yang optimal
-
partisipasi dari
pasien, maka
kesembuhan
luka dapat
21
Nyeri akut
b.d insisi,
flatus dan
mobilitas
dalam keadaan
normal, tidak demam
Nyeri dapat berkurang
setelah perawatan 1x 24
jam dengan kriteria :
-
nyeri / mengatakan
bahwa nyeri sudah
berkurang
-
nyeri
-
nyeri
-
insisi luka post
operasi
-
yang
memungkinkan
tiap jam sekali
lebih mudah
terwujud
-
memiliki
managemen
yang berbeda
-
akibat luka
post operasi
-
akibat luka
post operasi
-
merangsang
peristaltik usus
sehingga
mempercepat
flatus
-
kesempatan
untuk
22
Resti
perubahan
nutrisi b.d
peningkatan
kebutuhan
tubuh untuk
penyembuh
an
luka,penuru
nan
masukan
(sekunder
akibat nyeri,
mual,
muntah
Mendemontrasikan berat
badan stabil atau
penambahan berat badan
progresif kearah tujuan
dengan normalisasi nilai
laboratorium dan bebas
dari tanda malnutrisi
-
secara continue
selama perawatan
tiap hari,
perhatikan tingkat
energi, kondisi,
kulit, kuku,
rambut, rongga
mulut
-
pentingnya
trasnsisi pada
pemberian makan
per oral dengan
tepat
-
mengunyah,
menelan, beri
sosialisasi dan
bantuan makan
sesuai dengan
indikasi
mengobservasi
penyimpangan
dari norma/
dasar pasien
dan
mempengaruhi
pilihan
intervensi
-
pemberian
makan oral
lebih disukai
-
bantuan untuk
menghadapi
masalah
anoreksia,
kelelahan,
kelemahan otot
23
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L. J, 2001, Diagnosa keperawatan, Jakarta : EGC
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta:
BP-SP, 2008.
Lowe, N.K. The Dystocia Epidemic in Nulliparous Women. School of Nursing
Oregon Health & Science University. 2005. [Online] Hyperlink:
http://196.33.159.102/1961%20VOL%20XXXV%20JulDec/Articles/
10%20October/3.5%20A%20CLINICAL%20CLASSIFICATION
%20OF%20CEPHALO-PELVIC%20DISPROPORTION.%20C.J.T.
%20Craig.pdf, 10 Mei 2009.
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005.
24
Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. Arrest of Decent- Cephalopelvc Disproportion
(CPD). 2008. [Online] Hyperlink: http://72.14.235.132/search?
q=cache:RqVXzDPzkgIJ:yayanakhyar.wordpress.com/2008/09/05/
arrest-of-decent-cephalopelvic-disproportion-cpd/+Cephalo-
pelvic+disproportion&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id, 20 Mei 2009.
Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.
25