lidahku kotor

Upload: rosa-lita

Post on 08-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Lidahku Kotor

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANKASUS 3 : Lidahku KotorPujo, usia 18 tahun dibawa ibunya berobat kerumah sakit karena demam naik turun, demam akan mulai naik saat sore menjelang malam dan meninggi pada tengah malam disertai mengigau, demam turun dipagi hari. Keluhan disertai nyeri ulu hati, mual, muntah, nyeri kepala dan pegal pegal dipersendian serta sulit BAB. Keluhan sudah dirasakan sejak 6 hari yang lalu. Pujo sebelumnya sudah pernah dibawa ibunya berobat dan sudah melakukan widal test tetapi tidak mengalami perbaikan.Pada pemeriksaan fisik : didapatkan suhu 38,20c, nadi 80 x/menit, tampak lidah kotor, terdapat hepatoslenomegali. Dokter melakukan rencana pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti.1.1 STEP I : Clarify Unfamiliar Terms Hepatosplenomegali: Pembesaran hati dan limpa Widal Test: Suatu test pada serum pasien yang dicurigai terinfeksi salmonella, untuk melihat adanya aglutinin pada antigen O dan H pada Salmonella enterica yang menyebabkan demam tifoid

KEYWORDKeyword1) Identitas Nama : PujoUmur : 18 tahun2) AnamnesisKU : demam naik turun sejak 6 hari yang laluRPS:demam naik turun sejak 6 hari yang lalu, mulai dari sore menjelang malam dan meninggi tengah malam serta mengigau demam turun pagi hari disertai nyeri ulu hati, sakit kepala, mual, muntah, pegal pegal dipersendian serta sulit BAB. Pujo sudah pernah dibawa ibunya berobat dan sudah melakukan widal test tetapi tidak mengalami perbaikanRPD: -RPK: -R. Psikososial: -R. Alergi: -R. Pengobatan : -3) Pem. FisikKesadaran: ComposmentisKeadaan Umum: Tanpa sakit sedang Tanda Vital: TD: - F: 80x/menit R: - T : 38,20CStatus Generalisata: Kepala (mata, rambut, kulit, THT ) lidah kotor Leher: - Thorax Jantung: - Paru : -Status Lokalisata: Abdomen Palpasi hepatosplenomegali Genitalia: - Ektremitas: -4) Diagnosis kerja : demam tifoid5) Diagnosa banding DHF Malaria Septikemia6) Pem. Penunjang Widal Test Test Darah Rutin Test darah tepi Test biakan tinja dan bakteriologi7) Terapi: farmako: - non farmako: -

1.2 STEP II : MENDEFINISIKAN / MENEGASKAN PROBLEM1. Mengapa pujo mengalami demam naik turun ?2. Bagaimana patofisiologi lidah kotor pada kasus ini ?3. Mengapa pujo mengalami nyeri ulu hati, mual, muntah & nyeri kepala ?4. Apa saja tipe tipe demam ?5. Mengapa pasien sulit BAB ? 6. Apa etiologi penyakit dari kasus ini ?7. Apa saja komplikasi penyakit pada kasus ini ?8. Bagaimana cara penularan penyakit pada kasus ini ?9. Apa diagnosis pada kasus ini ?10. Bagaimana patogenesis & patofisiologi penyakit pada kasus ini ?11. Apa saja kemungkinan diagnosa banding penyakit pada kasus ini ?12. Bagaimana prognosis penyakit pada kasus ini ?13. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pada kasus ini ?14. Bagaimana kriteria diagnosis pada kasus ini ?15. Bagaimana faktor resiko pada kasus ini ?16. Apa saja pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang untuk kasus ini ?

1.3 STEP III : ANALISIS PROBLEM BRAINSTORMINGEtiologi demam tifoid adalah salmonella typhi. Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk kedalam usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri diileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propria masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui ductus toracikus. Salmonella typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang diplak peyeri, limpa, hati, dan bagian bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.Gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasti, dan diare, serta perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Dalam minggu kedua gejala gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah tifoid ( lidah kotor ditengah, tepi, dan ujung merah, dan tremor ) hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma, sedangkan roseola jarang ditemukan pada orang Indonesia.

1.4 STEP IV : SPIDERWEB

1.5 STEP V : MEMFORMULASIKAN SASARAN BELAJARMahasiswa mampu memahami demam Tifoid dari aspek :1. Defenisi Tifoid2. Etilogi Tifoid3. Epidemiologi Tifoid 4. Patogenesis Tifoid5. Patofisiologi Tifoid6. Terapi farmako non-farmako7. Tipe tipe demam8. Faktor resiko9. Mekanisme konstipasi & Bak10. Pemeriksaan penunjang Gold Standart pemeriksaan terbaru untuk demam tifoid11. Manifestasi klinis Tifoid12. Komplikasi Tifoid13. Diagnosis banding DHF Malaria Septikemia

BAB IIPEMBAHASANDEMAM TIFOID2.1 DEFENISI1Penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, ditandai dengan demam yang berkepanjangan lebih dari 1 minggu, gangguan saluran cerna dan gangguan kesadaran. Demam tifoid merupakan penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem RES yg bersifat difus, pembentukan mikroasbes dan ulserasi nodus peyer didistal ileum. Demam tifoid juga merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhi atau salmonella paratyhpi A, B, atau C.Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti higiene perorangan dan higiene penjamah makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat tempat umum ( rumah makan, restoran ) yang kurang serta prilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Seiring dengan terjadinya kirisis ekonomi yang berkepanjangan akan menimbulkan peningkatan kasus kasus penyakit menular, termasuk tifoid. 2.2 ETIOLOGI2

Gambar 1. Mikrobiologi Salmonella typhy2Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan gram bersifat negatif gram, ukuran 1-3,5 um X 0,5-0,8 um besar koloni rata-rata 2-4 mempunyai sifat flagel peritrik kecuali salmonella pullorum dan salmonella gallinarum. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat C ( suhu pertumbuhan optimum 37,50C) dan PH pertumbuhan 6-8. Kuman mati pada suhu 560C juga pada keadaan kering. Dalam air bisa tahan selama 4 minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu, tahan terhadap zat warna hijau brillian dan senyawa natrium tetrationat, dan natrium deoksikholat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan kuman kolifrom sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk isolasi kuman salmonella dari tinja. Salmonella choleraesuis dipakai sebagai kontrol kuman terhadap preparat fenol. Antigen somatik, serupa dengan antigen somatik O kuman enterobacteriaceae lainnya. Antigen I tahan terhadap pemanasan 1000 C, alkohol dan asam. Antibodi yang bibentuk teritama igM.Antigen flagel, pada salmonella antigen ini ditemukan dalam 2 fase :1. Spesifik2. Tidak spesifikAntigen H rusak pada pemanasan diatas 600 C, alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk bersifat igG. Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian luar dari badan kuman. Dapat dirusak dengan pemanasan 60 0 c selama 1 jam pada penambahan fenol dan asam. Kuman yang mempunyai antigen Vi ternyata lebih virulen baik terhadap binatang maupun manusia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan kuman terhadap bakteriofag dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. Typhi yaitu dengan cara test anggutination slide dengan anti serum.Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita. Penyebaran bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih, Lalat juga bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan. Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus dan usus besar. Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan).Sekitar 3% penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, didalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun. Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari demam tifoid.90% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya. Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.2.3 EPIDEMIOLOGI1Survailens Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam Tifoid diIndonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4/10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit diIndonesia dari tahun 1981 dengan 1986 memperlihatkan peningkatan dengan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. Insiden demam tifoid bervariasi ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan didaerah rural ( jawa barat ) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan didaerah urban ditemukan 760 810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden diperkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.Case fatality rate ( CFR ) demam tifoid ditahun 1996 sebebsar 1,08% dari seluruh kematian diIndonesia. Namun demikian berdasarkan hasil survei kesehatan rumah tangga departement kesehatan RI ( SKRT Depkes RI ) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.Tinja dari kasus subklinik atau pembawa bakteri yang tidak diketahui, adalah sumber kontaminasi yang lebih penting daripada kasus klinik yang nyata yang segera diisolasi ; misalnya bila pembawa bakteri yang bekerja sebagai pembuat makanan mengeluarkan bakteri bakteri itu. Banyak hewan, termasuk ternak, hewan pengerat, termasuk unggas, secara alamiah terinfeksi dengan berbagai salmonella dan mempunyai bakteri dalam jaringannya ( daging ), tinja, atau telur,. Telah diberitahukan secara luas mengenai insiden salmonella yang tinggi pada ayam yang telah dipersiapkan secara komersial. Insidensi demam tifoid telah menurun, tetapi insidensi infeksi salmonella lainnya bertambah mencolok. Masalahnya bertambah berat karena luasnya pengunaan makanan hewan yang mengandung obat antibiotika, yang membantu perkembangbiakan salmonella yang resisten terhadap obat dan kemungkinan penularannya kepada manusia. Pembawa bakteri, setalah infeksi nyata atau subklinik, beberapa orag terus didiami organisme dalam jaringannya selama waktu yang tidak tentu ( pembawa bakteri konvalesen atau permanen sehat ). 3% penderita tifoid yang tetap hidup menjadi pembawa bakteri yang tetap, menyimpan bakteri dalam kandung empedu, saluran empedu atau kadang kadang dalam usus atau saluran kemih. Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Sumber sumber berikut ini penting :1. air terkontaminasi dengan tinja mengakibatkan epidemi yang eksplosif2. susu dan hasil susu lainnya ( es krim, keju, custard ) terkontaminasi dengan tinja disebabkan oleh pasteurisasi yang tidak cukup atau pengepakan yang tidak tepat. Beberapa penjangkitan dapat dilacak sumber kumannya3. kerang kerangan dari air yang terkontaminasi4. telur yang dibuat bubuk atau yang dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi selama pemrosesan5. daging dan hasil daging dari hewan yang terinfeksi ( peternakan ayam ) atau terkontraminasi dengan tinja hewan pengerat atau manusia6. obat obatan rekreasi mariyuana dan obat obatan lainnya7. zat warna hewan ( misalnya karmin ) yang dipakai dalam obat obatan, makanan, dan kosmetik8. hewan piaraan seperti kura kura, anjing, kucing, dll2.4 PATOGENESIS1Masuknya salmonella typhi dan salmonella paratyphi kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan didalam lambung sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama sek M dan selanjutnya kelamina propria. Dilamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa keplak peyeri ileum distal dan kemudian kekelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterima pertama yang asimptomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak diluar sel atau ruang sinosoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi dan menyebabkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan melalui feses dan sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi setelah menmbus usus. Proses yang sama terulang kembali berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemi seperti demam, malasie, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plak payeri kuman hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis jaringan). Plak payeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.

Skema 1. Pathogenesis demam typhoid1

2.5 PATOFISIOLOGI1Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri diileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propria, masuk kealiran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui ductus thoracikus. Salmonella typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.typhi bersarang diplak peyeri, limpa, hati, dan bagian bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam

Skema 2. Patofisiologi demam tifoid1KonstipasiKonstipasi merupakan suatu keluhan bukan penyakit dengan ditemukannya sejumlah feses memenuhi ampula rektum pada colok dubur dan atau penimbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya. Tabel 1. Defenisi konstipasi sesuai International Workshop on Constipation1TipeKriteria

1. Konstipasi fungsionalDua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan : mengedan kerasn25% dari BAB feses yg keras 25% dari BAB rasa tidak tuntas 25% dari BAB BAB kurang dari 2 kali perminggu

1. Penundaan pada muara rektum hambatan pada anus lebih dari 25% BAB waktu untuk BAB lebih lama perlu bantuan jari jari untuk mengeluarkan feses

Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyakanya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses kerektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter ani interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dipersarafi oleh saraf pudensus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksternus diperintahkan untuk relaksasi sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam dalam perut, relaksasi sfingter dan otot levator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tetapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.

Cara Penularan dan Faktor Faktor yang Berperan

Gambar 2. Cara Penularan demam typhoid1

Basil salmonella menular kemanusia melalui makanan dan minuman. Jadi makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia telah tercemar oleh komponen feses atau urine dari pengidap tifoid. Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan, pada penularan adalah :1. Higiene makanan dan minuman yang rendah Faktor ini paling berperan pada penularan tifoid. Banyak sekali contoh untuk ini diantaranya makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi ( seperti sayur sayuran dan buah buahan ) sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak dimasak, dan sebagainya2. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran, dan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

2.6 KOMPLIKASI1,2 Beberapa komplikasi yang terjadi pada demam Tifoid :1. Komplikasi Intestinal Perdarahan ususPlak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah akan terjadi perdarahan dan jika menembus usus lebih dalam lagi bisa menyebabkan perforasi.selain karena luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID). Perforasi usus Timbul pada minggu ke 3,namun dapat pula terjadi pada minggu pertama.nyeri perut pada kuadran kanan bawah yang menyebar keseluruh perut dan diertai tanda-tanda ileus. Bising usus melemah dan terkadang dapat ditemuakan pekak hati karena adanya udara bebas diabdomen.tanda-tanda lain yaitu nadi cepat, tekanan darah menurun, bahkan sampai syok, leukositosis dengan pergeseran kekiri menyebabkan terjadinya perforasi.pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum/subdiafragma kanan.Faktor yang meningkatkan perforasi adalh umur (20-30 tahun), demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit dan mobilitas penderita. Ileus paralitik (tidak ada bising usus/lumpuh bisisng usus). Pancreatitis.

2. Komplikasi Ekstra-Intestinal Komplikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, trombofeblitis (radang suatu vena yang berhubungan dengan pembentukan thrombus/thrombosis). Komplikasi darah : anemia hemolitik (anemia akut/kronik yang ditandai dengan memendeknya kemapuan hidup eritrosit matang dan ketidakmampuan sumsum tulang untuk mengkompensasi massa hidup yang menurun tersebut), trombositopenia (menurunya jumlah trombosit), KID dan thrombosis. Komplikasi Paru: pneumonia (radang paru), pleuritis (radang pleura) dan empiema (abses, efusi pleura yang mengandung pus). Komplikasi hepatobilier : hepatitis dan kolestitis. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis (nefritis peradangan lengkung kapiler dalam glomerulus ginjal), pielonefritis (peradangan pada ginjal dan pelvis renalis yang dimulai pada jaringan interstisial dan cepat meluas mengenai tubulus, glomerulus serta pembuluh darah yang disebabkan karena bakteri) dan peiefritis (radang perinefrium). Komplikasi tulang : osteomielitis (radang tulang disebakan karena organisme piogenik, tersebar melalui tulang, melibatkan sum-sum, korteks,jaringan kanselosa dan periosteum), periostitid, spondilitis (radang vertebra) dan arthritis komplikasi neuropsikiatrik / tifoid tosik.3. Syok SeptikAdalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik. Karena bakteremia salmonella. Disamping gejala gejala tifoid diatas, penderita jatuh kedalam fase kegagalan vaskular ( syok ). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat serta akral dingin. Akan berbahaya bila syok irreversible.

2.7 MANINFESTASI KLINIK1,2 Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. adapun gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat,dari asimtomatik ingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :DemamDemam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam hanya Samar - samar saja selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39-40 oc. Intensitas deman akan semakin tinggi disertai dengan gejala lain seperti skit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Pada minggu keduan intensitas demam makin tinggi, kadang terus-menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ketiga.Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas pada demam tifoid. Tipe demam menjadi tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.Demam biasanya dipengaruhi oleh adanya bakterimia yang terjadi didalam tubuh. Bakterimia ini dapat mengakibatkan pelepasan-pelepasan sitokin (pirogen-eksogen) yang merangsang set point sehingga meningkatkan suhu tubuh atau endotoksin dari bateri salmonella itu sendiri. Dapat pula dipengaruhi hipersensitivitas makrofag yang telah terpapar pada fase bakterimia pertama yang mengeluarkan sitokin pada bakterimia kedua sehingga terjadi inflamasi sistemik. Pada minggu pertama selain demam juga terdapat keluhan lain seperti nyeri kepala, pusing, nyeri otot ( mialgia ), anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare, perasaan tidak enak perut, batuk dan epistaksis.Tabel 2. Tipe tipe Demam1Jenis jenis demamPenjelasan

Demam SeptikPada demam ini, suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari

Demam HektikPada demam ini, suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat yang normal pada pagi hari

Demam RemitenPada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal

Demam IntermitenPada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari

Demam KontinyuPada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat

Demam SiklikPada demam ini kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yng kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula

Tabel 3. Diagnosis Penyakit Berdasarkan Tipe Demam1DemamDiagnosis

Demam Septik / HektikDemam Tifoid

Demam Remiten ( diagnosa pada hari ke3 )ISPA ( flu, batuk ) OMA Demam Pasca Imunisasi Tonsilitis, Faringitis, Laringitis Radang rongga mulut

Demam Intermiten ( Tertiana, Quartana, Quotidian )Malaria falcifarum

Demam Siklik DBD Cikungunya

Gambar 3. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)1

Gambar 4. Demam remiten1

Gambar 5. Demam intermiten1

Gambar 6. Demam quotidian1

Gambar 7. Pola demam malaria1Gangguan Saluran PencernaanSering ditemukan bau mulut tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan kadang pecah - pecah, lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor ( coated tongue atau selaput putih ). Dan pada penderita anak jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut terutama regio epigastrik ( nyeri ulu hati ) disertai nausea, mual dan muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan konstipasi pada minggu selanjutnya dan kadang kadang timbul diare. Gangguan KesadaranUmumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut ( tifoid ). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala gejala psychosis ( organic brain syndrome ). Pada penderita dengan toksik, gejala gejala delirium lebih menonjol.HepatosplenomegaliHati atau limpa ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekanBradikardi Relatif Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak di ikuti oleh peningkatanfrekuensi nadi. Patokan yang sering di pakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 10c tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.Penyebab gejala bradikardi relatif adalah karena efek endotoksin merangsang reseptor pembuluh darah untuk melebarka jalan pembuluh darah. Endotoksin bisa dari tubuh kita sendiri (makrofag yang mengeluarkan sitokin) dari zat yang di keluarkan oleh bakteri salmonella, kuman ini akan mengeluarka ensotoksin yang akan mempengaruhi reseptor pembuluh darah dari orang yang terserang bakteri ini. Bradikardi relatif juga dipengaruhi saraf otonom parasimpatis yang merangsang hingga menurunkan denyut jantung. Selain itu, keluhan lain yang dapat muncul pada minggu kedua lidah yang berselaput ( kotor ditengah,tepi dan ujung merah serta termor ), hepatomegali, kembung ( meteorismus ), gangguan mental berupa somnolen,stupor ( mematung), koma, delirium ( ngomong terus tidak jelas ) atau psikosis dan konstipasi.

Lidah tifoid

Gambar 8. Lidah penderita tifoid1

Biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda tanda antara lain, lidah nampak kering dilapisis selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi desquamasi epitel, sehingga papila lebih prominen.Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli kuman dimana didalamnya mengandung kuman salmonella dan terutama didapatkan didaerah perut, dada, kadang kadang dipantat maupun bagian fleksor dari lengan atas.Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa pada demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.

2.8 FAKTOR RESIKO1 Higiene perorangan yang rendah seperti budaya cuci tangan yang tidak terbiasa ( hal ini jelas pada anak anak, penyaji makanan serta pengasuh anak ) Higiene makanan dan minuman yang rendah Sanitasi lingkungan yang kumuh Penyediaan air bersih untuk warga tidak memadai Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat Pasien / carier tifoid yang tidak diobat sempurna Belum membudidayakan program imunisasi tifoid

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG1.2Pada pasien ini di diagnosis demam tifoid kaena gejala klinis,pmeriksaan fisik dan penunjang sesuai dengan demam typhoid.Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan jika ditemukan.Anamnesis :demam naik secara bertahap pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.Pemeriksaan Fisik:Febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatif (peningkatan suhu 10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 x/menit),lidah yang berselaput (kotor ditengah,tepi dan ujung merah serta termor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolase (jarang pada orang Indonesia).Pemeriksaan meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekuler. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis),menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.MikrobiologiUji kultur merupakan baku emas ( gold standar ) untuk pemeriksaan demam typhoid atau demam paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid atau demam paratifoid. Sebalinya jika hasil negatif, belum tentu bukan demm tifoid atau demam paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 ml, darah tidak segera dimasukkan kedalam medial gall ( darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap didalam bekuan ), saat pengambilan darah masih dalam 1 minggu sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotik dan sudah mendapatkan vaksinasi.Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman ( biasanya positif antara 2 7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari ). Pilihan bahan specimen yg digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut / carier digunakan urine dan tinja. HematologiKadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi.Hitung leukosit sering rendah (leucopenia), tetapi dapat pula normal/tinggi.hitung jenis leukosit :sering neutropenia denga limfositosis relative. LED ( laju endap darah) :meningkat jumlah trombosit normal/menurun (trombositopenia).Biologi MolekularPCR ( polymerase Chain Reaction ) metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini dilakukan perbanykan DNA kuman yang diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumkah sedikit ( sensitifitas tinggi ) serta kekhasan ( spesifitas ) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urine, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah : 1. Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid2. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid3. Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 2 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid4. Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi antigen O 1 : 320 atau titer antigen H 1 : 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas5. Pada bebarapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan darah positifUrinalisProtein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam) leukosit dan eritrosit normal :bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.Kimia KlinikEnzim Hati (SGOT,SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut.ImunoserologiPemeriksaan serologi widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman salmonella typhi/paratyphi (reagen).uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama dinegara dimana penyakit endemis seperti diindonesia.sebagai uji cepat ( rapid test) hasilnya dapat segera diketahui.hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.karena itu antibody jenis ini dikenal sebagai Febrile aglutinin.Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (enterobactericeae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit). adanya factor rheumatoid (RF).hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena anatara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika,waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,keadaan umu pasien yang buruk. Darah tepiPada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan eosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

Biakan TinjaDiagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah media empedu (gall) dari sapi dimana dikatakan media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 40-80% atau 70-90% dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai. Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur darah negatif sebelumnya. Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. Salah satu penelitian pada anak menunjukkan bahwa sensitivitas kombinasi kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang. Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan spesimen yang tidak tepat.Walaupun spesifisitasnya tinggi, pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode diagnosis baku dalam pelayanan penderita.Uji WidalPrinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar 34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-74% dan spesifisitas sebesar 76-83%.Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :1. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut2. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi3. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderitasa. Keadaan umum gizi penderita gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakitAglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.c. Pengobatan dini dengan antibiotikPemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.d. Penyakit-penyakit tertentuPada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut.e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi.f. VaksinasiPada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Uji TubexUji tubex merupakan uji semi kuantitatif kolomterik yang cepat ( beberapa menit ) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti - s.typi 09 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara igM anti-09 yang terkonjugasi pada partikel lateks yang berwarna lipopolisakarida s.typi terkonjugasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi salmonella serogrup D walau tidak secara spesifik menunjukkan s.typi. infeksi oleh s.paratyphi akan memberikan hasil yang negatif. Secara imunologi, antigen 09 bersifat imunodominan sehingga dapat merangsang respons imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat sifat tersebut, respon terhadap antigen 09 berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti 09 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4 5 untuk infeksi primer dan hari ke2 3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan nsebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi 1. tabung berbentuk V yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas2. reagen A yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen s.typi 093. reagen B yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen 09.Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum ( 25 ul) dicampurkan kedalam tabung denagn satu tetes ( 25 ul ) reagen A. Setelah itu dua tetes reagen B ( 50 ul ) ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada kelima tabung lainnya. Tabung tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm. Interpretasi hasil yang dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan.

Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4. Warna Hasil Pemeriksaan Uji Tubex1,2SkorInterpretasiPenjelasan

< 2NegatifTidak menunjukkan infeksi tifoid aktif

3BorderlinePengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian

4 5PositifMenunjukkan infeksi tifoid aktif

>6PositifIndikasi kuat infeksi tifoid

Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap 09, reagen B ini bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada daerah mengandung medan magnet ( magnet rak ) komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya, terlihat warna merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum yang mengandung antibodi terhadap 09, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memeberikan warna biru pada larutan.

Berbagai penelitian ( house dkk, 2001 ; Olsen dkk, 2004; dan kawano dkk, 2007 ) menunjukkan uji ini memiliki sensitivitas dan spesivitas yang baik ( berturut turut 75 80 % dan 75 90 % ). Pada tahun 2006, dijakarta Surya H dkk melakukan penelitian pada 52 sampel; darah pasien dengan diagnosis klinis demam tifoid untuk membandingkan spesifitas, sensitifitas, positive predictive value ( PPV ) dan negatif predictive value uji tubex dengan uji widal. Pada penelitian tersebut, didapatkan sensitivitas uji tubex sebesar 100 % ( widal ; 53,1 % ) spesivitas 90 % ( widal : 65 5 ), PPV 94,11 % ( widal ; 70,8 % ), NPV 100 % ( widal : 46,4 % ).

Uji TyphidotUji typidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yg terdapat pada protein membran luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2 3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. Typi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98 %, spesivitas sebesar 76,6 % dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesifitas uji ini hampir sama dengan uji tubex yaitu 79 % dan 89 5 dengan 78 % dan 89 %.Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder ( IgG ) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum.

Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yg ada pada serum pasien. Studi evaluasi yang dilakukan oleh khoo KE dkk pada tahun 1997 terhadap uji Typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan kebih sensitif ( sensitivitas mencapai 100% ) dan lebih cepat ( 3 jam ) dilakukan bila dibandingkan dengan kultur.

Uji IgM DipstickUji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap s.typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida ( LPS ) s.typhoid dan anti IgM ( sebagai kontrol ), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan kateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-250C ditempat kering tanpa papapran sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada laruran campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol harus berwarna dengan baik. House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti mengenai penggunaan penggunaan uji ini dibandingkan dengan pemeriksaan kultur darah diIndonesia dan melaporkan sensitivitas sebesar 65 77 % dan spesifitas sebesar 95 100 %. Pemeriksaan ini mudah dan cepat ( dalam 1 hari ) dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala. Kultur DarahHasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagi berikut : 1. telah mendapatkan terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.2. volume darah yang kurang ( diperlukan kurang dari 5 cc darah ) bila darah yang dibiakkan terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya bedside langsung dimasukkan kedalam media cair empedu ( oxgal ) untuk pertumbuhan kuman 3. riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ( aglutinin ) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif4. saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat

2.10 DIAGNOSIS BANDING1Tabel 4. Diagnosis BandingDemam enterikSeptikemiaEnterokolitis

Masa inkubasi7 20 hariBervariasi8 48 jam

Penularan penyakitPerlahan lahanMendadakMendadak

DemamLambat kemudian tetap tinggi dengan stadium tifoid Cepat naik kemudian memuncak kesuhu sepsis Biasanya rendah

Masa sakitBeberapa mingguBervariasi2 5 hari

Gejala gejala gastrointestinalPermulaan sering konstipasi;kemudian diare berdarahSering tidak adaMual, muntah, diare pada permulaan

Biakan darahPositif dalam minggu 1 2 sakitPositif selama demam tinggiNegatif

Biakan tinjaPositif mulai minggu kedua, negatif pada masa lebih diniJarang positifPositif segera setelah timbul penyakit

Tabel 5. Perbedaan Malaria dengan DHF1MalariaDHF

Masa inkubasi Malaria Falcifarum 9 14 hari Malaria ovale 11 16 hari4 6 hari

GejalaMual, muntah, diare, nyeri otot, pegal, splenomegali, hepatomegali,Nyeri kepala, nyeri tulang belakang, mudah lelah, mialgia, ruam kulit

Pemeriksaan DarahSediaan darah tebal dan tipis :+ 1 10 / 100 lap++ 11 100 / 100 lap+++ 1 10 / 1 lap++++ >10 / 1 lap+++++ > 100 / 1 lap ~ 40.000 par / ulPenurunan kadar trombosit < 100.000/ul

Demam Enterik Gejala ditimbulkan hanya oleh beberapa salmonella, tetapi yang terpenting adalah s.typhi (demam tyfoid ). Salmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk kesaluran getah bening lalu kealiran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ, termasuk usus. Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieskresikan kedalam tinja. Setelah masa inkubasi 10 14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepal, konstipasi, bradikardia, dan mialgia. Demam sangat tinggi, dan limpa serta hati membesar, meski jarang,, pada beberapa kasus terlibat bintik bintik merah ( rose spot ) yang timbul sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Sebelum masa antibiotika, komplikasi utama demam enterik adalah perdarahan usus dan perforasi ; angka kematiannya 10 15 %. Pengobatan dengan kloramfenikol, ampisislin, katau trimetroprim sulfametaksazol mengurangi angka kematian lmenjadi kyrang dari 1< %.Lesi yang menonjol adalah hiperplasia dan nekrosis jaringan limfoid ( misal peyer patch ), hepatitis, nekrosis fokal dalam hatii, dan peradangan kandung empedu, perosteum, dan alat tubuh lainnya.

Bakteremia dengan lesi fokalBiasanya ini disebabkan oleh S.Choleraesuis tetapi dapat disebabkan oleh setiap serotipe salmonella. Setelah infeksi melalui mulut, terjadi invasi dini terhadap darah ( dengan kemungkinan lesi fokal diparu paru, tulang, selaput otak, dan sebagainya ), tetapi sering tidak ada manifestasi usus. Biakan darah tetap positif

EnterokolitisAdalah gejala yang paling sering yang ditemukan pada infeksi salmonella di AS.thypirimurium lebih menonjol , tetapi enterokolitis dapat disebablam oleh setiap dari 15.000 2000 tipe salmonella. 4 8 jam setelah memakan salmonella, timbul rasa mual, sakit kepala, muntah, diare hebat dengan beberapa leukosit dalam tinja. Demam ringan sering terjadi, tetapi biasanya sembuh dalam 2 3 hari.Terdapat lesi lesi peradangan diusus halus dan usus besar. Bakteremia sangat jarang ( 2 4 % ) kecuali pada org yang imunnya terganggu. Biakan darah biasanya negatif, tetapi biakan tinja positif untuk salmonella dan dapat tetap positif selama beberapa minggu setelah penyakit sembuh secara klinik.

2.11 TERAPI22.11.1 FarmakologiPemberian Antibiotik

Tabel 5. Farmakologi

Obat obat antibiotik yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut :1. KloramfenikolDiIndonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari habis demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Penggunaan kloramfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat obatan terbaru dari jenis kuinolon. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis eter ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. 2. TiamfenikolDosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata rata menurun pada hari ke-5 sampai hari ke-63. KotrimoksazolEfektifitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosisnya 2 x 2 tablet ( 1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol 80 mg trimetroprim, diberikan selama 2 minggu ). 4. AmpisilinKemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis 50 150 mg/kgbb, diberikan selama 2 minggu5. Sefalosporin Generasi II dan III. Pemberian sefalosprin berhasil mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam tifoid pada umunya mengalami mereda pada hari ke3 atau menjelang hari ke4. Regimen yang dipakai adalah :

Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari Norfloksasin 2 x 400 mg/ hari selama 14 hari Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu diberikan pada renjatan septik.

2.11.2 Non-farmakologia. Non-Farmakologi (Edukasi)1. Pencegahan PrimerPencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontra indikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam, hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan. Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.2. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat3.Pencegahan TersierPencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidakUntuk edukasi demam tifoid selain pencegahan primer, sekunder, dan tersier, bisa juga dilakukan hal hal berikut :1. Istirahat Istirahat yang cukup dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. 2. Diet dan terapi penunjang ( simtomatis dan suportif )Bertujuan untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan secara maksimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun sehingga proses penyembuhan akan menjadi lama. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dinn yaitu nasi dengan lauk pauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang berserat ) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.Diet Lambung I1. Diberikan pada penderita Tifus Abdominalis berat.2. Makanan diberikan dalam bentuk saring 3. Makanan diberikan setiap 3 jam selama 1-2 hari saja karena membosankan serta kurang energi, zat besi, tiamin dan vit C.Diet Lambung II1. Diberikan bila fase akut dapat diatasi 2. Diberikan pada penderita Tifus Abdominalis dengan suhu tubuh tinggi.3. Makanan diberikan tiap 3 jam.4. Makanan berbentuk saring atau lunak tergantung pada toleransi pasien.Diet lambung III1. Diberikan pada penderita Tifus Abdominalis yang suhu tubuhnya sudah kembali normal.2. Makanan diberikan 6 kali sehari dalam porsi kecil.3. Makanan berbentuk lunak.2.12 PROGNOSIS1,2Prognosis demam tifoid tergantung umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah, dan virulensi, serta cepat dan tepat nya pengobatan. Pada anak baik jika cepat ditangani, buruk jika terdapat gejala klinis yg berat seperti : Hiperpireksia kesadaran menurun malnutrisi Dehidrasi, asidosis, peritonitis, bronkopneumonia Angka kematian pada anak anak 2,6 % dan pada orang dewasa 7,4 % serta rata rata 5,7 %.

BAB IIIPENUTUPKESIMPULANDemam tifoid adalah demam dengan gejala utama yang berasal dari demam dan panas yang awalnya, demam hanya samar samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam Tifoid dapat mencapai 39 40 0C. Intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Pada minggu ke2 intensitas demam makin tinggi, kadang terus menerus.Demam tifoid biasanya dipengaruhi oleh adanya bakteremia yang terjadi didalam tubuh. Bakteremia mengakibatkan pelepasan pelepasan sitokin ( pirogen endogen ) yang merangsang set point sehingga meningkatkan suhu tubuh atau endotoksin dari bakteri salmonella itu sendiri dapat pula dipengaruhi hipersensitifitas makrofag yang telah terpapar pada fase bakteremia pertama yang mengeluarkan sitokin pada bakteremia kedua sehingga terjadi inflamasi sistemik

DAFTAR PUSTAKA1. Sudoyo, Aru W.dkk.2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, II, III edisi IV. Jakarta : pusat Penerbitan Fakultas Ilmu Penyakit Dalam FKUI2. Jawetz, Melnick, dan Adelberg`s. 2007. Mikrobiologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 3. Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Cetakan ke5. Departemen Kesehatan RI.4. Purnomo, Basuki. 2008. Dasar dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto49