limbah padat gresik
DESCRIPTION
tugas besar limbah padatTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah Perancangan Pengelolaan Limbah
Padat Terpadu ini.
Selesainya makalah ini tidak lepas dari bimbingan kedua dosen mata kuliah
Perancangan Pengelolaan Limbah Padat Terpadu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada Dr. Ir. Djoko M Hartono S.E., M.Eng. dan
Ir. Irma Gusniani D. M.Sc selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingan yang
telah diberikan selama ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada asisten penulis, Yuliana Sukarmawati yang telah
meluangkan waktu untuk turut serta membimbing dan memberi masukkan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah
ini. Namun demikian diharapkan makalah ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis
melainkan juga dapat bermanfaat sebagai media yang dapat memperkaya
pengetahuan pembaca.
Depok, Mei 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan 1
1.3 Batasan Penulisan 2
1.4 Rumusan Masalah 2
1.5 Metode Penulisan 2
1.6 Sistematika Penulisan 3
BAB 2 GAMBARAN OBJEK STUDI
2.1 Geografis, Klimatologi, Hidrologi dan Hidrogeologi, Topografi 4
2.2 Tata Guna Lahan 7
2.3 Keadaan/Status Sosial-Ekonomi 8
BAB 3 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
3.1 Aspek Institusi 11
3.2 Aspek Teknis Operasional 13
3.3 Aspek Pembiayaan 24
3.4 Aspek Peraturan 24
3.5 Aspek Peran masyarakat dan Swasta 26
BAB 4 KONSEP PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TERPADU
4.1 daerah dan Periode Pelayanan 28
4.2 Proyeksi Penduduk 29
4.3 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat 37
4.4 Sistim Pengelolaan yang Akan Diterapkan 44
iii
4.5 Alokasi Sumber Daya 57
BAB 5 TEORI TENTANG SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
TERPADU
5.1 Sumber, Jenis, Dan Komposisi Sampah 61
5.2 Karakteristik Limbah Padat 64
5.3 Enam Elemen Fungsional Dalam Pengelolaan Sampah 68
BAB 6 SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TERPADU KOTA
GRESIK
6.1 Aspek Institusi 120
6.2 Aspek Teknis Operasional 121
6.3 Aspek Pembiayaan 145
6.4 Aspek Peraturan 146
6.5 Aspek Peran Serta Masyarakat 147
BAB 7 KESIMPULAN 149
DAFTAR PUSTAKA 150
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah serta aktivitas penduduk dan diikuti dengan
perubahan pola konsumsi masyarakat tentunya akan membuat limbah padat
yang dihasilkan semakin banyak, baik dari sisi volume, jenis, dan
karakteristik yang semakin beragam. Limbah padat tersebut apabila tidak
ditangani dengan baik akan merusak ekosistem karena mengandung zat-zat
berbahaya terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia itu sendiri.
Permasalahan sampah juga dialami Kabupaten Gresik. Pengelolaan
sampah di daerah ini belum sepenuhnya sesuai dengan metode dan teknik
pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu,
Kabupaten ini memerlukan pengelolaan sampah terpadu mulai dari sumber
timbulannya hingga ke pembuangan akhirnya.
Dalam pengelolaan sampah terpadu tersebut ada beberapa aspek yang
harus diperhatikan, yaitu lembaga danperaturan, pembiayaan, teknik dan
operasional, serta peran serta masyarakat yang tinggi dalam mengelola
sampah. Aspek-aspek tersebut apabila dipergunakan secara maksimal dan
bersinergis oleh Kabupaten Gresik akan menciptakan lingkungan yang bersih
dan sehat.
1.2 Maksud danTujuan Penulisan
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk merencanakan sistem
pengelolaan limbah padat terpadu di Kabupaten Gresik mulai dari sumber
timbulan limbah padat hingga ke pemrosesan akhirnya dalam periode
pelayanan 2014-2039. Sedangkan tujuan dari penulisan ini adalah untuk
merencanakan dan menyusun sistem pengelolaan limbah padat terpadu yang
sesuai dengan kriteria perencanaan dan tujuan pengelolaan yaitu untuk
1
menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat Kabupaten
Gresik.
1.3 Batasan Penulisan
Lokasi wilayah studi yang akan di bahas dalam makalah ini hanya
terbatas kedalam 3 kecamatan di Kabupaten Gresik, yaitu: Kecamatan
Kebomas, Kecamatan Gresik, dan Kecamatan Manyar.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sistem
pengelolaan limbah padat terpadu yang mencakup 5 aspek, yaitu lembaga dan
peraturan, pembiayaan, teknik dan operasional, serta peran serta masyarakat,
namun akan lebih mendetail dalam aspek teknis serta operasional untuk
pelayanan daerah Kabupaten Gresik
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dengan studi pustaka dan studi
literatur. Penulis mencari data terkait Kabupaten Gresik melalui situs resmi
Kabupaten Gresik maupun dari dokumen Gresik Dalam Angka serta dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik. Untuk referensi teknis,
penulis mendapatkannya melalui buku-buku ilmiah dan referensi teknis.
2
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan
1.3 Batasan Penulisan
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Metode Penulisan
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 2 GAMBARAN OBJEK STUDI
2.1 Geografis, Klimatologi, Hidrology dan hidrogeologi, Topografi,
2.2 Tata Guna Lahan
2.3 Keadaan/Status Sosial – Ekonomi
BAB 3 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
BAB 4 KONSEP PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN
LIMBAH PADAT TERPADU
4.1 Daerah dan Perioda Pelayanan
4.2 Proyeksi Penduduk
4 3 Timbulan dan Komposisi Limbah Padat
4.4 Sistim Pengelolaan yang Akan Diterapkan
4.5 Alokasi Sumber Daya
BAB 5 TEORI TENTANG SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH
PADAT TERPADU
BAB 6 SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT TERPADU KOTA
GRESIK
BAB 7 KESIMPULAN
3
BAB 2
GAMBARAN OBJEK STUDI
2.1. KEADAANALAM
2.1.1. Keadaan Geografis
Kabupaten Gresik terletak di sebelah Barat Laut dari Ibukota Propinsi
Jawa Timur (Surabaya) memiliki luas 1.191,25 kilometer persegi dengan
panjang pantai ± 140 kilometer persegi. Secara geografis, wilayah Kabupaten
Gresik terletak antara 112o – 113o Bujur Timur dan 7o – 8o Lintang Selatan.
Wilayah nya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 – 12 meter di
atas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai
ketinggian 25 meter di atas permukaan air laut.Secaraa dministrasi
pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa
dan 26 Kelurahan.
Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan
daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian
Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan
Ujung pangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak
berada di Pulau Bawean.Kabupaten Gresik juga berdekatan dengan
kabupaten/kota yang tergabung dalam Gerbang kertasusila, yaitu Gresik,
Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Adapun batas-
batas wilayah Kabupaten Gresik sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Selat Madura
Sebelah Selatan : Kab. Sidoarjo, Kab.Mojokerto, Kota Surabaya
Sebelah Barat : Kab. Lamongan
4
Gambar 2.1.1.1. Peta Wilayah Kabupaten Gresik(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, 2012)
Pada pengerjaan tugas besar ini, tidak semua kecamatan di Kabupaten
Gresik yang akan dilayani pengolahan limbahnya, akan tetapi hanya 3
kecamatan di daerah pesisir pantai saja yaitu Kecamatan Manyar, Kecamatan
Gresik, dan Kecamatan Kebomas. Alasan pemilihan 3 kecamatan ini sebagai
daerah pelayanan didasarkan kepada wilayah Kabupaten Gresik yang
cakupannya sangat luas sehingga tidak memungkinkan untuk melayani
Kabupaten Gresik secara keseluruhan. Alasan kedua adalah karena jika dilihat
dari pesebaran penduduknya, ketiga kecamatan yang dipilih ini memiliki
pesebaran penduduk yang paling merata. Luas Kecamatan Gresik adalah 5.54
km2 dengan persentase daerah pelayanan sebesar 100%, Kecamatan Kebomas
sebesar 30.06 km2 dengan persentase daerah pelayanan 65%, dan Kecamatan
5
Manyar sebesar 95.42 km2 dengan persentase daerah pelayanan 24.2%.
Sehingga luas total daerah pelayanan adalah 48.17064 km2.
Gambar 2.1.1.2. Peta Daerah Pelayanan (Kec. Gresik, Kebomas, Manyar)(Sumber: www.maps.google.co.id)
2.1.2. Topografi
Wilayah Kabupaten Gresik sebagian besar terdiri dari dataran rendah
tandus/gersang. Keadaan tanahnya merupakan tanah bergerak. Dimusim
kemarau, tanah ini sangat keras dan terbelah-belah yang mengakibatkan
tanaman menjadi cepat mati. Pada musim peng hujan belahan tanah cepat
merapat sehingga air hujan sulit untuk menembus kebawah sehingga
menyebabkan air mudah menggenang. Sebagian besar tanah di wilayah
Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial, Grumusol, Mediteran Merah dan
Litosol. Dilihat dari keadaan tanahnya, Kabupaten Gresik merupakan dataran
rendah dengan ketinggian rata-rata 0 sampai 12 meter di atas permukaan air
laut. Sedangkan wilayah yang memiliki permukaan di atas 12 meter sampai
dengan 25 meter sangat sedikit. Berdasarkan karakteristik tinggi tempat dari
permukaan air laut dapat digambarkan sebagai berikut:
6
1. 0 m – 25 m, dominan berada dibagian Tengah dan sebagian di Utara dan
Selatan.
2. 25 m – 50 m, sporadis
3. 50 m – 100 m, sebagian besar di wilayah Kecamatan Kebomas dan
sedikit di sudut Barat Laut dan Barat Daya.
4. 100 m – 500 m, sedikit di sudut Barat Laut
5. 100 m – 1000 m, hanya dibagian Tengah Pulau Bawean
Jika dilihat dari kemiringan tanahnya, maka komposisinya dapat dilihat
sebagai berikut :
1. 0– 2 % : 917.66 Km persegi (91,87 %)
2. 3 – 15 % : 75.54 Km persegi (7,56 %)
3. 16 – 40 % : 3.54 Km persegi (0,35 %)
4. > 40 % : 2.17 Km persegi (0,22 %).
(Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Gresik, 2003 : 3)
2.1.3. Klimatologi
Wilayah Kabupaten Gresik termasuk tropis. Pada musim kemarau
angin berhembus dari arah Timur Laut ke Barat Daya dan pada musim
penghujan dari arah Barat Daya ke Timur Laut. Suhu terpanas dari terik
matahari dialami pada Bulan September sedang kan musim penghujan
berlangsung dari Bulan Desember sampai dengan Bulan Mei. Curah hujan
rata-rata 290 mm/tahun, sedangkan minimum 17 mm/tahun.
2.2. TATA GUNA LAHAN
Berdasarkan Tabel 2.1.4.1 tidak terdapat hutan sebagai syarat daya
dukung lingkungan,akan tetapi hal ini dapat dioptimalkan melalui kemitraan
dengan masyarakat pada penggunaan lahan perkebunan. Selain itu
berdasarkan hasil interpretasi bentuk lahan (Tabel 4-1) pada satelit
penginderaan jauh untuk dilakukan reboisasi terutama pada bentuk lahan.
Perbukitan denudasional terkikis lemah, karst bergelombang tidak
7
berkembang, perbukitan dike, perbukitan karst tidak berkembang, dan
perbukitan lipatan dengan luas 17.145 Ha atau 16,40% dari total luas wilayah.
Dalam jangka panjang area tersebut sebaiknya dijadikan sebagai area lindung
atau area cagar alam untuk mengurangi dan meminimalisir bentuk bencana
yang mungkin terjadi.
Tabel 2.2.1. Tabel PenggunaanLahanKabupaten Gresik
Sumber: website resmi Kab. Gresik (www.gresik.go.id)
2.3. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI
2.3.1. DemografiBerdasarkan hasil sementara Pencacahan Sensus Penduduk 2010
jumlah penduduk Kabupaten Gresik adalah 1.177.201 jiwa, yang terdiri atas
582.746 laki-laki dan 594.455 perempuan. Dari hasil SP 2010 tersebut masih
tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Gresik masih bertumpu di
Wilayah Driyorejo yaitu sebesar 31 persen, kemudian diikuti Wilayah Gresik
25 persen sedangkan wilayah-wilayah yang lain dibawah 20 persen.
Kecamatan Driyorejo dan Menganti adalah dua kecamatan dengan urutan
teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Wilayah Driyorejo yang
masing-masing 120.048 jiwa, 119.556 jiwa. Sedangkan Kecamatan Manyar
dan Kecamatan Kebomasmeru-pakan kecamatan yang paling banyak
penduduknya untuk Wilayah Gresik, yakni sebanyak 112.689 jiwa dan
106.122 jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 1.191,25 kilometer persegi dan
8
didiami oleh 1.177.201 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk
Kabupaten Gresik adalah sebanyak 988 jiwa per kilo meter
persegi.Kecamatan paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah
Kecamatan Gresik yaitu mencapai 13.780 jiwa per kilo meter persegi,
sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Tambak yaitu 311 jiwa perkilo
meter persegi.
Secara umum, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Gresik per
tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000 - 2010 ialah
sebesar 1,60 persen.
Gambar 2.3.1.1 Grafik laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Gresik(Sumber: www.bps.go.id)
9
Dilihat dari laju pertumbuhan 3 kecamatan yang akan dilayani,
Kabupaten Gresik memiliki laju pertumbuhan yang sangat kecil jika
dibandingkan dengan Kecamatan Manyar dan kecamatan Kebomas.
Kecamatan gresik memiliki laju pertumbuhan sebesar -0.54% berdasarkan
hasil sensus penduduk tahun 2010, sedangkan Kecamatan Manyar memiliki
laju pertumbuhan sebesar 3.74%, dan Kecamatan Kebomas sebesar 2.13%.
Berikut ini merupakan tabel perincian jumlah serta kepadatan penduduk
kepadatan tiap kecamatan di Kabupaten Gresik.
Tabel 2.3.1.2 Tabel Kepadatan Penduduk Kabupaten Gresik
Sumber: Gresik dalam Angka 2011
Besarnya volume sampah di Kabupaten Gresik
mengalami peningkatan dari 2043,3 m3/hari menjadi
2233,5m3/harI dari tahun 1998 hingga tahun 2004.
Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah
10
penduduk di Kabupaten Gresik yang lumayan cepat dari
tahun ketahun.
BAB III
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
3.1. ASPEK INSTITUSI
Organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin
yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek
ekonomi, sosial, budaya dan kondisi fisik wilayah kota dan meperhatikan pihak
yang dilayani yaitu masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan organisasi
disesuaikan dengan peraturan pemerintah yang membinanya, pola sistem
operasional yang ditetapkan, kapasitas kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan
fungsi yang harus ditangani (Rahardyan dan Widagdo, 2005).
Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 dikatakan bahwa
dalam pengurangan dan penanganan sampah pemerintah daerah dapat membentuk
lembaga pengelola sampah. Maka dengan memperhatikan pertambahan penduduk
dan perkembangan kota, dibentuklah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Daerah
sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam hal kebersihan dan
persampahan.
Selama ini pelayanan persampahan ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup
Bidang Kebersihan Lingkungan. Pelayananannya meliputi pengumpulan,
pengangkutan dari TPS ke TPA serta pengolahan sampah di TPA.
Berikut adalah skema kelembagaan dalam Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Gresik.
11
Jika berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Persampahan, maka
tingkat pelayanan pengangkutan sampah (eksisting) oleh Bidang Kebersihan
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik sudah cukup baik.
Namun demikian, sampah yang tidak terangkut (± 100 m3 /hari) menjadi
tertumpuk di TPS/kontainer sehingga menyebabkan gangguan estetika dan
menimbulkan bau terhadap lingkungan di sekitarnya. Selain itu, jika melihat
perkembangan dalam hal kependudukan dan aktifitasnya, maka permasalahan
tingkat pelayanan akan dihadapi oleh pengelola pada waktu-waktu mendatang.
Apabila diukur terhadap seluruh daerah di Kabupaten Gresik, maka tingkat
pelayanan saat ini hanya 10 %.
12
Pimpinan: Kepala Dinas
Sub Bagian Tata Usaha : Kepala Sub Bagian
Kepegawaian
Keuangan
Perlengkapan dan Umum
Seksi Perencanaan dan Pengendalian: Kepala
Seksi
Sub seksi Perencanaan Teknis
Sub Seksi Pengendalian dan
Laporan
Seksi Penanggulangan Kebersihan: Kepala
Seksi
Sub seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan
Sub seksi Penanggulangan air
kotor
Seksi Pertamanan: Kepala Seksi
Sub seksi Pembibitan dan Penghijauan
Sub seksi Pembangunan dan
Pemeliharaan
Sub seksi Pemakaman
3.2. ASPEK TEKNIS OPERASIONAL
3.2.1. Daerah pelayanan di Kabupaten Gresik
Wilayah pelayanan kebersihan khususnya bidang persampahan Kota
Gresik meliputi seluruh wilayah di kecamatan perkotaan yang terdiri dari :
Kecamatan Gresik (22 kelurahan/desa)
Kecamatan Kebomas (21 kelurahan/desa)
Kecamatan Manyar (7 desa)
Kecamatan Cerme (3 desa)
Kecamatan Duduk Sampeyan (2 desa)
Kecamatan Driyorejo (2 desa)
Secara umum penanganan kebersihan di Kota Gresik terbagi dalam 4
kegiatan, yakni: pembersihan/penyapuan jalan-jalan umum, pengangkutan
sampah dari TPS ke TPA, pengolahan sampah di TPA dan retribusi kebersihan.
3.2.2. Sumber sampah di Kabupaten Gresik
Secara umum, sumber-sumber sampah di Kabupaten Gresik berasal
dari :
Sampah rumah tangga
Umumnya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan,
perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah
kebun/halaman, dan lain-lain.
Sampah dari pertanian
Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami
dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim
panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia
seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak
mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik
penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi
penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa
didaur ulang.
13
Sampah dari industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan
kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk
(kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk
pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali
beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang
Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung
ini dapat berupa bahan organic maupun anorganik. Sampah organik,
misalnya : kayu, bamboo, triplek. Sampah anorganik, misalnya : semen,
pasir, spesi, batu bata, ubin, besi, baja, kaca, dan kaleng.
Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari
kertas-kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-
onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastic dan sebagainya.
Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan tergantung dari jenis usaha
pertambangan itu sendiri misalnya batu-batuan, tanah cadas, pasir, sisa-sisa
pembakaran, dsb.
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa kotoran-
kotoran ternak, sisa makanan, bangkai binatang, dsb.
Sampah dari perdagangan dan perkantoran
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar
tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus,
kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah
yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta
biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (bolpoint, pensil, spidol, dll),
toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari
laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain.
14
Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah
dan harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
3.2.3. Komposisi dan karakteristik sampah
Komposisi sampah di Kabupaten Gresik diasumsikan tidak terlalu
berbeda jauh dengan komposisi sampah di Kota Surabaya. Berikut ini
merupakan hasil analisa komposisi sampah yang dilakukan dalam kerjasama
Pemrintah Jepang (Kitakyushu) dengan Pemerintah Kota Surabaya dengan
metode sampling point di Kota Surabaya pada tahun 2002.
Tabel 3.2.1. Analisa Komposisi Sampah
Komposisi di atas berubah dari pengukuran yang dilakukan oleh JICA
pada studi tahun 1992. Hasil studi Kitakyushu menunjukkan komposisi kertas
dan plastik meningkat menjadi 30% dari studi tahun 1992 sebesar 20%,
15
sedangkan sampah dapur/ bahan organik menurun menjadi 55.6% dari studi
1992 sebesar 71.85%. Perubahan ini terjadi karena majunya usaha kemasan
dan berubahnya pola/gaya hidup masyarakat.
Dinas kebersihan Kota Surabaya secara lengkap juga masih
menggunakan data pengukuran JICA (1992) untuk komposisi sampah yang
dapat dilihat pada tabel 3.2.1., sedangkan jumlah sampah berdasarkan
sumbernya dapat dilihat pada tabel 3.2.2. sumber sampah saai ini belum
berubah banyak, dimana sampah domestic memang didominasi oleh sampah
timbulan dari aktivitas rumah tangga dan pasar.
Tabel 3.2.2 Komposisi Sampah
Dari komposisi sampah hasil pengukuran Kitakyushu dapat dilihat
bahwa potensi daur ulang sampah dari kertas dan plastic saja mencapai
16
kurang lebih 30%. Jika ini dapat dipilah dari mulai sumber sampah dengan
factor pemilahan 80%, maka sampah yang dikumpulkan ke TPS berpotensi
untuk direduksi sebesar 24%, yang berarti mengurangi jumlah timbulan
sampah sebanyak 2.088 m3/hari, sehingga jumlah timbul sampah yang
diangkut ke TPA Benowo menjadi 6.612 m3/hari.
Tabel 3.2.3. Presentase Jumlah Sampah Berdasarkan Sumber Sampah di KotaSurabaya
Jumlah timbulan sampah yang diangkut ke TPA berjumlah 6.064
m3/hari tidak melebihi kapasitas pengangkutan dari armada pengangkutan
yang sudah ada, sehingga tidak memerlukan penambahan armada
pengangkutan sampah.
3.2.4. Pola Operasi Penanganan Sampah dari Sumber Sampai TPA
Secara umum penanganan kebersihan di Kota Gresik terbagi dalam 4
kegiatan, yakni pembersihan/penyapuan jalan-jalan umum, pengangkutan
17
sampah dari TPS ke TPA, pengolahan sampah di TPA dan retribusi
kebersihan
Pada saat ini pengolaan sampah masih terkonsentrasi di wilayah kota
Gresik, sehingga proses pengelolaan sampah di pedesaaan di luar wilayah
Kota Gresik harus didorong untuk dapat dilaksanakan secara mandiri oleh
masyarakat dan diusahakan dapat memberi manfaat. Dengan karakteristik
sampah yang didominasi oleh sampah organik, maka pengomposan
merupakan sarana alternatif yang dapat dikembangkan. Pengomposan dapat
dilaksanakan di TPS-TPS, terutama di daerah-daerah yang dapat
memanfaatkan hasil pengomposan tersebut, misalanya untuk pertanian.
Komitmen pemerintah dareah untuk melaksanakan pengelolaan
sampah seoptimal mungkin diwujudkan melalui pembangunan TPA Ngipik
dengan menggunakan sistem controlled landfill. Dan sebagai upaya untuk
meminimalkan dampak TPA tersebut, dilaksanakan upaya pemantauan
kualitas lindi dan kualitas udara ambient secara berkala sesuai dengan
ketentuan pada dokumen pengelolaan lingkungan.
Berkaitan dengan telah selesainya pengoperasian TPA Roomo yang
dahulu beroperasi dengan sistem open dumping, pemerintah daerah tetap
berkewajiban untuk memantau lingkungan lokasi TPA dan sekitarnya, serta
melakukan upaya reklamasi sehingga secara estetika dan aspek pengelolaan
lingkungan TPA Roomo tidak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan.
Pengelolaan sampah dengan membangun TPA perlu dilaksanakan
secara terpadu dan bekerja sama dengan daerah potensial sekitar seperti
Surabaya dan Sidoarjo. Dari hasil rekapitulasi data dapat dibuat matriks
kondisi pengelolaan sampah daerah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo sebagai
berikut :
18
Tabel 3.2.4. Matriks Kondisi Pengelolaan Sampah
Berdasarkan data laporan periodik, penanganan persampahan tahun
2008, jumlah sampah terangkut ke TPA sebanyak 655 m3/hari atau 86,75%
dari total timbulan sampah pada daerah layanan sebesar 755,03 m3/hari. Jika
berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Persampahan, maka tingkat
pelayanan pengangkutan sampah (eksisting) oleh Bidang Kebersihan
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik sudah cukup baik.
Namun demikian, sampah yang tidak terangkut ( + 100 m3/hari) menjadi
tertumpuk di TPS/kontainer sehingga menyebabkan gangguan estetika dan
menimbulkan bau terhadap lingkungan di sekitarnya. Selain itu, jika melihat
perkembangan dalam hal kependudukan dan aktifitasnya, maka permasalahan
tingkat pelayanan akan dihadapi oleh pengelola pada waktu-waktu
mendatang.
Apabila diukur terhadap seluruh daerah di Kabupaten Gresik, maka
tingkat pelayanan saat ini hanya + 10 %. Tuntutan akan perluasan coverage
area kian waktu semakin besar, sebagai contoh pada tahun 2007 area daerah
layanan meliputi 4 kecamatan, tetapi pada tahun 2008 sudah melingkupi 6
kecamatan.
3.2.5. Sarana/prasarana Persampahan yang Ada di Kabupaten Gresik
Berdasarkan kondisi eksisting, Kabupaten Gresik memiliki + 50 TPS
yang tersebar diseluruh kabupaten, serta 2 TPA yaitu TPA Ngipik yang
19
sampahnya berasal dari + 37 Depo serta TPA Roomo. Tempat pembuangan
akhir sampah (TPA) Ngipik merupakan salah satu aset daerah Kabupaten
Gresik di bidang lingkungan hidup yang mulai beroperasi sejak Maret 2003.
Luas lahan TPA Ngipik adalah 6 hektar dengan umur rencana masa pakai 10
tahun. Berikut ini merupakan tabel yang berisi data TPA dan TPS yang ada di
kabupaten Gresik pada tahun 2009.
Tabel 3.2.5. TPA dan TPS di Kabupaten Gresik
NO NAMA TPS/ LOKASI
JUMLAH JUMLAH CONTAINER LUAS
TPA TPSKAPASITAS 6 M3
KAPASITAS 1,5 M3
(Ha)
I. KECAMATAN GRESIK1 TPA Kelurahan Ngipik 1
KECAMATAN GRESIK1 TPS Desa Kramatinggil 1 22 TPS Desa Sidorukun 1 13 TPS Desa Sidorukun 1 14 TPS Desa Pulopancikan 1 25 TPS Kelurahan Sidokumpul 1 26 TPS Kelurahan Bedilan 1 27 TPS Kelurahan Bedilan 1 18 TPS Kelurahan Kebungson 1 19 TPS pasar Kota Gresik 1 1
10 TPS Kelurahan Lumpur 2 211 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 112 TPS Kelurahan Terate 1 113 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 214 TPS Rusunawa 1 115 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 1 (dump truck)16 TPS Jl. Usman Sadar17 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 118 TPS Pasar Baru Gresik 1 1
20
19 TPS Jl. Arief Rahman Hakim 1JUMLAH 20 24
II. KECAMATAN KEBOMAS1 TPS Desa Segoromadu 1 12 TPS Desa Singosari 1 13 TPS Desa Singosari (Jegong) 1 14 TPS Desa Indro 1 15 TPS desa Karang Kiring 1 16 TPS desa Kawisanyar 1 17 TPS desa Kebomas 1 18 TPS Desa Randu Agung RW II 1 19 TPS desa Randu Agung RW IV 1 1
10TPS Komplek Perum Kemabangan
2 2
11 TPS JL. DR. Wahidin SH 1 112 TPS Desa Randu Agung RW VI 1 113 TPS RSU Bunder 1 1
NO NAMA TPS/ LOKASI
JUMLAH JUMLAH CONTAINER LUAS
TPA TPSKAPASITAS 6 M3
KAPASITAS 1,5 M3
(Ha)
14 TPS Kantor Pemkab Gresik 1 115 TPS Terminal Bunder 1 116 TPS desa Randu Agung 1 117 TPS Rusunawa 1 118 TPS Puskesmas Gending 1 1
JUMLAH 19 18 1III. KECAMATAN MANYAR
1 TPS Desa Yosowilangun 2 22 TPS Perum Dinari 1 23 TPS Desa Suci 1 14 TPS Desa Dahanrejo 1 15 TPS Komplek Permata Suci 1 16 TPS Desa Manyarejo 1 17 TPS Desa Pongangan 1 18 TPS Jl.Roomo Meduran 1 1 1
JUMLAH 9 9 1IV. KECAMATAN CERME
TPS Komplek Perumahan 1 1TPS desa Banjar Sari 1 1TPS desa ngabetan 1 1TPS Jl. Raya Pasar Cerme 1 1JUMLAH 4 4
V.KECAMATAN DUDUK SAMPEYAN
1 TPS Jl. Rata Ambeng- 1 1
21
ambeng watang rejo
2TPS Jl. Raya Pasar Duduk Sampeyan
1 1
JUMLAH 2 2
VI.KECAMATAN DRIYOREJO
2 2
JUMLAH 2 2
Sumber:Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik
3.2.6. Kondisi pengumpulan
Frekuensi Pengumpulan :
Pengumpulan yang dilakukan oleh petugas kebersihan di Kabupaten
Gresik dilakukan sebanyak 3 hari sekali.
Jumlah Petugas dan alat pengumpul :
Pengangkutan sampah yang ada di Kabupaten Gresik dilakukan sesuai
dengan luas jalan pada wilayah yang akan dilayani. Pengangkutan pada
daerah pemukiman dilakukan gerobak atau pick up. Sedangkan untuk daerah
dengan jalan yang lebih besar digunakan truk pengangkut sampah. Jumlah
petugas pengumpul sampah di Kabupaten Gresik sebanyak 193 orang.
Daerah yang Dilayani :
1. Daerah permukiman, taman, dan jalan
Pengumpulan sampah di daerah pemukiman dilakukan dengan alat
angkut Dump Truck, Arm Roll Truck dan alat pengumpul berupa gerobak
sampah. Sedangkan untuk jalan protokol pengumpulan sampahdilakukan
dengan menggunakan alat angkut Dump Truck.
2. Sarana Umum
22
Pengelolaan dan pengankutan sampah pada sarana umum dilayani
dengan menggunakan alat angkut Dump Truck dan arm roll truck.
3. Kapasitas atau Volume :
Berdasarkan data laporan periodik, penanganan persampahan tahun
2008, jumlah sampah terangkut ke TPA sebanyak 655 m3/hari atau 86,75%
dari total timbulan sampah pada daerah layanan sebesar 755,03 m3/hari.
3.2.7. Pembuangan akhir
Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) yang tersedia (eksisting) di
kabupaten Gresik adalah TPA Roomo dan TPA Ngipik. TPA Ngipik
merupakan salah satu aset daerah Kabupaten Gresik di bidang lingkungan
hidup yang mulai beroperasi sejak Maret 2003. TPA Ngipik saat ini berada
dalam tahap operasional dan pemeliharaan. Luas lahan TPA Ngipik adalah 6
hektar dengan umur rencana masa pakai 10 tahun. Setelah + 7 tahun
beroperasi luas lahan yang terpakai sekitar 80 % dengan tinggi timbunan 4 m.
Secara teori metode penimbunan yang diterapkan di TPA Ngipik adalah
sanitary landfill dimana penutupan sampah dengan tanah yang dilakukan oleh
alat berat seharusnya dilakukan setiap hari.
Laju timbulan sampah relatif besar yaitu 425 m3/hari yang dilayani
oleh 6 armroll dan 2 unit dumptruk. Pengelolaan sampah saat ini dilakukan
dengan sistem controledlandfill dan penimbunan tumpukan sampah dilakukan
secara terbatas diakibatkan lahan penutup tidak tersedia di LPA. Adanya
limbah pabrik pembuatan panel (Jayaboard) yang mengandung campuran
gipsum dan kapur sangat menolong pihak DKP untuk penutupan sel sampah.
Melihat lahan yang tersedia saat ini untuk penimbunan sampah sudah
tidak tersedia, sebaiknya Pemda segera menyediakan lahan pengganti TPA
dan segera menutup lahan bekas TPA dan melakukan penghijauan. Timbulan
sampah dapat juga dikurangi dengan cara mengaktifkan pembuatan kompos di
lokasi bekas TPA yang dapat memberikan nilai ekonomis berupa pupuk untuk
taman kota dan pertanian di sekitar kota Gresik bahkan ke kota terdekat yang
membutuhkannya.
23
Pelayanan persampahan oleh Bidang Kebersihan Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik yang melibatkan peranan sarana
kendaraan adalah berupa kendaraan pengangkut sampah dari TPS ke TPA dan
kendaraan pengolahan sampah di TPA. Saat ini kendaraan pengangkut
meliputi 16 unit dengan berbagai kondisi, yakni 10 unit armroll truck
kapasitas 6 m3, 2 unit dump truck kapasitas 8 m3, 1 unit armroll pick up
kapasitas 1,5 m3 dan 3 unit pick up. Sedangkan kendaraan operasional TPA
berjumlah 5 unit dalam berbagai kondisi, yakni 2 unit bulldozer, 1 unit
backhoeloader dan 1 unit dump truck.
Pengoperasian kendaraan pengangkut dan pengolah sampah
merupakan salah satu elemen penting di dalam proses pengelolaan sampah.
Pengelolaan kendaraan operasional sampah yang tidak efisien dan efektif
dapat menimbulkan beragam permasalahan antara lain berkurangnya fungsi
dan tingkat pelayanan asset kendaraan, menumpuknya timbulan sampah di
beberapa TPS, permasalahan sosial dan lingkungan yang lain serta akan
menambah biaya operasi kendaraan. Secara teoritis, ketersediaan sarana
kendaraan operasional yang handal senantiasa menjadi ujung tombak
pelayanan oleh setiap institusi pengelola persampahan. Di tengah tuntutan
terhadap peningkatan pelayanannya, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Gresik khususnya Bidang Kebersihan Lingkungan memiliki tantangan yang
serius dalam mengelola (merencanakan, melaksanakan atau menghapus) asset
kendaraan operasional sampahnya. Hal ini dikarenakan sebagian unit yang
dioperasikan sudah tidak layak padahal tidak ada unit cadangan lagi, sehingga
apabila salah satu atau lebih dari unit kendaraan tersebut rusak dan tidak bias
beroperasi, maka sudah jelas akan mengganggu pelayanan /pengambilan
sampah dari lokasi TPS dan juga penimbunan sampah di TPA.
3.3. ASPEK PEMBIAYAAN
Sumber pembiayaan utama pengelolaan sampah di Kabupaten Gresik adalah
dari subsidi Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah, dan juga retribusi
24
kebersihan dari masyarakat yang nilainya masih sangat kecil dari total pembiayaan
pengelolaan sampah. Total biaya pengelolaan bidang persampahan di area
pelayanan Kabupaten Gresik adalah sebesarRp 5.478.640.800,00 (BLH Kab.
Gresik,2009).
3.4. ASPEK PERATURAN
Manajemen persampahan kabupaten Gresik berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik No. 9 Tahun 2010 mengenai Pengelolaan Sampah. Kegiatan
penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi:
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu.
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari
tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah.
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan
cara memisahkan jumlah dan jenis sampah rumah tangga yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun dengan sampah yang tidak mengandung bahan berbahaya
atau beracun untuk kemudian memisahkan sampah yang tidak mengandung bahan
berbahaya atau beracun menjadi sampah kering dan sampah basah.
Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan dengan
alat angkut khusus yang disertai dengan dokumen pengangkutan sampah 14.
Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan dengan cara
25
penimbunan (sanitary landfill), insenerasi dan/atau cara lain yang sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan teknologi. Berdasarkan pasal 29 Setiap orang
dilarang:
a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir; dan/atau
g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan
sampah.
Spesifikasi lain tercantum pada pasal 23 :
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3.5. ASPEK PERAN MASYARAKAT DAN SWASTA
Pengelolaan sampah harus memperhatikan aspek sosial serta pemberdayaan
masyarakat selaku subjek utama. Saat ini pertisipasi masyarakat di bidang
persampahan masih rendah. Masih banyak kebiasaan buruk yang ada pada
masyarakat. Untuk dapat memberdayakan masyarakat secara optimal, yang perlu
diperhatikan adalah bentuk dan pola komunikasi serta sosialisasi. Kegiatan ini
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab
masyarakat terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi. Kemudian mendorong
terjadinya kesepakatan-kesepakatan dan kerjasama antar elemen masyarakat untuk
mengatasi persoalan mereka sendiri.
26
Pemberdayaan masyarakat harus meliputi dua factor, yaitu kuantitas dan
kualitas. Kuantitas berkaitan dengan jumlah masyarakat yang harus diberdayakan
sedangkan kualitas menyangkut mutu sumber daya tersebut yang meliputi
kemampuan, baik fisik maupun non fisik. Hal-hal yang mungkin dapat dilakukan
untuk memberdayakan masyarakat adalah :
Masyarakat yang menentukan kebutuhan bagi mereka sendiri
Meningkatkan pendidikan dan kesehatan masyarakat
Pemerintah hanya sebagai fasilitator dan mediator
Mengembangkan potensi yang telah dimiliki oleh masyarakat dari potensi
daerahnya
Mengembangkan jaringan usaha yang berhubungan dengan kekuatan sector
informal di wilayah tersebut.
Pemerintah daerah yang belum dapat menangani sampah seluruh Kabupaten
Gresik dapat diminimalisasi dengan melibatkan masyarakat, misalnya dengan
pengelolaan sampah di sumber seperti reduce, reuse, dan recycle.
Permasalahan penanganan sampah, disebabkan karena ketidak seimbangan
antara jumlah sampah yang ditimbulkan dengan pelayanan penanganan yang dapat
diberikan. Pelayanan pemerintah daerah belum dapat menangani sampah
seluruhnya. Keterbatasan sarana menyebabkan hanya sebagian sampah yang
terangkut ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) sampah. Oleh karena itu
pelaksanaan pengelolaan sampah harus melibatkan masyarakat karena sebagai
penghasil utama sampah, masyarakat juga harus merasakan dampak negatif jika
sampah tidak tertangani.
Di Kabupaten Gresik, masyarakat sudah turut membantu dalam hal mengatasi
keterbatasan dana pengelolaan limbah padat dengan retribusi yaitu pembayaran
atas pelayanan persampahan/kebersihan. Meskipun demikian, tarif yang dikenakan
kepada masyarakat masih sangat kecil dari total pembiayaan pengelolaan sampah.
Oleh karenanya, tarif retribusi yang dikenakan kepada masyarakat dapat dinaikkan
namun tetap dalam batas kemampuannya dan juga berkeadilan.
27
Pemerintah daerah Kabupayen Gresik harus bekerjasama dengan masyarakat
untuk bersama-sama mengelola sampah sedini mungkin dari sumbernya, terutama
di daerah-daerah yang tidak termasuk dalam wilayah pelayanan pengelolaan
sampah oleh pemerintah. Pada saat ini pengolaan sampah masih terkonsentrasi di
wilayah kota Gresik, sehingga proses pengelolaan sampah di pedesaaan di luar
wilayah Kota Gresik harus didorong untuk dapat dilaksanakan secara mandiri oleh
masyarakat dan diusahakan dapat memberi manfaat. Dengan karakteristik sampah
yang didominasi oleh sampah organik, maka pengomposan merupakan sarana
alternatif yang dapat dikembangkan. Pengomposan dapat dilaksanakan di TPS-
TPS, terutama di daerah-daerah yang dapat memanfaatkan hasil pengomposan
tersebut, misalanya untuk pertanian.
BAB 4
KONSEP PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH
PADAT TERPADU
4.1. DAERAH DAN PERIODE PELAYANAN
28
Gambar 4.1.1. Peta Wilayah Pelayanan di Kabupaten Gresik
(Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, 2012)
4.2. PROYEKSI PENDUDUK GRESIK
Proyeksi penduduk (population projections) merupakan perhitungan
jumlah penduduk (menurut komposisis umur dan jenis kelmain) di masa yang
akan datang berdasarkan asumsi arah perkembangan fertilitas, mortalitas dan
29
migrasi (BPS). Ada beberapa cara untuk memproyeksikan jumlah penduduk
masa yang akan datang antara lain:
1. Metode Matematik, ada 2 cara, yaitu:
• Linear Rate of Growth, ada 2 cara yaitu:
a. Arithmathic Rate of Growth: Pt= P0(1+rt).
b. Geometric Rate of Growth: Pt=P0 (1+r)t.
• Eksponential Rate of Growth:
Pn= P0 ern
Dimana :
P0: jumlah penduduk pada tahun awal
Pn: jumlah penduduk pada tahun ke-n
r :tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun awal ke tahun ke-n.
n : banyak perubahan tahun.
2. Metode Komponen
Metode ini sering digunakan dalam penghitunag proyeksi penduduk.
Metode ini melakukan tiap komponen penduduk secara terpisah dan untuk
mendapat proyeksi jumlah penduduk total, hasil proyeksi tiap komponen
digabungkan. Metode ini membutuhkan data-data sebagai berikut:
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang telah
dilakukan perapihan (smothing).
Pola mortalitas menurut umur.
Pola fertilitas menurut umur.
Rasio jenis kelamin saat lahir.
Proporsi migrasi menurut umur.
Berikut merupakan perhitungan penduduk Gresik dengan menggunakan
metode aritmatika, geometri dan eksponensial.
Tabel 4.2.1. Data Penduduk Gresik dan Nilai Ka Rata-rata (Sumber: Data
Gresik Dalam Angka yang telah diolah kembali)
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan Manyar
TahunJumlah
PendudukKa tahun
jumlah penduduk
Ka tahunjumlah
pendudukKa
30
2007 87404 2007 86970 2007 926812008 91411 4007 2008 93255 6285 2008 84378 -83032009 93042 1631 2009 89970 -3285 2009 100698 163202010 95428 2386 2010 91146 1176 2010 102364 1666
rata2 8024/3 rata2 1392 rata2 9683/3
Tabel 4.2.2. Proyeksi Penduduk Gresik dengan Metode Aritmatika
Proyeksi Penduduk Gresik dengan Metode Aritmatika
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan Manyar
Tahun Tf-T0 PfPenduduk Dilayani
Tahun Tf-T0 Pf Tahun Tf-T0 PfPenduduk Dilayani
2014 4 106127 48500 2014 4 96714 2014 4 115275 121272015 5 108801 49722 2015 5 98106 2015 5 118502 124662016 6 111476 50945 2016 6 99498 2016 6 121730 128062017 7 114151 52167 2017 7 100890 2017 7 124958 131462018 8 116825 53389 2018 8 102282 2018 8 128185 134852019 9 119500 54612 2019 9 103674 2019 9 131413 138252020 10 122175 55834 2020 10 105066 2020 10 134641 141642021 11 124849 57056 2021 11 106458 2021 11 137868 145042022 12 127524 58278 2022 12 107850 2022 12 141096 148432023 13 130199 59501 2023 13 109242 2023 13 144324 151832024 14 132873 60723 2024 14 110634 2024 14 147551 155222025 15 135548 61945 2025 15 112026 2025 15 150779 158622026 16 138223 63168 2026 16 113418 2026 16 154007 162022027 17 140897 64390 2027 17 114810 2027 17 157234 165412028 18 143572 65612 2028 18 116202 2028 18 160462 168812029 19 146247 66835 2029 19 117594 2029 19 163690 172202030 20 148921 68057 2030 20 118986 2030 20 166917 175602031 21 151596 69279 2031 21 120378 2031 21 170145 178992032 22 154271 70502 2032 22 121770 2032 22 173373 182392033 23 156945 71724 2033 23 123162 2033 23 176600 185782034 24 159620 72946 2034 24 124554 2034 24 179828 189182035 25 162295 74169 2035 25 125946 2035 25 183056 192572036 26 164969 75391 2036 26 127338 2036 26 186283 195972037 27 167644 76613 2037 27 128730 2037 27 189511 199372038 28 170319 77836 2038 28 130122 2038 28 192739 202762039 29 172993 79058 2039 29 131514 2039 29 195966 20616
Luas 30,06 km Luas 5,54 km Luas 95,42Kepadatan/km 5755 Kepadatan/km 23738,99 Kepadatan/km 2054
31
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
50000
100000
150000
200000
R² = 1
Penduduk Kec Kebomas 2014-2039 Metode Aritmatika
waktu (tahun)jum
lah
pend
uduk
(jiw
a)
Grafik 4.2.1. Proyeksi Penduduk Kec. Kebomas dengan Metode Aritmatika
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
50000
100000
150000R² = 1
Penduduk Kec Gresik 2014-2039 Metode Aritmatika
waktu (tahun)
Jum
lah
Pe
nd
ud
uk
(jiw
a)
Grafik 4.2.2. Proyeksi Penduduk Kec. Gresik dengan Metode Aritmatika
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
50000100000150000200000250000
R² = 1
Penduduk Kec Manyar 2014-2039 Metode Aritmatika
waktu (tahun)
jum
lah
pe
nd
ud
uk
(jiw
a)
Grafik 4.2.3. Proyeksi Penduduk Kec. Manyar dengan Metode Aritmatika
32
Tabel 4.2.3. Data Penduduk Gresik dan Nilai r Rata-rata (Sumber: Data Gresik
Dalam Angka yang telah diolah kembali)
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan Manyar
TahunJumlah
Pendudukr Tahun
Jumlah Penduduk
r TahunJumlah
Pendudukr
2007 87404 2007 86970 2007 926812008 91411 0,045844584 2008 93255 0,072266299 2008 84378 -0,089586862009 93042 0,017842492 2009 89970 -0,03522599 2009 100698 0,1934153452010 95428 0,025644333 2010 91146 0,013071024 2010 102364 0,016544519
rata2 0,029777136 rata2 0,016703776 rata2 0,040124334
Tabel 4.2.4. Proyeksi Penduduk Gresik dengan Metode Geometrik
Proyeksi Penduduk Gresik dengan Metode GeometrikKecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan Manyar
Tahun n Pt Tahun n Pt Tahun n Pt2014 4 107312,1268 2014 4 97390,22298 2014 4 119808,67792015 5 110507,5745 2015 5 99017,00745 2015 5 124615,92142016 6 113798,1736 2016 6 100670,9654 2016 6 129616,05222017 7 117186,7573 2017 7 102352,5506 2017 7 134816,812018 8 120676,2433 2018 8 104062,2247 2018 8 140226,24472019 9 124269,6362 2019 9 105800,4568 2019 9 145852,72942020 10 127970,0301 2020 10 107567,7239 2020 10 151704,9732021 11 131780,6111 2021 11 109364,5111 2021 11 157792,0342022 12 135704,6603 2022 12 111191,3114 2022 12 164123,33432023 13 139745,5564 2023 13 113048,6261 2023 13 170708,67382024 14 143906,7788 2024 14 114936,9651 2024 14 177558,24562025 15 148191,9105 2025 15 116856,8464 2025 15 184682,6522026 16 152604,6412 2026 16 118808,797 2026 16 192092,92042027 17 157148,7704 2027 17 120793,3525 2027 17 199800,52092028 18 161828,2107 2028 18 122811,0576 2028 18 207817,38372029 19 166646,9913 2029 19 124862,466 2029 19 216155,91782030 20 171609,2614 2030 20 126948,1407 2030 20 224829,032031 21 176719,2938 2031 21 129068,654 2031 21 233850,14512032 22 181981,4882 2032 22 131224,5879 2032 22 243233,22652033 23 187400,3757 2033 23 133416,534 2033 23 252992,79772034 24 192980,6222 2034 24 135645,0939 2034 24 263143,96522035 25 198727,0324 2035 25 137910,8791 2035 25 273702,44162036 26 204644,5543 2036 26 140214,5116 2036 26 284684,56972037 27 210738,283 2037 27 142556,6234 2037 27 296107,34852038 28 217013,4655 2038 28 144937,8573 2038 28 307988,45862039 29 223475,505 2039 29 147358,8668 2039 29 320346,2904
33
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
50000100000150000200000250000
f(x) = 4610.19639861405 x − 9183925.74970509R² = 0.990489063789665
Proyeksi Penduduk Kec.Kebomas 2014-2039 Metode Geometri
Tahun
Pt
Grafik 4.2.4. Proyeksi Penduduk Kec. Kebomas dengan Metode Geometri
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
50000
100000
150000
200000
f(x) = 1993.72005208163 x − 3919549.96118354R² = 0.996939974083589
Proyeksi Penduduk Kec.Gresik 2014-2039 Metode Geometri
Tahun
Pt
Grafik 4.2.5. Proyeksi Penduduk Kec. Gresik dengan Metode Geometri
2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450
100000200000300000400000
f(x) = 7909.86529853524 x − 15824793.8980862R² = 0.983087963883196
Proyeksi Penduduk Kec.Manyar 2014-2039 Metode Geometri
Tahun
Pt
Grafik 4.2.6. Proyeksi Penduduk Kec. Manyar dengan Metode Geometri
34
Tabel 4.2.5. Data Penduduk Gresik (Sumber: Data Gresik Dalam Angka)
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan ManyarTahun Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk2007 87404 2007 86970 2007 926812008 91411 2008 93255 2008 843782009 93042 2009 89970 2009 1006982010 95428 2010 91146 2010 102364
Tabel 4.2.6. Proyeksi Penduduk Gresik dengan Metode Eksponensial
Tahun
Kecamatan Kebomas Kecamatan Gresik Kecamatan Manyar
Jumlah Penduduk
% Luas Yang
Dilayani
Jumlah Pendudu
k Terlayani
Jumlah Pendudu
k
% Luas Yang
Dilayani
Jumlah Pendudu
k Terlayani
Jumlah Pendudu
k
% Luas Yang
Dilayani
Jumlah Pendudu
k Terlayani
2011 97482,42 0,46 44549,46 90655,14 1,00 90655,14 106264,90 0,11 11179,07
2012 99581,06 0,46 45508,55 90166,92 1,00 90166,92 110314,46 0,11 11605,082013 101724,89 0,46 46488,27 89681,33 1,00 89681,33 114518,34 0,11 12047,332014 103914,87 0,46 47489,09 89198,36 1,00 89198,36 118882,43 0,11 12506,432015 106151,99 0,46 48511,46 88717,99 1,00 88717,99 123412,82 0,11 12983,032016 108437,28 0,46 49555,84 88240,20 1,00 88240,20 128115,85 0,11 13477,792017 110771,77 0,46 50622,70 87764,99 1,00 87764,99 132998,11 0,11 13991,402018 113156,51 0,46 51712,53 87292,33 1,00 87292,33 138066,42 0,11 14524,592019 115592,60 0,46 52825,82 86822,23 1,00 86822,23 143327,88 0,11 15078,092020 118081,13 0,46 53963,07 86354,65 1,00 86354,65 148789,84 0,11 15652,692021 120623,23 0,46 55124,82 85889,59 1,00 85889,59 154459,95 0,11 16249,192022 123220,06 0,46 56311,57 85427,04 1,00 85427,04 160346,13 0,11 16868,412023 125872,80 0,46 57523,87 84966,98 1,00 84966,98 166456,62 0,11 17511,242024 128582,64 0,46 58762,27 84509,39 1,00 84509,39 172799,98 0,11 18178,562025 131350,83 0,46 60027,33 84054,27 1,00 84054,27 179385,07 0,11 18871,312026 134178,61 0,46 61319,62 83601,60 1,00 83601,60 186221,10 0,11 19590,462027 137067,27 0,46 62639,74 83151,37 1,00 83151,37 193317,64 0,11 20337,022028 140018,11 0,46 63988,28 82703,56 1,00 82703,56 200684,62 0,11 21112,022029 143032,48 0,46 65365,85 82258,17 1,00 82258,17 208332,34 0,11 21916,562030 146111,75 0,46 66773,07 81815,17 1,00 81815,17 216271,50 0,11 22751,762031 149257,31 0,46 68210,59 81374,56 1,00 81374,56 224513,21 0,11 23618,792032 152470,59 0,46 69679,06 80936,32 1,00 80936,32 233069,00 0,11 24518,862033 155753,04 0,46 71179,14 80500,44 1,00 80500,44 241950,83 0,11 25453,232034 159106,17 0,46 72711,52 80066,91 1,00 80066,91 251171,13 0,11 26423,202035 162531,48 0,46 74276,88 79635,72 1,00 79635,72 260742,79 0,11 27430,142036 166030,53 0,46 75875,95 79206,84 1,00 79206,84 270679,22 0,11 28475,452037 169604,91 0,46 77509,44 78780,28 1,00 78780,28 280994,31 0,11 29560,602038 173256,24 0,46 79178,10 78356,01 1,00 78356,01 291702,48 0,11 30687,102039 176986,17 0,46 80882,68 77934,03 1,00 77934,03 302818,72 0,11 31856,53
35
2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450.00
20000.00
40000.00
60000.00
80000.00
100000.00
f(x) = 1290.78488010196 x − 2552854.32827495R² = 0.993728087344904
Proyeksi Penduduk Kec.Kebomas 2014-2039 Metode Eksponensial
Tahun
Pend
uduk
Ter
laya
ni
Grafik 4.2.7. Proyeksi Penduduk Kec. Kebomas dengan Metode Eksponensial
2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 20450.00
10000.00
20000.00
30000.00
40000.00
f(x) = 726.702926293068 x − 1451764.60055063R² = 0.98101917927353
Proyeksi Penduduk Kec.Manyar 2014-2039 Metode Eksponensial
Tahun
Pend
uduk
Ter
kaya
ni
Grafik 4.2.8. Proyeksi Penduduk Kec. Manyar dengan Metode Eksponensial
2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 204570000.0075000.0080000.0085000.0090000.0095000.00
f(x) = − 454.17032161605 x + 1003834.98395389R² = 0.999593456342108
Proyeksi Penduduk Kec.Gresik 2014-2039 Metode Eksponensial
Tahun
Pend
uduk
Ter
laya
ni
Grafik 4.2.9. Proyeksi Penduduk Kec. Gresik dengan Metode Eksponensial
36
Proyeksi dengan metode matematik lebih mudah penghitungannya bila
dibandingkan dengan metode komponen. Metode ini digunakan bila komponen dari
pertumbuhan penduduk tidak diketahui.
Dari ketiga metode yang diuraikan diatas, penulis menggunakan metode
aritmatika untuk memperkirakan jumlah penduduk Gresik yang akan digunakan
dalam perhitungan selanjutnya. Pemilihan metode ini didasarkan pada pendekatan
statistik, dimana metode yang dipilih memilikki nilai koefisien korelasi paling
mendekati satu.
Tabel 4.2.7. Nilai Koefisien Korelasi Rata-rata dari tiap Metode
Kecamatan
Metode Aritmatik Metode Geometri Metode EksponensialR R R
Kebomas 1 0,9900 0,993Gresik 1 0,9960 0,999Manyar 1 0,9830 0,981
Rata-rata 1 0,9897 0,991
Dari perhitungan koefisien korelasi (r), metode aritmatika mempunyai nilai
koefisien korelasi 1. Dengan demikian dari ketiga pendekatan statistik tersebut,
penulis memilih metode aritmatika sebagai acuan untuk menghitung proyeksi
penduduk.
37
4.3. TIMBULAN DAN KOMPOSISI LIMBAH PADAT
Tabel 4.3.1. Proyeksi Timbulan Sampah Domestik
TIMBULAN DOMESTIKKecamatan Manyar
Periode Layanan Jumlah PendudukTimbulan Limbah
Total Timbulan Limbahl/orang/hari
2014 115275 3 3458242019 131413 3 3942392024 147551 3 4426542029 163690 3 4910692034 179828 3 5394842039 195966 3 587899
Kecamatan Gresik
Periode Layanan Jumlah PendudukTimbulan Limbah
Total Timbulan Limbahl/orang/hari
2014 96714 3 2901422019 103674 3 3110222024 110634 3 3319022029 117594 3 3527822034 124554 3 3736622039 131514 3 394542
Kecamatan Kebomas
Periode Layanan Jumlah PendudukTimbulan Limbah
Total Timbulan Limbahl/orang/hari
2014 106127 3 3183802019 119500 3 3585002024 132873 3 3986202029 146247 3 4387402034 159620 3 4788602039 172993 3 518980
Tabel 4.3.2. Proyeksi Timbulan Sampah Pabrik/Industri
38
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH PABRIK/INDUSTRIKecamatan Manyar
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 38 102364 2693.789474 70 2660
2014 43 1152752693.789474 70
2995.492686
2019 49 1314132693.789474 70
3414.858544
2024 55 1475512693.789474 70
3834.224402
2029 61 163690 2693.789474 70 4253.59026
2034 67 1798282693.789474 70
4672.956117
2039 73 1959662693.789474 70
5092.321975
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH PABRIK/INDUSTRIKecamatan Gresik
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 11 91146 8286 70 7702014 12 96714 8286 70 817.038378
2019 13 1036748286 70
875.8363505
2024 13 110634 8286 70 934.634323
2029 14 1175948286 70
993.4322954
2034 15 1245548286 70
1052.230268
2039 16 131514 8286 70 1111.02824
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH PABRIK/INDUSTRIKecamatan Kebomas
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 89 95428 1072.224719 70 62302014 99 106127 1072.224719 70 6928.460552019 111 119500 1072.224719 70 7801.53623
39
7
2024 124 1328731072.224719 70
8674.611924
2029 136 1462471072.224719 70
9547.687611
2034 149 159620 1072.224719 70 10420.7633
2039 161 1729931072.224719 70
11293.83899
Tabel 4.3.3. Proyeksi Timbulan Sampah SD
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH SDKecamatan Manyar
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 19 102364 5387.578947 20 380
2014 21 1152755387.578947 20
427.9275266
2019 24 1314135387.578947 20
487.8369349
2024 27 1475515387.578947 20
547.7463431
2029 30 1636905387.578947 20
607.6557514
2034 33 1798285387.578947 20
667.5651596
2039 36 1959665387.578947 20
727.4745679
TIMBULAN LIMBAH PADAT SDKecamatan Gresik
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 23 91146 3962.869565 20 460
2014 24 967143962.869565 20
488.1008492
2019 26 1036743962.869565 20
523.2269107
2024 28 1106343962.869565 20
558.3529722
2029 30 1175943962.869565 20
593.4790336
40
2034 31 1245543962.869565 20
628.6050951
2039 33 1315143962.869565 20
663.7311566
TIMBULAN LIMBAH PADAT SDKecamatan Kebomas
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 25 95428 3817.12 20 500
2014 28 1061273817.12 20
556.0562239
2019 31 1195003817.12 20
626.1265038
2024 35 1328733817.12 20
696.1967836
2029 38 1462473817.12 20
766.2670635
2034 42 1596203817.12 20
836.3373433
2039 45 1729933817.12 20
906.4076232
Tabel 4.3.4. Proyeksi Timbulan Sampah SMP,SMA, dan SMK
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH SMP, SMA, DAN SMKKecamatan Manyar
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 11 102364 9305.818182 40 440
2014 12 1152759305.818182 40
495.4950308
2019 14 1314139305.818182 40
564.8638193
2024 16 1475519305.818182 40
634.2326078
2029 18 1636909305.818182 40
703.6013963
2034 19 1798289305.818182 40
772.9701848
2039 21 1959669305.818182 40
842.3389733
41
TIMBULAN LIMBAH PADAT SDKecamatan Gresik
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 22 91146 4143 40 880
2014 23 967144143 40
933.7581463
2019 25 1036744143 40
1000.955829
2024 27 1106344143 40
1068.153512
2029 28 1175944143 40
1135.351195
2034 30 1245544143 40
1202.548878
2039 32 131514 4143 40 1269.74656
TIMBULAN LIMBAH PADAT SDKecamatan Kebomas
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 9 95428 10603.11111 40 360
2014 10 10612710603.11111 40
400.3604812
2019 11 11950010603.11111 40
450.8110827
2024 13 13287310603.11111 40
501.2616842
2029 14 14624710603.11111 40
551.7122857
2034 15 15962010603.11111 40
602.1628872
2039 16 17299310603.11111 40
652.6134887
Tabel 4.3.5 Proyeksi Timbulan Sampah Rumah Sakit dan Rumah Sakit Bersalin
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH RUMAH SAKIT DAN RUMAH SAKIT BERSALINKecamatan Manyar
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan
42
LimbahPenduduk/unit l/unit/hari2010 2 102364 51182 650 1300
2014 2 11527551182 650
1463.962591
2019 3 131413 51182 650 1668.91583
2024 3 14755151182 650
1873.869069
2029 3 16369051182 650
2078.822307
2034 4 17982851182 650
2283.775546
2039 4 19596651182 650
2488.728785
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH RUMAH SAKIT DAN RUMAH SAKIT BERSALINKecamatan Gresik
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 2 91146 45573 650 1300
2014 2 9671445573 650
1379.415443
2019 2 10367445573 650
1478.684748
2024 2 11063445573 650
1577.954052
2029 3 11759445573 650
1677.223356
2034 3 124554 45573 650 1776.49266
2039 3 13151445573 650
1875.761964
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH RUMAH SAKIT DAN RUMAH SAKIT BERSALINKecamatan Kebomas
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 1 95428 95428 650 650
2014 1 10612795428 650
722.8730911
2019 1 11950095428 650
813.9644549
2024 1 132873 95428 650 905.055818
43
7
2029 2 14624795428 650
996.1471825
2034 2 15962095428 650
1087.238546
2039 2 172993 95428 650 1178.32991Tabel 4.3.6. Proyeksi Timbulan Sampah Hotel/Penginapan
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH HOTEL/PENGINAPANKecamatan Manyar
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 5 102364 20472.8 60 3002014 6 115275 20472.8 60 337.837521
2019 6 13141320472.8 60
385.1344223
2024 7 14755120472.8 60
432.4313235
2029 8 16369020472.8 60
479.7282248
2034 9 179828 20472.8 60 527.025126
2039 10 19596620472.8 60
574.3220273
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH HOTEL/PENGINAPANKecamatan Gresik
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 2 91146 45573 60 120
2014 2 9671445573 60
127.3306563
2019 2 10367445573 60
136.4939767
2024 2 11063445573 60
145.6572971
2029 3 11759445573 60
154.8206175
2034 3 12455445573 60
163.9839379
2039 3 13151445573 60
173.1472582
44
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH HOTEL/PENGINAPANKecamatan Kebomas
Periode Layanan
Jumlah Unit
Jumlah Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 3 95428 31809.33333 60 180
2014 3 10612731809.33333 60
200.1802406
2019 4 11950031809.33333 60
225.4055414
2024 4 13287331809.33333 60
250.6308421
2029 5 14624731809.33333 60
275.8561429
2034 5 15962031809.33333 60
301.0814436
2039 5 17299331809.33333 60
326.3067444
Tabel 4.3.7. Proyeksi Timbulan Sampah Pasar
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH PASARKecamatan Manyar
Periode Layanan
Jumlah UnitJumlah
Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 3 102364 34121.33333 800 2400
2014 3 11527534121.33333 800
2702.700168
2019 4 13141334121.33333 800
3081.075378
2024 4 14755134121.33333 800
3459.450588
2029 5 16369034121.33333 800
3837.825798
2034 5 17982834121.33333 800
4216.201008
2039 6 19596634121.33333 800
4594.576218
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH PASARKecamatan Gresik
Periode Jumlah Unit Jumlah Ratio Timbulan Total
45
Layanan PendudukPerbandingan Limbah Timbulan
LimbahPenduduk/unit l/unit/hari2010 2 91146 45573 800 1600
2014 2 9671445573 800
1697.742084
2019 2 10367445573 800
1819.919689
2024 2 11063445573 800
1942.097294
2029 3 117594 45573 800 2064.2749
2034 3 12455445573 800
2186.452505
2039 3 131514 45573 800 2308.63011
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH PASARKecamatan Kebomas
Periode Layanan
Jumlah UnitJumlah
Penduduk
Ratio Perbandingan
Timbulan Limbah
Total Timbulan LimbahPenduduk/unit l/unit/hari
2010 4 95428 23857 800 3200
2014 4 10612723857 800
3558.759833
2019 5 11950023857 800
4007.209624
2024 6 13287323857 800
4455.659415
2029 6 14624723857 800
4904.109206
2034 7 15962023857 800
5352.558997
2039 7 17299323857 800
5801.008788
Berikut adalah grafik proyeksi timbulan sampah domestik dan non-domestik
untuk Kabupaten Gresik periode 2014-2039
46
2014 2019 2024 2029 2034 20390
200400600800
1000120014001600
Proyeksi Timbulan Sampah
Periode Layanan (Tahun)
Tota
l Tim
bvul
an Li
mba
h (m
3/ha
ri)
Grafik 4.3.1 Proyeksi Timbulan Sampah Domestik dan Non-domestik
Kabupaten Gresik
4.4. KONSEP PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN YANG AKAN
DITERAPKAN
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut
pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah
tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah
tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat
lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak
menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran
dan yang lainnya ( Aswar, 1986).
Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kabupaten
Gresik pada tahun 2006 (Tabel 4.2.1.), rata-rata produksi sampah sekitar 140,144
ton/tahun yang bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah
rumah tangga, dan sampah spesifik. Dalam jangka waktu 3 tahun, yaitu tahun 2009
(Tabel 4.2.2.), jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 177,278
ton/tahun Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi
47
masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya:
1. Sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam
menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah),
membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya
pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2. Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata,
pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga.
3. Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi antarlembaga
desa/adat, aturan adat (awig-awig), kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan),
nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap
mental dan perilaku warga yang apatis.
4. keberadan lahan untuk tempat penampungan sampah.
5. finansial (keuangan).
6. keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
7. kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah
lingkungan (sampah).
Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan
penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Menurut hasil penelitian Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di
antaranya adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat sampah di dalam rumah,
keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang
persampahan dan penegakan hukumnya.
Saat ini pertisipasi masyarakat di bidang persampahan masih rendah. Masih
banyak kebiasaan buruk yang ada pada masyarakat. Untuk dapat memberdayakan
masyarakat secara optimal, yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan pola
komunikasi serta sosialisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab masyarakat terhadap persoalan-
48
persoalan yang dihadapi. Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga
disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan teknologi dan
model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk memelihara
lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat lain. Sistem
pengelolaan sampah yang akan diterapkan di Kabupaten Gresik berdasarkan
kepada 6 elemen fungsional seperti pada bagan dibawah ini :
Gambar 4.4.1. Enam Elemen Fungsional dalam Sistem Pengelolaan Sampah(sumber: Tchobanoglous et al., 1993)
4.4.1. Timbulan sampah
Pengelolaan sampah yang paling efektif untuk mengurangi volume
sampah yang diangkut ke TPS adalah dengan cara mengurangi timbulan
sampah di sumbernya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi
volume sampah di sumber, salah satunya adalah dengan mengembangkan
program 3R di Kabupaten Gresik, yaitu :
A. Reduce (mengurangi)
49
Langkah-langkah yang dapat diterapkan adalah :
Membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong plastik
pembungkus barang belanja.
Membeli kemasan isi ulang untuk shampoo dan sabun daripada membeli
botol baru setiap kali habis.
Membeli susu, makanan kering, deterjen, dan lain-lain dalam paket yang
besar daripada membeli beberapa paket kecil untuk volume yang sama
B. Re-use (Penggunaan Kembali)
Langkah-langkah yang dapat diterapkan adalah :
Memanfaatkan botol-botol bekas untuk wadah.
Memanfaatkan kantong plastik bekas kemasan belanja untuk
pembungkus.
Memanfaatkan pakaian atau kain-kain bekas untuk kerajinan
tangan, perangkat pembersih (lap), maupun berbagai keperluan
lainnya.
C. Recycle (Daur Ulang Sampah)
Daur ulang memang tidak mudah, karena kadang dibutuhkan
teknologi dan penanganan khusus. Tapi bisa membantu dengan cara-cara
berikut :
Mengumpulkan kertas, majalah, dan surat kabar bekas untuk di daur
ulang.
Mengumpulkan sisa-sisa kaleng atau botol gelas untuk di daur ulang.
Menggunakan berbagai produk kertas maupun barang lainnya hasil daur
ulang.
Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
Sampah melarang adanya pembakaran sampah yang dikarenkan sampah bisa
terdiri dari berbagai bahan yang belum tentu aman. Bahan seperti kaleng
aerosol dapat meledak bila kena panas, sedangkan bahan dari plastik dan karet
dapat menghasilkan gas yang menimbulkan kanker bila dibakar.
50
Bila pembakaran tidak bisa dihindari, pastikan bahwa hanya sampah
organik yang dibakar, tidak terlalu banyak sampah basah, dan lakukan jauh
dari kerumunan orang banyak atau benda lain yang dapat memperburuk
pembakaran.
Pengembangan program 3R tersebut tidak akan berjalan efektif dan
menuai manfaat jika tidak didukung dengan peran aktif serta kesadaran dari
masyarakat di Kabupaten Gresik untuk membantu pemerintah dalam
pengelolaan sampah terpadu. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi ke
masyarakat Kabupaten Gresik untuk ikut berperan serta dalam menyukseskan
program 3R yang akan dikembangkan.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan diatas diharapkan masyarakat
Kabupaten Gresik semakin sadar bahwa masalah sampah jangan dianggap
masalah yang sepele karena menyangkut kebersihan lingkungan kita serta
tidak serta merta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab penyelesaian
masalah sampah kepada Pemerintah saja. Diperlukannya peran serta aktif dari
masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah sampah yang ada di
Kabupaten Gresik.
Pada umumnya proses pengelolaan sampah dengan basis partisipasi
aktif masyarakat terdiri dari beberapa tahapan proses, antara lain :
1. Mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses tahap awal
mulai dari tempat timbulan sampah itu sendiri (dalam hal ini mayoritas
adalah lingkungan rumah tangga). Upaya ini setidaknya dapat mengurangi
timbulan sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga
bebannya menjadi berkurang.
2. Pada fase awal di tingkat rumah tangga diupayakan untuk mengolah
sampah organik menjadi kompos dan sampah non organik dipilah serta
mengumpulkan menurut jenisnya sehingga memungkinkan untuk di daur
ulang. Sampah organik sebenarnya telah dapat diproses menjadi kompos
di setiap rumah tangga pada tong-tong sampah khusus kompos yang
mampu memproses sampah menjadi kompos untuk periode tampung
51
antara 18 hingga 28 hari dengan bantuan mikroba pengurai. Bila proses
pengomposan di tiap rumah tangga belum mungkin dilakukan, selanjutnya
petugas sampah mengangkut sampah yang telah terpilah ke tempat
pembuangan sampah sementara untuk diproses. Hasil pengamatan di
beberapa tempat pembuangan sampah atau TPS di beberapa bagian kota
diketahui bahwa masing-masing sampah non organik masih memiliki nilai
ekonomi. Sebagai gambaran nilai ekonomi ini dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.4.1. Harga Jual Beberapa Sampah Non Organik
Sumber: www.sanitasi.or.id
Setelah dipisahkan, sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan kompos baik dalam skala individu maupun skala komunal.
sedangkan untuk sampah non organik akan diangkut oleh pemulung dengan
gerobak. Pengangkutan sampah organik akan dilakukan oleh truk sampah dan
dibawa ke TPS ataupun UPS pada pagi hari dan sore hari sedangkan untuk
sampah non organik akan diangkut oleh pemulung dengan gerobak pada pagi
hari.
Berdasarkan tipe rumah yaitu rumah sederhana tipe 21-36; menengah
tipe 45-54 dan rumah mewah tipe > 70, pewadahan sampah dan penanganan
sampah di masing-masing rumah berbeda. Tergantung dari kemampuan dari
masyarakat untuk melakukan penanganan sejak dari sumbernya. Gambaran
umum penanganan sampah di sumber sampah terutama dari pemukiman dapat
dilihat pada bagan berikut ini
52
Gambar 4.4.2. Pola Operasional Sampah di Pemukiman
(sumber: SNI 3242-2008 Pengelolaan Sampah di Pemukiman
4.4.2. Pewadahan
Penyimpanan atau pewadahan adalah salah satu cara penampungan
sampah sebelum dikumpulkan, pindahkan, angkut dan di bawa ke UPS dan
53
Tipe 21-36
PemilahanPewadahan :- Organik- Anorganik
Tipe 45-54
PemilahanPewadahan :- Organik dapur- Organik RT- AnorganikPengomposan
> Tipe 70
PemilahanPewadahan :- Organik dapur- Organik RT- AnorganikPengomposan
Sampah Anorganik
Sampah Organik Sampah organik dapur
Sampah organik rumah tangga
Sampah anorganik
Pengumpulan dengan alat pengumpul bersekat/
pengaturan pengambilan jenis sampah
Residu ke TPA sampah
TPSS (TPS Terpadu)- Pengomposan skala
lingkungan- Barang lapak- Pengolahan sampah anorganik- Pemindahan residu sampah- Dan lain-lain
TPS ataupun dibawa ke TPA. Penyimpanan sampah yang dimaksud adalah
tempat pembuangan sampah sementara sebelum diangkut serta dibuang.
Penyimpanan sampah setempat atau dekat dengan penghasil sampah
merupakan hal yang penting dalam pengelolaan sampah yang berhubungan
dengan kesehatan masyarakat sekitar sebab dapat melibatkan nilai-nilai
keindahan,kesehatan dan ekonomi.
Pada sumber sampah seperti pada rumah-rumah, pewadahan yang
digunakan untuk memisahkan sampah organik dan non organik adalah
kantong pemilah sampah. Untuk pewadahan pada TPS ataupun UPS
digunakan container untuk memudahkan pengangkutan sampah oleh armroll
truk maupun dump truk. Sarana pewadahan yang akan diterapkan diarahkan
untuk memperhatikan hal-hal berikut :
Alat pewadahan yang akan digunakan adalah tipe tidak tertanam (dapat
diangkat) untuk memudahkan operasi pengumpulan.
Jenis wadah yang digunakan disesuai dengan kemampuan pengadaannya,
dapat berupa tong sampah (plastik, fiberglass, kayu, logam, bambu) serta
kantong plastik.
Ukuran adah minimal dapat mewadahi timbulan sampah selama 2 hari
pada tiap tempat timbulan sampah (untuk pemukiman 40 liter, dan untuk
komunal 100 liter - 1 m3).
Wadah mampu mengisolasi sampah dari lingkungan (memiliki tutup)
Peruntukan wadah individual (toko, kantor, hotel, pemukiman high
income, home industry) memiliki ketentuan :
Diletakkan di halaman muka (tidak diluar pagar).
Mudah diambil (diangkut).
Penempatan wadah untuk sumber sampah besar seperti hotel dan
restoran boleh dibelakang dengan alasan estetika dan kesehatan, dengan
syarat menjamin kemudahan pengambilan.
Peruntukan wadah komunal (pedagang kaki lima, rumah susun,
pemukiman low income) memiliki ketentuan :
54
Tidak mengambil lahan trotoar (harus ada lokasi khusus).
Tidak dipinggir jalan protokol.
Sedekat mungkin dengan sumber sampah terbesar.
Tidak mengganggu pemakai jalan.
Adapun cara pewadahan sampah yang akan diterapkan dalam
pengelolaan sampah di Kabupaten Gresik adalah sebagai berikut :
1. Pewadahan Sampah Rumah Tangga
Sampah rumah tangga dimasukkan kedalam tempat sampah yang
tertutup, khususnya untuk sampah dari sisa - sisa makanan karena akan
cepat membusuk dan dapat menimbulkan bau serta dapat mengundang lalat
dan menjadi media perkembangan.
a. Tempat sampah pada pola pengumpulan individual
Pewadahan pada pola pengumpulan individual (langsung/tidak
langsung ), kapasitas wadah minimal dapat menampung sampah untuk 3
hari (+ 40 - 60 liter ), hal ini berkaitan dengan waktu pembusukan dan
perkembangan lalat, masih cukup ringan untuk diangkat oleh orang
dewasa sendirian (dirumah atau petugas kebersihan) serta efisiensi
pengumputan (pengumpulan dilakukan 2-3 hari sekali secara reguler).
Bila tempat sampah menggunakan kantong plastik bekas, ukuran dapat
bervariasi, kecuali dibuat standar.
Pada pemakaian bak sampah permanen dari pasangan bata atau
lainnya, sampah diharuskan dimasukkan dalam kantong plastik sehingga
memudahkan sarta mempercepat proses pengumpulan.
b. Tempat sampah pada pola pengumpulan komunal
Kapasitas disesuaikan dengan kemudahan untuk membawa sampah
tersebut (oleh penghasil sampah) ke tempat penampungan komunal
(kontainer besar, bak sampah, TPS). Kapasitas tersebut untuk
menampung sampah maksimun 3 hari (cukup berat untuk membawanya
sampai ke penampungan komunal yang jaraknya kira-kira 50 - 100 m
dari rumah).
55
2. Pewadahan Sampah Non Rumah Tangga
Prinsip kesehatan tetap dipertahankan (tertutup dll), sedangkan
kapasitasnya tergantung aktifitas sumber sampah serta jenis / komposisi
sampahnya. Perkantoran misalnya , sampah umumnya didominasi oleh
kertas yang tidak mudah membusuk dan tidak berbau busuk.
Kapasitas penyimpangan sampah dari perkantoran dapat diperhitungkan
untuk menampung sampah sampai 1 minggu. Untuk jumiah sampahnya
besar, pemakaian bin atau container besar dapat dipertimbangkan dan harus
memperhatikan peralatan pengumpulan yang digunakan.
Bila jumlah sampahnya dapat mencapai 6- 10 m3 perhari atau setelah 1
minggu, pemakaian container dari Arm roll truck dianjurkan. Sampah dari
pasar setiap harinya berjumlah besar dan cepat membusuk, oleh karena itu
pemakaian tempat sampah komunal dari container arm roll dianjurkan,
sedangkan masing - masing toko atau kios dapat menggunakan kantong
plastik, bin plastik atau keranjang dengan kapasitas 50-120 liter tergantung
dengan jumlah sampah yang diproduksi setiap harinya.
3. Pewadahan Sampah Bagi Pejalan Kaki
Disepanjang daerah pertokoan atau taman dan tempat - tempat umum
dapat dilakukan dengan menempatkan bin-bin sampah plastik. Sampah dari
pejalan kaki ini umumnya terdiri dari pembungkus makanan atau lainnya
yang tidak cepat membusuk. Kapasitas tempat sampah ini berkisar 50 - 120
liter.
Tabel 4.4.2. Jenis Peralatan dan Sumber Sampah
56
sumber: www.sanitasi.or.id
4.4.3. Pengumpulan
Sampah sebelum dibuang harus dikumpulkan dulu asalnya
mengunakan sapu, penggaruk, gerobak, dll. Akan tetapi pengumpulan sampah
bukan sekedar mengumpulkan, tetapi mengangkutnya sampah ketempat
pengumpulan atau tempat pembuangan sementara (TPS). Pengumpulan
sampah dapat dilakukan sebagai berikut:
1.Perorangan, yaitu orang mengumpulkan sampah untuk dibuang pada tempat
pembuangan sampah sementara.
2.Pemerintah, yaitu petugas kebersihan yang mengumpulkan dengan
menggunakan truk atau gerobak sampah.
3.Swasta, yaitu hanya mengambil sampah-sampah tertentu sebagai bahan
baku perusahaan, seperti pembuatan kertas, karton dan plastik.
57
Truk sampah beroperasi dengan ketentuan :
a. Jam kerja
- Pagi : Pukul 05.00-12.00 WIB
- Siang : Pukul 12.00-18.00 WIB
b. Fungsi
- Truk sampah membawa sampah dari kontainer yang berada pada TPS ke
tempat pemrosesan akhir (TPA).
Petugas penyapu jalan bertugas membersihkan sampah yang ada disepanjang
jalan protokol dengan frekuensi sebanyak 2 kali dalam 1 hari yaitu pada :
- Pagi : Pukul 05.00-12.00 WIB
- Malam : Pukul 21.00-03.00 WIB
4.4.4. Pemindahan dan Pengangkutan
Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem
pengumpulan sampah sebagai berikut :
1. Untuk pengumpulan sampah yang dilakukan dengan sistem pemindahan
(Transport Depo) dilakukan dengan cara :
a. Kendaraan angkutan dari pool lansung menuju lokasi pemindahan atau
transfer depo untuk mengangkut sampah lansung ketempat pembuangan
akhir (TPA).
b. Dari tempat pembuangan akhir kendaraan tersebut kembali ke transfer
depo untuk pengambilan pada ret berikutnya.
2. Untuk pengumpulan sampah kontainer dengan sistem kontainer pola
pengangkutan sebagai berikut:
a. Sistem pengosongan kontainer dengan proses:
1. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk
mengangkut sampah ke TPA.
2. Kontainer kosong dikembalikan ke tepat semula.
3. Kendaraan menuju ke kontainer isi berikutnya untuk di angkut ke
TPA.
58
4. Demikian sampai ret berakhir.
4.4.5 Pemisahan, Pemrosesan dan Transformasi Sampah
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume
sampah atau merubah bentuk manjadi bermanfaat antara lain daur ulang,
penghancuran, dan pengeringan. Pengolahan sampah dan pemanfaatan
kembali dapat dimaksudkan penangganan terhadap sampah dengan
mengunakan semua teknik, perlengkapan dan prasarana, untuk meningkatkan
secara efisien dari semua unsur yang lain untuk memanfaatkan kembali semua
benda yang masih bermanfaat maupun mengubah produk yang berasal dari
sampah. Salah satu caranya adalah dengan mengubah sampah menjadi
kompos. Sampah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi lebih bermanfaat
dan tidak mencemari lingkungan. Tidak salah memang karena kompos dapat
dimanfaatkan untuk pupuk
Pengolahan sampah dilakukan pada sumber dengan memisahkan
sampah organik dan non organik. Sampah non organik didaur ulang dan dijual
ke pengepul sampah, sedangkan untuk sampah organik akan di bawa ke UPS
untuk dilakukan proses composting untuk mengurangi volume sampah.
Dalam proses pengangkutan dilakukan proses pemadatan yang dilakukan di
truk sehingga volume sampah lebih kecil.
4.4.6. Pembuangan Akhir (TPA)
Dikabupaten Gresik, sudah terdapat 2 TPA yaitu TPA Romo yang
menggunakan sistem control landfill dan TPA Ngipik yang sudah
menerapkan sistem sanitary landfill. TPA Ngipik sangat potensial untuk
dijadikan penghasil gas methana. Sebab, volume sampah yang masuk sangat
besar yakni mencapai 650 meter kubik perhari. Yang menjadi kendala
hanyalah luas areal TPA Ngipik yang terbatas. Luasan tanah TPA Ngipik
sangat terbatas untuk pembangunan instalasi penghasil gas methana. Saat ini
luas TPA Ngipik mencapai 4 hektar yang merupakan pengembangan dari
59
luasa lahan yang sudah ada. Sebelumnya, luas TPA Ngipik hanya 3 hektar.
Namun karena volume sampah yang terlampau banyak membuat sampah di
TPA Ngipik menggunung, apalagi pengolahan sampahnya tidak sebanding
dengan input sampah yang masuk ke TPA. Dengan luasan yang ada, maka
sampah yang menumpuk akan dikelola untuk menghasilkan air lindi.
Diperlukan jalannya lindi, dan ada ruangan kosong untuk pembangunan
instalasi untuk menghasilkan gas methana.
Rencananya akan dibangun instalasi penjemputan gas metan, instalasi
penangkapan gas methane, serta instalasi penerimaan gas metan. Setelah
rangkaian instalasi yang terbuat dari drum atau tangki-tangki berpipa tersebut,
gas methane dari timbunan sampah akan masuk pada flaring gas. Gas yang
sudah berada pada flaring dan mirip tandon penyimpan air ini, aliran gas
metan sudah bisa dikonsumsi sesuai kebutuhan.
Gas metan ini nantinya dapat digunakan untuk isi ulang ampul
berbahan bakar gas bagi masyarakat. Lebih dari itu, gas metan dari flaring gas
bisa digunakan untuk kompor, lampu petromak, penggerak mesin perancah
atau pemilah sampah plastik, menghidupkan generator mini, menggerakkan
pompa air dikawasan TPA, serta untuk isi ulang tabung elpiji 3 kilogram.
4.5. ALOKASI SUMBER DAYA
Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Ngipik merupakan salah satu aset
daerah Kabupaten Gresik di bidang lingkungan hidup yang mulai beroperasi sejak
Maret 2003 dengan luas lahan 6 hektar dan umur rencana masa pakai 10 tahun.
Setelah kurang lebih 7 tahun beroperasi luas lahan yang terpakai sekitar 80 % dengan
tinggi timbunan 4 m. Masa pakai TPA Ngipik yang telah mendekati batas akhir ini
menyebabkan timbulnya kebutuhan akan TPA lain untuk menampung limbah di
daerah Gresik.
Saat ini TPA Ngipik memiliki alat berat berupa 2 unit bulldozer dan 1 unit
excavator. Secara ringkas kondisi eksisting alat berat dapat dilihat pada tabel berikut
60
Tabel 4.5.1 Umur ekonomis alat berat di TPA Ngipik tahun 2010
No Jenis Tipe TahunKondisi
Fisik
Umur (Tahun)
Ekonomis Pakai Sisa1 Bulldozer Mitsubishi 1999 Baik 8 7 12 Bulldozer Komatsu D31E 2007 Baik 8 3 53 Excavator Caterpillar 320D 2009 Baik 10 1 94 Dump Truck Daihatsu Delta 2002 Rusak Berat 8 8 0
Sumber: www.gresik.go.id
Berikut merupakan data mengenai data tenaga kerja pengambilan sampah
serta data TPA dan TPS Kabupaten Gresik.
Tabel 4.5.2. Data Tenaga Kerja Pengambilan Sampah Kab.Gresik Tahun 2009
NO. URAIAN SATUAN 20091 Volume
- Basah m3/Hari 383,82- Kering m3/Hari 83,86
2 Jumlah Tenaga Kerja Orang Rp. 20.000/Hr x 193 Orang3 Upah Rata - Rata Per Hari Orang Rp. 15.000/Hr x 193 Orang
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik
Tabel 4.5.3 Data Tempat Pembuangan Sampah TPA dan TPS di Kabupaten
Gresik Tahun 2009
NO NAMA TPS/ LOKASI
JUMLAH JUMLAH CONTAINER LUAS
TPA TPSKAPASITAS 6 M3
KAPASITAS 1,5 M3
(Ha)
61
I. KECAMATAN GRESIK1 TPA Kelurahan Ngipik 1
KECAMATAN GRESIK1 TPS Desa Kramatinggil 1 22 TPS Desa Sidorukun 1 13 TPS Desa Sidorukun 1 14 TPS Desa Pulopancikan 1 25 TPS Kelurahan Sidokumpul 1 26 TPS Kelurahan Bedilan 1 27 TPS Kelurahan Bedilan 1 18 TPS Kelurahan Kebungson 1 19 TPS pasar Kota Gresik 1 1
10 TPS Kelurahan Lumpur 2 211 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 112 TPS Kelurahan Terate 1 113 TPS Kelurahan Tiogopatut 1 214 TPS Rusunawa 1 115 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 1 (dump truck)16 TPS Jl. Usman Sadar17 TPS Jl. Gubernur Suryo 1 118 TPS Pasar Baru Gresik 1 119 TPS Jl. Arief Rahman Hakim 1
JUMLAH 20 24II. KECAMATAN KEBOMAS
1 TPS Desa Segoromadu 1 12 TPS Desa Singosari 1 13 TPS Desa Singosari (Jegong) 1 14 TPS Desa Indro 1 15 TPS desa Karang Kiring 1 16 TPS desa Kawisanyar 1 17 TPS desa Kebomas 1 18 TPS Desa Randu Agung RW II 1 19 TPS desa Randu Agung RW IV 1 1
10TPS Komplek Perum Kemabangan
2 2
11 TPS JL. DR. Wahidin SH 1 112 TPS Desa Randu Agung RW VI 1 113 TPS RSU Bunder 1 1
NO NAMA TPS/ LOKASI
JUMLAH JUMLAH CONTAINER LUAS
TPA TPSKAPASITAS 6 M3
KAPASITAS 1,5 M3
(Ha)
14 TPS Kantor Pemkab Gresik 1 115 TPS Terminal Bunder 1 116 TPS desa Randu Agung 1 117 TPS Rusunawa 1 118 TPS Puskesmas Gending 1 1
62
JUMLAH 19 18 1III. KECAMATAN MANYAR
1 TPS Desa Yosowilangun 2 22 TPS Perum Dinari 1 23 TPS Desa Suci 1 14 TPS Desa Dahanrejo 1 15 TPS Komplek Permata Suci 1 16 TPS Desa Manyarejo 1 17 TPS Desa Pongangan 1 18 TPS Jl.Roomo Meduran 1 1 1
JUMLAH 9 9 1IV. KECAMATAN CERME
TPS Komplek Perumahan 1 1TPS desa Banjar Sari 1 1TPS desa ngabetan 1 1TPS Jl. Raya Pasar Cerme 1 1JUMLAH 4 4
V.KECAMATAN DUDUK SAMPEYAN
1TPS Jl. Rata Ambeng-ambeng watang rejo
1 1
2TPS Jl. Raya Pasar Duduk Sampeyan
1 1
JUMLAH 2 2
VI.KECAMATAN DRIYOREJO
2 2
JUMLAH 2 2
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik
BAB 5
DASAR TEORI
5.1 SUMBER, JENIS, DAN KOMPOSISI SAMPAH
5.1.1. Definisi Sampah
63
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon,
kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI 19-
2454-1991).
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah
padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuanperlakuan, baik
karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena
sudah tidak ada menfaatnya yang ditinjau dari segi social ekonomis tidak ada
harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan
terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983).
5.1.2. Sumber-Sumber Sampah
Secara umum, sumber-sumber sampah di Kabupaten Gresik berasal dari :
• Sampah rumah tangga
Umumnya sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan,
perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain, sampah
kebun/halaman, dan lain-lain.
• Sampah dari pertanian
Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami dan
sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim panen dibakar
atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan
pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah
pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang
berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma,
namun plastik ini bisa didaur ulang.
• Sampah dari industri
Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan
kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk (kertas, kayu,
64
plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri
berupa bahan kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus
sebelum dibuang
• Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung
Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini
dapat berupa bahan organic maupun anorganik. Sampah organik, misalnya : kayu,
bamboo, triplek. Sampah anorganik, misalnya : semen, pasir, spesi, batu bata,
ubin, besi, baja, kaca, dan kaleng.
• Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari kertas-
kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan
yang jatuh, daun-daunan, plastic dan sebagainya.
• Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan tergantung dari jenis usaha
pertambangan itu sendiri misalnya batu-batuan, tanah cadas, pasir, sisa-sisa
pembakaran, dsb.
• Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini berupa kotoran-
kotoran ternak, sisa makanan, bangkai binatang, dsb.
• Sampah dari perdagangan dan perkantoran
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar tradisional,
warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan
organik termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari
lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas,
alat tulis-menulis (bolpoint, pensil, spidol, dll), toner foto copy, pita printer, kotak
tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film,
komputer rusak, dan lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus
dikumpulkan secara terpisah dan harus memperoleh perlakuan khusus karena
berbahaya dan beracun.
5.1.3. Jenis Sampah
65
Berdasarkan sifat kimia terdapat dua jenis sampah, yaitu:
1. Sampah Organik, yang mengandung senyawa-senyawa organik dan tersusun oleh
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Bahan-bahan ini mudah
didegradasi oleh mikroba. Bahan-bahan yang termasuk dalam jenis sampah ini,
antara lain daun-daunan, kayu, tulang, sisa makanan, sayuran,buah-buahan dan
sebagainya.
2. Sampah Anorganik, yang terdiri atas kaleng, plastik, besi, dan logam-logam
lainnya seperti gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa
organik. Sampah ini sulit didegradasi oleh mikroorganisme di alam.
Berdasarkan sifat fisiknya, sampah digolongkan atas lima kategori, antara lain:
1. Sampah Basah (Garbage), terdiri dari bahan-bahan organik yang mempunyai sifat
mudah membusuk (sisa makanan, buah atau sayuran). Sifat utama dari sampah
basah ini banyak mengandung air dan cepat membusuk terutama pada daerah
tropis seperti Indonesia.
2. Sampah Kering (Rubbish), tersusun dari bahan organik maupun anorganik yang
sifatnya lambat atau tidakmudah membusuk. Sampah kering ini terdiri atas dua
golongan:
- Metalic Rubbish, misalnya pipa besi tua, kaleng-kaleng bekas.
- Non Metalic Rubbish, misalnya kertas, kayu, sisa-sisa kain, kaca, mika,
keramik, dan batu-batuan.
3. Sampah Lembut, terdiri dari partikel-partikel kecil, ringan dan mempunyai sifat
mudah beterbangan, yangdapat membahayakan dan mengganggu pernafasan serta
mata.
- Debu, berasal dari penyapuan lantai rumah atau gedung, debu pengrajin kayu,
debu pabrik kapur,pabrik semen, pabrik tenun, dan lain-lain.
- Abu berasal dari sisa pembakaran kayu, abu rokok, abu sekam, sampah yang
terbakar, dan lain-lain.
4. Sampah Besar (Bulky Waste), merupakan sampah yang berukuran besar, misal:
bekas furnitur (kursi,meja), peralatan rumah tangga (kulkas, TV), dan lain-lain.
66
5. Sampah Berbahaya dan Beracun (Hazardous Waste), merupakan sampah yang
berbahaya baik terhadapmanusia, hewan maupun tanaman, yang terdiri dari:
- Sampah patogen, berupa sampah yang berasal dari rumah sakit dan klinik.
- Sampah beracun, berupa sisa-sisa pestisida, insektisida, kertas bekas
pembungkus bahan beracun,baterei bekas, dan lain-lain.
- Sampah radioaktif, berupa sampah bahan-bahan nuklir.
- Sampah ledakan, berupa petasan, mesiu dari sampah perang, dan sebagainya.
5.2. KARAKTERISTIK LIMBAH PADAT
5.2.1. Sifat-Sifat Fisik Limbah Padat
Sifat fisik dari limbah padat domestik mencakup densitas, kadar air (kelembapan),
ukuran partikel dan distribusi, field capacity, dan permeabilitas limbah padat.
a. Densitas
Densitas adalah berat per unit volume diekspresikan sebagai kg/m3.
Densitas bervariasi karena besarnya variasi komponen limbah, adanya
pemadatan, laju dekomposisi, dsb.
Densitas penting karena dibutuhkan untuk mengetahui total massa dan volume
limbah yang harus ditangani.
Tabel 5.2.1.1 Sifat Tipikal Limbah yang dipadatkan
67
Sumber: Tchobanoglous et al., 1993
b. Kadar Air (Kelembapan)
Kadar air adl persentase berat air bahan.
Kadar air dirumuskan sebagai berikut :
M=¿) x 100
Dimana :
M = kadar air (%)
w = berat awal sampel
d = berat sampel setelah pengeringan pada suhu 105oC (Kg)
c. Ukuran Partikel dan Distribusi
Ukuran dan distribusi komponen limbah penting untuk penanganan, terutama
jika akan digunakan pemisahan cara mekanis seperti magnetic separators.
Contoh : besi dengan ukuran besar akan berat jika dipisahkan dengan magnetic
belt atau drum system.
d. Field Capacity
Field capacity adalah jumlah total kadar air yang dapat ditahan dalam limbah
berdasarkan tekanan gravitasi.
Penting untuk menangani penumpukan limbah.
e. Permeabilitas sampah yang dimampatkan
68
Konduktivitas hidraulik pemampatan limbah adalah sifat fisik yang penting
karena dapat memindahkan gas dan cairan dalam landfill.
Permeabilitas juga tergantung pada sifat bahan seperti ukuran porositas,
distribusi, dan cairan dalam landfill.
5.2.2. Sifat-Sifat Kimia Limbah Padat
Informasi mengenai komposisi kimia yang terkandung di dalam limbah limbap
padat domestik adalah penting untuk mengevaluasi proses alternatif dan pilihan
pemulihan. Sebagai contoh, kelayakan dalam pembakaran limbah padat/ sampah
bergantung pada komposisi kimia dari limbah padat tersebut. Jika limbah padat akan
digunakan sebagai bahan bakar, maka karakteristik penting yang harus diketahui
adalah :
a. Analisis Proksimat (Proximate Analysis)
Analisis proksimat meliputi 4 uji, yaitu kehilangan kelembapan ketika dipanaskan
pada suhu 105oC selama 1 jam, bahan volatile, senyawa karbon, dan abu (berat
residu setelah pembakaran).
Tabel 5.2.2.1 Nilai Analisis Proksimat (% berdasarkan berat)
b. Titik Pengabuan (Pushing Point of Ash)
69
Titik pengabuan adalah suhu dimana abu dihasilkan dari pembakaran limbah padat
dengan suhu 1100oC -1200oC.
c. Analisis Unsur (Ultimate Analysis of Solid Waste Components)
Analisis unsure dari komponen limbah padat mencakup determinasi persentasi dari
C (karbon), H (hidrogen), S (sulfur), O (oksigen), N (nitrogen), dan abu. Hasil
analisis ini digunakan untuk karakteristik komposisi bahan organik limbah. Hal ini
penting untuk menentukan nilai C/N berkaitan dengan dekomposisi biologis.
Tabel 5.2.2.2. Data Analisis Unsur (berdasarkan % berat)
d. Kandungan Energi (Energy Content of Sokid Waste Components)
Kandungan energi komponen limbah (kJ/kg) dapat dideterminasi menggunakan
boiler system, laboratory bomb calorimeter, atau dengan menghitung komposisi
elemen. Kandungan energy oenting jika akan dilakukan proses pembakaran limbah.
e. Nutrien Esensial (Essential Nutrients and Other Elements).
Analisa ini penting jika kandungan organic limbah digunakan untuk konversi
biolpgi seperti kompos, produksi metana atau etanol. Nutrien utama yang paling
penting adalah bentuk nitrogen (nitrat, ammonium), fosfor dan potassium.
5.2.3. Sifat Biologis Limbah
70
Fraksi organik limbah (tidak termasuk karet dan kulit), dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Bahan yang larut terhadap air, seperti gula, pati, asam amino dan asam organik
Hemiselulosa
Selulosa
Lemak, minyak dan lilin, seperti ester dari alcohol dan asam lemak rantai panjang.
Lignin dan lignoselulosa
Protein, seperti rantai asam amino
5.3. ENAM ELEMEN FUNGSIONAL DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Permasalahan sampah, terutama di daerah perkotaan saat ini cukup kompleks. Hal
tersebut disebabkan karena semakin meningkatnya jumlah serta jenis sampah, dana yang
terbatas untuk fasilitas umum, pesatnya kemajuan di bidang teknologi, dan kepedulian
masyarakat yang masih rendah pada masalah sampah. Untuk itu, diperlukan sebuah
sistem pengelolaan limbah padat terpadu yang efisien.
Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan
teknik-teknik, teknologi, dan program manajemen yang sesuai ke dalam sistem
penanganan sampah. Pengelolaan tersebut tentunya didasarkan pada keenam elemen
fungsional mulai dari timbulan hingga pembuangan akhir, yaitu sbb:
Gambar 5.3.1. Elemen fungsional Pengelolaan Limbah Padat
71
Sumber: Tchobanoglous et al., 1993
Setiap elemen tersebut akan dikaji secara terpisah untuk mengidentifikasi
aspek dan hubungan dasar dalam tiap elemen, dan juga untuk mengembangkan
pertimbangan, analisis, serta evaluasi dari setiap elemen.
5.3.1. Timbulan Limbah Padat dan Laju Pengumpulan
a. Timbulan Limbah Padat
Jumlah timbulan limbah padat dan pengumpulannya adalah hal mendasaryang
harus diketahui dalam merencanakan sistem pengelolaan sampah terpadu yang
efektif dan efisien.Data-data tersebut digunakan untuk menentukan peraturan dan
program pengelolaan sampah, memilih peralatan spesifik, dan mendesain rute
pengumpulan limbah, material dalam fasilitas pemulihan, dan fasilitas
pembuangan. Jumlah timbulan limbah padat tersebut umumnya diklasifikasikan
berdasarkan sumbernya, yang terdiri dari: pemukiman, niaga, sekolah, penjara,
rumah sakit, industri, dll.
72
Jumlah timbulan limbah padat bisa dihitung berdasarkan volume (m3) atau
berat (kg). Kedua pengukuran ini umum digunakan. Namun, pengukuran
volumesangat dipengaruhi oleh kondisi saat sampah diukur (dipadatkan atau tidak
dipadatkan), sehingga kuantitas sampah akan lebih akurat jika dihitung dengan
pengukuran berat yang tidakmemperhatikan tingkat kompaksi.
Dalam menentukan jumlah timbulan limbah padat dari suatu daerah, metode
yang paling tepat adalah dengan analisa langsung di lapangan selama 8 hari
berturut-turut baik sampah rumah tangga maupun non-rumah tangga.Namun,
untuk mempermudahnya, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
memperkirakan kuantitas limbah padat, yaitu:
1. Load-count analysis.
Dalam analisa yang digunakan untuk menentukan jumlah limbah, tipe,
estimasi volume, dan berat yang dibawa oleh setiap kendaraan dicatat.
2. Weight-volume analysis
Analisa ini menggunakan data berat-volume yang lebih spesifik dari
menimbang dan mengukur masing-masing beban.
3. Mass-balance analysis
Analisis dengan lebih terperinci dimana pengukuran dibuat dalam suatu
sistem yang didalamnya ada aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang
dalam system, dan aliran bahan yang menjadi sampah.
Selain itu, jumlah timbulan sampah yang bervariasi terhadap waktu membuat
perencana perlu untuk mengetahui laju timbulan sampah.Laju timbulan sampah
didefinisikan sebagaijumlah timbulan sampah yang dihasilkan tiap orang dalam
satuan waktu dengan satuan berat (kg/orang/hari) atau dengan satuan volume
(m3/orang/hari).
Besarnya timbulan sampah dipengaruhi faktor-faktor berikut, antara lain:
1. Aktivitas reduksi dan daur ulang
Reduksi sampah di awal akan mengurangi kuantitas dari timbulan sampah
yang dihasilkan. Reduksi tersebut dilakukan melalui desain, pengolahan, dan
73
pembungkusan produk dengan meminimalisasi bahan berbahaya,
meminimalisasi volume bahan, dan memperpanjang masa pakainya.
Daur ulang tentunya akan berdampak pada kuantitas sampah yang
dikumpulkan, diproses, dan dibuang.
2. Kebiasaan masyarakat dan peraturan tentang limbah padat
Masyarakat yang bersedia mengubah pola hidupnya untuk mengurangi
sampah yang dihasilkan akan membuat timbulan sampah semakin kecil dan
mengurangi beban ekonomi.Peraturan dari pemerintah adalah faktor
terpenting yang mempengaruhi timbulan sampah.
3. Faktor geografi dan fisik
Faktor geografi misalnya perbedaan iklim dan musim dapat mempengaruhi
jumlah dari beberapa jenis sampah yang dihasilkan dan juga lamanya sampah
tersebut dihasilkan.
Penggunaan penggiling sampah makanan frekuensi pengumpulan sampah,
dan juga karakteristik area yang dilayani juga mempengaruhi kuantitas dari
sampah yang dihasilkan.
b. Laju Pengumpulan
Sampah yang dikumpulkan adalah sampah yang berasal dari komunitas
dengan atau tanpa program daur ulang.Perbedaan besar timbulan sampah
(pemukiman dan komersial) yang dihasilkan dengan yang dikumpulkan untuk
diproses bervariasi sekitar 4-15 persen. Perbedaan tersebut disebabkan karena
dilakukan pengomposan, pembakaran, pembuangan ke saluran, diberikan ke
lembaga sosial, dijual, maupun dikirim ke tempat drop-off dan daur ulang,
atau langsung didaur ulang.
5.3.2. Penanganan Sampah : Pemisahan – Pewadahan - Proses di Sumber
Penanganan sampah merupakan aktivitas yang berkaitan dengan pengaturan
sampah mulai dari sumber timbulan hingga sampah tersebut ditempatkan ke dalam
wadah sebagai tempat penyimpanan sebelum dikumpulkan maupun dikirim ke pusat
74
drop-off atau daur ulang. Aktivitas dalam penanganan sampah ini bervariasi
tergantung dari jenis material sampah yang akan dipisahkan untuk digunakan kembali
atau didaur ulang.
a. Penanganan Dan Pemisahan Sampah Di Permukiman
Dalam pengelolaan sampah, perumahan penduduk dapat dibagi menjadi 4
macam, yaitu:
1. Rumah tunggal
Rumah tunggal biasanya diklasifikasikan menurut luasnya. Hal ini akan
membantu untuk mengetahui metode penanganan sampah yang tepat dan alat
pengelolaan sampah yang dibutuhkan. Secara umum, penghuni rumah tunggal
bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan misalnya dengan
memisahkan sampah organic yang dapat diolah menjadi kompos dan
anorganik yang dapat daur ulang.Alat kompaktor dapat digunakan dalam
pengelolaan sampah tingkat ini untuk mengurangi volume sampah.
2. Rumah susun (rusun) rendah (< 4 lantai) dan rusun medium (4-7 lantai)
Metode penanganan sampahnya tidak jauh berbeda dengan penanganan di
rumah tunggal, tetapi akan berbeda tergantung lokasi penyimpanan sampah
dan metode pengumpulan.
Pengumpulannya ada dua tipe, yaitu pengumpulan di tepi jalan (paling banyak
digunakan) dan pengumpulan mekanis.
Pada pengumpulan tepi jalan, pemilik gedung akan menyediakan area untuk
penyimpanan sampah. Kemudian penghuni akan membawa sampah dan
material daur ulang dan menempatkannya ke dalam container yang sesuai.
Staff pengelola akan membawa container tersebut ke jalan untuk diangkut.
Pada pengumpulan mekanis, container besar untuk penyimpanan diletakkan
diluar ruangan. Kontainer tersebut akan dikosongkan secara mekanis dengan
kendaraan pengumpul.
3. Rusun tinggi: terdiri atas > 7 lantai.
75
Beberapa metode penanganan sampah yang dapat diterapkan di rusun tinggi
adalah :
o Sampah dikumpulkan oleh petugas pengelola bangunan dari setiaprumah
di semua lantai dan ditempatkan di kontainer besar di basement
o Sampah ditangani oleh masing-masing penghuni rumah untukditempatkan
dalam kontainer besar di basement
o Sampah ditempatkan dalam kantung plastik dan dilewatkan melalui
cerobong gravitasi ke kontainer yang tersedia di basement
Penanganan sampah di daerah komersial dan industri adalah dengan
mengumpulkan sampah tersebut ke container berukuran besar, kemudian dikompaksi
sebelum diangkut ke TPS atau TPA dengan truk arm roll. Umumnya sekarang kantor
dan bangunan komersial telah menerapkan prinsip daur ulang, misalnya dengan
mengumpulkan kertas secara terpisah untuk didaur ulang.
Tabel di bawah ini menunjukkan penanggung jawab serta peralatan dan fasilitas
pendukung untuk penanganan sampah di daerah permukiman, pertokoan dan
sejumlah sumber sampah lainnya.
Tabel 5.3.2.1 Penanggung Jawab serta Peralatan dan Fasilitas Pendukung
Penanganan Sampah Berdasarkan Sumber.
Sumber sampah Penanggung jawabPeralatan serta fasilitas
pendukungPemukiman
- Rumah tunggal Penghuni rumah Kompaktor rumah tangga
- Rusun rendah Penghuni rumahKompaktor rumah tangga,
tempat sampah beroda, kereta ukuran kecil
- Rusun mediumPenghuni rumah, petugas pengelola gedung, petugas
cleaning service
Cerobong gravitasi, service elevator, kereta
sampah, pneumatic conveyor
- rusun tinggiPenghuni rumah, petugas pengelola gedung, petugas
cleaning service
Cerobong gravitasi, service elevator, kereta
sampah, pneumatic conveyor
76
PertokoanPetugas khusus, petugas
cleaning service
service elevator, kereta sampah, pneumatic
conveyor
IndustriPemilik, petugas taman,
petugas Dinas Kebersihan
service elevator, kereta sampah, pneumatic
conveyorDaerah terbuka, taman Operator Container
Fasilitas pengolahan limbah
Pemilik lahan, buruhBerbagai jenis conveyor,
peralatan manual
PertanianBervariasi menurut komoditas petani
(sumber: Tchobanoglous, Theissen & Vigil, 1993)
b. Penyimpanan/pewadahan sampah
Pewadahan adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu
wadah individu ataupun komunal di sumber sampah.
1. Pola pewadahan individual untuk daerah pemukiman dan daerah komersial.
Bentuk yang dipakai tergantung selera dan kemampuan pengadaan dari
pemiliknya, dengan kriteria:
o Bentuk: kotak, silinder, kantung, kontainer.
o Sifat: dapat diangkat, tertutup.
o Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahandiperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
o Ukuran: 10-50 liter untuk pemukiman, toko kecil, 100-500 liter untuk
kantor, toko besar, hotel,rumah makan.
o Pengadaan: pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.
2. Pola pewadahan komunal : diperuntukkan bagi daerah pemukiman, taman
kota,jalan, pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat
penggunaannya adalahumum, dengan kriteria:
o Bentuk: kotak, silinder, kontainer.
o Sifat: tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup.
o Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahandiperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
77
o Ukuran: 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota, 1-10 m3 untuk
pemukiman dan pasar.
o Pengadaan: pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil
produksi), instansipengelola.
Beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam penyimpanan onsite
sampah adalah, yaitu tipe kontainer yang akan digunakan, lokasi kontainer, dan
kesehatan masyarakat serta estetika.
1. Tipe kontainer yang digunakan
Tipe dan kapasitas kontainer yang digunakan tergantung pada karakteristik
dan tipe sampah yang dikumpulkan, jenis dari sistem pengumpulan yang
digunakan, dan frekuensi pengumpulan.
Tabel 5.3.2.2 Jenis Kontainer serta Kapasitas dan Dimensinya
JenisKapasitas (L)
Dimensi (cm)Range tipikal
Ukuran kecilKontainer plastik atau logam
76-152 114 50.8D x 66T
Barrel, plastic, aluminium, fiber
76-246 114 50.8D x 66T
Kantung kertas
Standar 76-208 11438L x 31d x
109T
Tahan bocor 76-208 11438L x 31d x
109T
Anti bocor 76-208 11438L x 31d x
109TKantung plastik 76L x 102T
Ukuran medium
Kontainer 760-7600 3040183L x 107d x
165TUkuran besar
Kontainer
Terbuka, roll off9120-38000
-240L x 180T x
600PDengan kompaktor stasioner
15200-30400
-240L x 180T x
540T
78
Dengan kompaktor terpasang
15200-30400
-240L x 240T x
660PKontainer trailer
Terbuka15200-38000
-240L x 360T x
600TTertutup, dengan kompaktor terpasang
15200-30400
-240L x 360T x
720P
Ket: L = lebar, D = diameter, d = kedalaman, T = tinggi, P = panjang
(Sumber: Tchobanoglous, Theissen & Vigil, 1993)
Wadah yang digunakan untuk menampung sampah hendaknya
dikelompokkan untuk mendukung kegiatan daur ulang dan pengomposan.
Misalnya dengan pengelompokan sbb:
o Wadah berwarna gelap misalnya hijau untuk menampung sampah organik
seperti sayuran, kulit buah, daun sisa, sisa makanan, dll
o Wadah berwarna terang misalnya kuning untuk menampung sampah
anorganik seperti plastik, gelas, logam, dll.
o Wadah berlabel khusus dengan warna merah untuk menampung sampah
bahan berbahaya
2. Lokasi kontainer
Berdasarkan SNI 19-2454-2002, tetang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, lokasi penempatan kontainer adalah sbb:
a. Wadah individual ditempatkan di halaman muka atau di halaman belakang
untuk sumber sampah dari hotel restoran
b. Wadah komunal ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber samaph,
tidak mengganggu sarana umum, di luar jalur lalu lintas, di ujung gang
kecil, di sekitar taman dan pusat keramaian (untuk wadah sampah pejalan
kaki), dan mempertimbangkan jarak antar wadah sampah
3. Kesehatan masyarakat dan estetika
Masalah kesehatan berkaitan dengan hama, serangga, dan tikus sebagai
sumber penyakit pada tahap penyimpanan limbah padat. Oleh karena itu,
79
sanitasi yang baik dengan menggunakan kontainer dengan penutup ketat,
pencucian kontainer dan daerah penyimpanan secara periodik, dan membuang
material biodegradable (biasanya dengan kurang dari 8 hari), terutama di
daerah dengan iklim hangat.
Masalah estetika berkaitan dengan timbulnya bau dan dapat
ditanggulangi dengan penggunaan kontainer berpenutup ketat, frekuensi
pengumpulan yang cepat, dan pencucian kontainer secara periodic. Ada
beberapa hal yang terjadi selama masa penyimpanan, yaitu
a. Dekomposisi oleh mikroba.
Sampah makanan mudah diuraikan oleh mikroba hanya dalam beberapa
hari saja. Pembusukan makanan apabila dibiarkan terlalu lama akan
menjadi media berkembangnya penyakit dan bau
b. Penyerapan air
Sampah yang kadar airnya bervariasi dan ditambah dengan hujan, apabila
tidak segera diangkut akan menyebabkan adanya genangan air dalam
wadah tersebut. Hal ini dapat menyebabkan wadah yang cepat berkarat
maupun banyaknya lalat/nyamuk penyebab penyakit.
c. Kontaminasi komponen sampah.
Dampak yang berbahaya selama masa penyimpanan adalah kontaminasi
sampah oleh bahan berbahaya dan beracun, seperti cat, pembersih lantai,
pestida, dll. Hal ini dapat mengurangi nilai sampah untuk daur ulang, serta
menjadikan seluruh sampah dalam kontainer tersebut sebagai sampah B3
Berikut adalah contoh wadah dan penggunaannya berdasarkan SNI 19-2454-
2002, tetang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan :
80
Tabel 5.3.2.3 Jenis Wadah serta kapasitas dam Umurnya
No Wadah Kapasitas Pelayanan Umur wadah Keterangan
1.Kantong plastic
10 40 L 1 KK 2-3 hari Individual
2. Tong 40 L 1 KK 2-3 tahunMaksimum
pengambilan 3 hari sekali
3. Tong 120 L 2-3 KK 2-3 tahun Toko4. Tong 140 L 4-6 KK 2-3 tahun5. Kontainer 1000 L 80 KK 2-3 tahun Komunal6. Kontainer 500 L 40 KK 2-3 tahun Komunal7. Tong 30-40 L Pejalan kaki, umum 2-3 tahun
Sumber: SNI 19-2454-2002 tentang tata cara Pengelolaan Sampah Perkotaan
Berikut adalah tabel penggunaan beberapa kontainer dan keterbatasannya:
Tabel 5.3.2.4 Jenis Kontainer dan Keterbatasannya
Jenis container
Penggunaan Keterbatasan
Kontainer plastik
atau logam
Di sumber sampah dengan volume sampah yang sangat kecil, seperti rumah tangga, taman, dan toko kecil
Kontainer akan rusak, memerlukan tenaga untuk mengangkat, tidak cukup besar untuk menampung sampah berukuran besar
Kantung kertas
Di rumah tunggal/rusun rendah /medium, dapat digunakan langsung atau sebagai pelapis tempat sampah rumah tangga
Mahal, dapat sobek karena gangguan binatang selama penyimpanan, bahan kertasnya menambah volume sampah
Kantung plastik
Di rumah tunggal, rusun rendah hingga tinggi, di pusat perdagangan dan industry, dapat digunakan langsung atau sebagai pelapis tempat sampah rumah tangga, baik untuk menyimpan sampah basah
Mahal, mudah sobek, mudah rapuh pada iklim panas, sifatnya tidak mudah diuraikan mengganggu pembuangan akhir
81
Jenis container
Penggunaan Keterbatasan
Kontainer medium
Untuk sampah dengan volume medium, dapat digunakan untuk menyimpan sampah berukuran besar. Lokasi harus diperhitungkan untuk akses truk pengangkut, digunakan di pemukiman padat, daerah perdagangan dan industry
Karena tidak tertutup rapat menyebabkan sampah menjadi basah dan menyebabkan berat bertambah
Kontainer besar dan terbuka
Di pusat perdagangan, untuk menaruh sampah berukuran besar di industry, untuk melayani penampungan sampah di kawasan pemukiman padat, ditempatkan di tempat yang beratap namun mempunyai kemudahan akses bagi truk pengangkut
Biaya pengadaan tinggi, akan menyebabkan sampah menjadi basah dan bertambah berat apabila air hujan masuk ke kontainer
Kontainer dengan
kompaktor stasioner
Digunakan di daerah pusat perdagangan yang besar
Biaya pengadaan tinggi, dan bila sampah dalam kontainer terlalu dipadatkan akan sulit untuk dikosongkan pada daerah pembuangan
(sumber: Tchobanoglous, Theissen & Vigil, 1993)
c. Pengolahan di sumber untuk sampah pemukiman
Pemrosesan sampah di sumber dapat mengurangi volume sampah yang akan
dibuang ke TPS maupun TPA, memperoleh kembali barang yang masih berguna
(daur ulang). Pengurangan sampah ini sangat diharapkan terjadi, karena akan
meringankan beban untuk penyaluran dan pemrosesan selanjutnya. Dengan
berkurangnya sampah, jumlah yang diangkut dan diproses akhir akan berkurang
jumlahnya. Selain itu, kebutuhan operasional dan biaya juga dampak terhadap
lingkungan akan dapat diminimalisasi.
82
Untuk skala rumah tangga, hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pengolahan di
sumber adalah:
1. Penggilingan sampah makanan (grindingof food waste)
Penggiling ini digunakan untuk sampah yang berasal dari sisa kegiatan
memasak dan sisa makanan.Penggiling sampah dapur biasanya berhubungan
dengan saluran yang membawa sampah yang telah hancur ke sewer. Namun
penyediaan penggiling sampah di rumah-rumah secara bebas kini tidak lagi
diperkenankan, kecuali apabila telah tersedia fasilitas pengolahan air buangan
domestik di kota yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh menjadi
tingginya kandungan bahan organik di saluran air buangan
2. Pemilahan sampah
Pemisahan sampah di sumber timbulan merupakan cara yang paling efektif
guna mereduksi volume dan memanfaatkan kembali sampah. Dalam hal ini
sampah yang masih memiliki nilai ekonomis dipisahkan berdasarkan jenisnya
dari sampah organic yang mudah membusuk.Sampah yang telah dipisahkan
selanjutnya dapat digunakan kembali secara langsung (reuse), diolah lebih
lanjut, atau dijual kepada pihak pemanfaat.
Namun pemisahan sampah ini juga hendaknya berlanjut hingga tahap-tahap
selanjutnya dan tidak tercampur dengan sampah jenis lain.
3. Kompaksi
Jenis kompaktor yang digunakan untuk memproses sampah dari tempat
tinggal ada 2, yaitu:
o Kompaktor berukuran kecil
Digunakan secara individual di rumah-rumah.Kompaksi tipe ini dapat
mereduksi volume sampah kertas hingga 70%, namun hanya dapat
digunakan untuk timbulan limbah padat yang sedikit saja.
o Kompaktor berukuran besar
Digunakan di rusun-rusun dan dilengkapi dengan cerobong gravitasi.
Kemampuan kompaksi ini adalah 20-60%, tergantung pada komposisi
sampahnya. Sampah yang telah dikompaksi tidak mungkin lagi untuk
83
Sumber sampah
Pengumpulan/ pengangkutan
Pembuangan Akhir
dipisahkan komponen-komponennya untuk didaur-ulang, kecuali sampah
kertas.
4. Pengomposan
Melakukan pengomposan dengan menggunakan sampah halaman seperti daur
dan rumput. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadah dan ditumpuk
kemudian terkadang disiram untuk memberikan kelembaban dan oksigen
untuk mikroorganisme di dalamnya. Semakin lama, bakteri dan
mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik tersebut hingga
menjadi humus dan disebut kompos.
5.3.3. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah merupakan proses mengumpulkan atau membawa sampah
dari berbagai sumber dan juga mengangkut sampah ke suatu lokasi hingga isi
kendaraan pengangkut dikosongkan.
Berdasarkan SNI 19-2454-2002, tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, pola pengumpulan sampah adalah sbb:
a. Pola individual langsung
Pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi tiap-tiap
bangunan/sumber sampah (door to door) dan langsung diangkut untuk dibuang di
Tempat Pembuangan Akhir. Pola pengumpulan ini menggunakan kendaraan truck
sampah biasa, dump truck atau compactor truck.
Gambar 5.3.2 Skema
Pengumpulan Sampah dengan Pola Individual Langsung
84
Sumber sampah
Pengumpulan dan
pengangkutanPengangkutan Pembuangan
Akhir
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Kondisi topografi bergelombang (> 15 – 40 %), hanya alat pengumpul mesin
yang dapat beroperasi
2) Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya
3) Kondisi dan jumlah alat memadai
4) Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari
5) Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol
b. Pola individual tidak langsung
Daerah yang dilayani kedua cara tersebut diatas umumnya adalah lingkungan
pemukiman yang sudah teratur, daerah pertokoan, tempat-tempat umum, jalan
dan taman.
Gambar 5.3.3 Skema Pengumpulan Sampah dengan Pola Individual Tak
Langsung
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Bagi daerah yang partisipasinya aktif
2) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
3) Bagi kondisi yang relative datar (rata-rata 5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non-mesin (gerobak, becak)
4) Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
5) Kondisi lebar gang dapat dilalui oleh alat pengumpul tanpa mengganggu
pengguna jalan lainnya
6) Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah
85
Sumber sampah
Wadah Komunal Pengangkutan Pembuangan
Akhir
c. Pola komunal langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah
(rumah tangga, dll) ke tempat-tempat penampungan sampah komunal yang telah
disediakan atau langsung ke truck sampah yang mendatangi titik pengumpulan
Gambar 5.3.4. Skema Pengumpulan Sampah dengan Pola Komunal Langsung
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Bila alat angkut terbatas
2) Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah
3) Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi
jalan berbukit/jalan sempit)
4) Peran serta masyarakat tinggi
5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
6) Untuk pemukiman tidak teratur
d. Pola komunal tidak langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah
(rumah tangga dll) ke tempat-tempat yang telah disediakan/di tentukan (bin/tong
sampah komunal) atau langsung ke gerobak/becak sampah yang mangkal pada
titik - titik pengumpulan komunal. Petugas kebersihan dengan gerobaknya
kemudian mengambil sampah dari tempat - tempat pengumpulan komunal
tersebut dan dibawa ke tempat penampungan sementara atau transfer depo
sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir dengan truk sampah.
86
Sumber sampah
Wadah Komunal
Pengumpulan dan
PemindahanPengangkutan Pembuangan
Akhir
Gambar 5.3.5 Skema Pengumpulan Sampah dengan Pola Komunal Tak
Langsung
Penggunaan pola ini memiliki persyaratan:
1) Peran serta masyarakat tinggi
2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau alat pengumpul
3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
4) untuk kondisi topografi relative datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan
alat pengumpul non-mesin (gerobak,becak), namun untuk kondisi topografi >
5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan
karung
5) lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai
jalan lainnya
e. pola penyapuan jalan, dengan persyaratan:
1) juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan
(diperkeras, tanah, lapangan rumput
2) penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada
funsi dan nilai daerah yang dilayani
3) pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan
untuk kemudian diangkut ke TPA
4) pengendalian personel dan peralatan harus baik
87
Gambar 5.3.6 Diagram Pelayanan Masing-Masing Pola Operasional Persampahan Kota
(sumber: SNI 19-2454-2002)
Perencanaan operasional pengumpulan sampah berdasarkan SNI 19-2454-2002,
tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sbb:
a. rotasi antara 1-4/hari
b. periodisasi: 1 hari, 2 hari, atau maksimal 3 hari sekali, tergantung kondisi
komposisi sampah, yaitu:
1) semakin besar persentase sampah organic, periodisasi pelayanan sehari
sekali
2) untuk sampah kering, periode pengumpulannya disesuaikan dengan jadwal
yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali
3) untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku
4) mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap
5) mempunyai petugas pelaksana yang tetap
88
6) pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah
terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah
Berikut ini merupakan tabel pola pengumupulan sampah berdasarkan kondisi
jalan serta alternatif alat angkut yang dapat digunakan :
Tabel 5.3.3.1 Pola Pengumpulan Sampah berdasarkan Kondisi Jalan dan Alat
Angkut yang dapat digunakan.
Pola pengumpulan sampah
Kondisi jalan Alat angkut
Individual langsung Lebar dan memadaiCompactor truck(CT), arm
roll truck(ART), dump truck(DT)
Individual tidak langsung Jalan sempit atau gangGerobak, CT, ART, DTKomunal langsung Jalan sempit atau gang
Komunal tidak langsung Jalan sempit atau gang
Penyapuan jalanJalan besar yang terstruktur dan mempunyai batas yang
jelas
Kendaraan penyapu jalan/ Street sweeper (SS)
Sumber: www.sanitasi.or.id
5.3.4. Pemindahan dan Pengangkutan
Elemen fungsional pemindahan dan pengangkutan mengacu pada sarana dan
fasilitas yang digunakan untuk mentransfer limbah dari satu lokasi ke lokasi lain,
biasanya ke lokasi yang jauh. Sampah yang berada di kendaraan pengumpul kecil akan
ditransfer ke kendaraan yang lebih besar yang digunakan untuk mengangkut limbah
dengan jarak yang jauh baik ke fasilitas pemulihan material (MRFs) atau tempat
pembuangan.
89
Gambar 5.3.4.1 Transfer dan Pengangkutan
Operasi transfer dan pengangkutan menjadi sebuah kebutuhan ketika jarak ke
pusat-pusat pengolahan yang tersedia atau tempat pembuangan meningkat sehingga
pengangkutan langsung tidak lagi layak secara ekonomis. Operasi transfer dan
pengangkutan juga menjadi kebutuhan ketika pusat pengolahan atau tempat
pembuangan berlokasi di daerah terpencil dan tidak dapat dicapai langsung melalui
jalan raya. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan operasi transfer
menjadi lebih atraktif dibandingkan dengan pengangkutan langsung :
Terjadinya pembuangan ilegal karena jarak angkut yang berlebihan.
Lokasi tempat pembuangan yang relatif jauh dari rute pengumpulan.
Penggunaan kendaraan pengumpul berkapasitas kecil.
Penggunaan sistem kontainer yang dapat diangkut berkapasitas kecil untuk
pengumpulan limbah dari sumber komersial.
Penggunaan sistem pengumpulan hidrolik atau pneumatik
90
Gambar 5.3.4.2 Transfer dan Pengangkutan
Stasiun transfer digunakan untuk menuntaskan transfer limbah padat dari
pengumpulan oleh kendaraan kecil untuk kemudian diangkut oleh peralatan
transportasi yang lebih besar. Tergantung pada metode yang digunakan untuk memuat
kendaraan transportasi, stasiun transfer dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis
umum, yaitu :
a. Direct-load
b. Storage-load
91
c. Combined direct-load and discharge-load
92
5.3.5 Metode dan Sarana Pengangkutan
Berikut ini merupakan spesifikasi alat angkut beserta kelebihan dan kekurangannya:
93
Gambar 5.3.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Gerobak Sampah
Gambar 5.3.5.2 Kelebihan dan Kekurangan Dump Truck
94
Gambar 5.3.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Arm Roll Truck
Gambar 5.3.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Compactor Truck Sampah
95
Gambar 5.3.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Truk Penyapu Jalan
5.3.6. Pembuangan dan Pemrosesan Akhir
a. Pemrosesan Akhir Sampah
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA
merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas
dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU no 18
Tahun 2008 menjadi tempat pemrosesan akhir didefinisikan sebagai pemrosesan
akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Selain itu di lokasi pemrosesan akhir
tidak hanya ada proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat 4 (empat)
aktivitas utama penanganan sampah di lokasi TPA, yaitu (Litbang PU, 2009):
• Pemilahan sampah
• Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
96
• Pengomposan sampah hayati (organik)
• Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi
pengurugan atau penimbunan (landfill)
Di Indonesia dikenal konsep controlled landfill sejak tahun 1990-an, yaitu
metode perbaikan open dumping sebelum mampu mengoperasikan pengurugan
sampah deangan sanitary landfill.
Perbedaan antara kedua metode tersebut terlihat pada tabel berikut
Tabel 5.3.6.1 Perbedaan controlled landfill dengan sanitary landfill
97
Landfill merupakan suatu kegiatan penimbunan sampah padat pada tanah.
Jika tanah memiliki muka air yang cukup dalam, tanah bisa digali, dan sampah bisa
ditimbun didalamnya. Metode ini kemudian dikembangkan menjadi sanitary landfill
yaitu penimbunan sampah dengan cara yang sehat dan tidak mencemari lingkungan.
Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah secara sehat
dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang digali untuk
menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang dilakukan lapis demi
lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada di alam terbuka
(Tchobanoglous, et al., 1993). Pada prinsipnya landfill dibutuhkan karena:
Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak
dapat menyingkirkan seluruh limbah
Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani
lebih lanjut
Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara
kimia, atau sulit untuk dibakar
Beberapa hal yang sangat diperhatikan dalam operasional sanitary landfill
adalah adanya pengendalian pencemaran yang mungkin timbul selama operasional
dari landfill seperti adanya pengendalian gas, pengolahan leachate dan tanah penutup
yang berfungsi mencegah hidupnya vector penyakit.
Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill, maka klasifikasi
dari landfill dapat dibedakan menjadi :
a. Mengisi Lembah atau cekungan.
Metode ini biasa digunakan untuk penimbunan sampah yang dilakukan pada
daerah lembah, seperti tebing, jurang, cekungan kering, dan bekas galian. Metode ini
dikenal dengan depression method.Teknik peletakan dan pemadatan sampah
tergantung pada jenis material penutup yang tersedia, kondisi geologi dan hidrologi
lokasi, tipe fasilitas pengontrolan leachate dan gas yang digunakan, dan sarana
menuju lokasi.
b. Mengupas Lahan secara bertahap
98
Pengupasan membentuk parit-parit tempat penimbunan sampah dikenal
sebagai metode trench. Metode ini digunakan pada area yang memiliki muka air
tanah yang dalam. Area yang digunakan digali dan dilapisi dengan bahan yang
biasanya terbuat dari membran sintetis, tanah liat dengan permeabilitas yang rendah
(low-permeability clay), atau kombinasi keduanya, untuk membatasi pergerakan
leachate dan gasnya.
c. Menimbun Sampah di atas lahan.
Untuk daerah yang datar, dengan muka air tanah tinggi, dilakukan dengan
cara menimbun sampah di atas lahan. Cara ini dikenal sebagai metode area. Sampah
dibuang menyebar memanjang pada permukaan tanah, dan tiap lapis dalam proses
pengisian (biasanya per 1 hari), lapisan dipadatkan, dan ditutup dengan material
penutup setebal 15-30 cm. Luas area penyebaran bervariasi tergantung pada volume
timbulan sampah dan luas lahan yang tersedia.
99
Gambar 5.3.6.1 Klasifikasi Landfill Berdasarkan Metode Peletakkan Sampah
Beberapa penelitian dan perencanaan sanitary landfill melakukan berbagai
upaya inovasi untuk memperbaiki proses degradasi sampah di dalam landfill, antara
lain:
a. Landfill semi anaerobic, yang berfungsi untuk mempercepat proses degradasi
sampah dan mengurangi dampak negatif dari leachate dengan melakukan proses
100
resirkulasi leachate ke dalam tumpukan sampah. Leachate dianggap sebagai
nutrisi sebagai sumber makanan bagi mikoorganisme di dalam sampah.
b. Landfill aerobic, dengan menambahkan oksigen ke dalam tumpukan sampah di
sanitary landfill yang berfungsi mempercepat proses degradasi sampah sehingga
mendapatkan material stabil seperti kompos.
c. Reusable landfill atau landfill mining and reclamation. Definisi dari proses ini
adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan
menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah. Proses ini sering
digunakan dalam revitalisasi TPA, dimana material yang dapat digali dari TPA
yang lama akan dimanfaatkan. Bekas galian TPA akan dirancang untuk menerima
sampah kembali dengan konsep sanitary landfill.
Gambar 5.3.6.2 Berbagai Inovasi Proses di dalam Landfill
101
Gambar 5.3.6.3 Berbagai Inovasi Proses di dalam Landfill
b. Metode Pengurugan
Metode pengurugan sampah berdasarkan kondisi topografi, sumber materi
penutup dan kedalaman air tanah dibedakan metode trench dan area.
1. Metode trench atau ditch
Metode ini diterapkan ditanah yang datar. Dilakukan penggalian tanah secara
berkala untuk membuat parit sedalam dua sampai 3 meter. Tanah disimpan untuk
dipakai sebagai bahan penutup. Sampah diletakan di di dalam parit, disebarkan,
dipadatkan dan ditutup dengan tanah.
102
Gambar 5.3.6.4 Pengurugan Metode Trench atau Ditch
2. Metode Area
Untuk area yang datar dimana parit tidak bisa dibuat, sampah disimpan
langsung diatas tanah asli smapai ketinggian beberapa meter. Tanah penutup bisa
diambil dari luar TPA atau diambil dari bagian atas tanah.
Gambar 5.3.6.5 Pengurugan Metode Area
103
3. Kombinasi kedua metode
Karena kedua cara ini sama dalam pengurugannya, maka keduanya dapat
dikombinasikan agar pemanfaatan tanah dan bahan penutup yang baik serta
meningkatkan kinerja operasi.
Gambar 5.3.6.6 Pengurugan Metode Kombinasi
c. Alternatif Sistem Pengolahan Sampah
Melihat komposisi sampah di Indonesia yang sebagian besar adalah sisa-sisa
makanan, khususnya sampah dapur, maka sampah jenis ini akan cepat membusuk,
atau terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah di alam ini. Pengomposan
merupakan salah satu teknik pengolahan limbah organik (hayati) yang mudah
membusuk. Kompos dapat disebut berkualitas baik bila mempunyai karakteristik
sebagai humus dan bebas dari bakteri patogen serta tidak berbau yang tidak enak.
Sampah yang telah membusuk di sebuah timbunan sampah misalnya di landfill
sebetulnya adalah kompos anaerob yang dapat dimanfaatkan pada pasca operasi.
Alasan utama utama kegagalan pengomposan selama ini adalah pemasaran.
Salah satu jenis pengolah sampah yang sering digunakan sebagai alternatif
penanganan sampah adalah insinerator. Saat ini teknologi insinerator dengan
penangkap panas (enersi) dikenal sebagai waste-toenergy. Khusus untuk sampah
kota, sebuah insinerator akan dianggap layak bila selama pembakarannya tidak
104
dibutuhkan subsidi enersi dari luar. Jadi sampah tersebut harus terbakar dengan
sendirinya
Tabel 5.3.6.2 Kelebihan dan kelemahan alternatif sistem pengolahan sampah
Proses pengomposan (composting) adalah proses dekomposisi yang dilakukan
oleh mikroorganisme terhadap bahan organik yang biodegradable, atau dikenal pula
sebagai biomas. Pengomposan dapat dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisi yang optimum untuk proses
pengomposan. Secara umum, tujuan pengomposan adalah:
105
a. Mengubah bahan organik yang biodegradable menjadi bahan yang secara
biologi bersifat stabil
b. Bila prosesnya pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan membunuh
bakteri patogen, telur serangga, dan mikroorganisme lain yang tidak tahan
pada temperatur di atas temperatur normal
c. Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah
Beberapa manfaat kompos dalam memperbaiki sifat tanah adalah:
a. Memperkaya bahan makanan untuk tanaman
b. Memperbesar daya ikat tanah berpasir
c. Memperbaiki struktur tanah berlempung
d. Mempertinggi kemampuan menyimpan air
e. Memperbaiki drainase dan porositas tanah
f. Menjaga suhu tanah agar stabil
g. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
h. Dapat meningkatkan pengaruh pupuk buatan
Kompos kurang tepat bila disebut sebagai pupuk, walaupun dikenal pula
sebagai pupuk organik, karena zat hara yang dikandungnya akan tergantung pada
karakteristik bahan baku yang digunakan. Oleh karena sampah kota karakteristiknya
sangat heterogen dan fluktuatiif maka kualitasnya akan mengikuti karakteristik
sampah yang digunakan sebagai bahan kompos setiap saat. Klasifikasi pengomposan
antara lain dapat dikelompokkan atas dasar:
a. Ketersediaan oksigen:
Aerob bila dalam prosesnya menggunakan oksigen (udara)
Anaerob bila dalam prosesnya tidak memerlukan adanya oksigen
b. Kondisi suhu:
Suhu mesofilik: berlangsung pada suhu normal, biasanya proses
anaerob
Suhu termofilik: berlangsung di atas 40oC, terjadi pada kondisi aerob
c. Teknologi yang digunakan:
Pengomposan tradisional (alamiah) misalnya dengan cara windrow
106
Pengomposan dipercepat (high rate) yang bersasaran mengkondisikan dengan
rekayasa lingkungan proses yang mengoptimalkan kerja mikroorganisme,
seperti pengaturan pH, suplai udara, kelembaban, suhu, pencampuran, dsb.
Pengomposan aerobik lebih banyak dilakukan karena tidak menimbulkan bau,
waktu pengomposan lebih cepat, temperatur proses pembuatannya tinggi sehingga
dapat membunuh bakteri patogen dan telur cacing, sehingga kompos yang dihasilkan
lebih higienis. Adapun perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel 5.3.7.2
berikut ini. Proses pembuatan kompos adalah dekomposisi material organik limbah
padat (sampah) secara biologis, di bawah kontrol kondisi proses yang berlangsung.
Dalam produk akhir, materi organik belumlah dapat dikatakan stabil, namun dapat
disebut stabil secara biologis.
Tabel 5.3.6.3 Perbandingan pengomposan aerob dan anaerob
Karena pertimbangan di atas, maka biasanya proses pengomposan dilakukan
secara aerob. Secara umum, transformasi umum buangan aerob dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Input: Materi organik + O2 + nutrisi + bakteri
Materi organik belum terdegradasi + biomass sel bakteri + CO2 + H2O + NH3
+ panas
Bila materi organik adalah CaHbOcNd, bila sel biomas bakteri diabaikan, dan bila
materi orgnanik belum terdegradasi adalah CwHxOyNz , maka konsumsi reaksi yang
terjadi adalah :
107
CaHbOcNd + 0,5 (ny + 2s + r –c) O2 → n CwHxOyNz + s CO2 + r H2O + (d-nx) NH3ֿ
.............. (8.1)
Dengan : r = 0,5 [b – nx – 3(d – nx)]
s = a - nw
Bila terjadi reaksi sempurna, maka :
CaHbOcNd + 4 a+b−2c−3 d
4 O2 → aCO2 + (b - 3d)/2 + H2O + dNH3ֿ .....................
(8.2)
Bila proses berlangsung anaerob, misalnya dalam landfilling yang berlangsung secara
alamiah, maka transformasinya adalah :
CaHbOcNd → nCwHxOyHz + mCH4 + sCO2 + (d - nz)NH3 + rH2O ........ (8.3)
Dengan : s = a – nw – m
r = c – ny - 2s
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengomposan, antara lain :
a. Bahan yang dikomposkan: apakah mudah terurai atau sulit terurai, misalnya
makin banyak kandungan kayu atau bahan yang mengandung lignin, maka
akan makin sulit terurai
b. Mikroorganisme: mikroorganisme seperti bakteri, ragi, jamur yang sesuai
dengan bahan yang akan diuraikan akan dapat menguraikan bahan organik
c. Ukuran bahan yang dikomposkan : bila ukuran sampah makin kecil, akan
makin luas permukaan, sehingga makin baik kontak antara bakteri dan
materi organik, akibatnya akan makin cepat proses pembusukan. Namun
bila diameter terlalu kecil, kondisi bisa menjadi anaerob karena ruang
untuk udara mengecil. Diameter yang baik adalah antara (25-75) mm.
d. Kadar air (lihat Tabel 8.3):
Timbunan kompos harus selalu lembab, biasanya sekitar nilai 50-60%.
Nilai optimum adalah = 55%, kurang lebih selembab karet busa yang
diperas.
Adanya panas yang terbentuk, menyebabkan air menguap, sehingga
tumpukan menjadi kering.
108
Bila terlalu basah, maka pori-pori timbunan akan terisi air, dan oksdigen
berkurang sehingga proses menjadi anaerob. Biasanya pengadukan atau
pembalikan kompos pada proses konvensional akan mengembalikan
kondisi dalam timbunan menjadi normal kembali. Bulking agent, seperti
zeolit, dedak atau kompos matang, banyak digunakan untuk
mempertahankan kadar air agar tidak terlalu lembab.
Timbunan akan berasap bila panas mulai timbul. Pada saat itu bagian
tengah tumpukan dapat menjadi kering, dan proses pembusukan dapat
terganggu.
Untuk mengukur suhu secara mudah, tancapkan bambu ke tengah
tumpukan. Bila bambu basah dan hangat, serta tidak berbau busuk, maka
proses pengomposan berjalan dengan baik.
Kadang-kadang diperlukan penambahan air ke dalam timbunan setiap 4 –
5 hari sekali. Sebaliknya, untuk daerah yang mempunyai curah hujan yang
tinggi, maka timbunan kompos harus dilindungi dari hujan, misalnya
diberi tutup plastik atau terpal.
e. Ketersediaan oksigen:
Pada proses aerob selalu dibutuhkan adanya oksigen. Pada proses
konvensional, suplai oksigen dilakukan dengan pembalikan tumpukan
sampah. Pembalikan menyebabkan distribusi sampah dan mikroorganisme
akan lebih merata. Secara praktis, pembalikan biasanya dilakukan setiap 5
hari sekali.
Pada pengomposan tradisional, tersedianya oksigen akan dipengaruhi
tinggi tumpukan. Tinggi tumpukan sebaiknya 1,25 - 2 m.
Pada proses mekanis, suplai oksigen dilakukan secara mekanis, biasanya
dengan menarik udara yang berada dalam kompos, sehingga udara dari
luar yang kaya oksigen menggantikan udara yang ditarik keluar yang kaya
CO2. Untuk hasil yang optimum, diperlukan udara yang mengandung
lebih dari 50% oksigen.
f. Kandungan karbon dan nitrogen (lihat Tabel 8.3):
109
Karbon (C) adalah komponen utama penyusun bahan organik sebagai
sumber enersi, terdapat dalam bahan organik yang akan dikomposkan
seperti jerami, batang tebu, sampah kota, daun-daunan dsb.
Nitrogen (N) adalah komponen utama yang berasal dari protein, misalnya
dalam kotoran hewan, dan dibutuhkan dalam pembentukan sel bakteri.
Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber
energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan
untuk pembentukan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik
dalam bahan yang dikomposkan adalah 25-30 (satuan berat kering),
sedang C/N di akhir proses adalah 12 – 15. Pada rasio yang lebih rendah,
ammonia akan dihasilkan dan aktivitas biologi akan terhambat, sedang
pada ratio yang lebih tinggi, nitrogen akan menjadi variabel pembatas.
Harga C/N tanah adalah 10 – 12, sehingga bahan-bahan yang mempunyai
harga C/N mendekati C/N tanah, dapat langsung digunakan.
Waktu pengomposan dapat direduksi dengan proses pencampuran dengan
bagian yang sudah terdekomposisi sampai (1-2)% menurut berat. Buangan
lumpur dapat juga ditambahkan dalam penyiapan sampah. Jika lumpur
ditambahkan, kadar air akhir merupakan variabel pengontrol.
g. Kondisi asam basa (pH):
pH memegang peranan penting dalam pengomposan. Pada awal
pengomposan, pH akan turun sampai 5, kemudian pH akan naik dan stabil
pada pH 7 - 8 sampai kompos matang.
Bila pH terlalu rendah, perlu penambahan kapur atau abu. Untuk
meminimalkan kehilanga nitrogen dalam bentuk gas ammonia, pH tidak
boleh melebihi 8,5.
h. Temperatur:
Suhu terbaik adalah 50º-55ºC, dan akan mencapai (55-60)ºC pada periode
aktif. Suhu rendah, menyebabkan pengomposan akan lama. Suhu tinggi
(60-70)ºC menyebabkan pecahnya telur insek, dan matinya bakteri-bakteri
patogen yang biasanya hidup pada temperatur mesofilik.
110
Pada pengomposan tradisional, bila tumpukan terlalu tinggi, terjadi
pemadatan bahan-bahan dan akan terjadi efek selimut. Hal ini akan
menaikkan temperatur menjadi sangat tinggi, dan oksigen menjadi
berkurang.
Tabel 5.3.6.4. Perbandingan C/N dan kadar air
i. Tingkat dekomposisi: dapat diperkirakan melalui pengukuran penurunan
suhu akhir, tingkat kapasitas panas, jumlah materi yang dapat
didekomposisi. Kenaikan potensial redoks, kebutuhan oksigen,
pertumbuhan jamur, dsb dapat digunakan juga sebagai indikator tingkat
dekomposisi.
Insinerator Skala Kota
Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi materi padat
(dalam hal ini sampah) menjadi materi gas (gas buang), serta materi padatan yang
sulit terbakar, yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly ash). Panas yang dihasilkan dari
proses insinerasi juga dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi suatu materi menjadi
materi lain dan energi, misalnya untuk pembangkitan listrik dan air panas. Insinerasi
adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada suatu tungku
pembakaran. Di beberapa negara maju, teknologi insinerasi sudah diterapkan dengan
kapasitas besar (skala kota). Teknologi insinerator skala besar terus berkembang,
khususnya dengan banyaknya penolakan akan teknologi ini yang dianggap
bermasalah dalam sudut pencemaran udara. Salah satu kelebihan yang dikembangkan
terus dalam teknologi terbaru dari insinerator ini adalah pemanfaatan enersi, sehingga
nama insinerator cenderung berubah seperti waste-to-energy, thermal converter.
111
Meskipun teknologi ini mampu melakukan reduksi volume sampah hingga
70%, namun teknologi insinerasi membutuhkan biaya investasi, operasi, dan
pemeliharaan yang cukup tinggi. Fasilitas pembakaran sampah dianjurkan hanya
digunakan untuk memusnahkan/membakar sampah yang tidak bisa didaur ulang,
ataupun tidak layak untuk diurug. Alat ini harus dilengkapi dengan sistem
pengendalian dan kontrol untuk memenuhi batas-batas emisi partikel dan gas-buang
sehingga dipastikan asap yang keluar dari tempat pembakaran sampah merupakan
asap/gas yang sudah netral. Abu yang dihasilkan dari proses pembakaran bisa
digunakan untuk bahan bangunan, dibuat bahan campuran kompos, atau dibuang ke
landfill. Sedangkan residu dari sampah yang tidak bisa dibakar seperti sisa logam bisa
didaur ulang. Insinerasi merupakan proses pengolahan buangan dengan cara
pembakaran pada temperatur yang sangat tinggi (>800ºC) untuk mereduksi sampah
yang tergolong mudah terbakar (combustible), yang sudah tidak dapat didaurulang
lagi. Sasaran insinerasi adalah untuk mereduksi massa dan volume buangan,
membunuh bakteri dan virus dan meredukdi materi kimia toksik, serta memudahkan
penanganan limbah selanjutnya. Insinerasi dapat mengurangi volume buangan padat
domestik sampai 85-95 % dan pengurangan berat sampai 70-80 %.
Proses insinerasi berlangsung melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah
menjadi kering yang akan siap terbakar.
Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna,
dimana temperatur belum terlalu tinggi
Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.
Agar terjadi proses yang optimal maka ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam menjalankan suatu insinerator, antara lain:
Aspek keterbakaran: menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dari
buangan padat, khususnya sampah.
Aspek keamanan: menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi logam
berat, dan operasional insinerator.
112
Aspek pencegahan pencemaran udara: menyangkut penanganan debu
terbang, gas toksik, dan uap metalik.
Terdapat 3 parameter utama dalam operasi insinerator yang harus
diperhatikan, yaitu 3-T (Temperature, Time dan Turbulence) :
Temperature (Suhu): Berkaitan dengan pasokan oksigen (melalui udara).
Udara yang dipasok akan menaikkan temperatur karena proses oksidasi
materi organik bersifat eksotermis. Temperatur ideal untuk sampah kota
tidak kurang dari 800 oC.
Time (waktu): Berkaitan dengan lamanya fasa gas yang harus terpapar
dengan panas yang telah ditentukan. Biasanya sekitar 2 detik pada fase
gas, sehingga terjadi pembakaran sempurna.
Turbulensi: Limbah harus kontak sempurna dengan oksigen. Insinerator
besar diatur dengan kisi-kisi atau tungku yang dapat bergerak, sedang
insinerator kecil (modular) tungkunya adalah statis.
Skema insinerator kapasitas besar untuk sampah kota umumnya terdiri atas
bagian-bagian sebagai berikut
Unit Penerima: perlu untuk menjaga kontinuitas suplai sampah.
Sistem Feeding/Penyuplai: agar instalasi terus bekerja secara kontinu
tanpa tenaga manusia.
Tungku pembakar: harus bisa mendorong dan membalik sampah.
Suplai udara: agar tetap memasok udara sehingga sistem dapat terbakar.
Pasokan udara dari bawah adalah suplai utama. Udara sekunder perlu
untuk membakar bagian-bagian gas yang tidak sempurna.
Kebutuhan udara: tergantung dari jenis limbah
Pembubuhan air: mendinginkan residu/abu dan gas yang akan keluar stack
agar tidak mencemari lingkungan.
Unit pemisah: memisahkan abu dari bahan padat yang lain.
APC (Air Pollution Control): terdapat beragam pencemaran yang akan
muncul, khususnya:
- Debu atau partikulat
113
- Air asam
- Gas yang belum sempurna terbakar: CO
- Gas-gas hasil pembakaran seperti CO2, NOx , SOx,
- Dioxin
- Panas
Setiap jenis pencemar, membutuhkan APC yang sesuai pula, sehingga bila
seluruh jenis pencemar ini ingin dihilangkan, maka akan dibutuhkan serangkaian
unit-unit APC yang sesuai. Pada insinerator modular yang sering digunakan di kota-
kota di Indonesia, dapat dikatakan sarana ini belum dilengkapi unit APC, paling tidak
untuk mengurangi partikel-partikel debu yang keluar.
Cerobong (stack): semakin tinggi akan semakin baik, terutama untuk daerah
sekitarnya, tetapi tidak berarti tidak mengotori udara. Dengan cerobong yang
tinggi maka terjadi pendinginan-pengenceran.
Dinding insinerator harus tahan panas, dan tidak menyalurkan panas keluar.
Nilai kalor sampah Indonesia mencapai 1.000 – 2.000 kkal/kg-kering. Dapat
dicapai proses insineras yang ekonomis bila sampah memiliki nilai kalor paling tidak
2.000 kkal/kg-kering, sehingga tidak dibutuhkan enersi tambahan dari luar.
Kebutuhan oksigen dan nilai kalor yang dikandungnya dapat dihitung berdasarkan
metode pendekatan kadar unsur sampah, misalnya dengan rumus kimia sampah
Indonesia dengan dominasi rata–rata kandungan sampah organik sekitar 60%,
sampah plastik 17%, dan sampah kertas 16% adalah C351,42H2.368,63O1.099,65N13,603S.
Di Indonesia, penggunaan insinerator skala kota baru dilaksanakan di
Surabaya. Namun karena permasalahan teknis yang sejak awal telah terjadi,
insinerator ini cendererung kurang berfungsi. Insinerator skala modular (skala kecil),
banyak dicoba di beberapa kota di Indonesia, walaupun ternyata mengalami beberapa
permasalahan, seperti mahalnya biaya operasi, timbulnya permasalahan lingkungan
yang terlihat nyata secara visual seperti asap dan bau.
d. Pembentukan Leachate
114
Sampah yang dibuang ke landfill mengalami beberapa perubahan fisik, kimia
dan biologis secara simultan yang diantaranya menghasilkan cairan yang disebut
leachate. Leachate bisa didefinisikan sebagai cairan yang telah melewati sampah
yang telah mengekstrasi material terlarut/tersuspensi dari sampah tersebut
(Tchobanoglous, 1993). Leachate diproduksi ketika cairan melakukan kontak dengan
sampah yang terutama berasal dari buangan domestik, dimana hal tersebut tidak dapat
dihindari pada lahan pembuangan akhir. Leachate dihasilkan dari infiltrasi air hujan
ke dalam tumpukan sampah di TPA dan dari cairan yang terdapat di dalam sampah
itu sendiri. Apabila tidak terkontrol, landfill yang dipenuhi air leachate dapat
mencemari air bawah tanah dan air permukaan. Pada umumnya karakteristik leachate
adalah : cairan berwarna coklat, mempunyai kandungan organik (BOD,COD) tinggi,
kandungan logam berat biasanya juga tinggi dan berbau septik. Komposisi zat kimia
dari leachate berubah-ubah tergantung pada beberapa hal antara lain :
Karakteristik dan Komposisi sampah
Secara alami, fraksi organik sampah dipengaruhi oleh degradasi
sampah dalam landfill dan juga kualitas leachate yang diproduksi. Hadirnya
zat-zat beracun bagi bakteri akan memperlambat proses degradasi.
Jenis tanah penutup landfill
Porositas tanah penutup landfill akan mempengaruhi banyak tidaknya
air hujan yang masuk ke dalamnya yang nantinya juga akan mempengaruhi
jumlah leachate yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus
bagi tanah penutup harian maupun tanah penutup akhir.
Musim
Pergantian musim akan memberikan dampak yang berbeda pada jumlah
produksi leachate dan juga konsentrasinya. Pada musim penghujan jumlah
leachate yang dihasilkan umumnya akan lebih besar namun memiliki
konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada saat musim kemarau karena
air hujan yang masuk ke dalam landfill akan berperan sebagai pengencer.
pH dan kelembaban
Nilai pH akan mempengaruhi proses kimia yang merupakan basis dari transfer
115
massa dalam sistem leachate sampah.
Umur Timbunan (Usia landfill)
Usia landfill dapat tercermin dari variasi komposisi leachate dan jumlah
polutan yang terkandung. Umur landfill berpengaruh penentuan karakteristik
leachate yang akan diatur oleh tipe proses stabilisasi.
Berdasarkan karakteristik dari leachate, pengolahan sangat diperlukan
sebelum leachate dibuang ke badan air. Pengolahan terutama bertujuan untuk
mengurangi kandungan bahan organik di dalam leachate, mengurangi kandungan
nutrient seperti NH4 dan kandungan logam berat yang diperkirakan ikut larut didalam
leachate.
Pengolahan leachate bisanya merupakan kombinasi baik pengolahan fisik,
kimia dan biologis. Pengolahan leachate merupakan salah satu dari penanganan
effluen leachate yang dapat dilakukan. Alternatif lainnya yang dapat dilakukan antara
lain:
Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran
leachate tidak menuju air tanah
Mengisolasi lahan urug landfill sehingga air eksternal tidak masuk dan
leachatenya tidak keluar
Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan yang baik untuk
menetralisir cemaran
Mengembalikan (resirkulasi) leachate ke arah timbunan sampah
Mengalirkan leachate menuju pengolahan air buangan domestic
Mengolah leachate dengan unit pengolahan sendiri.
116
\
Gambar 5.3.6.5 Sistem Penyaluran Leachate dengan Pipa (Atas) dan Gambar Detail
Pipa (Bawah)
Pengolahan leachate merupakan pengolahan kombinasi antara fisik-kimia dan
biologi. Pengolahan fisik bertujuan mengurangi zat padat baik tersuspensi maupun
terlarut di dalam leachate. Pengolahan ini biasanya digabungkan dengan pengolahan
kimia dan biologis. Pengolahan secara kimiawi bertujuan mengurangi kandungan ion-
ion di dalam leachate dan proses koagulasi dan flokulasi untuk mengurangi
kandungan zat padat tersuspensi di dalam leachate. Proses pengolahan biologis
tertutama gabungan dari pengolahan anerobik dan aerobik bertujuan mengurangi
kandungan bahan organic di dalam leachate. Alternatif sistem pengolahan yang dapat
digunakan untuk mengolah leachate adalah sebagai berikut (Hermana, 2007):
1. Pengolahan dengan Proses Biologis
117
a. Kombinasi Kolam Stabilisasi, untuk lokasi dengan ketersediaan lahan yang
memadai, dengan alternatif kombinasi sebagai berikut:
Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1)
Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan land treatment / Wetland
(alternatif 2)
b. Kombinasi Proses Pengolahan Anaerobik – Aerobik, untuk lokasi dengan
ketersediaan lahan yang lebih terbatas, yaitu kombinasi antara Anaerobic
Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3)
2. Pengolahan dengan Proses Fisika-Kimia
Pengolahan ini tepat digunakan apabila dikehendaki kualitas efluen leachate
yang lebih baik sehingga dapat digunakan untuk proses penyiraman atau pembersihan
peralatan dalam lokasi TPA atau dibuang ke badan air Kelas II (PP No. 82 Tahun
2001). Kombinasi sistem pengolahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR
(alternatif 4)
Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II
(alternatif 5)
d. Persyaratan Lokasi TPA
Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan yang
ada (SNI 03-3241- 1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA)
Jenis dan Fungsi Sarana TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang meliputi:
a. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian
TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan
pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan
TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal
jalan TPA dengan konstruksi: hotmix, beton, aspal, perkerasan situ, atau kayu.
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
118
Jalan masuk/akses, yang menghubungkan TPA dengan jalan
umumyang telah tersedia dengan spesifikasi jalan, termasuk jembatan, sesuai
dengan tonnase beban kendaraan;
Jalan penghubung, yang menghubungkan antara satu bagian dengan
bagian lain dalam wilayah TPA;
Jalan operasi/kerja, yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut
menuju titik pembongkaran sampah (working face).
Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas
biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan
kerja/operasi.
b. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air
hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan
sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit
leachate yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke
timbunan sampah akan semakin kecil pula debit leachate yang dihasilkan
yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran
limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan
sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau
zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase
TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang
jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup
harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
c. Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan
sampah yang datang, penimbangan, pencatatan data, dan pengaturan
kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos
pengendali dan pencatatan sampah di pintu masuk TPA. Pada TPA besar
dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan
119
penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan.
Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus
sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat
dijalankan.
d. Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air leachate
yang mengalir ke dasar TPA dan/atau kolam pengolahan leachate ke dalam
lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dipasang di seluruh
permukaan dalam TPA dan/atau kolam pengolahan leachate, baik dasar
maupun dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung (k < 10-7 ) setebal +
50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila
tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan
konsekuensi biaya yang relatif tinggi.
e. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida
(CO2), dan metan(CH4) dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas
lain yang sangat sedikit jumlahnya seperti hidrogen sulfida (H2S), dan
ammonia (NH3). Kedua gas karbon dioksida (CO2), dan metan (CH4)
memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan;
karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan
lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas
dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu
diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang
porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah
lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran
sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
f. Fasilitas Pengamanan Leachate
Leachate merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan
pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Leachate sangat berpotensi
120
menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga
perlu ditangani dengan baik.
g. Bahan Penutup
Salah satu yang membedakan antara sanitary landfill dan open
dumping adalah penggunaaan bahan penutup untuk memisahkan sampah dari
lingkungan luar pada setiap akhir hari kerja. Penutupan setiap hari sangat
penting untuk keberhasilan sanitary landfill karena mempunyai kinerja
sebagai berikut :
Menghindari gangguan lalat,binatang pengerat seperti tikus.
Mencegah kebakaran dan asap
Mengurangi bau
Mengurangi jumlah air yang masuk ke dalam sampah
Mengarahkan gas menuju ventilasi keluar dari sanitary landfill
h. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer,
excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi
perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian.
Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam
perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik
tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk
TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara
TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
i. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud
diantaranya adalah:
peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan
bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan
ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di
sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll).
121
Luas lahan yang dibutuhkan untuk penghijauan serta fasilitas penunjang
(kantor, bengkel, garasi, dll) adalah 40% dari total lahan TPA.
j. Fasilitas Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu
pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran,
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.
e. Pemilihan Lokasi Sanitary Landfill
Pemilihan lokasi penimbunan mempertimbangkan beberapa aspek sebagai
berikut:
Kondisi geologi dan geohidrologi : kondisi geologi formasi batu pasir,
batu gamping atau dolomit berongga tidak sesuai untuk landfill. Juga
daerah potensi gempa, zona vulkanik. Kondisi yang layak: sedimen
berbutir sangat halus, mis. batu liat, batuan beku, batuan malihan yang
kedap (k < 10 –7 cm/det) Kondisigeohidrologi: sistem aliran air tanah
dischare lebih baik dari recharge. Keputusan Bapedal No.
04/Bapedal/09/1995 _ jarak landfill dengan lapisan akuifer paling dekat 4
m dan dengan badan air paling dekat 500 m. Berjarak 300 m dari landasan
lapangan terbang. Kondisi curah hujan kecil, terutama daerah kering
dengan kecepatan angi rendah dan berarah dominan tidak menuju
pemukiman
Topografi : Tidak boleh pada bukit dengan lereng tidak stabil, daerah
berair, lembah-lembah yang rendah dan dekat dengan air permukaan dan
lahan dengan kemiringan alami > 20%
Kemudahan operasi
Aspek lingkungan lainnya.
Penentuan lokasi TPA ini dibagi atas beberapa tahapan yaitu :
1. tahap regional
2. tahap penyisihan
3. tahap penetapan
122
Pemilihan ini juga sudah ditetapkan dalam SNI 03-3241-1994 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah.
f. Metode Pembuangan
Metode pembuangan akhir sampah pada dasarnya harus memenuhi prinsip
teknis berwawasan lingkungan sebagai berikut :
a. Di kota besar dan metropolian direncanakan sesuai metode lahan urug
saniter (sanitary landfill) sedangkan kota sedang dan kecil minimal harus
direncanakan metode lahan urug terkendali (controlled landfill).
b. Harus ada pengendalian leahcate, yang terbentuk dari proses dekomposisi
sampah agar tidak mencemari tanah, air tanah maupun badan air yang ada.
c. Harus ada pengendalian gas dan bau hasil dekomposisi sampah, agar tidak
mencemari udara, menyebabkan kebakaran atau bahaya asap dan
menyebabkan efek rumah kaca.
d. Harus ada pengendalian vektor penyakit.
123
BAB 6
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU
6.1. ASPEK INSTITUSI
Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 dikatakan bahwa dalam
pengurangan dan penanganan sampah pemerintah daerah dapat membentuk lembaga
pengelola sampah. Dengan demikian, dibentuklah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Daerah
sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam hal kebersihan dan persampahan.
Selama ini pelayanan persampahan ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup Bidang
Kebersihan Lingkungan. Pelayananannya meliputi pengumpulan, pengangkutan dari TPS ke
TPA serta pengolahan sampah di TPA.
Gambar 6.1.1. Bagan Kelembagaan Penanganan Sampah Kabupaten Gresik
124
Pimpinan: Kepala Dinas
Sub Bagian Tata Usaha : Kepala Sub Bagian
Kepegawaian
Keuangan
Perlengkapan dan Umum
Seksi Perencanaan dan Pengendalian: Kepala
Seksi
Sub seksi Perencanaan Teknis
Sub Seksi Pengendalian dan
Laporan
Seksi Penanggulangan Kebersihan: Kepala
Seksi
Sub seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan
Sub seksi Penanggulangan air
kotor
Seksi Pertamanan: Kepala Seksi
Sub seksi Pembibitan dan Penghijauan
Sub seksi Pembangunan dan
Pemeliharaan
Sub seksi Pemakaman
Kelembagaan yang mengatur penanganan sampah Kab Gresik sudah cukup baik.
Namun, ada baiknya ditambahkan Sub Seksi Penyuluhan di Seksi Penanggulangan
Kebersihan untuk mengatur, mengkoordinasi, dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif
dalam menanggulangi masalah persampahan di Kabupaten Gresik dengan :
• Mengurangi sampah yang dihasilkan
• Memilah sampah organik dan anorganik
• Mengolah sampah dengan pengomposan
• Mendaur ulang
• Tidak membuang sampah sembarangan
6.2. ASPEK TEKNIK OPERASIONAL
Tabel 6.2.1 Perencanaan Pengelolaan Sampah Kabupaten Gresik
Tahun Peningkatan Daerah Pelayanan
Penanganan di Sumber dengan komposting (%)
Pewadahan
Pengangkutan (peningkatan unit alat angkut)
TPS dengan memilah sampah anorganik untuk mendaur ulang (%)
UPS dengan komposting (%)
TPA
Peningkatan komposting (%)
lahan
2014 80 % 10 Peningkatan kesadaran untuk memilah sampah organik dan anorganik
23 -kertas : 30- plastic: 30- logam: 50-kaca: 40
35 15 Penggunaan lahan TPA baru seluas 21 ha
2019 85 % 13 27 -kertas : 40- plastic: 40- logam: 60-kaca: 50
35 18
2024 90 % 15 31 -kertas : 50- plastic: 50- logam: 70-kaca: 60
38 19
2029 95 % 17 36 -kertas : 60- plastic: 60- logam: 75-kaca: 70
40 21
125
2034 100 % 20 41 -kertas : 70- plastic: 70- logam: 85-kaca: 80
42 22
2039 100 % 23 44 -kertas : 80- plastic: 80- logam: 90-kaca: 85
44 23
6.2.1. Penanganan di Sumber
Konsep utama yang diterapkan untuk pelayanan sampah di Kabupaten ini
adalah reduksi sampah sebelum masuk ke landfill, baik di sumber, TPS/UPS, dan
TPA sehingga mengurangi beban operasional pengelolaan sampah mulai dari sumber
hingga TPA serta untuk mengurangi biaya.
Partisipasi masyarakat dengan melakukan kompos di tempat tinggalnya
ataupun hanya memisahkan sampah organik dan anorganik akan sangat berpengaruh
pada tingkat komposting baik di sumber, TPS/UPS, maupun TPA. Pemisahan sampah
organic dan anorganik ini akan memudahkan pengambilan material daur ulang dan
material organic untuk dijadikan kompos di UPS maupun TPA.
Selain itu, peran dari pemerintah ataupun upaya masyarakat sendiri, seperti
dibentuknya usaha Bank Sampah, dimana masyarakat sekitar dapat mengantarkan
sampahnya ke lokasi tersebut untuk didaur ulang dan kemudian mendapatkan uang
dari sampah yang ia berikan. Tentunya, hal ini akan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk semakin berpartisipasi dalam menangani sampah yang ia hasilkan.
6.2.2. Pewadahan
Pewadahan yang mengacu pada SNI 19-2454-2002, tetang Tata Cara Teknik
Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan dengan besar timbulan sampah sebesar 3
liter/orang/hari, adalah sbb:
Tabel 6.2.2 Pewadahan Sampah Kabupaten Gresik
No.
Sumber sampah
Wadah KapasitasUmur wadah
Lokasi Keterangan
1. Rumah Kantong 10-40 liter 2 – 3 Di dalam Setiap rumah tangga
126
tangga
plastic harirumah / tepi
jalandiharapkan memiliki 2 buah wadah untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik.
Tong 40 liter2-3
tahun
Di dalam rumah / tepi
jalan
2.
Gedung tinggi/
apartemen
Container 500 liter2-3
tahunDi dasar gedung
Setiap gedung / apartemen diharapkan
memiliki 2 buah wadah untuk
memisahkan sampah organik dan anorganik.
3.Instansi
(sekolah, lembaga)
Tong 140 liter2-3
tahun
Di halaman belakang atau luar bangunan
Setiap bangunan diharapkan memiliki 2 buah wadah untuk memisahkan sampah
organik dan anorganik.
kontainer 500 liter2-3
tahun
Di halaman belakang bangunan
4.Fasilitas umum
Tong 30-40 liter2-3
tahun
Di taman umum, di
jalan
Menggunakan 2 buah wadah untuk
memisahkan sampah organik dan anorganik.
1. Pewadahan Sampah Rumah Tangga
Sampah rumah tangga dimasukkan kedalam tempat sampah yang
tertutup, khususnya untuk sampah dari sisa - sisa makanan karena akan
cepat membusuk dan dapat menimbulkan bau serta dapat mengundang lalat
dan menjadi media perkembangan.
Pewadahan pada pola pengumpulan individual (langsung/tidak
langsung), kapasitas wadah minimal dapat menampung sampah untuk 3 hari
(+ 40 - 60 liter), hal ini berkaitan dengan waktu pembusukan dan
perkembangan lalat, masih cukup ringan untuk diangkat oleh orang dewasa
sendirian (dirumah atau petugas kebersihan) serta efisiensi pengumputan
(pengumpulan dilakukan 2-3 hari sekali secara reguler). Bila tempat sampah
menggunakan kantong plastik bekas, ukuran dapat bervariasi, kecuali dibuat
standar.
127
2. Pewadahan Sampah Gedung tinggi/Apartemen
Untuk sampah gedung tinggi/apartemen, setiap gedung/apartemen
diharapkan sudah memiliki 2 buah wadah untuk memisahkan sampah
organik dan organik. Wadah yang disediakan berupa container dengan
kapasitas 500 liter. Kontainer tersebut diletakkan di basement atau service
area dengan umur pakai kontainer berkisar antara 2 hingga 3 tahun. Untuk
pewadahan sampah diperkantoran, kapasitas penyimpangan sampah dapat
diperhitungkan untuk menampung sampah sampai 1 minggu. Untuk jumlah
sampah yang besar, pemakaian bin atau container besar dapat
dipertimbangkan dan harus memperhatikan peralatan pengumpulan yang
digunakan. Bila jumlah sampah mencapai 6-10 m3 perhari atau setelah 1
minggu, dianjurkan untuk menggunakan container dari Arm roll truck.
3. Pewadahan Sampah Instansi (sekolah, lembaga),
Untuk sampah instasi (sekolah, lembaga), setiap bangunan diharapkan
sudah memiliki 2 buah wadah untuk memisahkan sampah organik dan
organik. Wadah yang disediakan berupa tong sampah dengan kapasitas 140
liter seta container dengan kapasitas 500 liter. Kontainer tersebut diletakkan
di halaman belakang bangunan dengan umur pakai kontainer berkisar
antara 2 hingga 3 tahun.
4. Pewadahan Sampah fasilitas umum
Untuk sampah dari fasilitas umum pasar setiap harinya berjumlah besar
dan cepat membusuk, oleh karena itu dianjurkan memakai tempat sampah
komunal dari container arm roll, sedangkan masing - masing toko atau kios
dapat menggunakan kantong plastik, bin plastik atau keranjang dengan
kapasitas 50-120 liter tergantung dengan jumlah sampah yang diproduksi
setiap harinya.
5. Pewadahan Sampah Bagi Pejalan Kaki
Disepanjang daerah pertokoan atau taman dan tempat - tempat umum
dapat dilakukan dengan menempatkan bin-bin sampah plastik. Sampah dari
128
pejalan kaki ini umumnya terdiri dari pembungkus makanan atau lainnya
yang tidak cepat membusuk. Kapasitas tempat sampah berkisar 50 - 120
liter.
6.2.3. Pengangkutan
Berikut adalah spesifikasi alat angkut yang digunakan dalam pemindahan
sampah dari sumber ke TPS/UPS atau dari TPS/UPS ke TPA, dan kontainer alat
angkut tersebut diusahakan terpisah, untuk sampah organic dan anorganik, yaitu sbb:
Gambar 6.2.1 Gerobak 3R
129
Gambar 6.2.2 Dump Truck 3R
Gambar 6.2.3 Arm Roll Truck
130
Gambar 6.2.4 Street Sweeper
Berdasarkan SNI 19-2454-2002, tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, pola pengumpulan sampah yang diterapkan adalah
sbb:
1. Untuk daerah pemukiman
Dilakukan dengan sistem individual langsung
Gambar 6.2.5 Skema Pola Pengumpulan Sampah Pemukiman dengan Sistem
Individual Langsung
a. Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju titik sumber sampah
pertama
b. Truk mengambil sampah pada titik sumber sampah selanjutnya hingga truk
penuh sesuai dengan kapasitasnya.
c. Selanjutnya, truk akan menuju TPS/UPS/TPA.
131
timbulan sampah plastik/tong
dump truck/arm roll truck
TPS TPA
d. Setelah pengosongan isi truk di TPS/UPS/TPA, truk menuju ke lokasi
sumber sampah berikutnya hingga ritasi yang ditetapkan
2. Untuk sistem pemindahan sampah dari TPS ke TPA atau sebaliknya dan dengan
sistem kontainer tetap
Gambar 6.2.6 Diagram Sistem Pemindahan Sampah dengan Sistem Kontainer
Tetap
a. Truk pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi-lokasi
transfer hingga terisi penuh untuk mengangkut sampah ke TPA
b. Dari TPA, kendaraan tersebut akan kembali ke lokasi transfer untuk
pengambilan pada rit berikutnya.
c. Setelah selesai mentransfer dari lokasi dan truk sudah kosong, maka akan
kembali ke pool kendaraan
Jam kerja
Pagi : Pukul 05.00-12.00 WIB
Siang : Pukul 12.00-18.00 WIB
Proses pengangkutan sampah ini menggunakan sistem kontainer tetap, yaitu sebagai
berikut:
132
Pool kendaraan
TPS/depo
TPA
Tabel 6.2.3 Proses Pengangkutan Sampah dan Proyeksi kebutuhan Alat Transportasi
tahuntimbulan (m3/hari
)alat angkut
jumlah (unit)
kapasitas (m3)
jumlah trip tiap
kendaraan (trip/hari)
faktor pemadatan
jumlah sampah
yang terangkut
volume yang dapat
ditampung (m3/hari)
2014 787dump truck 12 6 3 2 432
828arm roll 11 6 3 2 396
2019 932dump truck 14 6 3 2 504
972arm roll 13 6 3 2 468
2024 1088dump truck 16 6 3 2 576
1116arm roll 15 6 3 2 540
2029 1256dump truck 18 6 3 2 648
1296arm roll 18 6 3 2 648
2034 1435dump truck 21 6 3 2 756
1476arm roll 20 6 3 2 720
2039 1548dump truck 22 6 3 2 792
1584arm roll 22 6 3 2 792
Sumber : Perhitungan Penulis
Tabel 6.2.4 Proyeksi kebutuhan Jumlah Pekerja
tahun alat angkut
jumlah
(unit)
supir/mobil
crew/mobil
jumlah pekerj
a
total pekerj
a
2014dump truck 12 1 2 36
69arm roll 11 1 2 33
2019dump truck 14 1 2 42
81arm roll 13 1 2 39
2024dump truck 16 1 2 48
93arm roll 15 1 2 45
2029dump truck 18 1 2 54
108arm roll 18 1 2 54
2034dump truck 21 1 2 63
123arm roll 20 1 2 60
2039dump truck 22 1 2 66
132arm roll 22 1 2 66
Sumber: Perhitungan Penulis
133
3. Pengangkutan hasil pemilahan
Pengangkutan sampah yang masih memiliki nilai ekonomi dilakukan sesuai
jadwal yang telah disepakati.
Jam kerja
- Pagi : Pukul 05.00-12.00 WIB
- Siang : Pukul 12.00-18.00 WIB
4. Pengangkutan hasil pemilahan
Pengangkutan sampah yang masih memiliki nilai ekonomi dilakukan sesuai
jadwal yang telah disepakati.
6.2.4. Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Dengan bertambahnya penduduk dan peningkatan pelayanan untuk
masyarakat Kabupaten Gresik, maka salah satu sarana yang perlu ditambah adalah
TPS.Di TPS.Berikut ini adalah kebutuhan TPS untuk daerah pelayanan kab. Gresik:
o Kebutuhan TPS 2014 =
total sampahtahun 2014( m3hari )
kapasitasTPS=
786,826m 3hari
6 m 3=131,1 buah
Sehingga, TPS yang dibutuhkan untuk tahun 2014 adalah 132 buaho Kebutuhan TPS 2019 =
total sampahtahun 2019( m3hari )
kapasitasTPS=
931,983m3hari
6 m3=155,3 buah
Sehingga, TPS yang dibutuhkan untuk tahun 2014 adalah 156 buaho Kebutuhan TPS 2024 =
total sampahtahun 2024( m3hari )
kapasitasTPS=
1088,431m3hari
6m 3=181.3 buah
Sehingga, TPS yang dibutuhkan untuk tahun 2014 adalah 182 buaho Kebutuhan TPS 2029 =
total sampahtahun 2014( m3hari )
kapasitasTPS=
1256,172m3hari
6m 3=209,3 buah
Sehingga, TPS yang dibutuhkan untuk tahun 2014 adalah 210 buah
134
o Kebutuhan TPS 2034 =
total sampahtahun 2014( m3hari )
kapasitasTPS=
1435,204m3hari
6 m3=239,2buah
Sehingga, TPS yang dibutuhkan untuk tahun 2014 adalah 240 buaho Kebutuhan TPS 2039 =
total sampahtahun 2014( m3hari )
kapasitasTPS=
1548,121m3hari
6m 3=258 bu ah
Sehingga, TPS yang dibutuhkan untuk tahun 2014 adalah 258 buah
6.2.5 Unit Pengolahan Sampah (UPS)
Dari TPS, sampah organic akan dibawa ke UPS untuk diolah menjadi kompos
untuk mengurangi jumlah sampah yang harus ditampung di TPA.
Komposting yang diterapkan merupakan proses aerobik dengan tahapan
pemilahan sampah organik dan anorganik, pencacahan sampah organik, penyusunan
tumpukan, pembalikan tumpukan, penyiraman tumpukan, pematangan, pengeringan,
penggilingan/ pengayakan, dan pengemasan/ penyimpanan.
1. Pemilahan sampah organik dan anorganik
Sebelum pembuatan kompos, perlu dilakukan pemisahan sampah organic dan
anorganik, karena hanya organik saja yang dapat dikomposkan seperti sisa
makanan, sayuran, dan buah-buahan.
2. Pencacahan sampah organik
Untuk mempercepat proses pembusukan, sampah organik telah terkumpul
dicacah hingga ukuran 3 – 4 cm dan menggunakan mesin pencacah sampah
organik. Proses pencacahan hingga penyiraman akan berlangsung sekitar 30 -
40 hari.
3. Penyusunan tumpukan
135
Hasil dari pencacahan akan ditumpuk dengan tinggi 1,5 m, lebar 1,75 m, dan
panjang 2 m. Pada penumpukan inilah terjadi proses fermentasi oleh mikroba
4. Pembalikan dan penyiraman tumpukan
Pembalikan dilakukan agar panas yang berlebih keluar dari tumpukan dan udara
segar dapat masuk kedalamnya, meratakan pemberian air dan membantu
penghancuran sampah. Selain itu juga dilakukan penyiraman untuk
mempertahankan kelembaban minimal yaitu 50 % dan menjaga suhu tumpukan
antara 400C - 500C.
5. Pematangan
Pematangan kompos ditandai dengan lapuknya tumpukan (berwarna coklat tua
kehitaman) dan berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
6. Pengeringan
Tumpukan yang sudah matang akan dibongkar untuk dikeringkan selama
kurang lebih 1 minggu hingga kadar air antara 20% - 25%.
7. Penggilingan dan pengayakan
Penggilingan dilakukan hanya untuk kompos yang sudah kering. Oleh karena
itu, sebelum dilakukan penggilingan, kompos yang sudah kering dipisahkan dari
bahan yang belum terkompos sempurna akan dikembalikan ke tumpukan dan
bahan yang tidak dapat terkomposkan akan dibuang. Penggilingan dilakukan
hingga mendapatkan ukuran butiran yang diinginkan ( < 0,5 cm)
8. Pengemasan
Pengemasan merupakan proses terakhir dimana kompos akan dimasukkan ke
dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
6.2.6 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Saat ini, TPA yang masih beroprasi di Kabupaten Gresik adalah TPA Ngipik
yang mulai beroperasi sejak Maret 2003 dengan umur rencana masa pakai 10 tahun.
Pada tahun 2010, luas lahan yang terpakai sekitar 80 % dengan tinggi timbunan 4 m.
Menurut hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
Pemkab Gresik, kapasitas TPA Ngipik hanya 570 m3/hari, sedangkan timbulan
136
sampah yang masuk ke TPA Ngipik hampir mencampai 650 m3/hari. Dengan umur
rencana masa pakai yang hanya 10 tahun, dapat disimpulkan bahwa TPA Ngipik
hanya dapat beroperasi hingga tahun 2013, sehingga pada tahun 2014 harus sudah
dibangun TPA baru untuk dapat menampung timbulan sampah yang dihasilkan oleh 3
kecamatan di Kabupaten gresik yaitu Kecamatan Gresik, Manyar ,dan Kebomas.
Rencananya akan dibangun 1 TPA yang berlokasi di Kecamatan Manyar
dengan sistem Sanitary landfill. Persyaratan didirikannya suatu TPA ialah bahwa
pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan
perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai
dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota / lingkungan, peraturan
daerah tentang pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta
peraturan-peraturan pelaksanaannya. Pemilihan lokasi sebagai tempat peletakan TPA
harus berdasarkan SNI nomor 03-3241-1994.
Di landfill ini akan dilengkapi dengan area kelengkapan (kantor, bengkel, unit
komposting, dan pengolahan lindi) sebesar 30% dari luas keseluruhan TPA dan lahan
urug sebesar 70% dari luas keseluruhan TPA.
Berikut adalah tata letak TPA yang direncanakan.
Gambar 6.2.7 Perencanaan TPA
137
Dengan dilakukannya penanganan sampah sebelum masuk ke lahan urug,
maka diperkirakan volume sampah yang masuk ke lahan urug setiap hari adalah sbb:
138
Tabel 6.2.6 Grafik Proyeksi Timbulan Sampah yang Masuk ke Fasilitas Landfilling
Periode Layanan
Total Timbulan Limbah (L/hari)
Timbulan Limbah
Berdasarkan Tingkat
Pelayanan (L/hari)
Komposisi Sampah
%
Timbulan Limbah
per Komposisi
(L/hari)
Timbulan Limbah
per Komposisi (m3/hari)
% Recycle
di sumber
dan TPS
% komposting di sumber
% komposting
di TPS
% komposting
di TPA
Total % Komposting
Timbulan Limbah setelah
direduksi (m3/hari)
2014 983532 786826
Sampah Organik 43.16% 339594 340 10% 35% 15% 60% 136
Kertas 12.09% 95127 95 30% 67
Plastik 9.87% 77660 78 30% 54
Logam 0.67% 5272 5 50% 3
Kaca 2.83% 22267 22 40% 13
Tekstil 2.42% 19041 19 19
Kayu 6.08% 47839 48 48Sapuan Jalan 15.79% 124240 124 60% 50
Dll 7.09% 55786 56 56
TOTAL 445
2019 1096450 931983
Sampah Organik 43.16% 402244 402 13% 35% 18% 66% 137
Kertas 12.09% 112677 113 40% 68
Plastik 9.87% 91987 92 40% 55
Logam 0.67% 6244 6 60% 2
Kaca 2.83% 26375 26 50% 13
Tekstil 2.42% 22554 23 23
Kayu 6.08% 56665 57 57
Sapuan 15.79% 147160 147 66% 50
135
Jalan
Dll 7.09% 66078 66 66
TOTAL 471
2024 1209368 1088431
Sampah Organik 43.16% 469767 470 15% 38% 19% 72% 132
Kertas 12.09% 131591 132 50% 66
Plastik 9.87% 107428 107 50% 54
Logam 0.67% 7292 7 70% 2
Kaca 2.83% 30803 31 60% 12
Tekstil 2.42% 26340 26 26
Kayu 6.08% 66177 66 66Sapuan Jalan 15.79% 171863 172 72% 48
Dll 7.09% 77170 77 77
TOTAL 483
2029 1322286 1256172
Sampah Organik 43.16% 542164 17% 40% 21% 78% 119
Kertas 12.09% 151871 60% 61
Plastik 9.87% 123984 60% 50
Logam 0.67% 8416 75% 2
Kaca 2.83% 35550 70% 11
Tekstil 2.42% 30399 30
Kayu 6.08% 76375 76Sapuan Jalan 15.79% 198350 78% 44
dll 7.09% 89063 89
TOTAL 4822034 1435204 1435204 Sampah
Organik43.16% 619434 20% 42% 22% 84% 99
136
Kertas 12.09% 173516 70% 52
Plastik 9.87% 141655 70% 42
Logam 0.67% 9616 85% 1
Kaca 2.83% 40616 80% 8
Tekstil 2.42% 34732 35
Kayu 6.08% 87260 87Sapuan Jalan 15.79% 226619 84% 36
dll 7.09% 101756 102
TOTAL 463
2039 1548121 1548121
Sampah Organik 43.16% 668169 23% 44% 23% 90% 67
Kertas 12.09% 187168 80% 37
Plastik 9.87% 152800 80% 31
Logam 0.67% 10372 90% 1
Kaca 2.83% 43812 85% 7
Tekstil 2.42% 37465 37
Kayu 6.08% 94126 94Sapuan Jalan 15.79% 244448 90% 24
dll 7.09% 109762 110
TOTAL 408
Sumber : Perhitungan Penulis
137
Berikut adalah grafik volume sampah yang masuk ke lahan urug setelah
mengalami penanganan/reduksi baik di sumber, TPS, UPS, maupun TPA
20102015
20202025
20302035
20402045
360380400420440460480500
Volume Sampah yang Masuk Lahan Urug Setelah Direduksi
timbulan setelah direduksi
Tahun Perencanaan
Volu
me
(m3/
hari)
Grafik 6.2.1 Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA
Dengan diketahui volume sampah yang masuk ke lahan urug TPA setiap hari, maka
dapat diperkirakan kebutuhan lahan untuk TPA tersebut, yaitu:
o Volume sampah yang masuk ke lahan urug = 483 m3/hari
o Berat jenis sampah = 300 kg/m3
o Berat sampah = 144,9 ton/hari
o Asumsi setelah dipadatkan berat jenis sampah menjadi 900 kg/m3
Volume sampah setelah pemadatan di TPA = 144,9/0,9 = 161 m3/hari
Dengan asumsi tinggi penimbunan 7 meter, maka
Luas lahan yang dibutuhkan untuk 1 hari = 161/7 = 23 m2 = 0,0023 ha
Luas lahan yang dibutuhkan untuk 1 tahun = 0,8395 ha
Luas lahan yang dibutuhkan untuk 25 tahun = 21 ha
138
Penyiapan Sarana dan Prasarana
Sarana yang diperlukan untuk kelengkapan TPA selain area efektif untuk
pengurugan dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Area untuk menunjang operasional penanganan sampah di lokasi. Sarana-
prasarana yang perlu disiapkan sebelum fasilitas ini difungsikan adalah seperti:
Jalan akses, jalan operasi, kantor, jembatan timbang, rumah jaga, garasi alat
berat, bengkel, pelataran cuci truk sampah, penyediaan air bersih, listrik,
area transit limbah B3, area daur-ulang/pengomposan, kamar mandi/WC
Pengolah lindi
Drainase sekeliling site untuk mencegah masuknya air limpasan dari luar
lokasi
Drainase sekeliling area efektif pengurugan untuk mencegah masuknya
aliran limpasan dari site ini ke dalam area pengurugan
Jalur hijau sekeliling site
b. Area yang diperuntukkan untuk pengurugan dan penimbunan sampah, atau area
efektif pengurugan. Pekerjaan terkait dengan prasarana fisik yang perlu
disiapkan secara bertahap (konstruksi berjalan) sesuai dengan perkembangan
pengunaan area atau sesuai dengan perkembangan tinggi timbunan sampah
adalah:
Pembagian area dan bilamana diperllukan dilakukan pekerjaan
pembangunan batas area atau tanggul penahan sampah
Pengupasan site agar memungkinkan peletakan liner secara baik
Pemasangan sistem pelapis dasar (liner)
Pemasangan sistem penangkap dan pengumpul lindi
Penyiapan drainase lokal untuk mencegah air masuk ke area aktif
pengurugan
Pengurugan dan penimbunan sampah lapis-per-lapis
Pemasangan sistem penangkap dan pengumpul gas bio baik horizontal
maupun vertikal
Pemasangan tanah penutup harian, tanah penutup antara dan tanah penutup
final.
Pembagian Area Efektif Pengurugan
Lahan area efektif pengurugan dapat digambarkan sebagai berikut:
Lahan area efektif untuk pengurugan sampah dibagi menjadi beberapa zone,
yang merupakan penahapan pemanfaatan lahan, biasanya dibatasi dengan jalan
operasi atau penanda operasional lain, seperti tanggul pembatas, atau sistem
pengumpul lindi. Zone operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang
digunakan untuk jangka waktu panjang sesuai dengan masa pakai.
Lahan efektif selanjutnya dibagi dalam sub-zone, atau blok operasi dengan
lebar masing-masing sekitar 25 m. Setiap bagian tersebut kemudian dibagi
menjadi beberapa strip. Pengurugan sampah harian dilakukan pada strip yang
ditentukan, yang disebut working face. Setiap working face biasanya
mempunyai lebar maksimum 25 m, yang merupakan lebar sel sampah.
Blok operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang digunakan untuk
penimbunan sampah selama periode operasi jangka menengah misalnya 1 atau
2 bulan. Luas blok operasi sama dengan luas sel dikalikan perbandingan
periode operasi.
Pengurugan sampah pada Sanitary landfill : sampah disebar dan dipadatkan
lapis per-lapis sampai ketebalan sekitar 1,50 m yang terdiri dari lapisan-lapisan
sampah setebal sekitar 0,5 m yang dapat digilas dengan steel wheel compactor
atau buldozer paling tidak sebanyak 4 sampai 6 gilasan. Setiap hari ditutup
oleh tanah penutup setebal minimum 15 cm, sehingga menjadi sel-sel sampah.
Setelah terbentuk 3 (tiga) lapisan, timbunan tersebut kemudian ditutup dengan
tanah penutup antara setebal minimum 30 cm. Tinggi lapisan setinggi sekitar 5
m disebut sebagi 1 lift, dengan kemiringan talud sel maksimum 1 : 3.
Lebar sel berkisar antara 1,5 – 3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat
dapat lebih efisien. Panjang sel dihitung berdasarkan volume sampah yang
akan diurug pada hari itu dibagi dengan lebar dan tebal sel. Batas sel dan
Page 140
elevasi sel-sel urugan harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok atau
tanda lain agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
Guna memudahkan masuknya truk pengangkut sampah ke titik penuangan,
maka dibuat jalan semi-permanen antar lift, dengan maksimum kemiringan
jalan 5%.
Untuk mencegah terjadinya erosi air permukaan, maka dibuat drainase
pelindung penggerusan menuju titik di bawahnya.
Pelapisan lahan diprioritaskan dimulai dari lembah (lajur utama pipa lindi).
Pelapisan berikutnya adalah di bagian kemiringan dinding sesuai dengan
naiknya lift timbunan sampah.
Gambar 6.2.5. Pembagian Area Efektif Pengurugan
Beberapa hal yang terkait dengan pemasangan sistem pelapis dasar adalah:
Page 141
Perlu meneliti kembali kedalaman muka air tanah pada musim hujan terhadap
lapisan dasar landfill, yaitu minimum 3 meter sebelum tanah dasar dikupas
dan dipadatkan.
Tanah dasar dipadatkan dengan alat berat, dan menarahkan kemiringan dasar
menuju sistem pengumpul leachate. Prinsip pelapis dasar adalah:
- Tidak tergerus selama menunggu penggunaan, seperti terpapar hujan dan
panas.
- Tidak tergerus akibat operasi rutin, khususnya akibat truk pengangkut
sampah dan operasi alat berat yang lalu di atasnya.
- Sampah halus tidak ikut terbawa ke dalam sistem pengumpul lindi, dan
tetap memungkinkan lindi mengalir dan terarah ke bawahnya.
Bila menggunakan tanah liat, perlu melakukan pemadatan lapis-perlapis
sampai mencapai kepadatan proctor 95%. Kelulusan minimal dari campuran
tanah tersebut diharapkan mempunyai nilai maksimum 1 x 10-7 cm/det.
Kriteria khusus lainnya adalah:
- Ketebalan lapisan minimum 3 x 25 cm
- Lapisan tanah pelindung setebal minimum 30 cm
- Di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan penghalang dari geotekstil atau
anyaman bambu, yang menghalangi tanah pelindung dengan media
penangkap lindi
- Media karpet kerikil penangkap lindi setebal minimum 15 cm, menyatu
dengan saluran pengumpul lindi berupa media kerikil berdiameter
minimum 50 mm, tebal minimum 20 cm yang mengelilingi pipa perforasi
minium 8 mm, berdiameter minimal 300 mm. Jarak antar lubang
(perforasi) adalah 5 cm.
Page 142
Gambar 6.2.8 Lapisan Dasar Sanitary Landfill
Under-Drain Pengumpul Lindi (Leachate)
Sistem drainase lindi memegang peranan penting agar tidak terjadi kumulasi
air sampah di dasar landfill, yang menambah potensi perkolasi lindi ke dalam air
tanah. Pada pengembangan landfill yang baik, sistem drainase ini merupakan satu
kesatuan dengan sistem gas. Pada sistem landfill semi-aerobik, sistem drainase ini
akan berfungsi ganda, yaitu mengalirkan lindi secara cepat ke penampung, dan
bila saat kosong akan berfungsi sebagai saluran pemasok udara menuju vetilasi
gas vertikal. Beberapa petunjuk yang sifatnya praktis adalah:
Teliti kembali pola pemasangan sistem under-drain tersebut sesuai dengan
dengan perencanaan, yaitu dapat berupa pola tulang ikan atau pola lurus
Teliti kembali dan kalau perlu revisi desain jaringan underdrain penangkap
dan pengumpulan leachate agar fungsinya tercapai.
Kemiringan saluran pengumpul lindi antara 1 - 2 % dengan pengaliran secara
gravitasi menuju instalasi pengolah lindi (IPL)
Sistem penangkap lindi diarahkan menuju pipa berdiamter minimum 300
mm, atau saluran pengumpul lindi. Sebaiknya pertemuan antar pipa
penangkap dengan pipa pengumpul dibuat bak kontrol (juction-box), yang
Page 143
dihubungkan dengan sistem ventilisasi vertical penangkap atau pengumpul
gas
Gambar 6.2.9 Sistem Drainase Lindi
Pengoperasian TPA
• pemeriksaan izin masuk ke TPA
• penimbangan kendaraan pengangkut sampah untuk memperoleh berat
sampah yang diangkut
• Pembongkaran sampah di titik buang
• Penyebaran sampah untuk meratakan tumpukan sampah
• Pemadatan sampah dengan bulldozer sehingga tumpukan sampah semakin
kecil dan memperkeras pondasi landfill
• Penutupan tanah harian, antara dan akhir
Penutupan harian dengan material penutup dengan tebal 20 cm, penutupan
antara setiap ketinggian sampah 5 m dengan tebal tanah penutup 30 cm dan
Page 144
penutupan akhir dengan ketebalan 50 cm jika telah mencapai timbunan yang
direncanakan dan berfungsi juga sebagai tempat tumbuhnya tanaman.
6.3. ASPEK PEMBIAYAAN
Aspek pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar roda sistem pengelolaan
persampahan dikota tersebut dapat bergerak dengan lancar. Komponen pembiayaan dalam
pengelolaan persampahan yang perlu diperhitungkan adalah biaya investasi, biaya operasi
dan pemeliharaan, biaya manajemen, biaya untuk pengembangan, biaya penyuluhan dan
pembinaan masyarakat. Saat ini, sumber pembiayaan utama pengelolaan sampah di
Kabupaten Gresik berasal dari subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan juga
retribusi kebersihan dari masyarakat yang nilainya masih sangat kecil dari total pembiayaan
pengelolaan sampah di Kabupaten Gresik (sebesar Rp 5.478.640.800,00 tahun 2009).
Anggaran Berikut ini merupakan bagan alir pengalokasian dana APBD untuk rencana
pengelolaan sampah di Kabupaten Gresik.
Gambar 6.3.1. Anggaran Pengelolaan Sampah Kabupaten Gresik
Untuk dapat mengelola sistem persampahan yang ideal, diperlukan peningkatan baik
dari retribusi masyarakat sebagai bentuk konkrit partisipasi masyarakat dalam pembiayaan
sampah yang ia hasilkan maupun subsidi dari pemerintah, serta diharapkan adanya peran
swasta untuk membantu mengelola pelayanan ini.
Page 145
Anggaran Pengelolaan Sampah dari APBD Kab. GresikRp 5.478.640.800,00
Anggaran Operasioanl BBM
Rp 1.125.620.000,00
Anggaran Perbaikan Armada
Rp 1.398.321.300,00
Anggaran Tenaga Kerja Swakelola
Rp 1.512.523.000,00
Anggaran Kegiatan Pembangunan
Rp 1.442.176.500,00
6.4. ASPEK PERATURAN / HUKUM
Manajemen persampahan kabupaten Gresik berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Gresik No. 9 Tahun 2010 mengenai Pengelolaan Sampah. Kegiatan
penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi:
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan
jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir.
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan cara
memisahkan jumlah dan jenis sampah rumah tangga yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun dengan sampah yang tidak mengandung bahan berbahaya
atau beracun untuk kemudian memisahkan sampah yang tidak mengandung bahan
berbahaya atau beracun menjadi sampah kering dan sampah basah.
Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan dengan
alat angkut khusus yang disertai dengan dokumen pengangkutan sampah 14.
Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan dengan cara
penimbunan (sanitary landfill), insenerasi dan/atau cara lain yang sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan teknologi. Berdasarkan pasal 29 Setiap orang
dilarang:
a. memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. mengimpor sampah;
c. mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
Page 146
d. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan;
e. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan;
f. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir; dan/atau
g. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah.
Spesifikasi lain tercantum pada pasal 23 :
(1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6.5. ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT
Masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan sampah
terpadu pada suatu wilayah. Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program
pengelolaan persampahan yang direncanakan akan sia-sia. Peran serta masyarakat
dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan masyarakat untuk membantu
berhasilnya program pengembangan pengelolaan sampah sesuai dengan kemampuan
setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Salah satu
pendekatan masyarakat yang dapat dilakukan pemerintah adalah membiasakan
masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program persampahan yaitu
merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan
merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang baik
dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat (Wibowo dan Djajawinata,
2004).
Menurut Hadi (1995:75) dari segi kualitas, partisipasi atau peran serta
masyarakat penting sebagai:
1. Input atau masukan dalam rangka pengambilan keputusan/kebijakan.
Page 147
2. Strategi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat sehinggga kredibilitas dalam
mengambil suatu keputusan akan lebih baik.
3. Komunikasi bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menampung
pendapat, aspirasi dan concern masyarakat.
4. Media pemecahan masalah untuk mengurangi ketegangan dan memecahkan
konflik untuk memperoleh konsensus.
Dalam hal mengubah persepsi masyarakat akan pengelolaan sampah yang
tertib, lancar, dan merata dapat dilakukan penyluhan akan pengetahuan tentang
kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah serta dampaknya kepada masyarakat
secara keseluruhan. Penyuluhan dapat berisi pentingnya pengelolaan sampah dan
dampaknya terhadap masyarakat dimana masyarakat sendiri memilikki peran yang
penting demi berlangsungnya pengelolaan sampah yang baik, bukan hanaya dalam
hal pembayaraan retribusi berkala melainkan juga dalam kelancaran pengelolaan
secara keseluruhan.
Page 148
BAB 7
KESIMPULAN
o Sebuah Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu akan diterapkan di kabupaten
Gresik sehingga menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bagi
masyarakat Kabupaten Gresik.
o Perencanaan pengelolaan sampah di kabupaten ini ditunjukkan dengan
peningkatan daerah pelayanan dan peningkatan fasilitas pengelolaan. Untuk
keseluruhan Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, dan Kecamatan
Kebomas, pelayanan persampahan akan ditingkatkan mulai dari 80% pada
tahun 2014 hingga 100% pada tahun 2039. Selain itu, fasilitas alat angkut
akan semakin diperbanyak dan fasilitas TPA baru di Kecamatan manyar
seluas 21 ha akan dibangun untuk periode pelayanan 2014-2039.
o Konsep utama yang diterapkan untuk pelayanan sampah di Kabupaten ini
adalah reduksi sampah sebelum masuk ke landfill, baik di sumber, TPS/UPS,
dan TPA sehingga mengurangi beban operasional pengelolaan sampah mulai
dari sumber hingga TPA serta untuk biaya. Selain itu, dilakukan peningkatan
Karena TPA Ngipik
o Masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan sampah
terpadu pada suatu wilayah. Tanpa adanya peran serta masyarakat semua
program pengelolaan persampahan yang direncanakan akan sia-sia.
o Untuk dapat mengelola sistem persampahan yang ideal, diperlukan
peningkatan baik dari retribusi masyarakat sebagai bentuk konkrit partisipasi
masyarakat dalam pembiayaan sampah yang ia hasilkan maupun subsidi dari
pemerintah, serta diharapkan adanya peran swasta untuk membantu
mengelola pelayanan ini.
Page 149
DAFTAR PUSTAKA
SNI 19-2454-2002: Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
SNI S 04‐1993‐03: Standar Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Kota
Sedang di Indonesia
G.H. Tchobanoglous, H. Theissen, S.A. Vigil: Integrated Solid Waste Management, McGraw
Hill, 1993
Anonim, http://www.sanitasi.or.id diakses
http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/No.28%20Tulisan%20di
%20Koran%20PR%2013%20MEI%202004.pdf
http://pplpdinciptakaru.jatengprov.go.id/sampah/file/
539062504_pewadahan_pengumpulan_dan_pengangkutan.pdf
http://blog.elearning.unesa.ac.id/m-saikhul-arif/merubah-pola-pikir-dan-cara-pandang-
masyarakat-terhadap-sampah-sekitar
Page 150