lp kejang demam

45
KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN A. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran tubuh yang meliputi BB, TB, LK, LD, dan lain-lain atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel – sel pada semua sistem organ tubuh. (Vivian nanny, 2010). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitas, yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas, serta bersifat konkret yang menyangkut ukuran dan struktur biologis (Mansur, 2009). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan (Soetjiingsih, 2005). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau fungsi semua system organ tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi-fungsi system organ tubuh (Vivian nanny, 2010) Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Pemkot Malang Dinkes, 2007) B. Ciri – ciri dan Prinsip- prinsip Tumbuh kembang 1

Upload: diyah-rahmawati

Post on 21-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

LP kejang demam

TRANSCRIPT

Page 1: LP Kejang Demam

KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

A. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran tubuh yang meliputi BB, TB,

LK, LD, dan lain-lain atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel – sel pada

semua sistem organ tubuh. (Vivian nanny, 2010).

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitas, yang mengacu

pada jumlah, besar, dan luas, serta bersifat konkret yang menyangkut ukuran dan

struktur biologis (Mansur, 2009).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan

sebagai hasil proses pematangan (Soetjiingsih, 2005).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau fungsi semua system

organ tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi-fungsi system

organ tubuh (Vivian nanny, 2010)

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam kemampuan gerak, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian (Pemkot Malang Dinkes, 2007)

B. Ciri – ciri dan Prinsip- prinsip Tumbuh kembang

1. Ciri – ciri tumbuh kembang anak.

a. Perkembangan menimbulkan perubahan

Perkembangan terjadi bersama dengan pertumbuhan.Setiap pertumbuhan

disertai perubahan fungsi.

b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan

perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu

tahap perkembangan sebelum ia belum melewati tahapan sebelumnya.

c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda

sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang

1

Page 2: LP Kejang Demam

berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan

fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.

d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan

Anak sehat, bertambah umur, bertambah besar dan tinggi badannya serta

bertambah kepandaiannya.

e. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan

Tahap-tahap perkembangan tidak bisa menjadi terbalik.

f. Perkembanagn mempunyai pola yang tetap

Perkembangan fungsi organ tubuh mempunyai dua pola, yaitu pola

sefalokaudal dan pola proksimodistal.

1. Prinsip – prinsip tumbuh kembang.

a. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar

kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya

sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan

perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha melalui belajar.Anak

memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan

pola potensi yang dimiliki anak.

b. Pola perkembangan dapat diramalkan.

Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan

demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan.Perkembangan

berlangsung dari tahapan spesifik dan terjadi berkesinambungan.

C. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya dasar – dasar

kepribadian manusia. Kemampuan pengindraan, berfikir, ketrampilan, berbahasa

dan berbicara, bertingkah laku sosial dll. Ada 2 faktor yang mempengaruhi

proses tumbuh kembang optimal seorang anak yaitu :

1. Faktor dalam

a. Ras / etnik dan bangsa

2

Page 3: LP Kejang Demam

Anak yang dilahirkan dari ras / bangsa Amerika maka ia tidak memiliki

faktor hereditas ras / bangsa Indonesia atau sebaliknya.

b. Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,

gemuk atau kurus.

c. Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun

pertama kehidupannya.

d. Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada

laki – laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-

laki akan lebih cepat.

e. Genetik

Genetic (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak

akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang

bepengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.

f. Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan

seperti ada sindrom downs dan sindrom turner.

2. Faktor luar

a. Faktor prenatal

b. Faktor persalinan

c. Faktor pasca salin

D. Aspek – aspek perkembangan yang dipantau

1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan

otot-otot besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya.

3

Page 4: LP Kejang Demam

2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan begian – bagian tubuh

tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang

cermat seperti mengambil sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.

E. Teori Tumbuh Kembang

1. Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud

Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar

psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan

pentingnya arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan

bahwa berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan

oleh gangguan atau hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya.

Dasar psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar

gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan kemasa

bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut

dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan.

a. Fase Oral

Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan

kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup

tahun pertama kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya.

Ia perlu dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental

sangat tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat

gangguan atau hambatan dalam hal ini maka akan terjadi fiksasi oral,

artinya pengalaman buruk, tentang masalah makan dan menyapih akan

menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga perilakunya diperoleh

pada fase oral.

Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini

akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil

4

Page 5: LP Kejang Demam

dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan

tingkah laku.

b. Fase Anal

Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak

menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic.

Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan

dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini

adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya

mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk

merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini

hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-

benda hanya untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini

seorang anak masi bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main

bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.

c. Fase Falik

Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal

antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal dengan

pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar

menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang

negative ini kemudia menyebabkania menjauhi orang tua dengan jenisn

kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase

praoediopal biasanya senang bermain denagn anak yang jenis kelaminnya

berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok dengan

anak sejenis.

d. Fase Laten

Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang

terentang 7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa

pubertas. Periode ini merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus

berhadapan dengan berbagai tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa.

5

Page 6: LP Kejang Demam

Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru

ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih

berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang sedang dialami si

anak.

e. Fase Genital

Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir

dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan

yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si

anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.

2. Teori tumbuh Kembang Erik Erikson

Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia

mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan

pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan

psikologis. Ia melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara

perkembangan psikologis dan pertumbuhan fisis. Erikson membagi

perkembangan manusi dari awal hingga akhir hayatnya menjadi 8 fase dengan

brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap fase. Lima fase pertama

adalah saat anak tumbuh dan berkembang.

a. Masa Bayi

Kepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi interaksi

sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman dalam

diri si anak. Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap dunia

luar.

b. Masa Balita

Kemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira

sejajar dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk

menegakkan kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena

itu masih perlu mebdapat bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang

6

Page 7: LP Kejang Demam

banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-

kompulsif dan yang lebih berat lagi adalah sifat atau keadaan paranoid.

c. Masa Bermain

Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada

umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar

mengembangkan kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai

berkembang pula dan bersama temannya mulai belajar merencanakan

suatu permainan dan melakukannya dengan gembira.

d. Masa Sekolah

Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak

mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut

perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan

tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia

mulai senang untuk belajar bersama.

e. Masa Remaja

Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun

masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis

menjadi sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai

figure identifikasi lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi satu

per satu.

3. Teori Tumbuh Kembang Menurut Piaget

Piaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif.

Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai dari suatu

orientasi yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya memasuki

dunia sosial. Piaget membagi perkembangan menjadi empat fase:

a. Fase Sensori-motor (0-2 tahun)

Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat terpusat

pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat fisik,

7

Page 8: LP Kejang Demam

fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan

keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya.

b. Fase Pra-operasional (2-7 tahun)

Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif.

Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan

kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan

bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7 tahun) anak

makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir secara timbal

balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa.

c. Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun)

Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya

menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-

temannyadan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya

sendiri.

d. Fase Operasional Formal (11-16 tahun)

Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf

kemampuan berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini

memungkinkan remaja untuk masuk ke dalam dunia pendidikan yang

lebih kompleks, yaitu dunia pendidikan tinggi.

8

Page 9: LP Kejang Demam

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEJANG DEMAM

A. DEFINISI

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat

dari aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang

berlebihan. (Cecily L. Betz, buku saku keperawatan pediatric, 2002)

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang

demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai

pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu

awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.

(Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 2006).

Kejang merupakan malfungsi singkat pada system listrik otak yang terjadi akibat

cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. (Whaley & Wong’s, edisi 6,

2009)

B. ETIOLOGI

Penyebab kejang meliputi beberapa faktor: (Wong, 2009)

1. Faktor genetik

2. Cedera otak pada masa prenatal, perinatal, atau pascanatal. Cedera dapat

berupa trauma, hipoksia (gangguan sirkulasi), infeksi (encephalitis,

meningitis), toksin eksogen atau endogen dan berbagai factor lain.

3. Gangguan biokimia (hipoglikemia, hipokalsemia, dan defisiensi nutrisi

tertentu).

C. KLASIFIKASI KEJANG

Menurut Price, 2006 kejang diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Kejang parsial (fokal, local)

1. Kejang parsial sederhana

9

Page 10: LP Kejang Demam

a) Kesadaran tidak terganggu

b) Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh

c) Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil

2. Kejang parsial kompleks

a) Terdapat gangguan kesadaran

b) Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang

berulang-ulang pada tangan.

b. Kejang umum (konvulsif atau non konvulsif)

1. Kejang absens

a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

b) Tatapan terpaku kurang dari 15 detik

c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada

d) Dimulai dari usia 4-14 tahun dan sembuh sendiri saat usia 18 tahun

2. Kejang mioklonik

a) Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang

terjadi mendadak

b) Sering terlihat pada orang sehat saat tidur

c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik

d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat

3. Kejang tonik-klonik

a) Diawali hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku pada ekstremitas,

batang tubuh dan wajah, berlangsung kurang dari 1 menit

b) Disertai hilangnya control kandung kemih dan usus

c) Tidak ada respirasi dan sianosis

d) Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan

bawah

e) Letargi, konfusi

4. Kejang atonik

10

Page 11: LP Kejang Demam

a) Hilangya tonus secara mendadak sehingga meyebabka kelopak mata

turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah

b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan

5. Status epileptikus

a) Biasanya kejang tonik-klonik umumnya terjadi berulang-ulang

b) Anak tidak sadar kembali diantara kejang

c) Potensila depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia

d) Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

D. PATOFISIOLOGI

Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui

membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun

membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan

terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung

lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,

hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah

gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel

neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari

sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang

11

Page 12: LP Kejang Demam

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi

epilepsi.

E. PATHWAY

12

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

Difusi Na dan Ca berlebih

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

kejang

parsial umum

sederhana kompleks absens mioklonik Tonik klonik

atonik

Kesadaran Gg peredaran darah

Aktivitas otot

Resiko injury Reflek menelan

aspirasi

hipoksi

Permeabilitas kapiler

Sel neuron otak rusak

Metabolisme

Keb. O2

asfiksia

Suhu tubuh makin meningkat

Page 13: LP Kejang Demam

F. TANDA DAN GEJALA

1. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral

2. Mata terbalik ke atas

3. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan

atau kekakuan fokal

4. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8%

berlangsung lebih dari 15 menit

5. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),

6. Suhu 38 0C atau lebih.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Penanganan fase akut (Mansjoer A.,dkk, 2000)

1. Hentikan kejang segera

Pemberian antipiretik (jika terjadi hiperpireksia)

Pemberian diazepam

a) IV: 0.3-0.5mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/ menit dengan

dosis maksimal 20mg.

b) Intrarektal: 5mg (BBkg<10), 10mg (BB>10kg)

2. Tindakan penunjang

a) Posisi kepala lebih rendah & miring

b) Saluran napas tetap terbuka

c) Pakaian ketat dilonggarkan

d) Amankan lidah

e) Kosongkan isi lambung

f) Jamin intake

g) Oksigen / antibiotik kalau perlu

13

Page 14: LP Kejang Demam

Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital

(IM) diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia 1bln-

1thn: 50mg, usia >1thn 75mg.

Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-20mg/kgBB

(IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fentolin harus

dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fentolin bersifat basa

dan menyebabkan iritasi vena.

b. Maintenance anti kejang

Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital (IM)

diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia 1bln-1thn:

50mg, usia >1thn 75mg. 4 jam kemudian berikan fenobarbital untuk 2 hari

pertama 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Dosis total tidak melebihi

200mg/hari. Efek samping dapat berupa hipotensi, penurunan kesadaran, dan

depresi pernapasan.

Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-20mg/kgBB

(IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fentolin harus

dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fentolin bersifat basa

dan menyebabkan iritasi vena. Lanjutkan fentolin dengan dosis

4-8mg/kgBB/hari, 12-24jam setelah dosis awal.

c. Mencari & mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya

pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala

meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

d. Pengobatan profilaksis.

1) Profilaksis intermiten

14

Page 15: LP Kejang Demam

Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5

mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat

pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg)

dan 10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari

38,5˚C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan

hipotonia.

2) Profilaksis terus menerus.

Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya

epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan

fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang

dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun

setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk

poin 1 dan 2) :

1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist

atau perkembangan (missal serebral palsy atau mikrosefal)

2) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan

neurologist sementara atau menetap.

3) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

4) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau

terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.

5) Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan

pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu

pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di

samping antipiretik.

15

Page 16: LP Kejang Demam

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. EEG: untuk membantu menentukan jenis dan fokus dari kejang.

b. CT-Scan: mendeteksi perbedaan perapatan jaringan.

c. MRI: memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak terlihat dengan CT-

Scan

d. Labolatorium: elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, darah lengkap, kadar

obat dalam serum

e. LP: mendeteksi tekanan abdnormal dari CSS.

f. PET (positron emission tomography): mendemonstrasikan perubahan

metabolic (mis: penurunan metabolism glukosa pada sisi lesi).

(Betz, Cecily L, dkk. 2002.)

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a.       Identitas : umur, alamat

b.      Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) :

demam, iritabel, menggigil, kejang)

2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat

masuk rumah sakit) : kapan mulai panas ?

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) : pernah kejang dengan

atau tanpa demam?

4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain

baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara kandung pernah

kejang?

5) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang ?

6) Riwayat imunisasi

16

Page 17: LP Kejang Demam

c.       Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,

panjang badan, usia)

2) Pemeriksaan persistem

a) Sistem persepsi sensori :

  Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal

  Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering

b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing

c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,

d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak

teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, sianosis

perifer

e) Sistem gastrointestinal :

  Mulut : membran mukosa lembab / kering

  Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi

  Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,

konsistensi, darah, melena

f) Sistem integumen : kulit kering / lembab

g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria

d. Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi ?,

b) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah

e. Pola eliminasi

a)      Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah

b)      Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria

f. Pola aktifitas dan latihan

g. Pola kognitif dan perceptual

h. Pola toleransi dan koping stress

i. Pola nilai dan keyakinan

17

Page 18: LP Kejang Demam

j. Pola hubungan dan peran

k. Pola seksual dan reproduksi

l. Pola percaya diri dan konsep diri

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolic

b. Resiko aspirasi b.d akumulasi secret, muntah, penurunan kesadaran

c. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan

d. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran

vena dan arteri.

e. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan,

krisis situasional

18

Page 19: LP Kejang Demam

3. Intervensi Keperawatan

NoDiagnosa

KeperawatanTujuan Intervensi

1. Hipertermi b.d, pening-katan metabolik, viremia

Batasan karakteristik :-          Suhu tubuh

> nor-mal-          Kejang-          Takikardi-          Respirasi

meningkat-          Diraba

hangat-          Kulit

memerah

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam suhu badan pasien normal, dengan kriteria :

Termoregulasi (0800)1. Suhu kulit normal2. Suhu badan 35,9˚-37,3˚C3. Tidak ada sakit kepala /

pusing4. Tidak ada nyeri otot5. Tidak ada perubahan warna

kulit 6. Nadi, respirasi dalam batas

normal7. Hidrasi adequate8. Pasien menyatakan nyaman9. Tidak menggigil10. Tidak iritabel / gra-gapan /

kejang

Mengatur Demam (3900) Monitor suhu sesuai kebutuhan Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi Monitor suhu dan warna kulit Monitor dan laporkan tanda dan gejala

hipertertermi Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang

tinggi Berikan antipiretik sesuai advis dokter

Mengobati Demam (3740)1. Monitor suhu sesuai kebutuhan2. Monitor IWL 3. Monitor suhu dan warna kulit 4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi5. Monitor derajat penurunan kesadaran6. Monitor kemampuan aktivitas7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb8. Monitor intake dan output9. Monitor adanya aritmia jantung10. Dorong peningkatan intake cairan11. Berikan cairan intravena12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin13. Dorong atau lakukan oral hygiene14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien

19

Page 20: LP Kejang Demam

menggigil / kejang15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati

penyebab demam16. Berikan oksigen17. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila.18. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut19. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin,

tipis dan menyerap keringat

Manajemen Lingkungan (6480)1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih

dan nyaman 3. Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum

makan2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan

kegiatan perawatan klien 4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan

SOP5. Berikan perawatan kulit di area yang odema6. Dorong klien untuk cukup istirahat7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik

aseptik8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis

dokter

20

Page 21: LP Kejang Demam

2. Resiko aspirasi b.d aku-mulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran

Faktor ResikoPenurunan reflek batukPenurunan kesadaranGangguan menelanProduksi secret me-ningkatDispneu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam klien tidak mengalami aspirasi, dengan kriteria :

Respiratory status : ventilation (0403)1. Respirasi dalam rentang

normal2. Ritme dalam batas normal3. Ekspansi dada simetris4. Tidak ada sputum5. Tidak ada penggunaan otot-

otot tambahan6. Tidak ada retraksi dada7. Tidak ditemukan dispneu8. Dispneu saat aktivitas tidak

ditemukan9. Napas pendek-pendek tidak

ditemukan10. Tidak ditemukan taktil

fremitus11. Tidak ditemukan suara napas

tambahan

Respiratory status : gas exchange (0402)

Memonitor Respirasi (3350)1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha

napas2. Catat gerakan dada apakah simetris, ada

penggunaan otot tambahan, dan retraksi3. Monitor crowing, suara ngorok4. Monitor pola napas : bradipneu, takipneu,

kusmaull, apnoe5. Dengarkan suara napas : catat area yang

ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan

6. K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau krakles

7. Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger8. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif9. Catat karakteristik dan durasi batuk10. Monitor secret di saluran napas11. Monitor adanya krepitasi12. Monitor hasil roentgen thorak13. Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw

thrust bila perlu14. Resusitasi bila perlu15. Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral,

injeksi, atau terapi inhalasi)Membersihkan Jalan Nafas (3160)1. Pastikan kebutuhan suctioning2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah

suctioning3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang

21

Page 22: LP Kejang Demam

1. Status mental dalam batas normal

2. Bernapas dengan mudah3. Gelisah tidak ditemukan4. Tidak ada sianosis5. Tidak ada somnolent

suctioning4. Meminta klien napas dalam sebelum suctioning5. Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk

memfasilitasi suctioning na-sotrakheal6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan

tindakan7. Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah

kateter dikeluarkan dari nasotrakheal8. Monitor status oksigen pasien9. Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan

bradikardi

Manajemen Jalan Nafas ( 3140)1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau

jaw thrust bila perlu2. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi3. Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan

napas buatan4. Pasang mayo bila perlu5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction7. Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas

tambahan8. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu9. Monitor respirasi dan status oksigen

Mencegah Aspirasi (3200)1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag

22

Page 23: LP Kejang Demam

reflek dan kemampuan menelan2. Monitor status paru-paru3. Pertahankan airway4. Alat suction siap pakai, tempatkan disamping

bed, dan suction sebelum makan5. Beri makanan dalam jumlah kecil6. Pasang NGT bila perlu7. Cek posisi NGT sebelum memberikan makan8. Cek residu sebelum memberikan makan9. Hindari pemberian makanan jika residu banyak10. Libatkan keluarga selama pemberian makan11. Potong makanan menjadi kecil-kecil12. Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40˚ selama

dan setelah pemberian makan13. Anjurkan / atur posisi klien semi fowler atau

fowler ketika makan14. K/p per sonde atau drip feeding15. Cek apakah makanan mudah di telan

Mengatur posisi (0840) Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.

4 Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam tidak terjadi cidera, dengan criteria :1. Status neurologist

Manajemen Lingkungan1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera,

seperti lingkungan yang aman untuk klien, menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)

23

Page 24: LP Kejang Demam

2. Fungsi neurologi: sadar, kontrol gerakan pusat, fungsi motorik atau sensorik otak dalam batas yang diharapkan.

3. Dapat berkomunikasi4. Ukuran pupil dalam batas

normal5. Pupil reaktif6. Tak ada kejang7. Tak ada sakit kepala8. Pola nafas dalam batas

normal.9. Pola istirahat tidur ter-cukupi

Kontrol Resiko

- Mengakui adanya risiko- Monitor faktor risiko

lingkungan.- Mengembangkan strategi

kontrol risiko yang efektif- Menghindari eksposur yang

mengancam kesehatan.- Mengenali perubahan status

kesehatan

2. Memasang pengaman tempat tidur3. Memberikan penerangan yang cukup4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien5. Memindahkan barang-barang yang dapat

membahayakan6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan

pada klien dan keluarga adanya perubahan status kesehatan

Manajemen kejang1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury /

cidera.2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama

kejang.3. Longgarkan pakaian klien4. Temani klien selama kejang5. Mengatur airway6. Berikan oksigen bila perlu7. Berikan terapi iv line bila perlu8. Monitor status neurology9. Monitor vital sign10. Orientasikan kembali klien setelah kejang11. Laporkan lamanya kejang12. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang

terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan kejang.

13. Dokumentasikan informasi tentang kejang14. Kelola medikasi (kolaborasi)15. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.

24

Page 25: LP Kejang Demam

16. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu17. Monitor lama periode postictal dan

karakteristiknya

Pencegahan kejang1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah

tinggi, bila perlu2. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar

rumah sakit, bila perlu3. Monitor regimen terapi4. Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.5. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk

melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang terjadi

6. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek sampingnya.

7. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu8. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal

airway disamping tempat tidur.9. Pasang side rail tempat tidur10. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor

pemicu.

5 Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena dan arteri.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam perfusi jaringan serebral efektif, dengan criteria :Perfusi jaringan celebral- Fungsi neurology

Peningkatan perfusi cerebral :1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk

menentukan parameter hemodinamik (volume perfusi darah, nadi, respirasi, kesadaran, perdarahan), dan mengelola parameter tersebut dalam batas normal

25

Page 26: LP Kejang Demam

- Tekanan intrakranial dalam batas normal

- Tak ada sakit kepala- Tak ada bunyi bruit carotis- Tak gelisah- Tak ada agitasi- Tak ada muntah- Tak ada sinkope

Status neurology : kesadaran- Membuka mata terhadap

stimulasi eksternal- Orientasi cognitif - Komunikasi sesuai situasi- Mematuhi perintah- Berespon (gerak) terhadap

stimulus yang berbahaya (nyeri).

- Mengikuti terhadap stimulus dari lingkungan

- Tak ada kejang

2. Kelola / kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur hemodinamik

3. Monitor prothrombin, partial thromboplastin.4. Atur serum glukosa dalam batas normal5. Jaga hematokrit pada rentang 33% untuk terapi

hemodilusi hipervolemia.6. Monitor tanda perdarahan, status neurologi-

kesadaran7. Monitor tanda overload cairan.8. Monitor intake dan out put

Monitoring Neurologik :1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan

reaktivitas.2. Monitor tingkat kesadaran3. Monitor tingkat orientasi4. Monitor PCS5. Monitor memori saat ini, rentang perhatian,

memori masa lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku.

6. Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi, respirasi.

7. Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha untuk bernafas)

8. Monitor refleks kornea9. Monitor refleks batuk dan refleks muntah10. Monitor tonus otot, gerakan motorik.11. Monitor adanya tremor12. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus,

26

Page 27: LP Kejang Demam

pemendekan lapang pandang, aktivitas visual13. Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia,

kesulitan menemukan kata-kata.14. Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil,

stimulus berbahaya.15. Monitor adanya parestesia16. Monitor refleks babinski, respon cushing

6. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan, krisis situasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam kecemasan orang tua berkurang / hilang, dengan criteria :

Mengotrol cemas1. Klien/keluarga mampu

mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas

3. Vital sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas normal

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

5. Menunjukkan peningkatan konsentrasi dan

1. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care

2. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit

3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien/keluarga

4. Pahami harapan pasien/keluarga dalam situasi stres

5. Temani pasien/keluarga untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

6. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis

7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

8. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila perlu

9. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan 10. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan

perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakit11. Instruksikan pasien/keluarga menggunakan teknik

relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi, dll

27

Page 28: LP Kejang Demam

akurasi dalam berpikir 12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurang

28

Page 29: LP Kejang Demam

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC

John W. Santrock, 2002, Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup, edisi

5, Erlangga, Jakarta.

Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC

Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005

Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media

Aesculapius.

Marilyn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta

Sylvia A. Price & Loraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses

Penyakit, edisi 6. EGC. Jakarta

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC

29

Page 30: LP Kejang Demam

30