lp fraktur

20
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR RUANG SERUNI RS MARGONO SOEKARJO STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SEMESTER I SA’BANI NUR ARDLIYAH UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: shinta-adesti-eka-rini

Post on 14-Jul-2016

197 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fraktur

TRANSCRIPT

Page 1: LP Fraktur

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

RUANG SERUNI RS MARGONO SOEKARJO

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SEMESTER I

SA’BANI NUR ARDLIYAH

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

PURWOKERTO

2015

Page 2: LP Fraktur

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A.  Definisi

Menurut Suddarth (2002:2353) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang

banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.

Menurut Santoso Herman (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal

suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2000:43)

Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi

menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2000:625)

B.  Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi

beberapa kelompok, yaitu:

a.       Berdasarkan sifat fraktur.

1)     Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa

komplikasi.

2)     Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b.      Berdasarkan komplit atau ketidak-klomplitan fraktur.

1)     Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2)     Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

seperti:

a)      Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).

b)     Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c)     Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks

lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Page 3: LP Fraktur

c.       Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.

1)    Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung.

2)     Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3)     Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.

4)     Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5)    Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

pada insersinya pada tulang.

d.      Berdasarkan jumlah garis patah.

1)     Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2)    Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

3)     Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama.

e.       Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1)     Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen

tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

2)     Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a)      Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping).

b)      Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c)      Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

d)     Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

e)      Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

(Suddarth, 2002:2354-2356)

Page 4: LP Fraktur

C.    Etiologi

Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada

tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering

berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan

bermotor.

Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada

anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000:627)

Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:

1)      Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.

Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah

melintang atau miring.

2)      Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari

tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah

dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3)      Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa

pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan

penarikan.

Menurut (Doenges, 2000:627) adapun penyebab fraktur antara lain:

1)      Trauma Langsung

Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa

misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur

2)      Trauma Tak Langsung

Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat

kejadian kekerasan.

3)      Fraktur Patologik

Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik

dan metabolik).

Page 5: LP Fraktur

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)

a.      Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme

otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk

meminimalkan gerakan antar fregmen tulang

b.     Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung

bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya.

Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan

deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui

membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melekatnya otot.

c.      Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi

otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling

melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)

d.    Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan

krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji

krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).

e.      Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari

pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam

atau hari setelah cidera.

Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:

        Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,

hematoma, dan edema.

        Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

        Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat

diatas dan dibawah tempat fraktur.

        Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya

        Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

Page 6: LP Fraktur

E.      Patofisiologi

Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu

karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak

langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa

karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena

otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629)

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke

dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih

dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk

fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.

Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.

Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk

membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50)

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan

dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke

ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol

pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total

dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun

jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth,

2002: 2387).

            Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari

yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan

rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan

pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan

terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi

terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan

Page 7: LP Fraktur

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000:629).

F.  Proses Penyembuhan Tulang

a. Tahap Hematoma.

Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers sehingga masuk

ke area fraktur setelah 24 jam terbenutk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke

area fraktur, terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan

granulasi.

b. Tahap Poliferasi.

Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang

berubah menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.

c.    Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus.

Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus. Prakalus mencapai ukuran

maksimal pada 14 sampai 21 hari setelah injuri.

d. Tahap Osifikasi kalus, Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum

dan korteks), kalus internal (medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3

sampai dengan minggu ke-10 kalus menutupi lubang.

e. Tahap consolidasi, Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami

proses tulang sesuai dengan hasilnya.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan (Doenges, 2000) :

a.      Usia klien

b.      Immobilisasi

c.      Tipe fraktur dan area fraktur

d.     Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan

dengan tulang kompak.

e.      Keadaan gizi klien.

f.      Asupan darah dan hormon – hormon pertumbuhan yang memadai.

g.      Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.

h.     Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih

lama.

i.        Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid

Page 8: LP Fraktur

G. Komplikasi

a. Syok

Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan

yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

b. Mal union.

Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union,

sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara

fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk

sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).

c. Non union

Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini

diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.

d.   Delayed union

Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu

lama dari proses penyembuhan fraktur.

e.    Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).

Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada

saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate,

paku pada fraktur.

f.     Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang

lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit

dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang

memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.

g.    Sindrom Kompartemen

Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan

untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika

tidak ditangani segera.

h.    Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan

gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan

penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.

(Brunner & suddarth, 2002: 2390).

Page 9: LP Fraktur

H. Pemeriksaan Penunjang

1.      X.Ray

2.      Foto Ronsen

3.      Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans

4.       Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.

5.      CCT kalau banyak kerusakan otot.

(Carpenito 2000:50)

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Pemberian anti obat anti inflamasi.

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest, Fisioterapi

2. Konservatif

Pembedahan dapat mempermudah perawatan dan fisioterapi agar mobilisasi

dapat berlangsung lebih cepat. Pembedahan yang sering dilakukan seperti

disektomi dengan peleburan yang digunakan untuk menyatukan prosessus

spinosus vertebra; tujuan peleburan spinal adalah untuk menjembatani discus

detektif, menstabilkan tulang belakang dan mengurangi angka kekambuhan.

Laminectomy mengangkat lamina untuk memanjakan elemen neural pada

kanalis spinalis, menghilangkan kompresi medulla dan radiks. Microdiskectomy

atau percutaeneus diskectomy untuk menggambarkan penggunaan operasi

dengan mikroskop, melihat potongan yang mengganggu dan menekan akar

syaraf (Carpenito 2000:50).

Page 10: LP Fraktur

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN FRAKTUR

A.    PENGKAJIAN

a.       Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada

struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan

yang perlu dikaji adalah:

1.   Aktivitas/istirahat:

Gejala:

Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat

langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.

2.  Sirkulasi:

Tanda:

1)   Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap

nyeri/ansietas, sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila

terjadi perdarahan

2)   Takikardia

3)   Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian

kapiler lambat, pucat pada area fraktur.

4)   Hematoma area fraktur.

3.  Neurosensori:

Gejala:

Hilang gerakan/sensasi

Kesemutan (parestesia)

Tanda:

1)   Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,

spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.

2)   Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera

akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan

dan nyeri.

3)   Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.

Page 11: LP Fraktur

4.   Nyeri/Kenyamanan:

Gejala:

Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur,

berkurang pada imobilisasi.

Spasme/kram otot setelah imobilisasi.

5. Keamanan:

Tanda:

1)      Laserasi kulit, perdarahan

2)      Pembengkakan lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)

6. Penyuluhan/Pembelajaran:

Imobilisasi

Bantuan aktivitas perawatan diri

Prosedur terapi medis dan keperawatan

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat

mobilisasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk

tubuh.

C.    INTERVENSI

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan..

Intervensi:

a.       Kaji skala nyeri

b.      Berikan posisi relaks pada pasien.

c.       Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

d.      Kolaborasi pemberian analgesic.

Page 12: LP Fraktur

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat

mobilisasi.

Intervensi.

a.       Kaji tingkat mobilisasi pasien.

b.      Berikan latihan ROM.

c.       Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan.

d.      Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.

3.   Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

Intervensi ;

a.     Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya

b.     Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.

c. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien

Page 13: LP Fraktur
Page 14: LP Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,

Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem

Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.