lingkungan ternak

17
TUGAS ILMU LINGKUNGAN TERNAK PENGARUH IKLIM TROPIK TERHADAP PERTUMBUHAN TERNAK UNGGAS Oleh UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA) SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

Upload: bmaz

Post on 30-Oct-2014

157 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

keadaan ternak

TRANSCRIPT

Page 1: lingkungan ternak

TUGAS

ILMU LINGKUNGAN TERNAK

PENGARUH IKLIM TROPIK TERHADAP PERTUMBUHAN

TERNAK UNGGAS

Oleh

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)

SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

BANJARMASIN

2009

Page 2: lingkungan ternak

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prestasi ayam broiler dapat dicapai berdasarkan dua faktor.

Faktor genetik merupakan bahan dasar ternak hasil dari keturunan

yang baik, serta untuk tumbuh dengan baik memerlukan faktor

lingkungan yang baik pula. Lingkungan menurut Pringgoseputro dan

Srigandono (1990), berarti semua faktor eksternal yang bersifat

biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan,

pertumbuhan, perkandangan dan reproduksi organisme. Cuaca adalah

salah satu faktor lingkungan dimana menurut Brotowijoyo (1987)

merupakan kondisi lingkungan yang tersusun dari temperatur,

presipitasi, tekanan barometer, kelembaban, arah dan kecepatan

angin, awan yang menutupi, dan sebagainya pada waktu dan tempat

tertentu.

Pengaruh lingkungan yang tidak baik pada ternak akan

mengakibatkan perubahan status fisiologis, yang disebut stres atau

cekaman. Stres banyak sekali penyebabnya, salah satunya adalah

lingkungan, yang timbul dari beberapa faktor yalitu teknik peternakan,

iklim atau cuaca, kandang makanan, antimetabolit, tingkah laku

ternak, serta berbagai interaksi seperti : antara makanan dengan

Page 3: lingkungan ternak

lingkungan, antara cuaca dengan lingkungan, dan antara genetik

dengan lingkungan (Sihombing dkk., 2000).

Dikatakan oleh Hort dan Mathur (1989) kendala umum yang

dihadapi oleh ternak khususnya di daerah tropis yaitu stres panas,

yang mengakibatkan pengaruh secara langsung dan tidak langsung.

Pengaruh secara langsung reaksinya melalui stres terhadap

mekanisme pengaturan suhu tubuh, sedang secara tidak langsung

terhadap kualitas pakan pada ayam kemudian menyusul reaksi tubuh

terhadap kemampuan menjaga fungsi-fungsi normal tubuh terutama

dalam hal produksi maupun penampilan produksi (secara individu),

yang dikenal dengan istilah adaptasi produktif (Productive

adaptability). Ayam broiler termasuk ternak yang peka terhadap suhu

lingkungan, menurut Winter dan Fungk (1966) suhu 10 °C – 32 °C

masih ditolerir oleh ayam, sedangkan suhu optimal untuk

pemeliharaan broiler menurut Prince et al (1961), Reece dan Deaton

(1981) yang dikutip Rozany (1982) adalah diantara 15 °C – 27 °C.

Berdasarkan micro climate di Indonesia, suhu rata-rata daerah dataran

rendah berkisar antara 23 °C – 35 °C, dan 20 °C – 30 °C untuk daerah

dataran tinggi (Nasroedin, 1985).

1.2. Masalah

Ayam broiler dapat tumbuh dengan optimal pada temperatur

antara 19 – 21°C, jika ternak tersebut mendapatkan cekaman panas

Page 4: lingkungan ternak

bagaimana cara melepaskan atau mengurangi beban panas yang di

deritanya.

II. PEMBAHASAN MASALAH

2.1. Sistem Pembuangan Panas Pada Ternak

Ternak dalam kehidupannya secara fisik dipengaruhi oleh

lingkungannya baik itu lingkungan fisik, lingkungan biologi dan

lingkungan sosial. Lingkungan fisik yang secara langsung diterima oleh

ternak antara lain, dari tanah, temperatur, sinar matahari, kelembaban

dan juga angin. Ternak untuk mempertahankan diri dari lingkungan

yang mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung, akan

memproduksi panas. Panas tersebut yang diproduksi oleh ternak akan

menggantikan panas yang hilang akibat penyesuaian suhu tubuh

ternak.

Ternak dalam melepaskan panas untuk menyesuaikan dengan

kondisi lingkungannya melalui radiasi, konveksi, konduksi, evaporasi

dan metabolisme. Perpindahan energy yang dikeluarkan ternak pada

lingkungannya sesuai dengan panas yang dihasilkan (Hafez. By. E.S.E,

1968).

2.2. Konduksi

Page 5: lingkungan ternak

Konduksi adalah perpindahan panas dari ternak yang

mempunyai suhu lebih tinggi pada sebuah benda yang suhunya lebih

rendah. Kecepatan dari beberapa konduksi panas dari berbagai

subtansi alam, misalnya konduktivitas panas dari perak adalah 1000 ;

kulit manusia 3,5 – 0,8 (tergantung dari aliran darah); air 1,4 ; kelinci

0,06 ; udara 0,056. Sehingga kecepatan konduksi panas memasuki

kulit adalah sama jumlahnya seperti yang masuk pada perbandingan

dari air, tetapi lebih tinggi 10 – 60 kali dari pada perbandingan pada

penyulingan air (Hafez. By. E.S.E, 1968).

Konduksi terjadi tergantung dari pada 1) kontak fisik dengan

benda atau permukaan sekelilingnya; 2) temperatur dari permukaan

tersebut (tinggi temperatur); 3) konduktivitas ternak, temperatur dan

luas permukaan yang kontak. Misalnya huniditas yang tinggi di musim

dingin akan meningkat rasa dingin, oleh karna itu ditingkatkan

konduktivitasnya melalui perlakuan penutup. Air dingin merupakan

alat pendingin yang efisien dan efektif melalui konduksi. Berbagai

metal mudah mengkonduksi panas, sedangkan udara, minyak, lemak,

bulu, rambut, nilon, sutera, kayu dan wol sukar mengkonduksi panas.

Sebab itu manusia memilih panci penggorengan dari metal (dengan

alat pegangan dari kayu). Panas hilang melalui konduksi, namun dapat

diminimalkan dengan insulasi fur dan pakaian penutup. Sapi dan babi

mendisipasi panas melalui konduksi dengan tidur di lantai yang dingin

(Sihombing dkk, 2000). Panas yang dihasilkan ternak dapat hilang dari

Page 6: lingkungan ternak

tubuh dengan cara kontak lansung dengan permukaan yang lebih

dingin. Sebaliknya ternak juga dapat menambah panas melalui kontak

denga permukaan yang lebih panas. Jumlah energy panas yang dapat

dipindahkan melalui konduksi, tergantung pada perbedaan temperatur

diantara dua tempat, luasnya permukaan yang kontak, dan penutup

dari dua benda yang saling berkontak. Perpindahan panas hingga ke

struktur badan juga melalui proses konduksi. Pemindahan panas dari

ternak ke lantai kandang akan lebih besar jika ternak tiduran dari pada

berdiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan disspasi panas

melalui konveksi diantaranya adalah :

1. luas permukaan tubuh,

2. kecepatan permukaan tubuh,

3. temperatur permukaan tubuh ternak, dan

4. tmperatur sekitar.

Udara dekat ternak biasanya leibh panas dari udara lingkungan

sekitarnya. Menggantikan lapiasan udara yang mengelilingi ternak

dengan udara lingkungan yang dingin akan memindahkan panas dari

ternak melalui konveksi.

Pada udara yang diam, suatu benda yang lebih panas dari udara akan

menyebabkan udara dekat benda tersebut dihangatkan. Karena udara

tersebut lebih panas dari udara sekitar yang juga kurang padat, maka

udara yang panas akan naik, membawa panas dari benda panas tadi

Page 7: lingkungan ternak

dan serentak membawa udara yang lebih dingin di sekeliling benda

tersebut. Konveksi dipertinggi oleh angin, mungkin mendinginkan

ataupun memanaskan ternak, tergantung dari apakah udara tersebut

lebih dingin atau lebih panas dari temperatur permukaan tubuh ternak

(Sihombing dkk, 2000).

Dengan demikian konveksi merupakan mekanisme pemindahan

panas dari satu molekul ke molekul lain dengan kontak fisik (panas

ditranfer ke udara, panasnya udara meningkat, lalu udara membawa

panas tersebut bersamanya). Akibatnya, udara yang datang lebih

dingin menggantikan udara yang lebih panas, atau sebaliknya (Hafez.

By. E.S.E, 1968).

2.3. Evaporasi

Suatu sarana yang palin penting untuk melepaskan panas yang

tinggi adalah melalui evaporasi. Evaporasi dari kulit tergantung pada :

temperatur dan uap lembab kulit, penutup kulit (rambut, Wool, bulu),

humiditas, kecepatan dan temperatur udara sekitar, laju dan volume

respirasi/pernafasan, ketersediaan air untuk dievaporasikan, luas

permukaan tubuh ternak (Sihombing dkk, 2000).

Proporsi banyaknya panas yang hilang oleh evaporasi dapat diubah

oleh pengukuran bulu atau wol. Ternak ungga yang berbulu normal

kehilangan sekitar 50% panasnya oleh evaporasi, sedangkan unggas

berbulu keriting hanya kehilangan 15 – 20% panasnya oleh evaporasi,

Page 8: lingkungan ternak

karena kelilangan panas unggas berbulu keriting lebih banyak melalui

radiasi.

Pada ternak yang tidak berpeluh, sangat sedikit uap air yang

keluar dari kulitnya yaitu hanya uap lembab yang mencapai

permukaan oleh osmosis, atau permeabilitas fisis dan bukan dari

aktivitas kelenjar keringat. Unggas tidak memiliki kelenjar keringat

oleh karena itu pendinginan evaporatif dilakukan dengan mengengah-

engah (panting) yang biasanya dimulai pada temperatur lingkungan

26,7 – 32,2 OC.

Pendinginan evaporatif juga telah terbukti berhasil pada kandang

ayam petelur dengan lingkungan terkontrol. Sewaktu temperetur

lingkungan diluar kandang 37,8OC (100 OF) atau lebih, kemudian

didinginkan dengan menggunakan kipas exhaust untuk menarik udara

melalui permukaan basah (air disirkulasi melalui wol-kayu atau

ekseltor, di dinding samping) sehingga menurunkan temperetur

kandang 10 – 15OF (menjadi 32,2 – 29,4OC) akan meningkatkan jumlah

telur yang dihasilkan (Hafez. By. E.S.E, 1968).

2.4. Radiasi.

Radiasi adalah suatu alat yang sangat penting untuk penghilang

panas dari ternak ke benda yang lebih dingin dan ternak memperoleh

Page 9: lingkungan ternak

panas dari benda yang lebih panas. Energi radiasi tidak memanaskan

udara secara langsung, tetapi secara tidak langsung memanaskan

permukaan padat, seperti tanah, air, bangunan, pepohonan, kabut,

debu, ternak dan sebagainya. Dengan cara ini energi radiasi diubah

menjadi energi termal, yang selanjutnya memanasi udara melalui

konduksi dan konveksi, dan memasuki benda padat melalui pantulan

radiasi (Sihombing dkk, 2000).

Memperoleh atau kehilangan panas yang ditransfer gelombang

sinar infra merah (> 700 mu, milimikron) tergantung bukan hanya

pada temperatur tetapi juga pada warna dan tektur benda (makin

gelap dan makin kasar permukaan benda akan memaksimalkan proses

radiasi).

Faktor yang mempengaruhi kehilangan atau perolehan panas

melalui radiasi adalah :

1. luas permukaan tubuh,

2. temperatur kilit ternak,

3. temperatur udara sekeliling ternak,

4. emisivitas (emissivbity, absorptivity) kulit ternak, yakni

kesanggupan tubuh ternak menyerap dan memancarkan panas.

Page 10: lingkungan ternak

2.5. Pengaruh Iklim Terhadap Pertumbuhan

Efek dari iklim yang panas pada ayam broiler akan

mengakibatkan menurunkan konsumsi pakan, dan meningkatkan

konsumsi air minum untuk mengimbangai dan menyesuaikan suhu

tubuh dengan suhu lingkungan. Dengan menurunnya konsumsi pakan

maka nilai nutrisi yang masuk dalam tubuh juga akan berkurang, yang

selanjutnya pada bobot badan yang dihasilkan juga akan menurun jika

dibandingkan dengan ayam broiler yang dipelihara pada suhu yang

termonetral.

Page 11: lingkungan ternak

Soeharsono, (1976) Dalam penelitiannya menyatakan bahwa

pada fase pertama pengendalian berupa peningkatan produksi panas

atau pengeluaran panas, sedang pada fase kedua bersifat peningkatan

atau pengurangan pemasukan energi. Yang segera tampak dari efek

temperatur lingkungan yang tinggi dalam keseimbangan produksi

panas adalah perubahan temperatur tubuh, sedangkan dalam

pengaturan pemasukan energi ini ialah adanya perubahan konsumsi

ransum. Dalam hal ini naiknya temperatur lingkungan menyebabkan

naiknya temperatur tubuh dan disusul oleh menurunnya konsumsi

ransum yang akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan. Oleh karena

itu konsumsi ransum merupakan kunci pengaruh pola keseimbangan

antara zat-zat makanan dalam ransum di daerah tropik, terutama

imbangan kalori/protein.

Page 12: lingkungan ternak

III. KESIMPULAN

Ayam broiler yang mempunyai suhu pertumbuhan optimal 19 –

21°C, apabila mendapat cekaman suhu panas akan menyesuaikan

dengan konduksi berbaring pada lantai, konveksi dengan

meregangkan sayap untuk memperluas permukaan tubuh, radiasi

dengan memantulkan panas yang diterima melalui bulu-bulunya dan

respirasi dengan terlihat mempercepat pernapasan “panting”.

Page 13: lingkungan ternak

DAFTAR PUSTAKA

Ames, 1995. Tunnel Ventilation to Alleviate Animal Heat Stress. Iowa

State University Extension.

Brotowijoyo, 1987. Parasit Parasitisme. Penerbit PT Penebar Swadaya.

Jakarta.

Hafez. By. E.S.E, 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and

Febiger. Philadelphia.

Horst P. dan Mathur P.K., 1989. Position of local fowl for tropically

oriented breeding activities. In genotip x environtment

interaction in poultry production. Edit, P. Merat, Jony. En-Josas

(France) May 9 – 11. P: 159 – 174.

Nasroedin, 1985. Poultry Hausing in Tropical Climate / Indonesia.

Pringgosaputro S. dan Srigandono B., 1990. Dalam Terjemahan Ekologi

Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 14: lingkungan ternak

Rozany H. R., 1982. Pengaruh minyak kelapa dan minyak kacang tanah

terhadap pertumbuhan ayam pedaging. Tesis, Fakultas Pasca

Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Soeharsono, 1976. Respon broiler terhadap berbagai kondisi

lingkungan. Disertasi pada Universitas Negeri Padjadjaran.

Sihombing. DTH, dkk, 2000. Lingkungan Ternak. Universitas Terbuka.

Jakarta.