lp fraktur

41
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN Tn.W DENGAN FRAKTUR FEMUR Oleh : PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep 070112b060 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN 1

Upload: pianike-widiawati

Post on 30-Nov-2015

204 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN Tn.W

DENGAN FRAKTUR FEMUR

Oleh :

PIANIKE WIDIAWATI, S.Kep

070112b060

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NGUDI WALUYO UNGARAN

2013

1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesenambungan tulang dan

sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. Luka dan

fraktur dapat menyebabkan perdarahan . Perdarahan adalah keluarnya

darah dari ruang vaskuler ( BTCLS-GADAR Medik Indonesia, 2013).

Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan

ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang dikenai

stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat

disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter

mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim, meskipun tulang patah,

jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan

lunak, perdarahan ke otot dan sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan

kerusakan pembuluh darah. Organ yubuh dapat mengalami cedera akibat

gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang ( Smeltzer

and bare, 2002).

Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang

dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi

tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

2. Jenis Fraktur Femur

a. Fraktur batang femur

Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi

diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada

batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter,

suprakondilus, biasanya memerlukan tindakan operatif.

Manifestas klinis, daerah paha yang patah tulangnya sangat

membengkak, ditemukan funtio laesa, nyeri tekan, dan nyeri gerak.

Tampak adanya deformitas angulasi ke lateralatau angulasi anterior,

endo/eksorotasi. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada

fraktur 1/3 tengah femur , saat pemeriksaan harus diperhatikan pula

kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya

ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga keadaan nervus

siatika dan arteri dorsalis pedis.

Penatalaksanaan, pada fraktur tertutup, untuk sementara

dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck, atau didahului

2

pemakaian thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi.

Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah

kerusakan jaringan lunak lebih lanjut disekitar daerah yang patah.

Setelah dilakukan traksi kulit dapat di pilih pengobatan non-operatif

atau operatif. Fraktur batng femur pada anak-anak umumna dengan

terapi non-operatif karena akan menyambung dengan baik.

Pendekatan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena kemudian

hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini

dimungkinkan karena daya proses remodelling pada anak-anak.

1) Pengobatan Non-operatif

Dilakukan traksi skeletal,yang sering metode perkin dan

metode balance skeletal traction, pada anak usia 3 tahun

digunakan traksi kulit bryant, sedangkan pada anak usia 3-

13 tahun dengan traksi rusell.

Metode Parkin. Pasien tidur telentang, satu jari

dibawah tuberositas tibia dibor dengan steinman

pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan

3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12

minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup

kuat. Sementara, itu tungkai bawah dapat dilatih

untuk gerakan ekstensi dan fleksi.

Metode balance skeletal traction. Pasien tidur

telentang . satu jari di bawah tuberositas tibia dibor

dengan steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha

ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan

sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus

yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat

waktu rawat, setelah distraksi 8 minggu, di pasang

gips hemispica atau cast bracing.

Traksi kulit Bryant. Anak tidur telentang di tempat

tidur. Kedua tungkai di pasang traksi kulit,

kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali

yang diberi beban 1-2 kg sampai kedua bokong

anak tersebut terangkat dari tempat tidur.

Traksi Russell, anak tidur telentang . dipasang

plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah

popliteal , sling dihubungkan dengan tali yang

3

dihubungkan dengan beban penarik. Untuk

mempersingkat waktu rawat , setelah 4 minggu

distraksi , dipasang gips hemispica karena kalus

yang terbentuk belum kuat benar.

2) Pengobatan operatif

Indikasi operasi antara lain :

Penanggulangan non-operatif gagal

Fraktur multiple

Robeknya arteri femoralis

Fraktur patologis

Fraktur pada organ-organ tua

Pada fraktur 1/3 tengah baik untuk unutk dipasang intramedullary

nail. Terdapat macam-macam intermedullary nail untuk femur, diantaranya

kuntscher nail, A0 nial, dan interlocking nail. Operasi dapt dilakukan dengan

cara terbuka atau tertutup . cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit fasia

sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograd. Cara

interlocking nail dilakukan dnegan tanpa menyayat didaerah yang patah. Pen

dimasukkan melalui ujung trokentar mayor dengan bantuan image intensifer.

Tulang dapat di reposisi dan pen dapat masuk kedalam fragmen bagian distal

melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayata

lebar dan perdaraha terbatas.

Komplikasi, komplikasi akut dari fraktur femur ini adalah syok dan

emboli lemak. Sedangkan, komplikasi lambat yang dapat terjadi adalah

delayed union, non union, malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi, dan

gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

b. Fraktur kolum femur

Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dnegna

posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda

keras seperti jalananan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum

femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai

bawah . kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya

sudah mengalami osteoporosis.

Fraktur kurang stabil bila arah sudut garis patah lebih besar

dari 309 (tipe II atau tipe III menurut pauwell). Fraktur subkapital yang

kurang stabil atau fraktur pada pasien tua lebih besar kemungkinannya

untuk terjadinya nekrosisi avaskular.

4

Manifesasi klinis, pada pasien muda biasanya mempunyai

riwayat kecelakaan berat, sedangkan pasien tua biasanya hanya

riwayat trauma ringan, isalnya terpeleset. Pasien tak dapat berdiri

karena sakit panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan

endorotasi. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi , fleksi,

eksorotasi , kadang juga terjadi pemendekan . pada palpasi sering

ditemukan adanya hematoma di panggul. Pada tipe impaksi biasanya

pasien masih bisa berjalan disertai sakit yang tidak begitu hebat.

Tungkai masih tetap dalam posisi netral.

Penatalaksanaan, konservatif dengan traksi kulit selama 3

minggu, dilanjutkan latihan jalan dengan tongkat ( do nothing) atau

operasi prostesis austin moore hemi artoplasti ( do something)

( Kapita Selekta, 2002)

3. Anatomi Fisiologi Tulang

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan

tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.

Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang

membentuk sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk

meyimpan dan mengatur kalsium dan pospat. Komponen-komponen

utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik

(kolagen, proteoglikan). Kalsium dan phospat membentuk suatu kristal

garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan

proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.

Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku dan

memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga

menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat. Hampir

semua tulang berongga dibagian tengahnya.

Struktur demikian memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan

bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari

susunan kolagen danmineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat

berbentuk anyaman atau lameral. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat

saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah

terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang

yang lebih dewasa yang berbentuk lameral. Pada orang dewasa tulang

anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma

5

osteogenik terdiri dari tulang anyaman . tulang lameral terdapat seluruh

tubuh orang dewasa.tulang lameral tersusun dari lempengan-lempengan

yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal. Pola

susunan semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar.

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel:

osteoblas, osteosid dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan

membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau

jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika

sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan

sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam

mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Osteosit

adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk

pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel

besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang

dapat diabsorbsi. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang.

Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti

yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada

vitamin D hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang.

Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara

lain dengan meningkatlan absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus

(Price dan Wilson: 1995)

Tulang femur adalah tulang terpanjang yang ada di tubuh kita. Tulang

ini memiliki karakteristik yaitu:

Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang

panggul. Dia terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,

halus dan ditutupi dengan tulang rawan sendi. Konfigurasi ini

memungkinkan area pegerakan yang bebas. Bagian caput

mengarah ke arah medial, ke atas, dan kedepan acetabulum. Fovea

adalah lekukan ditengah caput, dimana ligamentum terus

menempel. Collum femur membentuk sudut 1259 dengan corpus

femur. Pengurangan dan pelebaran sudut yang patologis masing

– masing disebut deformitas coxa vara dan coxa valga.

Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung

diatasnya terdapat

trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat

trochanter minor. Bagian anteriornya yang kasar yaitu line

trochanteric membatasi pertemuan antara corpus dan collum. 

6

Linea aspera adalah tonjolan yang berjalan secara longitudinal

sepanjang permukaan posterior femur, yang terbagi, pada bagian

bawah menjadi garis garis suprakondilar. Garis suprakondilar

medial berakhir pada adductor tubercle.

Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan

lateralfemur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang

permukaan persendian dengan tibia pada sendi lutut. Lateral

epycondilus lebihmenonjol dari medila epycondilus, hal ini untuk

mencegah pergeseranlateral dari patella. Kondilus– kondilus itu

didipisahkan bagian posteriornya dengan sebuah intercondylar

notch yang dalam. Femur  bawah pada bagian anteriornya halus

untuk berartikulasi dengan bagian posterior patella.

Anatomi normal osseus pada femur cukup jelas. Proyeksi normal x

– raynya adalah AP dan lateral. Jika terdpat Fraktur femur

sebenarnya sangat jelas, seperti yang biasa diperkirakan, mungkin

saja frakturnya transversal,spiral, atau comminut fraktur, dengan

variasi sudut dan bagian – bagian yang tumpang tindih.

4. Etiologi

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:

a. Cidera atau benturan

b. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah

menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

c. Fraktur beban

Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang

baru saja menambah tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima

dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai

latihan lari.

5. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :

a. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

7

b. Hilangnya fungsi dan deformitas

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi

dengan baik karena fungsi normal otot berrgantung pada integritas

tulang tempat melengketnya otot.

c. Pemendekan ekstremitas

Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot

yang melengket di atas dan bawah tempat fraktur.

d. Krepitus

Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan lainya.

e. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna

Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

6. Klasifikasi Fraktur

6.1 Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia

luar di bagi menjadi 2 antara lain:

Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih

utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri

yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera

jaringan lunak sekitarnya.

ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan

lunak bagian dalam dan pembengkakan.

iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang

nyata dan ancaman sindroma kompartement.

a) Fraktur terbuka (opened)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit

yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman

dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

8

Derajat patah tulang terbuka :

i. Derajat I

Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.

ii. Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,

dislokasi fragmen jelas.

iii. Derajat III

Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

6.2 Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang

lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang

dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.

b) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah

satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering

disebut green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2006) kekuatan

dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di

sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu

lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh

tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak

melibatkan seluruh ketebalan tulang.

6.3 Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma ada 5 yaitu:

a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi

juga.

c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di

sebabkan oleh trauma rotasi.

d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.

e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan

atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

6.4 Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

9

a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

c) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama (Mansjoer: 2000).

7. Patofisiologi

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup

bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah

perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan

lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-

sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan

aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan

terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk

membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan

serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani

dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan

kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan

berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun

jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner

dan Suddarth, 2002).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan

ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan

fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak

seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,

2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita

komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya

kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di

imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang

di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan

10

meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri

merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak

mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan

selama tindakan operasi (Price dan Wilson: 1995).

8. KomplikasiKomplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:

8.1 Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,

sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

a) Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak

kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang

biasa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan

ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur

ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.

b) Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam

pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari

tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh

reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan

memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.

c) Sindroma Kompartement

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf

dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan

edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang

intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah

tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal

ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan

kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya

timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan

jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi

pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat,

seperti lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling besar

apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena

pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada

ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat

menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan

11

hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat

terjadi (Corwin: 2009)

d) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada

nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

e) Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

f) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan

di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare,

2001).

8.2 Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal

union, delayed union, dan non union.

a) Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah

sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut,

atau miring. Conyoh yang khas adalah patah tulang paha yang

dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi

dimana kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang

yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gibs dibung

ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke

luar, dan penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk

berada dalam posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat dicegah

dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan

reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama

pada masa awal periode penyembuhan.

Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-

fragmen tulang yang patah dn bergeser sesudah direduksi harus

diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan

12

radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan

reduksi berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan

tindakan operasi.

b) Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed

union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan

karena penurunan suplai darah ke tulang.

c) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-

9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang

berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau

pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang merupakan faktor

predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak

benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap

tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara

terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak

(biasanya otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera

jaringan lunak yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran

darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak suplai

darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

9. Penyembuhan FrakturJika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga

rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup

berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, bekuan akan

membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitif

(osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas.

Kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang

merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) di sekitar

lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan

lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen

(penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh

osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi

fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani

13

transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi.

Kalus tulang akan mengalami re-medolling di mana osteoblas akan

membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian

yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai

keadaan tulang aslinya. (Price: 1995)

10. Penatalaksanaan

10.1 Penatalaksanaan kedaruratan

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting

untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses

pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok

atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya

kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai

di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,

komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian

lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk

mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih

berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung,

tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai

yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk

mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.

Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan

sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga

diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi

maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat

menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih

lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat

dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi

sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk

mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai

sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat

dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat

juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan

14

ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang

cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,

atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di

distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan

perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih

(steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.

Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen

tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang

diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.

Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat

dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong

pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan

untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

10.2 Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal

harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah

yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit

sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis;

sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang

sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna

atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah

ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim

dilakukan :

Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat

kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu

dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah

Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah

direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam

Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft

autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki

penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti

tulang yang berpenyakit.

Amputasi : penghilangan bagian tubuh

Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan

artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah

15

mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)

atau melalui pembedahan sendi terbuka

Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah

rusak

Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi

dengan bahan logam atau sintetis

Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan

artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis

Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk

memperbaiki fungsi

Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk

menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi

kontraktur fasia (Ramadhan: 2008)

3. Terapi Medis

Pengobatan dan Terapi Medis

a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone

b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

d. Bedrest, Fisioterapi

(Ramadhan: 2008)

11. Prinsip 4 R pada Fraktur

Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada

waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan

rehabilitasi.

a) Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan

diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur

tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang

nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. fraktur

tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.

b) Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen

fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak

asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali

seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan

16

reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur

dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak

kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan

perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin

sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,

2002).

c) Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,

fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna

meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,

atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi

intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi

fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk

menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga

pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan

distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain

dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau

kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga

dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,

2000).

d) Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,

harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk

mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer,

2000).

12. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau

trauma .

b) Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c) Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh

17

pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress

normal setelah trauma.

d) Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

e) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

f) Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

tranfusi multipel, atau cedera hati (Dongoes: 1999)

18

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FRAKTUR

B. Konsep asuhan keperawatan gawat darurat

1. Pengkajian

a. Primary survey

1) Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya

penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

2) Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas

terdengar ronchi /aspirasi

3) Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap

lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,

disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis

pada tahap lanjut.

b. Pengkajian sekunder

1) Aktivitas/istirahat

kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

Keterbatasan mobilitas

2) Sirkulasi

Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon

nyeri/ansietas)

Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

Tachikardi

Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

Capilary refill melambat

Pucat pada bagian yang terkena

Masa hematoma pada sisi cedera

d) Neurosensori

Kesemutan

Deformitas, krepitasi, pemendekan

Kelemahan

e) Kenyamanan

nyeri tiba-tiba saat cidera

19

spasme/ kram otot

f) Keamanan

laserasi kulit

perdarahan

perubahan warna

pembengkakan local

20

21

2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

NODIAGNOSA

KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA

HASILINTERVENSI RASIONALISASI

1. Gangguan rasa

nyaman:

Nyeri s/d perubahan

fragmen tulang, luka

pada jaringan lunak,

pemasangan back slab,

stress, dan cemas

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam,

diharapkan nyeri berkurang hilang

dengan KH:

Menyatakan nyeri hilang

Klien tampak rileks

Klien dapat mengontrol

nyeri

Skala nyeri 1-3

Klien bebasbergerak

INDEPENDEN:

Pertahankan imobilisasi pasien yang

sakit dengan tirahbaring, gips,

pembebat, traksi.

Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang

terkena.

Hindari penggunaan sprei/ banatal

plastik dibawwah ekstrimitas dalam

gips.

Evalusai kelyhan nyeri (karakteristik,

intensitas,durasi)

(skala 0-10)

Menghilangkan nyeri dan mencegah

kesalahan posisi tulang/ tegangan jaringan

yang cidera.

Meningkatkan aliran balik vena,

menurunkan edema, menurunkan nyeri.

Dapat meningkatkan ketidaknyamanan

karena meningkatkan perbedaan panas gips

yang kering.

Tingkat ansietas dapat mempengaruhi

persepsi/ reaksi terhadap nyeri.

Untuk mempersiap- kan mental serta agar

pasien berpartisipasi pada setiap tindakan

yang akan dilakukan.

22

KOLABORASI:

Pemberian obat-obatan analgesik Mengurangi rasa nyeri

2. Potensial infeksi

sehubungan dengan

luka terbuka.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam,

diharapkan tidak terjadi tanda-

tanda infeksi:

rubor, kalor, dolor, fungsi

laesa.

Eritema, bebas dari

drainase puluren

INDEPENDEN:

Kaji tanda-tanda vital, suhu, luka-luka,

peningkatan nyeri,eritema drainase/ bau

tidak enak.

Observasi luka, pembentukan bulae,

krepitasi, perubahan warna kulit, bau

drainase yang tidak enak.

Kasi jumlah dan tipe drainase.

Ganti balutan.

Panatau hemodnamik: tp curah hg.

Pertahankan haluaran urine dan nutrisi.

KOLABORASI:

Awasi periksaan lab:

Hitung darah lengkap

Berikan obat sesuai indikasi:

antibiotika dan TT (Toksoid

Tetanus)

Dapat mengindikasi timbulnya infeksiluka/

nekrosis jaringan yang sama osteomelitis.

Tanda perkiraan infeksi gas ganggren.

Menurunkan terjadinya infeksi.

.

Anemia dapt terjadi pada osteomielitis.

Antibiotik spektrum luas dapat digunakan

secara protilaksis.

23

3. Gangguan aktivitas

sehubungan dengan

kerusakan

neuromuskuler skeletal,

nyeri, immobilisasi.

INDEPENDEN:

Kaji tingkat im- mobilisasi yang

disebabkan oleh edema dan persepsi

pasien tentang immobilisasi ter- sebut.

Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas

rekreasi (menonton TV, membaca kora,

dll ).

Menganjurkan pasien untuk melakukan

latihan pasif dan aktif pada yang cedera

maupun yang tidak.

Membantu pasien dalam perawatan diri

Auskultasi bising usus, monitor kebiasa

an eliminasi dan menganjurkan agar

Pasien akan mem- batasi gerak karena

salah persepsi (persepsi tidak pro-

posional)

Memberikan ke- sempatan untuk me-

ngeluarkan energi, memusatkan per-

hatian, meningkatkan perasaan mengontrol

diri pasien dan membantu dalam

mengurangi isolasi sosial.

Meningkatkan aliran darah ke otot dan

tulang untuk me- ningkatkan tonus otot,

mempertahankan mobilitas sendi, men-

cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca

yang tidak digunakan.

Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi

otot, meningkatkan pasien dalam me-

ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan

pasien untuk sembuh.

Bedrest, penggunaan analgetika dan pe-

rubahan diit dapat menyebabkan

24

b.a.b. teratur.

Memberikan diit tinggi protein , vitamin

, dan mi- neral.

KOLABORASI :

Konsul dengan bagi- an fisioterapi

penurunan peristaltik usus dan konstipasi.

Mempercepat proses penyembuhan,

mencegah penurunan BB, karena pada

immobilisasi biasanya terjadi penurunan

BB (20 - 30 lb).

Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.

Untuk menentukan program latihan.

4. Kerusakan pertukaran

gas berhubungan

dengan trauma

pulmonal (ARDS)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan:

Fungsi pernapasan adekuat

Tidak ada sinaosis/dispneu

Frekuensi pernapasan

normal dan GDA dalam

rentang normal

INDEPENDEN:

Awasi frekuensi pernapasan dan

upayanya perhatikan stridor, retraksi ,

penggunaan otot bantu , sianosis

Auskultasi bunyi napas: hipersonor,

ronki / mengi / ngorok / sesak napas.

Takipnea, dispnea, perubahan mental tanda

dini insuficiensi pernapasan, emboli paru

yang berakibat oada distress pernapasa /

kegagalan.

Perubahan dalam atau adanya byunyi

adventigius menunjukkan terjadinya

komplikasi pernapasan cont : atelaktasis,

inspirasi mengorok.

25

Atasi pinggang cidera/ tulang dengan

lembut.

Berbalik,batuk, napas dalam jika pasien

tidak pada ventilasi mekanis.

Observasi sputum untuk adanya darah

KOLABOARASI

Diberikan O2 tambahan sesuai indikasi

Awasi pem. Lab:

Seri GDA

Diberikan obat sesuai indikasi:

Heparin

Krotikostiroid

Brunkdiatue sesuai indikasi

Sedasi sesuai permintaan untuk

meminimalkan keb. Oksigen

Mencegah terjadinya emboli lemak(12-72

jam pertama).

Meningkatkan ventilasi alveular dan

pertusi, reposisi meningkatkan drairage

sekret dan menurunksn kongesti pada area

pan dependent.

Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli

pan

Meningkatkan sediaan untuk oksigenasi

optimal jaringan

Menurunkan PA O2 peningkatan PACO2

Blok siklus pembekua dan mencegah

bertambahnya pembekuan pada adanya

trumbutlebitis.(bengkak,kemerahan, nyeri)

Mencegan dan mengatasi emboli lemak

26

Pertahankan dan bantu pasien dengan

pemasangan selang dada

Siapkan untuk trakostomi Ventilasi jangka panjang.

27

C. DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd

ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan

Keperawatan Padjadjaran.YPKAI: Bandung

Price A.S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.

Smeltzer,S.C & Bare B.G. (2006) . Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi 8.

EGC : Jakarta

Mansjoer,dkk. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Media

Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

Sartono, dkk. (2013). Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS. GADAR MEDIK

INDONESIA

Hudak, Gallo. (1996). Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV. EGC :

Jakarta

28