limbah industri asli bgt

37
A. PENGERTIAN LIMBAH INDUSTRI Limbah adalah semua benda yang berbentuk padat (solid wastes), cair (liquid wastes), maupun gas (gaseous wastes), merupakan bahan buangan yang berasal dari aktivitas manusia secara perorangan maupun hasil aktivitas kegiatan lainnya antaranya industri, rumah sakit, laboratorium, reaktor nuklir dll. (Budiman Chandra, 2010) Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya. (Mahida, 1984) Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan limbah. Limbah merupakan suatu benda yang mengandung zat yang bersifat membahayakan atau tidak membahayakan kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi. (UU RI. No. 23/1997 Pasal 1) Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 1

Upload: shin-vectra

Post on 04-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LIMBAH

TRANSCRIPT

A. PENGERTIAN LIMBAH INDUSTRI

Limbah adalah semua benda yang berbentuk padat (solid wastes), cair (liquid

wastes), maupun gas (gaseous wastes), merupakan bahan buangan yang

berasal dari aktivitas manusia secara perorangan maupun hasil aktivitas

kegiatan lainnya antaranya industri, rumah sakit, laboratorium, reaktor nuklir

dll. (Budiman Chandra, 2010)

Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan

berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik

secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya.

(Mahida, 1984)

Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan limbah. Limbah merupakan

suatu benda yang mengandung zat yang bersifat membahayakan atau tidak

membahayakan kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya

muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi. (UU RI. No.

23/1997 Pasal 1)

Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku

dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang

yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa

industri. (Undang-Undang No. 3 Tahun 2014)

Limbah industri adalah limbah yang berasal dari industri. Hasil buangannya

dapat berbentuk padat, cair, dan gas bergantung benda yang dibuat.

Limbah industri adalah segala bentuk bahan yang tidak atau belum dipakai

dan atau hal lain yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya harus terbuang

keluar dari berbagai unit proses yang ada. (Setiana, 1996)

Dapat disimpulkan bahwa limbah industri adalah buangan dari kegiatan proses

produksi dalam bentuk padat, cair maupun gas (termasuk debu/partikel), baik

masih memiliki nilai ekonomis maupun tidak dan dapat menyebabkan

menurunkan kualitas lingkungan penerimanya serta dapat mengancam

kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 1

B. PERBEDAAN PENGELOLAAN DAN PENGOLAHAN

Pengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan

tenaga orang lain atau proses yg membantu merumuskan kebijaksanaan dan

tujuan organisasi; dan atau proses yg memberikan pengawasan pada semua hal

yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Pengolahan adalah sebuah proses mengusahakan atau mengerjakan sesuatu

(barang dan sebagainya) supaya menjadi lebih sempurna. (Tim Penyusun

Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988)

Dari hal diatas dapat dikatakan bahwa Pengelolaan limbah merupakan upaya

merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan

kegiatan minimasi limbah yang dihasilkan dari proses produksi sehingga tidak

menimbulkan gangguan/kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan

manusia. Dengan metode pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-

ulangan atau pembuangan dari material sampah. Pernyataan ini biasanya

mengacu pada material limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan

biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan,

lingkungan atau keindahan. Pengelolaan limbah juga dilakukan untuk

memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan limbah bisa melibatkan zat padat,

cair, gas atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing-

masing jenis zat. Tujuan pengelolaan limbah adalah mengendalikan

pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara) yang disebabkan oleh

pembuangan limbah hasil berbagai kegiatan manusia, termasuk proses

produksi yang dilakukan oleh industri. Tujuan khusus pengelolaan limbah

dalam industri adalah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan

menghasilkan efisiensi serta penghematan biaya bagi perusahaan. Sedangkan

pengolahan limbah adalah proses penghilangan kontaminan dari air limbah

yang meliputi proses fisika, kimia, dan biologi untuk menghilangkan

kontaminan fisika, kimia dan biologi didalamnya. Tujuan dari pengolahan

limbah adalah untuk menghasilkan limbah yang aman untuk dibuang ke

lingkungan, tanpa menimbulkan kerugian atau masalah kepada masyarakat

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 2

dan tentunya dapat mencegah pencemaran lingkungan. Limbah industri dapat

diolah menjadi barang baru yang layak jual seperti limbah kayu industri

furniture yang bisa dimanfaatkan untuk membuat anek  kerajinan tangan yang

memiliki nilai jual sehingga selain bisa menyerap tenaga kerja juga bisa

mendatangkan pemasukan bagi kita, limbah industri diolah supaya layak

konsumsi ini berlaku bagi limbah industri cair supaya tidak mencemari sumur

warga dan menerapkan limbah cair yang dihasilkan menjadi air bersih yang

layak dikonsumsi oleh masyarakat, limbah industri didaur-ulang seperti

plastik dan kertas adalah contoh jenis limbah industri yang bisa didaur-ulang

untuk dijadikan sebuah produk baru atau bahkan menjadi materal/bahan

industri yang lain, dan mengolah limbah industri dapat menggunakan bakteri

pengolah limbah yaitu dengan Cara dilakukan dengan memanfaatkan

keberadaan bakteri-bakteri aerob yang banyak terdapat di udara dengan

membiarkan bak-bak penampungaan limbah di udaraterbuka sehingga bakteri-

bakteri aerob bisa mengoksidasi limbah contoh  jenis bakteri yang digunakan

untuk proses ini adalah bakteri hydrogenomonas flava.

C. JENIS-JENIS LIMBAH

1. Berdasarkan sumber atau asal limbah, maka limbah dapat dibagi kedalam

beberapa golongan yaitu :

a. Limbah domestik, yaitu semua limbah yang berasal dari kamar mandi,

dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara

kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organik baik padat maupun cair,

bahan berbahaya dan beracun (B-3), garam terlarut, lemak.

b. Limbah non domestik, yaitu limbah yang berasal dari pabrik, industri,

pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta sumber-sumber

lainnya. Limbah pertanian biasanya terdiri atas pestisida, bahan pupuk

dan lainnya (Kristianto,2002)

2. Limbah dapat dibedakan berdasarkan nilai ekonomisnya dapat

digolongkan dalam 2 golongan yaitu :

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 3

a. Limbah ekonomis, yaitu limbah dengan proses lebih lanjut/diolah yang

dapat dijadikan produk sekunder untuk produk yang lain dan

memberikan nilai tambah. Contohnya : limbah dari pabrik gula yaitu

tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alkohol, ampas tebunya

dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas. Limbah

pabrik tahu masih banyak mengandung protein dapat dimanfaatkan

sebagai media untuk pertumbuhan mikroba misalnya untuk produksi

Protein Sel Tunggal/PST atau untuk alga, misalnya Chlorella sp.

b. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang tidak akan memberikan nilai

tambah walaupun sudah diolah, pengolahan limbah ini sifatnya untuk

mempermudah sistem pembuangan. Karena limbah ini dapat

merugikan dan membahayakan serta menimbulkan pencemaran

lingkungan. Contohnya: limbah pabrik tekstil yang biasanya terutama

berupa zat-zat pewarna.

3. Berdasarkan materi pembentuknya, limbah digolongkan sebagai berikut.

a. Limbah organik adalah limbah yang dapat diuraikan secara sempurna

oleh proses biologi baik aerob atau anaerob. Limbah organik mudah

membusuk, seperti sisa makanan, sayuran, daun-daunan kering,

potongan-potongan kayu, dan sebagainya. Limbah organik terdiri atas

bahan-bahan yang bersifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga

maupun kegiatan industri.

b. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak bisa diuraikan oleh proses

biologi. Limbah ini tidak dapat diuraikan oleh organisme detrivor atau

dapat diuraikan tetapi dalam jangka waktu yang lama. Limbah ini tidak

dapat membusuk, oleh karena itu dapat dijadikan sampah komersil

atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya.

4. Berdasarkan karakteristiknya, secara umum limbah dapat digolongkan

sebagai berikut:

a. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel

kecil yang dapat kita lihat.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 4

b. Dinamis, artinya limbah tidak diam di tempat, selalu bergerak, dan

berubah sesuai dengan kondisi lingkungan.

c. Penyebarannya berdampak luas, maksudnya lingkungan yang terkena

limbah tidak hanya pada wilayah tertentu melainkan berdampak pada

faktor yang lainnya.

d. Berdampak jangka panjang (antargenerasi), maksudnya masalah

limbah tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga

dampaknya akan ada pada generasi yang akan datang.

5. Karakteristik limbah industri, meliputi:

a. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh

kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat

menurunkan kualitas lingkungan (KepmenLH/51/1995). Contohnya

antara lain: Limbah dari pabrik tahu dan tempe yang banyak

mengandung protein, limbah dari industri pengolahan susu, dan limbah

deterjen pencucian.

b. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan,

lumpur, bubur yang berasal dari sisa kegiatan dan atau proses

pengolahan. Contohnya : limbah dari pabrik tapioka yang berupa

onggok, limbah dari pabrik gula berupa bagase, limbah dari pabrik

pengalengan jamur, limbah dari industri pengolahan unggas, dan lain-

lain.

Limbah padat dapat di bagi 2 yaitu:

1) Dapat didegradasi, contohnya sampah bahan organik, onggok

2) Tidak dapat didegradasi contoh plastik, kaca, tekstil, potongan

logam.

c. Limbah gas adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang

berwujud gas/asap. Contohnya : Gas CO, O2, NO2, CO2, H2, SO2, HCL,

dll.

d. Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) Adalah sisa suatu usaha

dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau

beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya,

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 5

baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan

dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta makhluk hidup lain. (PP no 18 tahun 1999)

D. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

Prinsip hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan

pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang

lebih prioritas hingga yang tidak prioritas. Berbagai perjanjian lingkungan

internasional, yaitu Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm, serta peraturan

pengelolaan limbah di berbagai Negara, seperti Directive 2006/12 dan

Directive 2000/76 European Community mengharuskan penghormatan

terhadap prinsip ini. Peraturan perundang-undangan Indonesia, seperti

Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/1999 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) juga menegaskan prinsip yang

sama. Upaya pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan dari

upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya. Begitu pula pilihan satu upaya

pengelolaan yang tidak prioritas harus memperlihatkan upaya pengelolaan

lainnya yang lebih prioritas. Dengan demikian diharapkan melalui penerapan

prinsip hirarki pengelolaan limbah ini dapat mengurangi jumlah limbah secara

signifikan mulai dari sumbernya.

Langkah pertama yang paling disarankan dalam hirarki pengelolaan limbah

adalah mencegah timbulnya limbah pada sumbernya (waste avoidance/waste

prevention) sehingaa tidak dihasilkan limbah (zero waste). Upaya pencegahan

ini dapat dilakukan melalui penerapan prinsip produksi bersih (clean

production) yaitu melalui penerapan teknologi bersih, pengolahan bahan,

subtitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi proses produksi,

mempromosikan penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan beracun

atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan tekhnik konservasi,

dan menggunakan kembali bahan daripada mengolahnya sebagai limbah

sehingga dapat mencegah terbentunya limbah dan zat tercemar.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 6

Langkah kedua, apabila pencegahan tidak dapat dilakukan, adalah dengan

berupaya melakukan minimisasi atau pengurangan limbah (waste

minimization/reduction). Upaya minimisasi limbah ini juga dapat dilakukan

dengan cara menerapkan produksi bersih. Penggunaanteknologi yang terbaik

yang tersedia (best available technology/BAT) dapat membantu mengurangi

konsumsi energy dan sumber daya alam secara signifikan yang pada akhirnya

dapat mengurangi timbulnya limbah.

Langkah ketiga adalah pemanfaatan dengan cara penggunaan kembali (Reuse).

Reuse adalah penggunaan kembali limbah dengan tujuan yang sama tanpa

melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal.

Contoh secra dari konsep reuse ini adalah menggunakan sisa kertas yang

masih kosong dari kertas bekas untuk menulis atau untuk membuat amplop.

Langkah keempat adalah pemanfaatan dengan cara Recyle, yaitu mendaur

ulang komponen-kompenen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara

kimia, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama

ataupun produk yang berbeda. Contoh sederhana dari konsep recyle adalah

mengolah kertas bekas yang sudah tidak dipakai lagi untuk dijadikan kertas

hasil daur ulang (Recycleled paper) dengan suatu proses tertentu.

Langkah yang ke lima adalah pemanfaatan limbah dengan cara recovery,yaitu

perolehan kembali komponen komponen yang bermanfaat dengan proses

kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Contoh dari konsep recofry ini

adalah penggunaan limbah sekam padi (rice husk) sebagai substitisi bahan

bakar.

Langkah yang ke enam adalah pengolahan (processing) limbah dengan

metode yang memenuhi persyaratan lingkungan dan keselamatan manusia.

contoh pengolahan yang umum adalah pembajaran limbah (insinerasi) dan

penimbunan (landfilling).

E. PRINSIP 6-R DALAM PENGELOLAAN LIMBAH

Minimisasi limbah domestik, khususnya sampah perkotaan, merupakan cara

pencegahan untuk mengatasi ragam dan jumlah limbah yang dihasilkan dari

aktivitas manusia, mengingat jumlah limbah tidak mungkin berkurang dan

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 7

ragamnya pun cenderung bertambah. Pengelolaan limbah secara terintegrasi

diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal bagi kegiatan minimisasi

limbah. Prinsip 6-R (Rethinking-Reducing-Recovering-Reusing-Recycling-

Responding) nampaknya dapat membantu upaya minimisasi limbah domestik,

dan oleh karena itu perlu disosialisasikan secara luas.

PRINSIP R-1: RETHINKING (BERFIKIR-ULANG) Yang dimaksud dengan

Rethinking (berpikir-ulang) adalah mengubah pola pikir dan cara pandang

masyarakat terhadap limbah atau sampah, yakni dari ’limbah atau sampah

sebagai barang tak berguna dan tak memiliki nilai lingkungan maupun nilai

ekonomi’ menjadi ’limbah atau sampah sebagai sumberdaya yang dapat

dimanfaatkan-ulang untuk memperoleh nilai manfaat bagi lingkungan dan

nilai ekonomi yang cukup menjanjikan.’ Rethinking, dengan demikian, adalah

pergeseran paradigma dalam penanganan limbah atau sampah, yang tidak lagi

sekedar membuang limbah atau sampah, melainkan memanfaatkan-ulang

limbah atau sampah dengan berbagai cara yang sesuai dengan karakteristik

masing-masing jenis limbah atau sampah tersebut. Secara ringkas, 3-R dari

Prinsip 6R ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Recovering (mendapatkan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang

barang atau benda yang masih tersisa di dalam limbah – terutama limbah

industri – karena proses produksi berlangsung kurang efisien, sehingga

rendemen (out-turn = nisbah antara volume produk jadi terhadap volume

bahan baku) rendah. Contohnya, sludge dari proses pengolahan kelapa

sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil) yang dibuang biasanya

dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, yaitu dengan cara memisahkan sisa-

sisa CPO yang ikut terbuang bersama substrat limbah cair dan padat, untuk

diproses lebih lanjut secara tradisional menjadi olein (minyak goreng).

2. Reusing (penggunaan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang ’apa

adanya’ sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang

bekas lainnya untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk

kebutuhan lain yang bermanfaat. Contohnya adalah memanfaatkan botol

bekas kemasan ’strawberry jam’ atau ’peanut butter’ untuk wadah

pemeliharaan ikan cupang (laga), wadah bumbu dapur, dsb.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 8

3. Recycling (mendaur-ulang) adalah tindakan mendaur-ulang sebagian atau

seluruh sampah atau limbah untuk menghasilkan produk/barang lain yang

lazimnya berbeda bentuk dan sifatnya dari produk/barang aslinya.

Contohnya adalah pendaur-ulangan kertas-kertas bekas untuk

menghasilkan kertas seni (artistic paper) atau kertas koran. Efektivitas

pelaksanaan minimisasi limbah hanya bisa dicapai apabila disertai dengan

perubahan pola pikir masyarakat dalam memperlakukan limbah atau

sampah. Peningkatan konsumsi masyarakat akan suatu produk barang –

baik dalam ragam maupun jumlah – secara alamiah terjadi apabila taraf

hidup masyarakat meningkat.

PRINSIP R-2: REDUCING (MENGURANGI) Reducing (mengurangi) adalah

tindakan paling pokok dan paling efektif dalam pengelolaan limbah, yakni

mengurangi potensi terjadinya limbah atau sampah di tempat lain (yakni

selama transportasi, selama di pasaran, dan pada saat dikonsumsi) mulai dari

tempat asal produk atau barang yang bersangkutan. Tindakan pengurangan

potensi terjadinya sampah atau limbah ini berlaku bagi barang-barang yang

berkaitan dengan rumah tangga, industri, dan perniagaan, baik yang bersifat

awet (durable) maupun ti-dak awet (indurable). Tindakan pengurangan potensi

terjadinya sampah atau limbah bagi suatu produk atau barang ini lazimnya

dapat meningkatkan kualitas dan sanitasi produk atau barang yang

bersangkutan. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat disajikan sebagai

berikut:

1. Para tengkulak sayur di Cipanas, Pangalengan, dan Garut lazimnya

mengangkut kol (cabbage), kembang kol (cauliflower), dan wortel (carrot)

bersama-sama dengan lembar-lembar daun yang sebenarnya tidak akan

dikonsumsi. Tujuannya adalah untuk menjaga agar bagian-bagian sayur

yang dapat dikonsumsi tidak mudah rusak selama transportasi atau muat-

bongkar di pasar. Di tempat pemasaran, bagian-bagian sayur yang tidak

akan dikonsumsi tersebut dikupas dan dibuang, dan demikian timbullah

sampah pasar yang sebagian besar terdiri atas sisa-sisa sesayuran. Lain

halnya dengan yang dilakukan oleh pemasok sayuran ke supermarket.

Mereka pada umumnya membersihkan sayuran di kebun atau di tempat

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 9

pengum-pulan sayur. Kemudian sayuran yang sudah bersih dan dapat

dikonsumsi seluruhnya, dikemas rapih dan dimasukkan ke dalam wadah

yang bersih. Kualitas dan sanitasi sayuran jauh lebih baik daripada sayuran

yang dijelaskan di atas. Sampai di tempat pemasaran, yakni di

supermarket, sayuran ini tidak menghasilkan sampah sedikit pun,

melainkan langsung dipajang di lemari berpendingin. Tindakan yang

dilakukan oleh tengkulak sayur pertama belum menerapkan prinsip

Reducing, sedangkan yang dilakukan oleh pemasok supermarket telah

menerapkan prinsip Reducing. Tengkulak sayur pertama menyebabkan

Pasar Induk Kramatjati kumuh dan harga sayurnya relatif murah,

sedangkan pemasok supermarket membuat supermarket tetap bersih dan

harga sayurnya pun lebih mahal. Sisa-sisa sayuran yang ditinggalkan di

kebun atau di tempat pengumpulan dapat dimanfaatkan-ulang untuk pakan

ternak atau pakan ikan gurame, atau didaur-ulang menjadi kompos yang

dapat digunakan untuk memupuk tanaman sayuran pada musim tanam

berikutnya. Sisa-sisa sayuran di Pasar Induk Kramatjati dan di pasar-pasar

tradisional dibuang menjadi sampah, yang membuat lingkungan perkotaan

menjadi kumuh. Akhirnya, sampah ini dibuang ke TPA, yang juga

menimbulkan masalah sosial dan dampak lingkungan.

2. Pergeseran gaya hidup memang telah memperburuk cara pandang terhadap

produk dan limbah. Kecenderungan untuk mendapatkan produk

berkualitas lebih baik dan lebih praktis telah membuat ibu-ibu

rumahtangga memilih produk-produk kemasan pabrik daripada produk-

produk curah, misalnya gula, tepung terigu, minyak goreng, dsb. Padahal,

plastik pembungkus gula dan tepung terigu serta botol plastik pengemas

minyak goreng akhirnya menjadi limbah dan dibuang cuma-cuma.

Seandainya teknologi produksi dan pengemasan produk tidak ‘secanggih’

sekarang dan gaya hidup masyarakat masih tetap ‘sederhana,’ maka

limbah rumahtangga berupa berbagai jenis kemasan tidak akan terjadi.

3. Ada perbedaan mencolok antara membeli makanan ‘jajan pasar’ yang

dibungkus dengan daun pisang, membeli nasi di Warteg yang dibungkus

dengan ‘kertas berlaminasi plastik,’ dan membeli makan siang di outlet

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 10

franchise semacam Kentucky Fried Chicken atau Hoka Hoka Bento yang

dikemas dalam lunch-box mewah. Limbah dari ‘jajan pasar’ berupa

limbah organik yang mudah terurai; buangan pembungkus nasi Warteg

pada prinsipnya juga tidak terlalu sulit ter-urai, walaupun tidak dapat

dikatakan penghematan hutan untuk membuat ker-tas; sedangkan limbah

berupa lunch-box dari outlet waralaba jelas-jelas merupakan pemborosan

sumberdaya hutan (bahan baku pulp & kertas), biaya cetak, dan rata-rata

akhirnya dibuang begitu saja.

PRINSIP R-3: RECOVERING (MENDAPATKAN-ULANG) Seperti telah

disinggung di muka, Recovering adalah tindakan memanfaatkan-ulang barang

atau benda yang masih tersisa di dalam limbah karena proses produksi

berlangsung kurang efisien, sehingga rendemen (out-turn = nisbah antara

volume produk jadi terhadap volume bahan baku) rendah. Tindakan recovery

nampaknya lebih sesuai bagi industri penghasil barang daripada bagi

kehidupan rumahtangga. Selain contoh dalam industri CPO di muka, berikut

ini disajikan beberapa contoh mengenai penerapan prinsip Recovering,

terutama yang berkaitan dengan ‘kesalahan’ kebijakan pembangunan industri

nasional selama dasawarsa 1980-an, yakni ‘relokasi industri’ dari negara-

negara yang industrinya telah lebih maju daripada Indonesia:

1. Ketika pemerintah Indonesia melarang ekspor kayu bulat (log) dari hutan

alam pada dasawarsa 1980-an dalam rangka memajukan industri

pengolahan kayu dalam negeri, maka banyak industri kayu lapis

(plywood) di Jepang, Taiwan, dan Korea yang membongkar instalasi

mesin-mesinnya, kemudian menjualnya ke Indonesia. Ir. Hartarto (Menteri

Perindustrian ketika itu) dan Ginandjar Kartasasmita (Ketua BKPM dan

Menteri Negara Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri ketika

itu) mencanangkan kebijakan ‘relokasi industri’ dan memberi izin puluhan

industri pengolahan kayu untuk merelokasi mesin-mesin plywood bekas

dari Jepang, Taiwan, dan Korea. Mesin-mesin plywood bekas dari Jepang,

Taiwan, dan Korea tersebut, khususnya mesin pengupas veneer (rotary),

masih belum mampu meminimkan sisa kayu bulat (center-log), dan hanya

mampu menyisakan center-log berdiameter 27 cm. Limbah industri

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 11

plywood berupa veneer sobek dan center-log di-‘pulung’ oleh penduduk

sekitar pabrik. Veneer sobek dirangkai lagi dengan cara direkat

menggunakan kertas-berperekat untuk mendapatkan veneer utuh, yang

dijual ke pabrik plywood lain untuk diproses lebih lanjut menjadi

plywood. Sisa veneer lainnya dimanfaatkan untuk membuat berbagai

produk, termasuk komponen furniture, perlengkapan makan dari veneer,

dsb. Center-log dirajang untuk dijadikan berbagai produk kayu yang

bernilai tinggi, termasuk pinsil, tangkai sapu untuk diekspor, dan

perlengkapan rumahtangga. Apa yang dilakukan oleh ‘pemulung’ limbah

industri plywood termasuk tindakan recovery, dan mungkin tidak akan

terjadi se-andainya pemerintah ketika itu tidak mengambil kebijakan

’relokasi industri’ dengan mengimpor ’teknologi aus.’

2. Sebuah pabrik pengolahan makanan di Cilegon – milik kelompok

supermarket terbesar yang menguasai pangsa pasar makanan basah dalam

kemasan di Indonesia – mengolah jagung menjadi berbagai produk

makanan. Oleh karena efisiensi mesin untuk proses ekstraksi dan hidrolisis

jagung sangat rendah, limbah dari proses produksi ini masih mengandung

serat dan protein kasar cukup tinggi. Setiap bulan rata-rata dihasilkan tidak

kurang dari 700 ton limbah berupa substrat padat. Limbah ini dijual

kepada para ‘pemulung’ untuk diolah lagi menjadi pakan ternak. Pakan

ternak dijual ke peternak penggemuk domba dan sapi, sedangkan limbah

akhir (sisanya) diproses menjadi kompos. Apa yang dilakukan oleh

‘pemulung’ ini juga merupakan tindakan recovery, dan mungkin tidak

akan terjadi seandainya pabrik pengolahan makanan tersebut

menggunakan mesin-mesin berteknologi lebih mutakhir.

PRINSIP R-4: REUSING (MENGGUNAKAN-ULANG) Reusing

(penggunaan-ulang) adalah tindakan memanfaatkan-ulang ‘apa adanya’

sebagian atau seluruh sampah atau limbah atau barang-barang bekas lainnya

untuk menghasilkan produk/barang lain atau untuk kebutuhan lain yang

bermanfaat. Cukup banyak contoh penerapan prinsip Reusing ini yang dapat

dilakukan di lingkungan rumah-tangga dan tempat kerja. Banyak produk

kebutuhan rumahtangga yang dapat digunakan lebih dari satu kali. Produk-

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 12

produk atau kemasan-kemasan produk yang dapat di-gunakan-ulang ini harus

dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan buangan limbah.

Beberapa di antaranya adalah:

1. Sebagaimana telah disinggung di muka, botol bekas kemasan ‘strawberry

jam’ dan ‘peanut butter’ dapat digunakan-ulang: (a) Untuk wadah mainan

anak-anak, misalnya kelereng; (b) Untuk menyimpan sisa-sisa bahan,

misalnya sisa minyak goreng (jelantah), dsb.; (c) Untuk mencampur

berbagai macam juice, pasta, dsb.; (d) Bagi yang mempunyai kegemaran

memancing, botol bekas juga dapat digunakan untuk wadah umpan.; (e)

Botol bekas juga dapat digunakan sebagai jambangan (vas) bunga untuk

menghias meja.

2. Di kantor ataupun d rumah, kita sering melakukan penggunaan-ulang

cartridge tinta printer yang tintanya sudah habis dengan cara mengisi-

ulang (refill) tintanya. Pengisian ulang ini sering dilakukan pada cartridge

toner printer laser, toner fotokopi, dsb. Selain mengurangi buangan limbah

berupa cartridge bekas, tin-dakan ini juga merupakan penghematan biaya

operasional kantor atau urusan cetak-mencetak dengan printer di rumah.

3. Setelah kita mengenal komputer pribadi (personal computer) dan printer

sejak awal dasawarsa 1980-an, yang paling boros adalah penggunaan

kertas. Ketika kita masih menggunakan mesin tik – baik mesin tik manual

ataupun mesin tik elek-trik – setiap kesalahan ketik lazimnya kita hapus

dengan cairan penghapus atau pita penghapus, lalu kata yang salah-ketik

kita ketik-ulang. Hal ini tentu saja tidak dapat atau sangat sulit kita

lakukan pada printer. Akhirnya, setiap terjadi salah-ketik satu huruf pun,

kita akan mencetak-ulang lembar tadi setelah kesalahan kita perbaiki.

Pengalaman menunjukkan, untuk membuat satu laporan pekerjaan setebal

100 halaman, kertas yang kita habiskan untuk cetak-mencetak bisa-bisa

sampai satu rim lebih. Walau demikian, sebenarnya kita masih dapat

memanfaatkan-ulang lembar-lembar kertas yang salah-cetak tadi, misalnya

untuk mencetak draft untuk keperluan proef-reading sebelum dokumen

kita cetak-akhir. Atau, kita dapat memanfaatkannya untuk membuat

kliping koran pada halaman yang tidak tercetak.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 13

4. Selain di kantor dengan urusan komputer dan printer, pengisian-ulang

dengan memanfaatkan-ulang kemasan aslinya juga dapat dilakukan pada

berbagai jenis barang konsumsi rumahtangga, misalnya kopi instans,

kremer, deterjen, pelem-but & pewangi cucian, cairan pel lantai, minyak

goreng, lem/perekat, dsb. Produk-produk ini, selain tersedia di pasaran

dalam kemasan aslinya (botol plastik atau botol gelas), juga tersedia dalam

kemasan isi-ulang yang lebih murah.

5. Bagi barang-barang yang tergolong awet (durable), misalnya lemari es,

kipas listrik, seterika listrik, dsb., jangan segan-segan mereparasinya

apabila suatu saat barang-barang tersebut rusak. Dengan cara ini, Anda

telah melakukan penghematan dan tidak membuang barang bekas. Namun,

untuk barang-barang elektronik, seperti printer, handphone, dsb., biaya

mereparasi kadang-kadang lebih mahal daripada membeli barang sejenis

yang baru, kecuali masih dalam jangka waktu berlakunya garansi.

PRINSIP R-5: RECYCLING (MENDAUR-ULANG) Recycling (mendaur-

ulang) adalah tindakan mendaur-ulang sebagian atau seluruh sampah atau

limbah untuk menghasilkan produk/barang lain, yang lazimnya berbeda

bentuk dan sifatnya dari produk/barang aslinya. Barang-barang bekas yang

lazim didaur-ulang dengan cara pemrosesan-ulang di industri untuk

menghasilkan produk baru adalah limbah yang tergolong anorganik, yakni

yang terbuat dari kertas, plastik dan bahan-bahan sejenisnya, karet dan bahan-

bahan sejenisnya, gelas/kaca, kaleng dan berbagai jenis logam lainnya.

Barang-barang bekas lazimnya dikumpulkan oleh pemulung di tempat-tempat

pengumpulan sampah, baik Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) maupun

Tempat Pembuangan Akhir (TPA); atau dikumpulkan langsung dari rumah ke

rumah. Beberapa contoh pendaur-ulangan limbah anorganik dan permasalahan

yang dihadapi dapat disajikan sebagai berikut:

1. Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) pada awal 1990-an pernah

melaksanakan proyek pendaur-ulangan kertas untuk memproduksi kertas

tulis (HVS). Bahkan, pada dasawarsa 1980-an, Kantor Menteri Negara

Lingkungan Hidup sempat menggunakan kertas surat resmi yang dibuat

dari eceng gondok (Eichornia crassipes). Permasalahan yang dihadapi

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 14

adalah harga jual kertas daur-ulang ini relatif lebih mahal daripada kertas

sejenis yang asli, dan kualitasnya pun tidak lebih baik. Kasus yang sama

juga dialami oleh pabrik kertas koran daur-ulang di Merak, Banten, yang

kualitas hasil kertasnya tidak lebih baik daripada kualitas kertas koran asli,

dan biaya produksi daur-ulang ternyata tidak lebih murah dari-pada biaya

produksi kertas asli. Kertas koran daur-ulang tidak diterima oleh penerbit

koran terkenal, melainkan hanya dipakai oleh penerbit koran, tabloid, dan

majalah skala kecil dan murahan.

2. Industri plastic-ware (barang-barang dari plastik) yang mendaur-ulang

limbah plastik dan PVC (polyvinyl chloride) juga mengalami hal yang

sama. Kualitas ember anti-pecah yang dibuat dari campuran limbah karet

dan PVC ternyata tidak lebih baik daripada kualitas ember plastik asli.

Demikian pula halnya dengan produk-produk daur-ulang plastik lainnya.

Selain warnanya yang tidak homogen, kualitasnya kurang baik,

kekuatannya rendah, harga penjualannya tidak selalu mampu bersaing

dengan hara penjualan produk plastik asli.

3. Hingga kini tidak ada produk branded yang dikemas dalam botol gelas

yang menggunakan botol daur-ulang, baik produk farmasi, minuman,

ataupun makanan. Corporate image menjadi lebih penting dari-pada

penghematan bahan kemasan produknya. Yang banyak dilakukan hanya

terbatas pada penggunaan-ulang botol kemasan, misalnya botol berbagai

merek minuman ringan (soft drink) terkenal. Botol kemasan hasil

daurulang lazimnya digunakan untuk mengemas produk-produk yang

produsennya tidak terlalu mementingkan corporate image, misalnya

produk minyak angin, essence, dsb. Limbah yang tergolong organik,

termasuk sisa-sisa sayuran, dedaunan, dsb., pada umumnya tidak dipulung,

melainkan langsung dibuang ke TPA. Limbah padat organik ini dinilai

sebagai ‘mudah terurai secara biologis’ (bio-degradable easily), sehingga

retensinya di lingkungan relatif singkat. Namun, penanganan sampah

padat organik di TPA yang menerapkan sistem bala press system masih

menjadi perdebatan antar-pakar. Pernah ditemukan, bahwa sisa-sisa

sayuran (kacang buncis, kol, lettuce, dan wortel) yang diperlakukan dalam

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 15

bala press system (dikempa dan dibungkus dalam kemasan kedap-air dan

kedap-udara, lalu ditimbun) ternyata masih belum rusak (belum terurai)

setelah ’tertimbun’ selama 30 tahun. Bagi limbah padat organik, pendaur-

ulangan yang dinilai paling sesuai dan justeru dapat memberi nilai tambah

ekonomis terhadap limbah tersebut adalah pengomposan (composting). Di

samping itu, pengomposan juga mempunyai nilai tambah terhadap

lingkungan, yakni sangat membantu pencegahan pencemaran lingkungan

oleh dampak pembusukan bahan organik secara anaerobik dan tak

terkendali. Disadari ataupun tidak, penanganan sampah padat organik di

TPA dengan metode open dumping ataupun sanitary landfill yang tidak

sempurna akan menyebabkan proses pembusukan bahan organik secara

anaerobik, yang menghasilkan emisi gas methane (CH4). Gas methane

adalah salah satu bahan cemaran udara yang tergolong sebagai ‘gas rumah

kaca,’ yang secara akumulatif dan global dapat memberi kontribusi

terhadap ‘pemanasan global’ (global warming).

PRINSIP R-6: RESPONDING (SIKAP TANGGAP) Responding (sikap

tanggap) adalah menyikapi dilema limbah atau sampah dengan

mempertimbangkan-ulang penanganan kegiatan produksi dalam industri atau

kegiatan rumahtangga dengan hasil limbah yang ada dan menggantikannya

dengan proses produksi atau kegiatan yang menghasilkan lebih sedikit limbah

(least waste). Bagi industri yang menghasilkan limbah, penerapan prinsip

Responding pada hakikatnya sama dengan upaya meningkatkan efisiensi

penggunaan bahan baku dan bahan pendukung, yakni meningkatkan rendemen

(out-turn). Beberapa hal penting yang dapat dilakukan adalah:

1. Bagi industri yang mesin-mesinnya sudah aus (teknologinya sudah

ketinggalan zaman), peningkatan rendemen dalam upaya mengurangi

limbah dan meningkatkan efisiensi produksi adalah dengan reinvestasi

mesin-mesin baru yang lebih efisien dan menghasilkan limbah lebih

sedikit (least-waste). Untuk itu, perlu perhitungan yang cermat mengenai

perimbangan antara ‘biaya investasi untuk pengganti mesin’ dengan ‘nilai

tambah produksi karena peningkatan efisiensi.’

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 16

2. Belajar dari kasus industri pulp di muka, dan juga belajar dari pengalaman

relokasi industri di masa lalu, perlu ditegaskan bahwa relokasi industri

manufaktur dari negara-negara industri maju harus dicegah, walaupun

biaya investasinya relatif lebih murah. Yang harus dibayar mahal pada

akhirnya adalah ketidakmampuan industri kita untuk bersaing di pasar

dunia, dan ‘harga pencemaran lingkungan yang harus dibayar mahal’

karena mesin-mesin industri relokasi pada umumnya menghasilkan banyak

limbah.

3. Industri yang instalasi penghasil tenaganya (power generating plant)

dinilai boros bahan bakar, perlu melakukan penggantian mesin atau

bahkan penggantian jenis bahan bakar alternatif.

F. LIMBAH INDUSTRI YANG DIHASILKAN PERUSAHAAN

1. Limbah Industri Tahu-Tempe

Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan

yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan

total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik,

bahan anorganik dan gas.

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu

limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40°C

sampai 46°C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan

mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain,

kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu

pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air

buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di

antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya

paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% -

60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987).

Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam

hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit

diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 17

menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa

teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan

parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran

bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson,

1990; Welch, 1992).

Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang

digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik

pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan dan Pramudya, 1987).

Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini

cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu

protein (N-total) sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya

limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen

di perairan tersebut.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2),

oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2)

dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan

organik yang terdapat di dalam air buangan.

Limbah cair yang berasal dari industri kecil tahu-tempe

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 18

Limbah industri tahu-tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup

berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari

beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand)

di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara

7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-

5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tahu-tempe

merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat

potersial.

Saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan

dengan cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses

anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan

polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan. Tetapi

dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar antara 50% -

70% saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam air limbah 7000

ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar 2100

ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Dengan sistem penampungan anaerob terjadi penguraian secara biologis

anaerobik, maka zat organik akan terurai dan menghasilgan produk gas

methan dan gas H2S serta NH3 yang menyebabkan bau yang kurang

sedap.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 19

Gambar : Pengolahan air limbah industri kecil tahu tempe dengan sistem

Penampungan (lagon) Anaerob. Dengan sistem lagon tersebut dapat

menurunkan kadar zat organik (BOD) sekitar 50 %.

Suatu alternatif pengolahan limbah yang cukup sederhana adalah

pengolahan secara biologis, yakni dengan kombinasi proses biologis

"Anaerob-Aerob". Sistem ini cocok diterapkan pada pengolahan limbah

yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Limbah industri

tahu/tempe merupakan salah satu jenis limbah yang banyak mengandung

bahan-bahan organik. Pengolahannya yaitu air limbah yang dihasilkan dari

proses pembuatan tahu-tempe kumpulkan melalui saluran air limbah,

kemudian dilairkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat.

Selanjutnya, sambil di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air

limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai anaerob

tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh

mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat

digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi

COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm

(efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah

dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.

Gambar : Diagram proses pengolahan air limbah industri tahu-tempe

dengan sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob".

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 20

2. Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah cair industri kelapa sawit yang paling utama adalah POME atau

Palm Oil Mill Effluent, sedangkan limbah padatnya terdiri dari tandan

kosong, pelepah, cangkang, batang dan serat mesocarp. Serat mesocarp

dan tandan kosong merupakan limbah yang diperoleh ketika proses

produksi berlanjut, sementara pelepah dihasilkan ketika dilakukan

pemangkasan pelepah. Limbah batang sawit dihasilkan ketika proses

replantasi, penggantian tanaman tua dengan tanaman yang lebih muda.

POME memiliki kandungan organik yang sangat tinggi, sehingga jika

dibuang langsung ke lingkungan akan menimbulkan masalah pencemaran

yang cukup berat serta emisi GRK. Namun jika emisi ini ditangkap dengan

menggunakan teknologi fermentasi anaerobik, biogas yang ada bisa

menggantikan fungsi LPG.

Jenis dan Pemanfaatan limbah pabrik Kelapa Sawit

JENIS MANFAAT

Tandan Kosong Pupuk kompos, pulp kertas, papan partikel, energi

Wet Decanter Solid Pupuk, kompos, makanan ternak

Cangkang Arang, karbon aktif, papan partikel

Serabut (fiber) Energi, pulp kertas, papan partikel

Limbah Cair Pupuk, air irigasi

Air Kondensat Air umpan broiler

Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan dengan sistem

kolam yang terdiri dari kolam anaerobik dan aerobik

Kolam Anaerob

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 21

Kolam Aerasi

Untuk treatmen limbah cair kelapa sawit standar output dialirkan ke badan

sungai mengandung kadar BOD < 100 ppm.

G. Undang-Undang Mengenai Limbah

1. Undang–Undang Nomor 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun.

3. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas

Peraturan No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan

Berbahaya  dan Beracun.

4. Undang-Undang Nomor  32  Tahun  2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995

tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 22

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, B.(2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:EGC

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang

Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. http://

www.bplhdjabar.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]

Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat, 2011, Gambaran Umum Pelaksanaan

Pengelolaan Limbah Padat di PT. Bayer Material Science Indonesia Tahun

2011. STIKes Faletehan:Serang

Mukono, H J, 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University

Press. Surabaya

Susanti, W. (2012). Gambaran Pengelolaan Limbah Cair, Padat, Gas dan

B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di PT Krakatau Steel (PERSERO) TBK

Cilegon Tahun 2012. STIKes Faletehan:Serang. Jurusan Ilmu Keshatan

Masyarakat

Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

http://www.menlh.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

http://www.kemenperin.go.id/ [Diakses pada tanggal 9 Maret 2015]

http://www.ecostargrp.com/pengolahan-limbah/ [Diakses pada tanggal 9 Maret

2015]

Konsep Dasar Pengelolaan Limbah Industri Page 23