lp ggn eleminasi urine

39
GANGGUAN ELIMINASI URINE A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses) (Potter & Perry, 2006). Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan urine ke bladder. Dalam bledder urine di tampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian di keluarkan melalui uretra (Fundamental Nursing Skills and Concepts. Hal 705, 2009). Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sehingga urine dapat keluar dengan baik (Chris Brooker, 2009). Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui 1

Upload: ida-bagus-mustika

Post on 21-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

pepek mentul diisep...aahhhhh

TRANSCRIPT

GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik  berupa

urin atau bowel (feses) (Potter & Perry, 2006).

Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat

tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder

dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter

mengalirkan urine ke bladder. Dalam bledder urine di tampung sampai

mencapai batas tertentu yang kemudian di keluarkan melalui uretra

(Fundamental Nursing Skills and Concepts. Hal 705, 2009).

Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh

yang berupa cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung

kemih, dan uretra. Sehingga urine dapat keluar dengan baik (Chris Brooker,

2009).

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu

mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya

orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi

urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih

melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine (Azis, 2006)

a) Anatomi

Ginjal

Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron.

Tiap - tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler.

Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh - pembuluh darah yaitu

glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam

komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus - tubulus,

yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus

pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.

1

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal

terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal

(medula), dan bagian rongga ginjal(pelvis renalis).

a. Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan

penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn

darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang

tersusun bergumpal - gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus

dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus

dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan

darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan

simpai bownman. Zat - zat yang terlarut dalam darah akan masuk

kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat - zat tersebut akan

menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai

bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.

b. Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang

disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan

puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian

dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya

disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak

bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli

dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks

yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul

ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai

bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang

merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah

mengalami berbagai proses.

c. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,

berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan

ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor,

2

yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks

minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks

minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari

Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke

ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula

urinaria).

Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke

kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan

penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen

dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter

terdiri dari :

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah otot polos

c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik

tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam

kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin

melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam

bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung

kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia

muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter

terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan

pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya

mempunyai saraf sensorik.

Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon

karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang

kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :

3

1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan

bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale

yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan

prostate.

2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.

3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan

ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu,

peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika

submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung

kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki

uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat

kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis

kebagia penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki – laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria

2. Uretra membranosa

3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling

dalam), dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak

dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas,

panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika

muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari

vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara

uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan

vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

b) Fisiologi

Tahap – tahap Pembentukan Urine

a. Proses filtrasi

4

Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent

lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah,

sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah

kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai

bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,

bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginja.

b. Proses reabsorpsi

Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,

klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara

pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus

atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali

penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan

diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya

terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya

dialirkan pada pupila renalis.

c. Augmentasi (Pengumpulan)

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai

tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi

penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine

sesungguhnya.

Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di

bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria

(kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine

sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan

dari tubuh melalui uretra.

d. Mikturisi

Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam

kandung kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan

penanbahan tekanan di dalam kandung kemih dimana

saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine. Miktruisi merupakan

gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat –

pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh

5

kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu

mengosongkannya.

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres

reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah

± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi).

Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan

pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh

relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan

kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung

kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut –

serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter

bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol

volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani

kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan

terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa

disadari) dan retensi urine (kencing tertahan). Persarafan dan

peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan

kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi

untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan

ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan

membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi

penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari

umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah

kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis

sepanjang arteri umbilikalis (Potter & Perry, 2006).

c) Komposisi urine

Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh.

Organ ini membuang produk akhir metabolism tubuh. Urin terutama

tersusun atas air. Individu yang normal akan mengkonsumsi kurang

6

lebih 1-2 liter air perhari, dan dalam keadaan normal seluruh asupan

cairan ini akan diekskresikan keluar termasuk 400 – 500 ml yang akan

diekskresikan ke dalam urin. Sisanya akan diekskresikan lewat kulit,

paru-paru pada saat bernapas, dan feses. Elektrolit, yang mencakup

natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan ion-ion lain yang jumlahnya

lebih sedikit juga diekskresikan melalui ginjal.

Kelompok ketiga substansi yang muncul dalam urin terbentuk dari

berbagai produk akhir metabolism protein. Produk akhir yang utama

adalah ureum, dengan jumlah 25 g, diproduksi dan di ekskresikan setiap

harinya. Produk lain dari metabolism protein yang harus diekskresikan

antara lain,kreatinin, fosfat dan sulfat. Asam urat hasil dari metabolism

asam nukleat juga di ekskresikan.

Dalam keadaan normal glukosa dan asam amino akan diabsorsi

secara hampir sempurna, sehingga kedua substansi ini tidak

diekskresikan ke dalam urin. Protein dalam keadaan normal juga tidak

akan ditemukan dalam urin, karena tidak di filtrasi di glomerulus karena

ukurannya yang besar.

2. Penyebab/faktor predisposisi

a. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seorang anak tidak dapat mengontrol pola berkemihnya secara

volunter sampai ia berusia 18-24 bulan. Proses penuaan juga

mengganggu proses eliminasi urin. Masalah mobilitas, kelemahan dan

lansia juga mungkin akan mengalami kehilangan kemampuan untuk

merasakan bahwa kandung kemihnya penuh. Perubahan fungsi ginjal

dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan.

Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan

ginjal untuk memekatkan urin, sehingga lansia sering mengalami

nokturia (urinasi berlebihan pada malam hari).

b. Faktor Psikologis

Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk

berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat

7

membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan

emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi

sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total,

buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin di dalam

kandung kemih.

c. Faktor sosiokultural

Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan

sosial mempengaruhi waktu berkemih seperti istirahat sekolah.

d. Kebiasaan pribadi

Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa individu

memerlukan distraksi seperti membaca untuk rileks.

e. Intake cairan dan makanan

Alkohol mengahambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk

meningkatkan pembuangan urine, kopi, teh, coklat, cola (mengandung

kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.

f. Tonus Otot

Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi

kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi

yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai, yang

merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama

melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat

trauma.

g. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.

Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine.

h. Kondisi Penyakit

Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih

menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi

penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk

mengontrol urinasi. Misalnya diabetes mellitus dan sklerosis multiple

menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung

kemih. Penyakit juga dapat memperlambat aktivitas fisik mengganggu

8

kemampuan berkemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif,

dan parkinson merupakan contoh-contoh kondisi yang membuat individu

sulit mencapai dan menggunakan fasilitas kamar mandi. Penyakit-

penyakit yang menyebabkan kerusakan ireversible pada glomerulus atau

tubulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permanen.

i. Obat – obatan

Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk

meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh

penggunaan obat antikolinergik (mis. atropin), antihistamin (mis.

sudafed), antihipertensi (mis. aldomet), dan obat penyekat beta -

adrenergic (mis. Inderal).

j. Prosedur Bedah

Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan

analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi

glomerolus, mengurangi haluaran urin. Anastesi spinalis terutama

menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul dan

abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local pada

jaringan sekitar. Pembentukandiversi urinarius melalui pembedahan di

daerah kandung kemih atau uretra yang bersifatsementara (kanker

kandung kemih), memiliki stoma untuk mengeluarkan urin (Potter &

Perry, 2006).

3. Patofisiologi

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih

terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine

adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.

Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara

progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai

ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks

saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha

mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya

menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks

9

miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga

dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.

Kandung kemih dipersarafi saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori

dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4)

kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi

mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat

destrusor  berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal

dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.

Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot

kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung

kemih yang disebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat

tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau

bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali.

Gangguan pada eliminasi sangat beragam. Masing-masing gangguan

tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan trauma

yang menyebabkan cedera medulla spinalis, akan menyebabkan gangguan

dalam mengkontrol urine/inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada

tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.

Kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusaan saraf

simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi

koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau

menurunnya relaksasi otot spingter internal. Hipertrofi prostate, tumor atau

kekakuan leher vesika, striktur, bekuan darah, dan batu kencing

menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi

dilatasi bladder kemudian distensi abdomen, dapat merusak penghantaran

impuls sensorik dan motorik dan meyebabkan kemampuan otot detrusor

dan spingter dalam merespon keinginan untuk berkemih menjadi

terganggu. Selain itu analgesik narkotik dan anestesi dapat menyebabkan

rusaknya impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara kandung

kemih, medula spinalis, dan otak. Otot kandung kemih dan otot sfingter

juga tidak mampu merepons terhadap keinginan berkemih (Sylvia,2006).

10

PATHWAY

11

Operasi pada abdomen

bawah

Terdapat efek anestesi & analgesik

narkotik

Obstruksi saluran kemih

Trauma tulang

belakang

Luka pada medulla spinalis

(S2-S3)

Kemampuan otot detrusor dan spingter

untuk merespon keinginan berkemih

Inkontinensia urine

Kesulitan untuk mengontrol urinasi

Impuls sensorik dan motorik terganggu

Gangguan eliminasi

Adanya bekuan darah/ batu

Pengeluaran urine terhambat

penimbunan urine di dalam vesika urinaria

BPH, karsinoma prostat, striktur uretra,

trauma uretra

Terjadi penyempitan saluran kemih

Retensi urine

kerusaan saraf simpatis dan parasimpatis

4. Klasifikasi

a.Retensi Urine

Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung

kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus

berkumpul di kandung kemih, merenggangkan dindingnya sehingga

timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis,

gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda - tanda retensi urine

akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat

distensi kandung kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih

dapat menahan 2000 - 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat

obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan

motorik kandung kemih, efek samping obat dan ansietas (Potter & Perry,

2006).

b. Infeksi Saluran Kemih Bawah

Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.

Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke

dalam saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui uretra

akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme. Kebersihan

perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita.

Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah

praktik cuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum

yang salah yaitu dari arah belakang ke depan setelah berkemih atau

defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau

rasa terbakar selama berkemih (disuria) (Potter & Perry, 2006).

c.Inkontinensia Urine

Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak

lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia

adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia

stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia yang

berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat urine

yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi

12

dan sering mengalami inkontinensia terutama berisiko terkena luka

dekubitus. Inkontinensia urine yang terdiri atas :

1. Inkontinensia dorongan

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine

tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk

berkemih.

Kemungkinan penyebab :

Penurunan kapasitas kandung kemih

Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan

spasme (infeksi saluran kemih)

Minum alcohol atau kafein

Peningkatan cairan

Peningkatan konsentrasi urine

Distensi kandung kemih yang berlebihan

Tanda-tanda inkontinensia dorongan:

Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)

Spasme kandung kemih

2. Inkontinensia total

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine

yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.

Kemungkinan penyebab :

o Disfungsi neurologis

o Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan

o Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medulla spinalis

o Fistula

o Neuropati

Tanda-tanda inkontinensia total:

o Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan

o Tidak ada distensi kandung kemih

o Nokturia

o Pengobatan inkontinensia yang tidak berhasil

3. Inkontinensia stress

13

Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kehilangan

urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen

Kemungkinan penyebab:

Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang

yang berhubungan dengan penuaan

Tekanan intraabdomen tinggi

Distensi kandung kemih

Otot pelvis dan struktur penunjang lemah

Tanda-tanda inkontinensia stress

Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen

Adanya dorongan berkemih

Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)

4. Inkontinensia refleks

Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine

yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila

volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Kemungkinan

penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis).

Tanda-tanda inkontinensia refleks :

o Tidak adanya dorongan untuk berkemih

o Merasa bahwa kandung kemih penuh

o Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada

interval teratur

5. Inkontinensia fungsional

Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine

secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan

penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis)

Tanda-tanda inkontinensia fungsional :

Adanya dorongan untuk berkemih

Kontraksi mengeluarkan urine kandung kemih cukup kuat untuk

(Potter & Perry, 2006)

d. Enurisis

14

Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang

diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi

pada anak-anak atau pada orang tua (Isselbacher, Kurt J,1999.).

5. Gejala Klinis

a. Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih

b. Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih

c. Frekuensi : berkemih dengan sering

d. Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak

e. Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang

masuk

f. Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari

g. Hematuria : terdapat darah dalam urine

h. Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun ada

kontrol terhadap pengeluaran urine

i. Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai

ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih

j. Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume 100

ml atau lebih) (Potter & Perry, 2006).

6. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status

hidrasi klien

Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks

pada abdomen bagian bawah.

Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas,

peradangan dan luka

b. Palpasi

Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit

15

Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada

awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang

dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk ke 12)

Perawat yang memiliki keterampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal

selama proses pemeriksaan abdomen sehingga dapat mengungkapkan

adanya masalah seperti tumor.

Perawat mempalpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam

keadaan normal teraba lunak dan bundar.

c. Perkusi

Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan menimbulkan

nyeri selama perkusi dilakukan.

d. Auskultasi

Perawat melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya bunyi bruit

di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah

yang melalui arteri yang sempit)

Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi

yang tumpul (Fundamental Nursing Skills and Concepts, 2009).

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Urinalisis

2) Kultur Urine

b. Radiologi

1) Rontgenogram Abdomen

Rontgenogram abdomen juga sering disebut plain film, KUB, atau

flat plate pada abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji adanya

kelainan pada seluruh struktur saluran perkemihan. Procedur ini dapat

menentukan ukuran, kesimetrisan, bentuk, dan lokasi ginjal, ureter

serta struktur kandung kemih. Prosedur ini juga bermanfaat untuk

melihat batu (jika batu mengalami pengerasan) atau tumor pada organ

ini.

16

2) Pielogram Intravena

Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,

kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien

perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.

3) Pemindaian (scan) ginjal

Tes radionuklida, seperti pemindaian ginjal memungkinkan

visualisasi tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah

isotop radioaktif diinjeksi per IV.

4) Computerized Axial Tomography

Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk

memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu

dalam tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang

berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X yang

berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa

potongan lintang transfersal yang tipis.

5) Ultrasound ginjal

Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam

mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang

suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul

dari struktur jaringan

6) Sistoskopy

Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi

ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien.

Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator

yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk

melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk

menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.

7) Biopsi ginjal

Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan

dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa

dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat

17

dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan

(terbuka).

8) Angiografi (arteriogram)

Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem

arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau

cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan

untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau kista) (Potter

& Perry, 2006).

8. Theraphy/Tindakan Penanganan

Mempertahankan kebiasaan eliminasi

Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti

saat bangun tidur atau sebelum makan. Klien biasanya memerlukan

waktu untuk berkemih. Kebutuhan untuk berespons terhadap keinginan

berkemih klien juga merupakan hal yang penting. Penundaan dalam

membantu klien ke kamar mandi dapat mengganggu proses berkemih

normal dan menyebabkan inkontinensia.

Penggunaan obat-obatan

Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau yang

bersamaan dengan terapi lain dapat membantu masalah inkontinesia

dan retensi. Terdapat 3 tipe obat-obatan. Satu obat merelaksasi kandung

kemih yang mengalami ketegangan atau spasme sehingga

meningkatkan kapasitas kandung kemih. Satu obat menstimulasi

kontraksi kandung kemih sehingga meningkatkan pengosongan

kandung kemih. Dan satu obat lainya menyebabkan relaksasi otot polos

prostat, mengurangi obstruksi pada aliran uretra.

Kateterisasi

Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang

plastic atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter

memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang

tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami

obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan untuk mengukur

18

haluan urine per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak

stabil.

Pencegahan infeksi

Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai

cara. Mempertahankan drainase urine tertutup, merupakan tindakan

yang penting untuk mengotrol infeksi. System yang rusak dapat

menyebabkan masuknya organism. Daerah yang memiliki resiko ini,

adalah daerah insersi kateter, kantung drainase, clap, dan sambungan

antara selang dan kantung. Irigasi dan instilasi kateter diperlukan untuk

mempertahankan kepatenan urine menetap, kadang-kadang perlu untuk

mengirigasi atau membilas kateter.

Menguatkan otot dasar panggul

Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul

yang terdiri dari kontraksi kelompok otot yang berulang

Bladder retraining

Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal

perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air

kemih (Asmadi, 2008).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian (Data Subjektif dan Objektif)

1) Identitas Pasien

Nama :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan :

No. Reg :

Tgl. MRS :

Tgl. Pengkajian :

Dx Medis :

2) Identitas Penanggung Jawab

Nama :

19

Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Hub. dgn pasien :

3) Riwayat Kesehatan

- Keluhan utama :

- Riwayat penyakit sekarang :

- Riwayat kehamilan dan kelahiran:

- Riwayat kesehatan keluarga:

4) Pengkajian Fungsional Pola Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

b. Pola nutrisi dan metabolic

c. Pola cairan dan metabolic

d. Pola istirahat dan tidur

e. Pola aktivitas dan latihan

f. Pola eliminasi

g. Pola persepsi dan kognitif

h. Pola reproduksi dan seksual

i. Pola persepsi dan konsep diri

j. Pola mekanisme koping

k. Pola nilai dan kepercayaan

5) Pengkajian Fisik

- Keadaan umum pasien

- Kesadaran

- Pemeriksaan TTV

6) Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan radiologic

Analisa data:

a. Data subjektif :

- Klien mengatakan sulit untuk berkemih

- Klien merasakan nyeri ketika sedang berkemih

20

- Klien merasakan perutnya kembung (distensi kandung kemih)

- Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih

- Klien mengatakan tidak dapat menghambat berkemih secara

volunteer

b. Data objektif :

a. Inspeksi

- Mukosa mulut kering

- Terlihat adanya pembengkakan pada abdomen bagian bawah.

b. Palpasi

- Palpasi ginjal selama untuk mengetahui adanya masalah seperti

tumor.

- Palpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam keadaan

normal teraba lunak dan bundar

c. Auskultasi

- Adanya bunyi bruit di arteri ginjal

- Kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi yang

tumpul

d. Intake dan output cairan

- Kaji intake dan output cairan dalam sehari

- Kaji karakteristik urine (warna , kejernihan, bau)

- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui

ketidakseimbangan cairan

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Inkontinensia urinarius refleks

Retensi urine

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria

hasilIntervensi Rasional Evaluasi

Inkontinensia Setelah diberikan NIC Label: Urinary NIC Label: Urinary S :

21

urine reflex asuhan keperawatan

selama ..x24 jam

diharapkan

inkontinensia pada klien

berkurang dengan

criteria hasil :

NOC Label: Urinary

Continence

1. Mengetahui

keinginan berkemih

(5)

2. Pengosongan

kandung kemih (5)

3. Berkemih > 150cc

setiap kali berkemih

(4)

Incontinence Care

1. Jelaskan penyebab

dari masalah dan

rasional dari

tindakan yang

dilakukan

2. Monitor eliminasi

urine, meliputi

frekuensi,

konsistensi, bau,

volume, dan warna

3. Membantu untuk

meningkatkan/

mempertahankan

keinginan berkemih

4. Instruksikan

pasien/keluarganya

untuk mencatat

keluaran urine dan

pola eliminasi

NIC Label: Urinary

Catheterization

1. Jelaskan prosedur

dan rasional dari

pemasangan kateter

2. Monitor intake dan

output cairan

(jumlah, warna,

frekuensi)

Incontinence Care

1. Agar klien

mengetahui

mengenai kondisi

dan tujuan dari

tindakan yang

dilakukan

2. Untuk mengetahui

karakteristik dari

haluaran urine

3. Untuk melatih dan

membiasakan

pasien mengetahui

keinginan

berkemihnya

4. Sebagai

perbandingan

sehingga dapat

terlihat perubahan

yang terjadi pada

pasien

NIC Label: Urinary

Catheterization

1. Agar klien

mengetahui

kegunaan dan

tujuan dari

pemasangan kateter

2. Untuk mengetahui

apakah terjadi

ketidakseimbangan

dan perubahan

pada keluaran urine

O :

A :

P :

Retensi urine Setelah diberikan

asuhan keperawatan

NIC Label: Urinary

Elimination

NIC Label: Urinary

Elimination

S :

O :

22

selama ..x24 jam

diharapkan retensi urine

pada klien dapat

berkurang/teratasi.

NOC Label: Urinary

Elimination

dengan criteria hasil :

1. Pola eliminasi urine

klien (5)

2. Pengosongan

kandung kemih (5)

3. Retensi urine (5)

4. Nyeri saat berkemih

(5)

NOC Label: Symptom

Severity

1. ketidaknyamanan (5)

2. ansietas (5)

3. kegelisahan (5)

Management

1. Monitor eliminasi

urine meliputi

frekuensi,

konsistensi, bau,

volume, dan warna

2. Identifikasi faktor

yang berpengaruh

terhadap inkotinensia

3. Anjurkan pasien

untuk segera

merespon dorongan

berkemih

4. Catat waktu terakhir

berkemih

NIC Label: Urinary

Catheterization

1. Jelaskan prosedur

dan rasional dari

pemasangan kateter

2. Tetap menggunakan

teknik aseptik

3. Monitor intake dan

output cairan

(jumlah, warna,

frekuensi)

Management

1. Untuk mengetahui

ada atau tidaknya

ketidaknormalan dari

berkemih klien

2. Untuk mengetahui

hal-hal yang

menyebabkan

inkontinensia

3. Agar pasien dapat

mengetahui dan

mulai membiasakan

untuk mengetahui

pola berkemihnya

4. Agar mengetahui

interval perkiraan

berkemih

selanjutnya

NIC Label: Urinary

Catheterization

1. Agar pasien

mengetahui tujuan

dari tindakan dan

dapat mengurangi

kecemasannya

2. Agar terhindar dari

paparan mikroba

yang dapat

menyebabkan

infeksi

3. Untuk mengetahui

apakah terjadi

ketidakseimbangan

dan perubahan

pada keluaran urine

A :

P :

23

Kriteria Evaluasi

a. Inkontinensia Urine

Subjektif

- Klien mengatakan sudah bisa mengontrol eliminasi urinenya secara

volunteer.

- Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih

Objektif

- Output dan intake cairan sudah normal dan seimbang (1cc/kg BB/jam),

frekuensi berkemih yang sering pada klien mulai berkurang.

b. Retensi Urine

Subjektif

- Klien mengatakan sudah tidak sulit untuk berkemih

- Klien mengatakan tidak merasakan nyeri ketika sedang berkemih

- Klien mengatakan tidak merasakan perutnya kembung (distensi

kandung kemih)

Objektif

- Intake dan output cairan sudah normal dan seimbang (1cc/kg BB/jam)

DAFTAR PUSTAKA

24

NANDA International.2012.Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi

2012- 2014.Jakarta:EGC

Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2008. Nursing Interventions

Classification : Fifth Edition. United States of America : Mosby.

Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fifth Edition.

United States of America : Mosby

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Isselbacher, Kurt J.1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

EGC

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Google books.2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Diakses dari :

http://books.google.co.id/books?

id=M4HwH5IxfToC&pg=PA704&lpg=PA704&dq=definition+of+u

rinary+elimination&source=bl&ots=yfVOERlm3x&sig=4uxfNxfl4C

jMf55YsJ2m1MysK9c&hl=id&sa=X&ei=eKzaUseWI8eKrQft5YG

QCw&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=definition%20of

%20urinary%20elimination&f=false. Tanggal 18 Januari 2014

Azis, Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta : Salemba

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

25