literatur siklus sel

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Sel Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000). Fase yang membatasi kedua fase utama tersebut yang dinamakan Gap. G 1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S dinamakan G 2 (Gap-2). Pada fase G 1 , sel melakukan persiapan untuk sintesis DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G 2 , sel melakukan sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007). Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2, dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A, dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G 1 -S-G 2 -M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan Universitas Sumatera Utara

Upload: mineresearch

Post on 12-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

siklus sel

TRANSCRIPT

Page 1: Literatur Siklus Sel

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai

pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun

kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S

(sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA

kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA

kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000). Fase yang membatasi kedua fase

utama tersebut yang dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah

fase S dinamakan G2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan persiapan untuk sintesis

DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi

dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2, sel melakukan

sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator

positif dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan

protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan

kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak

sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi

kinase (CDK4, CDK2, dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin

(D, E, A, dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M)

(Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK

inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Literatur Siklus Sel

keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppressor protein (p53

dan pRb) juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Foster, et al., 2001).

Checkpoint pada fase G2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan

mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM) kinase.

Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik

dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks

Cdc-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1 akan dapat dilalui

jika ukuran sel memadai, ketersediaan nutrien mencukupi, dan adanya faktor

pertumbuhan (sinyal dari sel yang lain). Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika

ukuran sel memadai, dan replikasi kromosom terselesaikan dengan sempurna.

Checkpoint pada metaphase (M) terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel

pada gelendong (spindle) mitosis. Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus

sel ke fase mitosis, sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis) terjadi jika benang

spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan

tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting

untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel

untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak

lengkap atau kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan

kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker. Oleh karena itu, proses

regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.1.1 Apoptosis dan proliferasi

Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu

apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis berlebihan, maka suatu sistem

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Literatur Siklus Sel

organ akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan penyakit.

Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi berlebihan, maka akan membentuk suatu

massa tumor yang akan mengarah pada kanker (Sudiana, 2011).

Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan

kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis. Apoptosis fisiologis

adalah kematian sel yang diprogram (programmed cell death). Proses kematian sel

erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami

aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel

bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada

ujung kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi

kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri.

Apabila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (level kritis) akibat pembelahan

berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya

sel akan mengalami apoptosis secara fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan

telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi

dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus menerus. Enzim ini sangat

berperan pada sintetis telomer DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan

pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer

pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat

immortal (Sudiana, 2011).

Sedangkan apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya proses

suatu rangsangan. Proses ini dapat melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur

sitotoksik, disfungsi mitokondria, dan kompleks fas dan ligan. Apoptosis dipicu oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Literatur Siklus Sel

aktivitas p53 karena sel memiliki gen cacat yang dipicu oleh banyak faktor, antara

lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus (oncovirus). Gen yang cacat dapat

memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu

aktivitas p53. P53 adalah faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan

p21 akan menekan semua CDK (Cyclin Dependent Kinase) dengan cyclin, dimana

siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan

cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada

CDK-1 pada fase M maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan

berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan

aktivitas Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria

yang mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke sitosol sehingga akan mengaktivasi

kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan menembus

membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami

apoptosis (Sudiana, 2011).

Apoptosis melalui jalur sitotoksik dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen

cacat sehingga sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang

dihasilkan dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi.

Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim

yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin tersebut mengandung perforin dan

granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat

sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi kaspase kaspade.

Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga sel mengalami

apoptosis. Apoptosis dengan jalur disfungsi mitokondria terjadi karena adanya

gangguan ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Literatur Siklus Sel

berlebih maupun protein yang diekspresikan adalah protein abnormal. Terjadinya

apoptosis melalui jalur ligan dan fas terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang

terinfeksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut fas.

Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang

berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya ikatan antar fas-ligan akan

mengaktifkan suatu protein yang disebut Fas Associated Protein Death Domain

(FADD) yang dapat mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif

akan mengaktifkan DNA-se sehingga sel akan mengalami apoptosis (Sudiana, 2011).

2.2 Kanker

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel

tidak terkendali dan kemampuan sel menyerang jaringan biologis lainnya, baik

pertumbuhan langsung di jaringan tetangganya (invasif) maupun migrasi sel ke

tempat yang lebih jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut

disebabkan kerusakan DNA yang menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol

pembelahan sel. Sel kanker kehilangan fungsi kontrolnya terhadap regulasi daur sel

maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler sehingga sel tidak dapat

berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan berproliferasi terus-menerus

sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Diandana, 2009).

Sel kanker timbul dari sel normal tubuh yang mengalami transformasi atau

perubahan menjadi ganas oleh karsinogen atau karena mutasi spontan. Transformasi

sejumlah gen yang menyebabkan gen tersebut termutasi disebut neoplasma atau

tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas

proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Pada tahap awal, neoplasma

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Literatur Siklus Sel

berkembang menjadi karsinoma in situ di mana sel pada jaringan tersebut masih

terlokalisasi dan mungkin memiliki kesamaaan fungsional dengan sel normal (King,

2000). Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus

pertumbuhan yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi

antarsel. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang

bersifat jinak dan tidak menyebar ke jaringan di sekitarnya. Sebaliknya, maligna

disinonimkan sebagai tumor yang melakukan metastasis, yaitu menyebar dan

menyerang jaringan lain sehingga maligna sering disebut sebagai kanker. Kanker

sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut kanker

Sel kanker memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan sel normal. Sel

kanker tidak mengenal apoptosis dan akan terus hidup meski seharusnya mati

(bersifat immortal) (Sofyan, 2000). Sel kanker tidak mengenal komunikasi

ekstraseluler atau asosial yang diperlukan untuk menjalin koordinasi antarsel

sehingga dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan sifatnya yang

asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli apa yang dibutuhkan

oleh lingkungannya. Sel kanker dapat memproduksi growth factor sendiri sehingga

tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk melakukan

proliferasi sehingga dapat tumbuh menjadi tak terkendali. Sel kanker juga tidak

sensitif terhadap sinyal yang dapat menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel.

Sel kanker mampu menghindar dari sinyal antipertumbuhan yang berhubungan

dengan siklus sel (Kumar, et al., 2005).

(Diandana,

2009).

Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan

tersebut dan tumbuh subur di atas jaringan lain (metastasis). Semakin besar

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Literatur Siklus Sel

jangkauan metastasis tumor, akan semakin sulit disembuhkan. Kanker pada stadium

metastasis merupakan penyebab 90% kematian penderita kanker (Pecorino, 2005).

Untuk mencukupi kebutuhan pangan dirinya sendiri, sel kanker mampu membentuk

pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski dapat mengganggu kestabilan

jaringan tempat ia tumbuh. Sinyal inisiasi pada proses neoangiogenesis diantaranya

adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblast Growth Factor

(FGF). Selain itu, regulator yang lain adalah angiopoietin-1, angiotropin, angiogenin,

epidermal growth factor, granulocytecolony-stimulating factor, interleukin-1 (IL-1),

IL-6, IL-8, PDGF, TNF-α, kolagen, cathepsin. Sel kanker memiliki kemampuan

yang tidak terbatas dalam memperbanyak dirinya sendiri (proliferasi) meski sudah

tidak dibutuhkan dan jumlahnya sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya (Kumar,

et al., 2005).

Secara umum, penyebab kanker dapat dibagi dalam 3 kategori, yaitu

karsinogen fisik (radiasi sinar UV dan radiasi ionisasi), karsinogen kimiawi (asap

tembakau dan asbestos), dan karsinogen biologis (virus, bakteri, dan parasit) (PCC,

2013). Selain itu, kanker dapat timbul karena pola hidup yang tidak sehat. Hampir

separuh dari kanker yang terdiagnosis setiap tahun disebabkan oleh gaya hidup yang

tidak sehat. Pencetus kanker dapat berasal dari makanan yang kaya akan gula buatan,

karbohidrat olahan, pengawet, produk sampingan dari hasil penggorengan (minyak

jelantah), mengandung banyak lemak, asupan antioksidan yang kurang, dan

minuman yang mengandung bahan kimia (minuman beralkohol) (Mueller, et al.,

2010). Penyebab kanker juga bisa timbul karena kondisi kejiwaan yang tidak stabil

dan faktor keturunan. Orang tua yang mengidap kanker sangat mungkin menurunkan

pada anaknya (Magdalena, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Literatur Siklus Sel

2.2.1 Karsinogenesis

Kanker bukan termasuk penyakit yang datang begitu saja, melainkan akibat

akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan tertentu di dalam tubuh.

Serangkaian proses berkembangnya kanker disebut karsinogenesis. Karsinogenesis

adalah suatu proses terjadinya kanker melalui mekanisme multi tahap yang

menunjukkan perubahan genetik dan menyebabkan transformasi progresif sel normal

menjadi sel malignan (ganas). Perubahan ini diawali dari mutasi somatik satu sel

tunggal yang mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik,

dan pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan

metastasis atau menginvasi jaringan di sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk

perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa gen

seperti tumor suppresor genes (pRb, p53, PTEN, E-cadherin) dan proto-oncogenes

(ras, c-myc, Bcl-2). Karsinogenesis dapat dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu

tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al., 2004).

Tahap inisiasi adalah tahap pertama pada karsinogenesis dan merupakan hasil

perubahan genetik yang menuntun pada proliferasi tidak terkontrol (abnormal)

sebuah sel. Tahap inisiasi dapat terjadi melalui jalur germinal dan somatik. Namun

pada kebanyakan kasus diperoleh secara somatik akibat terjadinya kesalahan acak

saat pembelahan sel atau karena paparan dari karsinogen spesifik seperti tobako dan

radiasi. Pada tahap ini, senyawa yang berpotensi sebagai senyawa karsinogen

diaktivasi terlebih dahulu di dalam tubuh terutama di hepar menjadi senyawa

metabolitnya. Senyawa metabolit ini ada yang bersifat reaktif, mutagenik, dan

mampu berikatan dengan makromolekul di dalam tubuh seperti DNA dengan ikatan

irreversible. Sel yang mengalami inisiasi atau prakanker dapat kembali ke tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Literatur Siklus Sel

normal secara spontan, tetapi pada tingkat lebih lanjut dapat menjadi ganas

(malignan) (King, 2000).

Selanjutnya tahap promosi yang merupakan tingkat lanjutan dari tahap

inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel. Berbeda

dengan tahap inisiasi yang dapat melewati jalur germinal dan somatik, tahap promosi

hanya diketahui terjadi melalui jalur somatik. Pada tahap promosi, sel akan

memperoleh beberapa keuntungan selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya

menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan

perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan

ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004; King, 2000).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun

terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut dan

munculnya keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas dan angiogenesis

(Kumar, 2005). Pada tahap ini, sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase

ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan

malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino, 2005).

Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada tahap

ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan lain di dalam tubuh melalui pembuluh

darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan yang bermetastasis ini

masuk melalui basement membran menuju saluran limpoid. Sel tersebut akan

berinteraksi dengan sel limpoid yang digunakan sebagai inangnya. Selanjutnya, sel

kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor sekunder dengan

didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya. Tahap metastasis dapat

berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Literatur Siklus Sel

terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules) dan E-cadherin sebagai

molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul tersebut diketahui sudah sangat

sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker, sehingga proses metastasis

dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005).

Kanker dapat terjadi dalam berbagai jenis sel, antara lain karsinoma (pada

kelenjar epitel), glioma (pada jaringan otak), leukemia (pada sel darah putih),

sarkoma (pada jaringan lunak dan jaringan ikat seperti tulang rawan, lemak, otot,

ataupun tulang), myeloma (pada jaringan selaput saraf/neuron), hepatoma (pada sel

hati), fibroma (pada jaringan ikat fibrosa), dan limfoma (pada kelenjar getah bening)

(Anonim1

2.2.2 Kanker payudara

, 2014).

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial

payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar sehingga kanker payudara tergolong

pada karsinoma. Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita

oleh wanita selain kanker serviks. Penyebab kanker payudara sangat beragam, antara

lain kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan ini dapat

disebabkan oleh radiasi yang berlebihan. Selanjutnya karena kegagalan immune

surveillance dalam pencegahan proses malignan pada fase awal, faktor pertumbuhan

yang abnormal, dan malfungsi DNA repairs seperti BRCA1, BRCA2, dan p53

(Torosian, 2002).

Kanker payudara terjadi ketika sel pada payudara tumbuh tidak terkendali

dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat dengan organ

tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuh yang letaknya berjauhan. Semua

tipe jaringan pada payudara dapat berkembang menjadi kanker, namun pada

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Literatur Siklus Sel

umumnya kanker muncul baik dari saluran (ducts) maupun kelenjar (glands).

Perkembangannya memerlukan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai

tumor tersebut cukup besar untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan

dengan mammogram yang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini

(Elwood, et al., 1993).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi

terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug

resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab

lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini

diakibatkan oleh adanya breast cancer resistance protein (BCRP) yang salah satunya

adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005). Aktivasi Pgp dan peningkatan

ekspresinya dapat menurunkan efikasi dari beberapa agen kemoterapi, seperti Taxol

dan Doxorubicin (Mechetner, et al., 1998). Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya

mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Zhou, et al., 2006).

Selain itu, paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat

berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker

payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30% kasus

merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan. Kedua protein

tersebut selain berperan dalam metastasis, juga berperan dalam perkembangan

kanker payudara (early cancer development) (Gibbs, 2000).

Proses metastasis kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasi/ekspresi

berlebih beberapa protein, seperti Estrogen Reseptor (ER) dan c-erbB-2 (HER- 2)

yang merupakan protein predisposisi kanker payudara. Aktivasi reseptor estrogen

melalui ikatan kompleks dengan estrogen akan memacu transkripsi gen yang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Literatur Siklus Sel

mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu ekspresi protein yang berperan

dalam siklus sel seperti cyclin D1, CDK4, cyclin E, dan CDK2. Selain itu, aktivasi

reseptor estrogen mampu mengaktivasi beberapa onkoprotein yang berperan dalam

sinyal pertumbuhan, misalnya Ras, Myc, dan cycD1 (Foster, et al., 2001). Aktivasi

protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan yang berlebihan melalui aktivasi

onkoprotein yang lain seperti P13K, AKT, Raf, ERK, dan MAP kinase (Hahn, et al.,

2002). Di lain pihak, kompleks estrogen dengan reseptornya juga akan memacu

transkripsi beberapa gen tumor suppressor, seperti BRCA1, BRCA2, dan p53.

Namun, pada penderita kanker payudara (yang umumnya telah lewat masa

menopause), gen tersebut telah mengalami perubahan (transformed) akibat dari

hiperproliferasi sel payudara selama perkembangannya sehingga tidak berperan

sebagaimana mestinya (Adelmann, et al., 2000, Clarke, 2001; Ingvarsson, et al.,

2002).

Beberapa jenis sel kanker payudara yang dapat dikultur adalah MCF-7, Ia-

270, BT-20, BT-474, BT-549, Colo-824, HBL-100, MA-CLS-2, MDA-MB-231,

MDA-MB-435S, MDA-MB-436, MB-MDA-468, MX-1, SK-BR-3, ZR-75-1, dan

T47D (Pao, et al., 1985; Anonim2

2.2.2.1 Sel T47D

, 2014). Banyaknya jenis sel kanker payudara ini

akan memberikan hasil yang berbeda pada setiap selnya. Perbedaan hasil ini akan

memberikan peluang baru untuk menyelidiki perkembangan yang terjadi pada

resistensi obat pada pasien dengan tumor payudara yang memiliki p53 termutasi

(Schafer, et al., 2000).

Sel T47D merupakan sel kanker yang mengekspresikan reseptor estrogen

atau yang biasa disebut ER positif serta mengekspresikan p53 yang telah termutasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Literatur Siklus Sel

sehingga resisten terhadap mekanisme apoptosis (Ruddon, 2007; Junedi, et al.,

2010). Pada sel ini, p53 mengalami missense mutation pada residu 194 (dalam zinc-

binding domain L2) sehingga p53 kehilangan fungsinya. Jika p53 tidak dapat

mengikat response element pada DNA, maka akan mengurangi atau menghilangkan

kemampuannya dalam meregulasi siklus sel dan memacu apoptosis. Sel ini dapat

kehilangan estrogen reseptor (ER) apabila kekurangan estrogen pada jangka waktu

lama selama percobaan in vitro. Oleh karena itu, sel ini digunakan pada model untuk

penelitian resistensi obat pada pasien dengan tumor payudara yang memiliki p53

termutasi (Abcam, 2007).

Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in vitro karena

mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas atau cepat

pertumbuhannya, memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel baru yang

telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel T47D memiliki

mekanisme antiapoptosis dan karsinogenesis lebih kuat daripada sel MCF-7.

Beberapa protein yang terlibat dalam stimulasi pertumbuhan sel ini termasuk

caspase-3 subunit p12, protein nuklir Hcc-1, G1/S-specific cyclin-D3, cathepsin B,

protein CDV3 homolog, N (G), N(G)-dimethylarginine dimethylaminohydrolase 2,

dan prohibitin (Aka, et al., 2012).

2.2.3 Sel Vero

Sel Vero ATCC CCL-81 merupakan sel epitel non kanker (sel normal). Sel

ini berasal dari organ ginjal monyet hijau asal Afrika. Sel Vero merupakan sel

monolayer berbentuk poligonal dan pipih, immortal, non tumorigenic fibroblastic

cell. Sel ini melekat erat pada substrat yang berbahan polistirena dengan membentuk

ikatan kovalen. Pengujian sel Vero dilakukan untuk mempelajari pertumbuhan sel,

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Literatur Siklus Sel

diferensiasi sel, sitotoksisitas, dan transformasi sel yang diinduksi oleh berbagai

senyawa kimia (Goncalves, et al., 2006).

2.2.4 P-glycoprotein

P-glycoprotein (Pgp) merupakan protein ABC-transporter pada manusia yang

termasuk dalam subfamili MDR/TAP (Allen, et al., 2002). Pgp dikenal dalam

beberapa sebutan, yaitu ABCD1, ATP-binding cassette sub-family B member 1,

MDR1, dan PGY1 (Choi, et al., 2005). ABCD1 atau Pgp termasuk dalam ATP-

dependent efflux pump yang memiliki substrat spesifik, antara lain: obat (colchicine

dan tacrolimus), agen kemoterapi (etoposide, adriamycin, dan vinblastine), lipid,

steroid, xenobiotik, peptide, bilirubin, cardiac glycoside (digoxin), glucocorticoids

(dexamethasone), dan agen terapi HIV tipe 1 (inhibitor protease dan nonnucleoside

reverse transcriptase) (Kitagawa, 2006). Di dalam tubuh, Pgp dapat ditemukan pada

sel usus, hati, tubula ginjal dan capillary endothelial (Deng, et al., 2001).

P-glycoprotein adalah sebuah glikoprotein transmembran yang memiliki 10 -

15 kDa N-terminal glycosylation dengan bobot 170-kDa dikode oleh gen MDR1

(Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota dari

keluarga ATP-binding transport (Choi, et al., 2005). Dalam sistem organ, Pgp

berpengaruh terhadap absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat (Matheny, et al., 2001).

Kemampuan Pgp sebagai efflux pump berguna dalam detoksifikasi senyawa-senyawa

yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari Pgp akan diikat dan

dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung pada aktivasi Pgp oleh

ATP melalui pembentukkan kompleks Pgp-ATP (Conseil, et al., 1998). Hidrolisis

ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp (Choi, et al., 2005).

Aktivasi Pgp akan menurunkan intake agen kemoterapi sehingga menurunkan efikasi

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Literatur Siklus Sel

agen tersebut terhadap sel kanker. Pada kondisi ekspresi berlebihan, Pgp dapat

menyebabkan resistensi obat terutama agen kemoterapi pada jenis kanker payudara

seperti doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Pgp akan mengikat doksorubisin

sebagai salah satu substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel (Wong, et al., 2006).

Pgp atau ABCD1 pertama kali diujikan sebagai multidrug resistance dan terbukti

sebagai penyebab resistensi obat kemoterapi (Juliano, et al., 1976). Mekanisme

pemompaan oleh Pgp dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pgp memompa senyawa-senyawa (2a, 2b, 2c) yang termasuk substratnya

untuk dikeluarkan dari dalam sel. Ekspresi berlebih dari Pgp ini dapat menyebabkan

resistensi obat pada terapi kanker payudara (Matheny, et al., 2001).

Gambar 2.1 Mekanisme pemompaan oleh Pgp (Matheny, et al., 2001)

Penghambatan aktivasi dan ekspresi Pgp memegang peranan penting dalam

keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp dapat

melalui beberapa mekanisme, antara lain penghambatan substrat Pgp secara langsung

dengan berikatan pada Pgp-binding domain dan penghambatan hidrolisis ATP oleh

ATPase melalui ikatan substrat dengan ATP. Penghambatan ini dapat dilakukan

menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol melalui dua sisi ikatan pada ATP-

Membran sel Sekresi obat

Ekstraselular

Intraselular Substrat P-gp

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Literatur Siklus Sel

binding sites dan steroid interacting region dimana ATPase berikatan dengan Pgp

cytosolic domain (Kitagawa, 2006).

Deng, et al., (2001) melaporkan bahwa aktivasi NF-κB sebagai akibat

adanya stimulus dari lingkungan berupa stress, paparan agen sitotoksik, heat shock,

iradiasi, stress genotoksik, inflamasi, paparan sitokin, dan faktor pertumbuhan dapat

meningkatkan ekspresi Pgp. NF-κB yang aktif mampu berikatan dengan promoter

gen MDR1 sehingga proses ekspresi Pgp dapat berjalan. Inaktivasi NF-κB mampu

menghambat ekspresi Pgp.

2.3 Penanganan Kanker

Penanganan kanker ada dua macam, yaitu pencegahan dan penghambatan

kanker. Upaya pencegahan kanker disebut kemopreventif. Senyawa

kemopreventif dibagi menjadi dua kategori, yaitu blocking agent dan suppressing

agent. Blocking agent mencegah karsinogen mencapai target aksinya, baik melalui

penghambatan aktivasi metabolisme maupun menghambat interaksi dengan target

makromolekul seperti DNA, RNA, atau protein. Sedangkan suppressing agent

menghambat pembentukan malignan dari sel yang telah terinisiasi pada tahap

promosi atau progresi (Surh, 1999).

Kemopreventif dibagi menjadi tiga golongan, yaitu primer, sekunder, dan

tersier. Kemopreventif primer adalah mencegah terjadinya sel kanker sejak tahap

premalignan. Usaha pencegahan saat karsinogenesis pada tahap awal malignan

adalah kemopreventif sekunder. Sedangkan kemopreventif tersier adalah usaha

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Literatur Siklus Sel

untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi setelah terapi untuk malignan

primer. Upaya penyembuhan (kuratif) kanker, antara lain kemoterapi menggunakan

obat-obatan, seperti golongan siklofosfamid, methotreksat, dan 5-flurourasil. Pada

dasarnya kinerja obat-obatan tersebut sama, yaitu menghambat proliferasi sel

sehingga sel tidak jadi memperbanyak diri. Kemoterapi bisa diberikan secara tunggal

ataupun kombinasi dengan harapan bahwa sel-sel yang resisten terhadap obat

tertentu juga bisa merespon obat yang lain sehingga bisa diperoleh hasil yang lebih

baik. Dampaknya pada pasien biasanya rambut rontok, selera makan menurun, serta

rasa lemah dan letih (Sharma, 2000).

Terapi hormon digunakan untuk jenis kanker yang berkaitan dengan hormon,

misalnya kanker payudara (berkaitan dengan hormon estrogen) pada wanita dan

kanker prostat (berkaitan dengan hormon androgen) pada pria. Terapi hormon pada

dasarnya berusaha menghambat sintesis steroid sehingga sel tidak dapat membelah.

Terapi ini membawa dampak negatif bila diaplikasikan pada wanita yang masih

dalam usia subur karena dapat menghambat siklus menstruasi. Radioterapi

menggunakan sinar-X dengan dosis tertentu dapat merusak DNA dan memaksa sel

untuk berapoptosis. Efek negatif yang ditimbulkan hampir sama dengan kemoterapi

(Sharma, 2000; Wargasetia, 2005).

2.3.1 Penanganan kanker payudara

Upaya penyembuhan kanker payudara dapat digolongkan secara

pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, radioterapi, dan terapi gen (Jong, 2005;

Sharma, 2000; Wargasetia, 2005).

Penentuan stadium kanker payudara sangat penting sebagai panduan

pengobatan dan menentukan prognosisnya. Tahapan kanker payudara dimulai dari

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Literatur Siklus Sel

stadium 0 (tumor in situ, sel-sel kanker berada pada tempatnya di dalam jaringan

payudara yang normal), stadium 1 (tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan

belum menyebar keluar payudara), stadium 2A (tumor dengan garis tengah 2-5 cm

dan belum menyebar ke kelenjar getah bening, ketiak, atau tumor dengan garis

tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak),

stadium 2B (tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar

ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah

menyebar ke kelenjar getah bening ketiak), stadium 3A (tumor dengan garis tengah

kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disertai

perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya, atau tumor dengan

garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak),

stadium 3B (tumor telah menyusup keluar payudara, yaitu ke dalam kulit payudara

atau ke dinding dada atau telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam dinding

dada dan tulang dada), dan terakhir stadium 4 (tumor telah menyebar keluar daerah

payudara dan dinding dada, misalnya ke hati, tulang, atau paru-paru) (American

Cancer Society, 2014).

Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan yang bertujuan mematikan

ataupun memperlambat pertumbuhan sel kanker. Jenis agen kemoterapi yang sering

digunakan pada kanker payudara antara lain kemoterapi neoajuvan, ajuvan, dan

paliatif (Yudissanta, dkk., 2012). Obat kemoterapi yang biasanya diberikan dalam

upaya penyembuhan kanker payudara ada dalam bentuk tunggal dan kombinasi.

Beberapa bentuk tunggal yang biasanya diberikan antara lain docetaxel (Anonim,

2011), taxol, dan doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Beberapa bentuk kombinasi

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Literatur Siklus Sel

yang biasanya diberikan antara lain antrasiklin-cyclophosphamide, taxanes-

cyclophosphamide, dan antrasiklin-cyclophosphamide-taxol (Anonim3

2.3.1.1 Doksorubisin

, 2014).

Doksorubisin merupakan golongan antibiotik antrasiklin sitotoksik yang

diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan

secara luas untuk mengobati kanker payudara. Senyawa ini menunjukkan

kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah digunakan sebagai obat

kemoterapi kanker sejak akhir tahun 1960-an (Singal, et al., 1998). Struktur kimia

doksorubisin ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur kimia doksorubisin

Doksorubisin memiliki aktivitas antineoplastik dan spesifik untuk fase S

dalam siklus sel. Mekanisme aktivitas antineoplastiknya belum diketahui dengan

pasti. Mekanisme aksi doksorubisin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA

melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan

RNA. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid

membran sel yang akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan

topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA. Doksorubisin telah

digunakan pada beberapa pengobatan jenis tumor seperti kanker payudara,

esophagus, osteosarkoma, Kaposi’s sarkoma, sarkoma jaringan lunak, limfoma

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Literatur Siklus Sel

Hodgkin, dan non-Hodgkin baik dalam aplikasi tunggal maupun kombinasi dengan

beberapa agen antitumor lainnya (Tyagi, et al., 2004).

Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan doksorubisin

adalah mual, imunosupresi, dan aritmia yang sifatnya revesibel serta dapat dikontrol

dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius dalam jangka waktu yang

lama adalah hepatotoksik (Ekowati, et al., 2013) dan cardiomyopathy yang diikuti

dengan gagal jantung (Tyagi, et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian restrospektif,

diketahui bahwa toksisitas kardiak akibat pemberian doksorubisin merupakan efek

samping yang bergantung pada dosis. Mekanisme yang memperantarai toksisitas

kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif,

meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan ATP yang kemudian

menyebabkan luka jaringan kardiak (Wattanapitayakul, et al., 2005). Permasalahan

yang sering timbul pada penggunaan doksorubisin dalam terapi kanker terutama

kanker payudara adalah resistensi obat yang menjadi penyebab kegagalan terapi.

Pengeluaran obat yang disebabkan oleh adanya pompa efflux Pgp menjadi salah satu

penyebab utama resistensi obat ini (Mechetner, et al., 1998).

Doksorubisin termasuk obat golongan antrasiklin yang merupakan substrat

Pgp. Doksorubisin akan dikenali oleh Pgp dan selanjutnya segera dikeluarkan dari

dalam sel sehingga menurunkan konsentrasi efektif doksorubisin dalam sel kanker.

Mekanisme pemompaan oleh Pgp sangat bergantung pada aktivasi protein tersebut

dan penekanan ekspresi Pgp. Oleh karena itu, inaktivasi Pgp dan penekanan

ekspresinya mampu mengatasi permasalahan resistensi sel kanker terhadap

doksorubisin (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006; Wong, et al., 2006).

2.3.1.2 Terapi kombinasi

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Literatur Siklus Sel

Terapi pengobatan kanker payudara pada umumnya menggunakan terapi

kombinasi (ko-kemoterapi) dengan obat/senyawa yang memiliki efek sinergis

terhadap sel kanker, bersifat spesifik, dan memiliki efek toksik seminimal mungkin.

Terapi kombinasi hingga saat ini dikembangkan secara empiris. Namun sampai saat

ini belum ada terapi pengobatan untuk kanker payudara yang telah metastasis. Hal

tersebut menuntut pengembangan cara pengobatan baru bagi kanker payudara.

Pemanfaatan senyawa alam yang non-toksik dengan efektivitas tinggi melawan

kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan agen

kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan

untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat.

2.4 Tanaman yang Bersifat Antikanker

Salah satu upaya mengatasi penyakit kanker ini adalah mengembangkan obat

dari tumbuhan yang mengandung senyawa antikanker. Pengembangan obat kanker

dari tanaman ini dipandang memiliki beberapa keuntungan, seperti biaya yang lebih

murah, mudah didapat, dan efek samping relatif sedikit (Depkes RI, 2008). Beberapa

tumbuhan yang telah diteliti memiliki potensi sebagai antikanker dapat dilihat pada

Tabel 2.1.

2.4.1 Andaliman

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis

rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat batak, Sumatera Utara.

Andaliman termasuk tanaman rempah yang tumbuh di pegunungan kawasan Danau

Toba dan sekitarnnya. Diduga penyebaran tanaman secara umum melalui burung

yang memakan buah andaliman, kemudian melalui kotoran burung tersebut biji

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Literatur Siklus Sel

andaliman tersebar kemana-mana dan tumbuh secara liar. Di Sumatera Utara,

tanaman ini tumbuh liar pada berbagai tempat, yaitu daerah Angkola, Mandailing,

Humbang, Silindung, Dairi, dan Toba Holbung (Parhusip, 2006).

Tabel 2.1 Beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai antikanker

NO Tumbuhan Sel Kanker Bagian yang digunakan Organ

Kombinasi dengan

Doksorubisin Sumber

1

Keji beling

MCF-7 Ekstrak diklorometana sub-fraksi SC/D-F9

Payudara A 2 MDA-MB-231 Payudara A 3 PC-3 Prostat A 4 DU-145 Prostat A 5 Daun

sambung nyawa

WiDr Fraksi etanol dan fraksi etilasetat

Usus besar B 6 MCF-7 Payudara B 7 T47D Payudara B

8 Jintan hitam

Sel paru Ekstrak klorofrom Paru-paru C

9 MDA-MB-231 Asam linoleat Payudara D 10 Buah lada MDA-MB-231 Ekstrak etanol Payudara E

11 Sambang colok MCF-7 Ekstrak etanol Payudara Memiliki efek

sinergis F

12 Biji buah pinang MCF-7

Ekstrak etanol dan fraksi kloroform

Payudara Memiliki efek sinergis G

13 Jahe merah

Sel hepar Ekstrak etanol Hepar

Memiliki efek perlindungan terhadap kerusakan hati

H 14 Temulawak H

15 Kunyit H

16 Buah andaliman MCF-7 Ekstrak

etilasetat Payudara Memiliki efek sinergis I

17 Daun poguntano

MCF-7 Ekstrak n-heksan Payudara Memiliki efek

sinergis J

18 T47D Ekstrak etilasetat Payudara Memiliki efek

sinergis K

19 Bawang sabrang T47D Ekstrak

etilasetat Payudara Memiliki efek sinergis L

20 Kulit batang tanjung

T47D Fraksi air Payudara M

21 Daun nimba MDA-MB-231 Ekstrak etanol Payudara N

Keterangan: A = Yacoob, et al., 2010 H = Ekowati, et al., 2013 B = Nurulita, et al., 2011 I = Thaib, 2013 C = Rahayu, et al., 2012 J = Lestari, 2013

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Literatur Siklus Sel

D = Hasanzadeh, et al., 2011 K = Furqan, 2014 E = Hirokawa, et al. 2006 L = Yanti, 2014 F = Untung, et al., 2008 M = Aulianshah, et al., 2014 G = Meiyanto, et al., 2009 N = Arisanty, 2013

Sistematika tumbuhan andaliman menurut Sharma (1993) sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Dialypetalae

Bangsa : Geraniales

Suku : Rutaceae

Marga : Zanthoxylum

Jenis : Zanthoxylum acanthopodium DC.

Nama asing andaliman adalah yan-jiao (Cina), mouh laaht faa jiu (Cina Kanton),

mao la hua jiao (Cina Mandarin), indonesian lemon pepper (Inggris), indonesischer

zitronenpfeffer (Jerman), tambhul (India), sansho (Jepang), dan emmay/yerma (Tibet)

(Anonim, 2012).

Andaliman merupakan tumbuhan perdu tegak dengan tinggi 3-8 m, batang

dan cabang berwarna kemerahan, beralur, berbulu halus dan berduri. Buah andaliman

berbentuk bulat kecil, perikarpnya berwarna hijau tua sampai kemerahan dan warna

bijinya hitam, bila digigit mengeluarkan aroma wangi, dan ada rasa getir yang tajam

dan khas, serta dapat merangsang produksi air liur. Buahnya termasuk buah sejati

berdiameter 3-4 mm yang terdiri dari satu bunga dengan banyak bakal buah yang

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Literatur Siklus Sel

masing-masing bebas dan kemudian tumbuh menjadi buah tetapi berkumpul pada

satu tangkai. Daunnya merupakan daun majemuk dengan panjang 2-25 cm, anak

daun 1-6 pasang dengan tangkai yang pendek, tepi daun bergerigi, ujung daun

runcing, warna daun hijau dan permukaan atas daun lebih tua dibanding permukaan

bawah daun. Panjang bunganya 3 mm. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji.

Sistem akar tunggang dimana akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang

bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil dan sedikit berbulu halus di

seluruh permukaannya (Parhusip, 2006).

Buah andaliman mengandung senyawa alkaloid, fenol hidrokuinon,

flavonoid, steroid/triterpenoid, tannin, glikosida, dan minyak atsiri (Parhusip, 2006).

Buah andaliman memiliki aktivitas fisiologi sebagai antioksidan dan antimikroba

(Wijaya, 2000; Soedarmadji, et al., 2004).

Secara tradisional, buah andaliman banyak digunakan sebagai bahan

aromatik, tonik, perangsang nafsu makan, obat sakit perut, serta diare. Masyarakat

India menggunakan buah andaliman untuk mengobati kelumpuhan dan berbagai

macam penyakit kulit, seperti bisul dan kusta. Buah andaliman juga digunakan

sebagai bumbu masak di Sumatera Utara, khususnya Tapanuli Utara (Suryanto, et al.,

2004;

2.4.2 Pengujian sifat antikanker dari berbagai tanaman obat

Hynniewta, et al., 2008; Sirait, dkk., 1991).

Pemanfaatan senyawa alam yang non-toksik dengan efektivitas tinggi

melawan kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan agen

kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan

untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat. Uji efek

kombinasi dengan kedua metode tersebut biasanya dilakukan secara in vitro. Metode

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Literatur Siklus Sel

uji in vitro dapat digunakan sebagai uji praklinik awal untuk menggambarkan

interaksi kombinasi, sehingga ketika dilakukan uji in vitro hasilnya akan lebih

efisien.

2.4.2.1 Metode pemisahan ekstraksi

Ekstrak aktif dari tanaman yang akan dilakukan penelitian terlebih dahulu

dilakukan pemisahan ekstraksi. Metode pemisahan ekstraksi dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu maserasi, perkolasi, reflux, digesti, sokletasi, infundansi, dan

dekoktasi. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(Depkes RI, 1986). Maserasi dapat dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian

simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana kemudian

dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari

cahaya, sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari, sari diserkai, ampas diperas dan

dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Sari

dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk dan terlindung dari

cahaya selama 2 hari. Lalu dienaptuangkan dan disaring (Depkes RI, 1979).

Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator

dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan

tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni, 2006). Refluks adalah ekstraksi

dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi

kinetik (dengan pengadukan secara terus-menerus) pada temperatur yang lebih tinggi

dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Literatur Siklus Sel

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat soklet) sehingga

terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

pemanasan air (bejana infus di atas penangas air mendidih), temperatur terukur (90 –

98°C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit). Dekoktasi adalah ekstraksi dengan

metode infus yang dilakukan selama 30 menit dengan temperatur titik didih air

(Depkes RI, 2000).

2.4.2.2 Metode pengujian aktivitas antikanker

Pengujian aktivitas antikanker dapat dilakukan dari beberapa parameter,

antara lain uji sitotoksik, indeks selektivitas, analisis isobologram, combination index

(CI), pemacuan apoptosis dan siklus sel dengan metode flow cytometry, dan

pengujian ekspresi protein dengan metode imunositokimia. Uji sitotoksik dilakukan

secara in vitro untuk menentukan potensi sitotoksik suatu senyawa, seperti obat

antikanker. Toksisitas merupakan kejadian kompleks secara in vivo yang

menimbulkan kerusakan sel akibat penggunaan obat antikanker yang bersifat

sitotoksik. Respon sel terhadap obat sitotoksik dipengaruhi oleh kerapatan sel.

Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida] adalah

salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran

intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat

oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Reaksi warna yang terjadi dapat dilihat

pada Gambar 2.3. Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada

kerja enzim dehidrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem

reduktase suksinat tetrazolium, yang termasuk dalam mitokondria dari sel hidup.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Literatur Siklus Sel

Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga

dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanol atau 10% SDS dalam HCl

0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri

dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme,

sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Persentase viabilitas dapat dihitung

dengan persamaan sebagai berikut (Kupcik, et al., 2001).

Gambar 2.3 Reduksi MTT menjadi formazan (Kupcsik, et al., 2011)

absorbansi sampel % Viabilitas = x 100 %

absorbansi kontrol

Nilai indeks selektivitas diperoleh dengan menggunakan sel yang berasal dari

ginjal monyet hijau afrika (sel Vero) menggunakan 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-

diphenyltetrazolium bromide (MTT). Indeks selektivitas diperoleh dari rasio IC50 sel

Vero sel dibandingkan dengan sel kanker yang diuji. Nilai lebih tinggi dari 3

menunjukkan bahwa obat atau ekstrak memiliki selektivitas yang tinggi

(Weerapreeyakul, et al., 2012). Indeks selektivitas dihitung menggunakan persamaan

di bawah ini:

IC50 sel Vero Indeks selektivitas =

IC50 sel T47D

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Literatur Siklus Sel

Metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kombinasi obat adalah

isobologram dan Combination Index (CI).

CI= (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)2

Keterangan: Dx : konsentrasi satu senyawa tunggal yang dibutuhkan untuk

memberikan efek sebesar efek kombinasi, yaitu IC50 terhadap pertumbuhan sel kanker payudara

(D)1 dan (D)2 : besarnya konsentrasi kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama.

Combination Index (CI) yang diperoleh diinterpretasikan seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Interpretasi nilai CI (Combination Index)

Sumber: Reynolds, et al., (2005)

Pengujian siklus sel dan apoptosis menggunakan metode flow cytometry.

Flow cytometry adalah teknik yang digunakan untuk menghitung dan menganalisis

partikel mikroskopis yang tersuspensi dalam aliran fluida (Sayed, et al., 2009).

Prinsip dasar dari metode ini adalah berdasarkan fluoresensi. Suspensi sel atau

partikel yang hendak dianalisa disedot atau dialirkan. Aliran dikelilingi oleh fluida

yang sempit, sel akan melewati satu demi satu melalui sinar laser terfokus. Sinar

laser akan menyerang sel tersebut. Sel yang sesuai dengan cahaya laser dan panjang

gelombang yang tepat dapat dipancarkan kembali sebagai fluoresensi jika sel

mengandung zat alami fluorescent satu atau lebih fluorochrome-label antibodi

melekat pada permukaan atau struktur internal sel. Penyerapan cahaya tergantung

pada struktur internal sel dan ukuran dan bentuknya. Cahaya fluoresensi terdeteksi

CI Interpretasi CI Interpretasi <0,1 sinergis sangat kuat 0,1–0,3 sinergis kuat 0,3–0,7 sinergis 0,7–0,9 sinergis ringan-sedang

0,9–1,1 mendekati additif 1,1–1,45 antagonis ringan-sedang 1,45–3,3 antagonis

>3,3 antagonis kuat-sangat kuat

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Literatur Siklus Sel

oleh serangkaian dioda. Filter optik berfungsi untuk memblokir cahaya yang tidak

diinginkan. Hasil data disimpan melalui komputer (Ulfah, 2010). Flow cytometry

dapat digunakan untuk menganalisa DNA content sel melalui pewarnaan sel dengan

pewarna propidium iodide (PI) atau 4’,6’-diamino-2-phenylindole (DAPI). Dengan

adanya fluorochrome yang memiliki kemampuan berinterkalasi dengan basa untai

DNA seperti propidium iodide, maka tiap sel yang memiliki jumlah set kromosom

yang berbeda akan memberikan intensitas fluoresensi yang berbeda. Semakin banyak

set kromosom maka intensitas fluoresensi akan semakin besar. Untuk pengujian

apoptosis, ditambahkan antibodi Annexin V dan propidium iodida, sedangkan

pengujian siklus sel ditambahkan antibodi propidium iodida. Lalu diukur dengan alat

flow cytometer (Hostanska, et al., 2004). Flow cytometer atau FACS (Fluorescence

Activated Cell Sorting) digunakan untuk membaca intensitas fluoresensi tiap sel

(Givan, 2001). Skema alat flow cytometer ditunjukkan oleh Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Skema alat flow cytometer

Pewarnaan

Sel kultur

Sel yang telah disuspensikan

Penambahan antibodi

Laser Sel

dihomogenkan

Penetapan

Ampas

Layar monitor komputer

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Literatur Siklus Sel

Imunositokimia merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi

adanya ekspresi suatu protein spesifik atau antigen dalam sel dengan menggunakan

antibodi spesifik yang akan berikatan dengan protein atau antigen.

Ada dua jenis metode imunositokimia, yaitu metode langsung dan metode

tidak langsung. Pada metode langsung, antibodi yang mengikat fluoresen atau zat

warna langsung berikatan dengan antigen pada sel. Sedangkan pada metode tidak

langsung, antigen diikatkan pada antibodi primer secara langsung kemudian

ditambahkan antibodi sekunder yang mengikat enzim seperti peroksidase, alkali

fosfatase, atau glukosa oksidase. Antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi

primer. Selanjutnya ditambahkan substrat kromogen yang akan diubah oleh enzim

sehingga terjadi pembentukan warna (pigmen) yang akan mewarnai sel. Untuk

menjamin antibodi agar dapat mengikat antigen, sel harus difiksasi

dengan ditempelkan pada bahan pendukung padat sehingga antigen akan immobile.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan sel pada slide mikroskop,

coverslip, atau bahan pendukung plastik yang sesuai. Ada dua macam metode

fiksasi, yaitu pelarut organik dan reagen cross-linking. Pelarut organik seperti

alkohol dan aseton akan memindahkan lipid, mendehidrasi sel, dan mengendapkan

protein. Reagen cross-linking seperti paraformaldehid membentuk jembatan

intermolekuler melalui gugus amino bebas. Imunositokimia melibatkan inkubasi sel

dengan antibodi. Antibodi akan berikatan dengan antigen atau protein spesifik di

dalam sel. Antibodi yang tidak berikatan dipisahkan dengan pencucian, sedangkan

antibodi yang berikatan dideteksi secara langsung dengan antibodi primer berlabel

dan secara tidak langsung dengan antibodi sekuder berlabel enzim atau fluoresen.

Interpretasi data ekspresi protein tertentu akan ditunjukkan dengan warna coklat pada

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Literatur Siklus Sel

sitoplasma (bukan inti sel). Warna biru pada sitoplasma menunjukkan tidak adanya

ekspresi pada sel atau level ekspresi yang rendah sehingga tidak terdeteksi (Anonim,

2010).

Keuntungan metode imunositokimia ini adalah hasil pemeriksaan cepat

didapat (24 jam), mudah, relatif murah, dan dapat digunakan untuk pemeriksaan

sampel dalam jumlah banyak (Abbas, et al., 2003; Stites, et al., 1997).

Universitas Sumatera Utara