longcase meningocele
DESCRIPTION
vfgfTRANSCRIPT
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
RM : 571901
JK : Laki-laki
Umur : 34 thn
Ruangan : Lontara 3 THT
MRS : 5 Oktober 2012
II. ANAMNESIS
KU : Benjolan pada hidung
AT : dialami sejak lahir, awalnya benjolan hanya sebesar biji jagung, semakin lama
semakin membesar hingga saat ini seperti telur bebek. Tidak dirasakan nyeri pada
benjolan. Mual (-), muntah (-). Tidak ada penurunan berat badan. Riwayat demam (-).
Riwayat kejang(-).
Riwayat Antenatal :
Ibu pasien berumur 40 tahun ketika mengandung. Ibu pasien tidak pernah mengontrol
kehamilannya di rumah sakit. Riwayat penyakit Ibu pasien ketika hamil tidak diketahui.
Riwayat Intranatal :
Riwayat trauma (-), Riw. Terpapar radiasi (-), riw. Infeksi (-).
Riwayat Postnatal :
Pasien lahir spontan cukup bulan dibantu oleh bidan di rumah. Riw. penyakit yang sama
dalam keluarga disangkal. Tumbuh kembang anak normal.
III. PEMERIKSAAN FISIS (4/10/2012)
Status generalis: Sakit sedang/Gizi Cukup/Composmentis (GCS 15)
Status vitalis :
o T : 120/80 mmHg
o N : 80 x/menit
o P : 20 x/menit
o S : 36,7 0C
1
Status lokalis :
o Regio Nasal
Inspeksi :
tampak satu buah benjolan di daerah frontal berukuran ± 5 cm x
7cm x 3cm, warna kulit tampak sama dengan sekitarnya, eritem
(-), hematom (-), nanah (-).
Palpasi :
nyeri tekan (-), konsistensi lunak, batas tegas, terfiksir.
Pemeriksaan Neurologis
1. Nervus Cranialis
Tidak ada kelainan
2. Motorik
Lengan Kanan Kiri
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulna Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner tidak ada tidak ada
2
TUNGKAI Kanan Kiri
Kekuatan 2 2
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- K P R Normal Normal
- A P R Normal Normal
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
3. SENSORIK
Dalam batas normal
3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium 3/10/2012
WBC : 6.600/ul
RBC : 4.27 X 106 /ul
HGB : 12,5 g/dl
HCT : 36,3%
PLT : 232.000 /ul
GDS : 99 mg/dl
Ureum : 22 mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl
GOT/GPT : 18/3 U/l
CT/BT : 7’00/3’00
PT/APTT : 10,8/25,0
Elektrolit :
o Na : 143 mmol/l
o K : 4,4 mmol/l
o Cl : 107 mmol/
2. Foto Thorax AP ( 3/10/2012 )
Kesan: Tidak tampak kelainan pada foto thoraks
4
3. CT SCAN Kepala ( 4/10/2012)
Kesan :
1. Meningiencephalocele regio frontalis
2. Porenchepaly lobus temporalis kiri dan cerebellum
3. Schizenphaly lobus occipitoparietal kiri
DD/ Arachnoid cyst
5
V. RESUME
Laki-laki, 34 tahun, masuk rumah sakit dengan benjolan di hidung yang dialami sejak
lahir, awalnya benjolan hanya sebesar biji jagung, semakin lama semakin membesar
hingga saat ini seperti telur bebek. Tidak dirasakan nyeri pada benjolan. Mual (-), muntah
(-). Tidak ada penurunan berat badan. Riwayat demam (-). Riwayat persalinan normal.
Riwayat kehamilan ibu tidak diketahui. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
tidak ada. Pada pemeriksaan fisis, pasien sakit sedang, gizi cukup, compos metis (GCS
15) dan tanda vital dalam batas normal. Pada regio nasal tampak satu buah benjolan di
daerah frontal berukuran ± 5 cm x 7cmx3cm, warna kulit tampak sama dengan
sekitarnya, eritem (-), hematom (-), nanah (-). Pada palpasi nyeri tekan (-), konsistensi
lunak, batas tegas, terfiksir.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan kekuatan motorik pada keempat extremitas
dan pemeriksaan sensorik dalam batas normal. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
Meningiencephalocele regio frontalis, Porenchepaly lobus temporalis kiri dan
cerebellum, Schizenphaly lobus occipitoparietal kiri.
VI. DIAGNOSIS
Meningocele
VII. TERAPI
6
PENDAHULUAN
Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomali pada susunan sistem
saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan ke-4 dalam
perkembangan uterus. Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum
diketahui, ada bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan
kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi perkembangan abnormal pada
susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi spina bifida okulta, menigokel,
mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus dermal, siringomielia, diastematomiela, dan
lipoma pada konus medularis.1
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel
(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di
daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek
tulang kranium disebut kranium bifidum.2
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk
hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam
kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik
dan dapat berkembang normal. 1,2
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak
lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya (Syndrome Meckel, syndrome
dandy-walker). 3
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya
terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin
untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 3
7
1. Definisi
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga ensefalokel
(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba neuralis ini di
daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek
tulang kranium disebut kranium bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III
sampai dengan minggu ke IV; tidak menutupnya tuba neuralis pada ujung kranial dapat
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di seluruh bagian
tengkorak, tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital, kecuali pada orang Asia, yang
lebih sering terjadi pada regio frontal. 5,6,7,8
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan serebrospinal saja disebut
Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen, cairan serebrospinal dan jaringan/parenkhim
otak disebut Meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui defek kranium disebut
meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda patologi, pengobatan dan prognosisnya.
Kira-kira 75% meningoensefalokel didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong
kecil bertangkai atau struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada kranium; tertutup
oleh kulit seluruhnya; kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya dilapisi oleh membran
tipis seperti kertas perkamen. Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frantal. 9,10
Gambar 1. Meningoensefalokel pada regio occipital
8
Gambar 2. Meningoensefalokel pada regio frontonasal
Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan USG, pada
pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan otak abnormal/displasia. Insiden
meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi lahir hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba
neuralis (8% - 19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel terdapat di
regio oksipital; meningoensefalokel di daerah anterior (frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih
sering di Asia Tenggara. 11
2. Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama
kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar
bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik. Meningoensefalokel
juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang
juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.12
Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui, beberapa faktor
antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia dan faktor genetik terbukti
mempengaruhi perkembangan susunan saraf pusat sejak konsepsi, Penulis lain berpendapat
bahwa maternal hypertermia pada hamil muda juga merupakan fakor penyebab
meningoensefalokel. Data terakhir menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid
saat sekitar konsepsi akan mencegah defek tuba neuralis. 12
9
3. Patofisiologi
Meningoensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan janin.1
Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang kranial, dan menghasilkan
protrusi jaringan melalui defek linea mediana tulang yang disebut cranium bifidum.
Mielomeningokel cranium terdiri dari kantong meninges yang terisi hanya cairan serebrospinal
dan meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri, serebelum, atau bagian
batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah oksipital pada atau di bawah sambungan,
dan sebagian terjadi frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek
penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi
anensefali dan mielomeningokel. 6
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya hirdosefalus karena
stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom Dandy-Walker. Pemeriksaan dapat
menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai atau struktur seperti kista besar yang dapat
melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak
berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi
kantung dapat menampakkan adanya jaringan saraf. 1
4. Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut Suwanwel:
I. Ensefalomeningokel oksipital
II. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
A. Interfrontal
B. Fontanel anterior
C. Interparietal
10
D. Fontanel posterior
E. Temporal
III. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
A. Nasofrontal
B. Naso-ethmoidal
C. Naso-orbital
IV. Ensefalomeningokel basal
A. Transethmoidal
B. Sfeno-ethmoidal
C. Transsfenoidal
D. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
V. Kranioskhisis
A. Kranial, fasial atas bercelah
B. Basal, fasial bawah bercelah
C. Oksipitoservikal bercelah
D. Akrania dan anensefali. 5
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70 persen sefalokel (pada geografis). Dibagi
kedalam subkelompok sesuai hubungannya dengan protuberansia oksipital eksterna (EOP):
sefalokel oksipitalis superior, dimana terletak diatas EOP, dan sefalokel oksipitalis inferior,
yang terletak dibawah EOP. Penonjolan lobus oksipital tampak disefalokel superior, dimana
serebelum menonjol dalam sefalokel inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen
magnum, keadaan ini disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel ini dengan spina
bifida servikalis disebut sefalokel oksipitoservikalis (iniensefali).5
11
Meningoensefalokel anterior jarang dibanding meningoensefalokel posterior. Yang
pertama biasanya dibagi kedalam dua kelompok: meningoensefalokel sinsipital (tampak)
dan meningoensefalokel basal (tak tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat kelompok:
(1) meningoensefalokel frontal,
(2) meningoensefalokel frontonasal,
(3) meningoensefalokel fronto-ethmoid, dan
(4) meningoensefalokel nasofaringeal.
Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah tempat yang umum dari sefalokel;
hubungan ini menjadi titik lemah karena pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan
kartilago nasal. Suwanwela menyebut sefalokel diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-
ethmoid dan dikelompokkan kedalam tiga subkelompok:
1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan tulang nasal.
2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari bagian anterior orbit. 5
Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:
1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal): herniasi kedalam kavum nasal melalui
lamina kribrosa.
2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior): herniasi kebagian posterior
kavum nasal melalui tulang sfenoid.
3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi kenasofaring melalui tulang
sfenoid.
4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui fissura orbital superior.
5. Meningoensefalokel sfenomaksillari: herniasi kerongga orbit melalui fissura pterigoid,
kemudian kefossa pterigoid melalui fissura intra orbital. 5
12
6. Gejala Klinis
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi, termasuk
hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan masuk ke dalam
kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja, prognosisnya lebih baik
dan dapat berkembang normal. Gejala-gejala sehubungan dengan malformasi otak adalah mental
retardasi, ataxia spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata. Sebenarnya diagnosis
perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa feto protein cairan amnion dan serum
ibu.6
Ukuran dari meningoensefalokel mempengaruhi ukuran dari tengkoran dan otak
tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak. Bila protrusi besar, maka tengkorak akan
tampak seperti mikrosefali, karena banyak jaringan otak yang sudah keluar. Menigoensefalokel
jarang berhubungan dengan malformasi serebri saja dan biasanya berhubungan dengan
abnormalitas dari hemisper serebri, serebelli dan otak tengah.9
Meningoensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali muka, seperti bibir dan
langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu meningoensefalokel oksipital, hidrosefalus,
deformitas Klippel-Feil, dan langit-langit bercelah sering terjadi sebagai tetrad. Kelainan
jantung kongenital dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang berhubungan yang
terletak dibagian lain dari badan. 6
Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel, atau mungkin terbentuk
setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah
25 persen pada meningokel dan 66 persen pada meningoensefalokel. Hidrosefalus yang
bersamaan pada meningoensefalokel anterior jarang. Seperti pada spina bifida, insidens
hidrosefalus lebih tinggi pada sefalokel yang mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus
yang menyertai pada meningoensefalokel oksipital adalah hampir sama dengan pada
mielomeningokel. 6
Diagnosis
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel: daerah
defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali SSP, dan dinamika CSS.7
13
Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal pada foto polos
tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang, perluasan defek dan ada atau
tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau tidaknya otak yang vital dikantung dapat
ditentukan dengan ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT scan memperlihatkan
tidak hanya isi kantung namun semua kelainan intrakranial yang bersamaan. 10
Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah lainnya,
seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii sangat lebih kompresibel
dibanding meningoensefalokel. CT scan memperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan
atas kantung dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk
membedakan meningoensefalokel oksipital dari kantung dorsal holoprosensefali;
holoprosensefali didi- agnosis oleh adanya arteria serebral anterior azigos. 7
Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada meningoensefalokel anterior,
tomografi fossa anterior dan CT scan diperlukan. Meningoensefalokel anterior harus
didiferensiasi dari polip nasal, teratoma orbitofronal, glioma ektopik (nasal), dan keadaan
serupa. Teratoma orbitofrontal mungkin menampakkan kalsifikasi pada foto polos dan meluas
kedalam ruang intrakranial. Tumor ini menjadi maligna dengan pertambahan usia. Glioma nasal
adalah tumor neurogenik kongenital yang jarang yaitu massa heterotopik nonneoplastik dari
jaringan neuroglial. Tapi mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati, menginfiltrasi jaringan
sekitarnya, serta metastasis ke nodus limfe regional. 5,6
MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan dalam
meningiensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah, isi dari protrusi biasanya dari salah
satu hemisfer yang lebih kecil.9
14
Gambar 3. Meningoensefalokel pada pada regio frontonasal
Gambar 4. Meningoensefalokel pada pada occipital
7. Komplikasi
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak
lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya(Syndrome Meckel, syndrome
dandy-walker). Kelainan kepala lainnya yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista otak,
miensefalus (fusi tulang occiput vertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstensi),
huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus
(destruksi total jaringan otak sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala
(dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.12
15
Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:
a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)
b. Gangguan perkembangan
c. Mikrosefalus
d. Hidrosefalus
e. Gangguan penglihatan
f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
g. Ataksia
h. Kejang.12
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari anomali. Pada
meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan saraf, hasil dari pembedahan
hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel yang berisi jaringan otak biasanya diakhiri
dengan kematian dari anak.9
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf, kecuali massanya
terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin, tindalan bedah sedini mungkin
untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala. 6
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak terjadi
kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera dilakukan. Pada meningoensefalokel yang
ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi
adalah menutup defek (watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi serta
memelihara fungsi otak. 7
Defek tulang yang cukup besar dapat diperbaiki dengan wire mesh, plastik atau tulang,
tetapi jarang diperlukan. Hasil akhir operasi sukar dipastikan oleh karena bervariasinya kasus.
Pada tindakan bedah terhadap 40 penderita didapati 15 orang (38%) meninggal dan dari 25 orang
yang hidup 14 orang (56%) intelegensianya normal meskipun sering dijumpai gangguan motorik
dan pada 11 orang (44%) dijumpai gangguan intelektual dan motorik. 10
16
1. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril yang direndam salin
yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak melekat untuk
mencegah jaringan saraf yang terpaparmenjadi kering. 12
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat mempertahan
suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan
dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan
lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan
pemeriksaan X-Ray kepala AP/LAT dan diambil photografi dari lesi. 12
2. Perawatan pasca bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika ada drain
penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau
tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah. Lingkar kepala diukur dan
dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam
pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi
perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.12
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, B.; Arvin K.; Buku Ilmu Kesehatan Anak 15th edition; Penerbit Buku Kedokteran
EGC; Jakarta; 2000.
2. Meadow, R.; Simon N.; Lecture Notes: Pediatrika 7th edition; Erlangga; 2003.
3. Hull, D.; Derek I.J.; Dasar-Dasar Pediatri 3rd edition; Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Jakarta; 2008.
4. Saanin, S.; Disrafisme Kranial; in Anomali Susunan Saraf Pusat; Ilmu Bedah Saraf; Ka.
SMF Bedah Saraf RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang; available at:
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Disrafisme.html; 2008.
5. Muscari, M.E.; Keperawatan Pediatrik 3rd edition; Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta;
2005.
6. Taufan, V.R.; Ensefalokel (Encephalocele); available at: http://dokter
rosfanty.blogspot.com/2009/07/ensefalokel.html; 2009.
7. Dorland, W.A.N.; Kamus Kedokteran Dorland; Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta;
2002.
8. Fenichel, G.M.; Clinical Pediatric Neurology 4th edition; Saunders Company; Philadelphia;
2001.
9. Tsementzis, S.A.; Differential Diagnosis of Neurology and Neurosurgery; Thieme
Stuttgart; New York; 2000.
10. Sjamsuhidajat, R.; Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Jakarta; 2005.
11. Lubis, N.U.; Encephalocele; in CKD – Cermin Dunia Kedokteran Magazine; Kalbe Farma;
PT. Temprint; Jakarta; 2009.
12. Mayasari, N.; Encephalocele; available at: http://upeeknouvelz.blogspot.com/
2010/02/kelainan-pada-bayi-dengan.html; 2010.
18
BAGIAN ILMU BEDAHSUBDIVISI BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN LONGCASEUNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2012
MENINGOCELE
Disusun Oleh :
Budhi Karoma C111 08 258Rafitha Sara C111 08 331Dimas Agung C111 08 293
Pembimbing :dr. Pasarella
Supervisor:Dr. dr. Djoko Widodo, Sp. BS.
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PADA BAGIAN ILMU BEDAH SUBDIVISI BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2012
19