lkpd prov jawa timur

228
 BA DAN PEMERI KSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LA PORAN HASIL PEMERIKSAAN  ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI J AWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2008 DI SURABAYA  PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR Nomor : 106/R/XVIII.JATIM/05/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 BUKU I

Upload: vashtitiffanamirza

Post on 11-Oct-2015

480 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Laporan Keuangan Daerah Propinsi Jawa Timur oleh Badan Pemeriksa Keuangan

TRANSCRIPT

  • BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS

    LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

    TAHUN ANGGARAN 2008 DI

    SURABAYA

    PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    Nomor : 106/R/XVIII.JATIM/05/2009

    Tanggal : 25 Mei 2009

    BUKU I

  • i

    DAFTAR ISI

    HALAMAN

    DAFTAR ISI i

    LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN......... 1

    LAPORAN KEUANGAN POKOK

    1. NERACA KOMPARATIF..................................................................... 3

    2. LAPORAN REALISASI APBD............................................................. 5

    3. LAPORAN ARUS KAS........................................................................ 7

    4. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN.......................................... 9

    A. PENDAHULUAN.......................................................................... 9 B. EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN

    PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD..................................... 13

    C. IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN....................... 26

    D. KEBIJAKAN AKUNTANSI............................................................ 62 E. PENJELASAN ATAS REKENING-REKENING NERACA,

    LAPORAN REALISASI ANGGARAN DAN LAPORAN ARUS KAS..............................................................................................

    81

    F. PENJELASAN ATAS INFORMASI NON KEUANGAN................ 132

    GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN......................................................... 137

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR 1

    BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

    OPINI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Kepada para pengguna laporan keuangan, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) telah memeriksa Neraca Pemerintah Provinsi Jawa Timur per 31 Desember 2008, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Tanggung jawab BPK RI adalah pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan. BPK RI melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Standar tersebut mengharuskan BPK RI merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan agar BPK RI memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu pemeriksaan meliputi penilaian, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan juga meliputi penilaian atas Standar Akuntansi Pemerintahan yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. BPK RI yakin bahwa pemeriksaan BPK RI memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Berdasarkan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2008, BPK RI menemukan beberapa permasalahan yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan keuangan, sebagai berikut. 1. Sebagaimana diungkapkan dalam Temuan Kepatuhan Nomor 1, LHP tertanggal

    25 Mei 2009, yang menunjukkan, Anggaran Dan Realisasi Belanja Modal Pada Dinas Kesehatan Sebesar Rp2.769.528.901,00 Tidak Sesuai Ketentuan;

    2. Sebagaimana diungkapkan dalam Temuan Kepatuhan Nomor 3, LHP tertanggal 25 Mei 2009, menunjukkan, Realisasi Bantuan Sosial Sebesar Rp26.867.225.000,00 Digunakan Untuk Pelaksanaan Kegiatan Di SKPD;

    3. Sebagaimana diungkapkan dalam Temuan Kepatuhan Nomor 7, LHP tertanggal 25 Mei 2009, menunjukkan, Penerima Bantuan Sosial Sebesar Rp57.062.248.370,00 Belum Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    3

    I. NERACA

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR NNEERRAACCAA

    PER 31 DESEMBER TAHUN 2008 DAN TAHUN 2007

    URAIAN Tahun 2008 Audited

    Tahun 2007 Audited

    ASET LANCAR

    Kas 2.063.118.059.972,69

    1.281.755.295.429,82

    Kas di Kas Daerah (BUD) 2.007.849.923.476,24 1.237.638.636.382,43 Kas di Bendahara Penerimaan 526.126.759,00 271.663.646,00 Kas di Bendahara Pengeluaran 9.388.513.685,00 8.588.974.570,00 Kas di RSUD 45.353.496.052,45 35.256.020.830,79

    Piutang 148.750.950.229,00 153.269.178.288,00

    Piutang Pajak 103.772.313.389,00 96.996.693.111,00 Piutan Retribusi 42.544.340.213,00 55.149.662.819,00 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 867.469.581,00 990.653.996,00 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan (TP) 0,00 0,00 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi (TGR) 151.901.950,00 84.278.650,00 Piutang Lainnya 1.414.925.096,00 47.889.712,00

    Persediaan 37.185.792.821,64 52.044.941.410,42

    Jumlah Aset Lancar 2.249.054.803.023,33 1.487.069.415.128,24 INVESTASI JANGKA PANJANG

    Investasi Non Permanen Investasi Dana Bergulir 403.995.700.850,00 379.995.700.850,00

    Jumlah Investasi Non Permanen 403.995.700.850,00 379.995.700.850,00

    Investasi Permanen Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 1.058.354.358.500,00 910.070.658.500,00

    Jumlah Investasi Permanen 1.058.354.358.500,00 910.070.658.500,00

    Jumlah Investasi 1.462.350.059.350,00 1.290.066.359.350,00

    ASET TETAP

    Tanah 12.233.981.778.765,00 12.382.351.961.109,00 Peralatan dan Mesin 1.586.475.817.532,50 1.453.395.570.350,00 Gedung dan Bangunan 1.222.196.223.195,00 1.080.020.130.941,00 Jalan, Irigasi dan Jaringan 8.753.425.297.429,00 8.601.027.328.985,00 Aset Tetap Lainnya 14.092.522.448,00 11.236.833.713,00 Konstruksi dalam Pengerjaan 214.118.574.305,00 171.883.125.444,00 Akumulasi Penyusutan Tetap 0,00 0,00

    Jumlah Aset Tetap 24.024.290.213.674,50 23.699.914.950.542,00

    DANA CADANGAN

    Dana Cadangan 41.500.000.000,00 479.055.408.392,75 Jumlah Dana Cadangan 41.500.000.000,00 479.055.408.392,75

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    4URAIAN Tahun 2008

    Audited Tahun 2007

    Audited

    ASET LAINNYA

    Tagihan Penjualan Angsuran 0,00 0,00 Tuntutan Perbendaharaan (TP) 1.393.331.210,00

    0,00

    Tuntutan Ganti Rugi (TGR) 84.636.400,00 1.393.331.210,00 Kemitraan dengan Pihak Ketiga 0,00 0,00 Aset Tak Berwujud 37.593.548.920,00

    0,00

    Aset Lainnya 10.000.000.000,00 10.000.000.000,00 Jumlah Aset Lainnya 49.071.516.530,00 11.393.331.210,00

    JUMLAH ASET 27.826.266.592.577,80 26.967.499.464.623,00

    KEWAJIBAN

    Kewajiban Jangka Pendek 442.879.363.344,30 169.651.146.773,65 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) 1.345.404.674,00 1.530.992.927,00 Utang Bunga 311.583.296,00 524.831.946,00 Bagian Lancar utang jangka panjang 3.688.416.704,00 3.475.168.052,00 Utang belanja 130.145.046,00 357.489.502,00 Utang Bagi Hasil Pajak 429.883.517.509,04 157.176.933.046,81 Utang Bagi Hasil Bukan Pajak 4.357.864.703,26 3.959.254.211,39 Utang Lain-lain 3.162.431.412,00 2.626.477.088,45

    Kewajiban Jangka Panjang 2.870.634.523,00 6.559.051.226,00

    Utang Jangka Panjang 2.870.634.523,00 6.559.051.226,00

    Jumlah Kewajiban 445.749.997.867,30 176.210.197.999,65 EKUITAS DANA

    Ekuitas Dana Lancar 1.806.175.439.679,03 1.317.418.268.354,59 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2.062.591.933.213,69 1.281.483.631.783,22 Pendapatan yang ditangguhkan 526.126.759,00 271.663.646,60 Cadangan Piutang 148.750.950.229,00 153.269.178.288,00 Cadangan Persediaan 37.185.792.821,64 52.044.941.410,42 Dana yg. Hrs. Disediakan utk. Pembiayaan utang jk. Pendek

    (442.879.363.344,30) (169.651.146.773,65)

    Ekuitas Dana Investasi 25.532.841.155.031,50 24.994.815.589.876,00

    Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang 1.462.350.059.350,00 1.290.066.359.350,00 Diinvestasikan dalam Aset Tetap 24.024.290.213.674,50 23.699.914.950.542,00 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 49.071.516.530,00 11.393.331.210,00 Dana yg. Hrs. Disediakan utk. Pembiayaan utang jk. Panjang

    (2.870.634.523,00) (6.559.051.226,00)

    Ekuitas Dana Cadangan 41.500.000.000,00 479.055.408.392,75

    Diinvestasikan dalam Dana Cadangan 41.500.000.000,00 479.055.408.392,75 JUMLAH EKUITAS DANA 27.380.516.594.710,50 26.791.289.266.623,30

    JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA 27.826.266.592.577,80 26.967.499.464.623,00

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    5

    II. LAPORAN REALISASI ANGGARAN

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

    LAPORAN REALISASI APBD UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2008 DAN 2007

    TA-2008 Audited Nomor urut

    U r a i a n Anggaran Setelah Perubahan

    Realisasi %

    4 PENDAPATAN 5.709.790.737.436,00 7.075.105.412.658,91 123,91%

    4.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.930.412.671.290,00 5.212.319.315.953,91 132,62%

    4.1.1 Pendapatan Pajak Daerah 3.372.150.000.000,00 4.481.791.543.639,05 132,91%

    4.1.2 Pendapatan Retribusi Daerah 277.448.771.360,00 309.323.367.729,22 111,49%

    4.1.3 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

    194.860.990.000,00 195.402.283.657,46 100,28%

    4.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 85.952.909.930,00 225.802.120.928,18 262,70%

    4.2 PENDAPATAN TRANSFER

    4.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan

    4.2.1.1 Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak

    701.524.813.446,00 775.290.375.969,00 110,52%

    4.2.1.2 Dana Alokasi Umum 1.022.860.627.000,00 1.022.860.627.000,00 100,00%

    4.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 40.847.625.700,00 40.847.625.700,00 100,00%

    4.2.2.1 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 40.847.625.700,00 40.847.625.700,00 100,00%

    4.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 14.145.000.000,00 23.787.468.036,00 168,17%

    4.3.1 Pendapatan Hibah 14.145.000.000,00 23.787.468.036,00 168,17%

    5 BELANJA 7.314.357.548.792,00 6.639.780.929.165,05 90,78%

    5.1 BELANJA OPERASI 5.075.554.634.613,00 4.598.183.700.513,05 90,59%

    5.1.1 Belanja Pegawai 1.604.463.660.894,00 1.443.479.399.210,00 89,97%

    5.1.2 Belanja Barang 1.423.106.878.815,00 1.311.774.041.352,00 92,18%

    5.1.3 Belanja Bunga 0 0

    5.1.4 Belanja Subsidi 0 0

    5.1.5 Belanja Hibah 1.475.452.300.000,00 1.283.926.009.927,05 87,02%

    5.1.6 Belanja Bantuan Sosial 572.531.794.904,00 559.004.250.024,00 97,64%

    5.2 BELANJA MODAL 601.497.451.035,00 548.509.682.952,00 91,19%

    5.2.1 Belanja Tanah 37.955.870.000,00 29.586.381.609,00 77,95%

    5.2.2 Belanja Peralatan dan Mesin 131.110.506.661,00 120.327.684.042,00 91,78%

    5.2.3 Belanja Gedung dan Bangunan 191.857.808.727,00 178.485.649.840,00 93,03%

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    6TA-2008 Audited Nomor

    urut U r a i a n Anggaran Setelah

    Perubahan Realisasi %

    5.2.4 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 197.177.660.147,00 190.579.278.028,00 96,65%

    5.2.5 Belanja Aset Tetap Lainnya 4.368.509.000,00 2.853.361.553,00 65,32%

    5.2.6 Belanja Modal Hibah 39.027.096.500,00 26.677.327.880,00 68,36%

    5.3 BELANJA TIDAK TERDUGA 49.908.756.455,00 23.803.348.578,00 47,69%

    5.3.1 Belanja Tidak Terduga 49.908.756.455,00 23.803.348.578,00 47,69%

    5.4 TRANSFER 1.587.396.706.689,00 1.469.284.197.122,00 92,56%

    5.4.1 Transfer/bagi hasil pendapatan ke Kabupaten/Kota

    1.568.979.706.689,00 1.452.594.468.910,00 92,58%

    5.4.2 Transfer Bantuan Keuangan ke Pemda Lainnya

    18.417.000.000,00 16.689.728.212,00 90,62%

    Jumlah Belanja 7.314.357.548.792,00 6.639.780.929.165,05 90,78%

    Surplus/((Defisit) -1.604.566.811.356,00 435.324.483.493,86 -27,13%

    6 PEMBIAYAAN 1.604.566.811.356,00 1.625.922.045.045,83 101,33%

    6.1 PENERIMAAN DAERAH 1.702.566.811.356,00 1.723.922.045.045,83 101,25%

    6.1.1 Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)

    1.277.566.811.356,00 1.277.566.811.356,22 100,00%

    6.1.2 Pencairan Dana Cadangan 425.000.000.000,00 446.355.233.689,61 105,02%

    6.1.3 Pinjaman Dalam Negeri-Pemerintah Pusat 0 0

    Jumlah Penerimaan 1.702.566.811.356,00 1.723.922.045.045,83 101,25%

    6.2 PENGELUARAN DAERAH 98.000.000.000,00 98.000.000.000,00 100,00%

    6.2.1 Pembentukan Dana Cadangan 0 0

    6.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah 98.000.000.000,00 98.000.000.000,00 100,00%

    6.2.3 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Pemerintah Pusat

    0 0

    Jumlah Pengeluaran 98.000.000.000,00 98.000.000.000,00 100,00%

    Pembiayaan Neto 1.604.566.811.356,00 1.625.922.045.045,83 101,33%

    6.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 0 2.061.246.528.539,69

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    7

    III. LAPORAN ARUS KAS

    PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN ARUS KAS

    UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2008 DAN 2007

    U R A I A N Tahun 2008 Audited

    Tahun 2007 Audited

    ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI Arus Kas Masuk :

    Pajak Daerah 4.481.791.543.639,05 3.574.886.241.780,00 Retribusi Daerah 61.050.477.348,00 56.792.023.080,88 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 195.402.283.657,46 99.510.836.622,96 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 218.086.900.824,74 220.082.420.065,88 Dana Bagi Hasil Pajak 700.206.917.652,00 641.893.164.721,00 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) 75.083.458.317,00 22.847.861.448,00 Dana Alokasi Umum 1.022.860.627.000,00 1.091.155.000.000,00 Dana Otonomi Khusus 0,00 0,00 Dana Penyesuaian 40.847.625.700,00 0,00 Pendapatan Hibah 23.787.468.036,00 19.901.336.118,00 Dana Darurat 0,00 0,00 Pendapatan Lainnya 0,00 0,00 Total Arus Masuk Kas dari Aktivitas Operasi 6.819.117.302.174,25 5.727.068.883.836,72

    Arus Kas Keluar : Belanja Pegawai 1.344.594.972.791,00 1.136.408.311.825,00 Belanja Barang dan Jasa 1.183.520.470.454,00 1.080.067.901.520,00 Belanja Bunga 0,00 0,00 Belanja Subsidi 0,00 0,00 Belanja Hibah 1.283.926.009.927,05 2.000.000.000,00 Belanja Bantuan Sosial 559.004.250.024,00 854.686.634.603,71 Belanja Bagi Hasil ke Kabupaten/Kota 1.452.594.468.910,00 1.334.276.267.687,00 Belanja Bantuan Keuangan 16.689.728.212,00 4.624.714.800,00 Belanja Tidak Terduga 23.803.348.578,00 25.002.442.773,00 Total Arus Keluar Kas dari Aktivitas Operasi 5.864.133.248.896,05 4.437.066.273.208,71

    Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi 954.984.053.278,20 1.290.002.610.628,01

    ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI ASET NONKEUANGAN. Arus Kas Masuk :

    Pendapatan Penjualan atas Tanah 403.312.279,00 3.437.652.807,00 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin 24.400.000,00 34.253.000,00 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan 15.250.000,00 56.760.000,00 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan 0,00 0,00 Pendapatan Penjualan atas Aset Tetap Lainnya 0,00 0,00 Pendapatan Penjualan atas Aset Lainnya 0,00 0,00

    Total Arus Kas masuk dari Aktivitas Investasi Aset Non-Keuangan 442.962.279,00 3.528.665.807,00 Arus Kas Keluar :

    Belanja Modal Pengadaan Tanah 29.586.381.609,00 62.055.742.229,00 Belanja Modal Pengadaan Peralatan dan Mesin 102.196.546.775,00 111.154.689.684,00 Belanja Modal Pengadaan Gedung dan Bangunan 178.485.649.840,00 249.684.271.166,00 Belanja Modal Pengadaan Jalan, Irigasi dan Jaringan 190.579.278.028,00 195.717.562.384,57 Belanja Modal Pengadaan Aset Tetap Lainnya 2.674.823.153,00 2.217.114.183,00 Belanja Aset Lainnya 26.677.327.880,00 1.520.883.900,00 Total Arus Kas keluar dari Aktivitas Investasi Aset

    Nonkeuangan 530.200.007.285,00 622.350.263.546,57

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    8U R A I A N Tahun 2008

    Audited Tahun 2007

    Audited

    Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (529.757.045.006,00) (618.821.597.739,57)

    ARUS KAS DARI AKTIVITAS PEMBIAYAAN Arus Kas Masuk : Pencairan Dana Cadangan 446.355.233.689,61 67.713.876.943,00 Hasil Penjualan Asset /Kekayaan Daerah yang dipisahkan 0,00 0,00 Penerimaan Pinjaman dan Obligasi 0,00 0,00 Penerimaan Kembali Pinjaman 0,00 149.395.250,00 Penerimaan Piutang 0,00 0,00 Total Arus Kas masuk dari Aktivitas Pembiayaan 446.355.233.689,61 67.863.272.193,00 Arus Kas Keluar : Pembentukan Dana Cadangan 0,00 190.000.000.000,00 Penyertaan modal (Investasi) Pemerintah Daerah 98.000.000.000,00 118.263.000.000,00 Pembayaran Pokok Utang Pinjaman dan Obligasi 0,00 149.395.217,00 Pemberian Pinjaman 0,00 0,00 Total Arus Kas Keluar dari Aktivitas Investasi 98.000.000.000,00 308.412.395.217,00

    Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan 348.355.233.689,61 (240.549.123.024,00) ARUS KAS DARI AKTIVITAS NON ANGGARAN

    Arus Kas Masuk : Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 173.266.205.840,00 164.316.039.187,00 Total Arus Kas masuk dari Aktivitas Non Anggaran 173.266.205.840,00 164.316.039.187,00 Arus Kas Keluar : Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 173.266.205.840,00 164.316.039.187,00 Total Arus Kas masuk dari Aktivitas Non Anggaran 173.266.205.840,00 164.316.039.187,00

    Arus Kas Bersih dari Aktivitas Non Anggaran 0,00 0,00 Kenaikan (Penurunan) Bersih Kas Selama Periode berjalan 773.582.241.961,81 430.631.889.864,44 Saldo Awal Kas di BUD/Kas Daerah 1.242.310.790.525,43 811.678.900.660,99

    Kas di BUD/Kas Daerah 1.237.638.636.382,43 810.854.071.190,99 Kas di Bendahara Pengeluaran 4.672.154.143,00 824.829.470,00

    Saldo Akhir Kas di BUD/ Kas Daerah 2.015.893.032.487,24 1.242.310.790.525,43 Kas di BUD/Kas Daerah 2.007.849.923.476,24 1.237.638.636.382,43 Kas di Bendahara Pengeluaran 8.043.109.011,00 4.672.154.143,00

    Saldo Akhir Kas di Rekening Fungsional Rumah Sakit 45.353.496.052,45 35.256.020.830,79 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran (belum setor) 1.345.404.674,00 3.916.820.427,00

    Saldo Askeskin di RSUD Saiful Anwar Malang 0,00 2.385.827.500,00 PFK di Bendahara Pengeluaran (GU) 1.345.404.674,00 1.530.992.927,00

    Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan 358.606.759,00 271.663.646,60 Saldo Akhir Kas di Islamic Centre (koreksi BPK) 167.520.000,00 0

    SALDO AKHIR KAS 2.063.118.059.972,69

    1.281.755.295.429,82

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    9

    1. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

    a. PENDAHULUAN 1) Latar Belakang

    Wujud nyata dari perubahan paradigma yang menjadikan pembangunan sebagai acuan kerja pemerintahan ke paradigma pelayanan dan pemberdayaan sebagai landasan kerja pemerintah adalah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Salah satu perubahan mendasar dari paradigma tersebut adalah adanya reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang memberikan kewenangan lebih besar dalam bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat lokal, yang bermuara pada terciptanya dinamika serta corak pembangunan baru di daerah.

    Implementasi reformasi di bidang pengelolaan keuangan adalah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara ini dijabarkan aturan-aturan pokok yang merupakan pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: akuntabilitas berorientasi pada hasil profesionalitas proporsionalitas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri

    Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara khususnya pasal 30, 31 dan pasal 32 disebutkan bahwa Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksud meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan tersebut disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

    Tidak berhenti hanya sampai disitu, selanjutnya ditetapkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mengamanatkan pula agar segera disusun standar akuntansi pemerintahan. Menindaklanjuti semua peraturan tersebut serta perlunya pedoman yang mengatur kesamaan dalam penerapan prinsip-prinsip akuntansi maka ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta ketentuan teknisnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    10

    dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam pelaporan keuangan dibedakan menjadi 2 (dua) entitas yaitu entitas pelaporan dan entitas akuntansi. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan daerah yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Entitas pelaporan adalah pemerintah daerah atau satuan organisasi di lingkungan pemerintah daerah atau organisasi lainnya jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. Entitas pelaporan dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Entitas akuntansi dalam hal ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah ( SKPD ) yang berada di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

    Laporan keuangan yang disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur menginformasikan posisi keuangan dan seluruh transaksi selama periode pelaporan, selain itu juga berfungsi membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang telah ditetapkan. Membantu dalam menilai kondisi keuangan, efektif dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelaksanaan realisasi anggaran serta menentukan ketaatan terhadap kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan keuangan daerah.

    2) Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan Sesuai dengan asas umum pengelolaan keuangan daerah yang

    ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 4, yaitu: a) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-

    undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat;

    b) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

    Sebagai upaya perwujudan Good Governance serta taat asas, maka pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan menyediakan informasi yang berkaitan dengan keuangan dalam hal pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana dan arus kas.

    Maksud penyusunan Laporan Keuangan ini adalah wujud pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD dalam menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Pertanggungjawaban ini bukanlah semata-mata dimaksudkan sebagai upaya untuk menemukan kelemahan pelaksanaan pemerintahan daerah melainkan

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    11

    untuk melaksanakan asas efisiensi, efektifitas, serta fungsi pengawasan DPRD terhadap jalannya pemerintahan.

    Tujuan penyusunan laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang secara spesifik tidak hanya bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya tapi juga berguna dalam pengambilan keputusan serta menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan dengan: a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode

    berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber

    daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundang-undangan;

    c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai;

    d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;

    e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman;

    f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan;

    Maka berdasarkan ketentuan yang ada dalam peraturan-peraturan yang telah disampaikan sebelumnya, Laporan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ini disusun sebagai Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2008 yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2007 dan Perubahan APBD (P-APBD) Tahun Anggaran 2008 sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 06 tahun 2008.

    3) Landasan hukum : Landasan hukum penyusunan laboran keuangan yaitu:

    a) UUD 1945 pasal 23; b) UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 31 ayat (1)

    Gubernur menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemerinksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir ;

    c) UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pasal 31 ayat (2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan;

    d) UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pasal 56 ayat (1) Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku Pejabat

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    12

    Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk disampaikan kepada Gubernur dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

    e) UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, yang menetapkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Audited) disusun berdasarkan Standart Akuntansi Pemerintahan yang telah dikoreksi atau disesuaikan menurut hasil pemeriksaan BPK;

    f) UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah , pasal 184 ; g) UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

    Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pasal 2 dan pasal 81; h) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

    Pemerintahan; i) Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan

    Keuangan Daerah; j) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan

    dan Kinerja Instansi Pemerintah; k) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Daerah; l) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang

    Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

    m) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 5 April 2007 Nomor 900/316/BAKD/ 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah;

    n) Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 4 September 2007 Nomor 900/743/BAKD perihal Modul Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah;

    o) Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur;

    p) Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 Provinsi Jawa Timur;

    q) Peraturan Daerah Nomor 06 tahun 2008 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 Provinsi Jawa Timur;

    r) Peraturan Gubernur Nomor 73 tahun 2007 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 Provinsi Jawa Timur;

    s) Peraturan Gubernur Nomor 69 tahun 2008 tentang Perubahan Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008 Provinsi Jawa Timur.

    t) Keputusan Gubernur Nomor 188/65/KPTS/013/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur;

    u) Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/415/KPTS/013/2007 tentang Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008.

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    13

    b. EKONOMI MAKRO, KEBIJAKAN KEUANGAN DAN PENCAPAIAN TARGET KINERJA APBD. 1) Ekonomi Makro

    Proses pembangunan daerah yang dilaksankan secara merata dan berkelanjutan harus memperhatikan asumsi dasar ekonomi makro nasional, regional dan daerah. Asumsi dasar tersebut merupakan besaran fundamental dalam perekonomian daerah, selain karena sangat berpengaruh besar dalam menentukan pengambilan kebijakan pengelolaan anggaran daerah yang akan dioperasionalkan dalam pembangunan daerah kedepan, juga sebagai tindakan penyesuaian terhadap kekuatan dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengantisipasi permasalahan krusial di masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan, sehingga asumsi makro ekonomi dapat tercapai.

    Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam melaksanakan pembangunan tahun 2008 mendasarkan pada asumsi makro ekonomi Jawa Timur Tahun 2008 yaitu Pertumbuhan Ekonomi mencapai sebesar 5,70%, dengan Laju Inflasi sebesar 6,5% dibawah dua digit dan Nilai Tukar Rupiah dibawah Rp9.150,- diharapkan pada tahun berjalan akan diperoleh hasil sebagaimana perhitungan prediksi BPS Provinsi Jawa Timur bahwa Pertumbuhan Ekonomi pada akhir bulan Desember 2008 akan mencapai sebesar 5,80%, sedangkan Laju Inflasi diatas dua digit (diatas 10,00%) dan Nilai tukar Rupiah sebesar Rp10.750,00 sedangkan dari sisi penerimaan, Penerimaan Pajak Daerah mengalami penurunan sebesar -1,98% namun Retribusi Daerah diperkirakan akan naik sebesar 4,83%. Atas dasar uraian tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menetapkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 50 Tahun 2007 tentang RKPD Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 beserta Lampirannya.

    Selanjutnya sebagai penjabaran atas pengalokasian anggaran terhadap dokumen perencanaan program pembangunan tersebut ditetapkan PERDA Provinsi Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rincian APBD TA2008 dan PERDA Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Rincian Perubahan APBD TA2008.

    Prospek ekonomi Jawa Timur pada tahun 2008 diwarnai oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan inflasi yang lebih rendah. Namun pada triwulan I-2008 Ekonomi Jawa Timur mengalami tekanan dengan perkiraan terjadi perlambatan pertumbuhan dan inflasi yang relatif tinggi. Pada yahun 2008 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur diperkirakan pada kisaran 6,00%-6,5% dengan didukung oleh faktor internal dan eksternal. Berbagai faktor positif tersebut meliputi kondisi makro yang semakin kondusif, membaiknya daya beli masyarakat, kinerja ekspor yang terus membaik, realisasi proyek infrastruktur, keyakinan pelaku ekonomi yang cenderung semakin membaik, Pilkada di Kabupaten/Kota dan Propinsi, perbaikan pengelolaan/manajemen anggaran yang dapat meningkatkan daya serap fiskal yang lebih cepat. Sektor utama Jawa Timur meningkat pertumbuhannya, sedangkan disisi pengeluaran investasi dan ekspor semakin menunjukkan peningkatan peranannya. Sementara, Inflasi Jawa Timur pada tahun 2008 akan tetap terjaga di kisaran 6% meskipun dengan beberapa prasyarat. Faktor risiko utama yang mengancam stabilitas harga di tahun

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    14

    2008 adalah tren peningkatan harga minyak mentah di pasar dunia. Ketatnya suplai, tingginya permintaan dari ekonomi berkembang (India dan China), serta peran spekulan di pasar dunia, membuat tren ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun.

    Terkait dengan perkembangan asumsi makro ekonomi tersebut, oleh karena itu dalam pengalokasian anggaran pembangunan tahun anggaran 2008 secara keseluruhan mengalami peningkatan.

    2) Kebijakan Keuangan Secara garis besar, pengelolaan (manajemen) keuangan daerah

    dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Konsekuensi logis pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 menyebabkan perubahan dalam manajemen keuangan daerah. Perubahan tersebut antara lain adalah perlunya dilakukan budgeting reform atau reformasi anggaran.

    Kebijakan di bidang keuangan daerah meliputi 2 (dua) aspek penting yaitu kebijakan di bidang penerimaan/pendapatan daerah (revenue policy) dan kebijakan di bidang pembelanjaan keuangan daerah (expenditure policy). Kebijakan di bidang keuangan daerah tersebut mempunyai nilai yang sama penting dan masing-masing harus dapat bersinergi. Idealnya expenditure policy adalah merupakan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat disamping dapat meningkatkan penerimaan daerah. Sebaliknya revenue policy dapat mendukung berbagai kebijakan anggaran, terutama pada sisi pengeluaran.

    APBD merupakan instrumen untuk mengimplementasikan kebijakan keuangan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Kebijakan pengelolaan keuangan daerah meliputi 3 (tiga) aspek penting yaitu kebijakan bidang pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan.

    Terkait dengan pembahasan ini, belanja daerah diarahkan pada prinsip-prinsip keadilan yang dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa dsikriminasi, khususnya dalam hal pelayanan public. Selanjutnya terhadap aspek pembiayaan diarahkan pada prinsip-prinsip akurasi, efisiensi, efektivitas dan profitabilitas.

    Kebijakan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 ditetapkan dengan memperhatikan kondisi umum yaitu pendapatan yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah dengan prediksi kekuatan mencapai sebesar Rp5,202 Trilyun, Belanja Daerah sebesar Rp5,598 Trilyun sehingga terdapat Defisit sebesar Rp,396 Milyar. Kekurangan ini akan ditutup dari selisih antara Penerimaan Pembiayaan sebesar Rp450 Milyar (yaitu dari estimasi SILPA dan Pencairan Dana Cadangan) dengan Pengeluaran Pembiayan sebesar Rp554 Milyar untuk penyertaan modal.

    Selain itu, juga memperhatikan 7 (tujuh) permasalahan pokok di Jawa Timur yaitu Pertama, Pengamalan Nilai-nilai Agama, Kedua, Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan, Ketiga, Kemiskinan,

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    15

    Kesenjangan dan Pengangguran, Keempat, Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Pembangunan Infrastruktur, Kelima, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Keenam, Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Penegakan Supremasi Hukum dan HAM serta Ketujuh, Terbatasnya Sumber Pembiayaan.

    Dari ketujuh permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan keterbatasan anggaran lebih memfokuskan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Jawa Timur pada 4 (empat) permasalahan krusial dan menjadi isu actual tahun 2008 yaitu meliputi: a) Peningkatan Penanganan Kemiskinan

    Prioritas kebijakan pengalokasian anggaran untuk menangani masyarakat miskin ini menimbang masih tingginya jumlah penduduk miskin di Jawa Timur, walaupun jumlahnya mengalami penurunan pada tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan masyarakat miskin tidak memiliki ketrampilan dalam mengelola potensi sumber daya yang ada, posisinya selama ini masih sebagai obyek pembangunan, belum diberdayakan secara keseluruhan.

    Dengan pemberdayaan yang proporsional diharapkan masyarakat miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan dari beban (liabilities) menjadi potensi (assets).

    b) Peningkatan Penanganan Pengangguran Bertambahnya jumlah pengangguran di Jawa Timur seiring dengan dampak krisis keuangan global dan kebijakan Pemerintah Pusat terhadap kenaikan harga BBM dalam negeri telah berimbas semakin meningkatnya angka pengangguran, utamanya dari PHK beberapa perusahaan di Jawa Timur.

    Untuk dapat memberikan lapangan kerja yang memadai, Pemerintah tentu perlu mempersiapkan ketrampilan yang sesuai dengan tuntutan global. Oleh karena itu, pada tahun 2008 hal-hal yang akan menjadi perhatian pada tenaga kerja di Jawa Timur antara lain tingkat pendidikan, ketrampilan/keahlian, dan tingkat kompetensi global.

    c) Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas Kontribusi pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur yang masih didominasi oleh sector konsumsi menjadikan tingkat percepatan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mengalami perlambanan. Untuk meningkatkan pertumbuhan tersebut Pemerintah di tahun 2008 akan memprioritaskan kontribusi yang didukung oleh kekuatan sector produksi secara konsisten, sehingga percepatan yang diharapkan dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

    d) Optimalisasi Pelayanan Sosial Dasar Semakin banyaknya jumlah penduduk di Jawa Timur tentunya

    membutuhkan pelayanan social dasar yang sesuai dengan tuntutan masyarakat yaitu cepat, mudah, murah adil, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Jangkauan tingkat pelayanan Pemerintah kepada seluruh lapisan masyarakat adalah tingkat kepuasan yang semakin tinggi, sehingga meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peran

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    16

    Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, perhatian Pemerintah Daerah harus mencakup system dan mekanisme pelayanan social yang berbasis teknologi informasi sesuai dengan tuntutan global.

    Kebijakan keuangan pada tahun anggaran 2008 tersebut diimplementasikan untuk melaksanakan Visi dan Misi Jawa Timur dengan tema: OPTIMALISASI PELAYANAN DASAR DAN PEMANTAPAN KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI UNTUK MENGURANGI KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN.

    Sebagaimana ditetapkan dalam Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan DPRD Nomor 188/6/NK/013/2007 dan Nomor 160/4/NK/050/2007 Tanggal 24 Oktober 2007 tentang Kebijakan Umum APBD TA2008 maka kebijakan umum APBD Tahun Anggaran 2008 secara keseluruhan diarahkan pada struktur APBD yang meliputi: a) Pendapatan

    i) Peningkatan target pendapatan daerah baik pajak langsung maupun tidak langsung secara terencana sesuai kondisi perekonomian dengan memperhatikan kendala, potensi, dan coverage ratio yang ada.

    ii) Mengembangkan kebijakan pendapatan daerah yang dapat diterima masyarakat, partisipatif, bertanggungjawab dan berkelanjutan.

    iii) Perluasan sumber-sumber penerimaan daerah. b) Pendapatan

    i) Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat, khususnya bidang pendidikan, kesehatan dan pangan.

    ii) Stimulasi pertumbuhan ekonomi di sektor riil melalui fasilitasi UKM di semua sektor terutama dalam rangka menuju kemandirian pangan dan energi.

    iii) Melanjutkan proyek-proyek strategis sesuai tahapan. iv) Penanganan bencana alam dan pasca bencana alam. Belanja

    penanganan bencana alam dan pasca bencana alam dialokasikan dengan pola plotting mengambang yang sewaktu-waktu dapat dibelanjakan. Belanja dari pola plotting mengambang jika tidak dapat diserap karena tidak terjadi bencana, sisa lebih bukan tidak dihitung sebagai kerangka prestasi kerja.

    v) Mengakomodasikan dinamika masyarakat yang berkembang. vi) Memenuhi prinsip keadilan tidak hanya terkonsentrasi pada lokus

    tertentu serta memperhatikan aspirasi masyarakat. vii) Mengacu pada sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat,

    Provinsi dan Kabupaten/KoTA viii) Peningkatan kinerja hasil (out come) yang nyata dan pada tahap

    awal diperlukan pilot project untuk mendukung keberhasilan implementasi perencanaan.

    c) Pembiayaan Meningkatkan manajemen pembiayaan daerah yang mengarah

    pada akurasi, efisiensi, efektifitas, dan profitabilitas.

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    17

    Adapun untuk mencapai target yang diharapkan dalam struktur APBD tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggunakan strategi peningkatan pendapatan yang signifikan, kemudian efektivitas dan efisiensi pengalokasian Belanja serta pengeksplorasian dan inovasi penggalian sumber-sumber Pembiayaan.

    Pada sisi Pendapatan Daerah dilakukan melalui 3 (tiga) fokus strategi yaitu Bidang Pendapatan, Bidang Pelayanan Publik dan Bidang Kelembagaan.

    Bidang Pendapatan dilakukan dengan strategi Pertama, melalui perluasan dan peningkatan sumber penerimaan dan pembiayaan daerah serta mendorong peningkatan tertib administrasi keuangan daerah. Kedua, melalui peningkatan hubungan kerja/kerjasama antar Dinas di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah/BUMN dalam rangka peningkatan penerimaan Bagi Hasil dari Pemerintah. Ketiga, melalui pengembangan fasilitasi kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang Pajak dan Retribusi Daerah serta Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Keempat, melalui optimalisasi pemanfaatan asset dan pengelolaan BUMD yang didukung oleh sistem evaluasi kinerja BUMD yang memungkinkan BUMD dioptimalkan maupun dilakukan restrukturisasi.

    Bidang Pelayanan Publik dengan strategi Pertama, melalui pengembangan/peningkatan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat. Kedua, melalui Pembangunan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat. Ketiga, melalui Peningkatan kualitas pelayanan, dengan pemanfaatan teknologi informasi sebagai pendukung utama kelembagaan. Keempat, melalui pengembangan sistem dan prosedur pemungutan dan pembayaran pajak, retribusi daerah dan pendapatan lainnya.

    Bidang Kelembagaan dilakukan dengan strategi, Pertama, melalui penyederhanaan peraturan perundangan-undangan. Kedua melalui pengembangan manajamen pendapatan daerah dengan prinsip profesionalitas, efisiensi, transparan dan akuntabel. Ketiga, melalui peningkatan kapabilitas dan profesionalisme sumber daya manusia aparatur di bidang pengelolaan keuangan daerah. Keempat, melalui in house/on job training. Kelima, ,melalui program rekruitmen sumber daya manusia aparatur berbasis kompetensi. Keenam, melalui optimalisasi UPTD.

    Pada sisi Belanja Daerah dilakukan dengan strategi Pertama, melalui pemenuhan alokasi belanja langsung pegawai (gaji), serta efisiensi pemanfaatan dalam pemakaian listrik, air, telepon, pemeliharaan bangunan kantor dan perjalanan dinas. Kedua, melaui efektivitas dan efisiensi pemanfaatan belanja melalui konsep kemitraan dengan pihak swasta maupun dengan Pusat dan Kabupaten/KoTA Ketiga, melalui prioritas pemenuhan belanja kegiatan-kegiatan yang bersifat multi years sesuai dengan kemampuan dan percepatan penyelesaian kegiatan. Keempat, melalui optimalisasi pemanfaatan belanja langsung untuk penyelenggaraan urusan kewenangan Pemerintah Provinsi dan fasilitasi bantuan keuangan/bantuan sosial untuk urusan non kewenangan Pemerintah Provinsi sesuai kemampuan dan mengacu pada peundangan yang berlaku.

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    18

    Adapun pada sisi Pembiayaan dilakukan melalui strategi Pertama, apabila terjadi surplus akan dilakukan transfer ke persediaan kas dalam bentuk giro, deposito, penyertaan modal atau sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun berjalan. Kedua, apabila terjadi defisit akan memanfaatkan anggaran yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun lalu dan rasionalisasi belanja. Ketiga, apabila SILPA tidak mencukupi untuk menutupi defisit APBD akan ditutup dengan dana pinjaman.

    Kebijakan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 yang dialokasikan untuk kebijakan program dan kegiatan secara rinci dapat dilihat pada PERDA Provinsi Jawa Timur Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rincian APBD TA2008 dan PERDA Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang Rincian Perubahan APBD TA2008 menurut struktur APBD serta Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 69 Tahun 2007 tentang Penjabaran APBD TA2008 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 73 Tahun 2007 tentang Penjabaran P-APBD TA2008 yang menjelaskan mengenai alokasi kebijakan program dan kegiatan per SKPD. a) Kebijakan Fiskal

    Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

    Pada prinsipnya kebijaksanaan fiskal mempunyai 2 (dua) aspek yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif, dimana setiap kebijaksanaan fiskal dapat dilihat dari kedua aspek tersebut. Ditinjau dari aspek tujuan kebijaksanaan fiskal yang berarti aspek kualitatif yaitu meliputi jenis-jenis pajak, pembayaran-pembayaran, subsidi-subsidi utamanya terkait dengan perkembangan keadilan dan kebebasan. Sedangkan ditinjau dari aspek kuantitaif yakni meliputi masalah yang berhubungan dengan jumlah uang yang harus ditarik dan dibelanjakan.

    Tujuan kebijaksanaan fiskal adalah untuk menyeimbangkan anggaran belanja pemerintah dengan arti lain untuk menaikkan jumlah penerimaan negara dengan jumlah yang cukup, dengan melalui pajak dan penjualan jasa-jasa, sehingga seluruh pembayaran negara dapat ditutup tepat tanpa penrbitan sekuritas atau penambahan uang pemerintah.

    Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang menjadi salah satu penggerak laju perekonomian nasional. APBN menjadi penjabaran rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga dalam menyelenggarakan pemerintahan,

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    19

    mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, mendistribusikan barang dan jasa, serta menjaga stabilisasi dan akselerasi kinerja ekonomi. Oleh karena itu, strategi dan pengelolaan APBN memegang peranan yang cukup penting dalam mencapai sasaran pembangunan nasional.

    APBN merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian secara agregat. Setiap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel ekonomi makro akan berpengaruh pada besaran-besaran APBN. Sebaliknya, kebijakan-kebijakan APBN pada gilirannya juga akan mempengaruhi aktivitas perekonomian.

    Pada prinsipnya APBN merupakan bentuk campur tangan pemerintah terhadap aktivitas perekonomian dalam rangka menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat. Adapun fungsi pokok kebijakan anggaran Pemerintah adalah; (i) fungsi alokasi, (ii) fungsi distribusi, dan (iii) fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi berkaitan dengan kebijakan anggaran Pemerintah dalam rangka memberikan stimulasi kepada perekonomian baik melalui instrumen penerimaan (insentif) maupun belanja (anggaran sektoral). Fungsi distribusi berkaitan dengan upaya Pemerintah untuk mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat (pemerataan).

    Sementara itu fungsi stabilisasi berkaitan dengan peran kebijakan anggaran Pemerintah dalam rangka mengurangi gejolak perekonomian (counter-cyclical) yang dilakukan baik melalui kebijakan belanja maupun penerimaan negara. Hal ini terkait erat dengan fungsi kebijakan fiskal sebagai instrumen pengelolaan ekonomi makro (macro economic management) dari sisi permintaan agregat (aggregate demand).

    Dengan pemahaman tersebut maka kewenangan untuk mengatur kebijakan fiskal merupakan wilayah kewenangan Pusat, sedangkan Pemerintah Provinsi hanya menerima dampaknya, namun hal ini masih bergantung kepada kemampuannya dalam mengelola potensi daerah sesuai kewenangannya sebagai daerah otonom yang didukung pula oleh seluruh komponen stakeholdernya..

    Sebagai penjelasan terhadap fiskal dari kebijakan pemerintah pusat tersebut dapat disampaikan beberapa asumsi dasar ekonomi makro yang dipakai dalam penyusunan RAPBN tahun 2008 yang akan menjadi patokan bagi seluruh kebijakan ekonomi pemerintah daerah sebagai berikut : i) Pertumbuhan Ekonomi (persen) = 6,8 ii) Inflasi (persen) = 6,0 iii) Nilai Tukar Rupiah rata-rata diperkirakan (Rp/US$1) = 9.100 iv) Tingkat Suku Bunga SBI-3 Bulan (persen) = 7,5 v) Harga Minyak Indonesia (US$/barel) = 60 vi) Lifting (MBCD) barel per hari = 977.000 vii) Produksi Minyak (MBCD) per juta per hari = 1,034

    Kebijakan Fiskal dalam RAPBN 2008 secara garis besar

    diarahkan untuk mengantisipasi: Risiko Perubahan Asumsi (sensitivitas)

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    20

    Deviasi perencanaan asumsi makro terhadap besaran APBN Deviasi perencanaan pendapatan, belanja dan pembiayaan Sensitivitas Perubahan APBN 2008 akibat perubahan asumsi

    makro Risiko Belanja

    Bencana alam Desentralisasi fiskal (pemekaran, asumsi) Kebijakan yang mendadak

    Risiko Dukungan Infrastruktur Risiko tanah Operasional BUMN (PLN, Jasa Marga)

    Risiko Utang Risiko pembayaran kembali, nilai tukar, tingkat bunga dan

    operasional

    Pemerintah meningkatkan alokasi anggaran belanja ke daerah pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008 hingga mencapai 7,6 persen dari perkiraan realisasi belanja ke daerah tahun 2007 senilai Rp252,5 triliun menjadi Rp271,8 triliun. Jumlah itu terdiri dari Dana Perimbangan Rp262,3 triliun, serta alokasi dana otonomi khusus dan penyesuaian Rp9,5 triliun. Alokasi dana perimbangan itu terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp64,5 triliun, dan Dana Alokasi Umum (DAU) Rp176,6 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp21,2 triliun.

    Total alokasi belanja APBN Tahun 2008 senilai Rp854,6 triliun atau naik 13,2 persen dibanding APBN 2007 Rp755,3 triliun. Jumlah itu terbagi atas anggaran belanja pemerintah pusat Rp573,4 triliun dan anggaran untuk daerah Rp281,2 triliun. Dari alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, belanja pegawai Rp128,3 triliun, belanja barang Rp69,4 triliun, belanja modal Rp95,4 triliun, bantuan sosial Rp66,2 triliun dan pembayaran bunga utang, subsidi dan belanja lain-lain Rp214,1 triliun. Anggaran untuk daerah terbagi atas dana perimbangan sebesar Rp266,8 triliun dan dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp14,4 triliun.

    Rencana penerimaan perpajakan tahun 2008, berasal dari penerimaan pajak dalam negeri Rp568,3 triliun, dan pajak perdagangan internasional Rp 15,4 triliun. Di sisi lain, target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada APBN 2008 diperkirakan mencapai Rp 175,6 triliun, atau lebih rendah Rp 16,2 triliun dibanding sasaran PNBP tahun 2007. Lebih rendahnya penerimaan PNBP disebabkan turunnya penerimaan bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan penurunan PNBP lainnya.

    Selain itu, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran belanja ke daerah pada RAPBN 2008 hingga mencapai 7,6 persen dari perkiraan realisasi belanja ke daerah tahun 2007 sebesar Rp252,5 triliun menjadi Rp271,8 triliun. Jumlah itu terdiri dari Dana Perimbangan Rp262,3 triliun, serta alokasi dana otonomi khusus dan penyesuaian Rp9,5 triliun.

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    21

    Alokasi dana perimbangan itu terdiri dari Dana Bagi Hasil (OBH) Rp64,5 triliun, dan Dana Alokasi Umum (DAU) Rpl76,6 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp21,2 triliun.

    b) Kebijakan Moneter Kebijakan Moneter dilaksanakan untuk mengendalikan

    keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Kebijakan moneter merupakan kewenangan dari pemerintah Pusat dalam hal Bank Indonesia yang mempunyai tugas untuk menjaga tingkat stabilitas moneter dalam negeri.

    Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan moneter adalah : i) Jumlah Uang Beredar ii) Laju inflasi yang cukup rendah terkendali iii) Suku bunga pada tingkat yang wajar iv) Nilai tukar rupiah yang realistis, dan v) Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter

    Dari kelima indikator tersebut, hanya Jumlah Uang Beredar yang tidak dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu indikator lainnya, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat.

    3) INDIKATOR PENCAPAIAN TARGET KINERJA PROGRAM ENTITAS PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR.

    Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2008 merupakan acuan didalam penetapan target kinerja menengah dalam kurun waktu 3 (tiga) Tahun dengan memobilisasi potensi-potensi yang ada. Selanjutnya target-target tersebut dijabarkan kedalam target-target tahunan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahunan daerah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 50 Tahun 2007 tentang RKPD Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, sebagai berikut:

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    22

    MATRIK PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN

    TAHUN 2008

    NO INDIKATOR KINERJA TARGET CAPAIAN

    KINERJA 2008

    I. AGENDA PENINGKATAN KESALEHAN SOSIAL DALAM BERAGAMA

    1. Rasio Angka Perceraian Terhadap Jumlah Rumah Tangga 0,0025

    2. Pemakai Narkoba (% Penurunan) -2

    3. Indeks Komposit kriminalitas yang dominan (2005=100) 96

    II.

    AGENDA PENINGKATAN AKSESIBILITAS TERHADAP KUALITAS PENDIDIKAN DAN KESEHATAN

    1. Angka Buta Huruf penduduk umur 10 44 tahun (%) 4,94

    2. Angka Partisipasi Sekolah menurut tingkat pendidikan (%) :

    a. SD-MI 99,73

    b. SLTP-MTs 86,07

    c. SLTA-MA 64,39

    3. Rasio murid SMK terhadap murid SMU 0,71

    4. Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup 36,50

    5. Angka Harapan Hidup (tahun) 67,75

    6. Angka Kematian Ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup 290

    7. Prevalensi kurang Gizi pada anak (%) 18,00

    8. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (%) 86,00

    III.

    AGENDA PENANGGULANGAN KEMISKINAN, PENGANGGURAN, PERBAIKAN IKLIM KETENAGA KERJAAN DAN MEMACU KEWIRAUSAHAAN

    1. Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT (%) 5,6

    2. Pemenuhan kebutuhan Pangan (Skor Pola Pangan Harapan) 79,7

    3. ILOR 0,056

    4. Persentase penduduk miskin terhadap jumlah penduduk (%) 15,90

    5. Peranan APBD terhadap PDRB (%) 1,45

    6. Indeks Jumlah Kecelakaan Kerja (2005=100) 96,00

    IV.

    AGENDA PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKUALITAS DAN BERKELANJUTAN DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

    1. Pertumbuhan Ekonomi ADHK Tahun 2000 (%) 6,30

    2. PDRB Per Kapita (ribu Rupiah) 9.195

    3. Indeks Daya Beli (Tahun 2000=100) 131

    4. Indeks Disparitas Wilayah 101,0

    5. Nilai Tukar Petani (NTP) 2002 =100 106,89

    6. Nilai Tukar Nelayan (NTN) 108

    7. Peningkatan Nilai Tambah UKM dalam PDRB (%) 64,00

    8. Indeks Pembangunan Manusia 65,00

    9. ICOR 4,78

    10. Pertumbuhan Penduduk (%) 1,097

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    23

    V.

    AGENDA OPTIMALISASI PENGENDALIAN SDA, PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PENATAAN RUANG

    1. Kualitas air sungai (% terhadap parameter kunci dalam baku mutu) 20,00

    2. Kualitas udara ambien di perkotaan (% terhadap baku mutu udara ambien)

    30,00

    3. Pengendalian limbah B3 (% terhadap total potensi limbah B3 yang dihasilkan)

    40,00

    4. Lahan kritis Tahura R.Suryo (Ha) 11.000

    5. Lahan Kritis Non Tahura R.Suryo di Jawa Timur (Ha) 370.000

    VI.

    AGENDA PENINGKATAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN, SUPREMASI HUKUM DAN HAM

    1. Indeks Korban Kejahatan (2005=100) 99

    2. Penurunan Kecelakaan Lalu Lintas (%) -2

    3. Indeks Korban Kekerasan (2005=100) 97

    4. Indeks Perkelahian antar pelajar (2005=100) 97

    5. Indeks Kerusuhan berlatarbelakang SARA (2005=100) 97

    6. Indeks Pertikaian antar aparat keamanan (2005=100) 85

    7. Indeks Kerusuhan berlatar belakang politik (2005=100) 85

    8. Indeks Konflik antar nelayan (2005=100) 85

    VII.

    AGENDA REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH MELALUI REFORMASI BIROKRASI DAN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK

    1. Efektivitas Perda yang dihasilkan meningkat

    2. Penanganan pengaduan di DPRD Jawa Timur meningkat

    3. Rasio jumlah dan besar kerugian negara terhadap APBD (%) 0,320

    4. Penanganan terhadap Pengaduan Pelayanan Publik meningkat

    Penetapan target kinerja pembangunan tersebut apabila dicermati

    dengan melihat beberapa factor seperti kekuatan APBD Tahun Anggaran 2008, prediksi perekonomian global dan nasional, asumsi makro, prospek perekonomian, kondisi keamanan yang stabil, permasalahan krusial dan didukung rasa optimisme seluruh jajaran Pemerintah Daerah serta perkembangan capaian kinerja pembangunan Jawa Timur dua tahun sebelumnya (tahun 2006-2007), sebagai berikut:

    Kondisi kinerja makro ekonomi Jawa Timur Tahun 2006-2007 yang secara keseluruhan menunjukkan adanya peningkatan. Dalam pembentukan PDRB Jawa Timur tahun 2006 sebesar Rp470.627 Milyar di tahun 2007 meningkat menjadi sebesa Rp531.738 Milyar.

    Pertumbuhan ekonomi dari PDRB Jawa Timur ADHK 2000 tahun 2006 mencapai sebesar 5,80% dan pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar 6,11%. Kontribusi terbesar pertumbuhan pada tahun 2006 ditopang oleh 3 sector utama yaitu sector Perdagangan, Hotel dan Perhotelan disusul

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    24

    dengan sector Pertambangan dan Penggalian serta sector Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan. Kemudian pada tahun 2007 ditopang oleh 3 sektor utama yaitu sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, disusul dengan sektor sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran serta sector Pertambangan dan Penggalian.

    Seperti juga pada tahun-tahun sebelumnya dilihat dari aspek penggunaannya, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun 2008 secara tahunan masih didominasi oleh pertumbuhan konsumsi terutama konsumsi rumah tangga, namun hal ini belum mencerminkan basis pertumbuhan perekonomian yang kuat, karena pertumbuhan penciptaan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja.

    Tingkat inflasi di Jawa Timur pada periode ini menunjukkan kondisi yang tetap terkendali (dalam target 6% 1), yaitu masing-masing sebesar 6,71%, 6,47%, dan 6,29% untuk bulan Oktober, November, dan Desember 2007. Angka-angka ini lebih rendah daripada inflasi nasional yang mencapai 6,88%, 6,71%, dan 6,59%. Hingga akhir tahun 2007 ini, tingkat inflasi kumulatif Jawa Timur tercatat sebesar 6,29%, yang berarti lebih rendah daripada tahun 2006 yang sebesar 6,64%.

    Kinerja investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) periode Januari Desember 2006 telah disetujui sebanyak 32 Perusahaan dan Jumlah investasi sebesar Rp167.449.029 Juta dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 12.779 Orang Tenaga Kerja Indonesia dan Tenaga Kerja Asing. Sedangkan periode Januari Desember 2007 telah disetujui sebanyak 22 Perusahaan dan Jumlah investasi sebesar Rp16.705.091 Juta dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 35.237 Orang Tenaga Kerja Indonesia dan Tenaga Kerja Asing. Jadi jumlah perusahaa mengalami penurunan sebesar 31,25% dan jumlah investasinya menurun sebesar 90,02%.

    Perkembangan realisasi investasi PMDN tahun 2006 dari 1.440 Perusahaan di Jawa Timur terdapat 150 perusahaan yang investasinya mengalami pertumbuhan sebesar Rp8.306.224,40 Juta (Rp8,31 Trilyun) dan pada tahun 2007 dari 1.459 perusahaan terdapat 1.598 perusahaan yang investasinya mengalami pertumbuhan sebesar Rp6.249.044,66 Juta (Rp6,25 Trilyun). Kinerja ekspor non migas Jawa Timur tahun 2007 dilaihat dari nilai ekspornya tercatat sebesar US$ 11,770 milyar atau mengalami peningkatan sebesar 30,50 % dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar US$ 9,019 milyar. Sedangkan dilihat dari volume ekspor pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 16,83 % dari 6,85 juta ton menjadi 8,311 juta ton tahun 2006. Struktur ekspor non migas Jawa Timur tahun 2007 dilihat dari 3 kelompok produk utama dari 10 produk utama yang memberikan kontribusi terbesar yaitu komoditi Pengolahan Tembaga, Timbah dll sebesar 16,65% kemudian Pengolahan Kayu sebesar 10,26%, Pulp dan Kertas sebesar 8,58%. Adapun 10 (sepuluh) negara tujuan utama ekspor non migas, yaitu Jepang; Amerika serikat; Malaysia; Republik Rakyat Cina; Thailand; Singapura; Korea Selatan; Taiwan; Australia dan Belgia.

    Realiasi impor sektor non migas terutama didominasi oleh peranan sub sector industri yang memberikan kontribusi sebesar 86,07% diikuti oleh sub sector pertanian sebesar 9,78% lalu sub sector pertambangan sebesar

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    25

    4,11% dan sub sector lainnya sebesar 0,04%. 10 Negara asal utama impor Jawa Timur tahun 2007 berasal dari RRC, Singapura, Malayisia, Korea Selatan, Amerika Serikat, Thailand, Australia, Jepang, India dan Kanada.

    Neraca perdagangan Jawa Timur menunjukkan perkembangan yang cukup fluktuatif, dimana tahun 2006 mengalami surplus sebesar US$ 3.520 juTA Sedangkan neraca perdagangan tahun 2007 mencapai surplus sebesar US$ 1.826 juTA Selanjutnya kontribusi nilai ekspor non migas Jawa Timur terhadap realisasi nilai ekspor non migas nasional cukup tinggi, pada tahun tahun 2006 sebesar 11,33 %, sedangkan tahun 2007 tercatat sebesar 12,92 %.

    Kinerja stabilitas sistem keuangan, khususnya perbankan di Jawa Timur sampai September 2007 menunjukkan perbaikan, terutama diindikasikan oleh risiko kredit dan risiko pasar yang masih relatif terkendali. Risiko kredit perbankan di Jawa Timur secara umum tetap terkendali, tercermin dari kondisi NPL gross yang terus menurun dari 7,33% (Sept 2006) menjadi 4,95% (Sept 2007), sejalan dengan mulai pulihnya sektor industri. Secara makro regional, musibah bencana lumpur Lapindo yang melanda Kabupaten Sidoarjo, belum berdampak signifikan terhadap kinerja NPL. Namun secara mikro perbankan, tidak dipungkiri bahwa bank bank yang berlokasi di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur yang terkena dampak tidak langsung lumpur Lapindo mengalami kenaikan NPL. Risiko pasar perbankan juga relatif terjaga, karena di tengah penurunan suku bunga simpanan dan maraknya produk keuangan lain seperti ORI dan lainnya, minat masyarakat untuk menempatkan dananya di perbankan tidak berkurang. Namun, kegiatan usaha perbankan di wilayah Jawa Timur diwarnai oleh risiko likuiditas dan risiko operasional. Risiko likuiditas perbankan berpotensi bergejolak, karena dari segi jangka waktu, struktur DPK perbankan masih didominasi oleh sumber dana jangka pendek. Meskipun sumber DPK perbankan terbesar tetap berasal dari dana yang relatif mahal, yaitu deposito, namun pertumbuhannya cenderung menurun. Selain itu, potensi risiko operasional juga dihadapi oleh industri perbankan di Jawa Timur, terkait dengan penyimpangan yang terjadi pada beberapa perbankan di Jawa Timur, sebagai indikasi lemahnya kualitas tata kelola (governance) dan pengendalian internal.

    Sistem pembayaran hingga saat ini dinilai masih tetap kondusif. Kebutuhan masyarakat terhadap keamanan, kecepatan serta kemudahan melakukan transaksi keuangan terpenuhi dengan baik. Selama bulan Juli-September 2007, nilai transaksi pembayaran, baik melalui tunai maupun non tunai, meningkat dibanding triwulan sama tahun sebelumnya. Namun, posisi inflow bulan Juli-September 2007 menurun dibanding triwulan yang sama tahun sebelumya, karena penerapan kebijakan BI tentang penyetoran hanya uang yang tidak layak edar ke BI. Pada bulan September 2007, outflow terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat menjelang hari raya Idul Fitri. Sementara itu, penyelesaian transaksi non tunai menunjukkan peningkatan, yang secara umum didominasi oleh sistem BI-RTGS dan diikuti oleh transaksi sistem kliring, yang masing-masing tercatat sebesar Rp117,50 triliun dan Rp34,25 triliun. Hal tersebut

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    26

    mengindikasikan tingginya kebutuhan masyarakat akan transfer dana yang cepat, baik untuk kegiatan bisnis di sektor riil dan pembayaran atas kebutuhan nasabah.

    c. Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan

    1) Ikhtisar Realisasi Pencapaian Target Kinerja Keuangan Pada tahun 2008 capaian terhadap target Pemerintah Provinsi Jawa

    Timur sebagaimana diuraikan pada bab 2 adalah berikut : Agenda I : Agenda Peningkatan Kesalehan Sosial Dalam Beragama

    Rasio perceraian terhadap jumlah rumahtangga di Jawa Timur

    sebesar 0,183 persen pada tahun 2008. Besaran di tahun 2008 ini lebih besar dari tahun sebelumnya yang sebesar 0,165 persen. Angka rasio 0,183 menunjukkan setiap 1000 rumahtangga/keluarga terdapat 1,83 rumahtangga/keluarga yang bercerai di tahun 2008.

    Penyebab perceraian selama tahun 2007-2008 cenderung didominasi sebagai akibat dari tidak adanya tanggungjawab, ketidakharmonisan, masalah ekonomi dan perselingkuhan. Disamping itu masih juga ditemui perceraian yang diakibatkan kekerasan dalam rumahtangga/keluarga. Menilik penyebab tersebut perlu dilakukan ekplorasi yang lebih luas, agar akar dan permasalahan perceraian dapat dicarikan pemecahan lebih lanjut.

    Pada tahun 2008 jumlah kasus pemakai narkoba menunjukan penurunan dari 1.866 kasus pada tahun 2007 menjadi 1.757 kasus. Penurunan tersebut diduga sebagai dampak dari gencarnya operasi narkoba dan sosialisai dampak negatif narkoba. Tetapi karena penyakit narkoba itu merupakan penyakit kambuhan, pada tahun 2008 tersangka kasus ini mengalami kenaikan sebesar dari 2.414 kasus tahun 2007 menjadi 2.446 kasus. Meskipun demikian dari jumlah kasusnya lebih sedikit dibanding tahun lalu, ini mengartikan bahwa jumlah anggota kelompok yang terjerumus kasus ini mengalami peningkatan.

    Indeks Kriminalitas selama tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu 114,46 pada tahun 2007 menjadi 115,24 di tahun 2008, baik secara agregat maupun jenis kriminalitas dibanding tahun dasar (2005=100), kecuali pembunuhan, pencurian dengan kekerasan, pencurian kayu jati, pemerkosaan, uang palsu, kebakaran dan kekerasan dalam rumahtangga.

    Jenis kriminalitas selama tahun 2008 yang mengalami kenaikan dibanding tahun dasar yaitu pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian hewan dan narkotik. Kriminalitas yang cenderung meningkat diduga dipengaruhi oleh tuntutan ekonomi yang semakin meningkat. Jika tidak diimbangi dengan pembenahan kesempatan

    INDIKATOR KINERJA RPJMD 2006 -2008 TARGET 2008

    CAPAIAN 2008

    Rasio Angka Perceraian Terhadap Jumlah Rumah Tangga 0,250 0,206

    Pemakai Narkoba (% Penurunan) -2,000 -6,130

    Indeks Komposit Kriminalitas yang Dominan (2005=100) 96 112,680

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    27

    berusaha, kerja dan penguatan institusi maka kriminalitas akan semakin meningkat dan sulit dikendalikan. Agenda II : Agenda Peningkatan Aksesibilitas Terhadap Kualitas

    Pendidikan Dan Kesehatan INDIKATOR KINERJA RPJMD 2006 -2008 TARGET

    2008 CAPAIAN

    2008 Angka Buta Huruf penduduk umur 10 44 tahun (%) 4,940 3,440

    Angka Partisipasi Sekolah menurut tingkat pendidikan (%) :

    a. SD-MI 99,730 98,460

    b. SLTP-MTs 86,070 86,640

    c. SLTA-MA 64,390 59,050

    Rasio murid SMK terhadap murid SMU 0,710 0,697

    Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup 36,500 32,440

    Angka Harapan Hidup (tahun) 67,750 69,220

    Angka Kematian Ibu Melahirkan per 100.000 Kelahiran Hidup 290,000 326,000

    Prevalensi Kurang Gizi pada Anak (%) 18,000 15,710

    Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (%) 86,00 88,450

    Untuk mengukur kinerja Agenda Peningkatan Aksesibilitas Terhadap

    Kualitas Pendidikan dan Kesehatan maka indikator yang digunakan adalah Angka Buta Huruf; Angka Partisipasi Sekolah; Rasio murid SMK terhadap murid SMU; Angka Kematian Bayi; dan Angka Harapan Hidup; Angka Kematian Ibu melahirkan; Prevalensi kurang Gizi pada anak; dan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan.

    Pada tahun 2008 persentase ABH turun menjadi 11 persen. Dengan demikian program pengentasan buta aksara di Jawa Timur telah mengentaskan penduduk buta aksara rata-rata 1 persen poin setiap tahun.

    Disparitas ABH di Jawa Timur pada 2008 tidak hanya terjadi pada perbedaan menurut jenis kelamin, namun juga terjadi dari sisi wilayah (pedesaan dan perkotaan). Fenomena yang perlu dicermati adalah terjadinya disparitas ABH menurut kelompok wilayah diawali pada kelompok usia 20 tahun. Bila kedua informasi di atas dipadukan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi program pemerintah melalui SD Inpres dan program Pemberantasan Buta Aksara menunjukkan hasil yang menggembirakan (melalui kejar Paket A). ABH untuk kelompok umur 10-44 di Jawa Timur mengalami penurunan dari 3,54 persen (2007) menjadi 3,44 persen (2008).

    Sementara itu, standar kinerja ABH kelompok umur 10-44 tahun yang diagendakan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008 sebesar 4,94 persen, sedangkan nilai capaian ABH sebesar 3,44 persen. Dengan demikian pada tahun 2008 indikator ABH kelompok umur 10-44 telah terpenuhi.

    Angka Partisipasi Sekolah usia SD (7-12 tahun) selama tahun 2007-2008 mengalami kenaikan dari 98,42 menjadi 98,46 pada tahun 2008. Seperti halnya APS usia SD (7-12 tahun), APS untuk usia SLTP juga mengalami peningkatan dari 86,42 menjadi 86,64 pada tahun 2008. Keberadaan program BOS tentunya tidak mampu secara drastis mendorong APS pada kelompok

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    28

    usia ini, mengingat program tersebut bukan bersifat menghapuskan biaya pendidikan, namun hanya bersifat subsidi. Jika pada jenjang pendidikan SD beberapa sumber menyebutkan bahwa sebagian besar murid tidak lagi terbebani biaya SPP/BP3, namun pada jenjang pendidikan SLTP/sederajat, sebagian murid masih membayar selisih SPP/BP3 setelah dikurangi dana BOS.

    Pencapaian APS SLTP tahun 2008 di sebagian besar kabupaten/kota berada di atas standar kinerja dalam RPJMD Jawa Timur, kecuali Kabupaten Malang, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Dampak bergulirnya dana BOS di setiap wilayah relatif berbeda, ada beberapa wilayah yang mampu meningkatkan APS. Namun pada beberapa wilayah yang lain (misal Kota Surabaya) tidak banyak membantu dalam meningkatkan APS, hal ini diindikasikan dari APS di wilayah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

    Pada tahun 2008 terjadi penurunan pola pada anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah lagi, baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan. Kondisi ini dapat disebabkan karena menurunnya angka putus sekolah SD, tamat SD namun tidak melanjutkan lagi, putus sekolah SLTP, serta sudah menamatkan SLTP namun tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, atau bahkan sudah pernah melanjutkan pendidikan di tingkat SLTA (saat pencacahan berusia 13-15 tahun) namun terputus pendidikannya. Angka Putus Sekolah pada jenjang Pendidikan usia SLTP, pada tahun 2008 adalah sebesar 0,49 persen dan terjadi peningkatan APS, terutama pada penduduk perempuan.

    Seperti APS pada usia 7-12 tahun serta usia 13-15 tahun, APS pada penduduk usia SLTA juga memiliki pola meningkat. Yaitu pada tahun 2007 sebesar 58,54 meningkat menjadi 59,05. Walaupun terjadi peningkatan, namun sangat disayangkan karena pendidikan di tingkat SLTA ini hanya dapat dinikmati oleh sebagian orang yang beruntung saja, mengingat peluang seseorang yang berada di Jawa Timur dapat bersekolah di tingkat SLTA kurang 60 persen, tahun 2007. Sebagai gambaran, dari angka APS diperoleh informasi bahwa, jika ada 100 orang berusia 16-18 tahun, maka 59 anak diantaranya saat ini sedang bersekolah, 41 sudah tidak bersekolah lagi, atau belum pernah bersekolah.

    Bila dicermati, pola pada kelompok APS 7-12 tahun dan 13-15 tahun, menunjukkan bahwa perbedaan gender tidak terlalu kelihatan, maka pada kelompok usia 16-18 tahun terdapat selisih capaian APS, yaitu penduduk perempuan selalu berada di bawah penduduk laki-laki. Walaupun sejak Juli 2005 sudah ada program Bantuan Khusus Murid (BKM) yang merupakan bagian dari kegiatan PKPS-BBM untuk siswa SMA/SMK/MA/SMLB, namun belum sepenuhnya bisa membantu mening-katkan APS usia SLTA Bahkan persentase APS di tahun 2008 masih berada di bawah standar kinerja dalam RPJMD Jawa Timur. Pada tahun 2008 APS usia SLTA untuk Kabupaten/Kota yang memenuhi standar kinerja adalah Kabupaten Ponorogo, Sidoarjo, Mojokerto, Nganjuk, Madiun, Magetan, Gresik, serta Kota Kediri, Blitar, Malang, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto,

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    29

    Madiun, Surabaya, dan Batu. Faktor yang menjadi sebab rendahnya persentase APS usia SLTA ini adalah masih tingginya penduduk usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah lagi (masih di atas 40 persen). Selama kurun waktu 2007-2008 rata-rata penurunan penduduk usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah lagi, hanya berada pada kisaran 1 persen. Oleh karena itu diperlukan alternatif program yang lebih efektif lagi dalam upaya meningkatkan besaran APS pada kelompok usia ini, serta mencari solusi dan terutama dalam mereduksi anak yang menamatkan jenjang pendidikan SLTP/sederajat agar melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Program keberlanjutan pendidikan dari tingkat SLTP ke SLTA dan ketersediaan fasilitas pendidikan pada jenjang pendidikan tingkat SLTA yang mudah diakses penduduk pada tingkat pendidikan ini merupakan salah satu alternatif peningkatan APS usia SLTA .

    Untuk Rasio murid SMK terhadap SMU (termasuk MA) selama dua tahun terakhir (2006/2007-2007/2008) berada pada kisaran 60 yang berarti rata-rata terdapat 60 murid yang memilih bersekolah di SMK ketika 100 orang yang lain memilih untuk bersekolah di SMU.

    Jumlah murid SMK pada tahun ajaran 2006/2007 berjumlah 462.378 siswa dan pada tahun ajaran 2007/2008 meningkat menjadi 485.116 siswa. Sementara jumlah murid SMU/MA tahun ajaran 2006/2007 berjumlah 674.272 siswa dan pada tahun 2007/2008 menjadi 697.228 siswa. Kenaikan jumlah siswa, baik SMK maupun SMU diduga karena keinginan mereka tetap survive dalam persaingan bursa kerja dengan bermodalkan tingkat pendidikan/keahlian yang diperoleh dari tingkat pendidikan formal.

    Dalam beberapa tahun terakhir AKB di Jawa Timur mengalami penurunan, dari 32,93 (tahun 2007) menjadi 32,44 (tahun 2008) menurunnya AKB merupakan gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Hal ini merupakan tolak ukur keberhasilan di bidang kesehatan di Jawa Timur.

    Turunnya angka kematian bayi ini antara lain didukung karena adanya peningkatan penolong persalinan oleh tenaga medis, keberhasilan program KB, peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, seiring itupula semakin baiknya pengetahuan masyarakat akan kesehatan.

    Angka Kematian Bayi dapat ditekan, dengan penanganan yang intensif baik itu dari faktor eksternal antara lain melalui keberadaan penolong persalinan yang representatif dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan. Adapun faktor internal yaitu perhatian dan perlakuan rumahtangga terhadap bayi. Sementara itu untuk faktor internal lainnya melalui pola pemberian ASI dan imunisasi.

    Angka Harapan Hidup penduduk Jawa Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang berarti. Pada tahun 2007 AHH penduduk Jawa Timur sebesar 68,69 tahun meningkat menjadi 69,22 tahun pada tahun 2008. Apabila diperhatikan menurut jenis kelamin, umur harapan hidup perempuan dari waktu ke waktu selalu menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 66,81 tahun untuk laki-laki dan 70,91 tahun untuk perempuan pada tahun 2008. Meningkatnya umur harapan hidup ini

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    30

    secara tidak langsung memberikan gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat.

    Seiring dengan semakin meningkatnya umur harapan hidup, jumlah penduduk lanjut usia akan semakin meningkat. Upaya peningkatan umur harapan hidup penduduk perlu diiringi dengan upaya peningkatan kualitas kesehatannya, supaya penduduk tersebut dapat hidup lebih lama yang ditunjang kondisi tubuh yang sehat dan tidak menjadi beban bagi penduduk yang lainnya.

    Hal ini memberikan indikasi bahwa antara AHH dan AKB memiliki korelasi yang negatif. Tinggi rendahnya AHH juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi lingkungan perumahan yang sehat dan pola konsumsi makanan yang berimbang.

    Data tentang kematian ibu maternal di Jawa Timur masih tercatat dalam jumlah kasus. Pada tahun 2007 tercatat sekitar 349 kasus kematian ibu maternal, dan jumlah ini turun menjadi 326 kasus pada tahun 2008. Tingginya AKI dipengaruhi oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu antara lain adalah berkaitan dengan kondisi saat melahirkan seperti pendarahan, hipertensi (tekanan darah tinggi) saat kehamilan, infeksi, dan komplikasi keguguran.

    Penyebab tidak langsung dari kematian ibu antara lain adanya anemia dan penyakit menular yang diderita ibu, serta faktor status kesehatan dan gizi ibu yang kurang baik. Faktor lain yang juga mempengaruhi kematian ibu adalah tingkat pendidikan perempuan, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial ekonomi, faktor budaya, serta kurangnya ketersediaan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (KB).

    Upaya efektif untuk menurunkan AKI antara lain dengan mengupayakan semua persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan. Pemerintah juga telah melakukan berbagai kebijakan perbaikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, seperti pelatihan dukun bayi, pengembangan klinik Kesehatan Ibu dan Anak; pembangunan rumah sakit; pengembangan puskesmas, pondok bersalin desa, dan posyandu; pendidikan dan penempatan bidan di desa; dan penggerakan masyarakat untuk penyelamatan ibu hamil dan bersalin. Namun demikian upaya tersebut belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Indikasi AKI yang tinggi yang diikuti dengan lambatnya penurunan merupakan salah satu ciri dari negara berkembang.

    Terjadinya peningkatan prevalensi balita kurang gizi yang terjadi mengalami penurunan dari 15,86 tahun 2007 menjadi 15,71 pada tahun 2008, hal ini disebabkan semakin menurunnya konsumsi telur dan susu pada balita karena kenaikan harga yang berarti. Selain itu juga didukung data dari kelompok penduduk berpenghasilan terendah dalam kuantil konsumsi yang semakin menurun.

    Selama periode 2007-2008 angka persalinan oleh tenaga medis di Jawa Timur menunjukkan adanya peningkatan dari 87,89 menjadi 88,45 tahun 2008. Hal ini menggambarkan kesadaran masyarakat akan resiko kematian ibu dan bayi, indikatornya adalah kecenderungan masyarakat untuk

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    31

    beralih dari persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis ke tenaga medis. Bila peningkatan ini dipertahankan maka diharapkan angka kematian ibu dan bayi akibat proses persalinan dapat semakin ditekan, ini mengindikasikan keberhasilan pelayanan di bidang kesehatan.

    Data Susenas tahun 2008 menunjukkan bahwa cakupan persalinan oleh tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya) pada balita (usia 0-4 tahun) di Jawa Timur mencapai sekitar 88,45 persen. Ini berarti masih terdapat sekitar 12,55 persen masyarakat di Jawa Timur yang memanfaatkan jasa non medis (dukun bayi atau famili) dalam membantu proses persalinan.

    Angka penolong persalinan oleh tenaga non medis di daerah pedesaan yang masih cukup tinggi, diduga antara lain karena faktor kebiasaan/tradisi masyarakat di daerah tersebut dan adanya kepercayaan bahwa dukun bayi cukup mampu menolong proses persalinan. Selain itu faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya - selanjutnya dirujuk ke tenaga medis.

    Hal ini menunjukkan bahwa persentase terbesar penolong persalinan oleh tenaga medis adalah bidan, kemudian disusul dokter dan tenaga medis lainnya. Hal ini kemungkinan karena tempat praktek bidan lebih dekat dengan tempat tinggal pasien sehingga lebih mudah untuk menghubunginya, penyebab lainnya adalah faktor biaya yang akan dikeluarkan relatif lebih murah dibandingkan bila harus ditangani oleh dokter. Walaupun demikian ada sedikit pergeseran angka, ada sedikit peningkatan persentase penolong persalinan oleh dokter dan penolong persalinan oleh bidan selama persentase mengalami penurunan. Agenda III : Agenda Penanggulangan Kemiskinan, Pengangguran,

    Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan Dan Memacu Kewirausahaan INDIKATOR KINERJA RPJMD 2006 -2008 TARGET

    2008 CAPAIAN

    2008

    Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT (%) 5,600 6,420

    Pemenuhan Kebutuhan Pangan (Skor Pola Pangan Harapan) 79,700 75,530

    ILOR 0,056 0,020

    Persentase Penduduk Miskin terhadap Jumlah Penduduk (%) 15,900 15,410

    Peranan APBD terhadap PDRB (%) 1,450 0,870

    Indeks Jumlah Kecelakaan Kerja (2005=100) 96,000 50,130

    Dari hasil pendataan yang dilakukan BPS melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), selama 2 tahun terakhir (20072008) jumlah penganggur di Jawa Timur menunjukkan penurunan yang cukup berarti. Tahun 2008, jumlah penganggur turun sekitar 378 ribu orang dari 1.366.503 menjadi 987.922

  • PERWAKILAN PROVINSI JAWA TIMUR

    32

    Penurunan jumlah penganggur yang cukup besar hendaknya masih perlu diwaspadai, mengingat angka setengah penganggur masih cukup tinggi. Angka setengah penganggur memberikan indikasi bahwa penduduk yang masuk dalam kategori bekerja masih belum produktif atau waktu yang digunakan untuk bekerja berada di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Umumnya mereka bekerja sebagai pekerja bebas atau pekerja keluarga pada sektor pertanian maupun pertanian.

    Sebaran jumlah penganggur menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur relatif heterogen. Untuk angka TPT berkisar antara 1,11 % ( Kab. Sampang) hingga 12,55 % (Kota Madiun). Sebegian besar TPT pada kab/kota menunjukkan penurunan pada tahun 2007 2008. Untuk penurunan TPT > 3 persen pada tahun 2007 2008, terdapat pada : Kab. Kediri (-3,29 %),

    Salah satu kebijakan strategis terkait perluasan dan pengembangan kesempatan kerja bagi angkatan kerja muda produktif (21 35 tahun) serta upaya pengembangan usaha mandiri yang merupakan program pembentukan tenaga kerja mandiri untuk angkatan kerja terdidik (sarjana) maupun non sarjana (SMA/SMP). Program tersebut bertujuan untuk mendorong angkatan kerja muda agar tertarik menekuni dunia wirausaha sebagai pilihan karir pekerjaan sehingga tumbuh menjadi kader-kader wirausaha yang mandiri, produktif dan profesional yang mampu menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

    Berdasarkan hasil Susenas 2008, sekitar 75,53 persen pengeluaran penduduk Jawa Timur digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dan sekitar 25,47 persen untuk kebutuhan non makanan. Ini berarti bahwa pemenuhan kebutuhan makanan masih mendominasi pengeluaran penduduk Jawa Timur.

    Untuk melihat gambaran pola konsumsi/kebiasaan makan penduduk di suatu wilayah maka dilakukan dengan penilaian terhadap perkembangan pola konsumsi pangan melalui pendekatan pola pangan harapan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas dengan menggunakan data Susenas. Secara umum, pencapaian konsumsi energi berdasarkan hasil skor PPH Jawa Timur tahun 2008 menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2007. Akan tetapi jika diperhatikan konsumsi energi per kapita sehari menunjukkan adanya peningkatan kalori dari tahun sebelumnya, yaitu dari 2318,25 Kkal menjadi sebesar 2582,96 Kkal.

    Walaupun mengalami peningkatan bahkan lebih besar dari jumlah angka kecukupan energi yang ditetapkan (2200 Kkal), kontribusi terbesar terhadap peningkatan tersebut masih diberikan oleh kelompok padi-padian, mengingat kelompok padi-padian (beras) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di Indonesia. Peningkatan skor tertinggi terjadi pada kelompok minyak dan lemak (naik 0,40). Men