liza widjaja

89
TESIS PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR UVB LIZA WIDJAJA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Upload: vohanh

Post on 16-Dec-2016

249 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: liza widjaja

TESIS

PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS

(GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR UVB

LIZA WIDJAJA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 2: liza widjaja

TESIS

PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS

(GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR UVB

LIZA WIDJAJA NIM : 0790761028

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 3: liza widjaja
Page 4: liza widjaja

TESIS

PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN SINAR

ULTRA VIOLET B

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik

Kekhususan Anti Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana

LIZA WIDJAJA

NIM : 0790761028

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 5: liza widjaja

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila, drg.Ferry Sandra,PhD SpAnd,FAACS LFIBA,CIPM,MIPM NIP : 194612131971071001 NIP :130356070

Mengetahui Ketua Program Magister Direktur Ilmu Kedokteran Biomedik Progam Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana Prof. Dr.dr. Wimpie I.Pangkahila, Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi, Sp.And.FAACS Sp.S(K) NIP : 194612131971071001 NIP : 195902151985102001

Page 6: liza widjaja

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 11 Maret 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0514/H14.4/HK/2011

Tanggal, 08 Maret 2011

Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And. FAACS Anggota:

1. Drg.Ferry Sandra,PhD. LFIBA,CIPM,MIPM

2. drg. Ferry Sandra, Phd,LFIBA,CIPM,MIPM

3. Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, Sp.And., PhD

4. Prof. Dr. dr Bagiada., Sp.BIOK

5. Prof. Dr.dr. Nyoman Adiputra, MOH

Page 7: liza widjaja

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia-Nya,sehingga penelitian dan

penyusunan tesis yang berjudul “Plasma Kaya Trombosit Tidak Menurunkan

Apoptosis Fibroblas Tikus (Galur Sel NIH3T3) Yang Terpajan Sinar UVB” dapat

diselesaikan.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir studi

untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu

Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana.

Dengan selesainya laporan penelitian ini, penulis ingin menyampaikan rasa

hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku ketua Program

Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana dan pembimbing I,

serta pembimbing akademik saya, yang telah memberikan banyak sekali

semangat, masukan dan bimbingan dan juga telah memacu penulis untuk

segera menyelesaikan tesis ini untuk kemajuan ilmu yang baru

berkembang yaitu Ilmu Kedokteran Anti Penuaan ( Anti Aging Medicine).

2. drg. Ferry Sandra, PhD, LFIBA, CIPM, MIPM selaku pembimbing II,

yang telah mengijinkan dilakukannya penelitian ini di Stem cell and

Cancer Institute, Jakarta serta arahan dan bimbingannya selama penelitian.

3. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And.selaku penguji yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama

penyusunan tesis ini.

4. Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp. BIOK. selaku penguji yang dengan sangat

sabar meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan

mengoreksi selama penyusunan tesis ini serta memberikan contoh

semangat untuk berkarya yang luar biasa.

5. Prof.Dr.dr.Nyoman Adiputra, MOH selaku penguji yang sangat teliti,

konsisten dan sabar mengarahkan dan memberi masukan yang sangat

berharga, dari awal penyusunan penelitian sampai selesainya tesis ini.

Page 8: liza widjaja

6. dr A.A.G.P Wiraguna, SpKK (K) yang memberikan bimbingan sejak

pertama penyususan proposal sampai selesai dilakukannya penelitian ini,

telah banyak sekali memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan.

7. Drs. I. Ketut Tunas, Msi yang dengan tekun dan sabar memberikan

bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam analisis statistik.

8. Para dosen pengajar Progam Studi Ilmu Biomedik Progam Pascasarjana

Universitas Udayana, teman-teman sependidikan dan seluruh karyawan

bagian Ilmu Biomedik, serta semua pihak yang telah membantu selama

pendidikan, penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu..

9. Dr. I Made Oka Negara beserta staf bagian Andrologi dan Seksologi FK

Universitas Udayana (dr. Pram, Eny Mariani dan Edy Suantara ) serta

teman-teman mahasiswa Program Magister Biomedik kekhususan Anti

Aging Medicine atas doa, semangat dan dorongannya.

10. Kolonel Ckm dr. FX Hanny Suwandhani, SpKK selaku atasan saya di

Estetiderma, yang telah banyak memberikan saya dukungan, waktu dan

pengertian sehingga bisa diselesaikannya tesis ini dalam rangka

menyelesaikan pendidikan S2 di bidang anti aging medicine.

11. Laura Wijaya, B.Si, Drs Dwi Agustina, M.Si, yang telah dengan tekun dan

sabar memberi pengarahan, petunjuk dan bantuan dalam melaksanakan

penelitian ini hingga selesai.

12. Drs Indra Bachtiar, M.Si, PhD, yang juga memberi pengarahan dan

petunjuk dalam penulisan tesis ini.

13. Ibu Maria Fatimah, Oktasari Suryanti, Bapak Hengki serta para karyawan

lainnya di Stem Cell And Cancer Institute (SCI), yang selalu memberikan

semangat dan sudah banyak sekali membantu selama melakukan

penelitian.

Page 9: liza widjaja

14. Keluarga terkasih anak-anakku Gaudi dan Adam, suami tercinta Hendra ,

terimakasih atas dukungan yang luar biasa. Serta papa tercinta Sutikno

Widjaja dan mama tersayang Tjondro Hastuti, saudara-saudara

kandungku, atas doa, dukungan dan pengertiannya selama penulis

menempuh pendidikan.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang

telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Semoga Tuhan

Yang Maha Pengasih, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada

mereka semua.

Denpasar, Februari 2011

Penulis.

Page 10: liza widjaja

ABSTRAK

PLASMA KAYA TROMBOSIT TIDAK MENURUNKAN APOPTOSIS FIBROBLAS PADA TIKUS (GALUR SEL NIH3T3) YANG TERPAJAN

SINAR ULTRA VIOLET B

Proses menua adalah proses yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Proses internal antara lain terjadi akibat menurunnya kemampuan sel untuk bereplikasi dan akhirnya mati atau dikenal dengan apoptosis.

Plasma kaya trombosit (PKT) merupakan sumber faktor pertumbuhan dan sitokin yang sangat dibutuhkan oleh sel pada saat terjadi kerusakan, termasuk fibroblas.

Penuaan fibroblas akibat penyinaran sinar UVB terutama adalah ekspresi enzim matrix metalloproteinase (MMP) dan penurunan mekanisme kerja transforming growth factor β (TGF-β). Kedua mekanisme ini penting dalam pencegahan terjadinya kerusakan sel.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah PKT dapat menurunkan apoptosis fibroblas akibat penyinaran UVB, pada tikus (galur sel NIH3T3). Sampel dari penelitian ini adalah Fibroblas dari galur sel NIH 3T3 yang berasal dari tikus putih Swiss (Mus musculus). Fibroblas dikultur dalam medium DMEM yang mengandung 2% fetal bovine serum (FBS) dan diberi perlakuan dengan 10% PKT sebelum dan sesudah penyinaran UVB dengan waktu penyinaran 2 menit(2’) dan 3 menit(3’).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium, dengan menggunakan rancangan post test only control group design yang dilakukan di Stem Cell and Cancer Institute, pada bulan Desember 2010 - Februari 2011.

Dalam penelitian ini dilakukan 42 pemeriksaan pada galur fibroblas NIH3T3 sebagai sampel, yang terbagi menjadi 7 (tujuh) kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 6 sediaan, yaitu kelompok kontrol (2% FBS), kelompok 2% FBS+ UV 2’, kelompok 2% FBS + UV 3’, kelompok 2% FBS+ 10% PKT + UV 2’, kelompok 2% FBS + 10% PKT + UV 3’, kelompok 2% FBS + UVB 2’+10% PKT, kelompok 2 % FBS + UVB 3’+ 10% PKT. Kelompok ini dibuat agar dapat dibandingkan hasil apoptosis berdasarkan waktu penyinaran 2’ dan 3’ dan juga membandingkan manfaat pemberian PKT sebelum pajanan sinar UVB dan sesudah pajanan, untuk mendapatkan bukti tentang manfaat PKT sebagai pencegahan maupun pengobatan atau perbaikan kembali.

Hasil penelitian pada kelompok kontrol dan perlakuan dengan UVB 2’ dan 3’ terjadi peningkatan apoptosis yang signifikan pada kelompok perlakuan dibanding kontrol. Pada kelompok dengan PKT 10 % sesudah UVB 2’ dan 3’ terjadi peningkatan apoptosis yang paling signifikan dibanding kontrol. Hasil penelitian ini dianalisa dengan uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji homogenitas dengan Levene’s dan perbedaan signifikan diuji dengan One Way Anova.

Hasil ini menyimpulkan bahwa PKT tidak dapat menurunkan apoptosis fibroblas pada tikus (galur sel NIH3T3) yang terpajan sinar UVB secara bermakna, baik sebagai pencegahan maupun pengobatan.

Kata Kunci : Plasma Kaya Trombosit (PKT), Sinar Ultra Violet B (UVB), Galur sel NIH 3T3, Apoptosis.

Page 11: liza widjaja

Abstract

PLATELET RICH PLASMA DOES NOT DOWNREGULATE APOPTOSIS IN RAT FIBROBLASTS (NIH3T3 CELLS) EXPOSED TO UVB

RADIATION Aging process is a complex mechanism that influenced by internal and

external causes. The process caused by internal factors are including, the capacity of cell replication that is code by the genes, that disappearance of the tissues capacity to improve or replace themselves. The process called apoptosis.

Platelet rich plasma are rich of growth factors and cytochine that needed during cell repair, including the fibroblast.

Fibroblast aging due to lighting with UVB light has been reported, and the changes include over expression of enzyme metalloproteinase (MMP) and dysregulation of TGF-β pathway.

This research is done to find out whether PKT can downregulate fibroblast apoptosis which are damaged due to UVB lighting, in mice (NIH3T3 cell strain). Samples from this research is fibroblast from NIH 3T3 cell strain from Swiss white mice (Mus Musculus). Fibroblast is cutured in DMEM 2% FBS medium and given platelet rich plasma 10% before and after lighting with UVB for 2 minutes and 3 minutes, so we can see the difference between this length of exposure.

This research is a laboratorium experimental research, using post test only control group design which is done in Stem Cell and Cancer Institute, on December 2010 – February 2011.

In this research, 42 examination is done on NIH3T3 fbroblast strain as sample, which are divided into 7 groups, each consists of 6 samples, they are control group (2% FBS), group with 2% FBS+ UV 2’, group with 2% FBS + UV 3’, group with 2% FBS+ 10% PKT + UV 2’, group with 2% FBS + 10% PKT + UV 3’, group with 2% FBS + UVB 2’+10% PKT, group with 2 % FBS + UVB 3’+ 10% PKT. This model group designed to give a more detail results concerning the use of PRP as a preventive or as a curative treatment..

Results in group exposed to UVB 2’ dan 3’ showed significant upregulating apoptosis compared to control group. In group received PRP before the UVB 2’ and 3’ showed upregulating apoptosis compare to control and group with UVB only. Finally the significant difference of upregulating apoptosis are showed in the PRP treated after UVB exposed group. Research results were analyzed for the normality and homogeneity tests, while significant of the research result was tested with SaphiroWilk, Levene’s, and One Way Anova tests.

Research results concluded that PRP can not down regulate fibroblast apoptosis in NIH3T3 cells exposed to UVB significantly. However it still need to be measure the right concentration of the PRP, the best procedure to make the PRP, and how severe the damages cause by the UVB that can still be repair. Key words : Platelet Rich Plasma, Ultra Violet B, Apoptosis, NIH3T3.

Page 12: liza widjaja

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM i PRASYARAT GELAR ii LEMBAR PERSETUJUAN iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv UCAPAN TERIMA KASIH v-vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI x-xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………xv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 7 1.3 Tujuan Penelitian 8

1.3.1. Tujuan Umum 8 1.3.2. Tujuan Khusus 8

1.4. Manfaat Penelitian 8 1.4.1. Manfaat Ilmiah 8 1.4.2. Manfaat Praktis 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 2.1. Teori-teori Penuaan 10 2.2. Apoptosis atau kematian sel 11 2.3. Fibroblas……………………………………………………………... 14 2.3.1 Galur Sel NIH/3T3 17 2.4 Apoptosis dan telomer 19 2.5 Penuaan Seluler kulit…………………………………………………..21

2.5.1. Penuaan Kulit kronologis Tingkat seluler 21 2.5.2 Penuaan Kulit Dini atau Photoaging Tingkat Seluler 22 2.6 Sinar Ultra Violet B……………………………………………………23 2.7 Plasma Kaya Trombosit 24

2.7.1 Pembuatan Plasma Kaya Trombosit 26 2.7.2 Trombosit…………………………………………………27

2.7.3 Growth factor 28 2.8 Growth Factor dan Apoptosis Fibroblas……………………………......29 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 31 3.1. Kerangka Berpikir 31 3.1. Kerangka Konsep……………………………………………………...33 3.2 Hipotesis Penelitian………………………………………………........34 BAB IV METODE PENELITIAN 34 4.1. Rancangan Penelitian 34 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 35

Page 13: liza widjaja

4.2.1. Tempat Penelitian 35 4.2.2. Waktu Penelitian 35 4.2.3. Populasi dan Sampel 36 4.2.3.1. Penentuan Besar Sampel 37

4.3. Variabel Penelitian 38 4.4. Definisi Operasional 38 4.5. Prosedur-Prosedur dan Bahan-bahan Penelitian……………………………40

4.5.1. Prosedur Thawing dan Kultur NIH3T3…………………..41 4.5.2. Prosedur Penyinaran dengan UVB…………………………….44 4.5.3 Prosedur Pembuatan Plasma Kaya Trombosit …………...45 4.5.4 Prosedur Pembuatan sediaan Untuk pengukuran FACS 46 4.5.5. Prosedur Pembacaan dengan Fluoresent activated cell sorter 46

4.6. Alur Penelitian 47 4.7. Analisis Data 48 BAB V HASIL PENELITIAN 49 5.1 Uji Normalitas Data 50 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok 51 5.3 Analisis efek pemberian UVB dan PKT 10 % pada NIH3T3………...52 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 54 6.1. Subyek Penelitian 54 6.2 Distribusi dan Varian Suyek penelitian……………………………… 55 6.3 Efek Perlakuan dengan UVB 2’ dan 3’ terhadap Apoptosis………….56 6.4. Efek Perlakuan dengan PKT 10 % sebelum UVB 2’ dan 3’…….……57 6.5 Efek Perlakuan dengan PKT 10 % sesudah UVB 2’ dan 3’……….….57 6.6 Analisa hasil Penelitian…………………………………………….….58 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….…………... 60 7.1 Simpulan 60 7.2 Saran 61 DAFTAR PUSTAKA 62-64 LAMPIRAN 65-76 Lampiran 1 Uji Normalitas Data 65 Lampiran 2 Uji Homogenitas data 66-67 Lampiran 3 Uji One way Anova 68 Lampiran 4 Data Penelitian………………………………………...........69 Lampiran 5 Foto Penelitian……………………………………….....71-73 Lampiran 6 Informed Consent……………………………………………74-75 Lampiran 7 Hasil Laboratorium……………………………………… 76

Page 14: liza widjaja

DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Apoptosis 13 Gambar 2. 2 Galur Sel NIH3T3 15 Gambar 2. 3 Galur NIH3T3 18 Gambar 3.1 Kerangka Konsep……………………………………….......33 Gambar 4.1 Rancangan penelitian……………………………………….35 Gambar 4.2 Alur Penelitian……………………………………………....48 Gambar 5.1 Grafik Peningkatan Apoptosis sesudah diberikan Perlakuan.53

Page 15: liza widjaja

DAFTAR TABEL Tabel 5. 1 Hasil Uji Normalitas Apoptosis sesudah perlakuan ………….50 Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Apoptosis sesudah

perlakuan…………………………………….............................51 Tabel 5.3 Rerata Apoptosis Antar Kelompok sesudah Perlakuan 52 Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Apoptosis sesudah perlakuan antar

kelompok 53

Page 16: liza widjaja

DAFTAR SINGKATAN

PKT : Plasma kaya trombosit PRP : Platelet rich plasma TGF-β : Transforming growth factor β UVB : Ultra violet β PDGF : Platelet derived growth factor EGF : Epidermal growth factor VEGF : Vascular endothelial growth factor MMP : Matrix metalloproteinase TNF-α : Tumor necrotizing factor-α FBS : Fetal bovine serum DMEM: Dubecco’s minimal essential medium

Page 17: liza widjaja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjadi tua adalah hal yang tidak diinginkan oleh semua makhluk hidup.

Menurut ilmu kedokteran konservatif, menua adalah hal fisiologis yang normal

terjadi pada semua manusia. Dalam ilmu kedokteran anti penuaan dan regenerasi,

menua dianggap sebagai penyakit.

Ilmu kedokteran anti penuaan dan regenerasi mempelajari ilmu dan

teknologi kedokteran untuk diagnosis dini, pencegahan, terapi dan perbaikan

kembali dari kelainan fungsi atau penyakit yang disebabkan penuaan (Goldman

dan Klatz, 2003). Teori-teori penuaan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,

yaitu teori wear and tear dan teori program.Teori wear and tear meliputi

kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Teori program meliputi

terbatasnya replikasi sel (replicative senesence), proses imun, dan neuroendocrine

theory (Pangkahila, 2007). Salah satu teori program adalah hayflick limit theory

yang kemudian dipatahkan dengan adanya teori telomerase, kemajuan penelitian

di bidang stem cell, therapeutic cloning dan terapi sel lainnya (Goldman dan

Klatz, 2003).

Salah satu organ yang paling luar dan banyak terpajan sinar matahari

adalah kulit. Salah satu sel yang berperan dalam menjaga kelembaban, kekenyalan

dan kekencangan kulit adalah fibroblas. Penuaan akan terjadi pada semua organ

tubuh yang bermula dari kematian di tingkat seluler. Penuaan kulit disebabkan

1

Page 18: liza widjaja

oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal mempengaruhi kulit dengan

cara yang sama seperti proses penuaan pada umumnya, yaitu menurunnya fungsi

secara perlahan dan degenerasi yang irreversible. Hal ini terjadi pada tingkat

seluler dan molekuler, termasuk pada fibroblas. Tanda klinis dari menurunnya

fungsi dan degenerasi pada fibroblas yaitu menurunnya turgor, penipisan,

kekeringan, dan ekimosis. Tanda utama dari penuaan ekstrinsik disebabkan oleh

efek lingkungan, terutama paparan sinar ultra violet (UV) berupa perubahan

pigmentasi seperti frekles, lentigo senilis, elastosis dan tumor jinak kulit seperti

aktinik keratosis (Gilchrest dan Krutmann, 2006). Sinar UV juga terbukti

menimbulkan kerusakan sel terutama DNA sebagai target utamanya. Selain DNA,

sinar UV juga merusak enzim membran sel dan meningkatkan penumpukan sel

rusak di lisosom antara lain serat elastin. Sinar UV juga terbukti meningkatkan

degradasi kolagen melalui aktivasi matrix metalloproteinase (MMP). Kolagen

pada dermis didominasi oleh kolagen 1 dan 3 yang dapat dirusak oleh MMP-1 dan

-3. Sinar UV A dan B dapat memacu sintesis MMP-1 dan -3 melalui pelepasan

TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas (Fisher et al. 2000).

Apoptosis atau kematian sel terprogram adalah proses normal dalam

perkembangan dan kehidupan organisme multiselluler. Apoptosis terjadi sebagai

respon terhadap berbagai stimulus secara terkontrol dan terprogram. Ini membuat

apoptosis berbeda dari mekanisme kematian sel lainnya seperti nekrosis yaitu

kematian sel yang menyebabkan lisisnya sel, reaksi inflamasi dan kemungkinan

menyebabkan gangguan kesehatan. Mekanisme kematian sel pada apoptosis

Page 19: liza widjaja

adalah sengaja diaktifkan sendiri oleh sel, akibat respon dari stimuli yang

dialaminya. Oleh sebab itu apoptosis sering diartikan sebagai bunuh diri.

Apoptosis dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal yang

mempengaruhi keadaan fisiologis tubuh kita. Faktor internal yaitu akibat stres

seluler. Stres seluler dapat terjadi akibat paparan UV atau radiasi, zat kimia dan

infeksi virus. Dapat juga terjadi akibat menurunnya faktor pertumbuhan dan stres

oksidatif akibat radikal bebas. Pada umumnya faktor internal ini menginisiasi

apoptosis lewat keterlibatan mitokondria sebagai sumber terbentuknya radikal

bebas. Faktor eksternal dapat disebabkan oleh infeksi virus, akibatnya sel yang

terinfeksi akan dikenali oleh cytotoxic T lymphocytes yang diekspresikan dari

permukaan sel. Sinyal lainnya bisa berupa soluble ligand . Kedua sinyal ini

dikenal sebagai binding of death inducing ligands yang akan dikenali oleh

reseptor di permukaan sel atau death receptors. Cytotoxic T lymphocytes dapat

juga menginduksi apoptosis dengan menggunakan enzim granzyme.

Protein yang dikenal sebagai caspases secara khas akan teraktivasi pada

tahap permulaan apoptosis. Protein ini merusak atau membelah komponen seluler

yang diperlukan dalam fungsional sel yang normal termasuk struktur protein di

dalam nukleus yaitu enzim perbaikan DNA. Selain itu caspases juga mengaktivasi

enzim degradasi lainnya seperti DNAses yang akan mulai membelah DNA di

nukleus sel yang rusak. Kerusakan DNA meningkatkan regulasi p53 yang akan

menginduksi gen lainnya yang meregulasi siklus sel dan akhirnya menyebabkan

apoptosis. p53 menginduksi sintesis Bax yaitu protein penyebab kematian yang

melukai mitokondria. Perubahan morfologi sel yang apoptosis yaitu sel mulai

Page 20: liza widjaja

mengecil setelah terjadinya pembelahan pada lamina dan filamen aktin pada

sitoskeleton, kondensasi nukleus akibat kerusakan kromatin di nukleus dan

kebanyakan menampilkan gambaran menyerupai ”horse shoe”, kemudian sel

terus mengecil sehingga dapat dihilangkan oleh makrofag. Proses fagositosis ini

bertanggung jawab terhadap pembersihan sel apoptosis dari jaringan sehingga

tidak meninggalkan masalah seperti pada kematian sel akibat nekrosis. Untuk

memudahkan proses fagositosis ini, sel yang apoptotik sering melakukan

perubahan pada plasma membran yang merangsang reaksi makrofag. Salah

satunya adalah perubahan tempat phosphatidylserine dari dalam sel ke permukaan

sel.

Tahap akhir dari apoptosis secara karakteristik ditandai dengan bocornya

membran atau proses terbentuknya vesikel pada membran sel. Vesikel kecil ini

dikenal sebagai apoptotic bodies (Rubin, 2001). Salah satu penyebab apoptosis

yang banyak dipelajari adalah radiasi sinar UV. Pada sebuah penelitian di Belgia,

membuktikan UVB dengan dosis mulai dari 500-1000 mJ/cm2 dalam paparan

berulang pada fibroblas manusia dapat menyebabkan penuaan sel dini atau

premature senescence (Florence et al. 2002). Pada penelitian Mohammad et al.

(2004) tikus yang dipajan sinar UVB (290-320 nm) dengan dosis 240 mJ/cm2

tiga kali seminggu terbukti menyebabkan pertumbuhan tumor kulit. Pada

penelitian tentang proses penuaan keratinosit di epidermis oleh Amos et al. (2004)

terbukti adanya hubungan antara perbaikan dari penuaan sel dengan penurunan

ekspresi Fas ligand dan apoptosis dari keratinosit .

Page 21: liza widjaja

Belakangan ini terjadi peningkatan prevalensi penggunaan produk darah

otologus untuk penyembuhan dalam variasi aplikasi klinis. Terutama untuk

penyembuhan luka di bidang bedah. Karena pada saat terjadi luka, tubuh kita

secara alamiah akan merespon dengan perbaikan, dan dibutuhkan komponen

seluler untuk segera secara efektif memperbaiki kerusakan itu. Dua pilihan saat ini

untuk perbaikan luka dengan menggunakan darah yaitu fibrin tissue adhesive

(FTA) dan platelet rich plasma (PRP) atau plasma kaya trombosit (PKT).

Keamanan serta manfaat growth factor yang ada di dalam dua produk ini sudah

banyak dipublikasikan di dalam literatur.

Dengan adanya pengetahuan dan berbagai penelitian di bidang tersebut,

terjadi antusiasme besar dalam penggunaan PKT yang mengeluarkan growth

factor dalam jumlah sangat besar untuk menstimulasi penyembuhan pada luka

yang tidak dapat sembuh. Selama 20 tahun terakhir ini penggunaan PKT otologus

banyak didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun

juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf,

mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson et al. 2008).

Sebelumnya trombosit dianggap ekslusif berperan hanya dalam proses

pembekuan darah. Namun sudah dipelajari bahwa trombosit juga melepaskan

banyak macam protein bioaktif yang berperan dalam menarik makrofag,

mesenchymal stem cell, dan osteoblas yang tidak hanya berperan pada

pembuangan jaringan nekrotik tapi juga meningkatkan penyembuhan dan

regenerasi jaringan (Sampson et al. 2008). Trombosit juga mengandung granul

yang mengandung tissue inhibitor matrix metalloproteinase (TIMP) yang

Page 22: liza widjaja

menghambat degradasi kolagen. Pada trombosit terdapat granula-granula yang

berisi growth factor yang akan keluar dan teraktivasi pada saat trombosis atau

terjadinya respon pada saat kulit terluka.

Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk

membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction

untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem cell. Selanjutnya akan terjadi

proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem cell untuk membentuk sel baru yang

dibutuhkan (Green et al. 2009). Growth factor yang di keluarkan oleh trombosit

pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF),

transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal

growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009).

PKT adalah material biologis yang mengandung trombosit otologus

dengan konsentrasi yang tinggi dalam sejumlah kecil cairan plasma. Jumlah

trombosit dalam PKT dapat mencapai lebih dari 2 juta unit per mikroliter

(Budiyanto, 2009).

Publikasi terakhir tentang penggunaan PKT telah beredar pada

penyembuhan luka tendon kronis, misalnya lateral epicondylitis, plantar fasciitis

dan degenerasi kartilago. Namun umumnya karya ilmiah tentang PKT hanya

laporan kasus dan bukan penelitian terkontrol. Aplikasi PKT secara klinis tanpa

dukungan ilmiah yang kuat banyak dijumpai. Penelitian tentang manfaat, efek

samping, dosis dari PKT masih harus banyak dilakukan (Mishra, 2006).

Sejak 1 tahun terakhir, di Indonesia, telah banyak beredar peralatan

pembuat PKT dengan harga yang sangat mahal. Walaupun hasilnya secara ilmiah

Page 23: liza widjaja

masih harus banyak dibuktikan. Pada Januari 2010, Dr. De Vos di Belanda,

melaporkan tidak ada perbaikan bermakna antara kelompok PKT dengan

kelompok plasebo yang menggunakan larutan saline pada kasus achilles

tendinopathy kronis (Vos, 2010). Namun hal tersebut tidak mengurangi minat

para dokter untuk terus menggali manfaat dari PKT, terbukti terapi ini semakin

popular dan banyak diteliti.

Penelitian tentang manfaat PKT dalam bidang peremajaan dan anti

penuaan belum banyak dilakukan. Penelitian di bidang PKT masih kontroversi,

maka peneliti ingin membuktikan kegunaan dan manfaat PKT khususnya dalam

memperbaiki proses kerusakan dan kematian seluler. Untuk mengetahui dosis

efektif dan efek samping dari penggunaan PKT, perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalahnya

sebagai berikut:

1. Apakah apoptosis meningkat pada fibroblas yang terpajan sinar UVB?

2. Apakah PKT dapat menurunkan apoptosis fibroblas yang terpajan sinar

UVB?

Page 24: liza widjaja

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa PKT dapat memperbaiki

keadaan kulit akibat kerusakan sel.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Peningkatan apoptosis fibroblas yang terpajan sinar UVB dengan dosis

400mJ/cm2 selama 2 menit dan 3 menit.

2. Penurunan apoptosis fibroblas dengan intervensi PKT sebelum dan

sesudah pajanan sinar UVB.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk mendapatkan data ilmiah tentang efek PKT terhadap perbaikan

kerusakan fibroblas yang terpajan sinar UVB. Selain itu, untuk mendapatkan

informasi tentang apoptosis fibroblas akibat pajanan sinar UVB, sehingga dapat

digunakan sebagai metode acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat praktis

Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat umum tentang manfaat

pemberian PKT dalam memperbaiki proses penuaan dan kerusakan sel, sehingga

Page 25: liza widjaja

dapat langsung diterapkan untuk praktek sehari-hari dalam pemilihan terapi untuk

memperbaiki proses penuaan sel, khususnya fibroblas.

Page 26: liza widjaja

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Penuaan

Teori penuaan di tingkat seluler dan molekuler secara umum didasari oleh

dua pemikiran yaitu penuaan terprogram dan penuaan secara tidak sengaja. Teori

penuaan terprogram didasari pemikiran bahwa sejak kita dalam kandungan,

dilahirkan sampai akhirnya meninggal, sudah diatur oleh jam biologis. Jam

biologis ini mengatur bermacam kejadian dalam tubuh kita sesuai dengan

waktunya. Hilangnya kalsium dari tulang, berkurangnya kemampuan mata untuk

melihat, telinga untuk mendengar dan kapasitas pernafasan yang menurun adalah

contoh dari penuaan yang terprogram. Dan teori penuaan sebagai kebetulan atau

bukan terprogram adalah bahwa manusia menjadi tua akibat banyak hal yang

terjadi secara acak, misalnya kerusakan DNA dan radikal bebas atau hanya akibat

rusaknya organ tubuh kita dengan bertambahnya waktu (Goldman dan Klatz,

2003).

Secara luas ada empat teori penuaan yang paling sering dibicarakan dan

diteliti lebih lanjut. Teori tersebut adalah, teori wear and tear, teori

neuroendokrin, teori kontrol genetik dan teori radikal bebas. Teori kontrol genetik

yang salah satu dasarnya adalah teori program menyatakan bahwa setiap manusia

mempunyai kode genetik masing-masing yang menentukan saat menurunnya

kesehatan, organ-organ mulai menua dan akhirnya meninggal. Ternyata dengan

kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu pengetahuan khususnya anti penuaan

10

Page 27: liza widjaja

diharapkan dapat merubah teori tersebut misalnya dengan ditemukannya cara

untuk memperpanjang rantai DNA dalam setiap sel kita, mencegahnya dari

kerusakan serta memperbaikinya kembali. Dengan demikian diharapkan pada

masa yang akan datang, manusia bisa terbebas dari nasib genetiknya (Goldman

dan Klatz, 2003). Di dalam teori program ini salah satu yang juga penting

dipelajari adalah teori terbatasnya replikasi sel. Pada ujung utas kromosom

terdapat struktur khusus yang disebut telomer. Secara biokimia, telomer terdiri

dari hexanucleotide. Dengan setiap replikasi sel, telomer memendek pada setiap

pembelahan sel. Setelah sejumlah pembelahan sel, telomer habis dipakai dan

pembelahan sel berhenti (Pangkahila, 2007).

2.2 Apoptosis

Apoptosis adalah proses normal dalam perkembangan dan kehidupan

organisme multiselluler. Apoptosis terjadi sebagai respon terhadap berbagai

stimulus secara terkontrol dan cara yang terprogram. Ini membuat apoptosis

berbeda dari mekanisme kematian sel lainnya seperti nekrosis dimana terjadi

kematian sel yang menyebabkan lisisnya sel, reaksi inflamasi dan kemungkinan

menyebabkan gangguan kesehatan. Berbeda dengan apoptosis dimana proses

kematian ini sengaja diaktifkan sendiri oleh sel akibat respon dari stimuli yang

dialaminya. Oleh sebab itu apoptosis sering diartikan sebagai bunuh diri.

Apoptosis dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

keadaan fisiologis tubuh kita. Berbagai faktor tersebut dapat berupa stres seluler,

yang terjadi akibat pajanan sinar matahari atau radiasi, zat kimia dan infeksi

Page 28: liza widjaja

virus. Keadaan – keadaan tersebut dapat menyebabkan menurunnya growth

factor serta meningkatnya stress oksidatif akibat radikal bebas. Pada umumnya

faktor tersebut di atas dapat menginisiasi apoptosis lewat keterlibatan

mitokondria yaitu tempat terjadinya radikal bebas di dalam sel (Rubin, 2001).

Faktor eksternal dapat disebabkan oleh infeksi virus dimana sel yang

terinfeksi akan dikenali oleh cytotoxic T lymphocytes yang diekspresikan dari

permukaan sel. Sinyal lainnya bisa berupa soluble ligand. Kedua sinyal ini

dikenal sebagai binding of death inducing ligands yang akan dikenali oleh

reseptor di permukaan sel atau death receptors. Cytotoxic T lymphocytes dapat

juga menginduksi apoptosis dengan menggunakan enzim granzyme. Protein

yang dikenal sebagai caspases secara khas akan teraktifasi pada tahap

permulaan apoptosis. Protein ini merusak atau membelah komponen seluler

yang diperlukan dalam fungsional sel yang normal termasuk struktur protein di

dalam nukleus yaitu enzim perbaikan DNA. Selain itu caspases juga

mengaktifasi enzim degradasi lainnya seperti DNAses yang akan mulai

membelah DNA di nukleus sel yang rusak.

Perubahan morfologi sel yang apoptosis yaitu sel mulai mengecil setelah

terjadinya pembelahan pada lamina dan filamen aktin pada sitoskeleton,

kondensasi nukleus akibat kerusakan kromatin di nukleus dan kebanyakan

menampilkan gambaran menyerupai ”horse shoe”, kemudian sel terus mengecil

sehingga dapat dihilangkan oleh makrofag (Rubin, 2001). Proses fagositosis ini

bertanggung jawab terhadap pembersihan sel apoptosis dari jaringan sehingga

tidak meninggalkan masalah seperti pada kematian sel akibat nekrosis. Untuk

Page 29: liza widjaja

memudahkan proses fagositosis ini, sel yang apoptotik sering melakukan

perubahan pada plasma membran yang merangsang reaksi makrofag. Salah

satunya adalah perubahan tempat phosphatidylserine dari dalam sel ke

permukaan sel. Tahap akhir dari apoptosis secara karakteristik ditandai dengan

bocornya membran atau proses terbentuknya vesikel pada membrane sel.

Vesikel kecil ini dikenal sebagai apoptotic bodies (Rubin, 2001).

Gambar.2.1. Proses kematian sel (Apoptosis). http://www.scq.ubc.ca/apoptosis/

Penuaan sel keratinosit akibat pajanan sinar UVB dengan dosis 100J/m2

selama 5 menit sudah pernah diteliti dan terbukti menyebabkan prematur

senescence hanya pada keratinosit yang mengandung IGF-1R, sedang pada dosis

400J/m2 selama 5 menit bukan lagi premature senescence melainkan apoptosis sel

Page 30: liza widjaja

yang terjadi. Proses apoptosis ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit

yang berhubungan dengan penuaan, seperti Werner’s syndrome dan Alzheimer

disease. Oleh karena itu penelitian terhadap dua proses yang amat penting dalam

patofisiologi penyakit degeneratif dan keganasan yaitu cellular senescence dan

apoptosis, adalah sangat penting (Campisi dan Fagagna, 2007).

Pada penelitian terakhir tentang apoptosis sel dan hubungannya dengan

kemampuan regenerasi dan penyembuhan luka diketahui bahwa sel yang

apoptosis mengeluarkan growth signal yang akan menstimulasi proliferasi dari

progenitor dan stem cell, dimana peran utamanya adalah caspases 3 dan 7 yaitu

protein yang berperan pada tahap awal apoptosis, sehingga tikus yang defisiensi

caspases ini mengalami penyembuhan luka yang lambat dan regenerasi sel hati.

Prostaglandin E2 selaku promotor dari progenitor dan stem cell memegang

peranan dalam mekanisme ini. Mekanisme dimana caspases merangsang

penyembuhan luka dan regenerasi sel pada organ multiseluler ini diberi nama

”Phoenix rising” pathway (Li et al, 2010).

2.3 Fibroblas

Jaringan ikat adalah salah satu dari empat macam jaringan yang ada dalam

tubuh manusia. Jaringan tersebut adalah jaringan ikat, otot, saraf dan epitel.

Jaringan ikat adalah jaringan fibrosa yang terdiri dari kolagen, yang merupakan

protein yang paling banyak di dalam tubuh mamalia, yang diproduksi oleh

fibroblas. Ada banyak macam jaringan ikat antara lain jaringan ikat padat,

longgar, elastik, retikularis dan jaringan adiposa. Selain itu bisa ditambahkan

Page 31: liza widjaja

bahwa jaringan ikat ada yang embrionik dan ada yang terspesialisasi seperti

tulang, tulang rawan dan darah. Jaringan ikat padat membentuk ligamentum,

tendon dan matriks ekstraseluler di dermis kulit. Matriks ekstraseluler ini

terbentuk hampir seluruhnya oleh kolagen, yang diproduksi oleh fibroblas.

Fibroblas tersebar di antara kolagen yang juga memproduksi glikoprotein,

glikosaminoglikan, serta proteoglikan yaitu polisakarida yang berbentuk gel

seperti pelumas untuk menjaga ligamentum dan tulang rawan tetap berfungsi baik.

Selain itu fibroblas juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki jaringan

yang rusak dan akan bertambah jumlahnya apabila terjadi luka .

Gambar 2.2. Fibroblas (http://4.bp.blogspot.com/_tly7kZVpziE/R1QFL2xizII/AAAAAAAAAog/qxXqIak1Ctc/s1600-

R/PC030956.JPG)

Setiap sel saling berhubungan satu dengan lainnya melalui berbagai cara.

Mereka bersatu membentuk jaringan atau organ. Beberapa jaringan, seperti epitel

pembatas atau epitel penutup terdiri dari kelompok sel yang rapat dan saling

Page 32: liza widjaja

melekat erat secara langsung dengan sedikit sekali ruang antara. Kelompok jenis

ini adalah lunak, lentur dan tidak dapat mempertahankan bentuk organ ataupun

menopang seluruh tubuh. Sebenarnya jaringan penyambung yang mempersatukan

sel-sel tersebut menjadi tubuh karena jaringan ini memiliki substansi interselular.

Jaringan penyambung menghasilkan kolagen. Kolagen adalah suatu protein

berbentuk serabut yang amat kuat (seperti tendon, ligamentum dan elastin) yang

juga dibentuk menjadi serabut, serta mempunyai sifat-sifat kenyal. Di antara

serabut-serabut elastik ini terdapat matriks atau zat dasar seperti agar-agar.

Kombinasi serabut kuat dan serat elastik serta matriks memberikan kekuatan,

bentuk dan gaya pegas pada tubuh. Pada rangka, zat antar sel ini diisi dengan

garam-garam kalsium, menghasilkan tulang penyokong tubuh yang kuat

(Mescher, 2010).

Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat.

Fibroblas adalah sel memanjang yang dibedakan terutama oleh banyaknya

anyaman retikulum endoplasma kasar yang melapisi rongga lebar dalam

sitoplasmanya. Fibrosit berukuran lebih kecil daripada fibroblas. Ia cenderung

berbentuk gelendong, dengan lebih sedikit cabang-cabangnya daripada fibroblas.

Ia memiliki inti yang panjang, lebih gelap, lebih kecil dan sitoplasmanya bersifat

asidofil serta mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar. Bila cukup

dirangsang, fibrosit dapat berubah menjadi fibroblas dan aktivitas sintetiknya

diaktifkan kembali. Hal ini terjadi pada penyembuhan luka dan dalam keadaan

demikian sel-sel mengambil bentuk dan tampak seperti fibroblas muda.

Miofibroblas, suatu sel dengan gambaran fibroblas dan otot polos, juga diamati

Page 33: liza widjaja

selama penyembuhan luka. Sel ini mempunyai sifat morfologis sebagai suatu

fibroblas tetapi mengandung banyak mikrofilamen aktin dan miosin. Aktivitas sel-

sel tersebut berperan pada penutupan luka akibat cedera jaringan, suatu proses

yang disebut kontraksi luka (Mescher, 2010).

Fibroblas membuat serat-serat kolagen, retikulin, elastin,

glikosaminoglikan dan glikoprotein dari substansi intercellular amorf. Serat

kolagen adalah serat yang paling banyak dijumpai dalam jaringan penyambung.

Serat-serat kolagen segar merupakan benang-benang tanpa warna, namun bila

terdapat dalam jumlah besar akan menyebabkan jaringan tempat beradanya

tampak putih, misalnya pada tendon dan aponeurosis (Mescher, 2010).

Fibroblas mensekresi molekul prokolagen ke dalam matriks intersel, dan

polismerisasi mereka menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma tersebut.Pada

orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan.

Mitosis hanya tampak bila organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu bila

jaringan ikat cedera (Spector dan Spector, 2002).

2.3.1 Galur Sel NIH/3T3 tikus Swiss (Mus Musculus).

Salah satu karakteristik hewan yang paling utama adalah bahwa mereka

multiselular dengan kata lain, mereka terdiri dari banyak sel. Multiseluler ini

terdiri dari sel–sel dengan spesialisasi berbeda-beda.

Page 34: liza widjaja

Gambar 2. Galur Sel NIH/3T3

The '3-T3 adalah singkatan dari "3-hari transfer, inokulum 3 x 105 sel."

Galur sel ini berasal dari fibroblas embrio tikus primer yang dikultur sesuai

dengan aturan atau protokol, yang disebut '3T3 protokol '. Fibroblas embrio tikus

primer ditransfer ("T") setiap 3 hari (yang pertama "3"), dan diinokulasi pada

kepadatan dari 3 x 105 sel-sel per 20-cm² piringan ("3" yang kedua) terus-

menerus. Sel-sel yang secara spontan diabadikan dengan tingkat pertumbuhan

stabil setelah dikultur dalam 20-30 generasi, dan kemudian bernama '3T3 'sel.

Galur sel (cell line) terus menerus dibentuk dari kultur NIH mouse embrio

Swiss (Todaro dan Green, 1963). Galur sel NIH3T3 rentan terhadap pembentukan

fokus sarkoma virus dan virus leukemia serta berharga untuk studi transfeksi

DNA. Telah digunakan untuk ekspresi rekombinan protein, termasuk antigen

Page 35: liza widjaja

hepatitis B, hidroksilase fenilalanin, hormon pertumbuhan tikus, rekombinan

fibronektin, human class antigen I1 MHC n, insulin reseptor manusia dan faktor

pertumbuhan seperti insulin. Sel-sel dikultur dengan mengunakan DMEM +

FBS10%. Sel – sel sangat mudah dihambat dan sangat sensitif terhadap kumpulan

serum.

Galur sel NIH3T3 yang dipakai untuk penelitian ini diambil dari pabrik American

Type Culture Collection (ATCC) dengan data sebagai berikut :

NIH/3T3 (ATCC)

Jenis Sel Fibroblast (Connective Tissue Cells, Galur sels)

Deskripsi Swiss NIH embryonic fibroblast

Karakteristik Adherent

Spesies Tikus

Pemasok American Type Culture Collection (ATCC)

Klon CCL-92

Asal Jaringan Embryo

Tahap Pengembangan

Jaringan Embryonic

Protokol yang dioptimalkanNucleofector (PDF, 98 KB) 96-well

Shuttle (PDF, 129 KB)

Related Citations Nucleofection of NIH/3T3

Page 36: liza widjaja

2.4 Apoptosis dan Telomer

Pada tahun 1961, Leonard hayflick dan Paul Moorhead memformulasikan

tentang masa hidup sel diploid manusia. Pada penelitian dengan menggunakan

fibroblas yang diambil dari donor muda menunjukkan kemampuan replikasi yang

lebih cepat dari donor usia tua (Afshari CA and Barrett JC, 1996). Kapasitas sel

untuk tidak mampu lagi bereplikasi pada kultur sel dikenal sebagai teori

Hayflick’s limit. Sekarang diketahui bahwa Hayflick’s limit ini terjadi akibat

perubahan panjang telomer dari kromosom, di mana pada kondisi normal ujung

kromosom dilindungi oleh telomer agar tidak terjadinya fusi dari kromosom.

Telomer adalah bagian terminal dari kromosom eukaryot yang juga

terimplikasi efek dari penuaan kronologis. Telomer manusia terdiri dari 15-20

kilobase pairs rantai duplex ganda TTAGGG di ikuti utas tunggal melayang g -

rich 3’ yang berakhir pada struktur duplex yang dikenal sebagai t-loop. Ada

hipotesis tentang t-loop ini, dimana berfungsi untuk menjaga stabilitas dari

telomer atau melindungi telomer sehingga kromosom terminal terhindar dari

degradasi, rekombinasi. Setiap pembelahan sel terjadi pemendekan telomer.

Untuk menjaga panjang telomer pada sel yang berproliferasi dibutuhkan enzim

telomerase, yaitu enzim reverse-transkriptase eukariot yang memiliki komponen

RNA dan subunit katalitik dan berfungsi dengan menambahkan ulang TTAGGG

pada telomer (Mirzayans dan Murray, 2009).

Pada manusia sekitar 30% panjang telomer fibroblas kulit berkurang

selama masa dewasa. Dan kritisnya dengan telomer yang pendek merupakan

Page 37: liza widjaja

sinyal bagi sel tersebut untuk apoptosis atau mati sehingga berkuranglah jumlah

sel di dalam organ tersebut (Gilchrest and Krutmann, 2006). Pada sebuah

penelitian diketahui bahwa dengan memasukkan telomerase pada sel yang menua

atau senescent maka sel tersebut mengalami pemanjangan telomer kembali seperti

pada sel muda tanpa adanya tanda-tanda malignansi. Penemuan besar ini tidak

saja membuktikan bahwa peran telomer pada kehidupan sel sangat penting namun

juga memberikan inspirasi bahwa panjang telomer dapat di program ulang untuk

menambah panjang usia sel. Dengan penemuan ini diharapkan di kemudian hari

penyakit-penyakit degeneratif seperti arteriosklerosis, alzheimer, diabetes mellitus

dan sebagainya dapat disembuhkan (Hancock, 2010).

2.5 Penuaan Seluler Kulit

Proses penuaan kulit dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.

Di mana proses ini terjadi akibat hilangnya kemampuan sel kulit untuk

memperbaiki kerusakan, membelah dan akhirnya mati, yang dipengaruhi oleh

program genetik dan juga pengaruh buruk baik dari internal maupun eksternal

selama organisme itu hidup. Walaupun penuaan kulit hanya sebagian dari proses

penuaan manusia, namun data di Amerika pada tahun 1996-1997 tentang

kunjungan dokter, lima persennya adalah masalah kulit dan juga menurut statistik

di Amerika bahwa jumlah penduduk berusia di atas 55 tahun akan meningkat

menjadi 31% di tahun 2030, maka problem penuaan kulit akan menjadi salah satu

masalah yang harus dicari jalan keluarnya oleh para dokter. Penuaan kulit dibagi

Page 38: liza widjaja

dua golongan besar yaitu penuaan kronologis dan photoaging atau penuaan dini

(Gilchrest dan Krutmann, 2006 ).

2.5.1 Penuaan Kulit Kronologis Tingkat Seluler

Penuaan kronologis disebabkan oleh efek kumulatif dari spesies oksigen

reaktif yang terjadi akibat metabolisme oksidatif seluler. Dan walaupun tubuh

mempunyai mekanisme untuk memproduksi antioksidan, namun dengan adanya

spesies oksigen reaktif akan mengakibatkan rusaknya struktur-struktur sel seperti

membran sel, enzim dan mengganggu interaksi antara DNA-protein juga protein-

protein (Gilchrest dan Krutmann, 2006).

2.5.2 Penuaan Kulit Dini atau Photoaging Tingkat Seluler

Penuaan kulit dini atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi

akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala

penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm

merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada. Radiasi ultra violet terbagi atas

tiga golongan yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-

280nm). UVC biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran

tinggi sekali dimana UVC ini diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang

paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang

gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi (Gilchrest

dan Krutmann, 2006)

Page 39: liza widjaja

Kromofor dari UVB adalah DNA. Kelainannya berupa lesi DNA pada

cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya berupa eritema atau

kemerahan. Hasil akhir dari proses glikasi atau advance glycation end product

(AGE) yang terakumulasi pada protein yang berusia panjang seperti matriks

ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk ultraviolet sehingga merusak

fibroblas di dermal. Sinar UV juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen

melalui aktivasi MMP dan penurunan mekanisme sinyal TGF-β. Kemudian sinar

UV dapat memacu sintesis MMP-1 dan -3 melalui pelepasan TNF-α oleh

keratinosit dan fibroblas. UVB secara langsung berefek pada kerusakan DNA

terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine pyrimidone

photoproduct, yang secara langsung mempengaruhi sintesis asam nukleat.

Walaupun nukleus DNA mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri,

kerusakan DNA jarang sekali diperbaiki secara komplit. Sisa sel yang tidak

mengalami apoptosis setelah kerusakan DNA dan tidak mengalami perbaikan

sempurna akan mempunyai resiko terjadinya mutasi dan akhirnya dapat menjadi

sel kanker (Varani et al. 2010).

2.6 Sinar UVB

UVB merupakan spektrum radiasi UV dengan panjang gelombang 290 –

320 nm, dan merupakan sinar UV yang paling efektif menembus bumi dan

mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena

UVB adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya. Sinar

UVB banyak terserap ke epidermis dan menembus ke papila dermis. Gejala

Page 40: liza widjaja

kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB ke epidermis berupa eritema.

Panjang gelombang dari UV yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-

290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya

panjang gelombang. Pada pajanan sinar UVB tunggal dengan dosis suberitema,

gejala eritema berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada pajanan berulang

akan terjadi efek kumulatif dan terjadilah eritema. Gejala eritema setelah paparan

sinar UVB akan terjadi kemudian dalam waktu 3- 5 jam dan maksimal pada 12-24

jam kemudian, dan berkurang dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka akan

terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan

potongan kulit 1 µm yang disinari UVB tunggal dengan dosis 3 MED terjadi

kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling jelas pada

24jam kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah menjadi

parakeratotik dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30 menit sampai

maksimal 24 jam setelahnya (Gilchrest dan Krutmann, 2006). Pada Penelitian di

Jogja oleh Noor, 2008 terbukti dengan penyinaran UVB 300 mJ/cm2 selama 5

menit pada kultur fibroblas terjadi kerusakan DNA sel berupa cyclobutane

pyrimidine dimer (Noor, 2008).

2.7 Plasma Kaya Trombosit (PKT)

Penggunaan bahan dari darah sebagai pengobatan luka sangat berkembang

di bidang bedah. Dua bahan yang sangat berkembang dan banyak dipakai sebagai

pengobatan dengan bahan dasar darah adalah fibrin tissue adhesive (FTA) atau

Page 41: liza widjaja

yang dikenal dengan fibrin glue dan platelet rich plasma (PRP) atau plasma

kaya trombosit (PKT) (Greene et al. 2009).

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PKT maka harus dipahami

tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari 3 fase yaitu inflamasi,

proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi

trombosit sehingga terjadi hemostasis. Selain itu trombosit juga mengeluarkan

thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi.

Selain itu trombosit juga mengeluarkan histamin yang merangsang

polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik

dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah

baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks

ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup (Greene et al., 2009)

Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan

maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan

diferensiasi. Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa

granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas.

Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh FDA yaitu bentuk isomer

rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat

penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy. Selain itu

trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas,

migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu

EGF, dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk

Page 42: liza widjaja

menambah percepatan penyembuhan luka. PKT bisa didefinisikan sebagai plasma

darah yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan volume 5 ml

plasma (Greene et al., 2009). Secara luas PKT diketahui mengandung 7 macam

growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF,

EGF. Kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PKT.

Konsentrasi trombosit dalam PKT dapat meningkat delapan kali dari kadar

trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam PKT juga

meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Selama proses pengambilan atau

pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit (Greene et al. 2009). PKT juga

disebutkan sebagai volume plasma darah autologus yang mengandung trombosit

4x nilai normal yaitu 200,000/µl. Namun belum diketahui apakah dengan

peningkatan konsentrasi trombosit akan menghasilkan efek yang lebih baik

(Sampson et al. 2008). Kontraindikasi dari terapi ini adalah kelainan fungsi

trombosit, trombositopenia, pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik serta

kehamilan (Budiyanto, 2009).

2.7.1 Pembuatan PKT

Beberapa cara pembuatan dan proses pengambilan PKT ini sudah banyak beredar

seperti SmartPrep Autologous Platelet Concentrate system (Harvest Technologies

Corp) dan Magellan Autologous Separator (Medtronic Inc, Minneapolis ).

Dengan alat-alat sederhana tersebut dapat dihasilkan sepuluh persen PKT dari

total darah yang diambil, yaitu berkisar dari 20 sampai 120cc (Greene et al.

Page 43: liza widjaja

2009). Namun beberapa cara konvensional dengan bantuan alat sentrifugasi dapat

menghasilkan jumlah konsentrasi trombosit yang kurang lebih sama. Salah satu

cara yang telah disetujui oleh FDA adalah dengan pemutaran 3200 rpm selama 15

menit dengan jumlah darah vena sebanyak 30-60 cc setelah itu plasma rendah

trombosit atau supernatant bagian paling atas disedot keluar dengan spuit, lalu

sisanya adalah PKT dan sel darah merah. Kemudian PKT dikocok sebanyak 30

kali, dapat dengan bantuan vortex atau resuspensi berulang. Pada akhir proses

akan didapatkan jumlah PKT sebanyak 3-6 cc (Sampson et al. 2008). Cara lain

juga banyak dilakukan antara lain dengan cara pengambilan darah vena sesuai

kebutuhan lalu ditambahkan asam sitrat dekstrose sebanyak 10%, lalu dipusing

dengan kecepatan 1100g selama 10 menit, kemudian dipisahkan antara plasma

rendah trombosit yaitu sepertiga bagian atas lapisan plasma lalu dikeluarkan ke

tabung terpisah untuk tidak dicampurkan ke dalam PKT. Sisa plasma (2/3 bagian

bawah plasma) masukkan ke dalam tabung steril tanpa koagulan kemudian

dipusing lagi dengan 2000rpm selama 2 menit atau dengan cara ultra pulse dengan

bantuan vortex untuk mengaktifkan α granule (Yulianto, 2010).

2.7.2 Trombosit

Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang berbentuk

diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis dan pertahanan

alami manusia. Trombosit mempunyai karakter berbentuk bulat, berdiameter 2-4

µM, tidak mempunyai nukleus tetapi memiliki banyak vesikel dan granula. Kadar

Page 44: liza widjaja

normal trombosit 150.000 - 400.000 sel setiap µL darah. Umur trombosit dalam

darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit dijumpai berbagai granula seperti:

granula-α, granula padat, dan granula lisosomal. Granula-α merupakan granula

yang terbanyak, berkisar 50-80 granula per butir trombosit dan menyusun 10 %

dari volume platelet. Riset proteomik menunjukan bahwa granula-α melepaskan

ratusan protein yang diduga berperan penting pada proses penjendalan darah,

penyembuhan luka, peradangan, atherosklerosis, antimikrobial, angiogenesis, dan

malignansi (Blair dan Flaumenhaft, 2009). Protein-protein tersebut dapat

diperoleh apabila platelet telah diaktivasi, yaitu antara lain dengan cara

penambahan 10% kalsium klorida atau trombin serta adanya kolagen setempat

(Wang dan Avila, 2007).

2.7.3 Growth Factor

Trombosit akan mengeluarkan growth factor, menarik dan memberi sinyal

kepada stem cell untuk memperbaiki sel yang rusak atau mati. Growth factor

adalah substansi yang secara alamiah ada di dalam tubuh kita, dan berguna untuk

merangsang pertumbuhan sel baik proliferasi maupun diferensiasi. Biasanya

growth factor adalah protein atau hormon steroid. Growth factor sangat penting

dalam regulasi proses seluler. Growth factor berperan sebagai sinyal antar sel.

Contohnya sitokin dan hormon yang menempel pada reseptor dari sel target.

Mereka berperan dalam diferensiasi dan maturasi sel yang bervariasi untuk setiap

growth factor. Misalnya, bone morphogenic proteins menstimulasi diferensiasi sel

tulang, VEGF menstimulasi diferensiasi pembuluh darah (angiogenesis). Growth

Page 45: liza widjaja

factor akan menstimulasi siklus sel dari phase G0 menjadi phase G1. Dalam dunia

kedokteran selama 20 tahun belakangan, penggunaan growth factor pada

penanganan kelainan darah, kanker dan kardiovaskular sangat meningkat antara

lain: neutropenia, sindrom myelodisplastik, leukemia, anemia aplastik,

transplantasi sumsum tulang, angiogenesis untuk penyakit kardiovaskular serta

penyembuhan luka (Sampson, 2008).

2.8 Growth factor dan Apoptosis fibroblas

Seperti proses penuaan pada sistim organ lainnya penuaan sel kulit juga

dipengaruhi karena berkurangnya jumlah serta kemampuan dari mekanisme kerja

beberapa macam growth factor dan hormon. Begitu juga sitokin dan kemokin

yang merupakan molekul sinyal dari sel, menurun sesuai dengan bertambahnya

usia. Dan diikuti juga dengan menurunnya kemampuan dari reseptor yang ada di

membran sel dalam menerima sinyal. Reseptor pada sel kulit yang menurun sesuai

dengan bertambahnya umur antara lain yaitu reseptor untuk vitamin D, beta

adrenergik, neurotransmitter dan dopamin. Sedang di epidermis terjadi penurunan

untuk reseptor interleukin-1. Pada penelitian in vitro diketahui pula bahwa pada

fibroblas terjadi penurunan reseptor untuk low-density lipoprotein, PDGF dan

EGF (Gilchrest dan Krutmann, 2006).

Patofisiologi dari penuaan kronologis dan prematur diketahui sama walaupun

etiologinya berbeda. Perubahan yang terjadi diketahui yaitu menurunnya TGF-β

Page 46: liza widjaja

dengan mekanismenya dan peningkatan enzim MMP. Pada akhirnya akan terjadi

penurunan kemampuan fibroblas untuk mitosis dan memperbaiki dirinya dan

terjadilah apoptosis. Apabila keadaan ini terjadi melebihi mekanisme pertahanan

yang dibutuhkan maka akan terjadi tanda-tanda penuaan, seperti kerut dan kendur

(Varani et al. 2010). Beberapa growth factor yang dapat memperbaiki kerusakan

fibroblas, FGF, PDGF, IGF-1, TGF-β (Mehta dan Fitzpatrick, 2010).

Kemungkinan efek samping yang ditakuti dari pemakaian growth factor

dalam peremajaan kulit adalah timbulnya kanker, akibat stimulasi pertumbuhan

secara berlebihan. Para ahli masih menyelidiki hal ini, disebabkan beberapa

pemahaman tentang modalitas anti penuaan kulit lainnya selama ini yang telah

banyak dilakukan, juga terbukti meningkatkan pengeluaran growth factor yang

melebihi normal seperti proses inflamasi yang terjadi pada saat terapi chemical

peeling dan retinoid topikal dan laser (Mehta dan Fitzpatrick, 2010).

Page 47: liza widjaja

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Secara alamiah tubuh kita akan mengalami penurunan baik fungsi maupun

fisik pada semua organ tubuh termasuk kulit. Penuaan kulit dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: radikal bebas, glikosilasi,

cellular senescence, apoptosis, hormonal, genetik. Faktor eksternal meliputi: sinar

ultra violet, makanan yang dikonsumsi, kurangnya tidur, merokok, kurangnya

olah raga, penggunaan kosmetik yang tidak benar dan lain-lain. Penuaan kulit

dapat terjadi secara kronologis maupun prematur atau dikenal dengan photoaging

yang disebabkan terutama oleh UVB.

Patofisiologi dari penuaan kulit ini terutama adalah perubahan di lapisan

dermis yaitu kerusakan kolagen dan perubahan di epidermis yaitu berhubungan

dengan kelainan kanker. Penelitian tentang penuaan kulit banyak sekali berfokus

pada kolagen, karena protein jaringan ikat ini paling banyak di dalam tubuh

manusia, dan memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya tanda–tanda

penuaan seperti keriput dan kulit kendur.

Perubahan kolagen pada penuaan kronologis dan prematur atau

photoaging mempunyai mekanisme yang sama, walau etiologi berbeda. Yaitu

meningkatnya enzim MMP dan menurunnya TGF-β serta efek lain yang timbul

bersamaan dengan mekanisme tersebut. Akhirnya akan terjadi penurunan

kemampuan dari fibroblas dalam membentuk kolagen baru.

31

Page 48: liza widjaja

Bagan 3.1 Konsep

Faktor Internal : - Hormonal - Genetik (Telomer) - Imun Sistem - Glikosilasi -

UVB

Tikus galur sel NIH3T3

Faktor Eksternal : - Stress - Radikal bebas - Bahan kimia dan obat-obatan - Diet - Kurang tidur - Rokok

PKT

APOPTOSIS FIBROBLAS NIH3T3

Page 49: liza widjaja

Oleh sebab itu penelitian tentang growth factor dalam PKT untuk memperbaiki

penuaan kulit banyak diteliti. Dengan menambahkan growth factor ke dalam kulit

yang mulai rusak diharapkan dapat membantu fibroblas untuk memperbaiki diri

sehingga terhindar dari kematian atau apoptosis.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah

1. Pajanan sinar UVB pada fibroblas meningkatkan apoptosis sel.

2. Pemberian plasma kaya trombosit pada fibroblas yang diberi pajanan UVB

dapat menurunkan apoptosis sel.

Page 50: liza widjaja

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan

rancangan Randomized post test only control group design (Campbell, 1963).

Skema rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut :

Bagan 4.1 Rancangan Penelitian

P = Populasi biakan fibroblas

S = Sampel fibroblas

P0 = Tanpa perlakuan (kontrol)

P1 = Perlakuan dengan UVB 2 menit

P2 = Perlakuan denan UVB 3 menit

P3 = Perlakuan dengan UVB 2 menit dan PKT sebelum penyinaran

P4 = Perlakuan dengan UVB 3 menit dan PKT sebelum penyinaran

P5 = Perlakuan dengan UVB 2 menit dan PKT sesudah penyinaran

34

Page 51: liza widjaja

P6 = Perlakuan dengan UVB 3 menit dan PKT sesudah penyinaran

O1 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok kontrol

O2 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 1

O3 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 2

O4 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 3

O5 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 4

O6 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 5

O7 = Ekspresi Sub-G1 post test kelompok perlakuan 6

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Stem cell and Cancer Institute

(SCI), Jakarta. Waktu penelitian mulai bulan Desember 2010 sampai Februari

2011.

4.3 Populasi Subjek dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Subjek penelitian

Populasi subjek penelitian adalah Galur NIH3T3 dari tikus putih Swiss

(Mus musculus).

4.3.2 Sampel Penelitian adalah dengan kriteria subjek:

4.3.2.1 Kriteria inklusi:

a. Fibroblas hidup.

4.3.2.2 Kriteria Drop Out

a. Sample rusak akibat kesalahan tehnis pada saat pelaksanaan

penelitian.

b. Sel tidak hidup dengan baik pada medium kultur atau mati.

4.4 Penentuan Besar dan Cara Pengambilan Sampel

Page 52: liza widjaja

4.4.1 Penentuan besar sampel minimal

Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer (Federer et al.,

1966):

Rumus Federer : ( t-1 ) ( n-1 ) ≥ 15

(6-1) (n-1) > 15

5 (n-1)> 15

5n-5>15

5n>20

N> 4

Keterangan:

t = jumlah kelompok perlakuan (treatment)

n = jumlah ulangan pada tiap kelompok

Dari rumus diatas, karena kelompok perlakuannya adalah 6, maka di

dapat jumlah ulangan untuk tiap kelompok adalah 4. Untuk mengantisipasi

kemungkinan drop out, maka jumlah sampel ditambah 10%, sehingga pada tiap

kelompok terdiri dari 5 well koloni fibroblas. Karena percobaan menggunakan 6

well plate maka dilakukan pengulangan pada setiap kelompok 6 kali, jadi jumlah

sampel seluruhnya dengan kelompok kontrol adalah 42 well plate koloni sel yang

diambil secara simpel random.

Page 53: liza widjaja

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi Variabel

1.Variabel internal: genetik.

2.Variabel eksternal: lingkungan, suhu.

4.5.2 Klasifikasi Variabel

a. Variabel bebas : perlakuan dengan UVB dan PKT .

b. Variabel tergantung : Ekspresi Sub-G1 (apoptosis) fibroblas

c. Variabel terkendali : tipe fibroblas, asal atau sumber isolasi sel, medium

kultur dan lingkungan, mesin centrifuge, ketrampilan petugas dalam

tehnik pemanenan sel, higienitas, serta tehnik penanaman sel dalam

medium kultur serta instrumen penghitungan nilai ekspresi sub-G1

(apoptosis) .

4.5.3 Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas

a. PKT adalah plasma darah yang diambil dari vena sebanyak 60 cc dari

probandus yang telah diukur kadar trombositnya lebih dahulu ke

dalam tabung yang berisi anti koagulan sitrat phosphate dextrose

disentrifugasi 1100g selama 10 menit lalu dibuang supernatannya

sampai sepertiga atas bagian supernatannya yaitu lapisan plasma

rendah trombosit. Kemudian dikeluarkan sisa supernatan sampai buffy

coat dan dipindah ke tabung bersih, lalu disentrifugasi kembali

Page 54: liza widjaja

dengan kecepatan 500g selama 2 menit setelah itu disisakan pellet dan

supernatannya sebanyak 6cc.

b. UVB adalah sinar UV dengan panjang gelombang 302nm dengan alat

G-Box syngene, medium power level (400 mJ/cm2) selama 2 dan 3

menit.

2. Variabel tergantung

a. Ekspresi apoptosis adalah hasil jumlah persentasi sel pada keadaan

sub-G1 dengan pewarnaan propyl iodide dan dihitung dengan alat

FACS ( flouresence activated cell sorter ) analisis.

3. Variabel Terkendali

a. Varian sel fibroblas yang berasal dari mencit dengan galur NIH3T3

yang diambil dari embrio tikus putih dengan galur Swiss Mus

musculus dengan tipe fibroblas dan dibeli dari American type culture

collection.

b. Kualitas medium kultur dan laboratorium suhu ruang, kelembaban

terjaga.

c. Ketrampilan petugas dan higienitas dalam pengambilan sampel

fibroblas dan plasma kaya trombosit.

d. Pengaturan suhu penyimpanan sel yaitu suhu ruang 37derajat Celcius

di dalam inkubator.

Page 55: liza widjaja

e. Mesin centrifuge untuk memproses darah menjadi plasma kaya

trombosit.

4.6 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan untuk penelitian adalah:

4.6.1 Bahan Utama

1. Fibroblas yang diisolasi dari Galur NIH3T3.

2. PKT yang diambil dari whole blood 1 orang probandus sebanyak 60cc .

3. Larutan pewarna sel propyl iodide 2% .

4.6.2 Bahan Penunjang:

1. Medium lengkap yang terdiri dari DMEM (Dubecco’s Minimal

Essential Medium), fetal bovine serum 2%, ceftriaxone 50µg/ml dan

fungizone 50µg/ml.

2. Trypsin untuk melepaskan fibroblas dan e-cadherin pada saat

memanen sel

3. NaCl steril untuk melarutkan trypsin

4. Tris –HCl

5. Blocking endogenous peroxidase (H2O2 5% dalam methanol)

6. PBS (Phosphate buffer sitrat) sebagai washing buffer

7. NaOH dalam ethanol 70%

8. PBS 10% untuk blocking protein non-spesifik

9. TDM-2 sebagai antibody primer

10. Antimouse biotin 75µl sebagai antibodi sekunder

Page 56: liza widjaja

11. HRP (horse radish peroxydase) streptavidin 75µl sebagai antibodi

yang ditempeli substrat.

12. Larutan deterjen 0,02%

13. TMB 100 µl sebagai substrat

4.6.3 Alat dan instrumen:

Alat penelitian yang diperlukan antara lain:

1. Neraca elektronik untuk menimbang bahan-bahan kimia, microplate 6-

well (merk nunc).

2. Plate diameter 2,5cm.

3. Laminar airflow merk Lab Quip Industries

4. Incubator CO2 merk galaxy S RB Biotech

5. Kulkas (merk Toshiba).

6. Alat sentrifugasi.

7. Vortex

8. Lampu UV (merk G-box syngene)

9. Mikroskop cahaya merk Euromex

10. Sarung tangan

11. Masker mulut

4.7 Prosedur dan Alur Penelitian

4.7.1. Metode Thawing dan Kultur NIH3T3

Medium kultur: Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) high glucose +

10% FBS + 1% Penisillin-Streptomisin

Page 57: liza widjaja

Prosedur Kerja:

1. Cryotube NIH3T3 dari cryotank disimpan dalam icepack untuk

menghindari penurunan suhu yang drastis. Cryotube tersebut kemudian

dihangatkan dalam waterbath dengan suhu 37oC selama + 2 menit, lalu

dimasukkan kembali ke dalam icepack dan dibawa ke biosafety cabinet.

2. Seluruh isi sel dikeluarkan dari cryotube dan dimasukkan ke dalam

falcon 15 ml yang telah berisi medium kultur sebanyak 7 ml. Suspensi

dihomogenkan lalu disentrifugasi dengan kecepatan 150 g selama 5

menit, pada suhu ruang.

3. Supernatan dibuang dan suspensi pellet dengan 1 ml medium kultur.

4. Dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel. Mula-mula

dilakukan pengenceran sesuai perkiraan untuk dihitung dengan

hemasitometer. Siapkan 1 tabung eppendorf steril, isi dengan 10 µl

trypan blue, lalu tambahkan 10 µl suspensi sel yang telah diencerkan,

resuspensi dan diamkan 3 menit. Setelah 3 menit, pipet 10 µl suspensi

sel yang telah dicampur trypan blue ke dalam kaca hemasitometer.

Hitung viabilitas sel dan jumlah sel dengan menggunakan cell counter

di bawah mikroskop.

5. Sebanyak 7x105 sel ditanam dalam plate 10 cm dengan medium kultur

sebanyak 7 ml. Kultur dilakukan dalam inkubator suhu 370C dan 5%

CO2 selama 2-3 hari. Setelah sel telah 80% confluent, maka dilakukan

sub-culture.

Page 58: liza widjaja

6. Mula-mula medium dikeluarkan dari plate dan plate dicuci dengan hati-

hati menggunakan PBS-KCl (untuk menghilangkan sisa medium dari

kultur sel). Setelah itu PBS-KCl dikeluarkan, tambahkan 2 ml trypsin-

EDTA dan diinkubasi selama 3 menit dalam inkubator 370C.

7. Diperiksa apakah sel sudah lepas dari plate dengan menggunakan

mikroskop.

8. Ditambahkan 4 ml medium kultur dalam plate (untuk menghentikan

kerja trypsin).

9. Dipindahkan seluruh suspensi dalam falcon 15 ml kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 150 g selama 5 menit, pada suhu

ruang.

10. Supernatan dibuang dan suspensi pellet dengan 1 ml medium kultur.

11. Dilakukan penghitungan viabilitas dan jumlah sel (seperti nomor 4).

12. Sebelum sel siap digunakan untuk penelitian (untuk diberi perlakuan),

maka terlebih dahulu harus disub-culture minimal 1x. Sel siap

digunakan sesuai dengan kebutuhan.

13. Trypsin dihangatkan dalam air hangat

14. Untuk kultur sel, medium dibuang, sel akan menempel di dasar plate.

Kultur sel kemudian dicuci dengan NaCl steril, dengan cara digenangi

selama 3 menit.

15. Ditambahkan trypsin 3,75ml kemudian dihangatkan pada suhu 37oC

selama 1menit untuk mengaktifkan trypsin maksimal 3 menit.

16. Diperiksa di mikroskop, setelah selnya lepas, trypsin dinetralisir

dengan menambahkan medium (protein).

Page 59: liza widjaja

17. Setelah itu dipipet dan dipindahkan ke dalam dua tabung sentrifus, jika

volume kedua tabung tak sama ditambahkan NaCl sampai volumenya

sama.

18. Disentrifus selama 150g selama 5 menit.

19. Akan muncul endapan kuning, dibuang supernatannya

20. Cuci dengan medium lengkap dengan cara menambahkan ke setiap

tabung medium sebanyak 6ml. Medium lengkap: DMEM (Dulbecco) +

fetal bovine serum 10% + ceftriaxone 50µg/ml + fenstrep100µg/ml +

fungizone 50 µg/ml.

21. Disentrifus 150g selama 5 menit

22. Terbentuk endapan kuning, buang supernatannya

23. Ditambahkan medium sebanyak 3ml ke salah satu tabung dengan

tehnik pipetting, setelah itu dipindahkan isinya ke tabung lain.

24. Vortex

25. Terbentuk suspensi sel, diambil sedikit untuk dihitung jumlahnya.

Jumlah sel digunakan untuk mencari volumenya. Didapatkan volume

200µl.

26. Dipipet 22 ml medium, buang 200µl.

27. Dipipet 200µl suspense sel, tambahkan ke medium, vortex.

28. Diambil sampel dan lihat dengan mikroskop.Ternyata jumlah selnya

sedikit sehingga perlu penambahan 200µl lagi dari suspense awal.

29. Suspensi sel awal yang tersisa dituang ke ring plate dan ditambah

medium untuk membuat kultur.

30. Suspensi sel kedua dituang ke ring plate kemudian pipet 200µl ke

setiap sumur pada 6 well plate .

4.7.2 Penyinaran UVB pada kelompok P1, P2, P3, P4, P5, P6

1. Penyinaran dilakukan dengan menggunakan mesin syngene box UVB

dengan panjang gelombang 302 nm, dengan enerji diatur 400mJ/cm2.

2. Medium kultur sel diganti dengan NaCl steril

Page 60: liza widjaja

3. Setelah diganti, dilakukan penyinaran UVB dengan energy 400mJ/cm2

selama 2 menit dan 3 menit pada kelompok P1, P2, P4, P6, setelah disinari

lalu diberi medium komplit (DMEM 2% FBS) 200μl, lalu inkubasi 2 jam

baru ditambahkan PKT 200μl, lalu dikembalikan ke inkubator sampai 22

jam. Pada kelompok P3, P5 diberikan PKT 200μl lalu dikembalikan ke

inkubator selama 2 jam, kemudian dilakukan penyinaran masing-masing 2

menit dan 3 menit, baru dikembalikan ke inkubator selama 22 jam.

4.7.3 Pembuatan PKT dengan konsentrasi 2 x whole blood.

1. Diambil darah probandus sebanyak 60 cc dari vena cubiti.

2. Lalu masukkan ke dalam 4 tabung terpisah masing-masing 15 cc yang

berisi asam sitrat dekstrose 3,8% sebanyak 1,5cc lalu campur dengan

baik.

3. Kemudian dimasukkan dalam tabung centrifuge dan putar dengan

kecepatan 1100g selama 10 menit, alat centrifuge dibuat seimbang

dengan memasukkan 2 tabung dengan isi air dengan berat sama dengan

tabung darah.

4. Diambil tabung dari mesin centrifuge, akan tampak 3 lapisan yaitu bagian

atas berupa plasma, di bagian tengah terdapat daerah cincin berwarna

putih yaitu buffy coat yang kaya akan trombosit dan lekosit, serta bagian

bawahnya adalah sel darah merah.

5. Ambil dengan pipet atau spuit cairan plasma sepertiga atas dan masukkan

ke tabung yang baru.

6. Masukkan tabung sisa cairan plasma dan buffy coat sampai 1mm di atas

sel darah merah lalu masukkan ke dalam mesin sentrifus dan putar

dengan kecepatan 2000rpm selama 2 menit.

Page 61: liza widjaja

7. Diambil tabung dari mesin centrifuge, akan tampak bagian atas berupa

cairan yaitu plasma dan di bagian bawah terdapat pellet yang merupakan

endapan kaya trombosit.

8. Diambil supernatan (cairan bagian atas) lalu buat konsentrasi pellet dan

plasma tersebut 10%.

9. Pellet bersama plasma itulah yang disebut PKT.

10. Sebelum digunakan PKT harus diaktivasi dengan calcium chloride sesaat

sebelum diteteskan atau disuntikkan, sebanyak 10% dari total PKT.

11. PKT siap dipakai.

12. PKT diteteskan sebanyak 200µl/sumur berisi sel fibroblas pada kelompok

P3, P4, P5, P6 setelah inkubasi selesai sampel diproses utnuk

penghitungan dengan fluorescence activated cell sorting.

4.7.4 Cara Pembuatan Sediaan Untuk pengukuran Fluorescence Activated Cell Sorting (FACS).

1. Dibuang cairan dalam well plate secara hati-hati, lalu masukkan cairan

PBS untuk mencuci jaringan.

2. Diulangi pencucian sebanyak 2 kali lagi, lalu buang cairan.

3. Dimasukkan cairan fiksasi sel yaitu 2% formaldehyde dan 0,2%

glutaraldehyde dan inkubasi selama 3-5 menit pada suhu ruang.

4. Lalu cuci kembali sel dengan larutan PBS sebanyak 2 kali.

5. Ditambahkan 1-2 ml/35mm well plate, solusion pewarna propyl iodide .

6. Inkubasi selama minimal 1,5 jam dengan suhu 4oC.

Page 62: liza widjaja

7. Lalu sediaan dimasukkan ke dalam tabung khusus dengan intepretasi

Fluorescence Activated Cell Sorting.

4.7.5 Prosedur pembacaan hasil dengan Fluorescence Activated Cell Sorting

1. Sampel sel yang telah diwarnai propyl iodide dan diinkubasi selama 1,5

jam, dicuci dan diresuspensi dengan PBS lalu dimasukkan ke dalam

tabung konikal yang akan diukur dengan mesin Fluorescence Activated

Cell Sorting sebanyak 2 ml.

2. Lalu sel akan terdeteksi sebagai partikel tunggal, setiap partikel akan

melewati laser scatter by lens (FSC) ,lalu dengan forward scattered

channel 20 derajat dari aksis laser beam, dan 90 derajat dari aksis laser

beam (side scatter channel) sehingga sel akan terdeteksi sampai partikel –

partikel terkecil, sehingga bisa dibedakan mulai dari jenis sel pada sampel

yang heterogen, sampai sel yang mati atau hidup (Rahman , 2006).

3. Hasil pada layar monitor akan terlihat sebagai grafik dengan pembacaan

pendaran sel mulai dari sub-G1, G1, S, G2 dan M.

4. Untuk melihat apoptosis sel, maka dilihat jumlah persentasi sel pada fase

sub-G1 (Rahman, 2006).

Page 63: liza widjaja

4.7.6 ALUR PENELITIAN

Gambar 4.2 Alur Penelitian

4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut

(Pangkahila, 2005) :

1. Analisis deskriptif untuk data karakteristik

2. Analisis normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk dan Uji homogenitas varians

dengan Uji Levene’s test.

(2%FBS) UV B 3’

(2%FBS) UV B 2’

(2%FBS) TANPA

PERLAKUAN

Page 64: liza widjaja

Analisis normalitas dengan Uji Saphiro-Wilk didapatkan data berdistribusi

normal dan Uji homogenitas dengan Uji Levene’s test dan didapatkan data

yang homogen.

3. Analisis komparasi. Karena data yang didapat normal dan homogen maka

digunakan One way Anova pada taraf kemaknaan α = 0,05. Ho ditolak jika

p < 0,05 dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD).

4. Data diolah dengan Program Statistic Base SPSS 16,0 for Windows

(Pangkahila, 2005).

Page 65: liza widjaja

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 42 sediaan galur fibroblas

NIH3T3 dari tikus putih Swiss (Mus musculus) sebagai sampel, yang terbagi

menjadi 7 (tujuh) kelompok masing-masing berjumlah 6 sediaan, yaitu kelompok

kontrol (FBS 2%), kelompok FBS 2% + UVB 2’, kelompok FBS 2% + UVB 3’,

kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’, kelompok FBS 2% + PKT 10%

sesudah UVB 2’, kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’, dan kelompok

FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’. Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji

normalitas data, uji homogenitas data, dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data apoptosis sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji

normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan

data berdistribusi normal (p>0,05). Hasil disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Apoptosis Sesudah Perlakuan

Kelompok Subjek n P Ket Kontrol (FBS 2%) kelompok FBS 2% + UVB 2’ kelompok FBS 2% + UVB 3’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 2’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’ kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’

6 6 6 6 6 6 6

0,072 0,084 0,090 0,071 0,507 0,855 0,183

Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

49

Page 66: liza widjaja

5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data apoptosis antar kelompok sesudah perlakuan diuji homogenitasnya

dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data sesudah

perlakuan homogen (p>0,05), hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Uji Homogenitas Apoptosis antar Kelompok Sesudah Perlakuan

Variabel F P Keterangan

Apoptosis antar kelompok Sesudah Perlakuan

1,989 0,076 Homogen

5.3 Analisis Efek Pemberian UVB dan PKT 10% pada galur fibroblas

NIH3T3

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata apoptosis antar kelompok

sesudah diberikan perlakuan berupa UVB dan PKT 10%. Hasil analisis

kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 di bawah menunjukkan bahwa rerata apoptosis kelompok

kontrol (FBS 2%) adalah 9,32±7,20, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + UVB

2’ adalah 36,11±7,58, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + UVB 3’ adalah

48,12±6,66, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’

adalah 67,08±7,34, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB

2’ adalah 79,17±5,39, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum

UVB 3’ adalah 86,92±6,35, dan rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10%

sesudah UVB 3’ adalah 92,27±6,11. Analisis kemaknaan dengan uji One Way

Page 67: liza widjaja

ANOVA menunjukkan bahwa nilai F = 28,30 dan nilai p = 0,000. Hal ini berarti

bahwa ketujuh kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata apoptosisnya

berbeda secara bermakna (p < 0,05).

Tabel 5.3 Rerata Apoptosis antar Kelompok sesudah diberikan Perlakuan

Kelompok Subjek N Rerata Apoptosis SB F P

Kontrol (FBS 2%) Kelompok FBS 2% + UVB 2’ Kelompok FBS 2% + UVB 3’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 2’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’ Kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’

6 6 6 6 6 6 6

9.32 36.11 48.12

67.08

79.17

86.92

92.27

7.20 7.58 6.66

7.34

5.39

6.35

6.11

28,30 0,000

Gambar 5.1 Grafik Peningkatan Apoptosis setelah diberikan Perlakuan

Page 68: liza widjaja

Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa pemberian UVB dan PKT

10% dapat meningkatkan apoptosis dibandingkan dengan kontrol. Untuk

mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda digunakan uji Least Significant

Difference (LSD) sebagai uji lanjut. Hasil uji disajikan di bawah ini.

Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Apoptosis Sesudah Perlakuan antar Kelompok

Kelompok Beda Rerata P

Kontrol dan FBS 2% + UVB2’

Kontrol dan FBS 2% + UVB 3’ Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’

Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 2’ Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’

Kontrol dan FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’ FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + UVB 3’

FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT10% sesudah UVB 2’

FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’ FBS 2% + UVB 2’ dan FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’

FBS 2% + UVB 3’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 2’ FBS 2% + UVB 3’ dan FBS 2% + PKT10% sesudah UVB 2’

FBS 2% + UVB 3’ dan FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’

FBS 2% + UV B 3’ dan FBS 2% + PKT10% sesudah UVB 3’

PKT 10% sebelum UVB 2’ dan PKT 10% sesudah UVB 2’ PKT 10% sebelum UVB 2’ dan PKT 10% sebelum UVB 3’

PKT 10% sebelum UVB 2’ dan PKT 10% sesudah UVB 3’ PKT 10% sesudah UVB 2’ dan PKT 10% sebelum UVB 3’

PKT 10% sesudah UVB 2’ dan PKT 10% sesudah UVB 3’ PKT 10% sebelum UVB 3’ dan PKT 10% sesudah UVB 3’

26,79

38,80 57,76

69,85 77,60

82,95 12,01

30,97 43,07

50,82 56,16

18,96 31,05

38,80

44,15

12,09 19,85

25,19 7,75

13,09 5,35

0,002

0,000 0,000

0,000 0,000

0,000 0,043

0,000 0,000

0,000 0,000

0,024 0,000

0,000

0,000

0,041 0,018

0,003 0,042

0,046 0,047

Page 69: liza widjaja

Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa rerata apoptosis antar

kelompok berbeda bermakna (p<0,05).

Page 70: liza widjaja

BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian UVB dan PKT 10% terhadap peningkatan

apoptosis, maka dilakukan penelitian pada galur fibroblas NIH3T3 dari tikus putih

Swiss (Mus musculus).

Sebagai model percobaan digunakan galur fibroblas NIH3T3 dari tikus

putih Swiss (Mus musculus), model bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini

berjumlah 42 sediaan, dibagi menjadi 7 kelompok yaitu kelompok kontrol FBS

2%, kelompok FBS 2% + UVB 2’, kelompok FBS 2% + UVB 3’, kelompok FBS

2% + PKT 10% sebelum UVB 2’, kelompok FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB

2’, kelompok FBS 2% + PKT 10% sebelum UVB 3’, dan kelompok FBS 2% +

PKT 10% sesudah UVB 3’. Maka karakteristik sampel antara kelompok kontrol,

1, 2, 3, 4, 5 dan 6 dalam kondisi yang sama. Keadaan lingkungan dalam perlakuan

dibuat dalam kondisi yang semaksimal mungkin sama, seperti inkubasi pertama

dalam penanaman sel selama 24 jam untuk semua kelompok dan ditanam dalam

medium yang sama yaitu FBS 2%, setelah sebelumnya dilakukan optimasi

persentasi FBS terlebih dahulu.

54

Page 71: liza widjaja

6.2 Distribusi dan Varian Subyek Penelitian

Sebelum dilakukan uji inferensial terhadap data apoptosis antar kelompok

perlakuan, terlebih dahulu data diuji normalitasnya dengan Uji Shapiro Wilk dan

homogenitas antar kelompok dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis

yang disajikan pada Tabel 5.1 (uji normalitas data) dan Tabel 5.2 (uji homogenitas

antar kelompok), didapatkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen (p >

0,05). Artinya data dari ketujuh kelompok adalah normal, merupakan data

parametrik. Demikian pula untuk homogenitas varian antar ketujuh kelompok

adalah homogen, maka merupakan data parametrik (Santosa, 2004).

6.3 Efek Perlakuan dengan UVB 2’ dan 3’ terhadap Apoptosis

Analisis efek perlakuan sesudah diberikan perlakuan (post test) dengan

UVB pada kelompok 1 dan 2, terbukti meningkatkan apoptosis dibanding

kelompok kontrol (tanpa perlakuan). Sesuai dengan teori penuaan akibat sinar

UVB yang dapat merusak sel termasuk fibroblas. Perlakuan dengan penyinaran

UVB dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu 2’ dan 3’ untuk melihat perbedaan

banyaknya apoptosis dengan penyinaran yang semakin lama, terbukti terjadi

apoptosis yang lebih banyak pada kelompok dengan UVB 3’ dibanding kontrol

dan UVB 2’, yaitu rerata apoptosis untuk kelompok kontrol 9,32±7,20, rerata

kelompok perlakuan dengan UVB 2’ adalah 36,11±7,58 dan rerata kelompok

perlakuan dengan UVB 3’ adalah 48,12±6,66. Hal ini sesuai dengan teori tentang

kerusakan fibroblas akibat pajanan sinar UVB dengan meningkatkan enzim MMP

Page 72: liza widjaja

dan penurunan TGF-β sehingga terjadinya kerusakan sel atau bahkan kematian

yang irreversible (Varani et al., 2010).

6.4 Efek Perlakuan dengan PKT 10% sebelum UVB 2’ dan 3’.

Persentasi Apoptosis sel diharapkan dapat berkurang dengan pemberian

PKT 10% sebelum diberi perlakuan UVB, baik pada kelompok 2’ maupun 3’.

Hasil menunjukkan tidak terjadi penurunan apoptosis walaupun diberikan PKT

10% sebelum dilakukan penyinaran. Rerata hasil pada kelompok perlakuan PKT

10% sebelum UVB 2’ adalah 67,08±7,34 dibandingkan dengan kelompok hanya

dengan UVB 2’ tanpa PKT (36,11±7,58), malah terjadi peningkatan apoptosis

sebesar 31%. Pada kelompok perlakuan PKT 10% sebelum UVB 3’ rerata

apoptosis adalah 86,92±6,35 maka terjadi peningkatan sebesar 38% dibandingkan

kelompok UVB 3’ tanpa PKT (48,12±6,66). Maka dapat dilihat bahwa pemberian

PKT sebelum pajanan sinar UVB ternyata tidak dapat menurunkan apoptosis sel

yang terjadi, malah sebaliknya meningkatkan secara bermakna. Semakin lama

pajanan maka semakin besar pula apoptosis sel terjadi. Selain itu, diketahui bahwa

kandungan PKT tidak semuanya mendukung perbaikan sel (Mehta dan

Fitzpatrick, 2010).

6.5 Efek Perlakuan PKT 10 % sesudah UVB 2’ dan 3’

Untuk mendapatkan perbandingan hasil dalam peran PKT terhadap

pencegahan atau perbaikan kembali penuaan atau kematian sel, maka dilakukan

perlakuan dengan pemberian PKT 10% sesudah pajanan sinar UVB selama 2’ dan

Page 73: liza widjaja

3’ untuk mendapatkan kepastian tentang efek dari PKT 10% secara lebih rinci.

Ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan apoptosis yang

lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan PKT 10% sebelum

pajanan sinar UVB 2’ dan UVB 3’.

Rerata hasil apoptosis pada kelompok perlakuan dengan PKT 10%

sesudah UVB 2’adalah 79,17±5,39 dan rerata hasil apoptosis pada kelompok

perlakuan dengan PKT 10% sesudah UVB 3’ adalah 92,27±6,11. Maka terjadi

peningkatan apoptosis pada kelompok pemberian PKT 10% sesudah UVB 2’

sebesar 43% dibandingkan dengan kelompok dengan UVB 2’ saja tanpa PKT

10%, dan terjadi peningkatan apoptosis 44% pada kelompok perlakuan dengan

PKT 10% sesudah UVB 3’ dibandingkan dengan kelompok dengan UVB 3’ saja.

Bila dibandingkan dengan kelompok pemberian PKT 10% sebelum UVB 2’,

terjadi perbedaan peningkatan apoptosis sebesar 12% pada kelompok sesudah

UVB 2’. Perbedaan pada kelompok dengan PKT 10% sebelum UVB 3’ dan

sesudah UVB 3’ adalah sebesar 6%.

Maka dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan persentasi apoptosis pada

kelompok pemberian PKT 10% sesudah UVB, yang dapat terjadi akibat telah

terjadinya kerusakan terlebih dahulu dan kemungkinan memerlukan waktu lebih

lama untuk melihat ada tidaknya perbaikan lanjutan setelah 24 jam pemeriksaan,

namun yang pasti kejadian apoptosis tidak dapat dihindari dengan pemberian PKT

10%. Hal ini membuktikan bahwa memang PKT 10% tidak dapat menurunkan

apoptosis fibroblas, baik sebagai pencegahan maupun pengobatan. Ini dapat

terjadi karena penelitian ini bersifat in vitro yang kemungkinan kurangnya faktor

Page 74: liza widjaja

– faktor tertentu yang mendukung terjadinya perbaikan kembali dengan stimulasi

growth factor, misalnya stem cell atau sel progenitor (Li et al, 2010).

6.6 Analisis hasil penelitian

Analisis efek perlakuan sesudah diberikan perlakuan (post test) dengan

UVB dan PKT 10% terhadap peningkatan apoptosis antar kelompok dianalisis

dengan uji One Way ANOVA. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa rerata

apoptosis kelompok kontrol (FBS 2%) adalah 9,32±7,20, rerata apoptosis

kelompok FBS 2% + UVB 2’ adalah 36,11±7,58, rerata apoptosis kelompok FBS

2% + UVB 3’ adalah 48,12±6,66, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT 10%

sebelum UVB 2’ adalah 67,08±7,34, rerata apoptosis kelompok FBS 2% + PKT

10% sesudah UVB 2’ adalah 79,17±5,39, rerata apoptosis kelompok FBS 2%+

PKT 10% sebelum UVB 3’ adalah 86,92±6,35, dan rerata apoptosis kelompok

FBS 2% + PKT 10% sesudah UVB 3’ adalah 92,27±6,11.

Analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA menunjukkan bahwa

ketujuh kelompok sesudah diberikan perlakuan, rerata apoptosisnya berbeda

secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan hasil tersebut didapatkan bahwa rerata

apoptosis pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan rerata apoptosis pada

kelompok kontrol. Pada penelitian ini terjadinya apoptosis sel disebabkan oleh

adanya radiasi sinar UVB dan dengan pemberian PKT ternyata tidak terjadi

penurunan dari jumlah sel yang masuk ke dalam siklus sub-G1 (apoptosis).

Namun hasil penelitian ini dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya, untuk

mengetahui efek dari peningkatan jumlah sel yang masuk dalam fase sub-G1 pada

Page 75: liza widjaja

siklus sel, dimana diketahui bahwa peningkatan jumlah sel yang masuk dalam

fase tersebut dapat bersifat sementara dimana dengan adanya peningkatan regulasi

p53, maka tersedia banyak waktu untuk perbaikan lesi DNA akibat sinar radiasi

untuk kemudian masuk kembali dalam siklus sel selanjutnya (Mirzayans and

Murray, 2009). Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian tentang

PKT yang hasilnya sangat bervariasi tergantung dari cara pembuatan, usia pasien,

tingkat kerusakan yang terjadi (Sampson et al., 2008). Hasil penelitian ini dapat

dijadikan acuan untuk melihat efek selanjutnya setelah apoptosis terjadi, dengan

dasar penelitian terbaru yang dilakukan oleh Li et al., 2010 , bahwa sel yang

apoptosis dapat mengaktifasi mekanisme regenerasi jaringan dan penyembuhan

luka, akibat mengeluarkan growth factor yang menstimulasi proliferasi dari

progenitor sel atau stem cell (Li Fang et al., 2010).

Page 76: liza widjaja

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemberian UVB dan PKT didapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pajanan sinar UVB pada fibroblas meningkatkan apoptosis sel.

2. Pemberian PKT pada fibroblas yang diberi pajanan UVB tidak dapat

menurunkan apoptosis sel.

Kerusakan yang timbul akibat pajanan sinar UVB terbukti meningkatkan

apoptosis fibroblas. Hipotesis kedua dalam penelitian ini tidak terbukti. Hal ini

dapat disebabkan karena penelitian ini bersifat in vitro, maka besar kemungkinan

sel-sel atau zat lain yang harusnya ada di dalam tubuh manusia (in vivo) tidak

seluruhnya ada di dalam sampel penelitian ini, misalnya stem cell atau sitokin

lainnya yang dibutuhkan dalam perbaikan kerusakan sel. Perlu penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui growth factor apa saja yang berperan aktif dalam

perbaikan kerusakan. Berdasarkan teori yang ada, tidak semua growth factor yang

terkandung di dalam PKT mendukung perbaikan sel. Sedangkan pada hasil

penelitian ini terbukti bahwa growth factor yang terkandung pada PKT tidak

mendukung perbaikan fibroblas yang diberi pajanan UVB. Namun dengan adanya

teori baru oleh Li et al., 2010 tentang manfaat apoptosis sel terhadap

perangsangan regenerasi sel, maka hasil ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian

selanjutnya.

60

Page 77: liza widjaja

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh dosis PKT

terhadap fibroblas yang terpajan UVB.

2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambahkan zat atau sel lain

yang dapat mendukung terjadinya perbaikan setelah terjadinya apoptosis

untuk mendukung kinerja dari growth factor yang ada di dalam PKT,

misalnya stem cell.

3. Perlu dibuktikan tentang mekanisme terjadinya apoptosis akibat pajanan

sinar UVB dan apoptosis akibat PKT sama atau berbeda.

Page 78: liza widjaja

DAFTAR PUSTAKA

Blair P, Flaumenhaft R. 2009. Platelet alpha-granules: basic biology and clinical correlates. Blood Rev. 2009 Jul;23(4):177-89.

Budiyanto, A. 2009. Penggunaan Platelet Rich plasma (PRP) dibidang

Dermatologi.Workshop POKJA kulit dan kelamin, FK-UGM, RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. 8 Maret 2009.

Campisi, J., Fagagna, d’adda.F. 2007.Cellular Senescence: When bad things

happen to good cell. National Rev in Molecular Biology.2007 Sept;8(9):729-40.

DeBuys HV, Levy SB, Murray JC, 2000. Modern approach to photoprotection.

Dermatol.18(4) :577-90. De, Vos. R.J., Robert, J., Weir, A., Van, Schie.H.T.M., Bierma-Zeinstra, S.M.A.,

Verhaar, J.A.N., Weinans, H., Johannes, L.T. 2010. Platelet-Rich Plasma Injection for Chronic Achilles Tendinopathy. JAMA: 303(2): 144-149. Available from: http://.wikipedia.net/senescence/.org. Diunduh tanggaal: 23 Agustus 2010.

Fisher G.J., Kang S., Varani J., Bata-Csorgo Z., Wan Y., Datta S., Voorhees

J.J.2002. Mechanism of photoaging and Chronological Skin Aging. Arch Dermatol.138;1462-1470

Gilchrest, B.A., Krutmann, J. 2006. Recent Demographic Changes and

Consequences for Dermatology. In: Kramer, U., Schikowski, T. (editors). Skin Aging. Germany: Springer.

Goldman, R., Klatz, R. 2003. The New Anti Aging Revolution. 3rd. Ed. New York:

Basic Health Publication, Inc. Greene, R.M., Johnson B, O’Grady K, Toriumi DM, 2009. Blood Products in

Wound Healing. In: Friedman CD, Gosain AK, Hom DB, Hebda PA. (editors). Essential Tissue Healing of The Face and Neck. Shelton, Connecticut: BC Decker Inc. p.379-387.

Hancock, J.T. 2010. Cell Signalling. 3rd Ed. New York: Oxford-University press.

62

Page 79: liza widjaja

Li, Fang., Huang, Q., Chen, J., Peng, Y., Roop DR, Bedford JS, Li CY.2010. Science signal, vol.3, issue 110.p.13

Luger, T.A., Schwarz, T., 2000: The role of cytokines and neuroendocrine hormones in cutaneous immunity and inflammation, Allergy 50; 292-302. Mehta, R.C., Fitzpatrick, R.E. 2010. Growth Factors and Aging Skin treatments.

In:Rhein, L.D., Fluhr, J.W.(editors). Aging Skin: Current and Future Therapeutic Strategies.USA: Allured books.

Mescher, A. 2010, Junqueira's Basic Histology, Twelfth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.

Mirzayans, R., Murray, D. 2009. Cellular Senescence Implications For Cancer Therapy. New York: Nova Science Publishers, Inc. p.33-35.

Mohammad, A.,Li, C., Tang, X., Chi, S., Zhang, X., Kim, A.L., Tyring, S.K.,

Kopelovich, L., Hebert, J., Epstein, Jr.E.H., Bickers, D.R., Xie, J. 2004. Inhibition of Smoothened Signaling Prevents Ultraviolet B-Induced Basal Cell Carcinomas through Regulation of FAS Expression and Apoptosis. Cancer research 64: 7445-7552.

Noor A.P. 2008. Perbandingan Efek Proteksi Tabir Surya HGT Zn-Al-PABA

dengan Tabir Surya PABA Dalam Mencegah Terbentuknya Cyclobutane Pyrimidine Dimer Pada kultur Fibroblas Yang Dipajan Sinar UVB.Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Pangkahila, A., 2005. Buku Ajar Pedoman Praktis Analisi Statistik Dengan SPSS. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, hal : 9-19. Pangkahila W. 2007. Anti-Aging Medicine:Memperlambat Penuaan Meningkatkan Kualitas Hidup. 1st Ed. Jakarta: Kompas. Rubin E. 2001. Essential Pathology , third edition, Lippincott Williams and

Wilkins. 1: 18-19. Sampson, S., Gerhardt, M., Mandelbaum, B. 2008. Platelet Rich Plasma Injection

Grafts for Musculoskeletal Injuries.Curr Rev Musculoskeletal Med. Humana press. 1:165-174. (published online:16 July 2008).

Spector, W.G., Spector, T.D. 2002. Pengantar Patologi Umum, edisi ketiga,

Gadjah Mada University Press; 136-140,230-233.

Varani, J., Quan, T.H., Fisher, G.J. 2010. Mechanisms and Pathophisiology of

Photoaging and chronological Skin Aging. In: Rhein, L.D., Fluhr,

Page 80: liza widjaja

J.W.(editors). Aging Skin: Current and Future Therapeutic Strategies.USA: Allured Books.

Wang, H.L.,Avila, G.2007.Platelet Rich Plasma :Myth or Reality.Eur J

Dent:1(4):192-194. Yulianto, I. 2010. Penggunaan Platelet Rich Plasma–Platelet Rich Fibrin dan

Platelet Poor Plasma.Workshop minimally invasive procedures for acne scars,pertemuan ilmiah tahunan XI Perdoski, RSUP Sanglah, 6 Mei 2010.

Page 81: liza widjaja

Lampiran 1 Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Apoptosis Kontrol .299 6 .102 .824 6 .072

UV B 2' .295 6 .112 .834 6 .084

UV B 3' .291 6 .122 .842 6 .090 PRP 10% Sebelum UV B 2' .250 6 .200* .820 6 .071

PRP 10% Sesudah UV B 2' .251 6 .200* .920 6 .507

PRP 10% Sebelum UV B 3' .221 6 .200* .965 6 .855 PRP 10% Sesudah UV B 3' .278 6 .161 .858 6 .183

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

ANOVA Apoptosis Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 32783.756 6 5463.959 28.303 .000 Within Groups 6756.827 35 193.052 Total 39540.584 41

Page 82: liza widjaja

Lampiran 2 Uji Homogenitas Data dan Uji One Way ANOVA

Descriptives

Apoptosis

N Mean Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum

Maximum

Lower Bound

Upper Bound

Kontrol 6 9.3200 7.20362 2.94087 1.7603 16.8797 2.22 16.75

UV B 2' 6 36.1050 7.58297 3.17822 17.6528 54.5572 18.30 54.97

UV B 3' 6 48.1200 6.66344 2.65231 24.3362 71.9038 22.55 70.05

PRP 10% Sebelum UV B 2' 6 67.0750 7.33530 2.97010 44.6850 89.4650 26.18 82.71

PRP 10% Sesudah UV B 2' 6 79.1717 5.39162 2.28462 75.6124 82.7310 73.76 82.78

PRP 10% Sebelum UV B 3' 6 86.9200 6.35169 2.56007 84.4521 89.3879 83.59 90.52

PRP 10% Sesudah UV B 3' 6 92.2683 6.11008 2.46144 90.0539 94.4827 90.46 95.73

Total 42 59.8543 8.05486 3.79187 50.1769 69.5317 2.22 95.73

Test of Homogeneity of Variances Apoptosis Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.989 6 35 .076

Page 83: liza widjaja

Multiple Comparisons

Apoptosis LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound

Upper Bound

Kontrol UV B 2' -26.78500* 8.02189 .002 -43.0703 -10.4997

UV B 3' -38.80000* 8.02189 .000 -55.0853 -22.5147 PRP 10% Sebelum UV B 2' -57.75500* 8.02189 .000 -74.0403 -41.4697

PRP 10% Sesudah UV B 2' -69.85167* 8.02189 .000 -86.1370 -53.5664

PRP 10% Sebelum UV B 3' -77.60000* 8.02189 .000 -93.8853 -61.3147 PRP 10% Sesudah UV B 3' -82.94833* 8.02189 .000 -99.2336 -66.6630

UV B 2' Kontrol 26.78500* 8.02189 .002 10.4997 43.0703 UV B 3' -12.01500 8.02189 .043 -28.3003 4.2703 PRP 10% Sebelum UV B 2' -30.97000* 8.02189 .000 -47.2553 -14.6847 PRP 10% Sesudah UV B 2' -43.06667* 8.02189 .000 -59.3520 -26.7814 PRP 10% Sebelum UV B 3' -50.81500* 8.02189 .000 -67.1003 -34.5297 PRP 10% Sesudah UV B 3' -56.16333* 8.02189 .000 -72.4486 -39.8780

UV B 3' Kontrol 38.80000* 8.02189 .000 22.5147 55.0853 UV B 2' 12.01500 8.02189 .043 -4.2703 28.3003 PRP 10% Sebelum UV B 2' -18.95500* 8.02189 .024 -35.2403 -2.6697 PRP 10% Sesudah UV B 2' -31.05167* 8.02189 .000 -47.3370 -14.7664 PRP 10% Sebelum UV B 3' -38.80000* 8.02189 .000 -55.0853 -22.5147 PRP 10% Sesudah UV B 3' -44.14833* 8.02189 .000 -60.4336 -27.8630

PRP 10% Sebelum UV B 2'

Kontrol 57.75500* 8.02189 .000 41.4697 74.0403 UV B 2' 30.97000* 8.02189 .000 14.6847 47.2553 UV B 3' 18.95500* 8.02189 .024 2.6697 35.2403 PRP 10% Sesudah UV B 2' -12.09667 8.02189 .041 -28.3820 4.1886 PRP 10% Sebelum UV B 3' -19.84500* 8.02189 .018 -36.1303 -3.5597 PRP 10% Sesudah UV B 3' -25.19333* 8.02189 .003 -41.4786 -8.9080

PRP 10% Sesudah UV B 2'

Kontrol 69.85167* 8.02189 .000 53.5664 86.1370 UV B 2' 43.06667* 8.02189 .000 26.7814 59.3520 UV B 3'

31.05167* 8.02189 .000 14.7664 47.3370

PRP 10% Sebelum UV B 2' 12.09667 8.02189 .041 -4.1886 28.3820 PRP 10% Sebelum UV B 3' -7.74833 8.02189 .042 -24.0336 8.5370 PRP 10% Sesudah UV B 3' -13.09667 8.02189 .046 -29.3820 3.1886

PRP 10% Sebelum UV B 3'

Kontrol 77.60000* 8.02189 .000 61.3147 93.8853 UV B 2' 50.81500* 8.02189 .000 34.5297 67.1003

Page 84: liza widjaja

UV B 3' 38.80000* 8.02189 .000 22.5147 55.0853 PRP 10% Sebelum UV B 2' 19.84500* 8.02189 .018 3.5597 36.1303 PRP 10% Sesudah UV B 2' 7.74833 8.02189 .042 -8.5370 24.0336 PRP 10% Sesudah UV B 3' -5.34833 8.02189 .047 -21.6336 10.9370

PRP 10% Sesudah UV B 3'

Kontrol 82.94833* 8.02189 .000 66.6630 99.2336 UV B 2' 56.16333* 8.02189 .000 39.8780 72.4486 UV B 3' 44.14833* 8.02189 .000 27.8630 60.4336 PRP 10% Sebelum UV B 2' 25.19333* 8.02189 .003 8.9080 41.4786 PRP 10% Sesudah UV B 2' 13.09667 8.02189 .046 -3.1886 29.3820 PRP 10% Sebelum UV B 3' 5.34833 8.02189 .047 -10.9370 21.6336

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 85: liza widjaja

Lampiran 3 DATA HASIL PENELITIAN

UV 2' 1 2 3 4 5 6 Untreated 3.33 2.75 2.22 16.75 15.52 15.35 UV 2' without treatment 20.53 21.62 18.3 50.57 54.97 50.64 10% PRP before UV 66.18 62.58 82.71 71.59 79.72 79.67 10% PRP after UV 86.36 83.59 90.52 86.6 86 88.45

Untreated 9.32 7.203621312 UV 2' without treatment 36.105 17.58297216 10% PRP before UV 73.74166667 8.218368248 10% PRP after UV 86.92 2.351688755

UV 3’ 1 2 3 4 5 6

Page 86: liza widjaja

Untreated 3.33 2.75 2.22 16.75 15.52 15.35 UV 3' without treatment 29.8 22.55 30.5 66.49 69.33 70.05 10% PRP before UV 82.78 78.27 73.76 81.47 81.5 77.25 10% PRP after UV 95.73 93.91 90.52 91.32 90.46 91.67 Average Dev Untreated 9.32 7.203621312 UV 3' without treatment 48.12 22.66344016 10% PRP before UV 79.17166667 3.391621539 10% PRP after UV 92.26833333 2.110084516

Page 87: liza widjaja

Lampiran 4

Foto-foto Penelitian

Foto 1. Pemanenan Sel.

Foto 2. Sentrifugasi Sel

Page 88: liza widjaja

Foto 3. Alat Sentrifugasi

Foto 4. Hasil pemanenan sel di dalam DMEM

Foto 5. Pemeriksaan keadaan sel dalam cawan petri.

Page 89: liza widjaja

Foto 6. Fibroblas NIH3T3.