lp - cedera kepala

35
Op poenya LAPORAN PENDAHULUAN PRE KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CEDERA KEPALA OLEH NOFIRABUANA RIZAL 04121025

Upload: ryos-sa

Post on 27-Jun-2015

1.203 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

CEDERA KEPALA

OLEH

NOFIRABUANA RIZAL

04121025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

Page 2: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Padang, Maret 2007

Page 3: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

I

DEFENISI

Cedera kepala merupakan cedera yang bisa disebabkan oleh

percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena

perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak

bergerak (www.medicastore.com)

Cedera kepala adalah Suatu gangguan trauma fungsi yang disertai

pendarahan interstisial dalam sub stansi otak tampa diikuti terputusnya

continuitas otak (R. Samsuhidayat, dkk, EGC, 1997)

Cedera kepala merupakan adanya pukulan/benturan mendadak

pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Martin, 1996,

hal 496)

Cendera Kepala (terbuka & tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak

Cranio serebri (geger), Kontusio (memar) / Laserusi & perdarahan serebral

(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral batang otak). Trauma primer

terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi / deselerasi

otak). Trauma sekunder akibat trauma syaraf (mil akson) yang meluas

hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik

(Doengoes,1993)

KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan

mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah

tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu,

lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

1. Kerusakan Lobus Frontalis

Page 4: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan

keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat

tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat

tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap

aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari

kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi

kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai

satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata,

meskipun kadang menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis

bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus

frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan

yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita

mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.

2. Kerusakan Lobus Parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari

bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil

kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus

parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan

merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan

lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.

Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk

melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk

menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita

dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan

bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan

baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi

linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan

pekerjaan sehari-hari lainnya.

Page 5: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

3. Kerusakan Lobus Temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi

dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga

memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya

kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus

temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara

dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan

gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam

dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita

dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan

mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat

kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah

seksual.

Page 6: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

II

ETIOLOGI

Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera setempat & menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal

meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang

disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas & terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,

kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil

multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer

cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

KLASIFIKASI

(1) Menurut Jenis Cedera

a. Cedera Kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak

dan jaringan otak

b. Cedera kepala tertutup dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan

dan oedem serebral yang luas

(2) Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

a. Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

- Tak ada fraktur tengkorak

- Tak ada contusio serebral (hematom)

- Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

- Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

b. Cedera kepala sedang

- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

Page 7: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

- Dapat mengalami fraktur tengkorak

- Amnesia pasca trauma

- Muntah

- Kejang

c. Cedera kepala berat

- GCS 3-8 (koma)

- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran

progresif)

- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

- Tanda neurologist fokal

- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

(3) Menurut morfologi

a. Fraktur tengkorak : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi;

terbuka/tertutup

Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan

serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus

VII

b. Lesi intracranial : fokal: epidural, subdural, intraserebral

difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera

aksonal difus

CEDERA SPESIFIK OTAK KEPALA

1. Fraktur Tengkorak

Fraktur Linear : Kekuatan benturan lebih luas area tengkorak

Fraktur Basiler : Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang

bagian Frontal atau temporak

Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS dan

dunia luar melalui ruang subarachnoid & sinus yang mengandung udara dari

wajah atau tengkorak, memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus.

Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena yang kemudian mengalirkan drahnya

ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak

Page 8: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang

beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang

tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian

besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika

pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

2. Geger Serebral (Contusio)

Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang

biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala.

Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh

luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini menandakan

terjadinya perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan pembengkakan

Bakteri ringan dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat

sementara dapat pulih. Disorientasi & bingung sesaat dengan gejala sakit

kepala, tak mampu konsentrasi gangguan memori sementara pusing, peka

omnesia retrograde. Jika terjadi pembengkakan pada otak, maka bisa terjadi

kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat

bisa menyebabkan herniasi otak.

3. Memar / Laserasi cerebral (Komosio)

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi

neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah

periode tidak sadarkan diri dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Jika

jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku

irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan

amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada

permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar,

gejala bersifat neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera &

menimbulkan disfungsi luas akibat dari peningkatan edema serebral. Pada

scan tomografi terlihat masa & menimbulkan perubahan TIK dengan jelas.

Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap

adanya sakit kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-

Page 9: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera. Dengan memberi pasien

informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat mengurangi beberapa

masalah sindrom pasca - komosio.

4. Hematom Epidural

Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak

bagian dalam & lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena robekan

cabang kecil arteri meningeal tengah atau frontal. Hal ini terjadi karena patah

tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan

lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Tanda & gejala berupa sakit kepala hebat yang bias segera timbul tetapi

bias juga muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri tidak

tetap, penurunan kesadaran ringan, diikuti periode lucid, kemudian penurunan

neurologi dari kacau mental sampai coma, bentuk dekortikasi & deserebrasi,

pupil isokor sampai anisokor.

Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan

darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat

lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga

dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

5. Hematoma Subdural

Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas

lapangan arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan &

lebih sering pada lansia & alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental,

kejang disfasia. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di

sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera

kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala

yang lebih ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala

bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak.

Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara

spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala

neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Page 10: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

- sakit kepala yang menetap

- rasa mengantuk yang hilang-timbul

- linglung

- perubahan ingatan

- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik,

bergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang

ada.

a. Hematoma subdural akut

Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi

kontusio atau laserasi. Hematoma subdural akut menimbulkan

gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 – 48 jam

setelah cedera. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera

deselerasi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Biasanya

pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama dengan

hematoma epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi

lambat dan pernapasan cepat.

b. Hematoma subdural sub akut

Menyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih

dari 48 jam setelah cedera.

Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam

ruang subdural. Riwayat klinis khas dari penderita hematoma

subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang

menyebabkan ketidaksadaran, yang diikuti penurunan

kesadaran, dan perbaikan status neurologik secara bertahap.

Namun setelah jangka waktu tertentu penderita

memperlihatkan penurunan status neurologik. Tingkat

kesadaran menurun bertahap, pasien tidak berespon,

peningkatan TIK, lalu terjadi herniasi unkus atau sentral.

Angka kematian tinggi pada pasien hematoma subdural akut

dan sub akut, karena sering dihubungkan dengan kerusakan

otak.

Page 11: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

c. Hematoma subdural kronik

Terjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada

lansia akibat atrofi otak karena proses penuaan. Tampaknya

cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang

cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan

sekuela negative. Waktu di antara cedera dan awitan gejala

mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin terlupakan.

Gejala dapat tampak beberapa minggu setelah cedera minor.

Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan

mungkin dianggap sebagai stroke.

Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt

dilakukan melalui lubang burr ganda, atau kraniotomi dapat

dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yagn

tidak dapat dilakukan melalui lubang burr.

6. Hematoma Intrakranial

Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak,

penyebabnya adalah fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi

peluru dan gerakan aselerasi-deserasi tiba-tiba tindakan bersifat kontroversial

bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus

otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak

sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis

perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI.

Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal

adalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering

terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan

gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan

pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.

Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang

otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan

kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,

Page 12: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian.

Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

7. Konkusio

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap,

setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik

yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak

menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi

setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang

menimpa otak di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa

mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami

penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita

merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,

emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa

berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari

beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar

dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak

diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala

yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera

mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa

membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan

selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang

bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya

cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah,

sebainya segera mencari pertolongan medis.

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka

tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala

diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya

tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen.

Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

Page 13: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

III

PATOFISIOLOGI

3.1 MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul tergantung pada jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri

yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur.

Fraktur kubah cranial, menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan

karena alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa

pemeriksaan dengan sinar X.

Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang

frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering

menimbulkan hemoragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di

bawah konjunctiva. Suatu area ekimosis, atau memar, mungkin terlihat di

atas mastoid (tanda Battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS

keluar dari telinga (otorea cairan serebrospinal) dan hidung (rinorea

serebrospinal). Keluarnya cairan serebrospinal merupakan masalah serius

karena dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme

masuk ke dalam isi cranial melalui hidung, teling atau sinus melalui robekan

pada dura. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oelh cairan spinal

berdarah.

Trauma otak mempengaruhi setiap system tubuh. Manifestasi klinis cedera

otak meliputi gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba

deficit neurologik, dan perubahan tanda vital. Mungkin ada gangguan penglihatan

dan pendengaran, disfungsi sensori, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan

pergerakan, kejang, dan banyak efek lainnya. Karena cedera SSP sendiri tidak

menyebabkan syok, adanya syok hipovolemik menunjukkan kemungkinan cedera

multisistem.

Page 14: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

AKIBAT DARI TRAUMA OTAK INI TERGANTUNG pada:

1. Kekuatan benturan

Makin besar benturan makin parah kerusakan

2. Akselerasi / Deselerasi

Akselerasi = Benda yang bergerak mengenai kepala yang diam

Desekrasi = Kepala membentur benda diam

Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala tiba-tiba tanpa

kontak langsung.

3. KUP & Kontra KUP

Cedera KUP Kerusakan pada daerah dekat yang terbentur

Kontra KUP Kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan

4. Lokasi Benturan

Bagi otak yang tersebar kemungkinan cedera kepala terberat adalah

bagian lotus anterior (Frontalis & temporalis) Lobus posterior (oksipitalis dan

atas mesenfalon).

5. Rotasi

Pengubahan posisi rotasi kepala menyebabkan trauma regangan &

robekan pada substansia alba dan batang otak.

6. Fraktur Impresi

Disebabkan oleh suatu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun

menekan otak yang lebih dalam. Akibat fraktur ini kemungkinan CSS akan

mengalir ke hidung, telinga kemudian masuknya kuman dan terkontaminasi

dengan CSS dapat menimbulkan infeksi dan kejang.

3.2 KOMPLIKASI

1.Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi

beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.

Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya

cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera

kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40%

penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Page 15: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau

valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat

tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala

yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini seringkali

berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.

2.Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa

karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu

memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang

mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan

bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari

area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan

mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

3.Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang

memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi

dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus

frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang

telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

4.Agnosis

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat

dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya

dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat

mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-

benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat

melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah

kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan

benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia seringkali terjadi

segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan

khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.

5.Amnesia

Page 16: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk

mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama

berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.

Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa

yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau

peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca

trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai

beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang

dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat

menetap.

Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya

kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus

parietalis dan lobus temporalis. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan

serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara

mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup,

atau bisa juga berulang. Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya

bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma Wernicke-Korsakoff.

Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan

amnesia yang berlangsung lama.

Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati

Wernicke. Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang

hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut.

6.Fistel Karotis-kavernosus

Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita,

dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi

dengan oklusi balon endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan

yang permanent.

7.Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis,

menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien

mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan

hipernatremia dan deplesi volum.

Page 17: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

8.Kejang pasca trauma

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama)

atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan

predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan risiko yang

meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan

antikonvulsan.

9. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya

leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera kepala

tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah

beberapa hari pada 85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat

proses ini. Walaupun pasien ini memiliki risiko meningitis yang meningkat,

pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea atau rinorea

cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan

indikasi untuk reparative.

10.Edema serebral & herniasi

Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi

72 Jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak

teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Penekanan

dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak bergeser.

Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak

menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak.

Lama-lama terjadi pergeseran supratentorial & menimbulkan herniasi.

Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah / lateral & menekan di

enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak

posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES.

Mekanisme kesadaran, TD, nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.

11.Defisit Neurologis & Psikologis

Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran,

Nyeri kepala hebat, Mual / muntah proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

Page 18: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

IV

PENATALAKSANAAN

4.1 PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL

1. Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan,

lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan

dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir.

Jika cedera orofasial mengganggu jalan napas, maka pasien harus

diintubasi.

2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau

tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien

bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti

pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang

oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen

minimum 95 %. Jika jalan napas pasien tidak terlindung bahkan

terancam, maka pasien harus segera diintubasi serta diventilasi oleh

ahli anestersi.

3. Menilai sirkulasi: otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan

semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya

cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut

jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila

tersedia.pasang jalur intravena yang bessar, ambil darah vena untuk

pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan AGD

arteri. Berikan larutan koloid.

4. Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan

harus diobati.

5. Menilai tingkat/ klasifikasi keparahan cedera

4.2 PEDOMAN PENATALAKSANAAN

1. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto

tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral, dan

odontoid).

Page 19: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

2. pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan

prosedur berikut:

pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau

larutan Ringer Laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume

intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak

menambah edema serebri.

Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap,

trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa

protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan

kadar alcohol bila perlu

3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu

jika CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk

mendeteksi fraktur. Pasien denga cedera kepala ringan, sedang, atau

berat harus dievaluasi adanya:

Hematoma epidural

Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel

Kontusio dan perdarahan jaringan otak

Edema serebri

Obliterasi sisterna perimesenfalik

Pergeseran garis tengah

Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus

4. Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-

tanda herniasi, lakukan tindakan berikut ini:

Elevasi kepala 30°

Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten

Pasang kateter Foley

Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma

epidural yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka,

dan fraktur impresi >1 diploe)

Page 20: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

4.3 PENATALAKSANAAN KHUSUS

1. Cedera kepala ringan

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke

rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi

criteria berikut:

Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal

Foto servikal jelas normal

Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien

selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke

bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

2. Cedera kepala sedang

Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15

dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan

untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual,

muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut

yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah

minimal.

3. Cedera kepala berat

Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan

segera pada pasien ini apakah terdapat indikasi interval bedah saraf

segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf

untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat

seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali

yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan primer akibat cedera,

tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat

hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum yang terjadi

setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder

karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan dapat dimulai.

Page 21: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Lampiran 1

ILUSTRASI CEDERA KEPALA

Page 22: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Page 23: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

Page 24: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya

V

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: IAPK Pajajaran

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.

Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Meg Gulanik. 1994. Nursing Care Plans. New York: Mosby

Price, Sylvia A. 2002. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses penyakit.

Jakarta: EGC

Swear Ingen. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Arif, Mansjoer. 2000. Kapita Selekta ed 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Doengoes, ME. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Artikel Cedera Kepala. www.medicastore.com.. Diakses pada Selasa, 13

Februari 2007

Head injuries: What to Watch for Afterward. www.familydoctor.com.. Diakses

pada Selasa, 13 Februari 2007

Head Trauma: First Aid. www.firstaid.com. Diakses pada Selasa, 13 Februari

2007

Page 25: LP - CEDERA KEPALA

Op poenya