lp kista ovarium

27
LAPORAN PENDAHULUAN STASE MATERNITAS KISTA OVARIUM RUANG BOUGENVILLE RSUD GOETENG TAROENADIBRATA Oleh: DANIAR DWI AYUNANI G1B211077 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: dwi-kristiarini

Post on 02-Jan-2016

1.658 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE MATERNITAS

KISTA OVARIUMRUANG BOUGENVILLE RSUD GOETENG TAROENADIBRATA

Oleh:

DANIAR DWI AYUNANI

G1B211077

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PROGRAM PROFESI NERS

PURWOKERTO

2012

A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan di Indonesia,

berkembang pula upaya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap

wanita yang semakin membaik. Sarana dan prasarana di pelayanan

kesehatan menunjang terdeteksinya penyakit wanita yang bermacam-

macam, termasuk penyakit ginekologi. Berbagai macam penyakit

sistem reproduksi yang memiliki efek negatif pada kualitas kehidupan

wanita dan keluarganya dengan gejala salah satunya gangguan

menstruasi seperti menarche yang lebih awal, periode menstruasi yang

tidak teratur, panjang siklus menstruasi yang pendek, paritas yang

rendah, dan riwayat infertilitas (Heffner & Danny, 2008).

Gangguan menstruasi yang umum pada wanita biasanya terjadi

dismenore atau nyeri saat haid. Dismenore atau menstruasi yang

menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang

paling umum dialami wanita dari berbagai usia. Selain itu periode

menstruasi yang tidak teratur dengan volume pengeluaran darah yang

berlebih dapat mengakibatkan anemia. Anemia menyebabkan

penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen (Wiliams, 2005).

Nyeri yang berlebih pada saat haid juga dapat terjadi akibat

adanya massa pada organ reproduksi seperti kista atau tumor. Kista

adalah bentuk gangguan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos yang

abnormal. Pertumbuhan otot polos abnormal yang terjadi pada

ovarium disebut kista ovarium. Kista ovarium secara fungsional

adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan

siklus menstruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen. 2005).

Selama tahap kehidupan, massa yang biasanya disebabkan oleh

kista ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan

pasca infeksi pada tuba fallopii (Heffner & Danny, 2008). Kista

ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker

ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker ginekologi.

Di Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita

kanker ovarium sebanyak 23 .400 dengan angka kematian sebesar

13.900 orang. Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering

tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui

dimana sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium lanjut. Maka

penyakit ini disebut juga silent killer. Angka kejadian kanker ovarium

di Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan dan

pelaporan di negeri kita kurang baik. Sebagai gambaran di RSU,

kanker Dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30

kasus setiap tahun. Studi epidemologi menyatakan beberapa faktor

resiko nullipara, melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun

dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan

pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil

kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak

30–60% (Dharmais,2007).

Penanganan dan pengobatan kanker ovarium yang telah

dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatannya

sampai saat ini belum begitu ada manfaatnya termasuk pengobatan

yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka

kelangsungan hidup 5 tahun penderita kanker ovarium pada stadium

lanjut berkisar 20-30 %, oleh karena itu sebagai perawat dalam

menangani masalah klien dengan kista ovarium atau kanker ovarium

maka perlu memperhatikan aspek biopsikososialspiritual dalam

pemberian asuhan keperawatannya, sehingga hal ini yang menarik

penulis untuk membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kista

ovarium.

2. Tujuan

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan

mahasiswa dapat mengelola pasien dengan kista ovarium.

B. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan

mahasiswa dapat :

a. Mengetahui konsep kista ovarium.

b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan kista ovarium.

c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan kista ovarium.

d. Melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan kista

ovarium.

e. Melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan.

f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan.

B. TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN

Beberapa pengertian mengenai kista ovarium sebagai berikut:

a Menurut (Winkjosastro, 2005) kistoma ovarii merupakan suatu

tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak

atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang

paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein.

Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan

letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya

kepala ke dalam panggul.

b Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal

pada ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium

secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh

hormonal dengan siklus mentsruasi (Bobak, Lowdermilk & Jensen.

2005).

c Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal,

folikel de graf atau korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul

akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium. (Smelzer & Bare,

2002)

d Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan terpisah dari

uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik

(Sjamsoehidayat, 2005).

Tumor ovarium sering jinak bersifat kista, ditemukan

terpisah dari uterus dan umumnya diagnosis didasarkan pada

pemeriksaan fisik (Sjamsoehidyat, 2005). Jenis-jenis kista ovarium

terdiri dari:

1. Kistoma ovari simpleks, kista yang permukaannya rata dan

halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral dan dapat

menjadi besar. Dinding kista tipis berisi cairan jernih yang

serosa dan berwarna kuning.

2. Kistodema ovari musinosum, bentuk kista multilokular,

biasanya unilateral dan dapat tumbuh menjadi besar.

3. Kistadenoma ovari serosum, kista yang berasal dari epitel

germinativum, kista ini dapat membesar.

4. Kista dermoid, teratoma kistik jinak dengan struktur ektodermal

berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada

mesoderm dan endoterm. Dinding kista keabu-abuan dan agak

tipis.

2. ETIOLOGI

Berdasarkan (Smelzer & Bare, 2002), penyebab dari kista

belum diketahui secara pasti, kemungkinan terbentuknya kista akibat

gangguan pembentukan hormon dihipotalamus, hipofisis atau di

indung telur sendiri (ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat

timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami

involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi

didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat

membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah

yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi. Kista

theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,

berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel

yang tidak terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari

folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.

3. TANDA DAN GEJALA

Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau

hanya sedikit nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang

berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang tajam.

Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena

mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis,

radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker

ovarium. Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala

atau perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang

serius. Berdasarkan (Mansjoer, 2002), gejala-gejala berikut mungkin

muncul bila anda mempunyai kista ovarium:

1. Perut terasa penuh, berat, kembung

2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)

3. Haid tidak teratur

4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar

ke punggung bawah dan paha.

5. Nyeri mendadak dibagian perut bawah

6. Nyeri pinggul ketika menstruasi

7. Menstruasi nyang datang terlambat disertai dengan nyeri

8. Menstruasi yang kadang memanjang dan memendek

9. Nyeri sanggama

10.Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada

saat hamil.

4. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa

fungsi ovarium yang normal tergantung pada sejumlah hormon, dan

kegagalan salah satu pembentukan hormon dapat mempengaruhi

fungsi ovarium tersebut. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal

jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisa dalam jumlah

yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan

penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna didalam

ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan, gagal

berinvolusi, gagal mereabsorbsi cairan dan gagal melepaskan sel telur,

sehingga menyebabkan folikel tersebut menjadi kista.

Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista

kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan siklus, folikel

dominan dengan diameter lebih dari 2.8cm akan melepaskan oosit

mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada

saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tenga-tengah.

Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan

mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila

terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian

secara gradual akan mengecil selama kehamilan.

Kista ovari berasal dari proses ovulasi normal disebut kista

fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikural dan

luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut

dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuik FSH dan HCG.

5. PATHWAY

Ketidakseimbangan dan kegagalan salah satu pembentukan hormon yang mempengaruhi indung telur

Fungsi ovarium abnormal

Penimbunal folikel yang terbentuk secara tidak sempurna

Folikel gagal mengalami pematangan, gagal berinvolusi dan gagal mereabsorbsi cairan

Terbentuk kista ovarium

Adanya cairan dalam jaringan di daerah ovarium

Klien merasa nyeri diperut bagian bawah

Nyeri akut b.d agen injury biologi

Ansietas b.d perubahan status

kesehatan

Pembedahan

Jaringan terputus

Kerusakan integritas

jaringan b.d faktor mekanik

Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan

fisik

Klien mengalami ketakutan dalam

melakukan mobilisasi

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berdasarkan (Winkjosastro, 2005) bahwa pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan kista ovarium

sebagai berikut:

1. Laparaskopi, pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui

apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk

menentukan silat-sifat tumor itu.

2. Ultrasonografi, pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas

tumor apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung

kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan

pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.

3. Foto Rontgen, pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya

hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat

dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram

intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di

atas.

4. Pap smear, untuk mengetahui displosia seluler menunjukan

kemungkinan adaya kanker atau kista.

7. PENATALAKSANAAN

Berdasarkan Hamylton (2005); Bobak, Lowdermilk, & Jensen

(2004); Winkjosastro (2005) bahwa penatalaksanaan yang dapat

dilakukan pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:

a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui

tindakan bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi

salpingooforektomi. Tindakan operasi pada tumor ovarium

neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan

mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung

tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi, perlu

dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan

pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi).

b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium

dan menghilangkan kista.

c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat

kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan

abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra

abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar

biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini

dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai

penyangga.

d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien

tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik

atau tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen

atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan

yang akan terjadi seperti tanda-tanda infeksi, perawatan insisi luka

operasi.

e. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan

yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti

hemorargi atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui

tanda-tanda vital, asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi

intravena, antibiotik dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi

mencakup tindakan pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap

eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan

emosional Ibu.

f. Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita,

karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor

terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha

pernafasan, tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan

perdarahan. Perawat juga harus mengajarkan bagaimana aktifitas

pasien di rumah setelah pemulangan, berkendaraan mobil

dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh

mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan

mengangkat benda-benda yang berat karena aktifitas ini dapat

menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktifitas seksual

sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol untuk

evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.

8. KOMPLIKASI

Berdasarkan Winkjosastro (2005) bahwa beberapa ahli

mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker

ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker

masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas

40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap

kemungkinan terjadinya kanker ovarium. Faktor resiko lain yang

dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang berfungsi

menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia

subur menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami

keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik segera melakukan

pemeriksaan lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.

C. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KISTA OVARIUM

1. PENGKAJIAN

- Data fokus dari status obstetrikus, meliputi :

a. Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau

b. Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan

- Pengkajian pasca operasi rutin,

a. Kaji tingkat kesadaran

b. Ukur tanda-tanda vital

c. Auskultasi bunyi nafas

d. Kaji turgor kulit

e. Pengkajian abdomen: inspeksi ukuran dan kontur abdomen,

auskultasi bising usus, palpasi terhadap nyeri tekan dan massa,

tanyakan tentang perubahan pola defekasi, kaji status balutan

f. Kaji terhadap nyeri atau mual

g. Palpasi nadi pedalis secara bilateral

h. Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan

lamanya waktu di bawah anestesi.

i. Kaji status psikologis pasien setelah operasi

2. DIAGNOSA

Herdman (2010), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien

dengan kista ovarium adalah

a. Nyeri akut b.d agen cedera biologi

b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

c. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik

d. Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (KRITERIA HASIL, INTERVENSI, RASIONAL)

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONALNyeri akut b.d agen cedera biologi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol nyerinya, nyeri berkurang dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Target

1. Pasien mampu mengenali faktor penyebab nyeri

2. Mengenali onset nyeri

3. Memberikan analgesik (kolaborasi dengan tim kesehatan lain)

4. Melaporkan kontrol nyeri

5. Pasien mampu melaporkan nyerinya

6. Klien mengetahui frekuensi nyeri

3

3

3

3

3

3

5

5

5

5

5

5

NIC: Pain Management

1. Melakukan pengkajian secara komprehensif mengenai lokasi, karakteristik, lamanya, frekuensi, kualitas nyeri dan faktor presipitasi

2. Mengobservasi penyebab ketidaknyamanan klien secara verbal dan nonverbal

3. Menyakinkan klien akan pemberian analgesik4. Menggunakan komunikasi teraupetik untuk

mengetahui pengalaman nyeri pasien5. Mengkaji dampak dari pengalaman nyeri (ggg

tidur, ggg hubungan)6. Mengontrol faktor lingkungan yang

menyebabkan klien merasa tidak nyaman (ruangan, temperatur, cahaya)

7. Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi seperti bimbingan imajinasi, nafas dalam

1. Mengetahui kualitas nyeri pasien

2. Dapat mengurangi rasa cemas dan takut sehingga mampu mengurangi rasa sakit

3. Menurunkan nyeri4. Komunikasi terapeutik

mampu menurunkan kecemasan

5. Mengetahui kondisi ketidaknyamanan klien yang kemungkinan mampu mengagnggu kualitas hidupnya

6. Meminimalkan nyeri dengan menciptakan lingkungan nyaman

7. Meningkatkan relaksasi

Keterangan: 1: tidak pernah menunjukan2: jarang menunjukan3: kadang-kadang menunjukan4: sering menunjukan5: konsisten menunjukan

Kecemasan b.d perubahan peran dan status kesehatan

Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 3x24 Jam Diharapkan kecemasan menurun dengan kriteria hasil sebagai berikut:Indikator Awal Target 1. Klien mampu

mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

3. Vital sign dalam batas normal

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya

3

3

3

3

5

5

5

5

1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

2. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

3. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

4. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien5. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan

tehnik relaksasi6. Dengarkan dengan penuh perhatian7. Identifikasi tingkat kecemasan8. Bantu pasien mengenal situasi yang

menimbulkan kecemasan9. Dorong pasien untuk mengungkapkan

perasaan, ketakutan, persepsi

1. Mengurangi kecemasan selama tindakan untuk kesehatan klien

2. Mengalihkan perhatian dengan berbincang-bincang

3. Mengurangi kecemasan4. Keluarga dapat

memberikan kenyamanan pada pasien

5. Untuk meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kecemasan

kecemasan

Keterangan: 1: keluhan ekstrim2: keluhan berat3: keluhan sedang4: keluhan ringan5: tak ada keluhan

Hambatan mobilitas fisik b.d kelemahan fisik

Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 3x24 Jam Diharapkan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:Indikator Awal Target 1. Klien meningkat

dalam aktivitas fisik

2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah

3

3

3

5

5

5

Keterangan: 1: keluhan ekstrim

1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

2. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

3. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi4. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan

ADLs secara mandiri sesuaikemampuan

5. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

1. Mengetahui status kemampuan klien dalam latihan ambulasi

2. Merubah posisi mencegah dekubitus

2: keluhan berat3: keluhan sedang4: keluhan ringan5: tak ada keluhan

Kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik

Setelah Dilakukan Tindakan Keperawatan 3x24 Jam Diharapkan Integritas Jaringan Baik Dengan Kriteria Hasil Segabai Berikut:

Indikator Awal Target 1. Integritas Kulit Yang Baik Bisa Dipertahankan (Sensasi, Elastisitas,Temperatur, Hidrasi, Pigmentasi)2. Perfusi Jaringan Baik3. Menunjukan Proses Perbaikan Kulit4. Mempertahankan Kelembaban Kulit5. Menunjukkan Terjadinya Proses penyembuhan luka

3

3

3

3

3

5

5

5

5

5

1. Anjurkan pasien untuk menggunakanpakaian yang longgar

2. Hindari kerutan pada tempat tidur3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

dan kering4. Anjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi5. Monitor kulit akan adanya kemerahan6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien7. Monitor status nutrisi pasien8. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman

luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal

9. Ajarkan pada keluarga tentang luka danperawatan luka

10. Lakukan tehnik perawatan luka

1. Mengurangi penekanan daerah luka

2. Mengurangi kelembapan3. Menjaga kebersihan luka4. Untuk mempercepat

penyembuhan luka5. Memungkinkan infeksi6. Mengetahui sejauh mana

klien dapat melakukan mobilisasi

7. Protein menyebabkan percepatan penyembuhan luka

8. Mengetahui kondisi luka untuk perbaikan luka

9. Mempercepat granulasi luka

Keterangan: 1: keluhan ekstrim2: keluhan berat3: keluhan sedang4: keluhan ringan5: tak ada keluhan

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.

Hefner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby. Philadelphia.

Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA.

Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Smelzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Williams, Rayburn F. (2005). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya medika.

Winkjosastro, Hanifa, (2005), Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka