lima laknat malam kliwon
Post on 04-Apr-2018
246 views
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
1/96
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
2/96
BASTIAN TITO
TTIIGGAA DDAALLAAMM
SSAATTUU
Sumber: Bastian TitoEBook: Fujidenkikagawa
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
3/96
WIRO SABLENG
MENUNGGU EMPAT PULUH SEMBILAN TAHUN
UKU ini merupakan sisi lain dari serial Wiro Sableng
yang terbit sebelumnya, berjudul "Munculnya Sinto
Gendeng". Dalam seri tersebut dikisahkan
bagaimana Pendekar 212 Wiro Sableng dan Eyang Sinto
Gendeng bersama seorang kakek sakti bernama Ki Rana
Wulung menyelamatkan Sri Baginda dan menghancurkan
kaum pemberontak yang didalangi oleh keponakan Raja
sendiri yaltu Pangeran Jingga.
Tugas ke tiga orang itu dalam membantu me-nyelamatkan Kerajaan tidak mudah. Kaum pemberontak
dibantu oleh beberapa tokoh silat kelas tinggi, antara lain
Bergola Ijo (mati), Suto Abang (melarikan diri), Si Tangan
Besi (mati), Malaikat Serba Biru (mati), dan Nenek
Kelabang Merah (mati).
Keadaan bertambah ricuh karena ternyata beberapa
pejabat tinggi Kerajaan berkhianat dan ikut membantukaum pemberontak. Mereka di antaranya adalah Raden
Aryo Braja yang Kepala Balatentara Kerajaan (mati) dan
Turonggo Wesi(Perwira Tinggi Balatentara Kerajaan, mati).
Sebagai balas budi jasa besar ke tiga orang itu, walau
mereka menolak namun Raja memaksa menyerahkan
sebuah peta yang menunjukkan letak sebuah telaga
rahasia yang penuh dengan kandungan emas. Kisah telagarahasia ini kemudian dituturkan dalam serial Wiro Sableng
ke-37 berjudul "Telaga Emas Berdarah".
B
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
4/96
Ketika Eyang Sinto Gendeng berkelahi hidup mati
melawan Nenek Kelabang Merah, guru Pendekar 212 itu
mengeluarkan satu ilmu sakti yang mampu memancarikan
dua larik sinar biru dari sepasang matanya. Pendekar 212
terkejut melihat kejadian itu. Dua larik sinar biru itu
ternyata luar biasa hebatnya. Wiro menyadari, selama
digembleng di puncak Gunung Gede sang guru tidak
pernah mewariskan ilmu kesaktian itu padanya. Diam-diam
sang pendekar merasa kecewa. Apa betul ucapan orang
bahwa seorang guru tidak pernah mengajarkan atau
mewariskan semua ilmu kepandaiannya pada seorang
murid?
Karena tidak suka memendam hati yang membuatnya
merasa tidak enak, di sebuah sungai kecil Wiro berkata
pada sang guru.
"Eyang, rupanya benar ucapan orang. Bahwa tidak ada
guru yang mengajarkan seluruh kepandaian pada
muridnya!"Saat itu Sinto Gendeng hentikan larinya, berpaling pada
sang murid dengan wajah merah dan membentak.
"Apa maksudmu anak sableng?"
"Tadi kulihat Eyang mengeluarkan ilmu aneh. Dua larik
sinar biru melesat keluar dari mata dan merontokkan
tubuh kelabang sakti!"
"Hemm... begitu?"si nenek bergumam. "Ucapan orangitu mungkin benar. Tapi aku mau tanya. Berapa usiamu
sekarang, anak sableng...?"
"Dua... dua puluh satu Eyang!"
"Betul! Itu berarti kau harus menunggu empat puluh
sembilan tahun lagi untuk dapat menguasai ilmu itu!"
Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Mengapa begitu, Eyang?""Selama sepasang matamu masih terpikat pada
keindahan dunia, selama kedua matamu masih suka
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
5/96
melihat wajah perempuan cantik dan tubuh yang bagus
mulus, selama kau suka melihat aurat perempuan yang
terlarang yang bukan istrimu, selama itu pula kau tak bakal
dapat menguasal ilmu itu!"
Mendengar ucapan sang guru Pendekar 212 Wiro
Sableng jadi tertegun diam. Sambil garuk-garuk kepala dia
membuka mulut untuk mengatakan sesuatu. Tapi sang
guru ternyata sudah berkelebat lenyap dari hadapannya.
"Ah... nenek-nenek itu mungkin benar. Aku masih suka
melihat wajah cantik, melihat dada kencang dan paha
putih. Ha... ha ha.... Biarlah aku tidak menguasai ilmu itu!
Ha... ha... ha!"
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
6/96
WIRO SABLENG
DIKURUNG JARING LIMA PENJURU JAGAD
IRO memandang ke langit. Sang surya dilihatnya
telah menggelincir jauh ke barat.Sebentar lagi sang mentari ini akan segera
tenggelam. Siang akan berganti dengan malam. Setelah
merenung sesaat Pendekar 212 segera tinggalkan tempat
itu. Untuk menghibur hati dia berjalan sambil bersiul-siul
membawakan lagu tak menentu. Di satu tempat Wiro
hentikan siulannya. Telinganya menangkap suara
gemericik kucuran air. Mendadak saja pemuda ini merasahaus. Maka diapun melangkah ke jurusan datangnya
suara. Tidak sampai berjalan sejauh sepuluh tombak, Wiro
hentikan langkah. Di depan sana ada sebuah pancuran
bambu yang airnya mengucur jatuh ke atas bebatuan lalu
tersebar kemana-mana dalam bentuk aliran-aliran kecil. Di
sebuah batu tak seberapa besar di dekat pancuran, Wiro
melihat si nenek duduk sambil bertopang dagu, menatapke arah air yang mengucur dari mulut pancuran bambu.
"Sedang apa nenek ini berada di sini," berpikir Wiro. Lalu
senyumnya menyeruak. Kembali dia membatin. "Jangan-
jangan dia sengaja menunggu aku di sini. Jangan-jangan
dia berubah pikiran hendak mengajarkan ilmu dua larik
sinar biru yang bisa melesat keluar dari mata itu!" Berpikir
begitu Wiro segera dekati Eyang Sinto Gendeng danmenegur.
"Eyang, aku kira kau sudah pergi jauh. Ternyata
nongkrong di sini. Apakah kau hendak mandi mem-
W
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
7/96
bersihkan diri dengan air pancuran?"
"Anak sableng! Jangan kau berani menghina aku! Siapa
yang mau mandi? Apa kau kira aku tidak pernah mandi-
mandi?!" Si nenek bicara dengan suara keras mata
melotot. Tapi pandangannya tidak beralih dari arah
pancuran.
Sang murid kembali tersenyum. Dalam hati dia berkata.
"Nek, kalau kau sering mandi, tubuhmu tidak dekil begitu
dan pakaianmu tidak bau pesing!"
"Anak setan! Apa yang barusan kau ucapkan dalam
hati?!"
Hardikan si nenek membuat Wiro Sableng tergagau.
"Celaka, mungkin dia tahu apa yang tadi kubilang dalam
hati!"
Wiro cepat berkata. "Maafkan aku Nek, aku tidak
berucap apa-apa. Cuma aku heran melihat kau ada di sini.
Kau seperti tengah memikirkan sesuatu. Seolah ada
ganjalan dalam hatimu. Eyang, mungkin juga kaumendadak berubah pikiran?"
"Anak setan! Apa maksudmu?! Pikiran aku yang mana
yang berubah? Atau kau mau bilang aku berubah jadi
setengah waras atau mendadak jadi sinting?!" Sinto
Gendeng kembali membentak. Dua matanya tetap saja
menatap ke arah pancuran bambu.
"Maksudku, mungkin aku tidak usah menunggu empatpuluh sembilan tahun. Kau mau mengajarkan ilmu dua
jalur sinar biru itu sekarang juga...."
"Benar-benar anak setan! Bertahun-tahun kau ikut aku
di puncak Gunung Gede! Apa selama itu kau pernah
melihat aku berubah pikiran?!"
"Memang tidak pernah Eyang," jawab Wiro masih
senyum dan kali ini sambil garuk kepala. "Tapi per-timbangan tertentu bisa membuat seseorang berubah.
Misal, kau menyadari tantangan dan bahaya di dalam
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
8/96
rimba persilatan semakin besar. Hingga...."
"Hingga aku merasa perlu membekalimu dengan ilmu
dua larik sinar biru itu! Begitu?!"
"Kira-kira begitu Nek," jawab Wiro lalu tertawa lebar.
Lima tusuk kundai perak yang menancap di kulit kepala
si nenek berjingkrak. Mulutnya yang kempot
digembungkan.
"Anak setan! Lekas angkat kaki dari sini! Jangan sampai
aku menggebukmu karena muak!"
"Eyang, maafkan aku. Bukan maksudku membuatmu
marah. Aku tidak memikirkan lagi soal ilmu itu. Juga tidak
untuk masa empat puluh sembilan tahun mendatang. Apa
perlunya kepandaian di usia sudah bau tanah. Justru ilmu
itu harus dimanfaatkan selagi muda untuk menolong
sesama.... "
Sinto Gendeng cemberut sebentar lalu tertawa
mengekeh.
"Anak sableng! Kau pandai memilih kata-kata agarhatiku bisa terenyuh! Hik... hik... hik! Sekalipun angin sejuk
atau angin api mendera hatiku, jangan harap Sinto
Gendeng bisa berubah pikiran! Sudah! Pergi sana! Jangan
mengganggu diriku lebih lama!"
Wiro membungkuk hormat. "Jika begitu kehendak
Eyang, aku minta diri sekarang. Tapi kalau boleh aku
memberi nasihat sebaiknya Eyang jangan lama-lamaberada di tempat ini...."
"Eh, memangnya kenapa? Siapa yang berani
melarang?!" Sinto Gendeng pelototkan mata ke arah air
pancuran.
"Tidak ada yang melarang Eyang. Setahuku di sekitar
sini ada binatang buas aneh berkepala macan tapi cuma
punya dua kaki. Makhluk ini jahat sekali, paling sukamenggeragot benda jelek dan bau-bau!"
"Anak setan jahanam! Mentang-mentang aku jelek dan
7/30/2019 Lima Laknat Malam Kliwon
9/96
bau! Kau sengaja menghina mempermainkan diriku!
Makhluk apapun yang ada di sekitar sini siapa takut! Kau
memang minta digebuk!" Saking marahnya Sinto Gendeng
gerakkan tangan kiri hendak memukul sang murid.
Tapi sambil tertawa gelak-gelak Wiro sudah melompat.
Pemuda ini lambaikan tangannya. "Selamat tinggal
Eyang.... " Wiro menyelinap ke balik serumpunan pohon
bambu hutan. Baru berjalan belasan langkah tiba-tiba di
belakangnya terdengar si nenek berseru.
"Anak setan! Tunggu! Lekas kau kembali ke sini!"
Wiro tersenyum sendiri. "Ah, pasti dia benar-benar
berbalik hati. Pasti dia memanggilku untuk mengajarkan
ilmu kesaktian dahsyat itu. Mulu