lp dhf dan thypoid

Upload: tika-jungsu-aegesshi

Post on 18-Jul-2015

801 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI : DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF) DAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : THYPOID FEVER

Diajukan untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Medikal Bedah V

Oleh : KARTIKA (30140109021)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS BANDUNG 2012

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi : Dengue Haemorragic Fever (DHF)

1. Definisi Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ). Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit febris akut yang disertai dengan sakit kepala, nyeri tulang/sendi dan otot, ruam, leucopenia sebagai gejalanya (Yasmin, 1999). DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. 2. Anatomi dan Fisologi Sistem Hematologi Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap orang tidak sama, bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut : a. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah. b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen Eritrosit : sel darah merah (SDM red blood cell), Leukosit : sel darah putih (SDP white blood cell), Trombosit : butir pembeku darah platelet. 1) Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel darah merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel. Warna kuning kemerahan-merahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yang dsebut Hemoglobin.

Komponen eritrosit adalah membrane eritrosit, sistem enzim; enzim G6PD ( Glucose 6- Phosphatedehydrogenase) dan hemoglobin yang terdiri atas heme dan globin. Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gr dalam 100 cc darah. Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%. Antigen sel darah merah Sel darah merah memiliki bermacam antigen : a) Antigen A,B dan O b) Antigen Rh Proses penghacuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan dan proses patologis. Hemolisis yang tejadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen hemoglobin yaitu komponen protein dan komponen heme. 2) Sel Darah Putih (Leukosit) Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki kapsul (pseudopodia). Mempunyai macam-macam inti sel, sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya serta warna bening (tidak berwarna). Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit Tdan B; monosit dan makrofag; serta golongan yang bergranula yaitu : eosinofil, basofil dan neutrofil. Fungsi sel darah putih : a) Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh kuman dan memakan bibit penyakit, bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (sistem retikulo endotel). b) Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/ membawa zat lemak dari dinding usus mealui limpa terus ke pembuluh darah. Jenis sel darah putih a) Agranulosit Memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki diameter 10-12 mikron. Dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan pewarnaannya: i. Neutrofil Granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus/granula, serta banyaknya sekitar 60-70%. ii. Eusinofil Granula berwarna merah, banyaknya kira-kira 24%. iii. Basofil Granula berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur. Eusinofil, neutrofil dan basofil berfungsi sebagai fagosit dalam mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sisa-sisa sel.

b) Granulosit i Limfosit Limfosit memiliki nucleus bear bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. (i)i Limfosit T Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju timus. Setelah meninggalkan timus, selsel ini beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen dimana mereka telah di program untuk mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini menghasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikrooranisme dan memberitahu sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi. (i)iiLimfosit B Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi el plasma serta menghasilkan antibodi. ii Monosit Monosit dibentuk dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah msuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah putih. c) Keping Darah (Trombosit) Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang terbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari. Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah. Fungsi lain dalam trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh darah yang cedera. Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan. Hampir 90% plasma terdiri atas air. Plasma diperoleh dengan memutar sel darah, plasma diberikan secara intravena untuk: mengembalikan volume darah, menyediakan substansi yang hilang dari darah klien. d) Limpa Limpa merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu kepalan tangan. Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen dibawah kostae. Limpa memiliki permukaan luar konveks yang berhadapan dengan diafragma dan

permukaan medial yang konkaf serta berhadapan dengan lambung, fleksura, linealis kolon dan ginjal kiri. Limpa terdiri atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan limpa), dan pilpa merah ( jaringan ikat, sel eritrost, sel leukosit). Suplai darah oleh arteri linealis yang keluar dari arteri coeliaca. Fungsi limpa : i. Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin). ii. Destruksi sel eritrosit tua. iii. Penyimpanan zat besi dari sel-sel yang dihancurkan. iv. Produksi bilirubin dari eritrosit. v. Pembentukan limfosit dalam folikel limpa. vi. Pembentukan immunoglobulin. vii. Pembuangan partikel asing dari darah. Fisiologi sistem hematologi a. Sebagai alat pengangkut yaitu : 1) Mengambil O2/zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh. 2) Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. 3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan/alat tubuh. 4) Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal. b. Mengatur keseimbangan cairan tubuh. c. Mengatur panas tubuh d. Berperan serta dala, mengatur pH cairan tubuh. e. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi. f. Mencegah perdarahan. 3. Etiologi Penyebab DHF adalah Arbovirus (Arthropodborn Virus) melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty). 4. Tanda dan Gejala a. Demam tinggi selama 5 7 hari b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi. c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma. d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri. e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati. f. Sakit kepala. g. Pembengkakan sekitar mata. h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah). 5. Patoflow DiagramInfeksi virus dengue

Viremia

Kompleks virus antibodi

Depresi sumsum tulang

Demam

Mual, muntah

Aktivasi komplemen C3 C5

Trombositopenia

Dehidrasi

Antihistamin dilepaskan

Gangguan rasa nyaman : Pusing

Resti ketidaksei mbangan cairan

Permeabilitas membran meningkat

Resti perdarahan lebih lanjut

Kebocoran plasma hemokonsentrasi Gangguan aktivitas Gangguan pemenuhan nutrisi

Hipovolemia

Syok

Asidosis metabolik

Kematian

6. Klasifikasi a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat. c. Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah. d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba. 7. Test Diagnostik a. Darah 1) Trombosit menurun. 2) HB meningkat lebih 20 % 3) HT meningkat lebih 20 % 4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3 5) Protein darah rendah 6) Ureum PH bisa meningkat 7) NA dan CL rendah b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test). c. Rontgen thorax : Efusi pleura. d. Uji test tourniket (+) 8. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Efusi pleura d. Penurunan kesadaran. 9. Penatalaksanaan Medis a. Tirah baring b. Pemberian makanan lunak . c. Pemberian cairan melalui infus. d. Pemberian obat-obatan : antibiotik, antipiretik,

e. f. g. h. i.

Anti konvulsi jika terjadi kejang Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR). Monitor adanya tanda-tanda renjatan Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari

10. Konsep Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi. 1) Data subyektif Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu : a) Lemah. b) Panas atau demam. c) Sakit kepala. d) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. e) Nyeri ulu hati. f) Nyeri pada otot dan sendi. g) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. h) Konstipasi (sembelit). 2) Data obyektif : Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain : a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan b) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis, melena. d) Hiperemia pada tenggorokan. e) Nyeri tekan pada epigastrik. f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai : a) Ig G dengue positif. b) Trombositopenia. c) Hemoglobin meningkat > 20 %. d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil a) SGOT/SGPT mungkin meningkat. b) Ureum dan pH darah mungkin meningkat. c) Waktu perdarahan memanjang. d) Asidosis metabolik. e) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan b. Diagnosa Keperawatan 1) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue 2) Resiko defisit cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma 3) Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh 4) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. 5) Gangguan aktivitas sehari-hari b.d kondisi tubuh yang lemah 6) Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ) 7) Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan c. Intervensi Keperawatan 1) DK : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue Tujuan : Suhu tubuh normal (3637oC), Pasien bebas dari demam. Intervensi : a) Kaji saat timbulnya demam. Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien. b) Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam. Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. c) Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7)

Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. d) Berikan kompres hangat. Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh. e) Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh. f) Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. 2) DK : Resiko defisit cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma Tujuan : Tidak terjadi defisit cairan, volume cairan terpenuhi Intervensi : a) Kaji vital sign tiap 3 jam/lebih sering. Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler b) Observasi capillary Refill Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer c) Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, Berat Jenis (BJ) Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi. d) Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ) Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral e) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok. 3) DK : Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. Tujuan : TTV dalam batas normal, keadaan umum baik. Intervensi : a) Monitor keadaan umum pasien Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani b) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam. Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik. c) Monitor tanda perdarahan.

Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik. d) Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut. e) Berikan transfusi sesuai program dokter. Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang. f) Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik. Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin. 4) DK : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi : a) Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. b) Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. c) Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan . d) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual. e) Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi. f) Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. g) Ukur berat badan pasien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien 5) DK : Gangguan aktivitas sehari-hari b.d kondisi tubuh yang lemah Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah demam, kebutuhan sehari-hari terpenuhi Intervensi : a) Kaji keluhan pasien. Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.

b) Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya. c) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien. Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat. d) Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien. Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. 6) DK : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ) Tujuan : Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat. Intervensi : a) Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah. b) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan. c) Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin. d) Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya. Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan. 7) DK : Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan Tujuan : Kecemasan berkurang Intervensi : a) Kaji rasa cemas yang dialami pasien. Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien. b) Jalin hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat. c) Tunjukkan sifat empati Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik. d) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.

e) Gunakan komunikasi terapeutik Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif. d. Implementasi Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan. e. Evaluasi Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut : 1) Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam. 2) Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang. 3) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan. 4) Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi. 5) Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi. 6) Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal. 7) Infeksi tidak terjadi. 8) Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut. 9) Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typhoid Fever 1. Pengertian Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. 2. Anatomi Fisiologi Usus Halus Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar 2,5m dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung dalam atau sampai katup ileo-kolika tempat bersambung dangan usus besar.Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar. Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambungdan memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran yang berdiameter 2,5 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Lapisan usus halus teriri dari : a. Lapisan mucosa (sebelah atau bagian dalam) b. Lapisan otot melingkar (m.sirkular) c. Lapisan otot pemanjang(m. longitudinal) d. Lapisan serosa (sebelah atau bagian luar) Terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum.enzim dari pancreas(amylase) dan empedu di lepaskan ke duodenum.Nutrisi hampir seluruhnya di absorbs oleh duodenum dan jejunum, ileum mengabsorbs vitamin tertentu, zat besi dan garam empedu. a. Duodenum Duodenum di sebut juga usus duabelas jari, panjangnya 25cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini, terdapat pancreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit dan disebut papila. Pada papilla vaterii ini bermuara sauran empedu(duktus coledocus dan saluran pancreas(ductus pankreticus). Dinding duodenum mempunyai lapisan mucosa yang banyakmengandung kelenjar, kelenjar ini di sebut kelenjar-kelenjar Brunner., berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. b. Jejunum dan ileum Jejunum dam ileum mempunyai panjang 6m.lekukaan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas di kenal sebagai mesenterium.

ABSORBSI Absorbsi makanan yang sudah di cerna seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Karena vili usus keluar dari dinding usus maka bersentuhan dangan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lacteal

kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili daan oleh vena porta di bawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Kimus bercampur dengan enzim-enzim pencernaan saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi (kontraksi dan relaksasi usus halus secara bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk di cerna. Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti sehingga memungkikan absorbsi. Kebanyakan nutrisi dan elektrolit di absorbsi di dalam usus halus. Enzim dari pancreas dan empedu dari kandung empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim di dalam oleh usus halus memecah lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsure-unsur dasar. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorbsi vitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu. FUNGSI USUS HALUS a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida. d. Sekresi cairan usus. e. Menerima empedu, getah pancreas, dan absorpsi air, garam,dan vitamin.

3. Etiologi a. Salmonella Thyposa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar (flagella), tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen, yaitu : 1) Antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleks gliopolisakarida) 2) Antigen H (flagella) 3) Antigen V1 dan protein membran hialin

b. Salmonella Parathyphi A c. Salmonella Parathyphi B d. Salmonella Parathyphi C Bakteri tumbuh baik pada suhu 37oC/99oF suhu tubuh manusia. 4. Patofisiologi Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

PATHOFLOW Salmonela thypi Masuk ke lambung Sebagian dimusnahkan oleh Asam lambung sebagian msk ke usus halus bag. distal Jaringan limfoid Berkembang biak Masuk aliran darah Mcapai sel2 endotelial Masuk limpa,usus halus,kandung empedu Kuman dilepas ke sirkulasi darah (bakteremia)

endotoksin

sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit demam membantu proses inflamasi lokal pd usus halus

dx: . Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi

5. Manifestasi klinis Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama. Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris remitten). Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun berangsur-angsur. Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-berselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan suhu badan (Junadi, 1982). 6. Insiden Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 810 kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 80%, penderita umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 20%, penderita antara 30 40 tahun adalah 5 10%, dan hanya 5 10% diatas 40 tahun. 7. Komplikasi a. Komplikasi intestinal: 1) Perdarahan usus 2) Perforasi usus 3) Ileus paralitik b. Komplikasi ekstra-intestinal: 1) Komplikasi kardiovaskuler Kegagalan sirkulasi perifer ( Renjatan Sepsis ), miokarditis-trombosis dan tromboflebitis. 2) Komplikasi darah Anemia hemolitik, trombositopenia dan atau disseminated intravaskuler coagulation ( DIC ) dan sindrom uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru Pneumonia, empiema dan pleuritis 4) Komplikasi hepar dan kandung empedu Hepatitis dan kolesistis 5) Komplikasi ginjal Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. 6) Komplikasi tulang Osteomilitis, periostitis, spondilitis, dan artritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik

Delirium, meningismus, meningitis, poli neurotis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatoni. 8. Tes diagnostic Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium: a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. c. Pemeriksaan Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi ( aglutinin ). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonela terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketulatan salmonela dan pada orang yang pernah di vaksinasi terhadap demam tifoid. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah suspensi salmonela yang sudah dimatikan dan diolah di labolatorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang di sangka menderita demam typoid. Akibat infeksi oleh S.typi, pasien membuat anti bodi ( aglutinin ), yaitu : 1) Aglutinin O, yang di buat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman ) 2) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H ( berasal dari flagela kuman ). 3) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi ( berasal dari simpai kuman ). Dari ketiga Aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di tentukan titernya untuk di diagnosis. Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya. d. Biakan darah Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid . Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, antara lain : 1) Teknik pemeriksaan labolatorium. 2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit 3) Vaksinasi dimasa lampau.

4) Pengobatan dengan obat antimikroba 9. Penatalaksanaan medis a. Pengobatan 1) Kloramfenikol 2) Tiamfenikol 3) Ko-trimoksazol 4) Ampisilin dan amoksisilin 5) Sefalosporin generasi ke tiga 6) Fluorokinolon b. Perawatan 1) Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. 2) Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. c. Diet 1) Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. 2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien 10. Konsep Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Biodata a) Usia (sering terjadi pada anak-anak tetapi bisa juga pada semua usia) b) Jenis kelamin (tidak ada pebedaan yang nyata antara insidensi demam tifoid pada pria dan wanita) c) Pendidikan ( kebersihan makanan atau minuman) 2) Keluhan utama Minggu pertama : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare peraaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis. Minggu kedua : pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. 3) Riwayat penyakit sekarang Gejala yang timbul pada penyakit types/ tifoid. Panas (suhu 38 oC pada hari pertama ), pasien mengigil. Pada hari ketiga panas meningkat , pucat nyeri pada abdomen, tekanan darah menurun , pemeriksaan laboratorium positif. 4) Riwayat penyakit dahulu

Pasien sebelumnya pernah mengalami febris, DB, diare. 5) Riwayat penyakit keluarga Dalam salah satu anggota keluarga tersebut ada yang menderita types, diare, DB, pada waktu bersamaan atau sebelum pasien mengalami penyakit tersebut (Arief Mansjoer, M Sjaifoellah Noer, Nursalam). 6) Pola fungsi kesehatan a) Pola manejemen kesehatan Tindakan pertama kali dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh, kompres, mengkonsumsi banyak cairan. b) Pola nutrisi kesehatan Memperbanyak volume pemasukan cairan, memberikan makanan yang halus seperti bubur halus, pemberian vitamin dan mineral juga mendukung untuk mrmperbaiki keadaan umum pada pasien. Makanan tinggi serat bisa diberikan bila perlu. c) Pola istirahat tidur Pasien harus tirah baring mulai hari pertama sampai minimal hari ketujuh. Mobilisasi dilakukan secara bertahap karena keadaan pasien berubahubah(mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri kepala, lemah) dan untuk menghindari dekubitus. Pasien tidak dapat tidur dengan nyenyak karna ada rasa tidak enak pada perut, pusing, mual. d) Pola aktivitas Pasien tidak dapat melaksanakan aktivitas seperti biasa karena tirah baring (bedrast) selama fase pertama. Mobilisasi dilakukan secara bertahap karena keadaan pasien lemah. e) Pola eliminasi Pasien thypes ini biasanya mengalami dua macam penyakit yaitu konstipasi dan diare. Retensi urine juga bisa terjadi pada pasien thypes. Intake dan output cairan dan nutrisi dalam tubuh harus seimbang. f) Pola hubungan dan peran Pasien tidak bisa berisolasi dengan keadaan sekitar sehubungan dengan penyakitnya. Keluarga juga ikut aktif dalam upaya penyembuhan pasien (Pola Gordon). b. Diagnosa Keperawatan 1) Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah. 2) Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat. 3) Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi. 4) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.

5) Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive 6) Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat. c. Intervensi Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut : 1) Diagnosa 1 Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah. Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi Kriteria hasil : Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada Intervensi : Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kirakira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi. 2) Diagnosa 2 Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi Kriteria hasil : Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat. Intervensi : Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

3) Diagnosa 3 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi Tujuan : Hipertermi teratasi Kriteria hasil : Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid. Intervensi : Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik. 4) Diagnosa 4 Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi Kriteria hasil : Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot. Intervensi : Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi. 5) Diagnosa 5 Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris. Intervensi : Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

6) Diagnosa 6 Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat Kriteria hasil : Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan. Intervensinya : Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien. d. Evaluasi Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA Christantie, Efendy. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika Sumarmo dkk. 2002. Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Jakarta : Bag IKA FKUI Tarwoto. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Hematologi. Jakarta : TIM