lp post partum
DESCRIPTION
Lp Post PartumTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
I. MASA NIFAS (POST PARTUM)
A. Pengertian
Masa nifas (Puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu : 6 – 8
minggu.
B. PEMBAGIAN MASA NIFAS
Nifas dibagi dalam 3 periode :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2. Puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remute Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bila berminggu-minggu bulanan atau
tahunan.
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan berangsur-
angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat
genetalia ini dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-perubahan yang lain yang
penting yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena
pengaruh hormon laktogenik dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma.
C. INVOLUTIO MASA KANDUNGAN
Involusio masa kandungan dibagi atas :
1. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil.
Involusio Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus
Bayi lahir
Plasenta lahir
1 minggu
Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan pusat
100 gram
750 gram
500 gram
2 minggu
6 minggu
8 minggu
simfisis
Tidak teraba diatas
simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
350 gram
50 gram
30 gram
2. Bekas implantasi palsenta: plasental bed mengecil karena kontraksi dan
menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm., dan akhirnya pulih.
3. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
4. Rasa sakit yang disebut after pain, (meriang atau mules-mules) disebabkan
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan
pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat
diberikan obat-obat anti sakit.
5. Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas.
a. Lochia rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-
sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca
persalinan.
b. Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari
ke 3 – 7 pasca persalinan.
c. Lochia serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari 7 – 14
pasca persalinan.
d. Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
e. Lochia statis : lochia tidak lancar keluarnya.
6. Serviks : setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, terkadang terdapat perlukaan-
perlukaan kecil, setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim,
setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 – 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1
jari.
7. Ligamen – ligamen : ligamen fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada
waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang pula
wanita mengeluh kandungannya turun.
8. Endometrium :
Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah timbulnya thrombosis
degenerasi dan nekrosis terutama di tempat implantasi plasenta :
a. Pada hari pertama tebalnya 2 – 5 mm, permukaan kasar akibat
pelepasan desidua dan selaput janin.
b. Setelah 3 hari permukaan mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian-
bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium
terlepas.
c. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang
memakan waktu 2 – 3 minggu.
D. HEMOKONSENTRASI
Pada masa hamil didapat hubungan pendek yang dikenal sebagai “shunt”
antara sirkulasi ibu dan plasenta. Setelah melahirkan, “shunt” akan hilang
dengan tiba-tiba volume darah pada ibu relatif bertambah. Keadaan ini
menimbulkan beban pada jantung, sehingga dapat menimbulkan dekompensasi
dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
semula.
E. LAKTASI
Perubahan-perubahan yang terjadi pada kedua mamma antara lain sebagai
berikut :
1. Proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolis mammae dan
lemak.
2. Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dikeluarkan
berwarna kuning (kolostrum).
3. Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam
mammae. Pembuluh-pembuluh vena berdilatsi dan tampak dengan jelas.
4. Setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron
terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis
kembali, antara lain hormon laktogenik (prolaktin) yang akan
menyebabkan kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga terjadi
pengeluaran air susu.
Umumnya produksi air susu baru berlangsung benar pada hari ke-2 sampai
ke-3 postpartum, selain pengaruh hormonal tersebut, salah satu rangsangan
terbaik untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi itu sendiri.
F. PERUBAHAN LAIN SAAT NIFAS
After pain atau mules-mules sesudah partus akibat kontraksi uterus kadang-
kadang sangat mengganggu selama 2 – 3 hari postpartum. Perasaan mules ini
lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui, perasaan sakit ibupun timbul
bila terdapat sisa-sisa dan selaput ketuban, sisa plasenta atau gumpalan darah
di dalam kavum uteri.
1. Vital Sign sebelum kelahiran:
Suhu :
a. saat partus lebih 37,20C
b. sesudah partus naik + 0,50C
c. 12 jam pertama suhu kembali normal
Nadi :
a. 60 – 80 x/mnt
b. Segera setelah partus bradikardi
Tekanan darah :
TD meningkat karena upaya keletihan dan persalinan, hal ini akan
normal kembali dalam waktu 1 jam
2. Vital sign setelah kelahiran anak :
Temperatur :
Selama 24 jam pertama mungkin kenaikan menjadi 380C (100,40F)
disebabkan oleh efek dehidrasi dari persalinan. Kerja otot yang berlebihan
selama kala II dan fluktuasi hormon setelah 24 jam wanita keluar dari
febris.
Nadi :
Nadi panjang dengan stroke volume dan cardiacc output. Nadi naik
pada jam pertama. Dalam 8 – 10 minggu setelah kelahiran anak, harus
turun ke rata-rata sebelum hamil.
Pernapasan :
Pernapasan akan jatuh ke keadaan normal wanita sebelum
persalinan.
Tekanan darah :
Tekanan darah berubah rendah semua, ortistatik hipotensi adalah
indikasi merasa pusing atau pusing tiba-tiba setelah terbangun, dapat
terjadi 48 jam pertama.
Penyimpangan dari kondisi dan penyebab masalah :
a. Diagnosa sepsis puerpuralis adalah jika kenaikan pada maternal suhu
menjadi 380C (100,4F0)
b. Kecepatan rata-rata nadi adalah satu yang bertambah mungkin indikasi
hipovolemik akibat perdarahan.
c. Hipoventilasi mungkin mengikuti keadaan luar biasanya karena tingginya
sub arachnoid (spinal) blok.
d. Tekanan darah rendah mungkin karena refleksi dari hipovolemik sekunder
dari perdarahan, bagaimana tanda terlambat dan gejala lain dari
perdarahan kadang-kadang merupakan sinyal tenaga medis.
3. Sistem Muskuloskeletal
Ibu yang terjadi selama kehamilan merupakan kebalikan dari
puerperium, adaptasi termasuk relaksasi dan hipermobilisasi dan tulang-
tulang, perubahan pusat gravitasi pada ibu disebabkan karena
membesarnya uterus. Stabilisasi tulang-tulang komplit 6 -8 minggu setelah
kelahiran.
4. Sistem Integumen
Cloasma pada kehamilan kadang-kadang menghilang pada akhir
kehamilan. Hiperpigmentasi pada areola dan linea ligra mungkin tidak susut
hilang secara sempurna setelah kelahiran beberapa wanita akan
mempunyai kelebihan pigmen pada daerah tersebut secara menetap.
Bagian tanda pada dada, abdomen, pinggul dan paha mungkin menghilang,
tapi kadang-kadang tidak.
G. ADAPTASI PSIKOSOSIAL PADA POST PARTUM
1. Fase-fase transisi :
a. Fase antisipasi kehamilan :
Fase antisipasi orang tua, membuat keputusan dan harapan, membagi
pekerjaan dalam keluarga.
b. Fase bulan madu (periode post partum)
Kontak lebih lama dan intim, menggali keadaan anggota keluarga
yang baru.
Menurut Rubin, fase adaptasi ibu meliputi :
1. Taking In
- Dependent
- Pasif
- Fokus pada diri sendiri
- Perlu tidur dan makan
2. Taking Hold
- Dependent
- Independent
- Fokus melibatkan bayi
- Melakukan perawatan diri sendiri
- Waktu yang baik untuk penyuluhan
- Dapat menerima tanggung jawab
3. Letting Go
- Independence pada peran yang baru
- Letting go terjadi pada hari-hari terakhir pada minggu pertama
persalinan.
Adaptasi psikologis ayah :
1. Respon ayah :
- Bangga dan takut memegang bayi.
- Diekspresikan secara berbeda-beda, dekat dengan keluarga,
mengadakan pesta dengan teman-teman.
- Pada waktu immediately ; kelihatan lelah dan mengantuk.
- Bila ada komplikasi bayi, maka ayah akan mencari informasi untuk ibu
dalam merawat bayinya.
2. Psikologis ayah :
Tergantung keterlibatan selama proses kelahiran berlangsung.
Biasanya ayah merasa lelah dan ingin selalu dekat dengan istri dan
anaknya. Bila ada masalah dengan bayinya dan harus dirawat terpisah
dengan ibunya, maka ayah merupakan sumber informasi bagi ibu
mengenai anaknya. Dalam hal ini ayah sering merasa khawatir tentang
keadaan istri dan anaknya.
Ayah juga dapat mengalami post partum blue karena masalah
keuangan keluarga, merasa tidak yakin akan kemampuannya sebagai
orang tua dan kesulitan beradaptasi terhadap perubahan hubungan
dengan istrinya.
3. Psikologi keluarga :
Kehadiran bayi yang baru lahir di dalam keluarga menimbulkan
adanya perubahan-perubahan peran dan hubungan di dalam keluarga
tersebut. Umpamanya anak yang lebih besar sekarang menjadi kakak,
orang tua menjadi kakek, suami-istri harus saling membagi perhatian
karena tuntutan dan ketergantungan bayi dalam memenuhi
kebutuhannya. Bila banyak anggota keluarga yang dapat membantu
dalam merawat bayi, mungkin keadaannya tidak sesulit bila tidak ada
yang membantu.
Mengingat kompleksnya tugas-tugas ibu pada masa sesudah
melahirkan, dimana ibu harus merawat dirinya, merawat bayinya dan
melakukan tugas rumah tangga, maka perawat bidan
bertanggungjawab untuk mempersiapkan ibu sebelum melahirkan.
4. Cara adaptasi Sibling :
a Ajak saudara kandung jenguk ke rumah sakit
b Telepon
c Waktu pulang ; ayah memegang bayi, ibu memegang peranan
dalam sibling
d Sibling merawat boneka, ibu merawat bayi
e Jangan mengurangi waktu
f Beri hadiah dari bayi untuk sibling
g Anjurkan pengunjung untuk menegur sibling
H. PERAWATAN PASCA PERSALINAN
1. Mobilisasi, karena lelah sehabis bersalin, ibu harus diistirahatkan tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan, kemudian boleh miring-miring ke
kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis, tromboemboli. Pada
hari kedua diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan dan hari keempat dan
kelima sudah diperbolehkan pulang.
2. Diet : makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan
makanan yang mengandung protein, banyak cairan sayur-sayuran dan buah-
buahan.
3. Miksi : hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang-
kadang wanita mengalami sulit kencing karena sfingter uretra ditekan oleh
kepala janin dalam spasme otot iritasi sfingter ani selama persalinan, juga
karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila
kandung kemih penuh dan wanita hamil sulit kencing, sebaiknya dilakukan
kateterisasi.
4. Defekasi : buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari pasca persalinan. Bila
masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak keras, dapat
diberikan obat laksans peroral, atau per rektal, jika belum bisa lakukan
klisma.
5. Perawatan payudara (mamma) ; perawatan payudara dimulai sejak wanita
hamil supaya puting susu lemah tidak keras dan kering sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya, bila bayi meninggal laktasi harus dihentikan
dengan :
6. Membebat payudara
7. Memberi obat estrogen untuk supresi LH. Seperti tablet lynoral dan parlodel.
8. Laktasi untuk menghadapi masa laktasi (menyusukan) sejak dari kehamilan.
9. Cuti hamil dan bersalin ; menurut UU bagi wanita pekerja berhak mengambil
cuti hamil dan bersalin selama 3 bulan, 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan
setelah bersalin.
10. Pemeriksaan pasca persalinan
Pemeriksaan post natal antara lain :
a. Pemeriksaan umum ; TD, nadi, keluhan dan sebagainya
b. Keadaan umum ; suhu badan, selera makan dan lain-lain
c. Payudara ; ASI, putting susu
d. Dinding perut ; perineum, kandung kemih dan rektum
e. Sekret yang keluar; lochia, flour albus
f. Keadaan alat-alat kandungan
II. RUPTURE PERINEUM
A. PENGERTIAN RUPTUR PERINEUM
1. Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara
spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum
umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara
(Winkjosastro,2005).
2. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya
disebabkan oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).
3. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADI ROBEKAN
1. Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat
diuraikan sebagai beriut :
a. Faktor Ibu
1) Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah
kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih
dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang
telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat
jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara
robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada
persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
2) Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus
di dukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan
dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin
merasa dapat meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu
(JHPIEGO, 2005). Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk mencegah terjadinya
ruptur perineum, diantaranya :
a) Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan
alamiahnya selama kontraksi.
b) Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran.
c) Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu
berbaring miring atau setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu,
dan menempelkan dagu ke dada.
d) Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
e) Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran
bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko distosia bahu dan
ruptur uteri.
f) Pencegahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan
terutama saat kelahiran kepala dan bahu.
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000
gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko
trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus
brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu
seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).
2) Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan
sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu
(Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang
ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada
pemeriksaan dalam. Macam-macam presentasi dapat dibedakan menjadi
presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang,
sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul
atau diameter submento bregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian
terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada
presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella dan bregma
(Oxorn, 2003). Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di
depan dan 30% posisi dagu di belakang.
Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap flexi
dapat menjadi penyebab pesentasi muka. Sikap ekstensi memiliki
hubungan dengan diproporsi kepala panggul dan merupakan
kombinasi yang serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan
panggul yang kecil atau kepala yang besar. Presentasi muka
menyebabkan persalinan lebih lama dibanding presentasi kepala
dengan UUK (Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka merupakan
pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang
menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan
lebih maju semuanya akan berjalan lancar. Ibu harus bekerja lebih
keras, lebih merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi
dari pada kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi
yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun anaknya.
b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal
ini berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.
Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan
bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah
adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan
diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai
jarang dijumpai, kebanyakan adalah skunder yakni terjadi setelah
persalinan dimulai. Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi
menjadi presentasi belakang kepala atau ekstensi menjadi presentasi
muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih berat,
dan lebih traumatik pada ibu dibanding dengan presentasi lain.
Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas
sampai fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang
harus melewati PBP (Pintu Bawah Panggul).
c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan
dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan
penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi
bokong dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi
bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki,
dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan pada persalinan
bokong adalah terdapat peningkatan resiko maternal.
Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan
resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya
dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan
setelah coming head lewat servik yang belum berdilatasi lengkap,
dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun keduanya.
Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan robekan
perineum yang lebih dalam (Cunningham, 2005).
c. Faktor Persalinan Pervaginam
1. Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin
dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat
vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang
diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih
lama daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai
untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan
robekan pada vagina dan ruptur perineum. (Oxorn, 2003).
2. Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin
dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer,
2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi
forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum,
syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).
3. Embriotomi
Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan
jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ
tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih
besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin,
2002). Komplikasi yang mungkin terjadi atara lain perlukaan vagina,
perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas bila perforator meleset
karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala janin atau karena tulang
yang terlepas saat sendok tidak dipasang pada muka janin, serta
cedera saluran kemih/cerna, atonia uteri dan infeksi ( Mansjoer, 2002).
4. Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung
sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh
abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada
keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada
saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang
sangat kuat (Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap
untuk menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol,
kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan
memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 1998). Menurut
buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) laserasi spontan pada
vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan.
Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali.
d. Faktor Penolong Persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang
dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah
merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga
sangat diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual
yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi.
C. KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum
dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
1. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
2. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Mukosa Vagina
b) Komisura posterior
c) Kulit perineum
3. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a) Sebagaimana ruptur derajat dua
b) Otot sfingter ani
4. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan
adalah :
a) Sebagaimana ruptur derajat tiga
b) Dinding depan rectum
D. TANDA DAN GEJALA RUPTUR PERINEUM
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum
antara lain:
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada
mukosa vagina.
4. Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, di antara fourchette dan
sfingter ani.
E. PENANGANAN RUPTUR PERINEUM
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu
dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke
arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
b) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.
Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
d) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
F. MEMINIMALKAN DERAJAT RUPTUR PERINEUM
Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu
dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu,
dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada
perineum. Cara-cara yang dianjurkan untuk meminimalkan terjadinya ruptur
perineum diantaranya adalah :
1. Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), penolong meletakkan kain yang bersih
dan kering yang dilipat sepertiganya di bawah bokong ibu dan menyiapkan kain
atau handuk bersih di atas perut ibu, untuk mengeringkan bayi segera setelah
lahir.
2. Melindungi perineum dengan satu tangan dengan kain bersih dan kering, ibu jari
pada salah satu sisi perineum dan empat jari tangan pada sisi yang lain pada
belakang kepala bayi.
3. Menahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan perineum.
4. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala, bahu, dan seluruh
tubuh bayi secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi regangan
berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.
G. BAHAYA DAN KOMPLIKASI RUPTUR PERINEUM
1. Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur
derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva
mengenai clitoris.
2. Laserasi perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat
dengan anus. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu
sehingga timbul jaringan parut.
III. DIAGNOSA YANG LAZIM MUNCUL
a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau distensi,
efek-efek hormonal.
b. Menyusui in efektif b.d tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi
bayi, tingkat dukungan, struktur atau karakteristik fisik payudara ibu.
c. Resiko tinggi infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb,
prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur keluban lama,
mal nutrisi.
d. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema jaringan,
efek-efek anesthesia.
e. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak adekuat,
kehilangan cairan belebihan.
f. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan
analgesia, kurang masukan, nyeri perineal.
g. Perubahan menjadi orang tua b.d kurang dukungan diantara atau dari orang
terdekat, kurang pengetahuan, adanya stressor.
h. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis, nyeri atau
ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
i. Kurang pengetahuan b.d kurang pemajanan atau mengingat, kesalahan interpretasi,
tidak mengenal sumber-sumber
DAFTAR PUSTAKA
Irawati, D. (1996), Standart Praktek Keperawatan, Tidak dipublikasikan, Jakarta;
Bahan Kuliah FIK-UI.
Orem, D. E. (1971), Nursing Concepts of Practise, New York Mc. Graw - Hill
Prawiroharjo. S (1992), Ilmu Kebidanan, Jakarta.Yayasan Bina Pustaka.
Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.
Sahar, J. (1996), Standart Praktek Keperawatan, Disampaikan pada kuliah
Manejement Keperawatan, Jakarta. FIK – UI
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Tridasa. Jakarta