linguistik umum

Upload: aya-black-sapphire

Post on 19-Jul-2015

818 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

RESENSI

D i s u s u n Oleh :Nama NIM Mata Kuliah Program Studi Indonesia : Kartini : 2009112276 : Membaca Dasar : Pendidikan Bahasa

Dosen Pembimbing : Drs. Yuswan, M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PERGURUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

TAHUN AKADEMIK 2009/2010

2

Resensi Buku 1. Judul Buku 2. Penulis Penerbit Kota Terbitan Tahun Terbitan : Beberapa Mazhab dan Dikotomi Teori Linguistik : A. Chaedar Alwasilah : Angkasa : Bandung : 1993

Jumlah Halaman : 141 halaman Ringkasan Pengertian Bahasa dan Teori Kebahasaan Bahasa adalah satu sistem simbol vokal yang arbitrer, memungkinkan semua orang dalam satu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan tersebut, untuk berkomunikasi atau berinteraksi. Chomsky mengemukakan bahwa kemampuan berbahasa adalah dasar bagi intelegensi manusia yang bisa didapat dengan mempelajarinya. Dengan bahasa, individu-individu melaksanakan berbagai kegiatan sosial sehari-hari. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, namun juga sebagai ciri khusus dari eksistensi sosial. Bahasa selalu menjadi perhatian para ilmuwan. Awal studi ilmiah atau pendekatan modern terhadap bahasa bisa dianggap sejak terbitnya Course de Linguistique Generale karya sarjana Swiss, Fardinan de Saussure yang dianggap sebagai pelopor linguistik modern. Linguistik adalah studi bahasa secara ilmiah dan stuktur bahasa adalah fokus utamanya, dan tujuan dan objek utamanya adalah bagaimana orang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Menurut Saussure, linguistik hanya mempunyai satu-satunya bahasan pokok sistem bahasa ditinjau dari sudut bahasa dan untuk bahasa itu sendiri. Dalam linguistik tidak ada prioritas bahasa masyarakat tertentu, linguistik mempelajari bahasa apa saja. Bagaimana struktur bahasanya, pemakaiannya, hubungannya dengan bahasa lain. Linguistik juga mempelajari bagaimana bahasa itu berkembang menjadi dialek-dialek, serta mempelajari bagaimana bahasa itu berubah atau berkembang dari satu periode ke periode selanjutnya. Keilmiahan linguistik didasarkan pada penyelidikan yang sistematik terhadap data-data

3

dengan acuan pada teori tertentu dari bahasa. Keilmiahan linguistik ditunjang oleh tiga kriteria, yaitu (1) exhausive, artinya materi yang serupa mendapat perlakuan dan penafsiran yang sama; (2) consistent, artinya tidak ada kontradiksi antara bagian-bagian dalam satu totalitas aturan; dan (3) ekonomis, artinya pernyataan dan analisis dengan mempergunakan sedikit istilah jauh lebih diutamakan. Sejarah linguistik bermula dari orang-orang Yunani yang mengembangkan ilmu retorika. Pada saat itu, studi mereka hanya terbatas pada bahasa Yunani saja dan mengira bahwa bahasa mereka bisa mewakili bahasa lainnya di dunia, sebagai gambaran pikiran manusia. Kurang lebih seratus tahun setelah itu, muncullah kaum Stoik yang melangkah maju berusaha memisahkan grammar dari filsafat. Mereka juga memperkenalkan cabang baru, etimologi, yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul dan perkembangan historis kata-kata. Pendekatan orang Yunani terhadap bahasa kemudian diterapkan dan dimodifikasi oleh orang Romawi, yaitu dengan bahasa Latin. Bahkan setelah kekaisaran Romawi jatuh pun, bahasa Latin selama beberapa abad terus dipakai sebagai bahasa akademis di Eropa Barat. Pendekatan yang dipakai dalam tata bahasa ini merupakan linguistik dunia Barat untuk beberapa abad. Gerakan Renaissance (mulai abad XIV sampai abad XVII) pun sangat berpengaruh terhadap perkembangan kebahasaan, khususnya di Eropa, yaitu adanya kesadaran yang makin meluas akan bahasa dan budaya lain. Studi modern terhadap bahasa (linguistik) dianggap bermula pada akhir abad XVIII dan awal XIX, saat para sarjana untuk pertama kalinya menggunakan metode-metode ilmiah dalam mencari hubungan antara berbagai bahasa, khususnya bahasa-bahasa rumpun Indo-Eropa. Dalam perkembangannya, linguistik mengalami generalisasi ilmu seperti psikolinguistik, sosiolinguistik, antropologi linguistik dan matematika linguistik. Teori dan Mazhab Linguistik 1. Teori Linguistik Teori linguistik menyoroti teks ujaran dan tulisan. Tujuannya adalah menyusun metode prosedural agar satu teks tertentu bisa dipahami dengan deskripsi yang ajeg dan menyeluruh. L. Hjelmslev dalam The Aim of Linguistic Theory mengemukakan dua faktor yang mempengaruhi tiap teori, yaitu arbitrariness (kearbiteran) dan appropriateness (kelayakan). Faktor appropriateness dari teori linguistik membuatnya

4

empiris,

dan

faktor

arbitrariness

membuatnya

sanggup

memperkirakan

dan

menempatkan segala kemungkinan dalam kerangka atau rumusan tertentu. 2. Tata Bahasa Tradisional Aliran ini adalah sekumpulan penjelasan aturan tata bahasa yang dipakai kurang lebih selama dua ratus tahun yang lalu. Tata bahasa tradisional menurunkan penggolongan kata ke dalam delapan jenis kata yaitu noun, pronoun, verb, adjective, adverb, preposition, dan interjection. 3. Aliran Praha Aliran Praha bercirikan menitikberatkan penelaahan pada fungsi-fungsi bahasa. Baik fungsi bahasa dalam masyarakat, fungsi bahasa dalam kesusateraan dan problem-problem aspek-aspek dan tingkatan-tingkatan bahasa ditinjau dari sudut pandang fungsinya. Secara garis besar, bidang garapan aliran ini adalah (1) fonologi, yaitu studi pola bunyi yang mempunyai arti fungsional; (2) konsep perspektif kalimat secara fungsional, yaitu pendekatan dengan orientasi fungsional; (3) studi fungsi estetik bahasa dan peranannya dalam kesusasteraan; (4) studi fungsi bahasa baku dalam masyarakat modern. 4. Mazhab Struktural Amerika Selama periode tahun 1930-an sampai akhir 1950-an, aliran linguistik yang paling berpengaruh adalah mahzab struktural, terutama dikaitkan dengan linguis Amerika, Bloomfield. Linguistik Bloomfield berangkat dari psikologi tingkah laku yang dominan di Amerika sejak tahun 1920. Bloomfield berupaya menjadikan linguistik sebagai suatu ilmu yang betul-betul empiris sifatnya. Linguistik struktural memberikan konsentrasi penuh pada metode-metode penemuan. Kaum struktural menggunakan analisis unsur bawahan langsung, yaitu metode analisis kalimat atau kata-kata dengan membaginya kepada unsur-unsurnya. 5. Tata Bahasa Taksonomi Istilah taksonomi dipakai untuk menamai analisis linguistik yang pada pokoknya berhubungan dengan segmentasi dan klasifikasi ujaran-ujaran, tanpa memberi acuan pada tingkatan yang lebih abstrak dari organisasi linguistik. Taksonomi sendiri berarti penyelidikan yang dimotifasi oleh perhatian utama pada pengenalan klasifikasi dan penamaan jenis-jenis gejala dalam suatu lapangan masalah.

5

6. Tata Bahasa Tagmemik Menurut mazhab ini, unit dasar dari tata bahasa adalah tagmeme. Tagmeme berasal dari bahasa Yunani, tagma yang berarti susunan. Tagmeme dianalogikan dengan sebutan fonem dalam fonologi dan morfem dalam morfologi. Tagmeme sebagai unit dasar tata bahasa, adalah suatu hubungan bentuk kelas atau kelompok. Tata bahasa tagmemik memiliki tiga kelebihan, yaitu (1) kerangka analisisnya sederhana dan sedikit penjelasan, (2) linguis sudah mengikuti gagasan pola-pola gramatik yang bisa diidentifikasi, diingat dan dikaji banding dengan pola-pola lain, (3) pernyataan-pernyataan gramatikal dari tagmemik bisa dengan mudah didiagramkan atau dipakai sebagai dasar untuk latihanlatihan dalam pengajaran. 7. Tata Bahasa Mazhab Firth Aliran ini mengacu para linguis yang mengikuti prinsip-prinsip linguistik dari Firth, guru besar General Linguistics pada Universitas London (1944-1956). Teori Firth menitikberatkan pada empat hal, yaitu (1) komponen sosiologis dalam studi linguistik; (2) teori makna; (3) analisis makna dalam batasan level, stuktur, dan sistem; (4) teori fonologi. 8. Tata Bahasa Mazhab Halliday Mazhab Neo-Firthian ini ditokohi oleh Halliday yang terkenal dengan tata bahasanya, tata bahasa sistemik. Halliday mengembangkan gagasan gurunya Firth, menampilkan empat gagasan penting sebagai kategori umum dalam bahasa. Keempat kategori ini adalah unit, struktur, kelas dan sistem. 9. Tata Bahasa Mazhab Stratifikasi Mazhab ini dipelopori oleh Lamb. Menurutnya, suatu struktur linguistik adalah suatu sistem dengan dua bagian pokok, makna pada satu bagian dan ujaran atau tulisan pada bagian lainnya. Struktur linguistik adalah apa yang menghubungkan makna-makna dengan ujaran dan tulisan. Tata bahasa stratifikasi melihat bahasa sebagai satu seri hubungan-hubungan antara bagian. Dua bagian penting lainnya adalah bunyi dan pengalaman. Dengan demikian, perbedaan antara tata bahasa stratifikasi dengan yang lainnya adalah pada penitikberatan pada pengalaman sebagai satu faktor yang kuat yang mempengaruhi bahasa.

6

10. Tata Bahasa Mazhab Chomsky Menurut mahzab ini, linguistik bukanlah ilmu yang bersifat mengklasifikasikan, melainkan bersifat menerangkan bahasa (explanatory). Hal ini berarti bahwa tugas utama linguis adalah berusaha memformulasikan teori umum dari bahasa, yang nantinya akan menghasilkan teori yang eksplisit dari struktur sistem yang mendasari tingkah laku bahasa seorang penutur. Beberapa Dikotomi Teori Linguistik 1. Linguistik Umum dan Tata Bahasa Universal Dikotomi disusun untuk memudahkan pembahasan linguistik yang sangat luas. Linguistik umum adalah ilmu bahasa secara umum, yang meminati bahasa umat manusia sebagai bagian dari tingkah laku dan kemampuan manusia yang teramati dan berkadar universal. Linguistik umum mencakup berbagai bidang yang berpautan dalam studi bahasa. Berikut ini adalah dikotomi-dikotomi linguistik, yaitu (1) Linguistik Deskriptif Linguistik Historikal, (2) Mikrolinguistik Makrolinguistik, (3) Linguistik Teoritis Linguistik Terapan, (4) Descriptive Statements Prescriptive Statements, (5) Langue Parole, (6) Competence Performance, (7) Sintagmatik Paradigmatik. 2. Linguistik Deskriptif Linguistik Historikal/ Linguistik Komparatif Linguistik deskriptif (sinkronik) berhubungan dengan struktur satu bahasa pada satu tahapan. Sementara linguistik historikal (diakronik) mempelajari perkembangan satu bahasa dari satu tahapan sejarah ke tahapan selanjutnya. Suatu gejala linguistik dikatakan sinkronik bila semua unsur dan faktor yang muncul dalam gejala itu berasal dari waktu dan bahasa yang sama. Sementara gejala diakronik memunculkan unsur dan faktor dari keadaan-keadaan yang berbeda dari perkembangan bahasa. 3. Filologi Filologi adalah ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kebudayaannya berdasarkan bahasa dan kesusasteraannya. 4. Mikrolinguistik Makrolinguistik Mikrolinguistik disebut pusat kajian linguistik yaitu kajian bidang-bidang fonologi, tata bahasa, dan semantik. Sedangkan mikrolinguistik meliputi studi bahasa secara umum,

7

mencakup psikolinguistik, sosiolinguistik, linguistik historikal, speech pathology, leksikografi, computational linguistics dan teori komunikasi. 5. Linguistik Teoritis Linguistik Terapan Linguistik teoritis menyajikan gagasan dan peralatan teoritis dan satu kerangka umum bagi studi linguistik historikal, komparatif, empirik dan jenis-jenis lain dari studi linguistik, termasuk dialektologi. Sementara linguistik terapan dibatasi kepada aspekaspek pedagogis, misalnya pengajaran bahasa, pembelajaran bahasa, leksikografi (pembuatan kamus), penterjemahan, dan patologi ujaran. 6. Descriptive Statements Prescriptive Statements Descriptive linguistics adalah analisis tata kerja atau tingkah laku suatu bahasa dan bagaimana bahasa itu dipergunakan penuturnya dalam kurun waktu tertentu. Sementara prescriptive linguistics berupaya merumuskan seperangkat petunjuk untuk bertingkah laku bahasa. Prescriptive linguistics memberi kesan seolah-olah bahasa itu statis, tidak berkembang. Namun preskriptif penting terutama dalam konteks pengajaran bahasa. 7. Langue Parole Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak. Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan satu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata. Langue ini stabil dan sistematik, bersifat umum dan merupakan kebersamaan bahasa dari satu masyarakat ujaran. Sementara parole adalah situasi realisasi langue yang bersifat idiosinkretik dan sejalan dengan situasi sewaktu proses tutur terjadi. Parole merupakan obyek langsung yang teramati oleh para linguis. 8. Competence Performance Competence (kompetensi) adalah pengetahuan penutur dan tanggapan penutur tentang bahasa, yaitu meliputi kemampuan mentransformasikan struktur bahasa, menyusun tata bahasa ujaran, kesanggupan mengerti tata bahasa frase (kalimat). Sementara performance (performansi) adalah pemakaian sebenarnya dari bahasa berupa kemampuan menulis dan berbicara dalam situasi sebenarnya. 9. Hubungan Sintagmatik Hubungan Paradigmatik Hubungan sintagmatik adalah hubungan horizontal antara unsur-unsur kalimat yang membentuk urutan linear. Menurut kaum distribusional, penemuan hubungan-hubungan

8

sintagmatik merupakan obyek terpenting bagi penyelidikan linguistik, karena bahasa terutama sekali merupakan satu sistem penggabungan. Dengan demikian penyusunan paradigma-paradigma haruslah dimengerti hanya untuk memudahkan dalam membantu perumusan utuh dari hubungan-hubungan sintagmatik. Sementara hubungan paradigmatik adalah hubungan vertikal yang menunjukkan pentingnya penitikberatan bentuk dalam menyusun teori atau kaidah kebahasaan. Kedua hubungan ini merupakan metode yang sangat penting dalam menganalisis bahasa, berlaku untuk segala bahasa dan tidak terbatas pada level sintaksis saja. 3. Komentar Kelebihan Buku : Buku ini membahas mahzab dan dikotomi linguistik dengan sangat detail dan sistematis. Kekurangan Buku : Dalam penyampaian informasi, penulis terlalu banyak menyisipkan teori dengan bahasa asing (bahasa Inggris) yang dilengkapi dengan artinya. Menurut hemat saya, penulis tidak perlu mengutip bahasa asli dari teori yang dikemukakan. Penulis cukup mengutip teori yang telah diterjemahkan. Selain itu, materi yang disampaikan di dalam buku ini cenderung tidak seimbang. Terdapat beberapa mahzab yang terlalu banyak pembahasannya (6-7 lembar), dan terdapat mahzab yang pembahasannya sangat sedikit (3-4 paragraf). Kekurangan lain yang ditemukan dalam buku ini adalah penggunaan kalimat yang bertele-tele, tidak efektif, kurang baku, dan berkesan tidak terstruktur. Selain itu, terdapat kalimat terjemahan yang maknanya tidak sesuai. Penulis juga terkadang mencampurkan istilah bahasa asing ke dalam kalimat tanpa memberi format miring pada kata asing tersebut.

9

Resensi Buku

10

1. Judul Buku 2. Penulis

: Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran Bahasa Indonesia : Drs. Kosadi Hidayat, M.Pd. Drs. Suardi Sapani, M.Pd. Drs. Zainal Abidin

Penerbit Kota Terbitan Tahun Terbitan

: Alfabeta : Bandung : 1994

Jumlah Halaman : 122 halaman Ringkasan Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran Bahasa Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses menentukan nilai sesuatu. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan formasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai sesuai dengan standar tertentu. Proses evaluasi dilaksanakan melalui tahap pengumpulan informasi (pengukuran) dan tahap pengolahan data menjadi skor terjabar (penilaian). Evaluasi berfungsi sebagai pemantau (misalnya mengetahui hasil belajar dan menafsirkan tingkat kematangan anak dalam proses pembelajaran) dan sebagai evaluatif (misalnya tes bakat, tes inteligensi, tes formatif, atau tes akhir). Dalam pendidikan dan pengajaran, evaluasi menggunakan prinsip kontinuitas (berkesinambungan), multiteknik, menyeluruh dan berimbang, berencana dan berorientasi pada tujuan, objektif, serta kooperatif. Dalam mengevaluasi, diperlukan syarat-syarat berikut : (1) Terpercaya (reliable), yaitu keterpercayaan terhadap soal tes dan penilainya; (2) Ketepatan/ keshahihan (validity), yaitu ketepatan dalam hal soal ujian dan pengukuran hasil ujian; (3) Kepraktisan, yaitu dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Evaluasi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut (1) Di dalam kegiatan belajar mengajar, meliputi pretes (sebelum) dan postes (sesudah); (2) Di luar kegiatan belajar mengajar, meliputi tes formatif (per unit pelajaran), tes subsumatif (setelah beberapa unit pelajaran), tes sumatif (akhir semester), tes evaluasi belajar

11

tahap akhir; (3) Penilaian kokurikuler, yaitu pemberian tugas seperti kliping, mengarang, atau menginventarisasikan legenda; (4) Penilaian ekstrakurikuler, seperti teater, pementasan drama, deklamasi puisi, diskusi, atau pidato. Kegiatan evaluasi pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan Bahasa dan Sastra Indonesia, tingkat keterampilan berbahasa dan berapresiasi sastra dan sikap terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun objek evaluasi dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah (1) Elemen bahasa, meliputi tata bunyi (lisan), ortografi (tulisan), morfologi, sintaksis, kosa kata, makna kata (semantik), keterampilan bahasa, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis; dan (2) Tatanan bahasa, meliputi teori dan sejarah sastra, apresiasi sastra, kritik sastra dan kreasi sastra. Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan dan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Teknik evaluasi adalah cara-cara yang digunakan dalam melaksanakan evaluasi. Teknik evaluasi yang digunakan dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berupa tes dan nontes. Teknik tes dibagi menjadi enam kategori, yaitu (1) menurut pelaksanaannya, yaitu terbagi menjadi tes tulis, tes lisan dan tes perbuatan; (2) menurut objeknya, yaitu dibedakan menjadi materi Bahasa Indonesia (teori bahasa, keterampilan berbahasa, dan pragmatik) dan materi Sastra (teori dan sejarah sastra, apresiasi sastra, kritik sastra dan kreasi sastra); (3) menurut bentuk soalnya, dibedakan menjadi tes objektif dan tes uraian; (4) menurut pembuatnya, yaitu terbagi menjadi tes buatan guru dan tes standar; (5) menurut pelakunya, yaitu tes kelompok dan tes perorangan; (6) menurut jenjang kemampuannya, yaitu dibedakan menjadi jenjang pengetahuan (C1), jenjang pemahaman (C2), jenjang penerepan (C3), jenjang analisis (C4), jenjang sintesis (C5) dan jenjang evaluasi (C6). Teknik nontes digunakan terutama untuk menilai karakteristik siswa dari segi psikomotor dan afektif siswa, misalnya sikap, minat, praktik siswa dalam berbahasa dan berapresiasi sastra Indonesia. Tes ini dapat digunakan untuk menilai aspek kognitif. Tujuan pelaksanaan teknik nontes adalah menilai hasil proses belajar siswa. Pola pelaksanaan teknik

12

nontes ini dapat berupa wawancara, pengamatan (observasi), angket, skala penilaian, analisis bahasa siswa, dan analisis tugas. Jenis Tes dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Tes bertujuan mengukur atau menilai kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai hasil belajar mengajar siswa dalam mengikuti mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Pelaksanaan tes pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dapat dilakukan dengan tes terjemahan, dikte/ menyimak, mengarang/ komposisi/ menulis, tes esai, tes objektif, tes berbicara, dan tes interview. Tes menyimak bertujuan untuk memberikan petunjuk kelemahan/ ketelitian siswa dalam menangkap bahasa lisan dan memberikan petunjuk kesulitan siswa dalam menangkap materi pelajaran yang dilisankan. Tes menyimak dapat disajikan dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut, (1) Menuliskan kata baku yang disimakkan, (2) Menuliskan kata yang mirip bunyi dan berbeda maknanya dalam kalimat, (3) Pemahaman pernyataan atau pertanyaan, dan (4) Pemahaman wacana. Ujian berbicara adalah metode evaluasi sekaligus teknik pengukuran yang utama untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan siswa dalam keterampilan berbicara. Ujian berbicara memadukan sejumlah komponen untuk dijadikan sasaran ujian, yakni (1) Bahasa lisan yang digunakan, meliputi lafal dan intonasi, kosa kata dan pilihan kata, struktur bahasa, dan gaya bahasa dan pragmatik; (2) Isi pembicaraan, meliputi hubungan topik dan pembicaraan dengan isi, struktur isi, kualitas isi dan kuantitas isi; (3) Teknik dan penampilan, meliputi tata cara, gerak-gerik mimik, volume suara. Pelaksanaan ujian berbicara dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu (1) Dari segi jenis berbicara yang digunakan, misalnya wawancara, tanya jawab, diskusi, bermain peran, debat, berpidato; (2) Dari segi kontak pembicara pendengar, yaitu teknik satu arah dan teknik dua/ multi arah; (3) Dari segi kontak pembicara penguji, yaitu teknik langsung dan tidak langsung; (4) Dari segi kesiapan pembicara, yaitu teknik bicara spontan dan dengan persiapan (sambil membaca/ tidak membaca). Tes membaca yang sering digunakan dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu tes kecepatan efektif membaca. Kecepatan efektif membaca adalah kecepatan yang

13

dicapai pembaca berdasarkan rumus banyaknya jumlah kata dibagi panjangnya waktu yang diperlukan dan persentase skor yang diperoleh. Pengukuran atas kecepatan efektif membaca didasarkan pada kecepatan baca dan pemahaman atas isi bacaan. Kecepatan baca diukur dengan banyaknya kata yang dibaca dalam satu menit. Pemahaman isi bacaan ditentukan oleh besarnya persentase kemampuan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan. Tes menulis digunakan untuk mengukur kemampuan menyusun, menghubungkan serta menggunakan bahan yang diperlukan dalam mengarang. Penilaian tes menulis didasarkan pada kriteria sebagai berikut, (1) kualitas dan ruang lingkup gagasan, (2) organisasi dan penyajian isi, (3) gaya nada (penggunaan kata, frase struktur kalimat, dll.), (4) gramatikal (ciri-ciri kata dan tata kalimat), (5) ejaan dan aturan penulisan (tanda-tanda baca), (6) tulisan tangan dan kerapian, dan (7) respon penilai. Bentuk Tes Objektif dan Uraian dalam Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Tes objektif adalah tes yang terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang benar dari alternatif yang tersedia atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan beberapa kata atau sandi. Secara garis besar, tipe soal objektif dibagi menjadi tiga, yaitu (1) Tes objektif memilih, meliputi objektif pilihan dua (Benar Salah, Setuju Tidak Setuju, Ya Tidak), pilihan berganda (pilihan ganda biasa, pilihan ganda analisis kasus, pilihan ganda analisis hubungan antarhal, pilihan asosiasi berganda, menjodohkan membaca diagram/ gambar/ grafik; (2) Tes objektif mengisi, meliputi isian singkat, isian panjang, isian klosur (terdapat dalam wacana), isian membaca gambar/ diagram/ bagan; dan (3) Tes objektif jawaban terbatas, meliputi soal jawaban singkat, membentuk kata yang tepat, membuat kalimat yang tepat, transformasi kalimat, membetulkan kalimat, menyusun kata acak menjadi kalimat sempurna, menyusun kalimat menjadi paragraf, menuliskan kembali dengan ejaan yang tepat. Tes uraian adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan yang menghendaki jawaban berupa uraian yang relatif panjang. Tes uraian menuntut siswa untuk mengingat, menyusun, dan memadukan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam rangkaian kalimat atau pernyataan yang teratur dan terorganisasikan. Jenis tes uraian dibagi menjadi (1) Tes uraian nonobjektif, yaitu tes uraian yang menuntut siswa memberikan

14

jawaban berdasarkan pendapat, pikiran, pandangan pribadi; (2) Tes uraian objektif, yaitu tes uraian yang memiliki sehimpunan jawaban dengan rumusan yang pasti sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif. Perencanaan Ujian Bahasa Tes Bahasa berdasarkan kepentingannya, dibagi menjadi tes bersoal, yang meliputi tes tata bahasa, kosa kata, teknik dan teori keterampilan berbahasa, berbicara terbatas, membaca pemahaman, mengarang objektif dan terjemahan terbatas; serta tes tanpa soal, yang meliputi berbicara ekspresif, membaca nyaring, mengarang kreatif dan terjemahan bebas. Untuk melaksanakan tes pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, guru harus melakukan prosedur sebagai berikut: (1) Perencanaan (merancang tes, menyusun layout, mengelompokkan soal berdasarkan bentuknya, menetapkan skor, dan mereproduksi soal); (2) Pelaksanaan, (3) Penilaian (pemeriksaan, pengolahan hasil tes dari nilai mentah menjadi nilai terjabar); (4) Umpan balik (menentukan ketepercayaan soal, menentukan siswa yang lemah, melakukan remidial teaching). Untuk mendapatkan soal yang baik, sebuah soal harus telah teruji tingkat kesukarannya. Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar terhadap suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu. Indeks tingkat kesukaran ini dinyatakan dalam bentuk proporsi soal. Semakin besar indeks tingkat kesukaran soal, berarti semakin mudah butir soal tersebut. Selain menentukan tingkat kesukaran, soal yang baik juga harus memenuhi daya pembeda butir soal. Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang. Hal lainnya untuk membuat soal yang baik adalah pembuatan kisi-kisi tes, yaitu suatu format atau matriks yang memuat kriteria tentang soal-soal yang diperlukan atau hendak disusun. Kisi-kisi dimaksudkan untuk mengetahui arah dan tujuan setiap soal sebelum dilakukan penulisan soal. Kisi-kisi juga digunakan sebagai panduan atau pedoman dalam penulisan soal. Pengolahan dan Penafsiran Skor Skor adalah hasil tahap pengukuran berupa angka kuantitas yang masih memerlukan pengolahan karena belum berupa hasil final dari suatu tes. Skor, tanpa diolah atau

15

ditafsirkan, maka belum memberikan arti apa-apa mengenai status/ kualitas bagi pemilik skor tersebut. Sedangkan nilai adalah hasil tahap penilaian, yang ditujukan terhadap skor. Nilai berupa hasil final suatu tes, baik dalam bentuk nilai kuantitatif (angka) maupun nilai kualitatif. Untuk mengolah skor menjadi nilai, banyak teknik pengolahan yang dapat dipakai, diantaranya Criterion Referenced Evaluation (CRE) atau Penilaian Acuan Patokan (PAP), Norm Referenced Evaluation (NRE) atau Penilaian Acuan Norma (PAN), Pendekatan Gabungan PAP-PAN, dan Pembandingan Skor Ideal. Pengolahan skor menjadi nilai dengan PAP dilakukan dengan menempuh langkahlangkah berikut : (1) Menggabungkan skor dari berbagai sumber penilaian untuk memperoleh skor akhir, (2) Menghitung skor minimum penguasaan tuntas dengan menerapkan persentase batas minimal penguasaan, (3) Menentukan tabel konversi nilai. Pengolahan skor dengan pendekatan PAN mengharuskan kita menghitung dengan statistik. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah : (1) Menghitung distribusi angka atau rentang, (2) Menentukan kelompok nilai/ kelas interval, (3) Membuat tabel distribusi frekuensi, (4) Mencari rata-rata duga, (5) Menghitung rata-rata hitung, (6) Menghitung deviasi standar, (7) Menyusun tabel konversi PAN, (8) Memasukkan skor akhir siswa menjadi nilai. Pengolahan skor dengan pendekatan PAP-PAN dapat dilakukan dengan, (1) Menetapkan batas lulus, (2) Menerapkan ketentuan kurva normal atas siswa yang lulus, (3) Jika pencapaian siswa terlalu rendah, maka batas lulusnya dapat diturunkan. Sementara pengolahan skor dengan perbandingan skor ideal dilakukan dengan mencari rasio antara skor mentah dengan skor ideal. 3. Komentar Kelebihan Buku : Informasi yang disampaikan dalam buku ini telah tersusun sistematis dan sangat jelas. Penulis selalu memberikan contoh dalam setiap sub-sub materi yang dijelaskan. Selain contoh berupa soal, penulis juga melampirkan form untuk penilaian keaktifan siswa, form observasi, form pembuatan kisi-kisi, form skala

16

penilaian dan lain-lain. Cara penulisan pun telah memenuhi kaidah penulisan bahasa yang baku dan sesuai EYD. Kekurangan Buku : Menurut saya, buku ini tidak memiliki kekurangan yang berarti. Kekurangannya adalah kurikulum yang digunakan masih menggunakan kurikulum CBSA, karena penulisannya dilakukan pada masa pemberlakuan kurikulum ini. Jadi buku ini agak tertinggal untuk diterapkan pada masa penerapan kurikulum KTSP saat ini.

17

Resensi Buku 1. Judul Buku : Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

18

2. Penulis Penerbit Kota Terbitan Tahun Terbitan

: Prof. DR. Henry Guntur Tarigan : Angkasa : Bandung : 1987

Jumlah Halaman : 144 halaman Ringkasan Tinjauan Umum Membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Membaca memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut: (1) memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta, (2) memperoleh ide-ide utama, (3) mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita, (4) menyimpulkan, membaca referensi, (5) mengelompokkan atau mengklasifikasikan, (6) menilai atau mengevaluasi, dan (7) memperbandingkan atau mempertentangkan. Membaca memiliki tiga komponen, yaitu (1) pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, (3) hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna. Secara garis besar, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu sebagai berikut (1) Keterampilan yang bersifat mekanis yang mencakup pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/ grafem, kata, frase, pola, klause, kalimat), pengenalan hubungan/ korespondensi pola ejaan dan bunyi, dan kecepatan membaca bertaraf lambat; (2) Keterampilan yang bersifat pemahaman, mencakup memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), memahami signifikansi atau makna, evaluasi atau penilaian, dan kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan. Membaca dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca dalam hati dibedakan menjadi (1) membaca ekstensif yang meliputi membaca survei, membaca sekilas dan membaca dangkal; (2) membaca intensif yang mencakup membaca telaah isi (meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca

19

kritis, membaca ide-ide) dan membaca telaah bahasa (meliputi membaca bahasa asing dan membaca sastra). Membaca Nyaring Membaca nyaring adalah suatu kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran dan perasaan seorang pengarang. Membaca nyaring yang dilakukan oleh guru merupakan sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan serta minat anak. Sejumlah keterampilan yang harus dimiliki guru pada setiap kelas sekolah dasar adalah sebagai berikut : 1.Tingkat Kelas I, meliputi keterampilan mempergunakan ucapan yang tepat, frase yang tepat, intonasi suara yang wajar agar makna mudah dipahami, bersikap baik, menguasai tanda-tanda baca sederhana. 2.Tingkat Kelas II, meliputi keterampilan membaca dengan terang dan jelas, penuh perasaan, ekspresi, dan tidak terbata-bata. 3.Tingkat Kelas III, meliputi keterampilan membaca dengan ekspresi dan memahami bahan bacaan. 4.Tingkat Kelas IV, meliputi keterampilan memahami bahan bacaan pada tingkat dasar dan kecepatan mata dan suara, yaitu 3 patah dalam satu detik. 5.Tingkat Kelas V, meliputi keterampilan membaca dengan pemahaman dan perasaan, aneka kecepatan membaca nyaring tergantung bahan bacaan dan dapat membaca tanpa terus menerus melihat pada bahan bacaan. 6.Tingkat Kelas VI, meliputi keterampilan membaca nyaring dan penuh ekspresi dan kepercayaan serta menggunakan frase yang tepat.

Membaca Dalam Hati

20

Tujuan utama membaca dalam hati adalah untuk memperoleh informasi. Membaca dalam hati dibagi menjadi membaca ekstensif dan membaca intensif. Membaca ekstensif berarti membaca secara luas. Tujuan membaca ekstensif adalah untuk memahami isi yang penting dengan cepat sehingga terlaksana membaca secara efisien. Membaca efisien meliputi membaca survei, membaca sekilas, dan membaca dangkal. Membaca survei adalah meneliti terlebih dahulu bahan bacaan yang akan ditelaah. Membaca sekilas adalah membaca yang membuat mata bergerak dengan cepat melihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mencari serta mendapatkan informasi dari suatu bahan bacaan. Membaca sekilas memiliki tiga tujuan, yaitu untuk memperoleh kesan umum, menemukan hal tertentu dan menemukan bahan dalam perpustakaan. Membaca dangkal (superficial reading) bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran dan tidak mendalam dari suatu bahan bacaan. Sedangkan membaca intensif adalah studi seksama, telaah teliti dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek (lebih kurang dua sampai empat halaman per hari). Membaca intensif meliputi membaca telaah isi (content study reading) dan membaca telaah bahasa (linguistic study reading). Keterampilan yang dibutuhkan dalam membaca dalam hati adalah sebagai berikut. 1.Tingkat Kelas I, meliputi keterampilan membaca tanpa bersuara, tanpa gerakan bibir dan kepala, serta tanpa berbisik. 2.Tingkat Kelas II, meliputi keterampilan membaca tanpa gerakan bibir atau kepala dan membaca lebih cepat. 3.Tingkat Kelas III, meliputi keterampilan membaca dalam hati tanpa menunjuk dengan jari, tanpa gerakan bibir, memahami dalam hati, dan membaca lebih cepat. 4.Tingkat Kelas IV, meliputi keterampilan memahami bacaan pada tingkat dasar dan kecepatan mata dalam membaca 3 kata per detik. 5.Tingkat Kelas V, meliputi keterampilan membaca lebih cepat, pemahaman yang baik, tanpa gerakan bibir atau kepala atau jari tangan dan menikmati membaca dalam hati. 6.Tingkat Kelas VI, meliputi keterampilan membaca tanpa gerakan-gerakan bibir, tanpa komat-kamit, dapat menyesuaikan kecepatan membaca dengan tingkat kesukaran yang

21

terdapat dalam bahan bacaan dan dapat membaca 180 patah kata dalam satu menit pada bacaan fiksi pada tingkat dasar. Membaca Telaah Isi Menelaah isi sesuatu bacaan menuntut ketelitian, pemahaman, kekritisan berpikir serta keterampilan menangkap ide-ide yang tersirat dalam bahan bacaan. Membaca telaah isi dibagi menjadi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide. Jenis membaca teliti menuntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh. Membaca teliti membutuhkan sejumlah keterampilan, antara lain (1) survei yang cepat untuk memperhatikan/ melihat organisasi dan pendekatan umum; (2) membaca secara seksama dan membaca ulang paragraf-paragraf untuk menemukan kalimat-kalimat judul dan perincian-perincian penting; (3) penemuan hubungan setiap paragraf dengan keseluruhan tulisan atau artikel. Dalam membaca teliti, dibagi menjadi beberapa jenis yaitu (1) membaca paragraf dengan pengertian, yaitu dengan cara mengembangkan paragraf dengan mengemukakan alasan, perincian, contoh, dan perbandingan; (2) membaca pilihan yang lebih panjang, (3) membuat catatan mengenai bacaan dan menandai buku; (4) menelaah tugas dengan cara survey, question, read, recite dan review. Membaca pemahaman bertujuan untuk memahami standar-standar kesusasteraan, resensi kritis, drama tulis dan pola-pola fiksi. Standar-standar kesusasteraan yang bisa diklasifikasikan menjadi puisi atau prosa, fakta atau fiksi, klasik atau modern, subyektif atau obyektif dan eksposisi atau normatif. Resensi kritis membantu untuk mempelajari secara cepat standar-standar karya sastra yang bermutu tinggi. Drama tulis seperti tragedi, komedi , melodrama, dan farce. Sementara pola-pola fiksi. yaitu uraian yang tidak bersifat historis dari uraian yang bersifat historis, dengan penunjukan khusus atau penekanan khusus pada segi sastranya. Membaca kritis adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, dan bukan hanya mencari kesalahan. Membaca kritis menuntut pembaca untuk (1) memahami maksud penulis; (2) memahami organisasi dasar tulisan; (3) menilai penyajian penulis; (4) menerapkan prinsip-prinsip kritis pada bacaan sehari-hari; (5) meningkatkan minat baca, kemampuan baca dan berpikir kritis;

22

(6) mengetahui prinsip-prinsip pemilihan bahan bacaan; dan (7) membaca majalah atau publikasi periodik yang serius. Membaca ide (reading for ideas) adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan. Agar dapat mencari, menemukan, serta mendapatkan keuntungan dari ide-ide yang terkandung dalam bacaan, maka kita harus menjadi pembaca yang baik. Untuk menjadi pembaca yang baik, kita harus tahu mengapa dia membaca, untuk mencari informasi atau menikmati bacaan. Kita juga harus memahami apa yang dibaca, menguasai kecepatan membaca, dan mengenal media cetak. Membaca Telaah Bahasa Membaca telaah bahasa mencakup membaca bahasa asing dan membaca sastra. Membaca bahasa asing bertujuan untuk memperbesar daya kata dan mengembangkan kosa kata kritik. Untuk memperbesar daya kata, kita harus mengetahui ragam-ragam bahasa, mempelajari makna kata dari konteks, bagian-bagian kata, penggunaan kamus, makna-makna varian, idiom, sinonim dan antonim, konotasi dan denotasi dan derivasi. Sementara untuk mengembangkan kosa kata kritik, kita harus memahamai bahasa kritik sastra, memetik makna dari konteks, dan petunjuk-petunjuk konteks. Dalam membaca sastra, kita harus mengenal serta memahami jenis-jenis gaya bahasa, figurative language atau figurative use of words. Gaya bahasa meliputi perbandingan (metafora, kesamaan, analogi), hubungan (metoninia dan sinekdohe), dan taraf pernyataan (hiperbola, litotes, dan ironi). Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat dan tersusun rapi. Kesamaan adalah gaya bahasa yang menegaskan persamaan. Sementara analogi adalah gaya bahasa yang melihat beberapa titik persamaan, bukan hanya satu saja. Sinekdohe memberi nama suatu bagian apabila yang dimaksud adalah keseluruhan. Sedangkan metonimia adalah gaya bahasa umum yang menggambarkan salah satu cara perubahan makna kata. Gaya bahasa hiperbola mengandung pernyataan yang berlebihlebihan. Sedangkan gaya bahasa litotes adalah kebalikan dari hiperbola, yaitu pernyataan yang dikecil-kecilkan. Sementara gaya bahasa ironi mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan bertentangan dengan hal yang sebenarnya.

23

3. Komentar Kelebihan Buku : Penulisan buku ini sudah menggunakan kaidah bahasa yang baku. Materi yang disajikan telah tersusun secara sistematis dan seimbang, yang berarti bahwa tidak ada materi yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. Informasi disampaikan secara ringkas, jelas, padat, tidak bertele-tele serta dilengkapi dengan contoh. Selain itu, penulisnya juga selalu memberikan contoh dalam setiap penjelasan materi. Kekurangan Buku : Menurut saya, buku ini tidak memiliki kekurangan.

24