lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-pr-pdf anita hasan.pdflib.ui.ac.id

364

Click here to load reader

Upload: dominh

Post on 28-Mar-2019

284 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASIDI APOTEK ATRIKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ANITA HASAN, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 2: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASIDI APOTEK ATRIKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker

ANITA HASAN, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 3: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 4: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 5: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Anita Hasan, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Anita Hasan, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Anita Hasan, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 6: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker

Anita Hasan, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker

Anita Hasan, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA

KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18 – 29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker

Anita Hasan, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 7: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 8: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 9: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 10: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-Nya

Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal

Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia dan menyelesaikan laporan ini.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program

Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia untuk mencapai gelar apoteker. Pada

kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Syafrizal, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan sebagai

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk

dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam

penyusunan laporan ini.

2. Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt. sebagai pembimbing dari Program

Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan.

3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

4. Dr. H . Setiawan Soeparan, MPH. selaku selaku Direktur Direktorat Bina

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

5. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Departemen

Farmasi FMIPA UI.

6. Bapak Dr. Harmita, Apt. Sebagai Ketua Program Profesi Apoteker

Departemen Farmasi FMIPA UI.

7. Ibu Dra. Pratiwi Setiati, Apt., M.Kes., yang telah memberikan pengarahan

dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun

dalam penyusunan laporan ini.

8. Seluruh karyawan Direktorat Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan terutama dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 11: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

v

Kesehatan, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan selama

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

9. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

10. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga

pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.

11. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 75 yang

saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan

PKPA.

12. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja

Profesi Apoteker ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat

banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga

pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek

Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat

dan semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, Desember 2012

Penulis

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 12: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vi

ABSTRAK

Nama : Anita Hasan

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat BinaObat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat JenderalBina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian KesehatanRepublik Indonesia Periode 18 Juni – 29 Juni 2012

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat KesehatanKementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk mendapatkanpengetahuan dan gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi Direktorat BinaObat Publik dan Perbekalan Kesehatan, meliputi kebijakan, penyusunan norma,standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik terdiridari empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standarisasi harga obat,penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, pengelolaan obat publik danperbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik danperbekalan kesehatan. Dalam tugas khusus, dijelaskan mengenai rancanganstandarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan. Cara distribusi obatyang saat ini ditetapkan lebih banyak mengatur cara distribusi obat yangdilakukan industri farmasi melalui PBF dan belum mengatur distribusi padasarana pelayanan kesehatan. Mencermati kondisi tersebut dan kondisi derajatkesehatan masyarakat yang masih belum optimal juga adanya berbagai masalahkesehatan masyarakat di daerah kepulauan, maka dianggap perlu untuk menyusunstandarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan.

Kata Kunci : Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, DirektoratJenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan KementerianKesehatan Republik Indonesia, Distribusi di Daerah Kepulauan.

Tugas Umum : viii + 48 halaman; 7 lampiranTugas Khusus : ii + 32 halamanDaftar Acuan Tugas Umum : 13 (1999 – 2011)Daftar Acuan Tugas Khusus: 11 (1996 – 2010)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 13: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vii

ABSTRACT

Name : Anita Hasan

Study Program : Apothecary Profession

Title : Apothecary Internship Report at Directorate of Public Medicines andMedical Supplies General Directorate of Pharmaceutical and MedicalDevices Indonesia’s Health Ministry Period June 18th - June 29th

2012

Apothecary Internship at Directorate of Public Medicines and Medical SuppliesGeneral Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia’s HealthMinistry aims to gain knowledge and an overview of the duties and functions ofDirectorate of Public Medicines and Medical Supplies, includes policies,preparation of norms, standards, procedures, criterias, and providing technicalguidance and evaluation of public medicines and medical supplies. Thisdirectorate has four sub-directorates: sub-directorate of analysis and standarizationof prices, provisioning of public medicines and medical supplies, management ofpublic medicines and medical supplies, and monitoring and evaluation of programof public medicines and medical supplies. In specific task, explained thestandardization draft of good distributions medicines in the island. How thedistribution of drugs that are currently set up more distribution medicine thatgovern the way done the pharmaceutical industry through the PBF and haven't setup distribution in health care facilities. A close watch on the condition and thecondition of public health degrees are still not optimally also there is a wide rangeof public health issues in the area of the Islands, it was considered necessary todevise a good drug distribution of the standardization in the area of the Islands.

Keywords : Directorate of Public Medicines and Medical Supplies GeneralDirectorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia’s HealthMinistry, Distributions in the Island.

General Assignment : viii + 48 pages; 7 appendices

Special Assignment : ii + 32 pages

Bibliography of general assignment : 13 (1999 – 2011)

Bibliography of special assignment : 11 (1996 – 2010)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 14: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... iHALAMAN JUDUL............................................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iiiKATA PENGANTAR .......................................................................................... ivABSTRAK ........................................................................................................... viABSTRACT ......................................................................................................... viiDAFTAR ISI......................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL................................................................................................. ixDAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... x

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................... 32.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan .......................................... 32.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan ............................................................................................ 6

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DANPERBEKALAN KESEHATAN............................................................ 133.1 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................... 133.2 Tujuan ............................................................................................... 143.3 Sasaran .............................................................................................. 143.4 Strategi Intervensi ............................................................................. 143.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan ............................................................................................ 153.6 Sumber Daya Manusia ...................................................................... 20

BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 224.1 Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat ......................... 234.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehata ..... 244.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan ........................................................................................... 294.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik

dan Perbekalan Kesehatan.................................................................. 32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 495.1 Kesimpulan ........................................................................................ 495.2 Saran................................................................................................... 50

DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 51

LAMPIRAN......................................................................................................... 53

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 15: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik danPerbekalan Kesehatan ......................................................................... 21

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 16: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan................................... 53Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan ........................................................................................ 54Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................................... 55Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan ........................................................................................ 56Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ......... 57Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat

Kesehatan ........................................................................................ 58Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

Kefarmasian .................................................................................... 59

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 17: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

1 Universitas Indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2009). Untuk mewujudkannya maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan

berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Kementerian

Kesehatan memiliki misi yaitu melindungi kesehatan masyarakat dengan

menjamin tercapainya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan

berkeadilan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dengan misi

tersebut maka pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan,

mengatur, menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya

kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2009). Dalam pelaksanaan tugas tersebut, pemerintah melalui

Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar kualitas pelayanan

kesehatan semakin baik.

Salah satu hal yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian yang

merupakan tanggung jawab dari pemerintah, khususnya Direktorat Jendral Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal ini mempunyai sasaran

utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan

kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat esensial dan alat

kesehatan dasar di setiap daerah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2010).

Obat adalah bahan atau campuran bahan, termasuk produk biologi, yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat publik adalah kloramfenikol, antasida

dan kodein. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 18: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

2

Universitas Indonesia

diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Contoh perbekalan

kesehatan adalah kapas dan masker (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan, 2010). Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal

yang sangat mendasar dan penting. Oleh karena itu, diperlukan penganturan

mengenai pemenuhan ketersediaan kedua hal tersebut. Pelaksanaan pengelolaan

obat publik dan perbekalan kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat

Jendral Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

Peran apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah

melakukan pengadaan, produksi, distribusi dan pelayan kesehatan (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Namun, pada direktorat ini apoteker

memiliki fungsi dalam hal pengadaan, yaitu mengelola pengadaan obat publik dan

perbekalan kesehatan untuk menunjang pelayanan kefarmasian hingga sampai ke

masyarakat dalam keadaan bermutu baik dan aman. Oleh karena itu, Praktek

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bagian Direktorat Bina Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan perlu diadakan untuk lebih memahami mengenai proses

pengadaan obat di Indonesia.

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan untuk agar calon apoteker memahami

tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 19: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

3 Universitas Indonesia

BAB 2TINJAUAN UMUM

2.1 Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi

sebagai berikut:

2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan, 2011)

2.1.1.1 Visi

Visi Kementerian Kesehatan adalah masyarakat sehat yang mandiri dan

berkeadilan.

2.1.1.2 Misi

Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat,

termasuk swasta dan masyarakat madani.

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

3. Menjamin ketersediaan dam pemerataan sumber daya kesehatan.

4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian

Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam

pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan

negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan

menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;

2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab

Kementerian Kesehatan;

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 20: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

4

Universitas Indonesia

3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan;

4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan

Kementerian Kesehatan di daerah; dan

5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

2.1.3 Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan, 2011)

Kementerian Kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu keseluruhan

dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan.

Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih.

2.1.4 Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan, 2011)

Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010 –

2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan

dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:

1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani

dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global;

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan

berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif -

preventif;

3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk

mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional;

4. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan

yang merata dan bermutu;

5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat

kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan makanan; dan

6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya

guna, dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang

bertanggung jawab.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 21: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

5

Universitas Indonesia

2.1.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas

(Lampiran 1):

1. Sekretariat Jenderal;

2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;

3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;

4. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;

5. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;

6. Inspektorat Jenderal;

7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;

8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan;

9. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;

10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;

11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;

12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi;

13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;

14. Pusat Data dan Informasi;

15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;

16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;

17. Pusat pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;

18. Pusat Komunikasi Publik;

19. Pusat Promosi Kesehatan;

20. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan

21. Pusat Kesehatan Haji.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 22: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

6

Universitas Indonesia

2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

2.2.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

2.2.1.1 Tugas

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang

pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan.

2.2.1.2 Fungsi

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan

fungsi:

1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan

kefarmasian dan alat kesehatan;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan

alat kesehatan; dan

5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan.

2.2.2 Tujuan (Kementerian Kesehatan, 2011)

1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan

kesehatan bagi pelayanan kesehatan;

2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang

tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan

3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit

dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga

farmasi yang profesional.

2.2.3 Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan, 2011)

Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 23: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

7

Universitas Indonesia

meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan

terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014

adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.

2.2.4 Kegiatan (Kementerian Kesehatan, 2011)

Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan

meliputi:

1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;

2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga;

3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan

4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.

2.2.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b)

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh

Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2) :

2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal

1. Tugas dan Fungsi

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam

melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :

a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran;

b. Pengelolaan data dan informasi;

c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan

masyarakat;

d. Pengelolaan urusan keuangan;

e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah

tangga, dan perlengkapan; dan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 24: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

8

Universitas Indonesia

f. Evaluasi dan penyusunan laporan

2. Struktur Organisasi

Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) :

a. Bagian Program dan Informasi;

b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;

c. Bagian Keuangan;

d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

1. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan

tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik

dan perbekalan kesehatan;

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 25: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

9

Universitas Indonesia

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi

program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari

(Lampiran 4):

a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;

b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan;

e. Subbagian Tata Usaha; dan

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

1. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina

Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,

farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

klinik dan penggunaan obat rasional;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 26: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

10

Universitas Indonesia

standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat

rasional;

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi

klinik dan penggunaan obat rasional;

e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan

penggunaan obat rasional; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) :

a. Subdirektorat Standardisasi;

b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;

c. Subdirektorat Farmasi Klinik;

d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;

e. Subbagian Tata Usaha; dan

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan

1. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan

sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan

sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 27: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

11

Universitas Indonesia

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,

inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,

standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah

tangga;

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,

inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan

rumah tangga; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari

(Lampiran 6) :

a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;

b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga;

c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga;

d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;

e. Subbagian Tata Usaha; dan

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

1. Tugas dan Fungsi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan

tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 28: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

12

Universitas Indonesia

menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi

kefarmasian;

b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

produksi dan distribusi kefarmasian;

d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di

bidang produksi dan distribusi kefarmasian;

f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan

g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 7)

a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;

b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;

c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan

Sediaan Farmasi Khusus;

d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;

e. Subbagian Tata Usaha; dan

f. Kelompok Jabatan Fungsional

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 29: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

13 Universitas Indonesia

BAB 3TINJAUAN KHUSUS

DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

3.1 Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan

norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi

di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.

Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,

penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

perbekalan kesehatan;

4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga

obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta

pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan

evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;

5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan

standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan

kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan

kesehatan; dan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 30: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

14

Universitas Indonesia

6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

3.2 Tujuan

Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah

penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlah

cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas

terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat

dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu

pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar,

sesuai peraturan yang berlaku.

3.3 Sasaran

Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah

terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi pelayanan kesehatan dasar disektor

publik; tercapainya tujuan medis penggunaan obat, efektif, aman dan efisien

pembiayaan obat; terjaminnya mutu pengelolaan obat di Kabupaten/Kota dalam

rangka desentralisasi; dan di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat

kesehatan dasar

3.4 Strategi Intervensi

Strategi untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan

obat melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan

untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di

bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian

yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi, utamanya pada obat generik

untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati

untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan

dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu

dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 31: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

15

Universitas Indonesia

penyalahgunaan obat (SK Menkes RI No. 021/MENKES/SK/I/2011).

3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan

Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

terdiri dari :

1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;

2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;

4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan;

5. Subbagian Tata Usaha; dan

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

3.5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat

Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,

evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat.

3.5.1.1 Tugas dan Fungsi

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi

Harga Obat menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan

standardisasi harga obat;

2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

analisis dan standardisasi harga obat;

3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga

obat; dan

4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 32: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

16

Universitas Indonesia

kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat.

3.5.1.2 Struktur Organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat

Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas :

a. Seksi Analisis Harga Obat

Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.

b. Seksi Standardisasi Harga Obat

Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria harga obat.

3.5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,

pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang

penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.2.1 Tugas dan Fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan

obat publik dan perbekalan kesehatan;

2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;

3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan

obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 33: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

17

Universitas Indonesia

kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.2.2 Struktur Organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan

Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri

atas :

a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di

bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian,

pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat

publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan

teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan.

3.5.3.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan

obat publik dan perbekalan kesehatan;

2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 34: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

18

Universitas Indonesia

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;

3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan

obat publik dan perbekalan kesehatan; dan

4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan

kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.3.2 Struktur Organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan

Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri

atas :

a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.

b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian,

pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat

publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik danPerbekalan Kesehatan

Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan

laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.4.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan

Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 35: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

19

Universitas Indonesia

Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat

publik dan perbekalan kesehatan; dan

b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat

publik dan perbekalan kesehatan.

3.5.4.2 Struktur Organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan

Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan terdiri atas :

a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik

dan perbekalan kesehatan.

b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan

perbekalan kesehatan.

3.5.5 Subbagian Tata Usaha

Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan

rumah tangga Direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan urusan Tata

Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas subbagian ini adalah sebagai

berikut :

1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Subbagian Tata Usaha

berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program

dan referensi terkait;

2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Subbagian

Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan;

3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha dengan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 36: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

20

Universitas Indonesia

memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan

dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna;

4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan

cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di

lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar

pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana;

5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat

pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari

unit kerja di lingkungan Direktorat;

6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/

perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan

pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat;

7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar

Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain -lain di

lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara

menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari

pegawai yang bersangkutan;

8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan

kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan

hasil pelaksanaan kegiatan; dan

9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran

pelaksanaan tugas.

3.6 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik

dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 35 orang dengan perincian sebagai berikut:

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 37: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

21

Universitas Indonesia

Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik danPerbekalan Kesehatan

Organisasi Jumlah SDM

Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1

Subdirektorat Analisis Obat dan Standardisasi Harga Obat 5

Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7

Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7

Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik danPerbekalan Kesehatan 6

Subbagian Tata Usaha 9

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 38: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

22 Universitas Indonesia

BAB 4PEMBAHASAN

Obat publik adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar

sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan

untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009).

Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau

oleh masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya

merupakan tujuan pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan Pemerintah dalam

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009. Untuk mewujukannya maka Kementerian

Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan membentuk

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang memiliki misi yaitu

terjaminnya ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat perbekalan kesehatan

bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Selain itu, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai

tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan

penyusunan norma, standar, prosedur dan criteria serta pemberian bimbingan teknis

dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas ini sesuai

dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/MENKES/PER/III/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki empat

subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat, subdirektorat

penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pengelolaan obat

publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan evaluasi program

obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut dilakukan agar masing-

masing subdirektorat dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal sehingga

dapat mencapai tujuan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 39: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

23

Universitas Indonesia

4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat

Subdirektorat berperan dalam mengendalikan harga obat generik secara

rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan menguntungkan

bagi produsen.

Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas :

a. Seksi Analisis Harga Obat

Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan

perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.

b. Seksi Standardisasi Harga Obat

Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,

prosedur, dan kriteria harga obat.

Untuk pengendalian harga pengadaan obat, dikeluarkan Surat Keputusan (SK)

Harga Obat Untuk Pengadaan Pemerintah yang dikeluarkan setiap tahunnya. Surat

Keputusan ini melakukan regionalisasikan wilayah Indonesia menjadi empat regional

yaitu Regional I, Regional II, Regional III, dan Regional IV. Regional I meliputi

Lampung, Banten, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Regional II meliputi

Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,

Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat. Regional III

meliputi Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Regional-IV meliputi Provinsi Nusa

Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Tiap-tiap regional

tersebut memiliki ketetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah yang berbeda-

beda.

Perbedaan harga pengadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga di

tiap-tiap regionalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah biaya distribusi,

kekayaan regional, dan Upah Minimum Regional (UMR).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 40: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

24

Universitas Indonesia

Sedangkan untuk pengendalian harga obat, dikeluarkan Surat Keputusan

(SK) Harga Eceran Tertinggi (HET) pada tiap tahunnya. Surat Keputusan tersebut

disahkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga

Obat yang beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, Akademisi,

Lembaga Konsumen, dan organisasi profesi bidang terkait. Perumusan rekomendasi

Harga Obat Generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan

kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Selain itu bahan pertimbangan

dalam penetapan harga obat ini adalah hasil monitoring Subdirektorat Analisis dan

Standardisasi Harga Obat dengan pengambilan data dari tiga apotek dan satu rumah

sakit di tiap-tiap provinsi.

Setelah dikeluarkannya SK Harga Eceran Tertinggi (HET), SK Harga Obat

untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum, maka SK ini akan

disosialisasikan ke tiap-tiap provinsi untuk kemudian diteruskan ke seluruh

kabupaten/kota. Selain dari itu SK ini juga dapat diunduh dari situs internet, sehingga

pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan. Apabila SK ini belum

dikeluarkan, maka pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan dengan

standar harga pada SK sebelumnya.

Dalam pengamatan mahasiswa selama melakukan praktek di Direktorat Bina

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, direktorat ini tidak memiliki Standar

Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga hal ini dapat

memberikan hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas di direktorat ini.

Selain dari itu, tidak adanya SOP ini juga mengakibatkan pemantauan kepatuhan

terhadap proses kerja di direktorat ini susah untuk dilakukan.

4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi Perencanaan

Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 41: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

25

Universitas Indonesia

4.2.1. Perencanaan Penyediaan

Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang

menentukan dalam perencanaan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan

kesehatan yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan

yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat

program kesehatan yang ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan

keterpaduan dalam hal perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan

sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan

dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana melalui

koordinasi integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan perencanaan

obat setiap kabupaten/kota.

Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dengan

menggunakan data kebutuhan yang diperoleh dari pemakaian oleh Puskesmas yang di

kumpulkan dan dilaporkan oleh provinsi (bottom-up) setiap bulan yang kemudian

dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan

selama satu tahun.

Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alkes yang dalam hal ini Direktorat

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan perencanaan kebutuhan obat untuk

program serta perencanaan kebutuhan stok pengaman (buffer stok) nasional dimana

perencanaan tersebut dilakukan setahun sekali. Buffer stok berfungsi sebagai

cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang harus

selalu ada. Buffer stok ini digunakan jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam dan

untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota. Untuk

penyediaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

Perencanaan dilakukan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan yang

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Anggaran untuk pengadaan obat publik

dan perbekkes di unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) berasal dari APBN, APBD

I, Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II, dan sumber-sumber lain, seperti Asuransi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 42: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

26

Universitas Indonesia

Kesehatan (ASKES). Awalnya, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa

obat dan perbekkes yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari

APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau

pengadaan obat namun setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan

kesehatan dari pusat dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK

merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan untuk

Kabupaten/Kota tertentu. Kabupaten/Kota yang dapat menerima DAK adalah

Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria umum

Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan

fiskal rendah atau di bawah rata-rata yang dihitung melalui indeks fiskal netto

yang besarnya ditetapkan setiap tahun, daerah tersebut umumnya memiliki

kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional kemampuan

keuangan daerah

2. Kriteria khusus

Daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus, dengan memperhatikan

peraturan perundang-undangan misalnya UU Otonomi Khusus bagi Provinsi

NAD dan Papua. Selain itu juga dengan memperhatikan karakteristik daerah,

antara daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain,

daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah

termasuk kategori daerah ketahanan pangan yang ditetapkan setiap tahun.

3. Kriteria teknis

Kriteria ini dirumuskan melalui Indeks Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian

Negara/ Departemen Teknis terkait yang disusun berdasarkan indikator-indikator

kegiatan yang didanai dari DAK, antara lain standar kualitas/kuantitas

konstruksi, dan perkiraan manfaat lokal dan nasional.

Kabupaten/Kota tersebut dan dapat berubah tiap tahun jumlah maupun lokasi

daerahnya tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota. Daerah yang tidak

mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 43: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

27

Universitas Indonesia

Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui

beberapa tahap :

1 . Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam

Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar Obat Essensial

Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan

Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat untuk Pelayanan

Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan. Pada perencanaan

kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi perlu dilakukan analisa

kebutuhan sesuai anggaran yang ada.

2 . Proses kompilasi, berfungsi untuk mengatahui pemakaian setiap bulan dari

masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas selama

setahun serta untuk menentukan stok optimum yang diperoleh dari LPLPO dan

Pola Penyakit.

3 . Perhitungan kebutuhan obat, di harapkan obat yang direncanakan dapat tepat

jenis, jumlah, dan waktu serta mutu yang terjamin. Kebutuhan obat dilakukan

dengan cara pendekatan perhitungan melalui metoda konsumsi dan atau

morbiditas.

4 . Proyeksi kebutuhan obat, ditetapkan rancangan stok akhir periode dan rancangan

pengadaan yang akan dating dengan rancangan anggaran yang ada.

5 . Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat, dengan dilakukannya penyesuaian

perencanaan obat dengan sumber anggaran, kebutuhan, stok akhir dan faktor

esksternal, maka informasi yang di dapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala

prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan

obat tahun yang akan datang. Metode yang digunakan untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi anggaran antara lain dengan menggunakan metode analisa

ABC dan VEN.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan pengadaan antara lain:

1. Sumber anggaran, terbatasnya sumber anggaran menyebabkan pemilihan obat

harus dilakukan seefektif dan seefisien mungkin agar obat yang tersedia tepat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 44: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

28

Universitas Indonesia

jenis, tepat jumlah dan tepat mutu yang akan mempengaruhi pelayanan kesehatan

kepada masyarakat.

2. Kebutuhan.

3. Stok akhir, data stok akhir selanjutnya akan mempengaruhi jumlah pemesanan

periode selanjutnya. Kesalahan pada stok akhir ini dapat menyebabkan

penumpukan barang yang akan berimbas pada obat expire date dan kekurangan

kebutuhan obat yang dapat menyebabkan tidak terpenuhinya pelayanan

kesehatan.

4. Faktor eksternal, faktor luar yang mempengaruhi proses perencanaan misalnya

waktu yang diperlukan untuk proses pengiriman obat, dengan mengetahui berapa

lama atau untuk mencegah kekosongan obat maka dalam proses perencanaan

perlu diperhitungkan berapa jumlah yang harus dipesan sampai obat tersedia

kembali.

4.2.2. Pemantauan Ketersediaan

Pemantauan (monitoring) ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan

merupakan proses kajian (review) terhadap suatu persediaan yang sedang

berlangsung untuk mengetahui jumlah dan tingkat kecukupan setiap jenis obat,

pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat dan kesesuaian ketersediaan obat dengan

pola penyakit. Pemantauan yang disusun secara sistematis berdasarkan tujuan

program dan terkait dengan aktivitas spesifik sangat penting untuk peningkatan

kinerja program dan pencapaian tujuan program jangka panjang (Bina Obat Publik

dan Perbekalan Kesehatan, 2011).

Proses pengamatan dilakukan dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi

Propinsi/Kabupaten/Kota) terhadap persediaan obat pada unit yang lebih rendah

(Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Data dikumpulkan dari dokumen

yang ada di instalasi farmasi Kabupaten/Kota berupa jumlah persediaan obat yang

tersedia, pemakaian rata-rata obat perbulan di Kabupaten/Kota, waktu kedatangan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 45: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

29

Universitas Indonesia

obat, dan total jenis obat yang tersedia. Laporan dibuat berdasarkan data/ informasi

yang diperoleh dari instalasi farmasi di Kabupaten/Kota.

4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan bertujuan untuk menjamin tersedianya obat publik dan

perbekalan kesehatan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur,

sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya yang

seefisien mungkin.

Siklus pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi

aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan,

pencatatan dan pelaporan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

masing-masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang terkait,

dengan demikian pengelolaan obat dimulai dari perencanaan kebutuhan yang

merupakan dasar pada tahap pengadaan obat di Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).

Pengelolaan didukung oleh beberapa sistem penunjang, yaitu :

a. Organisasi

b. Pembiayaan dan kesinambungan

c. Pengelolaan informasi

d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia

Dalam pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan

ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya:

a. Perencanaan

Masalah yang muncul dalam perencanaan obat publik dan perbekalan

kesehatan diantaranya adalah data yang diterima kurang akurat, pelaksanaan

pengobatan yang tidak rasional, perbedaan persepsi antara penulis resep dengan

pelaksana farmasi tentang pengobatan rasional, Puskesmas belum memahami tentang

cara merencanakan kebutuhan obat yang tepat, standar pengobatan rasional di

puskesmas belum diterapkan secara optimal.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 46: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

30

Universitas Indonesia

Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan bimbingan intensif

kepada Puskesmas agar pelaksana farmasi dan penulis resep dapat memahami dan

menerapkan standar pengobatan.

b. Pengadaan

Dalam pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan, ada beberapa hal

yang harus diperhatikan, yaitu kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan,

persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan

dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Permasalahan yang mungkin

muncul dalam pengadaan adalah banyak Puskesmas yang mengacu pada kebutuhan

tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan penyakit;

ketidakjelasan informasi pengadaan dari pusat dan provinsi sehingga dapat

menyebabkan pengadaan ganda (dari pusat dan provinsi) atau tidak dari keduanya;

sumber pembiayaan yang terbatas mengakibatkan lamanya waktu pelelangan

pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta prosedurnya yang melewati

beberapa tahapan baku menyebabkan pengadaan menjadi tidak efisien dan tidak

efektif karena terjadi penumpukan obat, adanya obat rusak/kedaluarsa, jumlah obat

yang tidak diresepkan tinggi, dan stok kosong.

c. Penyimpanan

Penyimpanan obat menjadi sangat penting karena terkait dengan pemeliharaan

mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga

kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian serta pengawasan. Untuk itu

diperlukan sarana dan prasarana penyimpanan yang memadai di unit pelayanan

kesehatan; personalia dengan jumlah yang cukup dan memahami cara penyimpanan

obat yang baik; dan memiliki standar pencatatan stok obat sehingga jumlah obat yang

masuk dan keluar dapat dikontrol.

d. Pendistribusian

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang

pembangunannya tidak merata sehingga proses pendistribusian obat publik dan

perbekalan kesehatan juga memerlukan cara yang berbeda pula. Daerah yang maju

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 47: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

31

Universitas Indonesia

tidak mempunyai masalah yang berarti dalam proses distribusi, namun untuk daerah

tertinggal sulit dijangkau karena letaknya yang jauh dipedalaman,

perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, pulau-pulau terpencil atau karena faktor

geografis lainnya sehingga sulit terjangkau oleh jaringan baik transportasi maupun

media komunikasi.

e. Penggunaan

Obat publik dan perbekalan kesehatan disediakan oleh pemerintah untuk

memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat sehingga diharapkan dapat

digunakan secara rasional, dalam artian tepat pasien, tepat indikasi, tepat jumlah,

dosis dan lama pemakaian obat. Namun pada kenyataannya, masih sering ditemukan

penggunaan obat yang tidak rasional, dimana pasien mendapatkan obat yang tidak

dibutuhkannya atau malah sebaliknya, pasien tidak mendapatkan obat yang

dibutuhkannya. Untuk itu perlu diadakan bimbingan dan pelatihan terhadap seluruh

tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan kesehatan mengenai cara

penggunaan obat yang rasional.

f. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan data obat di instalasi farmasi merupakan rangkaian

kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima,

disimpan, dan didistribusikan. Pencatatan masih dilakukan secara manual, serta

disiplin tenaga kerja untuk pencatatan masih kurang sehingga laporan yang diberikan

dari daerah ke pusat tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini

mempengaruhi proses perencanaan pengadaan obat untuk periode berikutnya.

Laporan hendaknya dapat dikirim tepat waktu, namun untuk beberapa daerah

yang jauh dari pusat kota seringkali tidak tepat waktu sehingga dapat menyebabkan

terhambatnya pengelolaan data untuk perencanaan berikutnya.

Permasalahan-permasalahan di atas memungkinkan terjadinya stok obat

kosong, obat berlebih, obat kurang, obat rusak dan obat kadaluarsa. Untuk itu perlu

dilakukan beberapa strategi dalam pengelolaan obat, diantaranya :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 48: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

32

Universitas Indonesia

a. Peningkatan peran pusat, provinsi dan kabupaten / kota dalam sistem logistik obat

khususnya obat program melalui One Gate Policy (Kebijakan Satu Pintu)

b. Sinkronisasi dan Harmonisasi proses perencanaan kebutuhan obat di kabupaten

kota melali Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT)

c. Pengembangan On-line Logistic System dalam rangka mendukung pola

pendistribusian obat di daerah khusunya untuk Puskesmas dan rumah sakit.

Menerapkan ilmu farmakoekonomi dalam perencanaan pengadaan obat publik dan

perbekalan kesehatan.

4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik danPerbekalan Kesehatan

Untuk mendukung pencapaian program obat publik dan perbekalan alat

kesehatan, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh Subdirektorat Pemantauan

dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pemantauan

bertujuan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan sesuai

dengan pedoman yang berlaku. Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi

sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang

sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan

memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif,

meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian

tuntutan tanggung jawab.

Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan

laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan

agar dapat mendukung pencapaian indikator. Indikator adalah alat ukur untuk dapat

membandingkan kinerja yang sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur

sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari

indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 49: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

33

Universitas Indonesia

pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat

digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang

lebih tepat. Indikator umumnya digunakan untuk memonitor kinerja yang esensial

(Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010)

4.4.1 Pemantauan Ketersediaan Obat

a. Tujuan

Mengetahui hambatan & penetapan strategi yg efektif dalam penyediaan obat

dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya,

terjamin mutunya, serta mudah diakses adalah merupakan amanah dari

Kebiajksanaan Obat Nasional (KONAS), serta merupakan prasyarat dalam

pelayanan kesehatan yang prima. Aksesibilitas kepada semua masyarakat yang

membutuhkan diupayakan dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur : Jalur

pelayanan sektor publik dan Jalur sektor swasta. Di sektor publik pengelolaan obat

yang efisien termasuk pengadaan, perencanaan terpadu di kabupaten/kotamadya dan

distribusi obat langsung di GFK merupakan hal yang mutlak. Dalam hal ini

kemampuan analisa kebutuhan obat esensial menggunakan pendekatan bottom up

planning sesuai dengan pola penyakit merupakan masalah utama (Depkes. 2004 c)

b. Indikator

Indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama

dengan WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain

(Depkes, 2006).

c. Cara (Depkes, 2004c)

1) Penyusunan pedoman supervisi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan

(Depkes, Dinkes Kab/GFK);

2) Evaluasi kebijakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk daerah

terpilih (Depkes, Dinkes Propinsi, Dinkes Kabupaten dan GFK); peserta 20 orang

3) Evaluasi kebijakan pengelolaan obat untuk daerah terpilih, peserta 20 orang;

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 50: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

34

Universitas Indonesia

4) Monitoring dalam rangka pembinaan pengadaan dan pengelolaan obat publik dan

perbekalan kesehatan di 60 Kab/Kota di 30 Propinsi);

5) Perencanaan, pengawasan dan supervisi stok pengaman Nasional

6) Penyusunan pedoman evaluasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan;

7) Pemantauan ketersediaan obat di 60 Kab/Kota/30 Propinsi.

4.4.2 Pemantauan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan KesehatanPemerintah

a. Tujuan

Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan

pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Melakukan

pemantauan penggunaan obat mempunyai dua komponen aktif, yaitu :

1. Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan,

serta pelaporannya (Kemenkes, 2010).

2. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa

meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian

obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi

dilapangan (Kemenkes, 2010). .

3. Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan esensial

yang bermutu bagi masyarakat (Depkes, 2004).

4. Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik (Depkes,

2004).

5. Meningkatkan pelayanan kefarmasian difarmasi komunitas dan klinikis serta

kesehatan dasar (Depkes, 2004).

b. Indikator

Salah satu indikator monitoring kebijakan obat nasional yang dikeluarkan

World Health Organitation (WHO) tahun 1999 adalah ketersediaan penggunaan obat

generik dan essential yang mencapai 100% (WHO, 1999).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 51: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

35

Universitas Indonesia

c. Cara

Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung.

1. Pemantauan secara langsung

Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis,

pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan

cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak

diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai

praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu.

2. Pemantauan secara tidak langsung

Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui :

a. Dari kartu status pasien :

Kecocokan dan ketepatan antara gejala dan tanda yang ditemukan selama

anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status

penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah,

dan cara pemberian obat).

b. Dari buku register pasien :

Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar. dan over

prescribing dari antibiotik dan pemakaian suntikan.

Setelah pemantauan penggunan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan

pemerintah dilakukan, maka dilakukan pula pemantauan pelaksanaan obat generik

di Puskesmas dan jaringannya.

Berdasarkan Permenkes Nomor. HK.02.02/ MenKes/068/ I/2010 tentang

Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pemerintah, dan Kepmenkes Nomor. HK.03.01/MenKes/159/I/2010 tentang

Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik Di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Pemerintah, pemantauan pelaksanaan obat generik di

Puskesmas dan jaringannya dilaksanakan sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 52: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

36

Universitas Indonesia

a. Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya

melaporkan penulisan resep dan penyediaan obat generik ke Instalasi Farmasi

Kabupaten/Kota (IFK).

b. IFK merekapitulasi hasil pemantauan Puskesmas dan melaporkan kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan rekap IFK kepada Dinas Kesehatan

Provinsi.

d. Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan rekap Dinas Kesehatan Kab/Kota

kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dengan

tembusan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku.

4.4.3 Pemantauan Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota Sesuai Standar (Profil DirjenBinfar Alkes, 2011)

Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di

Kabupaten/Kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih

dikenal dengan one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus

dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,

pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait.

Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektifitas dan profesionalisme.

Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal

dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di

masing-masing Kabupaten/Kota.

a. Tujuan

Untuk mengetahui kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi Kab/Kota

dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap,

jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga

terjangkau serta mudah diakses.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 53: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

37

Universitas Indonesia

b. Pelaksanaan dan Indikator Pemantauan

Beberapa indikator dalam penilaian kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi

Kab/Kota yaitu sebagai berikut :

1. Struktur Organisasi IFK

Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan

keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan

kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional,

serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi Kementreian

Kesehatan.

2. Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia pengelola obat publik dan

perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi penanggung jawab

Instalasi Farmasi dan proporsi tenaga berdasarkan latar belakang pendidikan.

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa

pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan

farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu.

Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota sebagian besar sudah dikelola oleh

apoteker yang sesuai dengan keahliannya. Kepala Unit pengelola obat/Instalasi

Farmasi sebaiknya dipimpin oleh Apoteker, dan didukung oleh tenaga berlatar

belakang farmasi sebagai penanggung jawab perencanaan dan pengadaan,

penyimpanan dan penyaluran/pendistribusian, penanggung jawab pencatatan/

pelaporan dan evaluasi. Selain itu diperlukan tenaga non farmasi sebagai tenaga

administrasi dan tenaga pembantu umum.

3. Sarana Dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan.

Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk

memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,

menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 54: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

38

Universitas Indonesia

Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai

berikut :

a) Gedung, dengan luas 300 m2 – 600 m2

b) Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 – 3 unit

c) Komputer + Printer, dengan jumlah 1 – 3 unit

d) Telepon & Faximile, dengan jumlah 1 unit

e) Sarana penyimpanan, seperti : rak, pallet, lemari obat, dan lain-lain.

Gambaran mengenai sarana dan prasarana penyimpanan obat publik dan

perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi: luas tanah, luas

bangunan, status gedung dan kondisi bangunan.

4. Pengamanan

Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi

untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah

trails disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan

spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat

kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup

kuat dan kawat berduri atau kawat harmonica juga dapat digunakan pagar hidup dari

tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang

dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah.

Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO2 juga

dapat digunakan pasir dan karung.

5. Penyimpanan dan Distribusi

Kegiatan penyimpanan dan distribusi memegang peranan penting dalam

pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan

dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan dan distribusi yang memadai.

6. Administrasi

Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana kantor

atau administrasi

7. Sumber Anggaran Pengadaan Obat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 55: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

39

Universitas Indonesia

Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis

Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa

Pemerintah Daerah kab/kota mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan

pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin

skala kabupaten/kota. Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana

APBD II (DAU), APBD I, Askes, Buffer stok kab/kota, atau dari sumber anggaran

Program.

8. Biaya Operasional

Biaya operasional sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan dalam

pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan.

4.4.4 Pemantauan Kualitas Obat

a. Tujuan

Pemantauan kualitas obat dilakukan karena obat yang beredar harus

memenuhi syarat keaman, khasiat, mutu dan keabsahan. Selain itu juga agar

masyarakat terhindar dari penggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan obat.

b. Langkah kebijakan

Langkah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu sebagai berikut :

1. Pengawasan obat dilaksanakan dengan kompetensi tinggi secara independen,

akuntabel dan transparan.

2. Penguatan fungsi pengawasan obat

3. Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat, serta pemenuhan kebutuhan

SDM yang memadai.

4. Pengembangan tenaga dengan jumlah dan mutu sesuai dengan standar

kompetensi.

5. Pembentukan pusat informasi obat di pusat dan daerah untuk intensifikasi

penyebaran informasi obat.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 56: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

40

Universitas Indonesia

6. Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam penegakan hukum secara

konsisten.

7. Pengembangan sistem nasional vijilan pasca pemasaran.

8. Peningkatan upaya pemantauan promosi obat.

9. Peningkatan kerjasama regional maupun internasional.

10. Pengakuan internasional di bidang pengawasan obat.

11. Peningkatan pengawasan distribusi obat di jalur tidak resmi.

12. Pengawasan peredaran obat palsu dan obat selundupan (tidak terdaftar).

c. Pelaksanaan dan Indikator pemantauan

Pemantauan dalam pemantauan pengelolaan obat terutama dalam

penyimpanan obat untuk menjamin kualitas obat. Tujuan penyimpanan yaitu agar

obat yang tersedia di Unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan.

Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima

agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya

tetap terjamin.

1. Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan obat.

a. Persyaratan gudang

1) Cukup luas minimal 3 x 4 m2

2) Ruangan kering tidak lembab

3) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab/panas

4) Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk

menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis

5) Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu

dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (palet)

6) Dinding dibuat licin

7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam

8) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat

9) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 57: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

41

Universitas Indonesia

10) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu

terkunci

11) Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan

b. Pengaturan penyimpanan obat :

1) Obat di susun secara alfabetis

2) Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO

3) Obat disimpan pada rak

4) Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet

5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk

6) Cairan dipisahkan dari padatan

7) Sera, vaksin , supositoria disimpan dalam lemari pendingin

2. Kondisi penyimpanan.

Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Kelembaban :

Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga

mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu

dilakukan upaya-upaya berikut :

1) Ventilasi harus baik, jendela dibuka

2) Simpan obat ditempat yang kering

3) Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka

4) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara di

dalam ruangan maka udara semakin lembab

5) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet dan kapsul

6) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 58: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

42

Universitas Indonesia

b. Sinar matahari :

Kebanyakan cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar

matahari, sebagai contoh : Injeksi Klorpromazin yang terkena sinar matahari, akan

berubah warna

menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa.

Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari :

1) Gunakan wadah botol atau vial yang berwarna gelap (coklat)

2) Jangan letakkan botol atau vial di udara terbuka

3) Obat yang penting dapat disimpan di dalam lemari

4) Jendela-jendela diberi gorden

5) Kaca jendela dicat putih.

c. Temperatur / panas :

Obat seperti Salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh

panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas, sebagai

contoh : Salep Oksi Tetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan

mempengaruhi kualitas salep tersebut.

Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam

lemari pendingin pada suhu 4 – 8 derajat celcius, seperti :

1) Vaksin

2) Sera dan produk darah

3) Antitoksin

4) Insulin

5) Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)

6) Injeksi oksitosin

7) Ingat DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan

menjadi rusak.

Cara mencegah kerusakan karena panas :

1) Pasang ventilasi udara

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 59: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

43

Universitas Indonesia

2) Atap gedung jangan dibuat dari bahan metal

3) Buka jendela sehingga terjadi sirkulasi udara

d. Kerusakan fisik :

Untuk menghindari kerusakan fisik :

1) Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam dus

bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan

pengambilan obat di dalam dus yang teratas

2) Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada

karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus.

3) Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam

e. Kontaminasi bakteri :

Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat

mudah tercemar oleh bakteri atau jamur.

f. Pengotoran :

Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang

kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu

bersihkan ruangan paling sedikit satu minggu sekali. Lantai di sapu dan di pel,

dinding dan rak dibersihkan.

3. Bila ruang penyimpanan kecil :

a. Dapat digunakan sistem dua rak

b. Bagi obat menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A

sedangkan sisanya di bagian rak B.

c. Pada saat mulai menggunakan obat di rak A maka pesanan mulai dikirimkan ke

gudang farmasi sambil menunggu obat datang, sementara itu obat di rak B

digunakan. Pada saat obat di rak B habis maka obat yang dipesan diharapkan

sudah datang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 60: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

44

Universitas Indonesia

d. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari beberapa lama

waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu)

e. Misalnya permintaan dilakukan setiap empat bulan dan waktu yang diperlukan

saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua bulan. Maka jumlah pemakaian

empat bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang

diperlukan hanya satu bulan maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian

di rak B.

4. Tata Cara Menyimpan dan Menyusun Obat.

a. Pengaturan penyimpanan obat.

Pengaturan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara

alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan tablet,

kelompok sediaan sirup dan lain-lain.

b. Penerapan Sistem FIFO dan FEFO

Penyusunan dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masing-

masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih

dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Out (FEFO)

untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus

dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian. Hal ini sangat

penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau

potensinya berkurang.dan beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas

waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang

efektifitasnya.

c. Obat yang sudah diterima, disusun sesuai dengan pengelompokan untuk

memudahkan pencarian, pengawsan dan pengendalian stok obat.

d. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.

e. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari

cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 61: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

45

Universitas Indonesia

f. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya

dan disimpan dalam lemari es. Kartu temperatur yang terdapat dalam lemari es

harus selalu diisi.

g. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari.

h. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan

pengambilannya menggunakan sendok

i. Untuk obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa supaya waktu kadaluwarsanya

dituliskan pada doos luar dengan menggunakan spidol.

j. Penyimpanan tempat untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup

rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.

k. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.

l. Kondisi penyimpanan beberapa obat

Beri tanda / kode pada wadah obat :

a) Beri tanda semua wadah obat dengan jelas. Apabila ditemukan obat dengan

wadah tanpa etiket, jangan digunakan.

b) Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum :

1) Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet

2) Kode lokasi Pedoman Puskesmas - 23

3) Tanggal diterima

4) Tanggal kadaluwarsa (kalau ada)

5) Nama produk/obat

c) Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut.

d) Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan kesehatan

(Puskesmas).

Informasi tambahan untuk menyusun/mengatur obat :

a) Susunan obat yang berjumlah besar di atas papan atau diganjal dengan kayu rapi

dan teratur.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 62: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

46

Universitas Indonesia

b) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obat yang

berjumlah sedikit tetapi harganya mahal.

c) Susunan obat dalam rak dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan

kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.

d) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat

luar.

e) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi, atau letakkan bagian

etiket yang berisi nama obat yang jelas terbaca.

f) Barang yang mempunyai volume besar seperti kapas disimpan dalam dus.

g) Letakkan kartu stok di dekat obatnya.

5. Pengamatan mutu

Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu

melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, paling tidak setiap awal bulan,

antara lain:

a. Mutu obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun

kimia.

b. Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota untuk

diteliti lebih lanjut.

c. Secara sederhana pengamatan dilakukan dengan visual, dengan melihat tanda –

tanda sebagai berikut :

1) Tablet :

a) Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab

b) Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan rapuh.

c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat

d) Untuk tablet salut, disamping informasi di atas juga basah dengan Lengket satu

dengan lainnya, bentuknya sudah berbeda.

e) Wadah yang rusak.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 63: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

47

Universitas Indonesia

2) Kapsul :

a) Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya, wadah

rusak.

b) Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya.

3) Cairan :

a) Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan

b) Cairan suspensi tidak bisa dikocok

c) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali.

4) Salep :

a) Konsistensi, warna dan bau berubah (tengik)

b) Pot/tube rusak atau bocor

5) Injeksi :

a) Kebocoran

b) Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh

atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi

c) Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.

Informasi data (input) yang didapat dari pemantauan kemudian dievaluasi,

dari hasil evaluasi akan diperoleh keluaran (output) berupa profil pencapaian

indikator. Profil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk

menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala

yang dihadapi. Profil pencapaian indikator didapat dari pemantauan dan evaluasi

program berdasarkan pengambilan data secara bottom-up, yaitu dilakukan dari

struktur terendah kemudian direkapitulasi ke sektor di atasnya. Data diserahkan oleh

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian

dilaporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Propinsi (secara berjenjang)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 64: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

48

Universitas Indonesia

atau ke Pemerintah Pusat (secara langsung).

Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu

tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru dapat

dilaksanakan di tiga Kabupaten/Kota tiap Propinsi di Indonesia. Untuk proses

pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup

dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya, sehingga proses pemantauan

dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat

Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan

evaluasi dapat saja belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan

tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil

evaluasi, maka Pemerintah Pusat akan memberikan umpan balik kepada

Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun Propinsi, sehingga kinerja selama melakukan

kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan dapat diketahui

kekurangannya dapat meningkatkan kinerjanya.

Saat ini pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap satu tahun sekali. Idealnya

ketersediaan obat dipantau setiap tiga bulan (triwulan) untuk mengetahui dinamika

logistik di Instalasi Farmasi. Minimnya anggaran menyebabkan pemantauan dan

evaluasi hanya dapat dilaksanakan di 3 Kabupaten/Kota tiap provinsi di Indonesia

(Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Proses

pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang dibutuhkan

dan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya, sehingga proses pemantauan

dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang

dipantau dan dievaluasi, yaitu Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota maupun

Puskesmas agar pihak tersebut dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan

kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan

kinerjanya.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 65: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

49 Universitas Indonesia

BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan, diketahui bahwa tugas dan peran Direktorat Bina Obat

Publik dan Perbekalan Kesehatan telah sesuai dengan kaidah ilmiahnya yang

terperinci sebagai berikut:

a. Subdirektorat Analisa dan Standardisasi Harga berperan dalam mengendalikan

harga obat secara rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan

menguntungkan bagi produsen. Namun dalam pelaksanaannya Direktorat

Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini, tidak memiliki Standar

Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga memberikan

hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas serta pemantauan

kepatuhan terhadap proses kerja sulit untuk dilakukan.

b. Proses perencanaan pengadaan oleh Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan dilakukan setahun sekali sehingga perencanaan dibuat

seefisien dan seefektif mungkin mengingat dalam penyediaan kebutuhan obat

publik dan perbekalan kesehatan ketersediaan anggaran sangat terbatas.

c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan bertanggung

jawab dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang meliputi

perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,

penggunaan dan pelaporan untuk menjamin ketersediaan obat publik dan

perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan tingkat dasar.

d. Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan

perbekalan kesehatan yaitu:

- Menjamin kualitas penggunaan obat oleh masyarakat.

- Mengetahui pemasalahan dan strategi yg efektif dalam penyediaan obat.

- Menjaga pengelolaan obat agar berjalan dengan benar.

- Menilai keberhasilan pencapaian sasaran.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 66: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

50

Universitas Indonesia

5.2 Saran

5.2.1 Pembuatan SOP untuk setiap prosedur yang dilakukan di Direktorat Bina

Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

5.2.2 Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis

pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan.

5.2.3 Hendaknya dalam pemilihan obat yang akan disediakan di PKD tidak

hanya berdasarkan morbiditas namun juga berdasarkan cost analysis

seperti cost minimization analysis.

5.2.4 Melakukan advokasi kepada pemerintah bersama organisasi profesi untuk

melakukan perekrutan apoteker dalam pengelolaan obat di daerah.

5.2.5 Pemantauan dan evaluasi sebaiknya di lakukan secara berkala tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga diperoleh gambaran nyata

mengenai ketersediaan obat ataupun praktik pemakaian obat yang sedang

berlangsung.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 67: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

51 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang TeknisPengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk PelayananKesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang - Undang Kesehatan RepublikIndonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RIDirektorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Departemen Kesehatan. (2006). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: DepartemenKesehatan RI

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Materi PelatihanPengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Laporan hasilManajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn diInstansi pemerintah Tahun 2010. Jakarta : Kementerian KesehatanRepublik Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III tentangKebijakan Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk TeknisPenggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan TahunAnggaran 2011. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RINo.1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata KerjaKementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi PelatihanManajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentangRencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014.Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 68: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

52

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profile KementerianDirektorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: KementerianKesehatan RI

Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan RI

World Health Organitation. (1999). Indicators for Monitoring National DrugPolities. 2nd ed. Geneva: WHO

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 69: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 70: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

54

Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 71: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

55

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian danAlat Kesehatan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 72: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

56

Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan

SEKRETARISDITJEN BINFAR

DAN ALKES

KABAG PI KABAGPEGUM KABAG HOH KABAG

KEUANGAN

KASUBBAGPROGRAM

KASUBBAGDATIN

KASUBBAGEVAPOR

KASUBBAGKEPEGAWAIAN

KASUBBAGTU&GAJI

KASUBBAG RT

KASUBBAGHUKUM

KASUBBAGORGANISASI

KASUBBAGHUMAS

KASUBBAGVER.&AKUN

KASUBBAGANGGARAN

KASUBBAGPERBENDAHARAAN

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 73: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

57

Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 74: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

58

Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

DIREKTUR BINAPELAYANAN

KEFARMASIAN

SUBDITSTANDARISASI

SUBDIT FARMASIKOMUNITAS SUBDIT FARMASI

KLINIKSUBDIT

PENGGUNAANOBAT RASIONAL

SUBBAGIANTATA USAHA

SEKSI SANDARISASIPELAYANAN

KEFARMASIAN

SEKSI PELAYANANFARMASI KOMUNITAS

SEKSISTANDARISASI

PENGGUNAAN OBATRASIONAL

SEKSI PEMANTAUANDAN EVALUASI

FARMASI KOMUNITAS

SEKSIPEMANTAUAN

FARMASI KLINIK

SEKSIPEMANTAUAN DANEVALUASI FARMASI

KLINIK

SEKSI PROMOSIPENGGUNAAN OBAT

RASIONAL

SEKSI PEMANTAUANDAN EVALUASI

PENGGUNAAN OBATRASIONAL

KELOMPOKJABFUNG

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 75: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

59

Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi AlatKesehatan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 76: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

60

Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan DistribusiKefarmasian

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 77: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT

KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18-29 JUNI 2012

RANCANGAN STANDARISASI DISTRIBUSI OBAT YANG BAIKDI DAERAH KEPULAUAN

ANITA HASAN, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 78: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN

KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT

KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERIODE 18-29 JUNI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker

ANITA HASAN, S.Farm.1106153063

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 79: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii Universitas Indonesia

1.1 Latar Belakang............................................................................. 1

1.2 Tujuan.......................................................................................... 2

DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK..................................................... 3

2.1 Prinsip Umum ........................................................................... 3

2.2 Peraturan Distribusi Produk Farmasi ……………………………............................................................

3

2.3 Organisasi dan Personalia ............................................................ 4

2.4 Menejemen Kualitas ……… ..................................................... 6

2.5 Pergudangan dan Penyimpanan................................................... 7

2.6 Pengiriman dan Transportasi ..................................................... 8

2.7 Dokumentasi ……………… ..................................................... 10

2.8 Pengemasan dan Pelabelan Ulang ............................................. 11

2.9 Pengaduan …………................................................................. 11

2.10 Penarikan Kembali ……….......................................................... 12

2.11 Pengembalian Produk ............................................................... 13

2.12 Produk Farmasi yang Palsu ….. ................................................ 13

2.13 Perjanjian Kontrak …………………….. ................................. 142.14 Evaluasi Diri …………………………………………………... 14

DISTRIBUSI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATANDI DAERAH KEPULAUAN …………. ....................................... 153.1 Definisi Distribusi ...................................................................... 15

3.2 Tujuan Distribusi.......................................................................... 15

3.3 Kegiatan DIstribusi ……............................................................ 15

3.4 Tata Cara Pendistribusian Obat ……………………………….. 19

3.5 Pencatatan Harian Pendistribusian Obat .................................... 19

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB 2

BAB 3

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 80: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iii Universitas Indonesia

BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................... 21

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 30

5.1 Kesimpulan....................................................................... 30

5.2 Saran ................................................................................. 30

DAFTAR ACUAN.................................................................................. 32

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 81: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan salah satu subsistem dari

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar tersedia

obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta

terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan

kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Obat

publik adalah obat yang disediakan oleh pemerintah dan digunakan untuk

keperluan pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas dan pelayanan

rujukan ke rumah sakit. Oleh karena itu pengelolaan obat publik yang efisien

dan efektif di daerah kepulauan perlu dilakukan.

Proses pengelolaan obat meliputi perencanaan, pemilihan obat, pengadaan,

pendistribusian, dan pemakaian. Distribusi obat diperlukan untuk menjamin

ketersediaan dan kecukupan obat di pelayanan kesehatan di daerah kepulauan.

Proses distribusi ini berlangsung tahap demi tahap mulai dari pemerintah pusat

hingga ke Puskesmas di masing-masing daerah (Direktorat Bina Obat Publik

dan Perbekalan Kesehatan, 2005), sehingga membutuhkan pedoman khusus

yang berhubungan dengan proses distribusi obat.

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) menurut Permenkes No.

1148/MENKES/PER/VI/2011 adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau

bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur

distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Cara

distribusi obat yang saat ini ditetapkan lebih banyak mengatur cara distribusi

obat yang dilakukan industri farmasi melalui PBF dan belum mengatur

distribusi pada sarana pelayanan kesehatan. Mencermati kondisi tersebut dan

kondisi derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal juga adanya

berbagai masalah kesehatan masyarakat di daerah kepulauan, maka dianggap

perlu untuk menyusun standarisasi distribusi obat yang baik di daerah

kepulauan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 82: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

2

Universitas Indonesia

Dalam laporan tugas khusu Praktek Kerja Profesi Apoteker ini

memaparkan standarisasi distribusi yang dapat dijadikan pedoman bagi cara

distribusi obat yang baik pada sarana pelayanan kesehatan dasar di daerah

kepulauan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan laporan tuguas khusus Praktek Kerja Profesi

Apoteker ini adalah :

1. Mengetahui cara distribusi obat yang baik

2. Mengetahui tujuan distribusi obat di daerah kepulauan.

3. Mengetahui cara distribusi obat yang diterapkan saat ini.

4. Merancang pedoman distribusi obat dan perbekalan kesehatan yang baik

yang dapat diaplikasikan pada pelayanan kesehatan di daerah kepulauan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 83: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

3 Universitas Indonesia

BAB 2

DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

2.1. Prinsip Umum (World Health Organization, 2009)

Setiap pihak yang terlibat dalam distribusi obat memiliki tanggung

jawab untuk memastikan bahwa kualitas obat selama proses distribusi tetap

dipertahankan dari mulai produsen sampai ke konsumen. Prosedur

pendistribusian obat yang baik harus dimasukkan ke dalam undang-undang

nasional dan pedoman di suatu negara atau wilayah. Semua pihak yang terkait

harus terus dievaluasi untuk menilai kepatuhan terhadap prosedur yang

diberikan. Harus ada kerjasama yang baik antara semua pihak baik di

pemerintah, produsen, distributor, dan lembaga yang bertanggung jawab

untuk penyediaan obat untuk pasien. Kerjasama ini untuk memastikan

kualitas, kemanan produk farmasi, dan mencegah pasien mendapat obat yang

dipalsukan.

2.2. Peraturan Distribusi Produk Farmasi (World Health Organization, 2009)

Harus terdapat undang-undang nasional yang mengatur orang atau

suatu badan yang terlibat dalam distribusi produk farmasi. Tiap distributor

yang digunakan harus memiliki persyaratan sesuai dengan undang-undang

yang berlaku untuk melakukan fungsi distribusi. Distributor atau lembaga

yang mendistribusikan harus bertanggung jawab terhadap produk farmasi

yang didistribusikan. Distributor yang memiliki hak untuk mendistribusikan

produk farmasi harus mendapatkan produk farmasi hanya dari orang atau

badan yang memiliki kewenangan untuk menjual atau memasok produk

tersebut ke distributor. Hanya orang atau lembaga yang berwenang dapat

mengimpor atau mengekspor produk farmasi. Distributor atau agen hanya

dapat mendistribusikan produk farmasi disuatu negara jika mereka telah

mendapatkan hak untuk memasarkan dan memungkinkan penggunaan produk

tersebut di wilayah tersebut.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 84: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

4

Universitas Indonesia

Distributor atau agen tersebut harus menyediakan produk farmasi

hanya untuk orang atau lembaga yang berwenang untuk memperoleh produk

baik untuk didistribusikan kembali atau untuk langsung dijual ke pasien atau

agen. Beberapa tugas dan tanggung jawab distribusi dapat didelegasikan atau

melalui kontrak kerjasama dengan badan atau orang berwenang yang ditunjuk

sesuai dengan undang-undang nasional. Tugas dan tanggung jawab harus

dibuat dalam perjanjian tertulis agar tidak terjadi kesenjangan atau kebijakan

yang tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Kegiatan ini harus

didokumentasikan dalam suatu perjanjian atau kontrak kerja dan harus di

evaluasi secara berkala.

2.3. Organisasi dan Personalia (World Health Organization, 2009)

Harus ada struktur organisasi yang jelas dan disertai pembuatan bagan

organisasi. Tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar anggota harus

jelas. Kewajiban dan tanggung jawab harus secara jelas dipaparkan dan

dipahami oleh tiap individu serta dicatat. Kegiatan tertentu mungkin

memerlukan perhatian khusus seperti pengawasan kinerja kegiatan, sesuai

dengan peraturan daerah. Setiap karyawan di setiap tingkat distribusi harus

diberikan informasi yang lengkap dan diberi pelatihan berkenaan dengan

tugas dan tanggung jawab mereka. Orang yang ditunjuk untuk bertanggung

jawab terhadap sistem mutu distribusi harus terdapat dalam kerangka

organisasi agar jelas tugas dan tanggung jawabnya.

Petugas manajerial dan teknis harus memiliki sumber daya dan

kewenangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, mengatur dan

menjaga sistem mutu, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan pada

sistem mutu yang ditetapkan. Tanggung jawab tersebut sebaiknya tidak

diberikan kepada seseorang yang tidak paham mengenai kualitas produk.

Harus terdapat peraturan yang memastikan bahwa manajemen dan petugas

tidak terlibat dalam sesuatu yang komersial, tekanan politik, keuangan atau

konflik kepentingan yang mungkin dapat merugikan kualitas pelayanan atau

keutuhan produk farmasi. Diperlukan adanya prosedur pengamanan yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 85: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

5

Universitas Indonesia

berhubungan dengan keselamatan kerja petugas dan fasilitas, perlindungan

lingkungan dan keutuhan produk.

Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan distribusi harus terlatih

dan berkualitas sesuai persyaratan distribusi obat yang baik. Pelatihan

tersebut harus berdasarkan standar prosedur operasional. Petugas menerima

pelatihan dari awal dan berkesinambungan. Pelatihan yang dilakukan harus

mencakup keamanan produk, identifikasi produk, pendeteksian pemalsuan

dan menghindari pemalsuan pada rangkaian distribusi. Semua catatan dari

hasil pelatihan harus disimpan. Petugas utama yang terlibat dalam distribusi

harus memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan tanggung

jawabnya untuk memastikan bahwa produk-produk farmasi tersebut

didistribusikan dengan benar.

Jumlah petugas distribusi yang kompeten harus memadai di semua

tingkat distribusi untuk memastikan bahwa kualitas produk farmasi

dipertahankan. Harus ada peraturan nasional yang berkaitan dengan

kualifikasi dan pengalaman petugas. Petugas yang berhubungan dengan

produk-produk berbahaya seperti bahan radioaktif, narkotika, bahan yang

mencemari lingkungan, dan atau produk farmasi berbahaya lainnya,

menyebabkan kebakaran atau ledakan harus diberikan pelatihan khusus.

Petugas yang terlibat dalam distribusi produk farmasi terutama apabila

berhubungan dengan produk farmasi yang berbahaya seperti bahan yang

sangat aktif, beracun, infeksi atau sensitisasi harus diberikan pakaian

pelindung. Prosedur yang berhubungan dengan kebersihan petugas yang

sesuai dengan kegiatan yang dilakukan harus ditetapkan dan diamati.

Prosedur tersebut harus mencakup kesehatan, kebersihan, dan pakaian

petugas. Prosedur dan status kerja petugas, termasuk kontrak dan staf

sementara, dan petugas yang memiliki hubungan ke produk farmasi harus

dapat membantu dalam meminimalkan kemungkinan produk farmasi jatuh ke

pihak yang tidak benar.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 86: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

6

Universitas Indonesia

2.4. Manajemen Kualitas (World Health Organization, 2009)

Jaminan mutu berfungsi untuk menghasilkan kepercayaan kepada

pelanggan. Kebijakan mutu harus didokumentasikan untuk menggambarkan

persyaratan dari distributor mengenai kualitas yang sesuai dinyatakan secara

resmi dan di sahkan oleh manajemen. Jaminan mutu harus mencakup struktur

organisasi yang tepat, terdapat prosedur, sumber daya dan tindakan sistematik

yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk atau layanan dan

dokumentasi memenuhi persyaratan mutu. Keseluruhan dari tindakan ini

digambarkan sebagai “Sistem Mutu”. Inspeksi, audit, dan sertifikasi harus

sesuai dengan sistem mutu seperti International Standardization

Organization (ISO) yang direkomendasikan oleh badan eksternal. Sertifikasi

tersebut tidak harus, namun sebagai penggantinya dapat digunakan pedoman

nasional, regional, ataupun internasional berdasarkan prinsip pedoman

pendistribusian obat yang baik. Sistem mutu harus ditinjau dan direvisi secara

berkala.

Harus ada penelusuran produk farmasi di seluruh rangkaian distribusi,

hal ini merupakan tanggung jawab tiap pihak yang terlibat dan terdapat

prosedur untuk memastikan produk tersebut diterima dan didistribusikan

dengan baik untuk memudahkan penarikan produk kembali. Semua pihak

yang terlibat didalam rangkaian distribusi harus diidentifikasi dan peraturan

sistem distribusi yang dikembangkan haruslah aman, transparan, serta

terdokumentasi untuk memudahkan penelusuran produk pada sistem

distribusi mulai dari produsen. Catatan dapat terdiri dari tanggal kadaluarsa

atau catatan bets dapat menjadi data dokumentasi untuk memudahkan

ketelusuran. Harus ada prosedur yang menggambarkan silsilah dokumentasi

atau identifikasi produk palsu. Prosedur tersebut dilengkapi dengan ketentuan

untuk pemberitahuan, ijin edar yang sesuai, berlabel, sesuai dengan peraturan

nasional, regional, atau internasional untuk memudahkan penelusuran.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 87: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

7

Universitas Indonesia

2.5. Pergudangan dan Penyimpanan (World Health Organization, 2009)

Praktek penyimpanan yang baik berlaku disemua keadaan dimana

produk farmasi disimpan dan selama proses distribusi. Pada daerah

penyimpanan harus terdapat tindakan untuk mencegah orang yang tidak

berkepentingan memasuki area penyimpanan. Area penyimpanan harus

memiliki kapasitas yang cukup agar memungkinkan penyimpanan yang

teratur dari berbagai jenis produk farmasi yaitu produk komersial, non

komersial, produk dikarantina, ditolak, dikembalikan atau menarik kembali

produk dan serta produk yang diduga sebagai produk palsu. Area

penyimpanan harus dirancang dan disesuaikan untuk menghasilkan

penyimpanan yan sesuai dan kondisi yang baik. Secara khusus harus bersih

dan kering serta disimpan pada suhu yang dapat diterima. Produk farmasi

harus disimpan diatas lantai dan di beri jarak yang sesuai untuk memudahkan

pembersihan dan pemeriksaan. Palet harus disimpan dengan kebersihan dan

adanya tindakan perbaikan yang baik. Area penyimpanan harus bersih, bebas

dari limbah dan kutu. Organisasi yang bertanggung jawab dalam distribusi

harus memastikan bahwa bangunan dan area penyimpanan dibersihkan secara

teratur.

Diperlukan adanya program tertulis mengenai pengendalian hama.

Bahan yang digunakan untuk pengendalian hama harus aman dan tidak boleh

ada resiko kontaminasi produk. Harus ada prosedur yang tepat untuk

membersihkan semua bentuk tumpahan agar terhindar dari resiko

kontaminasi. Apabila diduga terjadi kontaminasi maka diperlukan adanya

pengambilan sampel. Sampling dilakukan di tempat penyimpanan dan

dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontminasi dan kontaminasi

silang. Prosedur pembersihan yang tepat harus ditempel di daerah

pengambilan sampel. Pada proses penerimaan dan pengiriman barang harus

melindungi produk-produk farmasi dari cuaca.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 88: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

8

Universitas Indonesia

2.6. Pengiriman dan Tranportasi (World Health Organization, 2009)

Produk farmasi hanya boleh dijual dan atau didistribusikan kepada

orang atau badan yang berwenang dan terdapat bukti tertulis tersebut sebelum

distribusi dilakukan. Sebelum pengiriman produk tersebut penyalur produk

farmasi harus memastikan bahwa orang atau badan, misalnya penerima

kontrak untuk transportasi sadar bahwa produk yang akan didistribusikan

adalah produk farmasi sehingga harus sesuai dalam penyimpanan dan kondisi

transportasi.

Harus terdapat prosedur tertulis untuk pengiriman produk farmasi

dengan mempertimbangkan sifat dari produk dan beberapa tindakan

pencegahan khusus untuk menghindari produk rusak atau dicuri. Pada

pengiriman produk farmasi diperlukan orang yang bertanggung jawab dan

berkualitas. Terdapat beberapa catatan dalam pengiriman produk farmasi

yang mencakup informasi berikut:

a. Tanggal pengiriman

b. Pengirim lengkap dan alamat, pihak yang bertanggung jawab atas

transportasi, dan nomor telepon.

c. Deskripsi produk, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan

(jika berlaku)

d. Kuantitas produk, yaitu jumlah wadah dan kuantitas per wadah (jika

berlaku)

e. Dituliskan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa

f. Transportasi yang diperbolehkan dan kondisi penyimpanan selama

pengiriman

g. Nomor unik untuk memungkinkan identifikasi pada pesan antar

Kendaraan dan pengendara dilengkapi dengan keamanan tambahan

dan tepat untuk mencegah pencurian dan penyalahgunaan selama transportasi.

Produk farmasi dan dokumen yang menyertainya harus diamankan untuk

memastikan bahwa identifikasi dan verifikasi sesuai dengan persyaratan.

Kebijakan dan prosedur harus diikuti oleh semua orang yang terlibat dalam

transportasi untuk mengamankan produk farmasi. Orang-orang yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 89: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

9

Universitas Indonesia

bertanggung jawab dalam pengangkutan produk farmasi harus diberikan

informasi tentang semua kondisi yang terkait untuk penyimpanan dan

transportasi. Persyaratan ini harus dipatuhi seluruh transportasi dan pada

setiap tahap penyimpanan. Produk farmasi harus disimpan dan diangkut

sesuai dengan prosedur seperti:

a. Identitas produk tidak hilang

b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain

c. Terdapat tindakan pencegahan apabila terjadi tumpahan,

penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian

d. Kondisi lingkungan yang sesuai dipertahankan, misalnya

menggunakan rangkaian dingin untuk produk termolabil

Kondisi penyimpanan yang diperlukan untuk produk farmasi harus tetap

dipertahankan dalam batas yang dapat diterima selama transportasi. Apabila

terdapat penyimpangan maka harus segera dilaporkan kepada distributor.

Produk farmasi yang memerlukan penanganan khusus seperti suhu

dan kelembaban harus disediakan oleh produsen, dipantau dan dicatat. Produk

farmasi yang mengandung bahan berbahaya seperti racun, radioaktif, rentan

disalahgunakan, mudah terbakar atau meledak harus disimpan di tempat aman

baik wadah maupun kendarannya, terpisah dan tertutup. Produk narkotika

diangkut dalam wadah yang aman dan disimpan di daerah yang aman.

Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin untuk mencegah

terjadinya kontaminasi, kontaminasi silang yang berbahaya. Harus terdapat

prosedur tertulis untuk penanganan setiap kejadian. Produk yang ditolak,

kadaluwarsa, produk yang dikembalikan atau yang dicurigai palsu terdapat

pemisahan dalam penyimpanan dan pengangkutan. Produk harus diidentifikasi

dengan tepat, aman dikemas, diberi label yang jelas dan disertai dengan

dokumen pendukung yang sesuai. Kendaraan harus tetap bersih dan kering saat

pengangkutan produk farmasi. Kemasan dan wadah pengiriman didesain

dengan sesuai untuk mencegah kerusakan produk farmasi selama transportasi.

Pengendara atau supir kendaraan harus teridentifikasi dan

terdokumentasi dengan baik untuk memastikan bahwa mereka mampu untuk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 90: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

10

Universitas Indonesia

membawa produk farmasi. Kerusakan wadah atau masalah yang terjadi

selama pengangkutan harus dicatat dan dilaporkan kepada badan, departemen

terkait atau berwenang, dan diselidiki. Produk farmasi dalam pengangkutan

harus disertai dengan dokumentasi yang sesuai.

2.7. Dokumentasi (World Health Organization, 2009).

Diperlukan peraturan tertulis dan catatan untuk mendokumentasikan

semua kegiatan yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi, termasuk

semua penerimaan yang berlaku dan masalahnya. Catatan harus disimpan

oleh distributor dari semua produk farmasi, sedikitnya memuat informasi

tanggal, nama produk farmasi, jumlah barang yang diterima, atau dipasok,

nama dan alamat pemasok. Peraturan harus ditetapkan dan dipelihara untuk

persetujuan, meninjau persiapan, menggunakan dan mengontrol perubahan

untuk semua dokumen yang berhubungan dengan proses distribusi.

Dokumen, instruksi khusus, dan prosedur yang berkaitan dengan aktivitas

yang bisa berdampak pada kualitas produk farmasi, harus dirancang,

dilengkapi, diulas dan didistribusikan dengan hati-hati.

Judul, sifat dan tujuan dari setiap dokumen harus dinyatakan dengan

jelas. Isi dokumen harus jelas dan tidak meragukan. Dokumen harus ditata

secara teratur dan memudahkan untuk diperiksa. Semua dokumen harus

disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang berwenang dan

tidak boleh diubah tanpa alasan kewenangan yang jelas. Sifat dan isi

dokumen yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi dari setiap

investigasi yang dilakukan dan tindakan yang diambil, harus sesuai dengan

persyaratan peraturan yang dibuat. Apabila persyaratan tersebut tidak ada,

dokumen harus disimpan untuk setidaknya satu tahun setelah tanggal

kedaluwarsa produk.

Catatan yang berkaitan dengan penyimpanan produk farmasi harus

disimpan dan segera tersedia apabila dibutuhkan. Catatan tertulis atau

elektronik, harus ada untuk setiap produk yang disimpan untuk menunjukkan

kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, setiap tindakan pencegahan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 91: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

11

Universitas Indonesia

yang harus diamati. Sebaiknya terdapat peraturan untuk pengaturan suhu,

layanan keamanan untuk mencegah pencurian atau kerusakan barang di

fasilitas penyimpanan, produk yang tidak dapat digunakan dan penyimpanan

catatan. Dimana catatan yang didapatkan dan disimpan dalam bentuk

elektronik, sebaiknya di gandakan untuk mencegah kehilangan data

disengaja.

2.8. Pengemasan dan Pelabelan Ulang (World Health Organization, 2009).

Pengemasan dan pelabelan ulang harus dibatasi, karena dapat

memungkinkan terjadinya resiko terhadap keselamatan dan keamanan pada

rangkaian distribusi. Proses ini dilakukan oleh pihak yang berwenang yang

tepat agar pelaksanaannya sesuai dengan pedoman nasional, regional, dan

internasional sesuai dengan pedoman distribusi obat yang baik.

2.9. Pengaduan (World Health Organization, 2009).

Harus ada prosedur tertulis untuk menangani keluhan. Harus dibuat

perbedaan antara keluhan mengenai suatu produk atau kemasannya dan yang

berkaitan dengan distribusi. Dalam kasus mengenai keluhan terhadap kualitas

produk atau kemasannya asli dari produsen dan atau pemegang hak

pemasaran harus diinformasikan sesegera mungkin. Semua pengaduan dan

informasi lain tentang produk farmasi yang berpotensi rusak dan palsu harus

ditinjau dengan hati-hati agar sesuai dengan prosedur yang tertulis yang

menjelaskan mengenai tindakan yang harus diambil. Setiap pengaduan

mengenai kecacatan bahan harus dicatat dan diselidiki secara menyeluruh

untuk mengidentifikasi asal atau alasan pengaduan misalnya prosedur

pengemasan ulang atau asli proses produksi. Cacat yang ditemukan atau

diduga berkaitan dengan produk farmasi, namun terdapat pertimbangan harus

diberikan dan produk dari batch lain juga harus diperiksa. Diperlukan tindak

lanjut yang tepat setelah dilakukan penyelidikan dan evaluasi mengenai

pengaduan . Pengaduan mengenai masalah kualitas produk atau kasus yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 92: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

12

Universitas Indonesia

dicurigai produk palsu harus didokumentasikan dan diinformasikan ke bagian

yang memiliki kewenangan tentang peraturan.

2.10. Penarikan Kembali (World Health Organization, 2009)

Diperlukan prosedur tertulis mengenai produk farmasi yang diduga

rusak atau palsu untuk segera dilaporkan oleh seseorang yang bertanggung

jawab. Sistem tersebut harus disesuaikan dengan pembinaan atau pelatihan

yang dikeluarkan oleh pengawas nasional atau regional. Prosedur tersebut

harus diperiksa secara teratur dan diperbaharui apabila diperlukan. Para

produsen atau pemegang hak untuk pemasaran harus diberitahukan apabila

ada penarikan kembali melalui berita acara. Pada proses penarikan kembali

ini sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan produsen atau

pemegang izin pemasaran meskipun penarikan ini tidak dilakukan langsung

oleh produsen atau pemegang pemasaran. Mengingat informasi harus

diberitahukan dangan peraturan yang tepat. Jika penarikan produk asli

diperlukan karena produk palsu yang tidak mudah dibedakan dari produk

asli, produsen dari produk asli dan badan kesehatan yang terkait harus

diberitahu.

Efektivitas pengaturan harus dievaluasi secara berkala. Semua produk

farmasi yang akan ditarik kembali harus tetap disimpan di tempat yang aman

dan terpisah. Produk farmasi yang ditarik harus dipisahkan selama

pengangkutan dan diberi label yang jelas agar mudah diingat. Produk yang

dalam pengangkutan tidak mungkin untuk dipisahkan harus dikemas dengan

baik agar aman, diberi label yang jelas, dan disertai dokumentasi yang sesuai.

Kondisi penyimpanan yang baik tetap harus dijaga mulai dari penyimpanan

dan pengangkutan sampai keputusan mengenai produk tersebut selesai dibuat.

Semua pejabat yang berwenang dari tempat yang didistribusikan harus segera

diberitahu bahwa produk tersebut diduga rusak atau palsu. Semua

pengembalian barang harus tercatat yang dilakukan oleh pihak yang

bertanggung jawab. Catatan ini harus berisi informasi yang cukup jelas untuk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 93: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

13

Universitas Indonesia

produk yang disalurkan ke bagian lain. Kemajuan dari proses penarikan

kembali harus dicatat dan laporan akhir diterbitkan, terutama perihal produk

yang dilaporkan dan dikembalikan.

2.11. Pengembalian Produk (World Health Organization, 2009)

Distributor harus menerima kembali produk farmasi atau menukarnya

sesuai dengan syarat dan kondisi sesuai dengan perjanjian antara distributor

dan penerima. Kedua pihak tersebut harus bertanggung jawab untuk

mengelola dan memproses pengembalian produk untuk memastikan bahwa

proses ini aman dan tidak mengizinkan masuknya produk palsu. Produk

yang dikembalikan dinilai berdasarkan dibutuhkannya kondisi penyimpanan

khusus, sejarah dan waktu sejak produk dikeluarkan. Hasil penilaian

menimbulkan keraguan atas kualitas suatu produk farmasi tidak cocok untuk

digunakan kembali. Produk farmasi yang ditolak akan dikembalikan ke

distributor, dalam hal ini harus dilakukan tepat identifikasi dan ditangani

sesuai dengan prosedur yang melibatkan pemisahan produk di tempat

khusus. Kondisi penyimpanan produk yang ditolak atau dikembalikan harus

sesuai dengan standar penyimpanan yang baik, baik pada saat disimpan atau

dalam kedaan transit. Produk farmasi yang hancur harus dibuang mengikuti

persyaratan pembuangan limbah yang baik agar tidak mencemari

lingkungan. Catatan mengenai produk yang dikembalikan, ditolak, atau

hancur harus disimpan.

2.12. Produk Farmasi yang Palsu (World Health Organization, 2009)

Produk farmasi palsu yang ditemukan dalam rangkaian ditribusi harus

disimpan terpisah dari produk farmasi lain untuk menghindari kebingungan.

Produk tersebut harus diberikan cap tidak untuk dijual dan harus

diberitahukan kepada pihak berwenang setempat dan pihak pemasaran

produk asli. Penjual dan distribusi obat palsu harus dicurigai dan dilaporkan

ke badan pengawas nasional tanpa penundaan. Setelah keputusan resmi

terhadap produk palsu dibuat, produk tersebut harus diserahkan kepada

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 94: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

14

Universitas Indonesia

perusahaan pembuangan, memastikan produk tersebut tidak memasuki

pasar, dan keputusan tersebut dicatat.

2.13. Perjanjian Kontrak (World Health Organization, 2009)

Setiap kegiatan yang berhubungan dengan distribusi produk farmasi

yang di delegasikan kepada orang atau badan lain harus dilakukan oleh

pihak yang berwenang dimana fungsi dan ketentuan terdapat dalam kontrak

tertulis yang disepakati oleh pemberi dan penerima kontrak. Kontrak harus

berisi tanggung jawab masing-masing pihak termasuk ketaatan terhadap

prosedur pendistribusian yang baik dan dapat diterapkan. Hal ini juga

mencakup tanggung jawab penerima kontrak dalam hal mencegah

masuknya obat palsu kedalam rangkaian distribusi, seperti pada pelatihan.

Semua penerima kontrak harus memenuhi persyaratan dalam pedoman ini.

2.14. Evaluasi Diri (World Health Organization, 2009)

Inspeksi diri perlu dilakukan untuk membantu pelaksanaan dan

kepatuhan terhadap prosedur-prosedur distribusi obat yang baik dan jika

perlu untuk mendorong adanya evaluasi dan tindakan pencegahan. Hasil

dari inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan

yang dilakukan selama inspeksi, tempat kejadian, dan proposal untuk

tindakan perbaikan. Harus ada program perbaikan yang efektif. Pihak

manajemen harus mengevaluasi laporan inspeksi, dan terdapat catatan dari

setiap tindakan yang diambil.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 95: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

15 Universitas Indonesia

BAB 3

DISTRIBUSI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

DI DAERAH KEPULAUAN

3.1. Definisi Distribusi

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran

dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat

jenis dan jumlah dari instalasi farmasi secara merata dan teratur utuk

memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan

RI, 2005). Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang

cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan

serta mempertahankan tingkat persediaan obat (Direktorart Bina Obat Publik

dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010).

3.2. Tujuan Ditribusi (Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan

Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI, 2010)

3.2.1. Terlaksananya distribusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat

diperolah pada saat dibutuhkan

3.2.2. Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saat

pendistribusian

3.2.3. Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit

pelayanan kesehatan

3.2.4. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan

program kesehatan.

3.3. Kegiatan Distribusi

Kegiatan distribusi obat publik dan perbekkes di instalasi farmasi

terdiri dari :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 96: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

16

Universitas Indonesia

3.3.1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan

pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan.

3.3.1.1. Perencanaan distribusi

Instalasi Farmasi merencanakan dan melaksanakan pendistribusian obat-

obatan ke unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya terutama di

daerah Kepulauan serta sesuai kebutuhan , untuk itu dilakukan kegiatan-

kegiatan perumusan stok optimum, penetapan frekuensi pengiriman obat-

obatan ke unit pelayanan kesehatan, dan penyusunan peta lokasi, jalur

dan jumlah pengiriman.

a. Perumusan stok optimum

Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan

memperhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian,waktu tunggu

serta ketentuan mengenai stok pengamanan. Rencana distribusi obat

ke setiap unit pelayanan kesehatan termasuk rencana tingkat

ketersediaan, didasarkan kepada besarnya stok optimum setiap jenis

obat di setiap unit pelayanan kesehatan.

Stok optimum = rata-rata pemakaian obat dalam satu periode tertentu

+stok pengaman + waktu tunggu

Penghitungan stok optimum dilakukan oleh Instalasi Farmasi

(IF). Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar

stok pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan. Rencana tingkat

ketersediaan di Instalasi Farmasi (IF) tiap akhir periode juga dapat

ditetapkan. Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan pada akhir

atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan bahwa

persediaan obat di Instalasi Farmasi (IF) cukup untuk melayani

kebutuhan obat selama periode distribusi tersebut. Posisi persediaan

yang direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap

penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh unit

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 97: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

17

Universitas Indonesia

pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh Instalasi Farmasi (IF)

di Kabupaten/Kota..

b. Penetapan frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan

kesehatan

Frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan

ditetapkan dengan memperhatikan anggaran yang tersedia, jarak unit

pelayanan kesehatan (UPK) dari Instalasi Farmasi (IF), fasilitas

gudang UPK, sarana yang ada di Instalasi Farmasi (IF), jumlah tenaga

di Instalasi Farmasi (IF), faktor geografis dan cuaca

c. Penyusunan peta lokasi, jalur,dan jumlah pengiriman

Pembuatan peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di

wilayah kerja diperlukan agar alokasi biaya distribusi dapat

dipergunakan secara efektif dan efisien maka Instalasi Farmasi (IF)

perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di

wilayah kerjanya. Jarak (Km) antara Instalasi Farmasi (IF) dengan

setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi.

Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan

fasilitas yang tersedia dapat ditetapkan rayonisasi dari wilayah

pelayanan distribusi.

Disamping itu dilakukan pula upaya lain untuk memanfaatkan

kegiatan-kegiatan yang dapat membantu pengangkutan obat ke unit

pelayanan kesehatan,misalnya kunjungan rutin petugas Kabupaten /

Kota ke unit pelayanan kesehatan, pertemuan dokter Puskesmas yang

diselenggarakan di Kabupaten / Kota dan sebagainya. Berdasarkan hal

tersebut dapat ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap rayon

distribusi misalnya pada rayon distribusi yang dapat dilayani sebulan

sekali, tiga bulan sekali, dan tiap enam bulan disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia dan lokasi unit pelayanan kesehatan.

Pembuatan daftar rayon dan jadwal distribusi tiap rayon disertai

dengan nama unit pelayanan kesehatan di rayon tersebut lengkap

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 98: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

18

Universitas Indonesia

dengan nama dokter Kepala UPK serta penanggung jawab pengelola

obatnya.

3.3.2. Kegiatan distribusi khusus

Kegiatan distribusi khusus di Instalasi Farmasi (IF) Kabupaten / Kota

dilakukan sebagai berikut:

3.3.2.1. Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota menyusun rencana distribusi obat

untuk masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan

kegiatan program yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi atau

Kabupaten / Kota. IFK di Kabupaten / Kota bekerjasama dengan

penanggung jawab program mengusahakan pendistribusian obat sebelum

pelaksanaan kegiatan masing-masing program.

3.3.2.2. Distribusi obat program kepada puskesmas dilakukan atas permintaan

penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

3.3.2.3. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti

malaria, Frambusia,dan dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta

langsung oleh petugas program kepada IFK Kabupaten/ Kota tanpa

melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat

permintaan dan laporan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3.3.2.4. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada

penderita di lokasi sasaran, diperoleh atau diminta dari Puskesmas yang

membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat,

bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang

bersangkutan. Khusus untuk Program Diare diusahakan ada sejumlah

persediaan obat di Posyandu yang penyediaannya diatur oleh Puskesmas.

3.3.2.5. Untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana alam, distribusi dapat

dilakukan melalui permintaan maupun tanpa permintaan oleh Puskesmas.

Apabila diperlukan, Puskesmas yang wilayah kerjanya terkena KLB atau

bencana dapat meminta bantuan obat kepada Puskesmas terdekat.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 99: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

19

Universitas Indonesia

3.4 Tata Cara Pendistribusian Obat (Direktorart Bina Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010)

3.4.1. Instalasi Farmasi (IF) di Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke

Puskesmas dan di wilayah kerjanya sesuai kebutuhan masing-masing Unit

Pelayanan Kesehatan.

3.4.2. Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat untuk Puskesmas

Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit-unit Pelayanan Kesehatan lainnya

yang ada di wilayah binaannya.

3.4.3. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Instalasi

Farmasi (IF) ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi

wilayah atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan.

3.4.4. Tata cara distribusi obat ke Unit Pelayanan Kesehatan dapat dilakukan

dengan cara penyerahan oleh Instalasi Farmasi (IF) ke Unit Pelayanan

Kesehatan, atau pengambilan sendiri oleh UPK di IFK, atau cara lain yang

ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.

3.4.5. Obat-obatan yang akan dikirim ke puskesmas harus disertai dengan lembar

Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) . Sebelum

dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim, maka perlu

dilakukan pemeriksaan terhadap jenis dan jumlah obat, kualitas atau

kondisi obat, isi kemasan dan kekuatan sediaan, kelengkapan dan

kebenaran dokumen pengiriman obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa,

dan nama pabrik.

3.4.6. Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi (IF) harus segera dicatat pada

kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran

Obat.

3.5 Pencatatan Harian Pendistribusian Obat

3.5.1. Pencatatan harian penerimaan obat

Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan

obat. Fungsinya adalah sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 100: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

20

Universitas Indonesia

obat, sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit

pelayanan, dan sebagai sumber data untuk menghitung persentase realisasi

kontrak pengadaan obat.

3.5.2. Pencatatan harian pengeluaran obat

Obat yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada

Buku Harian Pengeluaran Obat sesuai data obat dan dokumen obat

tersebut. Fungsinya adalah sebagai dokumen yang memuat semua catatan

pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang

menyertai pengeluaran obat tersebut. Informasi yang didapat adalah data

jumlah obat yang dikeluarkan, nomor dan tanggal dokumen yang

menyertainya, serta unit penerima obat. Informasi ini bermanfaat sebagai

sumber data untuk perencanaan dan pelaporan. Terdapat beberapa kegiatan

yang harus dilakukan, antara lain:

3.5.2.1. Petugas penyimpanan dan pendistribusian mengelola dan mencatat

pengeluaran obat di Buku Harian Pengeluaran Obat. Buku Harian

Pengeluaran Obat memuat semua catatan pengeluaran obat, baik

mengenai data obat maupun catatan dokumen obat tersebut.

3.5.2.3. Buku Catatan Harian penerimaan/Pengeluaran Obat ditutup tiap hari dan

dibubuhi paraf/tanda tangan Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan.

3.5.2.4. Kolom buku harian penerimaan/pengeluaran obat diisi sebagai berikut:

a. Nomor urut sesuai dengan pengeluaran obat

b. Tanggal pengeluaran barang

c. Nomor tanda bukti pengeluaran baik yang berupa surat kiriman dan

tanggal dokumen tersebut

d. Nama perusahaan pengirim

e. Jumlah item obat

f. Total harga

g. Keterangan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 101: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

21 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan kesehatan, maka

perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik dan perbekalan

kesehatan di daerah kepulauan agar sumber daya yang tersedia dapat

dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa

kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur

distribusi. Distribusi yang baik bertujuan terlaksananya distribusi obat dan

penggunaan obat untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan dan

penyalahgunaan, menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke

konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan

penggunaannya.

Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang

baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efisien.

Struktur organisasi sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat

menjalankan peranannya dengan tertib. Struktur organisasi efisien berarti dalam

menjalankan peranannya tersebut masing-masing satuan organisasi dapat

mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja. Bentuk organisasi

unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan harus

dibuat dengan jelas. Bentuk-bentuk struktur organisasi dibedakan sebagai berikut :

(Gibson,1996)

a. Struktur garis (sederhana)

Organisasi bentuk garis di ciptakan oleh Henry Fayol. Pada

struktur organisasi ini, wewenang dari atasan disalurkan secara vertikal

kepada bawahan. Begitu juga sebaliknya, pertanggungjawaban dari

bawahan secara langsung di tujukan kepada ataan yang memberi

perintah. Umumnya organisasi yang memakai struktur ini adalah

organisasi yang masih kecil, jumlah karyawannya sedikit dan

spesialisasi kerjanya masih sederhana.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 102: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

22

Universitas Indonesia

Ciri-Ciri. Kesatuan perintah terjamin. Pembagian kerja jelas dan

mudah dilaksanakan. Organisasi tergantung pada satu pimpinan. Ruang

lingkup Organisasinya lebih kecil dan jumlah anggota juga sedikit.

Hubungan kerja antara atasan dan bawahan bersifat langsung. Tujuan

alat-alat yang digunakan dan struktur organisasi bersifat sederhana.

Tingkat spesialisasi yang dibutuhkan masih sangat rendah. Semua

anggota organisasi masih kenal antara satu sama lainnya. Produksi yang

dihasilkan belum beraneka ragam (defersified).

Kelebihan struktur garis. Karyawan akan lebih menyadari tugas,

tanggung jawab, dan pekerjaan yang diembannya, karena struktur ini

lebih mudah dimengerti. Struktur ini juga menjadikan pengambilan

keputusan dapat dilakukan dengan cepat karena tidak ada halangan

birokrasi. Biaya-biaya yang berkaitan dengan koordinasi dan kontrol

biasanya relatifkecil.

Kekurangan struktur garis. Kurang fleksibel dalam menyediakan

spesialisasi yang dibutuhkan ketika perusahaan menjadi lebih luas dan

kompleks. Tugas karyawan yang terbatas sejak awal menghalangi

mereka mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan untuk meningkat ke

posisi manajerial.

b. Struktur Fungsional

Struktur organisasi fungsional diciptakan oleh F. W. Taylor.

Struktur ini berawal dari konsep adanya pimpinan yang tidak

mempunyai bawahan yang jelas dan setiap atasan mempunyai

wewenang memberi perintah kepada setiap bawahan, sepanjang ada

hubungannya dengan fungsi atasan tersebut. Setiap pegawai mempunyai

pengawas lebih dari satu orang atasan yang berberda-beda. Struktur ini

banyak ditemukan pada organisasi atau perusahaan area spesialisasi

sebagai dasar eksistensi sebuah departemen. Struktur ini lazim

ditemukan pada perusahaan kecil dan menengah, yang memusatkan

pengambilan keputusan pada tingkat tertinggi dari perusahaan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 103: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

23

Universitas Indonesia

Ciri-ciri tidak menjamin adanya kesatuan perintah. Keahlian para

pengawas dan pegawai berkembang menuju spesialisasi. Penghematan

waktu dapat dilakukan karena mengerjakan pekerjaan yang sama.

Kelebihan struktur fungsional yaitu Keahlian yang dimiliki oleh seorang

spesialis fungsional. Keahlian ini memudahkan mereka dalam

memecahkan masalah yang terjadi pada area tertentu yang berada di

bawah wewenangnya. Menghindari duplikasi, di mana struktur ini tidak

terdapat fungsi yang berganda atau redundant, sehingga sumber daya

organisasi dapat dipergunakan lebih efisien dan terfokus.

Kelemahan struktur fungsional. Kebingungan yang terjadi ketika

karyawan memiliki dua atau lebih supervisor. Kekurangan lain yaitu

kemungkinan manajer untuk menghindari area yang mereka wewenangi

secara fungsional, situasi yang mungkin berdampak negatif bagi

koordinasi aktivitas tertentu.

c. Struktur Staff

Organisasi dalam bentuk staff yang mempunyai hubungan dengan

pucuk pimpinan. Berfungsi memberikan bantuan baik berupa pikiran

maupun bantuan lain demi kelancaran tugas pimpinan dalam mencapai

tujuan secara keseluruhan. Bentuk ini tidak mempunyai garis komando

ke bawah. Staff yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang

tugasnya memberi nasehat dan saran dalam bidang kepada pemimpin

dalam organisasi.

Kelebihan struktur staff yakni Pembagian tugas yang jelas antara

staff dan anggota yang lain. Berkembangnya spesialisasi para anggota.

Koordinasi di dalam setiap bagian dapat diterapkan dengan mudah.

Kelemahan struktur staff. Pemimpin staff melampaui kewenangannya.

Kesenjangan sosial antara pemimpin dan anggotanya.

d. Struktur Garis dan Staff

Struktur organisasi ini merupakan struktur organisasi gabungan

yang dikembangkan oleh Harrington Emerson. Struktur ini umumnya di

gunakan oleh organisasi yang besar, daerah kerja luas, bidang tugas

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 104: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

24

Universitas Indonesia

yang beraneka ragam dan jumlah bawahan yang banyak sehingga

pimpinan tidak bisa bekerja sendiri, melainkan memerlukan bantuan staf

ahli yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang bertugas memberi

nasihat dan saran kepada pimpinan dalam organisasi tersebut.

Kelebihan struktur garis dan staf. Posisi garis terbebas dari aktivitas

khusus yang dapat diberikan kepada karyawan staf. Fleksibilitas dari

personel staf dapat memudahkan mereka untuk melaksanakan dan

menyelesaikan proyek baru dengan jumlah yang minimum. Koordinasi

dalam setiap unit kegiatan dapat diterapkan dengan mudah.

Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang

melakukan tugas pokok organisasi dan kelompok staf yang melakukan

kegiatan penunjang.

Kekurangan struktur garis dan staf. Konflik antara karyawan posisi

garis dan staf sering menjadi masalah. Misalnya, karena karyawan staf

terlalu mendominasi sering kali karyawan posisi garis menghiraukan

masukan mereka.

e. Struktur Produk

Struktur ini digunakan jika perusahaan memutuskan produk yang

mereka hasilkan sebagai dasar penetapan atau pembuatan struktur

organisasi sebuah perusahaan. Jenis organisasi ini membagi tugasnya ke

dalam dimensi produk. Artinya sebuah garis koordinasi atau kelompok

koordinasi terbagi atas jenis produk yang dihasilkan oleh organisasi

tersebut. Pada masing-masing produk terdapat bagian atau divisi yang

mendukung kesuksesan produk di pasar. Masing-masing produk akan

memiliki divisi pemasaran, SDM, dan produksi sendiri-sendiri.

Struktur organisasi ini muncul sebagai respon atas segmen pasar yang

ingin fokus dikembangkan. Pada akhirnya, perusahaan akan berusaha

semaksimal mungkin untuk bisa bersaing pada segmen pasar yang

dituju. Perusahaan akan memaksimalkan setiap sumber daya yang ada di

perusahaan sehingga bisa maksimal dalam merancang dan membuat

sebuah produk untuk segmen pasar tertentu.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 105: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

25

Universitas Indonesia

Kelebihan struktur produk. Penanggung jawab dari produk akan

sangat jelas, sehingga fokus kinerja terhadap konsumen lebih jelas dan

memuaskan. Struktur ini baik digunakan untuk perusahaan yang

memiliki lini bisnis atau produk yang bervariasi. Variasi dari jumlah

produk yang dihasilkan memerlukan koordinasi yang tinggi, sehingga

struktur ini akan memfasilitasi perusahaan sehingga masalah koordinasi

dalam sebuah produk yang dihasilkan akan mudah terselesaikan. Selain

itu, faktor lingkungan yang berubah dengan cepat juga akan sangat

sesuai jika dihadapi dengan jenis struktur organisasi ini.

Kekurangan struktur produk. Dengan dimungkinkannya tiap divisi untuk

berjalan dengan caranya sendiri dibandingkan dengan struktur lainnya,

hal ini dapat mengakibatkan kegagalan beberapa divisi dalam mencapai

tujuan perusahaan.

f. Struktur Matriks

Struktur ini merupakan struktur yang paling baru dari semua

struktur organisasi yang ada dan paling sering digunakan oleh

perusahaan yang melakukan proyek rumit. Struktur ini

mengintegrasikan hubungan vertikal dan horizontal dengan unit lain

dalam sebuah proyek.

Kelebihan struktur matriks. Penggunaan struktur matriks

memungkinkan perusahaan mempekerjakan karyawan dengan keahlian

tertentu untuk menyelesaikan suatu proyek yang rumit. Penggunaan

struktur matriks juga membantu perusahaan beradaptasi dengan cepat

terhadap segala situasi , karena karyawan dengan keahlian tertentu dapat

dengan mudah direkrut ke dalam proyek.

Kekurangan struktur matriks. Dalam perusahaan yang

menggunakan struktur matriks ini, karyawan mungkin memiliki dua

supervisor, manajer dari area fungsional dan manajer proyek. Tekanan

pada karyawan, jika dalam satu waktu individu menangani beberapa

proyek yang berbeda, maka ini akan menjadi beban pikiran baginya.

g. Struktur Campuran (Hibrid)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 106: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

26

Universitas Indonesia

Jenis organisasi ini merupakan gabungan dari struktur organisasi

produk dan fungsional. Masing-masing produk yang diproduksi

memiliki fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh produk tersebut. Selain itu,

organisasi juga memiliki struktur fungsional yang tetap mengontrol

secara terpusat jalannya organisasi.

Salah satu yang dominan dari struktur ini adalah keputusan

menjadi tidak terdesentralisasi, tetapi juga tidak tersentralisasi. Artinya

perlu koordinasi yang tinggi antarfungsi pokok yang dimiliki dan juga

struktur yang berada dalam garis koordinasi produk. Karena sifatnya,

jenis organisasi dengan struktur ini akan mudah beradaptasi jika terdapat

perubahan pada lingkungan secara mendadak. Dua contoh struktur

campuran yaitu perusahaan multinasional dan organisasi jaringan

(network).

Keuntungan adanya pola organisasi unit pengelola obat publik dan

perbekalan kesehatan di daerah kepulauan yaitu ada jaminan profesionalisme

dalam pengelolaan obat, ada penanggung jawab dengan latar belakang pendidikan

yang sesuai dengan bidang pekerjaan, potensi untuk terjadinya pemilihan obat

maupun pengalokasikan dana yang tidak benar dapat diperkecil, komunikasi

dengan tenaga kesehatan di Puskesmas atau rumah sakit relatif berjalan lancar dan

jaminan tersedianya informasi mengenai obat dan perbekalan kesehatan di

Puskesmas/rumah sakit.

Prinsip-prinsip dasar distribusi yang baik yaitu:

1. Menjaga mutu

Sistem jaga mutu meliputi kondisi penyimpanan yang sesuai, hindari

kontaminasi dengan produk lain, jaminan bahwa produk yang benar

diserahkan kepada konsumen dalam waktu yang memadai, sistem

penelusuran/dokumentasi yang baik apabila terjadi suatu kesalahan pada

pengelolaan dan prosedur penarikan yang efektif.

Sistem mutu yang diterapkan untuk para distributor harus memastikan

bahwa aktivitas sesuai dengan aturan, obat-obat yang ditangani telah

terdaftar, catatan yang akurat terpelihara dengan baik, tempat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 107: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

27

Universitas Indonesia

penyimpanan dan transportasi terawasi, pencemaran oleh produk lain

dapat dicegah, tempat pertukaran memadai, dan pengiriman produk

dilakukan efisien.

2. Tempat penyimpanan obat

Tempat penyimpanan obat selama distribusi harus sesuai dengan

tujuannya, dapat menghindari terjadinya kerusakan obat (perlu

diperhatikan temperatus, kelembaban dan cahaya), luas tempat

penyimpanan cukup memadai/aman dan perlengkapan memadai.

Beberapa aspek penyimpanan produk tertentu yang perlu diperhatikan

untuk mencapai tujuan distribusi yang baik yaitu suhu penyimpanan.

Produk yang membutuhkan pengendalian suhu pada saat penyimpanan

sebaiknya diteliti pada saat penerimaan dan disimpan di tempat yang

sesuai dengan instruksi tertulis, suhu sebaiknya dipantau dan dicatat

secara berkala, catatan diperiksa secara rutin, area dengan suhu yang

dikendalikan sebaiknya dilengkapi dengan pencatat suhu.

3. Prosedur operasional yang mantap.

Prosedur operasional yang mantap untuk dapat menjamin pelaksanaan

pengelolaan sesuai peraturan, menjamin penyediaan data yang akurat,

menjaga tingkat stock dan melaksanakan dokumentasi/administrasi yang

baik.

4. Dokumentasi/administrasi

Dokumen-dokumen selalu tersedia bila diperlukan, dokumentasi ini

termasuk dokumen pengadaan, penjjualan, penyimpanan resep dan

recall.

5. Inspeksi diri dilakukan untuk memantau pemenuhan terhadap peraturan.

Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain dalam distribusi yang baik yaitu

pengangkutan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengangkutan yaitu

pemetaan suhu dalam trailer, sirkulasi udara, fasilitas pemanas jika terdapat suhu

luar di bawah 0, pengawasan suhu saat pengisian, pengaturan suhu, external

power supply untuk penyebrangan laut, dan pelatihan bagi pengemudi.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 108: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

28

Universitas Indonesia

Hal-hal terkait dengan distribusi yang harus dilakukan adalah pelatihan

bagian gudang dan pengemudi, adanya prosedur tertulis, kalibrasi peralatan

pengawasan suhu, penggunaan pelayanan mail atau post, pengembalian

perlengkapan cold chain, pengelolaan sampel-sampel yang representativ dan

perlengkapan cold chain pada tingkat yang dibolehkan. Cold chain merupakan

sistem yang digunakan untuk menjaga dan mendistribusikan obat-obatan khusus

dalam kondisi baik. Barang-barang yang memerlukan sistem cold chain dalam

distribusi dan penyimpanannya dikatakan selalu berhubungan dengan resiko.

Resiko yang terbesar adalah penanganan suhu yang sangat memerlukan perhatian

khusus.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengemasan yang baik untuk

distribusi jalur laut:

1. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah

dibuat.

2. Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control.

3. Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan.

4. Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus

selalu diperiksa.

5. Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan

dalam satu palet.

6. Nama dan nomer batch harus terlihat jelas.

7. Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan

harus selalu diberi label identitas dan jumlah.

8. Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi

label, harus dipisah dan diberi tanda.

9. Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan

produk.

10. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur penyimpanan yang

tertulis dalam kemasan.

11. Gunakan kemasan tersier untuk mengemas produk selama

pengangkutan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 109: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

29

Universitas Indonesia

12. Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan

pembersih, ditempatkan dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk

13. Pengangkutan sediaan farmasi harus terdokumentasi dengan baik.

Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah sesuai

dengan sifat produk yang akan dikemas, mempunyai kekuatan yang cukup untuk

bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan, memiliki

lubang ventilasi yang cukup (bagi produk tertentu yang membutuhkan),

menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas,

tempat produsen dan tujuan pengiriman, serta dapat dibongkar dengan mudah

tanpa menggunakan buku petunjuk secara khusus.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 110: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

30 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan mengenai distribusi obat yang

baik, dapat disimpulkan antara lain :

1. Distribusi obat yang baik adalah pelaksanaan distribusi yang sesuai dengan

peraturan per Undang-undangan, melaksanakan dokumentasi pengadaan

dan penyaluran dengan benar, mempunyai tempat penyimpanan/gudang

yang memadai dan dapat menjamin mutu serta keamanan obat, dan obat

atau perbekkes yang didistribusikan adalah produk terdaftar.

2. Distribusi obat yang baik di daerah kepulauan diharapkan dapat

mengoptimalkan derajat kesehatan masyarakat dan mengatasi masalah

kesehatan masyarakat di daerah kepulauan.

3. Pendistribusian obat dan perbekkes ke daerah kepulauan selama ini belum

optimal karena terdapat masalah-masalah terkait dengan cuaca atau

geografis, sehingga kondisi obat dan perbekalan kesehatan seringkali

sudah tidak baik setelah sampai di daerah kepulauan.

4. Perancangan standarisasi distribusi obat yang baik dapat membantu

pendistribusian obat sehingga stok obat di daerah kepulauan tetap

terkendali.

5. 2 Saran

Setelah dilakukan pengkajian mengenai proses distribusi obat yang baik

di daerah kepulauan maka dapat disarankan :

5.2.1 Penyebaran sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan farmasi

di daerah kepulauan secara merata.

5.2.2 Setiap petugas Instalasi farmasi di daerah kepulauan yang berhubungan

dengan distribusi dan logistik perlu diberi pelatihan secara berakala

mengenai pengadaan obat dan perbekkes untuk daerah kepulauan dan

pendistribusian obat yang baik

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 111: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

31

Universitas Indonesia

5.2.3 Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan obat dan

perbekkes, komunikasi dan transportasi yang dibutuhkan untuk proses

distribusi yang baik

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 112: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

32 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan RI. (2005). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2007).

Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah

Kepulauan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Gibson, Ivancevich, Donnely. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses Jilid 1

Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.

Kementrian Kesehatan RI. (2010). PP Menteri Kesehatan RI

No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja

Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36

Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika

Siagian, Sondang P. 1998. Manajemen Abad 21. Jakarta: Bumi Aksara

Sukoco, Badri Munir. 2007. Manajemen Administrasi Perkantoran.

Jakarta:Erlangga.

Sutarto. 1978. Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

World Health Organization. (2009). Proposal For Revision Of Who

GoodDistribution Practices For Pharmaceutical Products. 1-27.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 113: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI

KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNGJL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA

PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ANITA HASAN, S. Farm1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 114: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI

KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNGJL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA

PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

ANITA HASAN, S. Farm1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 115: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 116: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 117: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 118: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iv Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-Nya

Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika

dan menyelesaikan laporan ini.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program

Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar

apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dian Cahyaningtyas, S.Si., Apt. Selaku Quality Assurance Department

Head dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis

untuk mengenal Departmen Quality Assurance.

2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia sekaligus pembimbing penyusunan laporan dari

Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan

informasi yang sangat bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi

Apoteker dan penyusunan laporan ini.

3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia.

4. Ibu Dra. Lily Sutedjo, Apt. selaku Quality Operation Division Head yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Divisi Quality

Operation.

5. Seluruh manajer dan karyawan di PT. SOHO Industri Pharmasi yang tidak

dapat disebutkan satu persatu atas kesediaannya membantu dan memberikan

pengarahan selama praktek kerja profesi apoteker ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia.

7. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga

pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.

8. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 75 yang

saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan

PKPA.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 119: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

v Universitas Indonesia

9. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja

Profesi Apoteker ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat

banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga

pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek

Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat

dan semua pihak yang membutuhkan.

Depok, Desember 2012

Penulis

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 120: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Anita Hasan

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. SOHO IndustriPharmasi Kawasan Industri Pulogadung Jl. Pulogadung No. 6Jakarta Periode 12 Juli – 31 Agustus 2012

Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. SOHO Industri Pharmasi bertujuan untukmemahami penerapan CPOB di PT. SOHO serta memahami tugas dan tanggungjawab apoteker di industri farmasi. Apoteker mempunyai tiga posisi penting diindustri farmasi, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawabpengawasan mutu dan penanggung jawab pemastian mutu, dimana ketiganyaharus dipegang oleh tiga apoteker yang berbeda. Selain ketiga posisi tersebut,apoteker di industri farmasi juga dapat bertanggung jawab di bidang riset danpengembangan, sistem mutu, dan juga registrasi. Selama melaksanakan praktekkerja, penulis berada di Follow Up Study Pulogadung, Quality AssuranceDepartment. Follow Up Study bertanggung jawab dalam uji stabilitas produk–produk yang sudah beredar di pasaran untuk mengetahui apakah suatu produktetap memenuhi spesifikasi pada masa peredaran ataupun penyimpanan. Ujistabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun, artinya uji stabilitas dilakukan sampaiwaktu kadaluwarsa ditambah satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahuiadanya kemungkinan dilakukan perpanjangan masa daluwarsa suatu produk.Perpanjangan masa daluwarsa dilakukan untuk produk yang masih memenuhisyarat sampai ED + 1 tahun. Apabila ditemukan produk yang sudah tidakmemenuhi syarat saat ED atau sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekanwaktu kadaluarsa dalam pembuatan produk selanjutnya.

Kata Kunci : PT. SOHO Industri Pharmasi, Quality Assurance Department,Follow Up Study

Tugas Umum : viii + 76 halaman; 12 lampiranTugas Khusus : ii + 14 halaman; 8 tabel; 3 gambar;1 lampiranDaftar Acuan Tugas Umum : 6 (2006 – 2012)Daftar Acuan Tugas Khusus: 4 (2006 – 2009)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 121: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Anita Hasan

Study Program : Apothecary Profession

Title : Apothecary Internship Report at PT. SOHO Industri PharmacyPulogadung Industrial Area Jl. Pulogadung no. 6 jakarta Period June12th - August 31th 2012

Apothecary Internship at PT. Bintang Toedjoe aims to understand the roles andresponsibilities of pharmacist in pharmaceutical industry. Pharmacist has threeimportant positions in pharmaceutical industry: person in charge of production,person in charge of quality control, and person in charge of quality assurance, allof which must be held by different pharmacist. In addition, pharmacist inpharmaceutical industry can also be responsible for research and development,quality system, and drug registration. For carrying out apothecary internship, theauthor was in Follow Up Study Pulogadung, Quality Assurance Department.Follow Up Study was responsible for testing the stability of a product that hasavailable on the market to determine whether a product meets the specificationsfixed circulation or storage. stability test conducted to ED + 1 years, It meansstability tests done until expiry time plus one year. It aims to know of any possiblefuture extension done expire date a product. The extension of the expire date donefor products which are still eligible to ED + 1 years. If the product is found not tobe qualified during or before ED ED, then shortening the expiration time can bedone in the manufacture of the product.

Keywords :PT. SOHO Industri Pharmacy, Quality Assurance Department,Follow Up Study

.

General Assignment : viii + 76 pages; 12 appendices

Special Assignment : ii + 14 pages; 8 table; 3 picture; 1 appendices

Bibliography of general assignment : 6 (2006 – 2012)

Bibliography of special assignment : 4 (2006 – 2009)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 122: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

viii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iiiKATA PENGANTAR .......................................................................................... ivABSTRAK ........................................................................................................... vi

ABSRTACT ........................................................................................................ vii

DAFTAR ISI....................................................................................................... viiiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................11.1 Latar Belakang............................................................................................11.2 Tujuan .........................................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ..................................................................................32.1 Industri Farmasi ..........................................................................................3

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ..............................................................32.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi .................................................32.1.3 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi .................................5

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ...............................................................72.2.1 Manajemen Mutu ............................................................................72.2.2 Personalia .......................................................................................92.2.3 Bangunan dan Fasilitas ................................................................102.2.4 Peralatan .......................................................................................112.2.5 Sanitasi dan Higiene ....................................................................122.2.6 Produksi .......................................................................................122.2.7 Pengawasan Mutu ........................................................................132.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .......................................................142.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan

Produk Kembalian .......................................................................152.2.10 Dokumentasi ................................................................................162.2.11 Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak ...................................182.2.12 Kualifikasi danValidasi ................................................................18

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .............................................................................203.1 Sejarah SOHO Group ..............................................................................20

3.1.1 PT. ETHICA Indusri Farmasi ........................................................213.1.2 PT. SOHO Industri Pharmasi .........................................................223.1.3 PT. Parit Padang Global .................................................................23

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 123: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ix Universitas Indonesia

3.1.4 PT. Global Harmony Retailindo ....................................................233.1.5 PT. Universal Health Network .......................................................24

3.2 Visi dan Misi SOHO Group .....................................................................243.2.1 Visi SOHO Group ........................................................................243.2.2 Misi SOHO Group .......................................................................25

3.3 Struktur Organisasi SOHO Group ...........................................................253.3.1 Research and Development (R&D)Division ................................253.3.2 Quality Operation Division ..........................................................273.3.3 Production Division .....................................................................363.3.4 Supply Chain Management (SCM)Division .................................463.3.5 Validation and Documentation Departement (VDD) ...................503.3.6 Technical Division .......................................................................52

3.4 Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi ....................................623.4.1 Ruangan Produksi di Gedung 2 .....................................................623.4.2 Ruangan Produksi di Gedung 3 .....................................................633.4.3 Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) ...................633.4.4 Bangunan dan Fasilitas serta Sarana Penunjang ...........................63

BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................654.1 Manajemen Mutu ....................................................................................654.2 Personalia ...............................................................................................654.3 Bangunan dan Fasilitas ..........................................................................664.4 Peralatan .................................................................................................674.5 Sanitasi dan Higiene ..............................................................................684.6 Produksi .................................................................................................694.7 Pengawasan Mutu ..................................................................................704.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .................................................................714.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk

Kembalian ..............................................................................................714.10 Dokumentasi ..........................................................................................734.11 Kualifikasi danValidasi ..........................................................................74

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................755.1 Kesimpulan ...............................................................................................755.2 Saran .........................................................................................................75

DAFTAR ACUAN................................................................................................76

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 124: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

x Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halamanLampiran 1 Struktur organisasi manufaktur PT SOHO Industri Pharmasi...........78

Lampiran 2 Struktur organisasi Research& Development Division ....................79

Lampiran 3 Struktur organisasi Quality Operation Division ...............................80

Lampiran 4 Struktur organisasi Quality Assurance Department .........................81

Lampiran 5 Struktur organisasi SOHO Quality Control Department ..................82

Lampiran 6 Struktur organisasi Quality Control Ethica Department ..................83

Lampiran 7 Struktur organisasi Production Division ..........................................84

Lampiran 8 Struktur organisasi Supply Chain Management Division .................85

Lampiran 9 Struktur organisasi Validation and Documentation Department .....86

Lampiran 10 Struktur organisasi Technical Division ...........................................87

Lampiran 11 Struktur organisasi Engineering Department ..................................88

Lampiran 12 Skema Alur Pembuatan Purified Water ..........................................89

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 125: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

1 Universitas Indonesia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat

dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dewasa ini, industri

farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat

dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbesar di

kawasan ASEAN. Tentunya iklim kompetisi akan berlangsung semakin ketat

dengan adanya berbagai persyaratan dari pemerintah untuk menjamin tersedianya

obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Upaya yang dilakukan pemerintah

dalam mewujudkannya antara lain dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan

Obat yang Baik) bagi Industri Farmasi serta diharuskannya penelitian BABE

(Bioavaibilitas dan bioekuivalensi) untuk obat-obatan tertentu yang akan

dipasarkan. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di

Indonesia yang bertujuan untuk memastikan sifat dan mutu obat yang dihasilkan

senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

Pendidikan tinggi farmasi diIndonesia menghasilkan apoteker yang

mempunyai peranan penting dalam menerapkan aspek-aspek yang tercantum

dalam CPOB tersebut. Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka

apoteker telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas seperti apotek,

rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian,

laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik,

berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik, jamu, obat herbal,

fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin,

lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat

untuk seorang apoteker melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian.

Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan

sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung

jawabnya diindustri farmasi serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan

tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 126: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

2

Universitas Indonesia

farmasi berkaitan dengan penerapan CPOB. Dari pelaksanaan praktek kerja

lapangan tersebut diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan

pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri

farmasi. Oleh karena itu Departemen Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama

dengan PT.SOHO untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

yang dilaksanakan mulai tanggal 12 – 31 Agustus 2012.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di

industri farmasi adalah sebagai berikut.

1.1.1. Memahami penerapan CPOB di PT.SOHO Industri Pharmasi

1.1.2. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di PT.SOHO Industri

Pharmasi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 127: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

3 Universitas Indonesia

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Farmasi

2.1.1. Pengertian Industri Farmasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi

adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk

melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Proses pembuatan obat

dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri

farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat

untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh

tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan

awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan

pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. (Kementerian

Kesehatan RI, 2010).

2.1.2. Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)

Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi

ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri

Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi

dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

b. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk

dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk

memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas:

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 128: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

4

Universitas Indonesia

d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara

Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian

mutu, produksi dan pengawasan mutu,

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

kefarmasian.

Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip

yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan

secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman

Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pemohon

harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang

menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan

Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan

persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan

persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan

termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-

undangan.

Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan

hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan

dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun

sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara

sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan

yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans.

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini

berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan

melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 129: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

5

Universitas Indonesia

untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan

mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri

farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan

ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan

peraturan pelaksanaannya.

Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

wajib:

a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan

usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai

produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam

satu tahun.

b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam

serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap

lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya;

c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat,

bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk

pengangkutannya dan keselamatan kerja;

d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang

berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk

melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.

2.1.3. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi

Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh

Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat

memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan,

penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk

memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan

obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan

mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan

obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto)

seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan,

penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 130: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

6

Universitas Indonesia

Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri

Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa:

a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);

b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau

bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,

khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);

c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);

d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);

e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM);

f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).

Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:

a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri

Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam

Surat Keputusan ini; dan atau

b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-

turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak

benar; dan atau

c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan

tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau

d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri

Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang

tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan

atau

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 131: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

7

Universitas Indonesia

e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang

ditetapkan dalam Surat Keputusan.

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2006)

Cara pembuatan obat yang baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat

secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial

untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan

untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu

produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting

adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat

tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian

mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang hebat.

Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan

pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang

dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman yang

bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan

dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman

dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.

2.2.1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen

izin edar, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya

karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung

jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang

memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen

dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor.

Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu tindakan infrastruktur atau

sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 132: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

8

Universitas Indonesia

sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian

dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan

selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu adalah suatu

konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara

kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian

mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk

memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan

pemakaiannya.

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan

pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,

dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang

diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan

tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok

sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi

hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen

dari bagian lain.

Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara

lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua proses pengawasan mutu,

mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan

kebenaran bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat

jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan

mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Personil

pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan

pengambilan sampel dan investigasi sampel bila diperlukan.

Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap

semua obat terdaftar termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan

konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan

obat jadi untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan

untuk produk dan proses.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 133: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

9

Universitas Indonesia

2.2.2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang

terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap

personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan

berkesinambungan termasuk instruksi mengenal higienis yang berkaitan dengan

pekerjaan.

Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan

kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan

dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang

terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam

uraian tugas.

Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian

pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi

utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan

kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) / kepala bagian pengawasan

mutu harus independen satu terhadap yang lain.

Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil

karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau

laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan

bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.

Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru

hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan

berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya

hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang

disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan.

Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan

apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan

tugas yang diberikan kepadanya.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 134: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

10

Universitas Indonesia

2.2.3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan

desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya

kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,

sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan

mutuobat.

Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah

sebagai berikut:

a. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya

pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,

tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya;

b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat

dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh

cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya

binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya;

c. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak hendaklah

dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain,

yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang

berdampingan;

d. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan

produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan

berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas

kebersihan yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinka

npenempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta

terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan

pengawasan yang efektif; pencegahan penggunaan kawasan industry

sebagai lalu lintas umum;

e. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta

dirancang dan dibangun secara khusus;

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 135: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

11

Universitas Indonesia

f. Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi

dalam suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali

udara;

g. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit)

hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta

mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. lantai dan dinding

di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan

memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. sudut-sudut antara

dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah

dibentuk lengkungan;

h. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol

serta ventilasi yang baik;

i. Bangunan memiliki penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi

dengan fasilitas pengendali udara.

2.2.4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat agar mutu obat terjamin sesuai serta seragam dari bets ke bets dan untuk

memudahkan pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang

bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak

boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi

identitas, mutu atau kemurnian di luar dari batas yang telah ditentukan.

Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam

maupun bagian luar, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan

terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa

sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan

hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik

dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau

kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan

pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 136: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

12

Universitas Indonesia

2.2.5. Sanitasi dan Hygiene

Tingkat sanitasi dan higienis yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higienis meliputi personil,

bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan

segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber

kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan

higienis yang menyeluruh dan terpadu, serta program tersebut senantiasa

dievaluasi secara berkala untuk menjamin efektifitasnya.

Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk.

Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan

bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode

pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan

udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah

risiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang

digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur

tertulis yang cukup rinci.

Penerapan higienis perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga

kebersihan diri, memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik, menjaga

kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah

menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah

dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara

berkala.

2.2.6. Produksi

Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang

telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi

ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi obat membutuhkan

sarana gedung produksi-pengemasan-penyimpanan, material yang memenuhi

persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih

dan berkualitas, proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah

yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 137: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

13

Universitas Indonesia

analisaterhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama

tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses

produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan

pengemasan.

Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan

penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan

memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah

tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta

didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat

dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

2.2.7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk

memastikanbahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai

mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung

jawab semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan

adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat

dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup

semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan

sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan

lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan

sampel pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk

serta metode pengujiannya.

Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah

memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk

memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai

pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan

sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan,

instrumen dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi,

dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 138: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

14

Universitas Indonesia

dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan

memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut

digunakan dalam pengujian rutin.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan

mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui

sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke

area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai

untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.

2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi

dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program

inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang

kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan

pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau

terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya

dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan

dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu

antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan

bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi,

peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu,

dokumentasi, sanitasi dan higienis, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat

atau system pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan

keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan

perbaikan. Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga (3) anggota

yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB.

Anggota tim tersebut dapat dibentuk baik dari dalam atau dari luar

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 139: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

15

Universitas Indonesia

perusahaan,tetapi tiap anggota hendaklah bersifat independen dalam melakukan

inspeksi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan

perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali

dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap

inspeksi diri. Setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, perlu ada laporan inspeksi

diri dan evaluasi laporan serta tindakan perbaikan.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang

dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan

Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur

tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu

sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga

cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau

seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran distribusi. Hal ini dilakukan

bila terdapat produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (cacat mutu) bila

ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap

kesehatan. Penarikan kembali ini dapat mengakibatkan penundaan atau

penghentian pembuatan obat tersebut. Penarikan kembali produk dilakukan oleh

personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan

penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk

menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya.

Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan

pemasaran. Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri

farmasi atau atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara interen

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 140: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

16

Universitas Indonesia

hendaklah datang dari Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan

manajemen perusahaan.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian

dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,

atau alasan lain misalnya kondisi wadah yang dapat menimbulkan keraguan akan

identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil

evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat

dikembalikan ke dalam persediaan;

b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang;

c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat

diproses ulang.

Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.

Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah

disiapkan. Prosedur ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran

lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak

mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan, mencakup

berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil

yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan.

2.2.10.Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap

personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul

karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi

Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan

harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen

adalah sangat penting.

Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi

produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 141: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

17

Universitas Indonesia

ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen spesifikasi yang

diperlukan yaitu spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang

disahkan dengan benar dan diberi tanggal; jika perlu tersedia juga spesifikasi bagi

produk antara dan produk ruahan. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas

mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau

prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan,

kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan

sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk

ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila

data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi

produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal

atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk

yang ditentukan dan kode produk, formula/komposisi atau rujukan, deskripsi

bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan,

petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan

kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan

tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan.

Dokumen yang termasuk dalam dokumen produksi adalah Dokumen

Produksi Induk, Prosedur Produksi Induk dan Catatan Produksi Bets. Dokumen

Produksi Induk berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan

dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk

terdiri dari dua dokumen, yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur

Pengemasan Induk. Masing-masing prosedur tersebut berisi prosedur pengolahan

dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan,

kekuatan dan ukuran bets spesifik. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan

Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan

informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk.

Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan

Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan)

menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta

menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 142: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

18

Universitas Indonesia

Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya

pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,

pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat

tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang

berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup

penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB,

hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman

tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu,

hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup

personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus

digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang

harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala

penurunan mutu. Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap

produksi juga memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat

yang harus digunakan dalam pengujian.

2.2.11.Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu

perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan

analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan

untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau

pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi

kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung

jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara

jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung

jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pengawasan Mutu).

2.2.12.Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang

dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang

dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 143: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

19

Universitas Indonesia

kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan

validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen

yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data

sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;

ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format

dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal

pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.

Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria

penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau

protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap

penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap

perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protocol hendaklah

didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 144: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

20 Universitas Indonesia

BAB 3TINJAUAN KHUSUS PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI

3.1. Sejarah Soho Group

PT. Ethica adalah perusahaan pertama yang didirikan oleh Tan Tjhoen

Lim pada tahun 1946. Pada awalnya, perusahaan ini bernama NV Handel Ethica

MY, tapi kemudian diubah menjadi PT. Ethica Industri Farmasi. Ini adalah

perusahaan pertama yang memproduksi obat suntik maka dibuat sebagai pelopor

untuk obat resep di pasar.

Perusahaan “adik”, PT. SOHO Industri Pharmasi didirikan pada tahun

1951. Nama SOHO diambil dari Societas HONORABILIS, sebuah istilah Latin

yang berarti masyarakat dari orang-orang terhormat. PT. SOHO memproduksi

obat oral dan merupakan pelopor dan trendsetter dalam penggunaan produk alami

di pasar resep. Pada tahun 1996, PT. SOHO memasuki seluruh pasar OTC.

Menyadari kebutuhan untuk memiliki distribusi sendiri perusahaan, PT.

PARIT PADANG GLOBAL didirikan pada tahun 1956. Parit Padang, adalah

nama salah satu kabupaten di Pulau Bangka, sebagai inspirasi dari pendiri

perusahaan tersebut. Saat ini, PPG memiliki 25 cabang di Indonesia dan bertindak

sebagai distributor PT. Ethica dan PT. SOHO serta industri lainnya.

Pada tahap awal, tiga perusahaan dijalankan sebagai penjualan tradisional

dan berjalan secara terpisah tanpa koordinasi sistematis. Tidak ada system yang

terstruktur untuk rencana pengembangan bagi karyawan, jenjang karir sehingga

didefinisikan dan rencana suksesi pada dasarnya tidak ada.

Semua ini berubah pada tahun 2006 ketika generasi kedua, Tan Eng Liang,

memutuskan untuk menempatkan semua tiga perusahaan di bawah satu payung,

SOHO Group.

Selain itu, perusahaan menerapkan sistem baru untuk mengelola

strateginya. Strategi pengelolaan yang dilakukan dengan menggunakan Balanced

Scorecard (BSC) bahwa setiap orang di perusahaan memungkinkan untuk benar-

benar memahami tujuan perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan

tersebut. Ini memungkinkan setiap orang untuk melihat dengan jelas fokus utama

perusahaan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 145: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

21

Universitas Indonesia

Gambar 3.1 Logo SOHO Group

Unsur-unsur yang terdapat pada logo SOHO Group adalah:

a. Segitiga sama sisi dan dua bentuk setengah lingkaran yang simetris

mencerminkan kesamaan kedudukan dan adil untuk semua pihak.

b. Bentuk segitiga mencerminkan tiga perusahaan inti yang mengawali

pergerakan usaha, membentuk satu kesatuan yang kokoh, saling menjaga

kerja sama dan bersinergi.

c. Warna hijau mengandung arti alamiah, segar, harmonis, serasi, sehat, sejuk,

dan damai. Sedangkan warna biru bermakna selalu berkembang dan sejahtera.

d. Logo SOHO Group merupakan pemersatu dari semua perusahaan yang

berada di dalamnya, menjadi intisari dari semua kegiatan/usaha, dan cita-cita

para pendirinya. Hal ini pada akhirnya diharapkan bisa menjadi daya dorong

bagi seluruh anggota Keluarga Besar SOHO Group untuk selalu bahu-

membahu, bersemangat tinggi, serta bertanggung jawab tinggi dalam

menyongsong masa depan yang lebih baik

3.1.1. PT. ETHICA Indusri Farmasi

Ethic adidirikan sebagai produsen produk farmasi pada tanggal 30

November 1946, di Jl. Gunung Sahari XII No 11, Jakarta Pusat. Ini adalah

perusahaan farmasi pertama untuk menghasilkan produk dalam bentuk injeksi di

Indonesia pada tahun 1950, dan menjabat sebagai panutan bagi perusahaan

farmasi lainnya di Indonesia.

Pada bulan Agustus 1996, Ethica pindah ke premis yang lebih besar

dengan luas 8000 meter persegi di Kawasan Industri Pulogadung. Sebuah sistem

produksi baru didirikan dalam rangka memenuhi persyaratan pemerintah dan

memperoleh sertifikasi CPOB.

Pada pertengahan tahun 1997, sebuah tim Pemasaran didirikan untuk

memasarkan dan mempromosikan produk-produk kami oral dan suntik. Sejak itu,

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 146: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

22

Universitas Indonesia

perusahaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan dukungan karyawan

profesional kami.

Pada pertengahan tahun 2007, PT. ETHICA memiliki 350 karyawan

termasuk tenaga lapangan Penjualan kami 240 orang yang berbasis di berbagai

lokasi di seluruh Indonesia. PT. ETHICA juga telah menerima sertifikasi ISO

9001:2008 dari SGS.

Logo PT. ETHICA Industri Farmasi merupakan inisial huruf E yang

berada di dalam dua buah lingkaran. Lingkaran mempunyai arti kesempurnaan,

fleksibilitas, dan tekad yang bulat demi meraih cita-cita. Dua buah lingkaran dapat

diartikan sebagai suatu kerjasama yang saling mendukung untuk mencapai

tujuan.Warna merah tua (maroon) mempunyai arti semangat perjuangan serta

dedikasi yang tinggi. Nama Ethica, selain berarti budi pekerti yang baik, juga

mencerminkan etos kerja dan usaha yang bermartabat.

Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi

3.1.2. PT. SOHO Industri Pharmasi

PT SOHO Industri Pharmasi, sebagai anggota SOHO Group didirikan

pada tahun 1951 oleh Mr Tan dan Mr Bertus Soesman. Nama SOHO singkatan

SOcietas HOnorabilis, yang berarti sebagai masyarakat orang dengan perilaku

terhormat. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen, ekstraksi produk padat,

semipadat dan cair

Pada tahun 1970-an, PT SOHO Industri Pharmasi diperluas ke usaha

patungan dengan dua perusahaan global terkemuka farmasi terkemuka, yaitu PT

Warner Lambert Indonesia-saat ini bergabung dengan PT Pfizer Indonesia, dan

PT ICI Farmasi Indonesia-saat ini dikenal sebagai PT AstraZeneca Indonesia.

Pada 1990-an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi CPOB

dari Departemen Kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2000an, PT SOHO Industri

Pharmasi diberikan sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS yang diperlukan

perusahaan untuk berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik untuk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 147: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

23

Universitas Indonesia

meningkatkan layanan dan produk untuk menang melawan persaingan di pasar

global.

Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi

3.1.3. PT. Parit Padang Global

PT Parit Padang Global, Distributor Farmasi dan Kesehatan pertama

dengan sistem komputer real-time on-line, didirikan oleh Mr Tan Tjhoen Lim

pada tahun 1956. Nama diambil dari Parit Padang salah satu desa di pulau Bangka

yang mengilhami pendiri SOHO Group untuk menjadi seperti perusahaan

distribusi dalam nama kelompok SOHO Group.

Di bawah kepemimpinan yang kuat dari Mr Tan Eng Liang, penerus

pendiri, PT Parit Padang global bergerak rajin dan dinamis untuk menjadi salah

satu perusahaan terkemuka di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam visi

perusahaannya.

Selama lebih dari 50 tahun, PT Parit Padang global telah terus menerus

dan konsisten mendistribusikan produk farmasi terkenal dari perusahaan sister

yaitu PT Soho Industri Pharmasi dan PT Ethica Industri Pharmasi, serta dari

lainnya prinsipal terkemuka global seperti AstraZeneca, Pfizer, Kimberly Clark,

dan lain-lain.

Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global

3.1.4. PT. Global Harmony Retailindo

PT. Global Harmony Retailindo (PT. GHR), merupakan Unit Bisnis

barudari SOHO Group, dan saat ini berada di bawah manajemen PT. Parit

Padang. PT.Global Harmony Retailindo didirikan di Jakarta pada tanggal 11

November 2008,sebagai salah satu usaha untuk mendukung terwujudnya Visi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 148: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

24

Universitas Indonesia

2015 di mana SOHOGroup akan menyediakan produk dan kesehatan yang

berkualitas tinggi. Dan salah satu bisnis utama dari PT. Global Harmony

Retailindo adalah Apotek Harmony.

Apotek Harmony hadir sebagai Wellness Pharmacy, yang menyediakan

produk dan pelayanan kesehatan yang memperhatikan keseimbangan dan

keharmonisan di berbagai aspek kehidupan, dan memposisikan perusahaan

sebagai perusahaan yang fokus dan ramah kepada pelanggan. Tim manajemen

Apotek Harmony diperkuat oleh tenaga-tenaga kerja yang sudah sangat

berpengalaman dalam dunia farmasi. Motto kerja Apotek Harmony adalah

“Melayani dengan Segenap Hati”. Adapun pelayanan yang disediakan oleh

Apotek Harmony adalah:

a. Apotek

b. Praktek Dokter Umum

c. Praktek Dokter Spesialis

d. Praktek Dokter Gigi

e. Laboratorium Klinik

3.1.5. PT. Universal Health Network

PT. Universal Health Network (Unihealth), merupakan perusahaan

multilevel marketing, yang didirikan pada tahun 2009. Unihealth menyediakan

produk-produk kesehatan terbaik, seperti suplemen kesehatan dan kecantikan,

vitamin, perawatan kulit dan perlengkapan kecantikan baik itu produksi lokal

maupu nmancanegara.

Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network

3.2. Visi dan Misi SOHO Group

3.2.1. Visi SOHO Group

Visi 2015 SOHO Group adalah menjadi salah satu kelompok perusahaan

global terkemuka dalam bidang manufaktur, distribusi, dan menyediakan produk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 149: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

25

Universitas Indonesia

dan jasa kesehatan berkualitas tinggi. Adapun tujuan Visi 2015 adalah sebagai

berikut:

a. Perspektif Keuangan

Untuk mencapai pertumbuhan penghasilan SOHO Group.

b. Perspektif Pelanggan

Untuk didedikasikan pada kepuasan pelanggan dengan level yang tertinggi

dan memperoleh kepercayaan dari dokter, pasien dan pelanggan lain yang

dilayani.

c. Perspektif Proses Internal

Untuk mencapai “bestinclass” diseluruh aktivitas operasional.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang “bestinclass”.

3.2.2. Misi SOHO Group

Visi 2015 juga dilengkapi dengan Misi SOHO Group, yaitu merupakan

kebanggaan melayani pelanggan kami dengan menyediakan secara terus-menerus

produk dan jasa kesehatan yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan mutu

kehidupan dan usia panjang.

3.3. Struktur Organisasi PT. SOHO Industri Pharmasi

SOHO Group dipimpin oleh seorang President Commissioner yang

membawahi enam bagian yakni Finance and IT, Human Resources,

Manufacturing, Marketing, Compliance, dan Office Strategy Management.

Manufacturing Head langsung membawahi delapan divisi, yaitu Production

Division, Supply Chain Division, Quality Operation Division, Technical Division,

Validation and Documentation Department, Research and Development Division,

Human Research Account, dan Finance Account. Struktur organisasi operasional

SOHO Group dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3.1. Researchand Development (R&D)Division

Divisi R&D dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan R&D

Division Head. Divisi R&D dibagi menjadi empat departemen yaitu Group

Formulation Development Department, Analytical Method Development

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 150: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

26

Universitas Indonesia

Department, Packaging Development Department, dan R&D Compliance&

Support Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 2

3.3.1.1. Group Formulation Development Department

Departemen Group Formulation Development bertanggungjawab dalam

studi dan pengembangan formula produk,meliputi produk herbal, food

supplement, dan produk bioekuivalensi. Penyusunan formula merupakan hal yang

sangat penting dalam pembuatan obat. Formula yang disusun oleh departemen ini

disebut formula induk, yang berisi identitas obat (no. batch, expired date),

formula obat (bahan aktif, bahan tambahan), dan langkah-langkah proses produksi

obat.

3.3.1.2. Analytical Method Development Department

Departemen ini bertanggungjawab dalam pengembangan metode

analisis, meliputi metode stabilitas dan metode fisikakimia. Departemen ini

terbagi menjadi tiga sub departemen yaitu, Stability Method Sub Department,

Physical Chemical Method Sub Department dan Analytical Method Development

administrator. Stability method subd epartment memiliki tanggung jawab dalam

uji stabilitas produk baru dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang

telah diluluskan dan akan beredar dipasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui

pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter–

parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan net volume

sehingga dapat ditetapkan tanggal kadaluwarsa yang sebenarnya.

3.3.1.3. Packaging Development Department

Packaging Developmentmerupakan departemen yang bertanggung jawab

dalam mendesain kemasan produk baru,produk lama yang direvisi, maupun

produk yang dikemas ulang. Packaging composition berisi daftar nama dan

jumlah bahan pengemas beserta dengan kelengkapannya antara lain berisi jumlah

leaflet, sendok takar, karton, master box, dan label.

3.3.1.4. R&D Compliance&Support Department

Departemen ini bertanggung jawab dalam dokumentasi dan registrasi

obat baru. Dokumentasi yang dilakukan mencakup dokumentasi pengembangan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 151: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

27

Universitas Indonesia

formulasi, analisa, dan pengemasan dari produk ethical, herbal & produk

suplemen, serta riset baru.

3.3.2. Quality Operation Division

Sistem manajemen mutu PT. SOHO Industri Pharmasi dilaksanakan oleh

Quality Operation (QO) Division. QO Division terdiri atas dua departemen, yaitu

Quality Control (QC) Department dan Quality Assurance (QA) Department.

Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 3

3.3.2.1. Quality Assurance (QA) Department

Quality Assurance Department dipimpin seorang apoteker dengan

jabatan Quality Assurance Department Head (QADH) yang memiliki tanggung

jawab ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan

dan memastikan penerapan sistem mutu, memprakarsai dan mengawasi audit

internal atau inspeksi diri berkala, melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian

pengawasan mutu, mengevaluasi catatan batch dan meluluskan/menolak produk

jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait, serta

memprakarsai dan berperan aktif dalam audit eksternal dan program validasi.

Departemen QA memiliki tiga bagian yaitu Quality Compliance Section, Quality

Monitoring System Sub Department dan Quality Support Section. Struktur

organisasi departemen ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

a. Quality Compliance Section

Hal-hal yang menjadi tanggung jawab Quality Compliance Section

antara lain menangani Follow Up Stability, Product Quality Review (PQR), dan

register compliance. Quality Compliance Section memiliki dua Quality

Compliance Executive.

Quality Compliance Executive 1 bertugas dalam penanganan Follow Up

Stability (FUS) yaitu uji stabilitas produk–produk yang sudah beredar di pasaran

untuk mengetahui apakah suatu produk tetap memenuhi spesifikasi pada masa

peredaran ataupun penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun,

artinya uji stabilitas dilakukan sampai waktu kadaluwarsa ditambah satu tahun.

Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan dilakukan

perpanjangan masa daluwarsa suatu produk. Perpanjangan masa daluwarsa

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 152: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

28

Universitas Indonesia

dilakukan untuk produk yang masih memenuhi syarat sampai ED + 1 tahun.

Apabila ditemukan produk yang sudah tidak memenuhi syarat saat ED atau

sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekan waktu kadaluarsa dalam

pembuatan produk selanjutnya.

Quality Compliance Executive 2 bertugas dalam penanganan registrasi

produk-produk yang hampir habis masa berlakunya. Penyiapan data dan

pelengkapan data untuk registrasi dimulai enam bulan sebelum masa berlakunya

habis. Dokumen yang diperlukan antara lain batch record, prosedur pemeriksaan

bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi, lembar spesifikasi produk,

sertifikat analisa bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi. Setelah

dokumen terkumpul, maka koordinator akan menyerahkannya kepada bagian

registrasi.

PQR dilaksanakan secara periodik untuk memverifikasi konsistensi

suatu produk yang berhubungan dengan Good Manufacturing Practice (GMP)

dan kesesuaian dengan spesifikasi terkini menggunakan analisa kecenderungan

(trend analysis). PQR dilakukan dan didokumentasikan setiap tahun untuk setiap

produk (minimal 3 batch) sesuai jadwal yang telah disetujui, termasuk di

dalamnya review dari PQR sebelumnya dan setidaknya meliputi data laboratorium

QC, data dari divisi produksi yang termasuk data mesin, pemeriksaan IPC dan

yields, dan data quality (pengenalan produk, pemeriksaan analisa IPC,

pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan seluruh OOS dan investigasinya,

pemeriksaan dari seluruh penyimpangan dan kejadian, pemeriksaan Non

Conformance Product (NCP), pemeriksaan dari seluruh pengendalian perubahan

yang dilakukan, pemeriksaan hasil program pemantauan stabilitas pada tahun

tersebut dan setiap kecenderungan yang merugikan, pemeriksaan seluruh obat

kembalian yang terkait keluhan dan penarikan kembali obat jadi (PKOJ) dan

investigasi yang dilakukan terkait dengan kualitas produk, pemeriksaan data

validasi proses dan metode analisa, pemeriksaan data kalibrasi dan kualifikasi dari

mesin dan peralatan, pemeriksaan efektifitas dari tindakan koreksi dan

pencegahan yang diambil. Trend Analysis diperiksa dan dievaluasi oleh QO

Division Head dan Production Division Head agar dapat mengambil tindakan

yang sesuai bila diperlukan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 153: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

29

Universitas Indonesia

b. Quality Monitoring System Sub Department

Quality Monitoring System Sub Department Head membawahi Quality

Monitoring Section Head, Quality System Executive, dan Quality Release Section

Head. Quality Monitoring Section Head membawahi Quality Monitoring

Inspector (QMI) dan Product Sorter. Secara umum, Quality Monitoring Section

menangani audit, inspeksi diri, rancang bangun dan penanganan keluhan.

Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara berkala dan disusun jadwal pada awal

tahun. Inspeksi diri mencakup semua bagian di manufacturing dan dilakukan oleh

divisi lain sebagai inspektor.

Pada penanganan keluhan, keluhan yang diterima harus segera diteruskan

ke QA, terutama keluhan yang terkait dengan keamanan produk. QMI harus

memasukkan data keluhan yang masuk ke dalam log book keluhan. Kemudian

dilakukan penilaian resiko awal yang mencakup pemeriksaan keluhan dan

penarikan kembali obat jadi dari produk yang sama untuk menentukan prioritas

melakukan investigasi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan mencakup keluhan

sebelumnya pada produk yang sama, Corrective Action and Preventice Action

(CAPA) yang telah diimplementasikan, dan pemeriksaan batch lain yang

berpotensi. Quality Monitoring Section Head akan melakukan investigasi

terhadap sampel keluhan dengan mengevaluasi batch record dan bila perlu

mengirimkan sampel ke QC untuk diuji. Pengujian dilakukan terhadap sampel

keluhan dan sampel pertinggal. Apabila sampel keluhan dan contoh pertinggal

memenuhi syarat, atau sampel keluhan tidak memenuhi syarat tetapi sampel

tertinggal memenuhi syarat, maka keluhan dapat dinyatakan not justified (tidak

dapat diterima). Bila sampel keluhan dan sampel pertinggal tidak memenuhi

syarat maka keluhan dapat dinyatakan justified (diterima).

Bila keluhan diterima, maka QA Department Head harus melakukan

investigasi terhadap produk yang sama dengan batch yang berbeda. Bila ternyata

ditemukan penyimpangan yang sama pada batch lain maka keluhan dapat

dilanjutkan dengan membuat CAPA atau bila perlu recall produk jika kasus

dianggap sangat berbahaya.

Penanganan pemilihan vendor dilakukan oleh QC bekerjasama dengan

QA. Vendor yang sudah disetujui akan masuk dalam daftar Approved Vendor List.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 154: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

30

Universitas Indonesia

Audit eksternal untuk vendor dilakukan secara langsung atau dengan kuesioner

untuk vendor yang tidak bisa dikunjungi secara langsung.

Quality Monitoring Inspector (QMI) bertugas dalam menganalisis

sampel pertinggal jika terdapat keluhan dari konsumen. Product Sorter

bekerjasama dengan bagian warehouse untuk memeriksa jumlah dan fisik produk,

membuat laporan disposisi ke marketing untuk menentukan tindakan selanjutnya

terhadap produk.

Quality Sistem Executive bertanggungjawab dalam penanganan CAPA,

deviasi, Lembar Usulan Perubahan (LUP), dan Non Conformance Product (NCP).

CAPA muncul ketika terjadi permasalahan yang sama berulang-ulang dan

permasalahan berakibat pada bagian lain di luar masalah tersebut. Deviasi atau

penyimpangan dibagi menjadi tiga yaitu planned deviation seperti pergantian

mesin produksi, unplanned deviation seperti terjadi capping pada tablet, dan

incident/accident seperti listrik mati. LUP merupakan change control atau

pengendalian perubahan untuk perubahan dokumen, alat, mesin, dan lain-lain.

NCP merupakan penyimpangan yang terjadi sebelum proses produksi seperti saat

mengecek bahan pengemas sebelum produksi ternyata bahan pengemas

mengalami kerusakan. CAPA berasal dari laporan OOS, keluhan, NCP, audit,

inspeksi diri, PQR, dan deviasi. Hal-hal di atas bisa ditindaklanjuti dengan CAPA

apabila setelah diinvestigasi diketahui bersifat sistemik, kemungkinan berulang

sering dan membutuhkan penyelesaian jangka panjang. Terakhir adalah Quality

Release Section. Quality Release Section Head menangani kelengkapan dokumen

produk-produk yang akan dirilis ke pasaran.

Quality Release Section Head membawahi IPC (In Process Control). ).

IPC bekerjasama dengan bagian IPC di Divisi Produksi untuk melakukan

pengendalian proses selama produksi. In process control dilakukan terhadap

semua tahap produksi, mulai dari mixing, tableting, coating, pengemasan primer

dan pengemasan sekunder. Tujuan IPC adalah supaya proses produksi dapat

menghasilkan produk sesuai spesifikasi dan mengurangi jumlah produk yang

ditolak karena tidak masuk spesifikasi. IPC Inspector merupakan personil QA

yang memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan

penyelidikan yang dilakukan oleh IPC produksi. IPC itu sendiri merupakan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 155: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

31

Universitas Indonesia

kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan serta dilaksanakan selama

proses pembuatan produk, termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap

lingkungan dan peralatan

c. Quality Support Section

Quality Support Section Head bertanggung jawab dalam kualifikasi alat-

alat produksi dan laboratorium bekerjasama dengan Engineering Department,

validasi metode analisa, dan penanganan dokumen-dokumen kalibrasi. Quality

Support Section juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kalibrasi alat-alat

yang terdapat di laboratorium QC. Kalibrasi alat dilakukan secara berkala yaitu

kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi

bulanan, dan verifikasi harian. Untuk kalibrasi satu tahunan dapat dilakukan oleh

pihak eksternal (supplier) atau pihak internal. Sedangkan untuk kalibrasi enam

bulanan, tiga bulanan, bulanan, dan verifikasi harian dilakukan oleh pihak internal

yang biasanya dilakukan oleh para analis yang sudah mengikuti pelatihan

kalibrasi sebelumnya.

Selain itu, Quality Support Section Head juga bertanggung jawab untuk

membuat dan merevisi Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan dan

pembersihan dan SOP kalibrasi alat-alat yang terdapat di laboratorium QC.

Setelah SOP jadi maka harus dilaksanakan pelatihan terhadap analis agar para

analis dapat menggunakan alat dengan baik dan benar.

3.3.2.2. Quality Control (QC) Department

Pada industri farmasi, bagian Quality Control (QC) merupakan bagian yang

penting. QC memberikan kepastian tentang mutu produk agar tetap konsisten

memiliki spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga produk memberikan manfaat

kepada konsumen. Kegiatan pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan

laboratorium, tetapi juga terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan

mutu produk.

QC Department di PT. SOHO Industri Pharmasi secara struktural berada di bawah

Quality Operational Division yang dikepalai oleh QO Division Head. Departemen

QC bersifat independen, sejajar dengan Departemen QA, serta tidak tergantung

dengan produksi sehingga QC dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 156: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

32

Universitas Indonesia

tanpa terpengaruh oleh bagian lain. QC PT. SOHO Industri Pharmasi terpisah dari

QC PT. ETHICA Industri Farmasi.

Departemen QC dikepalai oleh seorang apoteker yang disebut QC

Department Head dan memiliki beberapa tanggung jawab sebagai berikut :

a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk

ruahan dan produkjadi.

b. Memastikan seluruh pengujian yang diperlukan dan validasinya telah

dilaksanakan.

c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi kerja pengambilan

sampel, metode pengujian, kontrak analisis dan prosedur pengawasa nmutu

yang lain.

d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian

pengawasan mutu.

e. Menetapkan, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan

mutu.

QC Department Head membawahi lima section yang menangani Bahan

Baku (Raw Material Section Head), Bahan Kemas (Packaging Material Section

Head), Produk Setengah Jadi (Half Finished Goods Section Head), Mikrobiology

Section Head dan IPC (In Process Control). Struktur organisasi departemen ini

dapat dilihat pada Lampiran 5-6.

a. Raw Material Section

Quality Control bagian ini menangani bahan baku, baik yang digunakan

untuk produksi, maupun untuk pengembangan produk (R&D Department). Dalam

pelaksanaannya, section ini dibantu oleh beberapa analis dan helper. Proses

pemeriksaan bahan baku dimulai dari barang datang dari vendor ke gudang.

Warehouse Department akan membuat Lembar Penerimaan Barang (LPB). LPB

ini dikirimkan ke QC Raw Material beserta CoA dari vendor agar bahan baku ini

diambil sampelnya untuk dilakukan sampling pada bahan baku.

Sampling menjadi kegiatan yang penting dalam pengawasan mutu yaitu

mengambil sebagian kecil dari satu batch. Pengambilan sampel dilakukan

sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh

tidak baik terhadap mutu. Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 157: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

33

Universitas Indonesia

Wadah yang diambil sampelnya diberi label yang mencantumkan isi wadah,

nomor batch, tanggal pengambilan sampel dan diberi label “contoh sudah

diambil” dengan warna jingga pada wadah bahan baku ersebut. Wadah ditutup

rapat kembali setelah pengambilan sampel. Semua alat pengambilan sampel dan

wadah sampel terbuat dari bahan yang inert dan dijaga kebersihannya. Mutu suatu

batch bahan baku dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel yang

representative. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representative

ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel.

Penentuan status bahan baku diluluskan maupun ditolak berdasarkan

hasil analisa yang dibandingkan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Spesifikasi ditetapkan berdasarkan literatur yang ada (USP, EP, BP, FI serta CoA

dari vendor) dan beberapa modifikasi yang disesuaikan. Apabila hasil analisa

dinyatakan bahwa bahan baku diluluskan maka analis akan membuat CoA dan

label hijau. Sedangkan bahan baku yang ditolak dibuatkan label merah.

Dalam proses produksi, bahan baku yang belum habis dapat dilakukan

analisa ulang (reanalisa) untuk mengetahui kondisi bahan baku yang akan

digunakan. Frekuensi analisa ulang bahan baku berbeda-beda tergantung dari sifat

bahan baku sendiri. Bahan baku yang berupa zat aktif waktu analisa ulang adalah

setiap satu tahun. Sedangkan bahan baku sebagai bahan tambahan waktu analisa

ulang adalah setiap dua tahun, kecuali flavour setiap enam bulan. Bahan baku

tambahan yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi frekuensi analisa ulang

adalah setiap satu tahun, kecuali untuk kapsul kosong setiap dua tahun.

Hasil reanalisa yang masih memenuhi syarat spesifikasi diberi label

hijau (diluluskan) sehingga dapat dipergunakan untuk produksi. Sedangkan hasil

reanalisa yang tidak memenuhi syarat spesifikasi diberi label merah (ditolak).

Perlakuan terhadap bahan baku yang ditolak ini disesuaikan dengan perjanjian

yang telah dibuat dengan vendor apakah barang dikembalikan dan diganti, atau

langsung dimusnahkan.

b. Packaging Material Section

QC bagian ini menangani tentang pengawasan kualitas bahan kemas.

Proses pengawasan dimulai dari penerimaan LPB dari Warehouse Department

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 158: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

34

Universitas Indonesia

agar dilakukan sampling terhadap bahan kemas. Spesifikasi dari bahan kemas

ditetapkan dengan penekanan pada kompatibilitas bahan terhadap produk yang

diisikan ke dalamnya. Pengujian terhadap bahan kemas difokuskan pada

pemeriksaan fisik meliputi pemerian, jenis bahan kemas, ukuran (panjang, lebar,

dan tebal), dan keragaman bobot serta kualitas cetak pada bahan kemas karena

cacat fisik yang kritis dan kebenaran penandaan dapat berdampak besar yaitu

dapat memberikan kesan meragukan terhadap kualitas produk. Pemeriksaan

mikrobiologi diperlukan untuk bahan kemas produk sirup dan cream.

Bahan kemas juga dilakukan reanalisa. Frekuensi reanalisa untuk bahan

kemas primer adalah setiap satu tahun, sedangkan untuk bahan kemas sekunder

dilakukan setiap dua tahun. Parameter yang diperiksa ulang adalah pemerian dan

mikrobiologi sesuai dengan spesifikasi masing-masing bahan.

c. Half Finished-Finished Goods Section

Quality Control bagian ini mengawasi mutu dari produk setengah jadi

dan produk jadi. Dalam pelaksanaannya QC Finished Goods dibantu oleh

beberapa analis, helper dan dibantu petugas IPC. Pengawasan mutu dari produk

setengah jadi dimulai dari pengambilan sampel di bagian produksi. Pelaksana

pengambilan sampel dilakukan oleh petugas IPC. Sampling dilakukan setelah

proses produksi selesai disertai lembar PA (Permintaan Analisis) dari produksi.

Waktu sampling tergantung dari jenis produk dan sifat fisika kimianya.

Sampling untuk produk steril dilakukan setelah proses sterilisasi. Produk

aseptis sampling dilakukan setelah proses filling selesai. Sampling produk

setengah jadi nonsteril dalam bentuk granul dilakukan pada saat proses mixing

berlangsung dengan alat thief sampler. Pengambilan sampel dilakukan pada

bagian atas, tengah dan bawah dari drum mixer.

Sampel untuk granul dilakukan untuk produk yang mengalami perubahan

atau validasi proses, seperti perubahan batch size, bahan baku, mesin, dan proses

produksi. Pengambilan sampel untuk tablet, kaplet dan kapsul diambil di bagian

awal, tengah dan akhir proses produksi, sedangkan untuk untuk tablet salut dan

dragee dilakukan di akhir proses produksi. Sampel obat jadi diambil setelah

pengemasan primer selesai. Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai

lengkap dengan label dan ditutup rapat. Label berisi nama produk, nomor batch,

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 159: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

35

Universitas Indonesia

tanggal pembuatan, tanggal sampling dan paraf petugas IPC yang melakukan

sampling. Sampel yang diperoleh diletakkan di tempat penyimpanan QC.

Sampel yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan prosedur

pengujian untuk masing-masing produk dengan metode yang telah disetujui.

Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk tiap produk setengah jadi dan produk

jadi mencakup spesifikasi dan prosedur pengujian mengenai identitas, kemurnian,

mutu dan kadar/potensi. Prosedur pengujian mencakup hal yang seperti telah

disebutkan dalam Raw material. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar

Data Awal (LDA). LDA berisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan,

metode analisis yang digunakan, pernyataan mengenai nilai yang diharapkan,

pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat, tanggal dan tanda

tangan analis yang melakukan pengujian dan yang memeriksa perhitungan. Hasil

pengujian (terutama perhitungan) diperiksa oleh supervisor (Half Finished Goods

Section Head) sebelum bahan atau produk tersebut diluluskan atau ditolak.

d. Microbiology Section

Quality Control bagian ini menangani pengujian mikrobiologi baik pada

bahan baku maupun bahan pengemas, produk setengah jadi dan produk jadi.

Tidak semua bahan baku maupun produk jadi dilakukan pengujian mikrobiologi,

hanya yang memiliki probabilitas terkontaminasi yang besar seperti bahan baku

yang berupa ekstrak serta produk dalam bentuk sediaan sirup dan cream.

Pengujian mikrobiologi dimulai dengan diterimanya Permintaan Analisis

(PA) dari produksi dan QC Raw Material (RM) / Packaging Material (PM).

Kemudian dilakukan sampling dengan perlakuan yang lebih khusus yaitu

menggunakan wadah sampling yang steril. Hasil pengujian dilaporkan analis

dalam Lembar Mikrobiologi yang berisi nama dan nomor batch dan bentuk

sediaan, media yang dipergunakan, pernyataan nilai yang diharapkanpernyataan

tidak atau memenuhi syarat, tanggal pemeriksaan dan tanda tangan analis yang

melakukan pengujian, tanggal dan tanda tangan QC Microbiology Section Head.

Hasil pemeriksaan mikrobiologi ini kemudian diserahkan kepada analis bahan

baku atau analis produk setengah jadi sesuai dengan bahan yang diuji. Analis

bahan baku atau produk setengah jadi akan membuat Certificate of Analysis

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 160: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

36

Universitas Indonesia

(CoA) untuk bahan yang memiliki spesifikasi mikrobiologi sehingga dapat

dinyatakan diluluskan (released).

3.3.3. Production Division

Production Division dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan

Production Division Head. Tanggung jawab Production Division Head adalah

sebagai berikut:

a. Merencanakan, mengatur, dan memimpin seluruh kegiatan produksi yang

diperlukan oleh pabrik.

b. Menjamin pelaksanaan produksi yang tepat waktu serta pengiriman semua

produk dengan biaya yang rasional sesuai dengan kebijakan mutu SOHO

Group,dan CPOB.

c. Memastikan semua tahap produksi sesuai prosedur agar memenuhi syarat

mutu yang ditetapkan.

Production Division terdiri dari tiga departemen yaitu Non Steril

Production Department (NSP), Steril, and Cephalosporine & Extract Production

Department (SCEP). SCP Department melakukan produksi sediaan steril dan

cephalosporine di PT. Ethica, sedangkan NSP Department melakukan produksi di

PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi Divisi Produksi dapat dilihat

pada Lampiran 7.

Proses produksi adalah pengolahan bahan baku sampai dikemas menjadi

barang jadi/finished good. Sediaan yang diproduksi oleh Departemen NSP adalah

sediaan solid (tablet, kaplet, kapsul, dry sirup), sediaan liquid (larutan, suspensi

dan emulsi), sediaan semisolid (krim dan gel), dan sediaan herbal/obat tradisional.

Bagian ini bertanggung jawab untuk memproduksi produk-produk solid dan non

solid mulai dari mixing, tabletting, coating sampai pengemasan primer dan

sekunder.

Pengambilan bahan baku atau bahan pengemas dari gudang menggunakan

picklist. Picklist merupakan daftar material yang dibutuhkan saat produksi dibuat

oleh Material Planning di Supply Chain Management Division berdasarkan daftar

material dalam rencana produksi dan didistribusikan ke Warehouse Department.

Penjadwalan dan rencana produksi menggunakan sistem Monthly

Planning Packaging, yaitu penentuan jadwal pengemasan terlebih dahulu baru

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 161: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

37

Universitas Indonesia

diikuti mixing, tableting dan coating. Setiap bahan baku dan bahan pengemas

yang datang dari pemasok disimpan di gudang dengan status karantina. Tanda

bahwa bahan baku dan bahan pengemas berstatus karantina adalah terdapat label

karantina warna putih dan kuning di wadah bahan. Bahan baku dan bahan

pengemas tersebut baru bisa digunakan untuk produksi setelah diperiksa

kemudian dinyatakan lulus oleh QC. Saat dinyatakan lulus, label lulus warna hijau

ditempel menutupi label karantina di wadah bahan baku dan bahan pengemas.

Bahan baku dan bahan pengemas yang tidak memenuhi syarat dikeluhkan dan

dikembalikan ke pemasok.

3.3.3.1. Penimbangan bahan baku

Proses penimbangan merupakan tahap yang kritis dalam proses produksi

karena merupakan proses awal dalam produksi dan jika terjadi kesalahan dalam

penimbangan maka proses selanjutnya akan bermasalah. Bahan baku dipesan dari

gudang berdasarkan picklist bahan baku. Bahan baku dari gudang

diserahterimakan ke bagian produksi di ruang penyangga (buffer room) dan

dilakukan pengecekan identitas bahan baku satu–persatu sesuai picklist meliputi

nomor part, nama dan nomor bahan baku, expired date, analisa ulang serta label

hijau (released). Bahan baku yang sudah lolos pengecekan diletakkan di ruang

staging before weighing, masing-masing diletakkan perbatch (satu palet hanya

untuk satu batch).

Proses yang perlu dilakukan sebelum penimbangan adalah penyiapan

ruang timbang. Ruang timbang terbagi menjadi dua jenis yaitu ruang timbang low

RH dan ruang timbang biasa. Pemisahan ini berdasarkan perbedaan sifat produk

yang akan ditimbang, bahan baku yang higroskopis dan mudah rusak karena

kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang timbang low RH sedangkan bahan

baku yang tidak rusak karena kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang

timbang biasa. Penyiapan ruang timbang meliputi pengaktifan sistem down flow

booth, pengecekan suhu dan RH, dan pengecekan waterpass. Sistem down flow

booth adalah sistem pengaturan aliran udara untuk membawa debu dan partikel

bahan baku yang jatuh serta terhambur di udara masuk ke dalam fine filter (di

bagian samping bawah ruang timbang) sehingga tidak mengontaminasi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 162: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

38

Universitas Indonesia

penimbang. Sistem down flow booth dinyalakan selama 15 menit dan baru boleh

dipakai setelah aliran udara mencapai 40 m/detik. Suhu untuk ruang timbang biasa

dan low RH adalah ≤ 25°C. RH untuk ruang timbang biasa adalah 45-75%, dan

untuk low RH <30%. Waterpass adalah parameter distribusi berat pada

timbangan, kondisi waterpass adalah dimana kondisi distribusi berat merata di

semua sisi timbangan, jadi di sisi manapun bahan ditimbang akan menghasilkan

massa/berat yang sama. Pengecekan waterpass dilakukan dengan mengecek posisi

gelembung air dalam alat cek waterpass, posisi yang tepat adalah gelembung

berada tepat di tengah lingkaran alat cek waterpass. Penimbangan dilakukan

setelah persyaratan down flow both, suhu, RH dan waterpass terpenuhi.

Penimbangan dilakukan pada timbangan sesuai kapasitas masing-masing.

Bahan–bahan padat yang sudah ditimbang dimasukkan dalam plastik.

Bahan-bahan cair dimasukkan dalam stainless steel can, untuk alkohol dan larutan

yang memiliki resiko terbakar/meledak dimasukkan dalam safety can. Plastik,

stainless steel can dan safety can yang digunakan harus sudah dicek dan dirilis

oleh QC. Bahan yang sudah dimasukkan dalam wadah kemudian dilabel dengan

label timbang, kemudian diletakkan di dalam ruangan staging after weighing.

3.3.3.2. Produksi Solid

a. Mixing Section

Mixing section memiliki tugas utama yaitu melakukan

mixing/pencampuran bahan baku hingga bahan baku homogen dan memenuhi

persyaratan untuk proses selanjutnya. Proses utama dalam mixing section adalah

pencampuran bahan untuk kempa langsung, granulasi basah, dan granulasi kering.

Sedangkan proses granulasi kering adalah proses pembentukan granul kering

dengan bantuan tekanan tinggi. Proses granulasi kering dilakukan untuk bahan-

bahan yang tidak tahan panas dan mudah rusak karena hidrolisis air, tetapi tahan

terhadap tekanan tinggi.

Proses kempa langsung merupakan proses yang paling sederhana dan

paling cepat karena hanya satu tahap saja yaitu pencampuran kering/dry mixing.

Bahan-bahan untuk kempa langsung dicampur di dalam mixer sampai homogen

selanjutnya ditampung dalam wadah dan dilabel. In process control tidak

dilakukan pada proses pencampuran bahan untuk kempa langsung.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 163: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

39

Universitas Indonesia

Proses granulasi basah adalah proses pembentukan granul basah yang

menggunakan bantuan air untuk membentuk granul. Larutan lain yang dapat

digunakan untuk granulasi basah adalah alkohol, isopropanol dan kombinasi

keduanya. Proses granulasi basah dilakukan untuk bahan–bahan yang tahan panas

dan tidak rusak karena hidrolisis air. Proses pencampuran bahan untuk granulasi

basah dimulai dengan pencampuran basah (wet mixing) zat aktif dengan fase

dalam yaitu bahan pengisi, pengikat dan penghancur. Alat yang digunakan adalah

super mixer, yaitu alat yang mempunyai kemampuan untuk mencampur bahan

dengan putaran agitator dan membentuk granul dengan chopper. Agitator

berbentuk seperti baling-baling dan dapat berputar pada kecepatan tinggi sehingga

massa yang ada dapat teraduk dan tercampur oleh gaya putar agitator. Proses

selanjutnya setelah pencampuran basah adalah pengeringan dengan FBD (Fluid

Bed Dryer). Granul yang dikeringkan dicek kadar airnya, alat yang digunakan

untuk mengecek kadar air adalah alat pengukur Moisture Balance. Granul yang

sudah memenuhi persyaratan kadar air selanjutnya diproses dengan granulator.

Granul kering hasil granulator selanjutnya dicampur kering (dry mixing) dengan

fase luar (bahan pelicin, lubrikan, dan disintegran) dalam mixer.

Selanjutnya jika untuk proses pencampuran bahan untuk granulasi

kering, zat aktif dan fase dalam dicampur dan dimasukkan dalam granulator, di

dalam granulator zat aktif dan fase dalam mengalami proses roller compaction

dan kemudian diayak dengan mesh tertentu. Granul yang dihasilkan selanjutnya

dicampur kering dalam mixer. Hasil mixing kering proses granulasi basah atau

granulasi kering selanjutnya dibungkus dalam wadah, dilabel dan diletakkan di

ruang work in process (WIP) sebelum diproses ke tabletting section. Ruangan

WIP berfungsi untuk menyimpan bahan–bahan hasil mixing sebelum masuk

proses selanjutnya karena tidak semua bahan setelah selesai proses mixing

langsung diproses lebih lanjut. Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan,

dikarantina, dilaporkan kejadiannya ke QA untuk menunggu tindakan yang

diambil (reprocessing atau reject). Bahan sisa yang tidak digunakan dalam proses

yang gagal dikembalikan ke gudang untuk digunakan kembali pada batch lain

produk yang sama (recovery).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 164: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

40

Universitas Indonesia

b. TablettingSection

Bagian tableting memiliki tugas untuk mencetak hasil mixing menjadi

tablet atau kaplet. Hasil mixing yang telah diizinkan untuk proses dilanjutkan

dibawa ke ruang tabletting untuk dicetak. In process control tablet berlangsung

saat pencetakan tablet dilakukan setiap 30 menit sekali. In process control yang

dilakukan adalah ketebalan tablet, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan

waktu hancur. Masalah yang sering dihadapi dalam pencetakan tablet adalah

capping, laminating, lengket pada dies, dan lengket pada punch. Capping dan

laminating diatasi dengan menurunkan tekanan kempa, menambahkan jumlah

pengikat sampai optimum, dan memasukkan granul yang kekeringan ke dalam

oven dalam keadaan mati/off. Granul tersebut akan menyerap uap air sehingga

terjadi peningkatan kadar air dalam granul. Massa tablet yang lengket pada punch

dan dies terjadi karena granul terlalu basah, tekanan kempa kurang besar, dan

terlalu banyak bahan pengikat. Pengatasan massa tablet yang lengket pada punch

dan dies adalah dengan mengeringkan granul yang terlalu basah, menaikkan

tekanan kempa dan memakai bahan pengikat dalam jumlah yang optimum. Tablet

yang memenuhi syarat disimpan di ruang WIP tablet. Tablet yang tidak memenuhi

syarat dikarantina terlebih dahulu, kemudian didiskusikan dengan QA untuk

tindakan selanjutnya (reprocessing atau reject). Tablet yang direject dikumpulkan

dan dimusnahkan.

c. Coating Section

Proses coating/penyalutan bertujuan untuk menutupi rasa, bau, atau

warna obat, memberi perlindungan fisik dan kimia pada obat, mengendalikan

pelepasan obat dan meningkatkan penampilan tablet. Proses penyalutan dilakukan

setelah tablet hasil cetak sudah memenuhi persyaratan dan dilabel untuk proses

selanjutnya.

Tahapan proses penyalutan adalah penyiapan larutan salut, proses

sealing, proses subcoating, proses smoothing-coloring, dan proses polishing.

Semua tahapan tersebut tidak selalu berlaku untuk setiap tablet tergantung dari

jenis tablet yang diproduksi. Jenis tablet salut yang diproduksi adalah tablet salut

film/salut selaput, salut gula, dan salut enterik. Tahap penyiapan larutan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 165: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

41

Universitas Indonesia

merupakan tahap kritis, jika larutan tidak homogen maka tablet tidak tersalut

sempurna atau warna tidak merata. Tahap sealing bertujuan untuk menutupi

permukaan bahan yang disalut dari penetrasi air dan untuk memperkeras

permukaan, larutan yang digunakan adalah larutan yang tidak dapat larut air,

seperti shellac, HPMC. Tahap subcoating bertujuan untuk menutupi permukaan

bahan yang disalut sehingga menjadi bundar sesuai dengan bentuk dan ketebalan

yang dikehendaki, larutan yang digunakan adalah larutan gula. Tahap smoothing-

coloring bertujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang

disebabkan oleh tahap subcoating, dan untuk memberi warna dasar pada tablet,

larutan yang digunakan adalah larutan gula ditambah lake. Tahap polishing

bertujuan untuk mengkilapkan permukaan tablet salut sehingga terlihat mengkilap

dan menarik dengan menggunakan polimer selulosa.

Alat yang digunakan untuk penyalutan adalah sistem automated coating

pan. Pan yang digunakan adalah jenis perforated, yaitu panci berlubang dan dapat

dialiri udara panas lebih banyak lewat lubang-lubang tersebut sehingga

pengeringan lebih efektif. Bagian spray gun digunakan untuk menyemprotkan

larutan salut. Parameter kritis saat penyalutan adalah suhu dan putaran pan. Tablet

yang sudah selesai disalut dimasukkan ke dalam panci polishing untuk memoles

tablet supaya mengkilat. In process control yang dilakukan adalah pengukuran

waktu hancur dan keseragaman bobot. In process control dilakukan setelah selesai

penyalutan. Tablet salut yang tidak memenuhi persyaratan harus segera

dikonfirmasi ke QA untuk memastikan tindakan selanjutnya.

Masalah–masalah yang dihadapi saat penyalutan adalah sticking,

twinning, chipping dan mottled color. Sticking adalah menempelnya bagian tablet

salut pada dinding mesin sehingga mengakibatkan tablet tidak utuh. Hal ini

disebabkan oleh pengeringan yang tidak maksimal. Permasalahan ini dapat diatasi

dengan meningkatkan efisiensi pengeringan. Twinning adalah menempelnya tablet

salut pada tablet salut yang lain. Hal ini disebabkan oleh kecepatan pan yang

lambat, dan spray gun menyemprot larutan salut terlalu cepat. Twinning dapat

diatasi dengan mempercepat putaran pan, dan memperlambat semprotan spray

gun. Chipping adalah lepasnya bagian tablet atau rusakknya bagian tablet. Hal ini

terjadi putaran pan yang cepat dan tablet inti yang rapuh. Chipping diatasi dengan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 166: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

42

Universitas Indonesia

memperlambat putaran pan dan menggunakan tablet inti yang tidak rapuh.

Mottled color adalah kondisi warna tablet salut yang tidak merata disebabkan oleh

pencampuran larutan coating yang kurang homogen dan posisi spray gun yang

terlalu jauh dari tablet. Mottled color dapat diatasi dengan pencampuran homogen

larutan coating dan posisi spray gun yang lebih dekat dengan tablet.

d. Proses produksi kapsul

Selain melakukan produksi kapsul, dilakukan juga pengisian kapsul

cangkang gelatin keras. Prinsip kerja mesin filling kapsul ini adalah cangkang

kapsul yang telah dimasukkan ke dalam hopper akan masuk ke dalam jalur

kapsul. Dengan menggunakan vacuum, cap dan body kapsul dipisahkan. Bagian

body pada shaft siap diisi granul atau serbuk. Kapsul yang rusak di-reject secara

otomatis. Cap dan body yang sudah terisi ditempatkan pada shaft dan siap untuk

ditutup. Kemudian cap dan body ditutup lalu dikunci. Kapsul yang telah terkunci

dikeluarkan dari mesin yang kemudian masuk ke mesin polishing. Polishing

bertujuan untuk membersihkan debu partikel yang menempel pada permukaan

cangkang kapsul.

e. Primary Packaging Section

Pengemasan primer untuk tablet dan salut dibuat dalam dua bentuk yaitu

strip dan blister. Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan

blister adalah plastik dan alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah

bahan pengemas yang sudah dinyatakan released oleh QC. Pengecekan bahan

pengemas dilakukan sebelum proses pengemasan, yang dicek adalah nomor batch

dan kualitas pengemas. Pengemas yang tidak layak pakai tidak digunakan untuk

proses pengemasan dan selanjutnya dikarantina untuk dimusnahkan.

Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada stabilitas bahan yang

dikemas dan permintaan pasar. Obat–obat yang peka cahaya hanya dapat dikemas

dengan strip, karena blister memiliki bagian transparan yang dapat ditembus

cahaya sehingga obat yang peka cahaya akan rusak. Blister merupakan kemasan

yang mudah dibuka yaitu dengan didorong dari belakang (Push through pack),

lebih disukai konsumen dibandingkan strip yang dibuka dengan merobeknya.

Pengemasan tablet juga dapat dilakukan dengan botol, bahan-bahan yang

rusak karena panas tidak boleh dikemas dengan strip atau blister, karena mesin

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 167: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

43

Universitas Indonesia

strip dan blister menggunakan panas tinggi. Proses pengemasan dengan botol

adalah dimulai dengan blowing botol, filling tablet atau kaplet, dan capping (tutup

botol). Proses blowing botol berfungsi untuk menghilangkan partikel/debu yang

terdapat di botol. Produk dry sirup dikemas juga dengan botol khusus, proses

yang dilakukan sama dengan pengemasan botol biasa.

IPC yang dilakukan adalah tes kebocoran dengan larutan metilen blue

dalam mesin sedot vakum, dilakukan setiap 15 menit sekali. IPC dilakukan setiap

15 menit supaya saat ditemukan kemasan yang rusak atau bocor dapat segera

diambil tindakan perbaikan dan pencegahan sehingga jumlah kemasan yang reject

tidak terlalu banyak. Cara menguji kebocoran adalah dengan memasukkan strip ke

dalam larutan metilen blue (dalam mesin sedot vakum) dan ditutup pintu mesin,

vakum dinyalakan dan jika terjadi kebocoran maka strip atau blister akan terisi

larutan metilen blue. Sampel IPC harus dibuang dan tidak boleh dikemas ulang

setelah dibuka. Strip/blister yang mengalami kebocoran dikarantina dan

dikonfirmasi ke QA untuk melakukan pengemasan ulang. Pengecekan penampilan

juga dilakukan saat pengemasan, kemasan yang bergaris, penyok atau tidak

sempurna segera dicek penyebabnya, kemudian dikarantina dan dimusnahkan.

Pemusnahan dilakukan supaya kemasan bekas tidak disalahgunakan oleh pihak

yang bertanggungjawab. Alufoil sisa pengemasan dikembalikan ke gudang.

f. Secondary Packaging Section

Pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer,

mesin dibuat model in-line. Urutan model in-line adalah mesin labelling, mesin

printing untuk label, mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin sealing

master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder adalah proses printing. Proses

printing dilakukan dengan printer dengan warna tinta hitam yang tidak mudah

terhapus oleh udara atau gesekan, yang dicetak adalah no mor batch, expired date,

dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak bagus (miring, kabur), dapat

dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian direprinting.

Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan tenaga manusia dengan

dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus kemasan juga diprint no

batch, expired date dan tanggal produksinya. Dus kemasan dimasukkan ke dalam

master box dan ditutup dengan plakband. Master box dilabel dan selanjutnya

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 168: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

44

Universitas Indonesia

diserahterimakan dengan bagian gudang. Beberapa informasi tercantum pada

master box antara lain, terlindung dari cahaya, cara menyusun, jangan memakai

alat pengait, dan maksimal tumpukan, tujuannya adalah untuk menghindari

kerusakan selama penyimpanan. In process control yang dilakukan hanya cek

printed material seperti tersebut di atas.

3.3.3.3. Obat Tradisional (OT)

Pada awalnya bagian OT merupakan departemen yang berdiri sendiri,

tetapi mulai September 2011 bagian ini berada di bawah Production Division

tepatnya di Non Sterile Production Department. Aktivitas produksi berupa

ekstraksi simplisia dilakukan oleh departemen SCEP. Sebagian proses ekstraksi

simplisia yang dilakukan secara toll-out karena keterbatasan kapasitas mesin.

Simplisia yang diperoleh dari warehouse akan dihaluskan terlebih

dahulu. Setelah dihaluskan, bahan baku akan diekstraksi dengan metode maserasi

dalam tangki. Maserasi dapat dilakukan hingga empat sampai lima kali. Ekstraksi

dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan alkohol 70%. Dari hasil

ekstraksi, akan diperoleh ekstrak cair yang selanjutnya akan dievaporasi di tangki

evaporator untuk menghasilkan ekstrak kental. Lama proses evaporasi kurang

lebih 7-12 jam. Pelarut alkohol dapat memakan waktu paling lama 9 jam,

sedangkan untuk pelarut air kurang lebih 12 jam.

Ekstrak kental yang diperoleh dari proses evaporasi selanjutnya akan

diolah menjadi ekstrak kering. Proses yang digunakan dalam pembuatan ekstrak

kering adalah granulasi basah. Bahan pengisi/filler akan ditambahkan dalam

ekstrak kental, kemudian dilakukan pencampuran dalam mesin dengan agitator di

dalamnya. Setelah dilakukan pencampuran, akan diperoleh ekstrak setengah

kering. Ekstrak setengah kering tersebut kemudian dikeringkan dalam oven

hingga kadar air mencapai yang dipersyaratkan, yaitu kurang dari 4%.

Pengeringan dalam oven dilakukan pada suhu 90°C dengan massa kurang lebih

300 kg selama 20-30 jam.

Ekstrak kering yang diperoleh akan dihaluskan dengan ayak kering.

Setelah selesai diayak, ekstrak kering tersebut selanjutnya diuji oleh bagian QC

untuk memperoleh label released sehingga proses selanjutnya dapat dilanjutkan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 169: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

45

Universitas Indonesia

Hal-hal yang dianalisa oleh QC antara lain: kadar senyawa aktif, kadar tannin,

bulk density, kadar air, % lolos mesh, dan mikrobiologi. Dari hal-hal tersebut,

permasalahan yang paling sering dihadapi adalah kadar mikroba diatas ambang

yang telah ditentukan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

tersebut adalah membawa ekstrak kering tersebut ke BATAN untuk dilakukan

proses radiasi. Ekstrak kering yang telah memperoleh label released selanjutnya

diserahkan ke warehouse untuk disimpan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan.

3.3.4. Supply Chain Management (SCM) Division

SCM terbagi menjadi empat departemen yaitu Production Planning

Department, Warehouse Department, Material Procurement Department dan

Custom Clearance Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada

Lampiran 8

3.3.4.1. Production Planning Department

Production Planning Department bertanggungjawab dalam perencanaan

produksi. Departemen ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian Production

Planning dan Product Supply Management. Bagian Production Planning terbagi

menjadi dua sub bagian yaitu Contract Management yang bertanggungjawab

dalam perencanaan toll manufacturing, dan Production Planning yang

bertanggungjawab tentang perencanaan dana produksi dan pemasok. Bagian

Production Planning Department ini bertanggungjawab dalam pengaturan jadwal

produksi.

Perencanaan produksi sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi.

Perencanaan produksi dibuat berdasarkan order plan dari distributor. Order plan

dibuat berdasarkan forecasting/peramalan dari Marketing Department. Peramalan

sangat penting dalam perencanaan produksi karena mempertimbangkan

kebutuhan marketing yaitu situasi penjualan masa lalu dan kebutuhan pasar masa

depan dengan melihat pertumbuhan pasar. Production Planning Department

bertugas untuk menganalisa setiap forecast/peramalan yang berasal dari bagian

marketing, kemudian melakukan perencanaan Master Production Scheduling

(MPS) dan Master Requirements Planning (MRP). Master Production Scheduling

(MPS) berisi jenis, jumlah produk yang akan diproduksi, serta jadwal kapan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 170: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

46

Universitas Indonesia

dilakukannya proses produksi. Setelah MPS dibuat, selanjutnya dibuat MRP

untuk menunjang MPS. Master Requirements Planning (MRP) berisi nama dan

jumlah material yang dibutuhkan dalam proses produksi. Dokumen Master

Requirements Planning (MRP) di-follow up ke bagian warehouse, QA, produksi,

dan marketing.

3.3.4.2. Warehouse Department

Untuk mendukung perencanaan produksi, penyediaan barang harus

dilakukan. Penyimpanan bahan baku maupun produk jadi harus diperhatikan agar

barang yang disimpan selalu dalam kondisi baik. Kualitas material maupun

barang jadi dipengaruhi oleh cara penyimpanan barang tersebut. Semua bahan dan

produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegar resiko campur

baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

Gudang berfungsi sebagai tempat penerimaan, penyimpanan,

pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dan pelaporan

material serta peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin. Beberapa manfaat

gudang yaitu terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan, tertatanya

perbekalan kesehatan, peningkatan pelayanan pendistribusian, kemudahan akses

dalam pengendalian dan pengawasan, tersedianya data informasi yang lebih

akurat, aktual dan dapat dipertanggungjawabkan.

Syarat gudang menurut CPOB yaitu:

a. Harus ada protap yang mengatur tata kerja (penerimaan, penyimpanan, dan

distribusi barang.

b. Cukup luas, terang, dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu

sesuai dengan persyaratan, bersih, dan teratur.

c. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar

atau mudah meledak.

d. Tersedia tempat khusus barang karantina dan rejected.

e. Tersedia ruangan khusus untuk sampling, dengan kualitas ruangan seperti grey

area.

f. Pengeluaran barang mengikuti prinsip First In First Out (FIFO) atau First

Expired First Out (FEFO).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 171: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

47

Universitas Indonesia

Bangunan yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang harus

terjamin kebersihan dan higienitasnya. Selain itu, gudang harus memiliki

kelembaban ruangan 75%, namun untuk produk kapsul memiliki kelembaban

ruang 35%-65%, bahan yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan

lantai, jarak antara bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi, dan pallet

harus dalam keadaan bersih dan terawat.

Pembagian gudang ada dua, yaitu berdasarkan suhu penyimpanan dan

berdasarkan jenis barang yang disimpan. Berdasarkan suhu penyimpanan, gudang

dibagi menjadi 3, yaitu gudang suhu kamar (≤ 30oC), gudang ber-AC (15-25oC),

dan gudang dingin (2-8oC). Sedangkan berdasarkan jenisnya gudang dibagi

menjadi 7, yaitu bahan baku, bahan pengemas, bahan beracun, bahan yang mudah

meledak atau terbakar, bahan yang ditolak, karantina obat jadi, dan obat jadi.

Warehouse Department memiliki dua sub departemen yaitu sub departemen

Finished Goods dan sub departemen Material Procurement. Sub departemen

Finished Goods bertanggung jawab dalam penanganan penyimpanan obat jadi.

Sub departemen Material Procurement bertanggung jawab dalam penanganan

penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas. PT. SOHO memiliki beberapa

gudang, yaitu PG5 dan PG6 untuk menyimpan bahan baku, Rawaudang untuk

menyimpan bahan pengemas, serta Pulokambing untuk menyimpan bahan baku,

bahan pengemas, dan barang jadi. Simplisia herbal dan senyawa mudah terbakar

seperti alkohol disimpan dalam gudang Rawakepiting. PT. Parit Padang sebagai

distributor tunggal PT. SOHO menyimpan barang jadi.

Gudang PT. SOHO ada yang masih terhubung langsung dengan bagian

pengemasan sekunder dan ada yang terpisah di lain tempat. Gudang dan ruang

pengemas sekunder dibatasi oleh ruang air lock, demikian juga antara gudang dan

pintu keluar. Dalam gudang juga terdapat staging area sebagai tempat transit

barang jadi yang akan dikirim keluar gudang. Adanya staging area akan

mempermudah proses pengeluaran barang dari ruang penyimpanan utama menuju

keluar gudang. Barang jadi berada dalam staging area tidak lebih hari tiga hari.

Material disimpan berdasarkan proses selanjutnya (produksi solid atau liquid),

setelah itu baru dipisah berdasarkan suhu dan urutan abjad. Bahan pengemas

disimpan berdasarkan abjad. Gudang bahan baku dan obat jadi dikondisikan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 172: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

48

Universitas Indonesia

dalam tiga tingkatan suhu, yaitu 16-25°C untuk penyimpanan produk yang stabil

pada suhu kamar, kurang dari 32°C untuk produk yang stabil terhadap panas dan

2-8°C untuk penyimpanan produk yang tidak stabil terhadap panas.

Pengkondisian suhu 2-8°C dilakukan dengan menyimpan barang dalam kotak

sterofoam dengan icegel di dalamnya sebagai pendingin, sedangkan ruangan yang

lain dikondisikan menggunakan AC (Air Conditioning). Sebelum dilakukan

pemasangan AC, dilakukan proses mapping. Mapping bertujuan untuk

mengetahui bagian-bagian ruangan yang kritis terhadap perubahan suhu, sehingga

pemasangan termohidrometer dapat dilakukan pada tempat yang paling tepat.

Aktivitas utama gudang bahan baku dan pengemas adalah terima,

simpan, dan kirim. Penerimaan barang oleh gudang disertai dengan formulir LPB

(Lembar Penerimaan Barang). LPB tersebut akan diperiksa oleh QC Department.

Setelah LPB diterima oleh QC, QC kemudian akan melakukan sampling barang.

Apabila barang yang datang diluar spesifikasi yang telah ditentukan, barang

tersebut akan direject. Barang yang memenuhi spesifikasi akan diluluskan oleh

QC untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam stok gudang, kemudian pengeluaran

barang dilakukan berdasarkan picklist, suatu dokumen untuk menyiapkan barang

yang dibuat oleh Production Planning yang akan dicetak oleh bagian produksi.

PT. SOHO bekerja sama dengan Geocycle (Holcim Group) untuk

melakukan pemusnahan obat kembalian yang dimana menjelang kadaluarsa

diterima dari distributor untuk dimusnahkan. Selain itu, pemusnahan juga

dilakukan terhadap setiap barang yang direject. Geocycle melakukan pemusnahan

terhadap barang jadi, packaging material, dan raw material yang diserahkan

bersama dengan master box.

3.3.4.3. Material Procurement Department

Material Procurement Department terbagi menjadi tiga section yaitu

Material Planning Section, Raw Material Procurement Section, dan Packaging

Material Procurement Section. Departemen ini bertugas dalam pembelian bahan

baku (Raw Material Procurement Section) dan bahan pengemas (Packaging

Material Procurement Section) dari supplier.

Departemen ini menindaklanjuti Purchase Requisition yang berisi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 173: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

49

Universitas Indonesia

permintaan bahan baku dan bahan pengemas dari Production Planning.

Pembelian bahan baku dan bahan pengemas dilakukan dengan mengirimkan

Purchase Order ke pemasok yang disetujui oleh QA. Approved Vendor List

merupakan daftar yang berisi pemasok-pemasok bahan baku dan bahan pengemas

yang disetujui oleh QA. Setiap bahan baku dan bahan pengemas minimal

memiliki dua supplier. Departemen Material Procurement secara kontinyu juga

mencari alternatif pemasok untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan

pengemas jika dua supplier yang sudah disetujui oleh QA tidak bisa memenuhi

kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas. Material Planning Section bertugas

dalam perencanaan pemesanan material dalam bentuk shop order yang dibuat

berdasarkan Bill of Material (BOM). Shop order inilah yang menjadi dasar

pembuatan picklist yang digunakan oleh produksi untuk memesan bahan baku

dari warehouse.

3.3.4.4. CustomClearanceDepartmen

Custom Clearance Department bertanggung jawab dalam eksport dan

import. Aktivitas Departemen ini masih didominasi oleh import, karena bahan

baku mayoritas import dari luar negeri.

3.3.5. Validation and Documentation Department (VDD)

Departemen ini berada di bawah struktur Manufacturing. VDD

membawahi dua bagian yakni Validation Section dan Dokumentasi. Tugas dari

VDD adalah mengelola aktivitas validasi dan mengelola dokumen terkendali

dalam lingkup manufacturing untuk memenuhi ketentuan CPOB lokal maupun

internasional.

Departemen ini memiliki 12 orang karyawan yang terdiri dari satu orang

Validation and Documentation Head (VDD Head), satu orang Validation Section

Head (VSH), satu orang Manufacturing Documentation Executive (MDE), tujuh

orang Validation Engineer (VE), serta dua orang Validation and Documentation

Administrator. VDD Head, VSH, dan MDE adalah apoteker. Beberapa VE juga

merupakan apoteker, dan beberapa lainnya berlatar belakang pendidikan Teknik

(S-1). Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 9.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 174: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

50

Universitas Indonesia

Aktivitas validasi bertujuan untuk memastikan bahwa equipment, facility,

utility, dan proses yang digunakan untuk memproduksi obat memenuhi syarat

yang telah ditentukan dan akan menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan

penggunaanya. Kebijakan validasi yang berlaku pada lingkungan SOHO Group

tertuang dalam Validation Master Plan (VMP) masing-masing fasilitas. Secara

garis besar aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah:

3.3.5.1. Analisa Resiko

Risk Analysis (RA) atau Analisa Resiko menganalisa kemungkinan

resiko yang berasal dari desain/fungsi maupun penggunaan equipment. Tahap Ini

dilakukan sebelum proses kualifikasi dimulai.

3.3.5.2. Kualifikasi

Kualifikasi merupakan upaya pembuktian bahwa equipment,utility,dan

facility, yang digunakan bekerja dengan benar. Kualifikasi terdiri dari:

a. Design Qualification (DQ)

Dilakukan untuk memastikan apakah desain peralatan yang digunakan

telah sesuai dengan kriteria cGMP yang difenisikan dalam User Requirement

Specification dan Analisis Resiko.

b. Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system

Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan telah terpasang sesuai

dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pembuat equipment/utility.

c. Operational Qualification (OQ) of equipment/utility system

Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan beroperasi sesuai dengan

spesifikasinya.

d. Performance Qualification (PQ) of equipment/utility system

Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan memiliki performa yang

diinginkan atau sesuai spesifikasi secara konsisten dan terpercaya.

3.3.5.3. Validasi Proses

Merupakan pembuktian terdokumentasi bahwa proses yang dioperasikan

menunjukkan performa yang efektif dan reprodusibel untuk menghasilkan produk

yang sesuai spesifikasi dan ketetapan GMP.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 175: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

51

Universitas Indonesia

3.3.5.4. Validasi Pembersihan

Merupakan pembuktian bahwa cara pembersihan yang diterapkan pada

equipment yang kontak dengan produk terbukti secara efektif mengurangi tingkat

kontaminasi pada batas yang dapat diterima.

3.3.5.5. Validasi Sistem Komputer

Bertujuan untuk membuktikan bahwa sistem komputerisasi yang

digunakan (hardware dan software) dalam proses pembuatan produk obat sesuai

dengan persyaratan CPOB yang berlaku.

3.3.6. Technical Division

Technical division memiliki tiga departemen yaitu Engineering

Department, Health and Safety Environment Department, dan General Affairs

Department. Struktur dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.3.6.1. General Affair Department

Departemen ini bertujuan untuk memfasilitasi dan memastikan

kelancaran berbagai kegiatan core bussiness dan menjadi support system secara

umum di PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi General Affair

Department dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk sistem pengolahan dan limbah

dan pemusnahan obat kembalian berada di bawah Waste and Pest Management

Section. Limbah yang dihasilkan setiap hari kurang lebih 85 m3, dengan rincian

75 m3 berasal dari PT. SOHO Industri Pharmasi dan 7-10 m3 berasal dari PT.

Ethica. Setiap macam limbah yang dihasilkan akan melalui berbagai macam

proses perlakuan hingga akhirnya olahan limbah tersebut menjadi ramah

lingkungan.

Limbah sendiri terbagi menjadi tiga macam, yaitu limbah domestik,

limbah B3 (Berbau, Beracun, Berbahaya), dan limbah cair. Limbah domestik

adalah limbah yang tidak berbahaya yang berasal dari kegiatan sehari-hari

industri. Limbah domestik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu domestik produksi

seperti bahan pengemas dan domestik kegiatan non produksi seperti, limbah

kantin, sampah daun, dan kertas bekas. Limbah B3 adalah limbah baik berupa

padat maupun cair, yang sifatnya bila tidak dikelola/dimusnahkan dengan tepat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 176: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

52

Universitas Indonesia

dapat mencemarkan lingkungan maupun menimbulkan efek yang tidak baik unruk

makhluk hidup, atau dapat juga membahayakan, dikarenakan sifatnya yang

beracun, reaktif, mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah B3 ditampung di tempat

penyimpanan sementara (TPS) limbah B3. Secara periodik, limbah tersebut akan

dikirim untuk dimusnahkan. Pemusnahan limbah B3 dilaksanakan oleh

perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan PT. SOHO Group seperti PT.

WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti. Beberapa contoh limbah

B3 adalah produk-produk yang telah kadaluarsa, bahan baku atau produk reject

dari produksi, sisa cangkang kapsul, solven, reagen, limbah infeksius dari

poliklinik, dan lain-lain. Sumber limbah cair yang diolah dibagi menjadi tiga,

yaitu limbah domestik (limbah toilet, washtafel), limbah herbal (ekstraksi OT),

dan limbah produksi seperti limbah yang dihasilkan dari kegiatan produksi seperti

air cucian alat, reagen, dan solven.

Limbah betalaktam dari PT. Ethica Industri Farmasi akan ditampung

dalam bak buffer sebagai tempat penampungan sementara. Dari bak buffer, limbah

tersebut akan dialirkan ke bak reaktor antibiotik dengan menggunakan HCl dan

NaOH untuk memecah cincin betalaktam, setelah itu baru dialirkan ke bak

ekualisasi anaerob. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air

dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi.

Limbah domestik cair akan menuju STP (Sewage Treatment Plant). PT. SOHO

memiliki delapan STP tetapi hanya enam yang memenuhi syarat. Dua STP yang

lainnya selalu menghasilkan profil limbah yang tidak memenuhi syarat. STP

merupakan suatu sistem perlakuan limbah berupa kolam yang tertutup dengan tiga

pipa di dalamnya. Aktivitas pengolahan limbah di STP adalah pengadukan,

oksigenasi bakteri, dan pembuangan lumpur aktif (bakteri). Tujuan pengolahan

limbah di STP ini adalah untuk mengurangi kadar BOD, COD, dan pH air limbah

tersebut. Di setiap STP terdapat pump pit untuk mengambil sampel air limbah

untuk ditentukan kadar BOD, COD, dan pH. Limbah yang telah memenuhi syarat

kemudian akan melalui proses selanjutnya, yaitu proses anaerob. Limbah produksi

dan herbal tidak melalui sistem STP, melainkan ditampung dalam suatu bak

penampung untuk kemudian diproses secara anaerob. Hal tersebut dilakukan

karena bakteri aerob dalam STP tidak mampu menguraikan limbah produksi dan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 177: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

53

Universitas Indonesia

herbal. Limbah produksi dan herbal banyak mengandung senyawa yang dapat

membunuh bakteri, oleh karena itu limbah tersebut harus diproses secara anaerob

terlebih dahulu.

Limbah yang telah dialirkan ke bak ekualisasi anaerob kemudian akan

dialirkan ke bak anaerob. Bak anaerob berisi bakteri anaerob yang membantu

dalam proses pemecahan molekul-molekul yang terkandung dalam limbah

menjadi bentuk yang lebih sederhana. Setelah melalui proses anaerob, limbah

akan menuju reactor tank, yaitu bak penampungan sebelum limbah masuk ke

equalisasi aerob. Dari reactor tank, limbah akan dialirkan ke bak ekualisasi aerob

untuk selanjutnya dialirkan ke bak aerob. Keberadaan dua bak aerob dengan

tujuan mengantisipasi meluapnya limbah. Dalam bak aerob terdapat aerator untuk

mensuplai oksigen bagi bakteri. Dari bak aerob, limbah akan dialirkan menuju

bak sedimentasi untuk proses pengendapan lumpur aktif.

Proses ini tidak menggunakan koagulan, melainkan limbah murni

didiamkan selama beberapa waktu. Limbah tersebut kemudian dialirkan ke bak

klorinasi. Dari bak klorinasi, limbah akan dialirkan menuju filter feed sebagai bak

penampungan sebelum masuk ke filter tank. Filter tank terdiri dari dua tangki

yang terpisah. Satu tangki berisi pasir dan satu tangki lagi berisi karbon aktif.

Filter tank bertujuan untuk menyaring air limbah dan mengurangi bau. Setelah

melalui filter tank, limbah akan dialirkan menuju bak outlet. Dari bak outlet

limbah dibagi menjadi dua aliran, satu aliran menuju ke reservoir tank dan aliran

satunya menuju fish pond. Air limbah olahan yang disimpan dalam reservoir tank

digunakan untuk keperluan menyiram tanaman disekitar area industri, sedangkan

limbah yang dialirkan ke fish pond bertujuan sebagai indikator limbah yang ramah

lingkungan sehingga ikan bisa hidup di air limbah olahan tersebut. Fish pond

dihubungkan dengan outlet drain berupa bak kecil untuk tempat pengambilan

sampel analisis kualitas air limbah oleh QC.

3.3.6.2. Engineering Department

Struktur organisasi Engineering Department dapat dilihat di Lampiran

11. Departemen ini memiliki tiga sub departemen, yaitu:

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 178: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

54

Universitas Indonesia

a. Operational Maintenance Sub Department

Operational Maintenance Sub Department bertanggung jawab dalam

hal pemeliharaan peralatan operasional. Operational Maintenance Sub

Department terbagi menjadi dua, yaitu maintenance section dan utility section.

Maintenance section bertanggung jawab terhadap perawatan alat di PT.

SOHO Industri Pharmasi dan PT. ETHICA Industri Farmasi. Maintenance section

terbagi menjadi maintenance area I yang bertanggung jawab sebagai coordinator

di area I (PT SOHO Industri Pharmasi) dan maintenance area II yang

bertanggung jawab sebagai coordinator di area 2 (PT. ETHICA Industri Farmasi).

Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin berdasarkan waktu

(manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam penggunaan.

Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin

berdasarkan waktu (manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam

penggunaan. Dalam melakukan maintenance terdapat 3 form, yaitu preventive

check & preventive service form, form serah terima antara Engineering dengan

produksi, dan form pembersihan. Pengecekan untuk pemeliharaan mesin

dilakukan setiap dua bulan sekali sering disebut sebagai periodic maintenance.

Hasil pengecekan didata dalam preventive check and preventive service form.

Kerusakan pada mesin produksi harus segera dilaporkan kepada Engineering

melalui work order form, dan akan ditindaklanjuti segera oleh Engineering

bersamaan dengan itu dilakukan dokumentasi berupa form serah terima.

Utility section bertanggungjawab dalam pengoperasian dan perawatan

alat- alat penunjang produksi seperti boiler, chiller, genset, kompresor, fire

hydrant, pompa air dan limbah. Boiler berfungsi menghasilkan uap air panas

dengan suhu tinggi yang sering digunakan untuk produksi. Kompresor digunakan

untuk menghasilkan udara bertekanan, kompresor untuk industri farmasi adalah

jenis kompresor oil free. Genset berfungsi untuk menghasilkan arus listrik saat

listrik mati, genset yang digunakan adalah dua genset masing-masing dengan

kekuatan 2000 kVA. Alat-alat analisis pada laboratorium R&D, QA dan QC

menggunakan penyimpan daya dan stabilizer untuk menjaga kemungkinan listrik

PLN padam. Fire hydrant terdapat dalam setiap ruangan, posisinya di atap

berbentuk karet bundar putih. Fire hydrant ini akan pecah dan menyala otomatis

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 179: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

55

Universitas Indonesia

saat ada api. Pengaturan pompa air dan limbah, utility bekerjasama dengan

General Affairs untuk mengatur dan mengoperasikannya. Selain perawatan

peralatan penunjang, utility section juga bertugas dalam memantau dan merawat

ruang mezzanine. Ruang mezzanine adalah ruang yang terdapat di atas ruang yang

terlibat dalam pembuatan produksi, ruang mezzanine berisi AHU, pipa hydrant,

pipa steam, pipa listrik, pipa air PAM, pipa purified water, dan ducting.

Utility section terbagi menjadi empat bagian, yaitu workshop, utility,

electrical, dan HVAC and clean media. Workshop bertanggung jawab mengurus

perbaikan alat. Utility bertanggung jawab untuk mengoperasikan alat seperti

boiler dan operator yang menjalankan bertanggung jawab terhadap alat harus

tersertifikasi.

Electrical berperan dalam pemantauan dan perawatan perangkat

kelistrikan dan berhubungan langsung dengan PLN sebagai penyedia tenaga

listrik. Rangkaian listrik untuk pabrik dimulai dari gardu PLN kemudian menuju

gardu listrik kecil kemudian menuju ke panel besar yang berada di setiap gedung

dan terakhir menuju setiap panel kecil yang berada di ruangan. Tenaga listrik

merupakan faktor yang sangat penting untuk produksi, untuk mengatasi keadaan

tidak ada tenaga listrik saat mati lampu disediakan dua genset kapasitas 2000

KVA yang dalam waktu lima detik akan segera memenuhi seluruh

kebutuhan listrik pabrik. Genset akan mati secara otomatis ketika listrik dari PLN

menyala kembali. HVAC and clean media bertanggung jawab terhadap yang

berhubungan dengan kebersihan produksi seperti sistem Heating Ventilating Air

Conditioning (HVAC) dan pengolahan purified water. Heating Ventilating Air

Conditioning (HVAC)merupakan sistem sirkulasi udara yang mengatur

temperatur, kelembaban relatif (RH), dan jumlah partikel. Air Handling Unit

(AHU) merupakan suatu perangkat pengolahan udara yang menggunakan prinsip

HVAC. Tiga fungsi Utama HVAC yaitu heating, ventilating, dan air conditioning

saling berhubungan untuk menghasilkan udara yang berkualitas dalam gedung,

mengurangi infiltrasi udara, ventilasi, dan menjaga hubungan tekanan antar

ruangan.

Prinsip kerja HVAC adalah sebagai berikut, udara luar (fresh air) dan

udara hasil resirkulasi di dalam ruangan masuk ke dalam mixing chamber yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 180: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

56

Universitas Indonesia

kemudian disaring menggunaan pre filter G4 (efisiensi 80%) dan medium filter F7

(efisiensi 95%) untuk mengurangi jumlah partikel. Udara kemudian didinginkan

dan diturunkan kelembabannya dengan pendinginan oleh cooling coil sebagai

hasil pendinginan oleh chiller atau freon. Udara hasil pendinginan melewati

heater/steam coil untuk dipanaskan sesuai dengan suhu udara yang dibutuhkan

ruangan kemudian didorong oleh motor menuju filter F9 (98%). Udara hasil

penyaringan filter F9 akan mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter H13

(99,95%) dan keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan melalui pipa-

pipa. Udara hasil penyaringan HEPA filter selanjutnya dijadikan udara pasokan

untuk ruangan produksi yang dikenal dengan nama supply air. Supply air dari

AHU disalurkan melalui ducting menuju ke ruangan dengan melalui lubang

supply air yang terdapat di atap ruangan. Udara yang telah dikondisikan dan

disaring kemudian masuk ke ruang-ruang produksi melalui supply diffuser baik

dengan tipe swirl ataupun grill. Pada ruangan produksi menggunakan aliran udara

swirl agar aliran udara langsung menuju low return perforated. Sebelum masuk ke

mixing chamber, udara akan melewati temperature dan humidity sensor di mana

sensor tersebut akan otomatis mengirimkan sinyal kepada cooling coil untuk

mengatur temperatur dan kelembabannya. Skema kerja AHU dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 3.6. Skema kerja AHU

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 181: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

57

Universitas Indonesia

HEPA merupakan singkatan dari High-Efficiency Particulate Air.

Efisiensi HEPA tergantung dari jenisnya. HEPA H13 sanggup menyaring 99,95%

dari semua partikel yang lebih besar dari 0,3 mikron. Hal ini berarti untuk

setiap10.000 partikel yang berukuran lebih besar dari 3 mikron, hanya ada

peluang 5 partikel yang lolos dari HEPA.

Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dan dikendalikan dalam

sistem AHU yaitu, yang pertama temperatur ruangan yang harus diatur

sedemikian rupa agar persyaratan suhu ruangan untuk kegiatan produksi dapat

terpenuhi. Temperatur udara dikondisikan dengan bantuan chiller dan boiler.

Chiller berfungsi sebagai pensuplai air dingin pada coil, sedangkan boiler

berfungsi sebagai pensuplai air panas pada heater. Kedua adalah Kelembaban

relatif ruangan, kelembaban udara adalah parameter kritis bagi produk-produk

yang bersifat higroskopis, seperti sediaan effervescent yang membutuhkan RH di

bawah 30%. Tingkat kelembaban udara diatur dengan menggunakan dehumidifier.

Ketiga yaitu jumlah partikel. Jumlah partikel dalam setiap ruangan berbeda-beda

tergantung klasifikasi ruangan. Jumlah partikel dikendalikan oleh beberapa filter

yang terdapat pada AHU. Kemudian yang keempat adalah jumlah sirkulasi udara

dan perbedaan tekanan. Jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan akan

menentukan tingkat kebersihan ruangan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi

terjadinya kontaminasi silang.

Selanjutnya, selain HVAC, Clean Media Section juga memantau

purified water. Tahapan tahapan dalam memproduksi purified water yang pertama

adalah Pre-treatment yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan air yang masuk

ke dalam sistem Reverse Osmosis (RO). Penggunaan RO atau Electrodeionization

(EDI) bertujuan untuk menurunkan konduktivitas dan total kandungan karbon

(TOC). Penurunan kesadahan dilakukan dengan agen silika atau kalsium

bikarbonat. Feed water merupakan air sumur atau air dari PAM, sedangkan air

yang dihasilkan disebut sebagai potable water yang selanjutnya diolah menjadi

purified water. Tahapannya adalah klorinasi, Water softening yang bertujuan

untuk mengurangi tingkat kesadahan dengan mengikat ion-ion logam yang

terdapat dalam air menggunakan resin penukar ion kation dan negatif, pH

treatment yaitu pengecekan sekaligus pengaturan pH yang diinginkan yaitu antara

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 182: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

58

Universitas Indonesia

5-7, anti scaling untuk mencegah pengendapan CaCO3 dan silika dengan cara

memutus ikatan kristal pada senyawa tersebut sehingga tidak membentuk

agregat/kristal, deklorinasi untuk menghilangkan kandungan klorin dalam air

dengan penambahan sodium metabisulfit atau sinar UV, penyaringan

microfiltration dan ultrafiltration, reverse osmosis (RO) yaitu penyaringan cairan

dari yang bertekanan rendah ke yang lebih tinggi melewati membran

semipermeabel seperti cellulose acetate atau thin film composite (polyamide)

sehingga partikel serta kontaminan akan tertahan pada filter, dan terakhir

Continous Electrodeionization (CEDI). Pada tahap ini terjadi pertukaran ion

kation dan anion secara bersamaan dan terus menerus. Setelah melewati tahap ini

konduktivitas air turun dari 12-30 μS menjadi di bawah 1.3 μS.

Purified water disimpan dalam tangki penyimpanan kemudian

didistribusikan ke semua ruangan dengan cara dipompa. Alur proses pembuatan

purified water dapat dilihat pada Lampiran 12.

b. Engineering Planning and Reliability Sub Department

Engineering Planning and Reliability Sub Department bertanggung

jawab dalam hal perencanaan kegiatan Engineering. Engineering Planning and

Reliability Sub Department terbagi menjadi tiga bagian, yaitu warehouse spare

part section, engineering planner section, dan automation and calibration section.

Warehouse spare part section bertanggung jawab untuk menyimpan

setiap peralatan yang digunakan untuk maintenance setiap mesin yang ada. Selain

itu, bagian warehouse juga melakukan penyetokan sparepart mesin yang cukup

vital dengan tujuan apabila terjadi kerusakan pada mesin, bagian Engineering

dapat melakukan perbaikan atau penggantian sparepart tanpa harus menunggu

sparepart dari supplier.

Engineer planner section bertanggung jawab terhadap perencanaan

kegiatan maintenance terhadap semua sarana utama (mesin produksi) dan sarana

penunjang. Engineer planner section terbagi menjadi dua, yaitu Engineering

Document Control Executive dan Maintenance Planner Executive.

Automation and calibration section terbagi menjadi dua, yaitu bagian

calibration yang bertanggung jawab terhadap kalibrasi alat di produksi dan bagian

mecathronic yang bertanggung jawab menangani alat atau mesin yang bekerja

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 183: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

59

Universitas Indonesia

secara otomatis serta menangani alat-alat yang berarus lemah. Kalibrasi

merupakan suatu proses penetapan hubungan secara berkala antara perangkat

pengukuran dan satuan pengukuran untuk memastikan kebenaran pengukuran dan

analisis, sedangkan verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian yang dilakukan

terhadap alat ukur untuk mengetahui bahwa alat ukur tersebut secara konsisten

manpu memberikan hasil yang dapat dipercaya. Kalibrasi dilakukan secara

berkala terhadap setiap alat pengukuran, sedangkan verifikasi dilakukan setiap

hari dan hanya dilakukan pada timbangan saja.

Proses kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil dari alat

dengan alat lain yang sudah terkalibrasi. Suatu kalibrator memiliki akurasi dan

resolusi yang tinggi. Setiap peralatan yang digunakan untuk pengukuran hasrus

dikalibrasi dan dikalibrasi ulang secara berkala. PT. SOHO memiliki kalibrator

untuk setiap peralatan kecuali timbangan. Timbangan akan dikalibrasi ke pihak

ketiga. Kalibrator disimpan dalam kondisi sedemikian rupa dengan syarat

penyimpanan dengan suhu sebesar 25±3° C, dan RH sebesar 60±10 %. Standar

tersebut sesuai dengan standar ISO 17025 dan Komite Akreditasi Nasional

(KAN). Metode kalibrasi masing-masing alat berbeda-beda, oleh karena itu dibuat

prosedur tetap kalibrasi alat.

c. Mechanical Equipment Project Section

Mechanical Equipment Project Section bertanggung jawab dalam hal

penanganan proyek baru Engineering hingga sebelum dilakukan validasi.

Mechanical Equipment Project Section membawahi bagian mechanical desain.

3.3.6.3. Health, Safety, and Environmental (HSE) Department

SOHO Group berkeinginan untuk meningkatkan dan menjaga

standar yang paling tinggi dalam hal keselamatan kerja dari setiap aktivitas

perusahaan. Dimanapun kita bekerja dalam kegiatan yang beragam, lingkungan

kerja yang aman adalah yang pertama dan utama. HSE adalah suatu departemen

yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja, dan

lingkungan hidup. Setiap karyawan baru akan mendapatkan pengarahan dari

departemen ini. Tujuan dilakukannya pengarahan adalah agar setiap karyawan

memahami persyaratan yang berlaku di Soho Group sehingga kecelakaan kerja

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 184: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

60

Universitas Indonesia

dapat dihindari. Peraturan tersebut dituangkan dalam Petunjuk Umum

Keselamatan Kerja Soho Group. Petunjuk-petunjuk yang tertera dalam buku

tersebut bersifat tambahan dari Peraturan Perundang-Undangan tentang

Keselamatan Kerja yang ada di Republik Indonesia yang berhubungan dengan

jenis perkerjaan yang dilakukan.

Kesehatan (health) meliputi pelaksanaan medical checkup pada saat

bergabung dengan perusahaan dan pemeriksaan kesehatan karyawan secara

berkala. Kesehatan sangat penting untuk diperhatikan agar tidak mengganggu

kinerja karyawan dalam bekerja yang berakibat pada mutu produk yang

dihasilkan. Aspek safety (keselamatan kerja) dilakukan dengan pelatihan yang

terkait keselamatan kerja ketika berada di area perusahaan baik visitor maupun

karyawan. Karyawan wajib mengikuti pedoman keselamatan pekerja.Environment

(lingkungan) berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan proses produksi

terhadap kelestarian lingkungan. Salah satunya dengan pengolahan limbah yang

bertujuan untuk mengurangi cemaran ke lingkungan sekitar.

Prinsip dari keselamatan kerja adalah kenali lingkungan kerja, pelajari

bahaya dan resiko yang mungkin Timbul, kemudian cari cara pencegahannya.

HSE menerapkan lima hirarki control secara bertahap, yaitu eliminasi, substitusi,

pendekatan teknis, administration control, dan APD (Alat Pelindung Diri).

Eliminasi yaitu menghilangkan setiap bahaya dan resiko. Substitusi adalah

mengganti aktivitas pekerjaan dengan metode yang lain untuk mengurangi resiko

yang ada. Pendekatan teknis yaitu penggunaan alat-alat yang mempermudah

pekerjaan dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Administration

control adalah melakukan pengawasan, pendampingan, serta pembuatan prosedur

tetap. APD yaitu memperlengkapi diri dengan pelindung seperti jas lab, goggle,

sarung tangan, masker ketika diperlukan.

3.4. Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi

PT. SOHO Industri Pharmasi berlokasi di Jl. Pulogadung No.6, Kawasan

Industri Pulo Gadung, Jakarta. Di lokasi ini, SOHO Group memiliki area untuk

Manufacturing yang terdiri dari gedung 2, gedung 3, gedung Obat Tradisional

(OT). Area manufacturing tersebut berada di komplek PG6 kawasan industri

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 185: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

61

Universitas Indonesia

Pulogadung. Ruangan produksi sendiri terbagi menjadi 3 yaitu area yang terdapat

di gedung 2, gedung 3 dan gedung OT. Pembagian ruangan masing-masing adalah

sebagai berikut:

3.4.1. Ruangan Produksi di Gedung 2

Ruang produksi di gedung 2 terdiri dari ruang timbang (weighing room)

dan ruang produksi sediaan liquid. Ruang timbang terdiri dari ruang timbang

solid, ruang timbang liquid, buffer room, staging before weighing room, staging

after weighing room, ruang penyimpanan peralatan timbang. Ruang produksi

sediaan liquid terdiri dari ruang blowing botol, ruang mixing, ruang filling-

packaging primer, ruang packaging sekunder, ruang In Process Control (IPC)

liquid, ruang penyimpanan peralatan liquid, ruang penyimpanan pengemas

primer, ruang penyimpanan pengemas sekunder, Work In Process (WIP) room,

ruang cuci, ruang supervisor dan administrasi.

3.4.2. Ruangan Produksi di Gedung 3

Ruang produksi yang terletak di gedung 3 terdiri dari ruang ganti sepatu

dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan solid dan ruang supervisor dan

administrasi. Untuk ruang produksi sediaan solid terdiri dari ruang mixing, ruang

tabletting, ruang coating, ruang filling kapsul, ruang packaging primer, ruang

printing, ruang packaging sekunder, ruang penyimpanan cangkang kapsul, ruang

penyimpanan peralatan solid, ruang penyimpanan pengemas primer, ruang

penyimpanan pengemas sekunder, ruang IPC tablet, ruang IPC mixing, WIP room,

ruang cuci.

3.4.3. Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT)

Ruang produksi yang terletak di gedung OT terdiri dari ruang ganti sepatu

dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan likuid dan ruang supervisor dan

administrasi. Untuk ruang produksi sediaan likuid terdiri dari ruang penghalusan

bahan, ruang pengeringan, ruang ekstraksi, ruang granulasi, ruang pengemasan

primer, ruang IPC , WIP room, dan ruang cuci.

Ruang produksi di atas menjadi dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu

kelas E dan kelas F. Ruang kelas E digunakan untuk produksi sediaan non steril

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 186: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

62

Universitas Indonesia

yang ditujukan untuk penggunaan oral dan pengemasan primer, sedangkan kelas F

digunakan untuk ruang pengemasan sekunder.

3.4.4. Bangunan dan Fasilitas Serta Sarana Penunjang

Bangunan di SOHO Group didesain sedemikian rupa untuk dapat

menjamin kualitas produk, begitu juga dengan fasilitas serta sarana penunjang.

3.4.4.1. Desain Pabrik

Ruang penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan

awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan produk, pengolahan,

pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan,

pengemasan, karantina produk jadi sebelum pelulusan akhir, pengiriman produk,

dan laboratorium pengawasan mutu berada di ruang terpisah satu sama lain. Area

produksi memiliki beberapa ruang untuk penimbangan, mixing, granulating,

tableting, coating, dan packaging dan terpisah satu sama lain. Selain itu,

peralatan yang digunakan di ruang produksi tersebut terdiri dari beberapa jenis

alat dengan kapasitas yang berbeda-beda, hal ini memungkinkan beberapa produk

diproduksi dalam waktu bersamaan.

Permukaan dinding dan lantai untuk area Manufacturing dilapisi dengan

cat epoksi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh permukaan yang rata dan tidak

berpori, tahan terhadap bahan kimia, mudah dibersihkan, dan mudah dibilas

dengan air. Pertemuan antara dinding dengan lantai dibuat sedemikian rupa

sehingga menghindari adanya sudut (curving). Kemungkinan terdapatnya celah

antara rangka jendela dengan kaca, celah pada pemasangan lampu serta pipa harus

dihindari untuk mengurangi kontaminasi.Salah satu caranya dengan menggunakan

sealant atau dengan mendesain pemasangannya sedemikian rupa.

3.4.4.2. Sistem pengolahan air

Air yang digunakan untuk kegiatan produksi ada dua macam, yaitu

potable water dan purified water. Potable water diperoleh dari air PAM

ditampung di tangki penampungan dan telah mengalami proses filtrasi

menggunakan pasir dan karbon filter. Potable water digunakan untuk keperluan

pembersihan, aktivitas kantin, dan juga sebagai raw water untuk diolah menjadi

purified water. Proses pengolahan purified water (PW) terdiri dari tahap

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 187: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

63

Universitas Indonesia

pretreatment, reverse osmosis (RO), dan distribution. Pretreatment merupakan

proses awal untuk mengolah potable water sehingga dapat memenuhi persyaratan

untuk proses pengolahan selanjutnya.

3.4.4.3. Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC)

Sistem pengaturan tata udara (Air Handling Unit) dalam ruang produksi

menggunakan sistem Heating, Ventillating, and Air Conditioning (HVAC).

Sistem HVAC berada di bawah tanggung jawab bagian Engineering Department.

Udara yang digunakan berasal dari campuran antara udara sirkulasi dan udara

segar. Campuran udara ini akan mengalami filtrasi melalui filter dengan efisiensi

kecil hingga besar. Selain itu, mengalami pendinginan dan pemanasan udara

untuk mengatur kondisi udara yang dibutuhkan. Parameter kritis yang diatur dari

sistem tata udara adalah kelembaban relatif (RH), temperatur, partikel, dan

tekanan udara. Setiap parameter tersebut diatur dan dikendalikan sesuai dengan

kebutuhan setiap ruangan.

3.4.4.4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki beberapa sistem untuk

pengolahan limbah baik cair maupun padat. IPAL atau Waste Water Treatment

Plant (WWTP) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengolah limbah

cair dari kegiatan produksi dan kegiatan sehari-hari di industri. PT. SOHO

Industri Pharmasi memiliki sistem pengolahan limbah domestik, limbah produksi

non- betalaktam, dan limbah produksi betalaktam. Kegiatan pengolahan limbah

akhir masih dilakukan di dua area terpisah untuk proses aerob dan anaerob.

Namun, saat ini sedang dilakukan pembangunan untuk satu area pengolahan

limbah yang terpusat agar lebih efisien. Untuk pemusnahan limbah B3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun), PT. SOHO Industri Pharmasi bekerjasama dengan PT.

WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti.

3.4.4.5. Pengelolaan dan pengendalian Hama

Pengelolaan dan Pengendalian Hama di PT. SOHO bekerja sama dengan

PT. Aardwolf Pestkare. Hama yang dikendalikan antara lain tikus, semut, cicak,

lalat, nyamuk, rayap, dan kecoa. Upaya pengendalian dan pembasmian hama

tersebut harus dilakukan oleh industri farmasi untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya kontaminasi atau kerusakan produk akibat aktivitas hama-hama

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 188: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

64

Universitas Indonesia

tersebut. Seluruh bahan kimia yang digunakan untuk pest control harus mendapat

persetujuan dari Departemen Quality Assurance (QA) SOHO Group. Seluruh

temuan di area produksi harus segera dilaporkan ke pihak terkait dan Quality

Operation Division Head (QO Div. Head).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 189: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

65 Universitas Indonesia

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN

PT. SOHO Industri Pharmasi merupakan salah satu perusahaan farmasi

terbesar dan termasuk dalam sepuluh besar industri farmasi dalam negeri dengan

status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang cukup sukses diantara

industri-industri yang memproduksi obat-obat ethical, OTC, dan food supplement

yang ada di Indonesia. PT. SOHO Industri Pharmasi bergabung dengan PT.

ETHICA Industri Farmasi untuk membentuk SOHO Group.

4.1. Manajemen Mutu

PT.SOHO Industri Pharmasi telah menjalankan manajemen mutu sesuai

dengan petunjuk CPOB. Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasilnya

akhirnya saja, tetapi terus dipantau disetiap tahapan proses produksi. Sistem

manajemen mutu yang diterapkan di PT. SOHO Industri Pharmasi disebut dengan

Quality Operational (QO). QO dibagi menjadi dua bagian, yaitu Quality Control

(QC) dan Quality Assurance (QA). Aktifitas QA yang terdapat dalam SOHO

Group sudah sejalan dengan prinsip CPOB. Pemenuhan CPOB terus ditingkatkan

oleh SOHO Group di setiap aspek pabrik dalam rangka peningkatan kualitas

produk yang dihasilkan.

4.2. Personalia

Personalia PT.SOHO Industri Pharmasi sudah memenuhi persyaratan yang

ditetapkan oleh CPOB, dimana untuk Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian

Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu dipimpin oleh seorang

Apoteker.

Di dalam menjalankan kegiatannya, industri farmasi harus memiliki

struktur organisasi yang jelas dan deskripsi tugas yang jelas pula. Untuk kegiatan

manufaktur, PT. SOHO Industri Pharmasi terbagi dalam beberapa

divisi/departemen, yaitu Quality Operation Divison, Production Division,

Technical Division, Validation and Documentation Department, Supply Chain

Division, Finance Department, dan Human Resource Department.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 190: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

66

Universitas Indonesia

Industri farmasi harus memiliki sebuah system untuk mengontrol dan

mengawasi kualitas dari obat atau produk tersebut. QO (Quality Operation)

Divisiosn Head berperan dalam mengontrol dan memastikan semua hal yang

berkaitan dengan operasional dan mutu obat terjamin. QO membawahi QA

(Quality Assurance) dan QC (Quality Control). Dalam hal ini QA berperan

merupakan suatu system untuk mengawasi mutu dari suatu produk obat. QA Dept

Head membawahi Quality Compliance, Quality Monitoring (QM), dan Quality

Support. Quality Compliance menangani registrasi produk, mendata PQR

(Product Quality Review), dan melakukan follow up terhadap stabilitas produk.

QM berperan dalam monitoring produk dan mengawasi semua hal yang

berhubungan dengan produk obat, seperti dengan menggunakan system CAPA,

menangani LUP (Lembar Usulan Perubahan), menangani deviasi, contoh

pertinggal, menangani keluhan terhadap produk dan juga menangani obat

kembalian. Quality Support berperan dalam membantu hal-hal yang berkaitan

dengan mutu produk, seperti menangani validasi dan kalibrasi.

Departemen QA juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan

pelulusan obat jadi. Untuk pelulusan obat jadi, dilakukan oleh tiga orang apoteker

dari penanggung jawab produksi, QC, dan QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut,

departemen QA telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan

pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Dalam meningkatkan kinerja SDM nya, PT.SOHO Industri Pharmasi

mengadakan training yang disesuaikan dengan kebutuhan SDM dan kebutuhan

perusahaan, seperti training cara pengemasan yang baik training cara sortir yang

baik, dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat training dalam rangka

meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terdapat dalam PT. SOHO

Industri Pharmasi.

4.3. Bangunan dan Fasilitas

CPOB mempersyaratkan lokasi bangunan untuk menghindari perencanaan

lingkungan disekelilingnya, seperti perencanaan udara, tanah dan air serta dari

kegiatan industri lain yang berdekatan, atau jika tidak memungkinkan harus

dilaksanakan tindakan yang mencegah terjadinya pencemaran, PT. SOHO

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 191: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

67

Universitas Indonesia

Industri Pharmasi berusaha untuk memenuhi persyaratan CPOB, yang ditunjukan

dengan lokasi perusahaan yang berada dikawasan industri pulogadung sehingga

meminimalkan pencemaran ke area hunian penduduk.

Bangunan dalam PT. SOHO Industri Pharmasi telah memenuhi kriteria

CPOB. Untuk memudahkan pembersihan dan mencegah perembesan air maka

dinding lantai dan atap ruangan produksi dilapisi epoxy, lapisan epoxy bersifat

kedap air, licin dan tahan goresan logam atau roda sehingga mudah dibersihkan.

Tiap sudut ruangan produksi dibuat melengkung mudah dibersihkan. Selain itu

ruangan produksi dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk

mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar

sesuai untuk proses produksi.

Ruangan produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokan menjadi

beberapa ruangan seperti ruang penimbangan, ruang pengolahan, ruang

pencetakan, ruang penyalutan, ruang IPC, dan ruang pengemasan. Selain ruang-

ruang tersebut PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki ruangan produksi untuk

sediaan liquid dan semi liquid. Ruangan produksi tersebut berada in-line sehingga

memperlancar proses produksi, ruangan produksi juga langsung berhubungan

dengan pengemas black sehingga proses pengemasan sekunder dapat langsung

dilaksanakan.

Laboratorium pengawasan mutu juga telah memenuhi persyaratan CPOB.

Laboratorium pengawasan mutu terpisah dari area produksi dan dibuat area

tersendiri untuk lab mikrobiologi. Dilaboratorium tersebut telah tersedia lemari

atau ruangan untuk sampel, standar, pelarut, dan reagen; acid chambers; ruang

cuci peralatan laboratorium; dan emergency aid. Ruang untuk instrumen telah

dibuat terpisah agar terlindung dari pengaruh getaran.

Terdapat pula gedung kesehatan atau yang biasa disebut poli, hal ini untuk

memudahkan karyawan yang sedang sakit untuk segera mendapatkan perawatan.

Terdapat juga ruang untuk ibu menyusui.

4.4. Peralatan

Peralatan yang dimiliki oleh PT. SOHO Industri Pharmasi telah

memenuhi persyaratan CPOB, yaitu permukaan alat dilapisi oleh suatu lapisan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 192: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

68

Universitas Indonesia

inert atau alat yang terbuat dari bahan yang bersifat inert, pembersihan dilakukan

sesuai dengan protap dan disimpan dalam kondisi kering dan bersih. Peralatan

atau mesin-mesin produksi ditempatkan pada ruangan-ruangan produksi

berdasarkan pengunaan mesin tersebut. Tiap-tiap ruangan hanya digunakan untuk

satu mesin, sehingga masih memungkinkan space yang cukup bagi operator.

Pemeliharaan alat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi menjadi tanggung

jawab bersama antara departemen produksi, departemen engineering, dan

departemen QA. Departemen produksi bertangung jawab pada pembersihan dan

pengatasan problem ringan saat proses produksi. Departemen engineering

bertanggung jawab untuk menjaga performa mesin, kalibrasi dan validasi mesin

dilakukan secara berkala, serta dalam pengatasan masalah yang cukup serius.

Penjagaan performa mesin meliputi pemilihan jenis pelumas dan servis berkala.

Sedangkan kalibrasi mesin dilakukan secara berkala sesuai dengan protap yang

telah disusun. Departemen QA pada divisi Quality Support System melakukan

kalibrasi pada peralatan yang terdapat dalam bagian QA dan QC.

Mesin dan peralatan juga dilengkapi dengan penandaan atau etiket

mengenai status mesin. Mesin yang telah dibersihkan ditandai dengan etiket yang

berwarna hijau, sedangkan untuk mesin-mesin yang rusak mereka ditandai dengan

etiket yang berwarna merah. Jika departemen engineering tidak bisa mengatasi

kerusakan mesin maka untuk perbaikan diserahkan pada suplier. Disamping mesin

juga terdapat protap penggunaan mesin tersebut, hal ini untuk mencegah

terjadinya kesalahan pengoperasian mesin tersebut.

4.5. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene merupakan aspek yang sangat menentukan mutu

produk. Karyawan atau tamu tidak boleh beraktifitas jika menderita luka terbuka

ataupun menderita penyakit kulit dan influenza. Wajib hand-higiene diterapkan

bagi seluruh karyawan, terutama karyawan yang langsung berhubungan dengan

produk. PT. SOHO Industri Pharmasi telah menyediakan sarana untuk mencuci

tangan untuk setiap bagian. Makanan hanya boleh ditempatkan di kafetaria dan

pantry pada setiap departemen. Pada departemen QO minum hanya boleh

dilakukan di ruang minum (drinking area).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 193: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

69

Universitas Indonesia

Sanitasi bangunan dan fasilitas dilakukan setiap hari. Sanitasi ruangan

produksi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen GA dan

departemen produksi. Setelah proses produksi selesai maka operator wajib

membersihkan alat atau mesin sesuai dengan protap pembersihan dan melakukan

sanitasi ruangan. Sedangkan departemen GA bertanggung jawab dalam

pembersihan lantai koridor ruangan produksi dan mengelap dinding ruangan

produksi secara berkala. Pembersihan dilakukan sesuai dengan protap yang

berlaku.

PT.SOHO Industri Pharmasi menyediakan toilet dalam jumlah yang

memadai dan terpisah dari area kerja karyawan. Toilet tersebut dilengkapi dengan

tisu, sabun dan pengering tangan.

4.6. Produksi

SOHO Group terdiri dari 2 perusahaan besar, yaitu PT. ETHICA Industri

Farmasi atau yang biasa dikenal dengan SCEP (Sterile, Cephaloasporin,

Extraction Production) dan PT. SOHO Industri Pharmasi yang dikenal dengan

NSP (Non-Sterile Production). PT. SOHO Industri Pharmasi memproduksi

sediaan solid, liquid, dan semi solid yang tidak bersifat steril, sedangkan PT.

ETHICA Industri Farmasi memproduksi sediaan steril seperti injeksi. Semua

kegiatan produksi tersebut dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yangsesuai

dengan kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB.

Ruang produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokkan

berdasarkan proses pengerjaan yang dilakukan. seperti ruang penimbangan,

ruang mixing, dan lain-lain. Ruangan produksi tersebut berada in-line tujuannya

untuk mempermudah proses produksi dan biasanya ruangan-ruangan tersebut

berisi alat yang in-line misalnya ada satu ruangan yang berisikan supermixer,

FBD, dan granulator. Peralatan tersebut dibuat secara in-line untuk mempercepat

proses produksi sehingga memperlancar proses produksi.

Masing-masing ruangan produksi tidak memproduksi 2 produk yang berbeda.

Dipintu bagian depan ruangan tersebut terdapat kertas yang bertuliskan nama produk

yang sedang diproduksi. Jika produk yang berbeda tetapi diproduksi dengan

menggunakan mesin yang sama maka akan diproduksi secara bergantian yaitu

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 194: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

70

Universitas Indonesia

setelah satu produk selesai, mesin dan ruangan harus dibersihkan dahulu dan

dicek oleh supervisor baru kemudian dilanjutkan dengan produk yang lain.Selain

itu, ruangan produksi memiliki airlock sebagai ruang antara, yang membatasi

ruang produksi dan lingkungan luar.

Pada setiap proses produksi terdapat tahap-tahap yang harus diperiksa

untuk menguji apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang

telah dipersyaratkan, atau yang disebut dengan In Process Control (IPC). IPC

dilakukan pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk sediaan

solid IPC yang dilakukan umunya meliputi: pemerian, kode penandaan, bobot,

kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk sediaan

liquid, IPC yang dilakukan meliputi: pemerian, berat jenis, dan pH. Selain IPC,

operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh bagian Quality

Control. Apabila semua hasil uji telah memenuhi syarat, maka produk tersebut

dapat di-release ke pasaran.

4.7. Pengawasan Mutu (Quality Control)

Pengawasan mutu diperlukan dalam memastikan kualitas dari suatu

produk. Pengawasan mutu yang dilakukan dilakukan dari bahan baku, bahan

kemas, produk setengah jadi, produk jadi, serta mikrobiologi. Hal tersebut

dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi

yang telah ditetapkan. Bagian pengawasan mutu atau Quality Control (QC)

berada dibawah QO. QC juga merupakan bagian yang penting dalam memberikan

kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan

tujuan pemakaiannya. Aktivitas QC tidak terbatas hanya pada kegiatan

laboratorium saja, tetapi juga terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang

terkait dengan mutu produk.

QC memiliki laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia, laboratorium

instrument yang dilengkapi dengan alat-alat yang dapat membantu pemeriksaan

biologi, fisika, dankimia. Laboratorium mikrobiologi memeriksa apakah terdapar

kontaminasi pada bahan baku, bahan kemas, atau pada produk jadi. Laboratorium

kimia melakukan identifikasi bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi untuk

melihat apakah bahan-bahan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang telah

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 195: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

71

Universitas Indonesia

dipersyaratkan. Laboratorium instrument berisi alat atau instrument yang

digunakan untuk analisa kuantitatif. Selain itu,di lab ini juga dilakukan pengujian

terhadap metode untuk validasi metode analisa. Instrumen yang ada di lab QC

selalu dikalibrasi secara rutin dan berkala,seperti kalibrasi satu tahunan, kalibrasi

enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian.

Jadwal kalibrasi tersebut dibuat oleh Quality Support Section Head. Secara garis

besar QC telah sejalan dengan prinsip CPOB.

4.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

PT. SOHO Industri Pharmasi melaksanakan program inspeksi diri melalui

departemen QA khususnya seksi QM (QualityMonitoring) seksi ini bertanggung

jawab dalam memonitor kualitas obat. Inspeksi juga dilakukan pada departemen

lain yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi.

Inspkesi diri dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan mutu produk,

personalia dan lingkungan secara keseluruhan. Inspeksi diri yang dilakukan terdiri

dari berbagai aspek CPOB, diantaranya karyawan; bangunan dan fasilitas;

penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi; produksi

dan pengemasan; pengawasan mutu; dokumentasi; dan house keeping (kebersihan

peralatan, lingkungan, dan ruangan). Dareah yang diinspeksi meliputi gudang;

semua area produksi; QA dan QC; R & D; Engineering; dan tempat penyimpanan

dokumen.

QM juga melakukan audit internal dan audit eksternal. Audit internal

dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau kesesuaian antara kenyataan

dilapangan dengan persyaratan perusahaan. Audit juga dapat dilakukan oleh pihak

luar seperti pabrik yang membuat produknya di PT. SOHO Industri Pharmasi dan

dari BPOM.

4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan

Obat Kembalian

Pentingnya mutu suatu produk obat dewasa ini telah mendorong berbagai

industri farmasi untuk meningkatkan kualitas perusahaannya masing-masing.

Begitu pentingnya mutu sehingga untuk menjamin mutu suatu produk, maka

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 196: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

72

Universitas Indonesia

setiap perusahaan harus menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

atau Good Manufacturing Practices (GMP) secara konsisten dalam seluruh aspek

rangkaian kegiatan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

persyaratan spesifikasi yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

(Badan POM RI, 2006). Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat

merupakan kebutuhan spesifik dari pasien, sebagaimana di tentukan oleh suatu

perusahaan seperti PT. SOHO Industri Pharmasi.

Suatu perusahaan tentunya harus memperhatikan feedback dari pelanggan

untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Kita dapat mengetahui nilai

kepuasan pelanggan dengan melihat keluhan dari pelanggan, statistic competitor,

atau melalui survey kepuasan pelanggan (Hoyle, David. 2001). PT. SOHO

Industri Pharmasi selalu menjaga kepuasan pelanggan melalui Departemen QA

(Quality Assurance) khususnya QM (Quality Monitoring) dengan melakukan

pemantauan dan investigasi terhadap keluhan yang terjadi pada produknya.

Pemantauan dan investigasi ini bertujuan untuk mencegah keluhan yang sama

terulang kembali dan mencegah terjadinya keluhan.

Penarikan kembali obat jadi atau yang biasa yang disebut dengan recall

dilakukan apabila terdapat instruksi dari dari BPOM, hal ini terkait dengan

ditemukannya kandungan atau senyawa yang dapat membahayakan konsumen.

Jika terdapat obat recall maka akan dilakukan investigasi dan penelitian untuk

dapat memastikan kebenaran alasan obat ditarik. Penarikan keseluruhan obat,

hanya dilakukan jika terdapat reaksi farmakologi yang merugikan sebagai akibat

paparan obat tersebut. Obat recall tersebut kemudian diolah ulang atau dapat

langsung dimusnahkan yang disaksikan oleh saksi dari perusahaan maupun dari

lembaga pemerintahan terkait.

Obat kembalian merupakan obat jadi yang telah didistribusikan ke apotek,

rumah sakit atau distributor-distributor lainnya yang dikembalikan ke perusahaan

karena keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan maupun sebab lain

mengenai kondisi obat,wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan

akan keamanan, identitas dan mutu obat yang bersangkutan. PT. SOHO Industri

Pharmasi telah menetapkan prosedur penanganan obat kembalian yaitu dilakukan

investigasi alasan mengapa obat dikembalikan dan menganalisa kelayakan obat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 197: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

73

Universitas Indonesia

tersebut untuk diproses ulang.

4.10. Dokumentasi

PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki departemen sendiri yang bertugas

mengelola dokumen yang terdapat di SOHO Group. Validation and

Documentation Department (VDD) merupakan departemen yang bertanggun

gjawab dalam mengelola dan menjaga dokumen. VDD merupakan pusat segala

dokumen, VDD menyimpan master batch record, semua SOP, mendata semua

nomor surat yang keluar PT. SOHO Industri Pharmasi, dan lain-lain.

SOP (Standard of Procedure) di lakukan review setiap 3 tahun. Dokumen

disimpan dengan sistem inventarisasi yang memudahkan pengawasan dan

penelusuran dokumen. Selain dokumentasi secara manual, dokumentasi juga

dilakukan dengan mengunakan sistem IFS yang dapat dijangkau oleh setiap

tenaga kerja yang berkompeten. Setiap dokumen yang memerlukan pencatatan

dilakukan:

a. Pencatatan dengan bolpoint tinta biru yang tidak mudah luntur, hal ini

bertujuan untuk membedakan dokumen yang asli dengan hasil salinan;

b. Tulisan terbaca, rapi dan mudah dimengerti;

c. Kata-kata tidak menimbulkan arti ganda, langsung pada tujuan;

d. Tidak boleh ada huruf yang bertumpuk;

e. Semua entries/bagian dokumen yang perlu ditulis tangan dilengkapi, tidak

boleh ada bagian yang kosong. Bagian yang kosong dicoret menyilang seperti

huruf Z dan diberi paraf dan tanggal pengisian dokumen;

f. Setiap bagian dokumen yang tidak memungkinkan untuk diisi ditulis N.A;

g. Koreksi dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah dengan satu garis lurus,

diberi paraf, diberi tanggal, dan ditulis data yang benar tepat disamping

data yang salah.

h. Setiap dokumen yang memerlukan perubahan harus disertai dengan change

request berupa Laporan Usulan Perubahan (LUP).

4.11. Kualifikasi dan Validasi

Kegiatan kualifikasi dan validasi yang dilakukan PT. SOHO

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 198: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

74

Universitas Indonesia

Industri Pharmasi meliputi kualifikasi peralatan, kualifikasi bangunan dan

fasilitas, kualifikasi infrastruktur, validasi proses produksi, validasi cara

pembersihan, validasi metode analisa, serta verifikasi peralatan dan

infrastruktur. Aktifitas kualifikasi dan validasi dilakukan oleh Validation

and Documentation Department (VDD).

Kualifikasi yang dilakukan terdiri dari Design Qualification (DQ),

Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system, Operational

Qualification (OQ) of equipment/utility system, dan Performance

Qualification (PQ) of equipment/utility system. Dan validasi yang dilakukan

adalah Validasi Proses, Validasi Pembersihan, dan Validasi Sistem

Komputer.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 199: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

75 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat

disimpulkan bahwa:

5.1.1. PTSOHO Industri Farmasi telah menerapkan pedoman CPOB dan untuk

semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian

mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah

diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik.

5.1.2. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan penting

yaitu, menjadi personil kunci sebagai kepala produksi, kepala pengawasan

mutu dan kepala bagian pemastian mutu.

5.2 Saran

5.2.1. Tetap menjaga dan mempertahankan kualitas dalam produksi sediaan obat

sesuai dengan CPOB.

5.2.2. Memastikan semua bagian melakukan tugasnya dengan baik untuk

meningkatkan kualitas SDM dan produknya.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 200: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

76 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat

yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan

Company Profile PT. ETHICA Industri Farmasi. 2012. http://www.ethica.co.id/.

Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 01.45 WIB.

Company Profile PT. Parit Padang Global. 2012.

http://www.paritpadangglobal.com/. Diakses pada tanggal 11 September

2012 pukul 02. 20 WIB.

Company Profile PT. SOHO Industri Pharmasi. 2012. http://www.soho.co.id/.

Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 01.12 WIB.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 Tentang Industri Farmasi.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

PT. SOHO Industri Farmasi. Orientation Program SOHO Group Value For

Health. Jakarta: PT. SOHO Industri Pharmasi.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 201: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

77 Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 202: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

78

Lampiran 1.

Struktur Organisasi SOHO Group

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 203: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

79

Lampiran 2.

Struktur organisasi Research & Development Division

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 204: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

80

Lampiran3.

Struktur organisasi Quality Operation Division

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 205: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

81

Lampiran4.

Struktur organisasi Quality Assurance Department

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 206: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

82

Lampiran 5.

Struktur organisasi SOHO Quality Control Department

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 207: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

83

Lampiran6.

Struktur organisasi Quality Control Ethica Department

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 208: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

84

Lampiran7.

Struktur organisasi Production Division

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 209: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

85

Lampiran8.

Struktur organisasi Supply Chain Management Division

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 210: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

86

Lampiran9.

Struktur organisasi Validation and Documentation Department

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 211: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

87

Lampiran10.

Struktur organisasi Technical Division

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 212: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

88

Lampiran11.

Struktur organisasi Engineering Department

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 213: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

89

Lampiran 12.

Skema Alur Pembuatan Purified Water

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 214: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN TUGAS KHUSUSPRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRIPULOGADUNG

JL. PULOGADUNG NO.6, JAKARTAPERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012

UJI STABILITAS CIPROFLOXACIN 500 MG KAPLET

ANITA HASAN, S. FARM.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAMPROFESIAPOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 215: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................. . iii

DAFTAR TABEL ................................................................................. . iv

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... . v

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... . 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... . 1

1.2 Tujuan .................................................................................. . 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ . 3

2.1 Tujuan Uji Stabilitas ............................................................. . 3

2.2 Uji Tekanan (Stress Testing)................................................. . 3

2.3 Pemilihan Bets ...................................................................... . 4

2.4 Sistem Penutup Wadah ......................................................... . 4

2.5 Frekuensi Pengujian.............................................................. . 4

2.6 Kondisi Penyimpanan ........................................................... . 4

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ............................................ . 7

3.1 Waktu dan Lokasi ................................................................. . 7

3.2 Metode Pengkajian................................................................ . 7

BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................ . 8

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................. . 13

5.1 Kesimpulan ........................................................................... . 13

5.2 Saran ..................................................................................... . 13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ . 14

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 216: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas ............................. 5

Tabel 2.2 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang

Penyimpanannya di Lemari Pendingin ................................... 5

Tabel 2.3 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang

Penyimpanannya di Lemari Es ................................................ 5

Tabel 2.4 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas di PT. SOHO IndustriPharmasi................................................................................... 6

Tabel 4.1 Persyaratan Spesifikasi Hasil Analisa

Ciprofloxacin 500 mg Kaplet................................................... 9

Tabel 4.2 Data Hasil Pemeriksaan Waktu Hancur Pada Uji StabilitasCiprofloxacin 500 mg Kaplet...................................................... 10

Tabel 4.3 Data Hasil Pemeriksaan Disolusi Pada Uji Stabilitas

Ciprofloxacin 500 mg Kaplet...................................................... 11

Tabel 4.4 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Ciprofloxacin Pada Uji StabilitasCiprofloxacin 500 mg Kaplet...................................................... 12

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 217: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Grafik Hasil Pemeriksaan Waktu Hancur Pada

Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet.................... 10

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pemeriksaan Disolusi Pada

Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet.................... 11

Gambar 4.3 Grafik Hasil Pemeriksaan Kadar Pada

Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet.................... 12

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 218: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

v Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Stabilitas Real Time .................................................. 15

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 219: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial

untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan

secara tidak baik tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk

menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah

cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi

yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut.

Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, bangunan, peralatan

yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya

mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah

dibuat dalam kondisi yang terkendali dan dipantau secara cermat. CPOB

bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Bila perlu dapat

dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang

telah ditentukan dapat dicapai. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan

oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai

kebutuhan.(BPOM,2006)

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin

edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan

penggunaanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen

bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”

yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di setiap

Departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk

mencapai tujuan konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu

yang didesain secara manyeluruh dan diterapkan secara benar.(BPOM,2006)

Uji stabilitas termasuk dalam kegiatan pengawasan mutu yang merupakan

salah satu aspek yang masuk dalam CPOB. Uji stabilitas dimaksudkan untuk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 220: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

2

Universitas Indonesia

menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan beredar di pasaran. Studi

Stabilitas produk yang beredar, dibedakan antara lain: Uji stabilitas untuk produk

yang beredar dengan didukung data Pengkajian Produk Tahunan (Annual Product

Review), kondisi penyimpanan sampel sesuai dengan yang disyaratkan (on going

stability), Studi kelanjutan (Follow Up Study (FUS)), In-use stability untuk

produk yang direkonstitusi dan study survaillence. (BPOM,2006).

Pada tugas khusus ini akan dibahas mengenai uji stabilitas produk

Ciprofloxacin 500 mg kaplet yang di produksi oleh PT. SOHO Industri Pharmasi.

2.1 Tujuan

a. Memahami peran dokumentasi yang baik dalam uji stabilitas

yang terdapat di PT. SOHO Industri Pharmasi.

b. Memberikan dokumentasi dengan derajat kepercayaan yang tinggi

bahwa uji stabilitas pada Ciprofloxacin 500 mg kaplet dilakukan

berdasarkan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 221: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tujuan Uji Stabilitas

Dengan uji stabilitas dapat diperoleh informasi mengenai kualitas senyawa

obat atau produk obat terhadap waktu yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan

seperti temperatur, kelembapan, dan cahaya. Tujuannya adalah untuk

mengembangkan formulasi obat, menentukan jangka waktu stabilitas obat untuk

mencari waktu masa simpan produk obat, untuk menetapkan waktu pengujian

ulang, dan untuk mengantisipasi perlakuan yang ekstrim (ICH Q1A).

2.2. Uji Tekanan (Stress testing)

Uji tekanan (stress testing) dari produk obat bertujuan untuk

mengidentifikasi degradasi produk, untuk menemukan jalur degradasi obat dan

kestabilan dari molekul, dan juga pemastian stabilitas bertujuan untuk memastikan

kekuatan dari prosedur analisis yang digunakan. Jenis uji tekanan yang diberikan

bervariasi pada senyawa obat dan produk obat itu sendiri.

Stress testing diberlakukan pada setiap bets pada produk obat, salah

satunya harus dimasukkan efek temperature {suhu diatur setiap kelipatan 10oC

(contoh: 50oC, 60oC, dst.) diatas itu digunakan untuk uji percepatan} dan

kelembaban (contoh : 75% RH atau lebih) dimana dapat terjadi oksidasi dan

fotolisis dari senyawa obat. Uji harus selalu dievaluasi terhadap adanya

kemungkinan terjadinya senyawa terhidrolisis karena perubahan range pH yang

luas seperti ketika senyawa dilarutkan atau dibuat suspensi. (ICH Q1A)

Pemeriksaan degradasi produk dalam kondisi tekanan berguna untuk

mengetahui jalur degradasi, juga membuat dan memvalidasi prosedur analisis

yang terbaik. Tetapi tidak diharuskan untuk memeriksa secara spesifik degradasi

produk apabila degradasi tersebut tidak ditemukan pada kondisi dibawah uji

percepatan atau uji jangka panjang.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 222: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

4

Universitas Indonesia

2.3. Pemilihan Bets

Data formal dari uji stabilitas harus menyediakan paling sedikit 3 bets

primer senyawa. Bets harus di produksi dalam skala produksi pilot terkecil dengan

kondisi sintetik yang sama dengan metode produksi skala besar. Informasi yang

diberikan dari studi stabilitas formal tersebut harus dapat mewakilkan kualitas dari

material yang dibuat dalam skala produksi.

2.4. Sistem Penutup Wadah

Uji stabilitas harus dapat menciptakan kondisi yang menyerupai kondisi

obat saat disimpan dalam wadahnya dan juga disimulasikan kondisi pengepakan

untuk penyimpanan maupun distribusinya.

2.5. Frekuensi Pengujian

Untuk uji jangka panjang, frekuensi pengujian harus disesuaikan untuk

membuat profil dari senyawa obat. Untuk senyawa obat dengan tujuan setidaknya

12 bulan, maka frekuensi pengujian jangka panjang stabilitas penyimpanan harus

dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, dan setiap 6 bulan untuk tahun ke

dua.

2.6. Kondisi Penyimpanan

Secara umum, senyawa obat harus dievaluasi dalam kondisi penyimpanan

(dengan toleransi tertentu) yang stabil terhadap suhu dan, bila memungkinkan

juga terhadap kelembapan. Kondisi penyimpanan dan panjang studi yang

dilakukan harus dapat memenuhi seluruh kondisi penyimpanan, pengiriman, dan

saat digunakan.

Uji jangka panjang harus memenuhi durasi 12 bulan setidaknya tiga bets

dilakukan pada waktu submission dan harus dilanjutkan pada jangka waktu yang

diperlukan untuk memenuhi seluruh periode pengujian.

Data yang diperoleh dari kondisi penyimpanan untuk uji dipercepat atau

uji jangka menengah dapat digunakan untuk evaluasi efek dari pengerjaan produk

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 223: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

5

Universitas Indonesia

diluar kondisi penyimpanan seharusnya yang terjadi hanya sementara waktu

(seperti yang dilakukan pada saat pengiriman).

Tabel 2.1 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas (ASEAN Guideline onStability Study of Drug Product, 2007)

Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian

Jangka panjang 25oC ± 2oC/60% RH ± 5%

atau

30oC ± 2oC/75% RH ± 5%

12 bulan

Jangka menengah 30oC ± 2oC/75% RH ± 5% 6 bulan

Dipercepat 40oC ± 2oC/75% RH ± 5% 6 bulan

Tabel 2.2 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat YangPenyimpanannya Di Lemari pendingin (ASEAN Guideline onStability Study of Drug Product, 2007)

Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian

Jangka panjang 5oC ± 3oC 12 bulan

Dipercepat 25oC ± 2oC/60% RH ± 5% 6 bulan

Apabila terjadi perubahan besar antara bulan ke 3 dan ke 6 untuk

pengujian dalam kondisi dipercepat, maka data yang digunakan harus berdasarkan

uji jangka panjang (real time). Bila terjadi perubahan besar pada data 3 bulan awal

untuk uji dipercepat, maka efek dari kondisi penyimpanan di luar kondisi

penyimpanan yang tertera di label harus sangat diperhatikan (contohnya saat

pengiriman dan penerimaan barang).

Tabel 2.3 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat YangPenyimpanannya Di Lemari Es. (ASEAN Guideline onStability Study of Drug Product, 2007).

Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian

Jangka panjang -20oC ± 5oC 12 bulan

Untuk senyawa yg disimpan dalam lemari es, waktu pengujian harus

berdasarkan waktu sebenarnya (uji jangka panjang). Karena tidak adanya uji

stabilitas dipercepat, maka harus dilakukan uji pada satu bets pada temperature

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 224: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

6

Universitas Indonesia

yang ditingkatkan (contoh: 5oC ± 3oC atau 25oC ± 2oC) untuk memperkirakan

efek yang terjadi selama pengerjaan jangka pendek yang diluar kondisi

penyimpanan pada label (contoh : saat pengiriman dan penyerahan).

Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas di PT. SOHO Industri pharmasi

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 Kondisi Penyimpana Untuk Uji Stabilitas di PT. SOHO IndustriPharmasi

Suhu penyimpanan

yang tertera pada

kemasan produk Uji

Kondisi

penyimpanan Waktu pengujian

30oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

Real Time 30oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

0,3,6,9,12,18,24

(bulan),...daluarsa+1

tahun

Accelerated 40oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

0,3,6 (bulan)

25oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

Real Time

Intermediate

30oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

0,3,6,9,12,18,24

(bulan),...daluarsa+1

tahun

Real Time

jangka panjang

25oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

0,3,6,9,12,18,24

(bulan),...daluarsa+1

tahun

Accelerated 40oC ± 2oC;

75 % RH ±5%

0,3,6 (bulan)

2-8oC Real Time 2-8oC 0,3,6,9,12,18,24

(bulan),...daluarsa+1

tahun

Accalerated 25oC ± 2oC;

60% RH ±5%

0,3,6 (bulan)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 225: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

7 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Pengambilan data dan penulisan dilakukan dari tanggal 12 Juli sampai 31

Agustus 2012 di Quality Assurance Department PT. SOHO Industri Pharmasi.

3.2 Metode Pengkajian

Metode yang digunakan dalam mengkaji Lembar Data Awal Produk Jadi

di PT. SOHO Industri Pharmasi adalah melalui penelusuran literatur dan penilaian

berkas data stabilitas.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 226: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

8 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Uji stabilitas ini dilakukan sebagai evaluasi rutin untuk produk

Ciprofloxacin 500 mg kaplet untuk menjaga mutu obat dalam jangka waktu

daluarsa yang telah ditentukan, oleh karena itu dilakukan secara teratur sesuai

dengan kondisi penyimpanan yang ditetapkan serta untuk mengevaluasi pengaruh

dari variasi-variasi dan perubahan-perubahan terhadap stabilitas produk.

FUS (Follow Up Study) Ciprofloxacin 500 mg kaplet, dilakukan pada tahun

pertama sampai tahun daluarsa + 1 tahun. Jenis pemeriksaan yang dilakukan

adalah pemeriksaan fisika dan kimia meliputi pemerian, waktu hancur dan

penetapan kadar dari sampel stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet. Sample

stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet diambil bersama-sama dengan contoh

pertinggal oleh petugas IPC sesuai kebutuhan jumlah pemeriksaan dan diberi cap

“uji stabilitas”. Sample tersebut diserahterimakan kepada Quality Compliace

Executive untuk didata dan diperiksa kesesuaiannya kemudian disimpan selama

waktu daluarsa+1 tahun di ruang stabilitas pada kondisi penyimpanan 30oC ±

2oC/75% RH ± 5%. Sisa sample analisa harus dikembalikan ke ruang stabilitas

selambat-lambatnya dua minggu setelah dikeluarkan untuk analisa atau

dimusnahkan bila memang sudah tidak bisa digunakan. Data rekap FUS (Follow

Up Study) per produk yang paling baru akan di print sebagai data pendukung

untuk registrasi.

Hasil Follow Up stabilitas ada yang memenuhi persyaratan dan ada yang

tidak memenuhi persyaratan. Bila hasil Follow Up study memenuhi persyaratan

sampai dengan daluarsa+1 tahun, sebanyak minimal 3 batch maka hasil Follow

Up study dilaporkan ke Quality Operational untuk tinjauan penambahan masa

daluarsa. Jika hasil Follow Up study tidak memenuhi persyaratan maka analis

yang melakukan pemeriksaan terhadap sampel stabilitas mengisi form

penyelidikan terhadap hasil diluar spesifikasi dan mendokumentasikannya di log

book Out Of Spesification Follow Up study. Laporan penyelidikan terhadap hasil

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 227: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

9

Universitas Indonesia

diluar spesifikasi dibuat selambat-lambatnya 9 hari kerja setelah analisa mulai

dilakukan oleh Quality compliance analyst dan kemudian diinvestigasi oleh

Quality Compliance Executive. Jika hasil Follow Up stabilitas hingga daluarsa

hasilnya kurang baik maka pemeriksaan daluarsa+1 tahun tidak perlu dilakukan.

Persyaratan spesifikasi hasil analisa mengacu pada prosedur tetap analisa

Ciprofloxacin 500 mg kaplet.

Tabel 4.1 Persyaratan spesifikasi hasil analisa Ciprofloxacin 500mg kaplet

Pemeriksaan Persyaratan

Pemerian Kaplet salut selaput bentuk oval

berwarna kuning muda, permukaan atas

: garis pemisah, permukaan bawah :

logo SOHO

Waktu hancur Tidak lebih dari 30 menit

Disolusi Tidak kurang dari 80% (Q) dalam

waktu 30 menit

Kadar Ciprofloxacin 450.0 – 550.0 mg/kaplet (90%- 110%)

Berdasarkan worksheet data rekap stabilitas tiga batch Ciprofloxacin 500

mg kaplet yaitu 7****7A, 7**4**BR dan 80****B ketiganya memenuhi

persyaratan, data rekap tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.Pemeriksaan fisik

terhadap sample stabilitas yaitu pemerian bentuk tablet gunanya untuk melihat

kondisi penampilan dan bentuk tablet secara visual sesuai dengan persyaratan atau

tidak selama penyimpanan.

Pada prakteknya jika warna dari tablet sudah tidak sesuai dengan

persyaratan, pengujian kimia seperti kadar dan disolusi sudah tidak perlu

dilakukan karena sampel stabilitas tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan

pengujian selanjutnya.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 228: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

10

Universitas Indonesia

Tabel 4.2 Data hasil pemeriksaan waktu hancur pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet

0 1 2 3 4

7****7A 10 menit 8 menit 6 menit 6 menit 4 menit

7**4**BR 10 menit 5 menit 6 menit 10 menit 5 menit

80****B 10 menit 4 menit 9 menit 5 menit 6 menit

Batas Atas 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit

Gambar 4.1 Grafik hasil pemeriksaan waktu hancur pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet

Berdasarkan data diatas, hasil pemeriksaan waktu hancur cenderung

fluktuatif namun nilainya masih memenuhi persyaratan waktu hancur yaitu tidak

lebih dari 30 menit bahkan hasilnya kurang dari 10 menit. Uji waktu hancur tablet

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui waktu hancur tablet, dimana hasil

yang diperoleh akan menunjukkan dan memperkirakan waktu hancurnya tablet di

dalam tubuh.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 229: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

11

Universitas Indonesia

Tabel 4.3 Data hasil pemeriksaan disolusi pada uji stabilitas Ciprofloxacin500mg Kaplet

0 1 2 3 47****7A 97 % 96% 99% 99% 95%7**4**BR 96% 96% 94% 99% 96%80****B 93% 91% 98% 92% 92%Batas Bawah 80% 80% 80% 80% 80%

Gambar 4.2 Grafik hasil pemeriksaan disolusi pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet

Berdasarkan data diatas, hasil pemeriksaan disolusi cenderung fluktuatif namun

nilainya masih memenuhi persyaratan disolusi yaitu tidak kurang dari 80% (Q)

dalam waktu 30 menit. Uji disolusi tablet dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui laju pelepasan obat dari kaplet sesuai dengan persyaratan yang tertera

dalam persyaratan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 230: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

12

Universitas Indonesia

Tabel 4.4 Data hasil pemeriksaan kadar ciprofloxacin pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet

0 1 2 3 47****7A 95.68% 96.86% 102.84% 97,26% 95,18%7**4**BR 94,76% 94,92% 93,98% 98,96% 98,02%80****B 96,2% 96,98% 95,34% 95,94% 96,28%Batas Atas 110% 110% 110% 110% 110%Batas Bawah 90% 90% 90% 90% 90%

Gambar 4.3 Grafik hasil pemeriksaan kadar pada uji stabilitas Ciprofloxacin500mg Kaplet

Pemeriksaan kimia yang dilakukan yaitu penetapan kadar. Penetapan

kadar dilakukan untuk mengetahui kadar sampel stabilitas Ciprofloxacin 500 mg

kaplet masih memenuhi syarat yang ditentukan atau tidak selama penyimpanan.

Dari data di atas hasil pemeriksaan kadar Ciprofloxacin pada Ciprofloxacin 500

mg Kaplet memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu masuk dalam rentang

450,0-550,0 mg/kaplet (90-110%).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 231: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

13 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Dokumentasi data hasil uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet di

PT SOHO Industri Pharmasi sudah baik dan rutin sehingga

memudahkan untuk mendapatkan data untuk kepentingan registrasi.

5.1.2 Berdasaran hasil uji stabilitas yang diperoleh, dapat disimpulkan

bahwa uji stabilitas produk Ciprofloxacin 500 mg Kaplet memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam CPOB (Cara Pembuatan Obat

yang Baik).

5.2 Saran

5.2.1 Lakukan pengujian secara rutin sesuai dengan jadwal agar data

lengkap sehingga evaluasi produk menjadi lebih baik.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 232: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

14 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

ASEAN.(2007). ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2006). Pedoman Cara PembuatanObat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI.

European Medicines Agency, 2003., ICH Topic Q 1 A (R2) Stability Testing of newDrug Substances and Products, London.

The United States pharmacopoeia, 2008, 31nd., United States PharmacopoeiaConvention, Twin Brook Parkway, Rockville, 1703

World Health Organization, 2009., Stability testing of active pharmaceuticalingredients and fi nished pharmaceutical products, 953

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 233: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

15

Lampiran 1.

Data Stabilitas Real Time

Nama : Ciprofloxacin 500 mg Kaplet

Masa Daluarsa : 3 tahun

Kondisi Penyimpanan : 25-30oC/75% RH ± 5%

Kemasan Primer : Ahp Ciprofloxacin 500 mg capl, bahan OPV/Ink/Primer/Aluhard 20 Mic/PVC 8 gsm

PVC, bahan, PVC 237,5 – 262,5 mic

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 234: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

16

Awal 1 2 3 4

8 7****7A Pemerian

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan atas

: garis pemisah, Permukaan bawah :logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

ED Mei-10 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 menit 8 menit 6 menit 6 menit 4 menit

DisolusiTidak kurang dari 80% (Q) dalam

waktu 30 menit97% 96% 99% 99% 95%

Kadar Ciprofloxacin 450.0 - 550.0 mg/kaplet 478.4 mg/kaplet (95.68%) 484.3 mg/kaplet (96.86%) 514.2 mg/kaplet (102.84%) 486.3 mg/kaplet (97.26%) 475.9 mg/kaplet (95.18%)Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat

Tgl analisa 31-Mei-07 23-Apr-08 16-Mei-09 23-Apr-10 03-Jun-11

9 7**4**BR Pemerian

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan atas

: garis pemisah, Permukaan bawah :logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

ED Jul-10 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 5 6 10 5

DisolusiTidak kurang dari 80% (Q) dalam

waktu 30 menit96 96 94

99 96Kadar Ciprofloxacin 450.0 - 550.0 mg/kaplet 473,8 mg/kaplet (94.76%) 474,6 mg/kaplet (94.92%) 469,9 mg/kaplet (93.98%) 494.8 mg/kaplet (98.96%) 490.1 mg/kaplet (98.02%)

Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat

Tgl analisa 30-Aug-07 2-Jun-08 15-Jun-09 05 Jul 10 25 oct 2011

10 80****B Pemerian

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan atas

: garis pemisah, Permukaan bawah :logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan

atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO

ED Jul-11 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 menit 4 menit 9 menit 5 menit 6 menit

DisolusiTidak kurang dari 80% (Q) dalam

waktu 30 menit93% 91% 98% 92% 91.52%

Kadar Ciprofloxacin 450.0 - 550.0 mg/kaplet 481.0 mg/kaplet (96.2%) 484.9 mg/kaplet (96.98%) 481.7 mg/kaplet (95.34%) 479.7 mg/kaplet (95.94%) 481.3746 mg/kaplet (96.28%)Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat

Tgl analisa 07-Agu-08 28-Jul-09 23-Jul-10 25-Oct-11 3-Aug-12

No. No. Batch Pemeriksaan PersyaratanHasil Pemeriksaan (Tahun)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 235: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA

JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSATPERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ANITA HASAN, S. Farm1106153063

FAKULTASFARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 236: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA

JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSATPERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

ANITA HASAN, S. Farm1106153063

FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 237: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 238: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 239: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 240: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan

pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa,

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan

sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk

menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika.

2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi,

Universitas Indonesia

3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas

Farmasi dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.

4. Ibu Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt sebagai pembimbing dari

Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang

begitu bermanfaat.

5. Para karyawan Apoteker Atrika (Shintawati, S.Farm., Apt.; Ibu Meta; Ibu

Mimin; Ibu Tuti; Ibu Febi; Ibu Ponah; dan lain-lain) atas ilmu, arahan dan

bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah

banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan

kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.

7. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan

bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang

selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah.

8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman,

dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 241: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii Universitas Indonesia

9. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada

keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih

sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.

Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia

farmasi.

Penulis

2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 242: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Anita Hasan

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. KartiniRaya No. 34 Jakarta Pusat Periode 6 September – 17 Oktober 2012

Praktek Kerja Profesi di Apotek Atrika bertujuan mengetahui dan memahamiperan dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek. Kegiatan ini dilakukanselama enam minggu. Dalam hal ini, diharapkan calon apoteker dapat mengetahuidan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, danmanajemen apotek baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan serta dalammemberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek. Selain itu jugaapteker dapat mempraktekan pelayanan kefarmasian di apotek secara professionalsesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalamsystem pelayanan kesehatan di Indonesia.Pelayanan kefarmasian merupakanbentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker untukmeningkatkan kualitas hidup pasien. Pelanggan merupakan salah satu faktorpenting yang harus dijaga oleh apotek. Dengan mengenali siapa pelanggan kita,apa kemauan, kebutuhan dan keinginan mereka dengan kemudian menyediakanproduk serta pelayanan sebaik mungkin yang dapat memberikan kepuasan kepadapelanggan. Untuk tugas khusus di apotek, dilakukan pengkajian resep yangmengandung obat-obat antihiperlipidemia. Pengkajian resep ini bertujuan untukmenilai kelengkapan administrasi resep, kesesuaian farmasetik dan klinis, sertamencoba menyusun informasi yang dapat diberikan kepada pasien atau keluargapasien penderita hiperlipidemia.

Kata Kunci : Apotek Atrika, Pengkajian Resep, Hiperlipidemia.

Tugas Umum : ix + 63 halaman; 12 lampiranTugas Khusus : iv + 39 halaman; 6 tabel; 2 gambarDaftar Acuan Tugas Umum : 14 (1980 – 2009)Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2007 – 2011)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 243: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iv Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Anita Hasan

Study Program : Apothecary Profession

Title : Apothecary Internship Report at Apotek Atrika Jl. Kartini RayaNo. 34 Central Jakarta Period September 6th – October 17th

2012

Apothecary Internship at Apotek Atrika aims to know and understand the rolesand responsibilities of pharmacist in pharmacy. This activity was conductedduring six weeks. In this case, the pharmacist candidate is expected to know andunderstand how to manage a pharmacy in terms of administrative activities,financial management, procurement, storage and sale of pharmaceuticals and alsoto practice the pharmaceutical care in pharmacy accordance to the laws and ethicsin Indonesia. Pharmaceutical care is a form of service and direct responsibility ofa pharmacist to improve the quality of life of patients. Customer is one ofimportant factors which must be kept by the pharmacy. By identifying ourcustomers, their willingness, need, and desire, and then provide the best productand service, can give satisfaction to our customers. For the specific task, wasconducted assesment of prescription containing anti-hiperlipidemia drugs. Thisassessment aims to assess the administrative completeness of prescription,pharmaceutical and clinical appropriateness, and also trying to collate theinformation that could be given to patient or their family.

Key words : Apotek Atrika, Assessment of Prescription, Hiperlipidemia.

General Assignment : ix + 63 pages; 12 appendices

Special Assignment : iv + 39 pages; 6 table; 2 picture

Bibliography of general assignment : 14 (1980 – 2009)

Bibliography of special assignment : 5 (2007 – 2011)

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 244: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

v Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................... vi

ABSTRACT ........................................................................................................ vii

DAFTAR ISI....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK................................................................3

2.1 Definisi Apotek ...........................................................................................3

2.2 Landasan Hukum Apotek............................................................................3

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek............................................................................4

2.4 Persyaratan Pendirian Apotek .....................................................................5

2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ........................................................................7

2.6 Pelanggaran Apotek ....................................................................................9

2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek ...................................................................10

2.8 Pelimpahan Wewenang .............................................................................12

2.9 Tenaga Kerja di Apotek ............................................................................13

2.10 Sediaan Farmasi di Apotek........................................................................15

2.11 Pengelolaan ApotekApotek.......................................................................24

2.12 Pengendalian Persediaan Apotek ..............................................................27

2.13 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apoetek .............................................30

BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ........................................36

3.1 Sejarah dan Lokasi ....................................................................................36

3.2 Tata Ruang ................................................................................................36

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 245: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vi Universitas Indonesia

3.3 Struktur Organisasi....................................................................................37

3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan..........................................................................38

3.5 Kegiatan di Apotek Atrika ........................................................................44

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................61

5.1 Kesimpulan................................................................................................61

5.2 Saran..........................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................62

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 246: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

vii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo Golongan Obat ..........................................................................16

Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas .............................................17

Gambar 2.3 Matriks Analisa VEN-ABC ...............................................................30

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 247: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

viii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika ……………………………………… 64

Lampiran 2. Denah Apotek Atrika........................................................................65

Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika ...................................................66

Lampiran 4. Alur Penanganan Resep ...................................................................67

Lampiran 5. Surat Pesanan Apotek Atrika ...........................................................68

Lampiran 6. Surat Pesanan Narkotika ..................................................................69

Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika ......................................................70

Lampiran 8. Surat Pesanan Psikotropika .............................................................71

Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika ...................................................72

Lampiran 10. Salinan Resep Apotek Atrika ..........................................................74

Lampiran 11. Etiket Apotek Atrika........................................................................75

Lampiran 12. Berita Acara Pemusanahan Resep ...................................................76

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 248: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk

keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya

kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri.

Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang

bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan

kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit

(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan bisa bermacam-macam, seperti

rumah sakit, puskesmas, apotek, balai kesehatan, dan lain-lain. Apotek sebagai

salah satu sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan, yakni dalam hal pelayanan

kesehatan, memegang peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat.

Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek memerlukan

sumber daya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan

di bidang farmasi, meliputi Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti

sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan asisten apoteker.

Saat ini apotek bukan hanya sebagai tempat penjualan obat, namun apotek

juga telah menjadi tempat konsultasi atau konseling mengenai obat dan

penggunaannya dengan apoteker yang bertanggung jawab dalam melaksanakan

kegiatan konseling. Hal ini gunanya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai obat yang digunakannya dan untuk meminimalkan kejadian yang tidak

diharapkan yang berkaitan dengan obat dan efek sampingnya. Karenanya saat ini

apotek bisa memberikan pelayanan kesehatan dirumah (home care).

Selain melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek juga

melaksanakan fungsi bisnis dan manajemen apotek. Hal ini untuk menjaga agar

apotek dapat tetap berdiri dan melayani masyarakat. Karenanya Apoteker selaku

penanggung jawab harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 249: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

2

Universitas Indonesia

managerial, seperti manajemen keuangan, sumber daya manusia, dan operasional,

serta di bidang marketing sehingga dapat memampukan Apoteker untuk

menjalankan usaha yang dapat terus berkembang dan memberikan kepuasan bagi

masyarakat.

Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan

sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung

jawabnya diapotek serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang

maksimal untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dari pelaksanaan

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika ini diharapkan calon apoteker

mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas

dan fungsi Apoteker di apotek.

1.2 Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar

para calon Apoteker :

1.2.1.Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di

apotek.

1.2.2.Mempelajari cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi dan

manajemen apotek, baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan, serta

dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek

1.2.3.Mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek secara profesional sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem

pelayanan kesehatan di Indonesia.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 250: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004

dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/

SK/X/2002, apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat

tradisional, dan kosmetika; sedangkan perbekalan kesehatan yang dimaksud

adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang terdiri dari sediaan farmasi, alat

kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi (Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004, 2004).

Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009

adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Dalam pengelolaannya,

apotek harus dikelola oleh Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan

telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.

2.2. Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang

diatur dalam :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1965 tentang

Apotek.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1980 tentang

Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 251: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

4

Universitas Indonesia

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa

Bakti Apoteker.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin

Apotek.

5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MenKes/Per/II/1995 yang

menyempurnakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun

1990 tentang Masa Bakti Apoteker.

6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasian.

2.3. Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek

adalah:

1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan.

2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

4. Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat

dan tenaga kesehatan lainnya.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 252: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

5

Universitas Indonesia

2.4. Persyaratan Pendirian Apotek

2.4.1.Perysaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek

(SIA) yang merupakan surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik

sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apootek di suatu tempat

tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

922/MENKES/PER/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan

bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek, yaitu :

1. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama

dengan pemilik sarana yang telah memenui persyaratan harus siap dengan

tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan

pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan

kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

3. Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan

sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker

dan pemilik sarana.

4. Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam

pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana

dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004,

disebutkan bahwa :

1. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

masyarakat.

2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.

3. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.

4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari

aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk

menunjukkan integritas dan kualitas produk, serta mengurangi risiko

kesalahan penyerahan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 253: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

6

Universitas Indonesia

5. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker

untuk memperoleh informasi dan konseling.

6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengera,

serangga.

7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari

pendingin.

Ruangan atau fasilitas yang harus dimiliki oleh apotek berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 :

1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

2. Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan

brosur/materi informasi.

3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja

dan kursi, serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

4. Ruang racikan dan tempat pencucian alat.

5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien.

Peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan

obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu,

kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan

dengan temperatur yang te;ah ditetapkan.

2.4.2.Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah sarjana

farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan

Apoteker. Pekerjaan kefarmasian seorang Apoteker adalah bentuk hakiki dari

profesi Apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib

mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan,

dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat.

karena Apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek.

Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat

Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif

melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya, serta masih

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 254: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

7

Universitas Indonesia

memenuhi persyaratan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 922/MENKES/PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan, yaitu :

1. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker

3. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan

tugasnya sebagai Apoteker.

5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi

Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

2.5. Tata Cara Perizinan Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 bab

II pasal 4, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang melimpahkan

wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan

pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin

apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi. Sesuai pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan

tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah :

1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota menggunakan contoh Formulir Model APT-1 bermaterai,

dengan lampiran:

a. Fotokopi SIK

b. Fotokopi KTP

c. Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan

d. Surat Keterangan status bangunan (hak milik atau sewa)

e. Daftar tenaga kesehatan

f. Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan atau peracikan, alat

perlengakapan farmasi atau lemari dan buku-buku standar)

g. Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak

menjadi APA di apotek lain

h. Surat izin atasan (untuk pegawai negeri atau ABRI0

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 255: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

8

Universitas Indonesia

i. Akte perjanjian kerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA)

2. Dengan menggunakan Formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima

permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk

melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan

kegiatan;

3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat

lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat

dengan menggunakan contoh Formulir APT-3;

4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan (3) tidak

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan

menggunakan contoh Formulir Model APT-4;

5. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan

sebagaimana dimaksud poin (3), atau pernyataan dimaksud poin (4), Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek

dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5;

6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai POM dimaksud poin (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja

mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir

Model APT-6;

7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (6), Apoteker

diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat

Penundaan;

8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan

atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 256: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

9

Universitas Indonesia

lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan

alasanalasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.

2.6. Pelanggaran Apotek

Pelanggaran apotek dapat dikategorikan menjadi dua macam, berdasarkan

berat dan ringannya pelanggaran tersebut.

1. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi :

a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi.

b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap.

c. Pindah alamat apotek tanpa izin.

d. Menjual narkotika tanpa resep dokter.

e. Bekerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang

tidak berhak dalam jumlah besar.

f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada

waktu APA keluar daerah.

2. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi :

a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir

pada jam buka apotek.

b. Mengubah denah apotek tanpa izin.

c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak.

d. Melayani resep yang tidak jelas dokter penulis resepnya.

e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum

dimusnahkan.

f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada.

g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker.

h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain.

i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat.

j. Resep narkotika tidak dipisahkan.

k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa.

l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok sehingga tidak dapat diketahui

dengan jelas asal usul obat tersebut.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 257: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

10

Universitas Indonesia

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan

sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi adminstratif yang

diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MENKES/SK/X/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 922/MENKES/PER/X/2002 adalah :

1. Peringatan tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan

tenggang waktu masing-masing dua bulan.

2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan

sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan

pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi

dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

3. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek

tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan

dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan

tersebut telah dipenuhi.

Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara dapat diberikan

apabila terdapat pelanggaran terhadap :

1. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541)

2. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.

3. Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997.

2.7. Pencabutan Surat Izin Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian

izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka

waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat

mencabut surat izin apotek apabila :

1. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,

menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan

keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 258: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

11

Universitas Indonesia

baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan

seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara

lain yang ditetapkan oleh Menteri.

2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih

dari 2 (dua) tahun secara terus menerus.

3. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras St. 1937 No. 541,

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.

5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997

tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang

berlaku.

4. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.

5. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran

perundangundangan di bidang obat.

6. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian

apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya, baik

merupakan milik sendiri atau pihak lain.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan

SIA berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan

SIA dilaksanakan setelah dikeluarkan :

1. Peringatan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali

berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan

menggunakan contoh Formulir Model APT-12.

2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan

sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan

menggunakan Formulir Model APT-13.

Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah

membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam

peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir Model APT-14. Pencairan

izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim

Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 259: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

12

Universitas Indonesia

Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan

perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut :

1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras

tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek.

2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci.

3. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan atau

petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan

inventarisasi yang dimaksud di atas.

2.8. Pelimpahan Wewenang

Wewenang dan tanggung jawab APA dapat dilimpahkan kepada Apoteker

Pendamping atau Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping adalah Apoteker

ayng bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam

tertentu pada hari buka apotek. Sedangkan, Apoteker Pengganti adalah Apoteker

yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari

tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak

bertindak sebagai APA di apotek lain. Ketentuan mengenai pelimpahan

wewenang ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.

1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 dan 24 dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka

APA harus menunjuk Apoteker Pendamping.

2. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan

melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti yang harus

dilaporkan kedapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan

tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.

3. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara

terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

4. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali 24 jam, ahli

waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 260: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

13

Universitas Indonesia

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sementara itu, pelimpahan wewenang

diberikan kepada Apoteker Pendamping.

2.9. Tenaga Kerja di Apotek

Untuk menjamin lancarnya kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek

diperlukan tenaga-tenaga pendukung, antara lain :

2.9.1.Apoteker Pengelola Apotek

Seseorang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek dan telah

memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA) disebut Apoteker

Pengelola Apotek (APA). APA bertanggung jawab penuh terhadap semua

kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik

modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Tugas dan kewajiban

Apoteker di apotek adalah sebagai berikut :

1. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis

kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.

2. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.

3. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang

optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,

mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.

4. Melakukan pengembangan apotek.

Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non

teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan (teknis kefarmasian).

Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses, seorang APA harus

melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa

tersedia dan diserahkan kepada yang membutuhkan.

2. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek meyediakan

berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap.

3. Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing.

4. Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat dan

ekonomis.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 261: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

14

Universitas Indonesia

Selain itu, seorang APA juga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang

meliputi menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem

(peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di

apotek, dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam

melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan

Apoteker Pengganti.

1. Apoteker Pendamping, yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA

dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

2. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA

berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah

memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat

lain.

2.9.2.Asisten Apoteker

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

573/MENKES/SK/VI/2008, Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang

berijazah sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik

Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan

Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan

mendapatkan surat izin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku. Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai

dengan pasal 8 ayat 2 keputusan menkes tersebut meliputi :

1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter,

pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional.

2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan

dibawah pengawasan Apoteker/pimpinan unit atau dilakukan secara mandiri

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 262: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

15

Universitas Indonesia

2.9.3.Juru Resep

Tenaga teknis yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan

(meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan

diperiksa oleh asisten apoteker disebut Juru Resep atau teknisi farmasi.

2.9.4.Kasir dan Pegawai Administrasi/Tata Usaha

Petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi

dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain disebut kasir. Selain itu, juga

terdapat pegawai administrasi, yaitu petugas yang bertugas membantu Apoteker

dalam kegiatan administrasi, seperti membuat laporan harian meliputi pencatatan

penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin,

asuransi, dan lain-lain disebut pegawai administrasi/tata usaha.

2.10. Sediaan Farmasi di Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/ X/2002,

sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan

kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di

apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau

paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi

atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan

kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh

Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam 5 kategori, yaitu obat bebas, obat

bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan

narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan

terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi

tanda atau loga pada kemasan yang terlihat. Logo untuk masing-masing golongan

obat dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 263: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

16

Universitas Indonesia

Logo Golongan Obat

Obat bebas

Obat bebas terbatas

Obat keras

Obat narkotika

Gambar 2.1 Logo Golongan Obat

1. Obat OTC (Over the Counter)

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol®

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan

obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan

disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat

bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)

Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda

peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan

tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau

disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya

16

Universitas Indonesia

Logo Golongan Obat

Obat bebas

Obat bebas terbatas

Obat keras

Obat narkotika

Gambar 2.1 Logo Golongan Obat

1. Obat OTC (Over the Counter)

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol®

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan

obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan

disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat

bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)

Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda

peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan

tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau

disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya

16

Universitas Indonesia

Logo Golongan Obat

Obat bebas

Obat bebas terbatas

Obat keras

Obat narkotika

Gambar 2.1 Logo Golongan Obat

1. Obat OTC (Over the Counter)

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol®

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan

obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan

disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat

bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)

Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda

peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan

tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau

disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 264: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

17

Universitas Indonesia

dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Tanda peringatan obat bebas terbatas dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas

2. Obat Ethical

Obat ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh oleh pasien dengan

menggunakan resep dokter. Obat ethical terdiri dari obat keras, psikotropika, dan

narkotika.

a. Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam

golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, obat diabetes, hormon,

antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat injeksi.

b. Obat Psikotropika (Pemerintah Republik Indonesia, 1997)

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala yang berhubungan dengan

psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan

dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 265: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

18

Universitas Indonesia

guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah

terjadinya penyalahgunaan, dan memberantas peredaran gelap psikotropika.

Psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu :

1. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contohnya adalah esktasi, meskalin, dan psilosibin.

2. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta

mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan flunitrazepam.

3. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contohnya adalah amobarbital, siklobarbital, dan luminal.

4. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan,

serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contohnya adalah derivat diazepam.

Pengelolaan psikotropika di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan,

pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.

1. Pemesanan

Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar

Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan

ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nama apotek, nomor

SIK, da stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih

dari satu jenis obat golongan psikotropika dan dibuat tiga rangkap.

2. Penyimpanan

Penyimpanan untuk obat golongan psikotropika belum diatur dengan suatu

peraturan khusus. Namun, karena obat-obatan golongan psikotropika ini

cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 266: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

19

Universitas Indonesia

tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu persediaan

psikotropika.

3. Pelayanan

Pelayanan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,

puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek,

rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep

dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam

keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong

orang sakit dalam keadaan darurat, dan menjalankan tugas di daerah terpencil

yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh

dari apotek.

4. Pelaporan

Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan

dengan psikotropika dan melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten setempat secara berkala, dengan tembusan kepada Balai Besar

POM/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan satu

salinan sebagai arsip.

5. Pemusnahan

Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara

paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun

pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik

psikotropika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek

bersangkutan; nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; dan cara

pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.

Pemusnahan berlangsung dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk

dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang

No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan

tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan

persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat

untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu

pengetahuan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 267: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

20

Universitas Indonesia

c. Obat Narkotika (Pemerintah Republik Indonesia, 2009b)

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika

ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah

dan disebut dalam obat daftar O (opiat). Narkotika digolongkan menjadi tiga

golongan, yaitu :

1. Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contohnya adalah opium, kokain, dan ganja.

2. Narkotika golongan II, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan yang digunakan

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin.

3. Narkotika golongan III, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contohnya adalah kodein.

Narkotika merupakan obat yang bermanfaat dalam pengobatan atau

pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila salah

digunakan dapat mengakibatkan ketergantungan dan pada akhirnya menimbulkan

kematian. Oleh karena itu, pemerintah mengatur tata cara ekspor-impor, produk,

penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan, dan penggunaan narkotika,

dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oelh

efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, serta memulihkan kembali

penderita kecanduan narkotika (rehabilitasi). Selain itu, pengaturan narkotika

dimaksudkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika.

Pengelolaan narkotika di apotek di apotek, meliputi pemesanan,

penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 268: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

21

Universitas Indonesia

1. Pemesanan

Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan kepada Pedagang Besar

Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Narkotika

yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nama apotek, nomor SIK,

dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk

memesan satu macam narkotika dan dibuat rangkap empat.

2. Penyimpanan

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1987 pasal 5 dan 6

dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan

narkotika yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan yang lain yang kuat.

b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.

c. Lemari dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dipergunakan untuk

penyimpanan morfin, petidin, dan garam–garam, serta persediaan

narkotika. Bagian kedua untuk menyimpan narkotika lain yang dipakai

sehari–hari.

d. Jika lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40

x 80 x 100 cm, lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.

e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain

narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi

kuasa.

g. Lemari khusus harus ditempatkan pada tempat yang aman dan tidak

diketahui oleh orang lain.

3. Pelayanan

Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit

berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997

disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung

narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama

sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya

boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 269: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

22

Universitas Indonesia

narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu,

dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung

narkotika.

4. Pelaporan

Apotek berkewajiban menyusun, mengirimkan, dan menyimpan laporan

bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA,

nama jelas, dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan

bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan

khusus pengunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika

ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang

ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan

tembusan Kepala Balai Besar POM/Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi

setempat, dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.

5. Pemusnahan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978

pasal, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak,

kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan

dan/atau pengembangan penelitian. Pelaksanaan pemusnahan apotek, diatur

sebagai berikut :

a. Apotek yang berada di tingkat propinsi disaksikan oleh Balai POM

setempat.

b. Apotek yang berada di tingkat kabupaten/kota disaksikan oleh Kepala

Dinas Kesehatan tingkat II.

APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara

pemusnahan paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan

tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik

narkotika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek

bersangkutan; nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; dan cara

pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 270: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

23

Universitas Indonesia

3. Pelayanan Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker

kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang diserahkan tanpa resep

dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawa usia 2 tahun dan

orang tua diatas usia 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko

kelanjutan penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan

oleh tenaga kesehatan.

4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

5. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Kewajiban Apoteker dalam menyerahkan OWA kepada pasien, yaitu :

1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan

dalam DOWA.

2. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan (medical record).

3. Memberikan informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek

samping obat, dan lain-lain.

Obat-obat yang termasuk dalam DOWA, antara lain :

1. Kontasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus.

2. Obat saluran cerna, pemberian maksimal 20 tablet, yang terdiri dari :

a. Antasida + antispasmodik + sedatif

b. Antispasmodik (papaverin, hiosin, atropin)

c. Analgetik + antispasmodik

3. Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol.

4. Obat saluran napas yang terdiri dari obat asma tablet ataupun mukolitik,

maksimal 20 tablet.

5. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular maksimal 20 tablet, yang

terdiri dari :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 271: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

24

Universitas Indonesia

a. Analgetik

b. Antihistamin

6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet.

7. Obat kulit topikal maksimal 1 tube yang terdiri dari :

a. Semua salep/krim antibiotik

b. Semua salep/krim kortikosteroid

c. Semua salep/krim antifungi

d. Antiseptik lokal

e. Enzim antiradang topikal

f. Pemutih kulit

2.11. Pengelolaan Apotek

Berdasarkan PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pengelolaan apotek

merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola

apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan

pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan

berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi

multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu

belajar sepanjang karir, serta membantu memberikan pendidikan dan peluang

untuk meningkatkan pengetahuan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993,

pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis

kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis

kefarmasian meliputi :

1. Mengawasi pelayanan resep, meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan,

pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau

bahan obat.

2. Mengawasi mutu obat yang dijual, meliputi pengadaan, penyimpanan,

penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi pelayanan

informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada

dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, serta

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 272: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

25

Universitas Indonesia

pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan/atau

mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

4. Pembuatan laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan

psikotropika).

Adapun sebagai pengelola non teknis kefarmasian, APA bertanggung jawab

terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi

selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi

apotek.

Seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan

memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain

seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar. Prinsip

dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola

apoteknya, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan.

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan

sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem

FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).

2.11.1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat,

mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan perbekalan farmasi yang

tersimpan dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola

mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat

sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam

membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola

penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat.

2.11.2. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar

pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan

secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,

tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 273: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

26

Universitas Indonesia

menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus disesuaikan dengan

kebutuhan yang direncanakan dan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada.

2.11.3. Penyimpanan

Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi

harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya

kontaminasi dan ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat

sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus

disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan

perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan

dalam melakukan kegiatan pelayanan, serta memiliki nilai estetika. Penataan pada

desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan

perbekalan farmasi tetap terjaga.

2.11.4. Administrasi

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan

kegiatan administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan.

Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan

narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan

pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

2.11.5. Pelayanan

Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan

Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 dan Keputusan Menteri

Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, yaitu :

1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter

hewan. Pelayanan resep ini atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan

keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat;

2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang

bermutu baik dan keabsahannya terjamin;

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 274: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

27

Universitas Indonesia

3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep

dengan obat bermerek dagang. Namun, resep dengan obat dengan merek

dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik;

4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat

sesuai ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan

ini dilakukan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang

ditetapkan oleh Badan POM;

5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker

wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang

lebih tepat;

6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan

obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat;

7. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau

penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada

dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep

tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau

membubuhkan tanda tangan di atas resep;

8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker;

9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka

waktu tiga tahun;

10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis

resep atau yang merawat pasien, pasien yang bersangkutan, petugas

kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan

yang berlaku;

11. APA, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat

keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek

(DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

2.12. Pengendalian Persediaan Apotek

Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam

pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien

di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 275: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

28

Universitas Indonesia

mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis

persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang

optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan

persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di

apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan,

mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus

dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih

distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas

obat yang baik.

Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang

seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan

mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode

pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dilakukan

dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :

1. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial)

Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat

yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam

analisis VEN, setiap obat dimasukkan ke dalam salah satu dari ketiga golongan

berikut ini :

a. Vital (V), yaitu obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk

pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan

obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi

dan diabetes.

b. Esensial (E), yaitu obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam

tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang

ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-

moving.

c. Non esensial (N), yaitu obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan

tidak termasuk dalam golongan obat yang diperlukan untuk

menyelamatkan hidup atau pengobatan penyakit terbanyak.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 276: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

29

Universitas Indonesia

2. Analisis Pareto (ABC)

Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang

mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis pareto membagi persediaan

berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang

difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai

rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah :

a. Kelas A, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah tinggi.

Kelas ini mewakili sekitar 75 – 80 % dari total nilai persediaan. Meskipun

jumlahnya hanya sekitar 20 % dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak

biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.

b. Kelas B, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah menengah.

Kelas ini mewakili sekitar 15 – 20 % dari total nilai persediaan, meskipun

jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item. Pengendalian khusus

dilakukan secara moderat.

c. Kelas C, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang

rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi

terdiri dari sekitar 50 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan

secara sederhana.

Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap

sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian

mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai

investasi terbesar hingga terkecil. Syarat pengelompokkannya adalah kelompok A

memiliki nilai investasi 70 % dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B

memiliki nilai investasi 20 % dari total investasi obat keseluruhan, dan kelompok

C memiliki nilai investasi 10 % dari total investasi obat keseluruhan.

3. Analisis VEN-ABC

Analisis ini mengkategorikan item obat berdasarkan volume dan nilai

penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis

VENABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga

analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 277: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

30

Universitas Indonesia

V E N

A VA EA NA

B VB EB NB

C VC EC NC

Gambar 2.3. Matriks Analisa VEN-ABC

Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas

untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan

persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C

harus disediakan di apotek. Namun, kuantitasnya harus disesuaikan

dengan kondisi keuangan apotek dan laju penjualan obat yang

bersangkutan. Misalnya, obat vital golongan A perlu disediakan walaupun

dalam jumlah sedikit, karena obat ini penting untuk menyelamatkan hidup.

Obat esensial golongan B dan C dapat disediakan dalam jumlah cukup

besar karena golongan obat ini penting dan banyak digunakan, serta

harganya tidak terlalu mahal. Untuk obat non esensial dalam kelompok A

tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaan disesuaikan.

2.13. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pharmaceutical care (PC) atau pelayanan kefarmasian adalah tanggung

jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu

dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good

Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good

Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin

bahwa pelayanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi

kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa

masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk, serta jasa kesehatan

dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan.

Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai

berikut :

1. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan

beberapa kriteria.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 278: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

31

Universitas Indonesia

2. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri

(swamedikasi).

3. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal

melalui telepon atau kunjungan residensial.

4. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat

tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di

masyarakat.

Pelayanan yang dapat diberikan di apotek terbagi menjadi dua secara garis

besar, yaitu :

1. Pelayanan resep, yang terdiri dari :

a. Skrinning resep yang meliputi keaslian resep, kelengkapan resep,

persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinik.

b. Penyiapan obat yang meliputi peracikan, pemberian etiket, pengemasan,

dan penyerahan obat kepada pasien.

2. Pelayanan non resep seperti pelayanan informasi obat

Pasien perlu mendapatkan informasi obat yang akurat dengan penyampaian

yang dapat dimengerti oleh pasien karena beberapa hal berikut :

a. Interpretasi pasien beragam terhadap etiket atau label obat.

b. Tingkat pemahaman pasien beragam terhadap obat-obat, sperti inhalasi

dan suppositoria.

c. Tingkat kepatuhan pasien yang beragam.

d. Efek samping dari penggunaan obat yang mungkin terjadi.

e. Obat populer untuk terapi penyakit tertentu diinginkan dokter untuk terapi

penyakit lain.

f. Banyak sumber informasi tentang obat yang bebas beredar, kemudian

diserap oleh pasien sepintas sehingga menimbulkan kesalahpahaman

terhadap pemakaian obat tersebut.

g. Semakin banyak obat tradisional yang beredar yang dianggap oleh pasien

mempunyai kekuatan melebihi obat yang sedang diminumnya.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 279: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

32

Universitas Indonesia

3. Pelayanan residensial (home care)

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan

kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia,

pasien yang ditunjuk oleh dokter, dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis

lainnya. Untuk aktivitas ini, Apoteker harus membuat catatan berupa catatan

pengobatan (medication record).

2.13.1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian

merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,

keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk

membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi

dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta

untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya

penyakitnya cepat sembuh.

Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek

samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.

Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat

memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar

belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:

1. Ketidakpatuhan pasien

Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi

pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang

kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus

oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif

membuat pasien menggandakan dosis sendiri.

2. Penggunaan obat yang tidak rasional

Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat,

dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak

terjangkau oleh pasien.

3. Penggunaan obat yang tidak benar

Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat

beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 280: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

33

Universitas Indonesia

penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan

inhaler, suppositoria, dan obat tetes.

KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga

kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :

1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan

a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat

b. Menurunkan ketidakpatuhan.

c. Menurunkan efek samping obat.

d. Menurunkan biaya pengobatan.

e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.

f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

2. Bagi Apoteker

a. Meningkatkan citra profesi.

b. Meningkatkan kepuasan kerja.

c. Menarik customer.

2.13.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian

informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat

penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat

yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat

dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada

pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,

jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus

dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker

harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak

lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.

2. Objektif

3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari

berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 281: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

34

Universitas Indonesia

4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan

sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.

5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya

mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,

melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.

2.13.3. Konseling

Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker

di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling

mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,

sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita

penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis

lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

2.13.4. Swamedikasi

Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter

ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi

gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,

masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari

swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi

vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan

daya tahan tubuh.

Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di

masyarakat adalah :

1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang

semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya

sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi

dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat

OTC dan obat DOWA.

2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif

rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 282: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

35

Universitas Indonesia

semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi

informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya

yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,

sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen

makanan atau suplemen kesehatan.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan

swamedikasi, antara lain :

1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di

dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,

indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara

penggunaan.

2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya

apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi

batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.

3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau

memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.

4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa

jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau

menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.

5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak

boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan

dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 283: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

36 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA

3.1. Sejarah dan Lokasi

Apotek atrika berdiri pada tanggal 21 Juli 2001 menggunakan sarana milik

Bapak Winardi Hendrayanta dengan sebagai Apoteker Pengelola Apotek adalah

Dr. Harmita, Apt dan SIA: 1387.01/KANWIL/SIA/01/0. SIA yang diperoleh

berubah menjadi SIA:1.11.0226.2009.4.04/08/08 karena pada tanggal 26 Juli

2008 Apotek Atrika pindah lokasi.

Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. Daerah

ini merupakan kawasan pemukiman penduduk atau kompleks perumahan yang

mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Atrika

terletak di sisi jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar.

Apotek Atrika buka pada hari senin sampai jum;at pukul 08.00 sampai

22.00 WIB, hari sabtu pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Hari minggu dan hari libur

nasional libur.

3.2. Tata Ruang

Papan nama apotek memiliki tulisan yang jelas berwarna merah dengan

warna dasar kuning sehingga cukup menarik perhatian pengunjung dan dapat

dilihat dari jarak jauh. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup untuk

digunakan sebagai tempat parkir. Pintu masuk apotek menggunakan kaca bening

sehingga susunan obat-obat OTC yang diletakkan pada etalase ruang bagian dapat

terlihat dari luar. Ruangan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang

bagian depan dan ruang bagian dalam. Ruang bagian depan terdiri dari ruang

tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan

etalase untuk obat bebas (OTC). Ruang bagian dalam terdiri dari ruang racik yang

di dindingnya terdapat lemari untuk obat ethical, obat narkotik dan psikotropik

pada lemari terpisah, ruang kamar mandi, dan wastafel (Lampiran 1).

Penyusunan obat di apotek atrika dibedakan berdasarkan jenis sedian dan

disusun sesuai dengan urut alfabet dan obat yang masa daluarsanya lebih awal

diletakkan paling depan dari setiap susunan masing-masing obat agar bisa lebih

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 284: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

37

Universitas Indonesia

awal terjual. Sediaan yang terdapat di Apotek atrika dibagi menjadi tiga jenis,

yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi, emulsi),

dan sediaan topikal (salep, krim, gel). Untuk suppositoria, ovula, obat tetes mata,

obat tetes telinga diletakkan dalam satu lemari dengan obat-obat topikal. Obat-

obat generik diletakkan pada lemari terpisah, begitu juga dengan obat golongan

narkotik, psikotropik, dan obat yang mendekati tiga bulan masa daluarsanya

diletakkan pada lemari terpisah.

3.3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan suatu jaringan hubungan yang

menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat

menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal

balik antara masing-masing individu. Seorang APA harus dapat memprediksi dan

membentuk struktur organisasi apotek yang disertai dengan uraian fungsi dan

tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing individu agar

terdapat definisi pekerjaan yang jelas dan dapat menempatkan orang yang tepat

pada pekerjaan yang tepat sehingga apotek dapat berjalan sesuai dengan tujuan

dan rencana organisasi. Struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Apotek Atrika mempunyai

beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut :

1. Pemilik Sarana Apotek : 1 orang

2. Tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari :

a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang

b. Apoteker Pendamping : 1 orang

c. Asisten Apoteker : 2 orang

d. Juru resep : 1 orang

3. Tenaga non teknis kefarmasian yang terdiri dari :

a. Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang

b. Pesuruh : 2 orang

c. Kurir : 5 orang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 285: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

38

Universitas Indonesia

3.4. Tugas dan Fungsi Jabatan

3.4.1.Apoteker Pengelola Apotek

Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki beberapa tugas dan tanggung

jawab, antara lain :

1. Seorang APA menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan

fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi

peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.

2. Seorang APA harus dapat memimpin seluruh kegiatan managerial apotek

termasuk mengoordinasikan dan mengawasi kinerja karyawan, seperti

mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan

tanggung jawab masing-masing karyawan.

3. Seorang APA harus aktif berusaha meningkatkan omset penjualan dan

mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan saran dan

usul dari karyawan dengan tujuan untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan

apotek.

4. Dalam melayani permintaan obat, baik pelayanan obat bebas maupun obat

yang diresepkan oleh dokter, seorang APA harus dapat memberikan

pelayanan mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik obat,

menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan penyerahan obat kepada pasien.

5. Dalam melakukan pelayanan kepada pasien, seorang APA harus dapat

memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) untuk mendukung penggunaan

obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang

benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini.

6. Seorang APA harus dapat melaksanakan pelayanan swamedikasi.

7. Seorang APA harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada

pasien, meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep,

dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan

pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan

cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan.

8. Seorang APA membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.

9. Seorang APA harus mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan

tunai harian.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 286: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

39

Universitas Indonesia

3.4.2.Apoteker Pendamping

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker Pendamping

memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

1. Seorang Apoteker Pendamping melaksanakan tugas dan tanggung jawab

APA ketika APA sedang berhalangan hadir atau tidak berada di tempat.

2. Seorang Apoteker Pendamping harus menjamin penyampaian informasi obat

kepada pasien.

3. Seorang Apoteker Pendamping juga harus memeriksa kebenaran obat yang

akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama

obat, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai

dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat,

aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang

diperlukan.

4. Seorang Apoteker Pendamping melakukan pencatatan dan penghitungan bon

penjualan kredit untuk resep-resep kredit.

3.4.3.Asisten Apoteker

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian juga terdapat seorang Asisten

Apoteker. Seorang Asisten Apoteker memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai

berikut :

1. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pendataan kebutuhan barang.

2. Seorang Asisten Apoteker mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada

tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.

3. Seorang Asisten Apoteker dapat melayani permintaan obat bebas dan resep

dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menuliskan

etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.

4. Seorang Asisten Apoteker memberi harga untuk setiap resep yang masuk dan

memeriksa kelengkapan resep.

5. Seorang Asisten Apoteker juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan

diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat,

nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus

disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 287: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

40

Universitas Indonesia

obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang

diperlukan.

6. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pencatatan jumlah barang atau

obat yang keluar maupun masuk.

7. Seorang Asisten Apoteker harus melakukan pengecekan terhadap obat-obat

yang mempunyai kadaluarsa.

8. Seorang Asisten Apoteker menyusun daftar barang yang masuk dan

menandatangani faktur pembelian obat yang masuk setiap harinya.

9. Seorang Asisten Apoteker mencatat penerimaan uang setelah dihitung

terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi

dengan kuintasi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau

karyawan yang ditunjuk.

3.4.4.Juru Resep

Selain itu, juga terdapat seorang juru resep dalam melakukan pekerjaan

kefarmasian. Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam

meracik obat di apotek. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang juru

resep, antara lain :

1. Seorang juru resep membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam

penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan.

2. Seorang juru resep menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan, serta

melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.

3. Seorang juru resep membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan

Asisten Apoteker.

4. Seorang juru resep harus menjaga kebersihan apotek.

3.4.5.Kasir

Dalam menjalankan kegiatan operasional apotek, juga dibutuhkan seorang

kasir yang memliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut:

1. Seorang kasir bertugas menerima setiap pembayaran tunai maupun dengan

kartu kredit yang dilakukan oleh pasien.

2. Seorang kasir bertanggung jawab menerima barang atau obat yang masuk.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 288: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

41

Universitas Indonesia

3. Seorang kasir bertugas memberi harga untuk setiap resep yang masuk.

4. Seorang kasir dapat melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.

5. Seorang kasir harus mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil

penjualan.

6. Seorang kasir harus menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.

7. Seorang kasir bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk

dengan penjualan.

3.4.6.Keuangan

Dalam mengatur semua urusan yang berhubungan dengan keuangan, sebuah

apotek juga dapat memiliki bagian keuangan yang menjalankan fungsi tersebut.

Tugas dan tanggung jawab bagian keuangan, antara lain sebagai berikut :

1. Bagian keuangan bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas.

2. Bagian keuangan menerima uang yang disetor oleh kurir dan dari penjualan

obat tunai, baik obat bebas, obat bebas terbatas, maupun penjualan obat

dengan resep.

3. Bagian keuangan bertugas mengeluarkan uang yang diperlukan untuk

melaksanakan dan menunjang kegiatan operasional apotek, seperti listrik, air,

internet, dan telepon.

4. Bagian keuangan bertanggung jawab menyimpan bukti pembayaran dan

pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.

3.4.7.Pesuruh

Selain memiliki tenaga teknis kefarmasian, sebuah apotek juga harus

memiliki tenaga non teknis kefarmasian, salah satunya adalah pesuruh. Seorang

pesuruh memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut:

5. Seorang pesuruh bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan apotek.

6. Seorang pesuruh harus dapat menjamin kerapian apotek.

7. Seorang pesuruh membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan

non teknis kefarmasian

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 289: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

42

Universitas Indonesia

3.4.8. Kurir

Dalam menunjang pelayanan obat kepada pasien dapat dilakukan

pengantaran obat langsung kepada pasien. Adanya pelayanan obat dengan sistem

tersebut dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien dan dapat meningkatkan

minat pasien dalam melakukan pembelian atau pemesanan obat di sebuah apotek.

Untuk dapat melakukan fungsi tersebut maka dibutuhkan seorang kurir. Seorang

kurir memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut :

1. Seorang kurir bertugas melakukan pengantaran obat dan sediaan farmasi

untuk pelayanan pesan antar.

2. Seorang kurir bertanggung jawab menjamin obat yang tepat sampai kepada

pasien yang tepat.

3. Seorang kurir menerima uang hasil pembayaran obat.

3.5. Kegiatan di Apotek Atrika

Tenaga kerja di Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam

kerja yang telah ditentukan menjadi dua shift, yaitu shift I dengan waktu kerja

pukul 08.00 - 16.00, shift II dengan waktu kerja pukul 14.00 - 22.00. Jam

operasional Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00 -

22.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 08.00 - 17.00 WIB, sedangkan pada hari

Minggu dan hari libur nasional tidak melakukan pelayanan apotek. Kegiatan yang

dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan teknis

kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian.

3.5.1.Kegiatan Teknis Kefarmasian

1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi

a. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi

Tanggung jawab dan wewenang dalam melakukan pengadaan setiap obat

dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang APA, sedangkan Asisten Apoteker

bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan obat dan

perbekalan farmasi, serta melakukan pengadaan obat dan perbekalan farmasi

untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan

(SP) sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Untuk pengadaan obat dan

perbekalan farmasi di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang yang disediakan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 290: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

43

Universitas Indonesia

disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau

slow moving, serta didasarkan pada jenis obat-obatan yang banyak diresepkan

oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.

Pengadaan obat dan perbekalan farmasi yang dilakukan, yaitu dengan cara

konsinyasi, COD (cash on delivery), maupun kredit. Konsinyasi merupakan cara

pengadaan dengan menitipkan obat dan/atau perbekalan farmasi dari distributor

kepada apotek, dimana apotek akan menerima komisi apabila obat dan/atau

perbekalan farmasi tersebut dapat terjual, namun apabila tidak terjual maka obat

dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya.

Cara pengadaan dengan konsinyasi umumnya dilakukan untuk obat-obat baru

yang belum dijual di apotek, dimana obat-obatan tersebut sedang dalam masa

promosi, dan pembayaran dilakukan hanya terhadap obat-obatan yang telah

terjual. COD adalah cara pengadaan dimana apotek melakukan pembelian obat

dan perbekalan farmasi dengan melakukan pembayaran secara langsung pada saat

obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut datang, sedangkan pembayaran secara

kredit adalah pembayaran yang dilakukan apabila faktur pembelian obat dan/atau

perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo.

b. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi

Setiap pemesanan obat maupun perbekalan farmasi yang dibutuhkan

dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF. Pemesanan obat dan perbekalan

farmasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) langsung

kepada salesman atau melalui telepon. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat

pada Lampiran 3.

c. Penerimaan obat dan perbekalan farmasi

Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa oleh

Asisten Apoteker berdasarkan SP dan faktur untuk melihat kesesuaiannya, baik

kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode

produksi/bets, dan lain-lain). Apabila obat dan/atau perbekalan farmasi yang

diterima sudah sesuai dengan SP, maka Asisten Apoteker menandatangani dan

membubuhkan stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 291: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

44

Universitas Indonesia

kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua rangkap

sebagai bukti bahwa apotek pernah melakukan pemesanan sejumlah obat dan/atau

perbekalan farmasi tersebut dan selanjutnya untuk dilakukan pembayaran setelah

faktur dinyatakan telah jatuh tempo. Obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut

kemudian dicatat dalam buku “Penerimaan Barang Datang” yang berisi tanggal

pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah obat atau perbekalan

farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga (bila

ada), pajak, dan harga total. Jumlah obat dan/atau perbekalan farmasi yang

diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang)

dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Apabila terjadi perubahan harga, maka

perubahan harga dicatat pada buku “Perubahan Harga Barang” dan pada buku

“Daftar Harga Barang” dan komputer kasir.

d. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi

Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan

obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical maupun untuk obat bebas (obat

Over The Counter/OTC). Obat disusun berdasarkan sistem FEFO (First Expired

First Out), dimana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal diletakkan di

bagian yang paling depan dan/atau paling atas. Hal tersebut dimaksudkan agar

obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu.

Selain itu, terdapat juga lemari khusus yang dipergunakan untuk menyimpan obat-

obatan yang telah mendekati waktu kadaluarsanya.

e. Pengeluaran obat dan perbekalan farmasi

Sistem FEFO (First Expired First Out) diberlakukan oleh Apotek Atrika

untuk melakukan pengeluaran barang dengan tujuan agar obat-obat yang memiliki

batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Setiap obat dan/atau

perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan,

sedangkan setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan

resep dicatat pada buku resep.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 292: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

45

Universitas Indonesia

f. Pemeriksaan dan pencatatan stok obat dan perbekalan farmasi

Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang masuk maupun keluar

dilakukan pemeriksaan dan pencatatan stok setiap hari berdasarkan buku

“Penerimaan Barang Datang”, buku “Penjualan Barang”, dan buku “Resep”.

Selanjutnya, jumlah terakhir obat dan/atau perbekalan farmasi yang ada dihitung

dan dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil (kartu stok

harian). Obat dan perbekalan farmasi yang diketahui telah kosong persediaannya

dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan.

g. Pembuatan sediaan standar

Sediaan standar merupakan obat-obat yang dibuat di apotek berdasarkan

resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan

resep dokter. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika antara lain

minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat

biang keringat, obat jerawat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan-

sedian standar ini ditempatkan di rak dan disusun berdasarkan abjad.

2. Pengelolaan Narkotika

a. Pengadaan narkotika

Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Atrika mengikuti tata cara

yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan

berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap

(warna putih, kuning, merah, dan biru). SP narkotika ini hanya digunakan untuk

pemesanan satu jenis narkotika dan ditujukan kepada PBF Kimia Farma. Untuk

melakukan penerimaan narkotika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker

Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya

diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat

Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 4.

b. Penyimpanan narkotika

Setiap narkotika disimpan dalam lemari khusus yang menempel di dinding

dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya,

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 293: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

46

Universitas Indonesia

narkotika tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan menurut

abjad, serta apabila terdapat narkotika dengan nama yang sama maka narkotika

tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga

terbesar. Jumlah narkotika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu

stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk narkotika dan buku stok narkotika.

c. Pelayanan narkotika

Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Pelayanan narkotika di Apotek Atrika hanya dilakukan

apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan dan resep tersebut

sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Setiap pengeluaran

narkotika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil

(kartu stok harian) khusus narkotika dan buku stok narkotika, selanjutnya

diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah

dan resep disimpan terpisah dari resep lain.

d. Pelaporan narkotika

Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan

dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap

bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan

penggunaan narkotika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 5.

e. Pemusnahan narkotika

Dalam melakukan pemusnahan narkotika di Apotek Atrika selama ini

dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan

dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten

Apoteker, serta dari pihak – pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan

Jakarta Pusat dan Balai Besar POM.

3. Pengelolaan Psikotropika

a. Pengadaan psikotropika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 294: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

47

Universitas Indonesia

Pada prinsipnya pemesanan psikotropika yang dilakukan di Apotek Atrika

sama seperti saat melakukan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan

psikotropika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP)

khusus untuk psikotropika yang terdiri dari 3 rangkap (warna putih, kuning, dan

merah). SP psikotropika ini dapat digunakan untuk melakukan pemesanan

beberapa jenis psikotropika apabila psikotropika tersebut berasal dari satu PBF

yang sama. Untuk melakukan penerimaan psikotropika yang telah dipesan

dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK

dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek.

Surat pesanan obat psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Penyimpanan psikotropika

Setiap psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kuncinya dipegang

oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, psikotropika tersebut

disusun berdasarkan abjad dan apabila terdapat psikotropika dengan nama yang

sama maka psikotropika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari

kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah psikotropika yang diterima kemudian

ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk

psikotropika dan buku stok psikotropika.

c. Pelayanan psikotropika

Pelayanan prikotropika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien

membawa resep dari dokter yang meresepkan atau salinan resep, serta resep

tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Sama seperti pada

pengeluaran narkotika, setiap pengeluaran prikotropika dilakukan sistem

pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus

prikotropika dan buku stok prikotropika, selanjutnya diperiksa kesesuaian

jumlahnya. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 295: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

48

Universitas Indonesia

d. Pelaporan psikotropika

Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan

dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap

bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan

penggunaan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7.

e. Pemusnahan psikotropika

Dalam melakukan pemusnahan psikotropika di Apotek Atrika selama ini

dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan

dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten

Apoteker, serta dari pihak – pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan

Jakarta Pusat dan Balai Besar POM.

4. Pelayanan Apotek

1. Pelayanan obat dengan resep

Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai

dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker

menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga

pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir.

Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter

untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah

dihitung kemudian dikurangi dengan potongan harga sejumlah yang telah

ditentukan. Selanjutnya, pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan

kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien.

Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten

Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf

T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket

diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP

diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien.

Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan

informasi yang berkaitan dengan obat tersebut dan memberikan paraf pada huruf

P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 296: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

49

Universitas Indonesia

resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pada dasarnya, pelayanan resep

secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit. Namun, untuk pelayanan

resep secara kredit kuitansi pembayaran tidak diserahkan ke pasien tetapi

disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur pelayanan

obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8.

Apotek Atrika pun melayani untuk pembuatan copy resep, apabila terdapat

resep iter, kecuali yang mengandung narkotik. Copy resep Apotek Atrika dapat

dilihat pada Lampiran 9. Pada pembuatan obat racik, terdapat etiket yang dibuta

khusus oleh apotek atrika. Etiket yang terdapat di Apotek Atrika dapat dilihat

pada Lampiran 10. Resep-resep yang sudah terlalu lama, sudah selayaknya untuk

dimusnahkan, berita acara pemusnahan resep dapat dilihat pada Lampiran 11.

2. Pelayanan/penjualan bebas

Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter

(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan

lain di luar obat-obatan. Pembayaran dilakukan di kasir secara tunai kemudian

barang dan bukti pembayaran diserahkan kepada pembeli.

3.5.2.Kegiatan Non Teknis Kefarmasian

1. Kegiatan Administrasi

a. Administrasi personalia

Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan

semua hal mengenai urusan pegawai, meliputi : absensi, gaji, hak cuti, dan

fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.

b. Administrasi umum

Dalam melakukan administrasi umum, Apotek Atrika melakukan pelaporan

penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, pelaporan penggunaan

psikotropika, dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 297: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

50

Universitas Indonesia

c. Administrasi penjualan

Dalam melakukan kegiatan administrasi penjualan, Apotek Atrika

melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara

tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam

buku daftar harga jual maupun komputer kasir yang dijadikan sebagai acuan.

Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual

dan komputer kasir akan diubah.

d. Administrasi pembelian

Dalam melakukan kegiatan administrasi pembelian, Apotek Atrika

melakukan pencatatan terhadap semua pembelian obat dan perbekalan farmasi di

buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal

tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah tanggal 5 dan 15 setiap

bulannya, sedangkan tanggal melakukan pembayaran akan ditentukan pada saat

penukaran faktur.

e. Administrasi pajak

Dalam melakukan administrasi pajak, Apotek Atrika melakukan pencatatan

dan pengumpulan faktur pajak, serta menghitung jumlah pajak yang harus

dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain

yang harus dibayarkan, seperti pajak reklame.

f. Administrasi pergudangan

Dalam melakukan administrasi pergudangan, Apotek Atrika melakukan

pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok gudang

maupun kartu stok harian yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui

sisa persediaan obat yang ada di apotek.

g. Administrasi piutang

Dalam melakukan administrasi piutang, Apotek Atrika melakukan

pengumpulan kuitansi piutang yang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada

suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 298: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

51

Universitas Indonesia

2. Sistem Administrasi

Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,

dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan obat dan

perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh

Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi.

Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika, meliputi :

a. Buku defekta

Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang

habis atau yang harus segera dipesan untuk memenuhi kebutuhan apotek sehingga

proses pemesanan menjadi lebih cepat dan mudah, serta obat dan perbekalan

farmasi yang tersedia di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik.

b. Surat pesanan

Setiap pemesanan obat dan/atau perbekalan farmasi kepada PBF dilakukan

dengan menggunakan surat pesanan (SP). SP ini terdiri dari 2 lembar, dimana

lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar lainnya untuk keperluan

arsip di apotek. Dalam SP ini terdapat nomor SP, tanggal pemesanan, nama PBF

yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan,

dan stempel apotek. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6.

c. Buku daftar harga

Buku ini digunakan untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan

untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang,

generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat diurutkan berdasarkan abjad

dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan nama generik, serta untuk

bahan baku.

d. Buku faktur

Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini

tercantum tanggal penerimaan, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur,

jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga,

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 299: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

52

Universitas Indonesia

harga setelah potongan, dan jumlah total harga seluruh barang. Untuk buku

penerimaan barang depan dan barang dalam dilakukan pemisahan.

e. Buku pembelian dan penggunaan narkotika dan psikotropika

Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat

narkotika dan psikotropika. Dalam buku ini tercantum bulan dan tahun, nama

obat, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian,

jumlah, nama PBF, pengurangan jumlah, dan sisa stok, serta keterangan lain

apabila ada.

f. Buku pemasukan barang dalam

Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan barang dalam. Pada buku ini

tercantum nama barang, jumlah obat dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa

obat.

g. Buku perubahan harga

Buku ini digunakan untuk mencatat setiap perubahan harga barang. Jika

terjadi perubahan harga barang, maka harga terbaru barang dicatat di buku ini,

kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dan

komputer kasir, serta dilakukan pemberitahuan kepada Apotek Atrika cabang.

h. Buku pengiriman barang ke atrika cabang

Buku ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang

dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Untuk setiap Apotek Atrika cabang

memiliki buku yang berbeda-beda. Dalam buku tersebut tercantum nama barang,

jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.

i. Faktur pengiriman barang ke atrika cabang

Surat pengiriman ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan

farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Pada surat pengiriman barang

tercantum nama Apotek Atrika cabang yang dituju, nomor urut surat pengiriman,

tanggal pengiriman barang, nomor dan nama barang, jumlah barang yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 300: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

53

Universitas Indonesia

dikirimkan, satuan dalam bentuk kemasan, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa

barang, serta tanda tangan pengirim dan stempel apotek. Surat pengiriman barang

ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada Apotek

Atrika cabang yang disertakan saat pengiriman dilakukan dan lembar lainnya

untuk keperluan arsip di Apotek Atrika pusat.

j. Buku resep

Pengeluaran obat berdasarkan resep dicatat dalam buku ini. Buku ini

memuat tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya resep, nomor resep, nama obat,

jumlah obat, serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.

k. Kartu stok besar

Kartu stok besar (kartu stok gudang) digunakan untuk mencatat

barangbarang yang masuk atau baru dibeli. Untuk masing-masing barang

memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini dibedakan

berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang

berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral

menggunakan kartu stok yang berwarna putih, untuk obat yang berbentuk

semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu

stok yang berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir,

suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral

menggunakan kartu stok yang berwarna merah muda. Kartu stok ini memuat

tanggal penerimaan barang, jumlah barang dalam satuan terbesar, nama PBF,

nomor faktur, harga barang yang telah ditambahkan pajak, potongan harga (bila

ada), nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.

l. Kartu stok kecil

Kartu stok kecil (kartu stok harian) digunakan untuk mencatat jumlah

barang yang keluar dan masuk, serta sisa stok barang. Sama seperti pada kartu

stok besar, untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda.

Warna dari kartu stok ini juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya dan

tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 301: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

54

Universitas Indonesia

dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna putih,

untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan

topikal menggunakan kartu stok berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk

cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk

penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna merah muda. Kartu stok kecil

memuat tanggal keluar atau masuk barang, keterangan (nomor

resep/penjualan/nomor Atrika cabang untuk pengeluaran barang dan tanggal

kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar,

dan sisa stok barang yang ada pada lemari.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 302: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

55 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Apotek Atrika yang berlokasi Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat

didirikan pada tanggal 21 Juli 2009 atas kerjasama dari Dr. Harmita, Apt sebagai

Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan Bapak Winardi Hendrayanta. Saat ini

Apotek Atrika memiliki tiga cabang yang terletak di daerah Kuningan, Mangga

Dua, dan Pantai Indah Kapuk dimana kegiatannya dikoordinasikan oleh Apotek

Atrika yang terletak di Jalan Kartini sebagai pusatnya. Apotek Atrika terletak di

jalan dua arah dan dekat dengan pemukiman penduduk. Di sekitar Apotek Atrika

juga terdapat berbagai fasilitas dan sarana kesehatan seperti dokter umum, dokter

gigi, dokter spesialis, dokter hewan, rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain.

Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup luas sehingga dapat digunakan

sebagai tempat parkir dengan kapasitas satu buah mobil dan beberapa sepeda

motor. Tata ruang Apotek Atrika sendiri terdiri dari dua bagian yaitu ruang depan

dan ruang dalam. Ruang depan merupakan ruang tunggu, kasir, tempat

penerimaan resep dan penyerahan obat, dan tempat obat-obat bebas dan bebas

terbatas (OTC). Sedangkan di bagian ruang dalam terdiri dari tempat peracikan,

tempat obat-obat ethical, wastafel, dan kamar mandi. Pembagian dua ruangan ini

dibatasi oleh dinding dan satu pintu sebagai penghubung ruang luar dan ruang

dalam. Tempat peracikan obat-obat ethical terletak di tengah-tengah ruang dalam

yang dikelilingi oleh lemari penyimpanan obat-obat ethical. Tempat peracikan

juga dilengkapi dengan buku-buku dan semua peralatan untuk menunjang

peracikan agar berjalan dengan efektif dan nyaman.

Berdasarkan catatan obat-obat di buku pemesanan/ defecta, pemesanan

dilakukan oleh seorang petugas apotek yang telah diberi wewenang. Petugas

apotek yang bertugas untuk memesan barang kemudian mengelompokkan obat-

obat tersebut berdasarkan PBF yang memiliki obat tersebut untuk suatu obat yang

dimiliki beberapa PBF, maka pemilihan PBF didasarkan atas faktor harga,

besaran diskon yang diberikan, lokasi, dan ketepatan waktu PBF tersebut dalam

mengantarkan obat. Selain pembelian kredit, apotek juga menerima barang titipan

atau konsinyasi dimana jika barang tersebut terjual, maka apotek akan menerima

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 303: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

56

Universitas Indonesia

komisi. Apabila barang tersebut tidak laku hingga batas waktu yang ditetapkan

atau kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan.

Pemesanan barang biasanya dilakukan melalui telepon atau medical

representative yang berkunjung ke apotek. Sewaktu barang yang dipesan datang,

selanjutnya diperiksa dari segi kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa,

keadaan fisik barang, spesifikasi, dan lain-lain). Faktur yang telah sesuai

kemudian diberi stempel apotek dan tanda tangan petugas. Biasanya faktur terdiri

atas 4 rangkap, dua lembar pertama akan diambil oleh PBF dan sisanya

diserahkan ke apotek. Sedangkan SP terdiri dari dua rangkap, lembar putih

diserahkan ke PBF sedangkan yang merah untuk arsip apotek.

Faktur yang diterima oleh apotek dari PBF kemudian dilakukan pencatatan

pada buku faktur Apotek Atrika dimana hal ini akan mempermudah penelusuran

riwayat pembayaran suatu PBF. Setelah input data ke buku faktur selesai,

selanjutnya dilakukan pencatatan pada kartu stok barang yang dibagi atas tiga

warna. Kartu stok putih untuk sediaan oral padat, kartu stok merah untuk sediaan

oral cair, dan kartu stok hijau untuk sediaan topikal. Hal ini berfungsi untuk

mempermudah dalam pengambilan kartu dan hanya untuk membedakan saja.

Penyimpanan barang/ obat di Apotek Atrika disusun berdasarkan abjad,

bentuk sediaan, dan jenis obat baik untuk obat-obat ethical maupun obat OTC.

Untuk penyusunan obat-obat ethical yang terdapat di bagian ruang dalam

dilakukan pemisahan untuk sediaan yang terdiri dari obat-obat sediaan solid,

liquid, dan semi solid. Untuk obat-obat generik disimpan dalam lemari tersendiri

dan beberapa dari obat generik tersebut diletakkan di meja racik seperti

klorfeniramin maleat (CTM), prednison, deksametason, dan lain-lain, sehingga

mempermudah pengerjaan peracikan obat.

Pengeluaran obat dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In

First Out) untuk obat dengan batas kadaluarsa yang sama dan FEFO (First

Expired First Out) yaitu obat dengan batas kadaluarsa tercepat dikeluarkan

terlebih dahulu. Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek

Atrika dilakukan secara khusus. Untuk pemesanan narkotika (hanya 1 jenis) dan

psikotropika (dapat beberapa jenis) menggunakan SP khusus yang ditandatangani

oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIA

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 304: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

57

Universitas Indonesia

dan SIK/SP, serta nama, alamat, dan stempel apotek. Obat golongan narkotika

dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus terpisah dengan obat-obat

lainnya.

Obat golongan narkotik hanya dapat diberikan kepada pasien yang

membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh

diulang atau jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya

dapat dibeli di Apotek Atrika yang menyimpan resep aslinya. Obat psikotropika

disimpan di tempat khusus namun diberlakukan seperti obat ethical lainnya.

Pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dicatat pada buku

khusus pengeluaran narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masing-

masing untuk mempermudah pelaporan penggunaan.

Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika

kepada instansi yang berwenang yaitu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang

dikirimkan dalam bentuk CD setiap tanggal 10 bulan berjalan. Setiap pengeluaran

barang baik karena pembelian maupun untuk dikirim ke Apotek Atrika cabang

dicatat dalam buku catatan resep, buku penjualan bebas, atau buku pengiriman.

Pelayanan resep di Apotek Atrika mulai dari penerimaan resep, pemberian harga,

penimbangan/peracikan, pengemasan, pemberian etiket, pemeriksaan kembali,

dan penyerahan obat dilakukan dengan satu sistem yang berfungsi untuk

mengurangi kesalahan serta mempermudah pengawasan dan penelusuran apabila

terjadi kesalahan. Sistem ini dinamakan HTKP (Harga, Timbang, Kemas,

Penyerahan) pada suatu kertas kecil dimana masing-masing petugas yang

menyelesaikan tugasnya, menandatangani kolom yang telah tersedia pada HTKP.

Apotek Atrika memiliki kerjasama dengan apotek lain dan dokter seperti dr.

Freddy S. Hardjoko, Sp.KK sehingga untuk obat-obat jenis tertentu ditebus di

apotek atrika. Hubungan kerjasama dengan apotek lain berkaitan dengan

ketersediaan obat-obatan yang dapat saling melengkapi, sehingga pelayanan resep

berdasarkan kecepatan dan ketepatan dapat terpenuhi. Sedangkan pelayanan

informasi obat telah terlaksana dengan baik karena apoteker selalu berada di

tempat. Pelayanan informasi obat ini meliputi cara pemakaian obat, waktu minum

obat, interaksi obat, efek samping obat, dan konseling jika diperlukan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 305: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

58

Universitas Indonesia

Sistem administrasi di Apotek Atrika sendiri menggunakan dua cara, yaitu

cara manual dan cara komputerisasi. Sistem administrasi secara komputerisasi

dilakukan dengan menggunakan software khusus untuk apotek. Sistem ini

menghubungkan secara langsung antara komputer kasir dengan komputer bagian

administrasi di ruang dalam. Barang-barang masuk atau keluar yang diinput dapat

diawasi oleh sistem administrasi. Tapi untuk hal ini masih menjadi kendala karena

sistem seringkali mengalami kegagalan fungsi (error) sehingga masih harus

disempurnakan. Dengan demikian sistem manual masih menjadi pilihan utama.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 306: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

59 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1.Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam

mengelola kegiatan di apotek. Apoteker memiliki tanggung jawab penuh

atas setiap kegiatan yang berlangsung di apotek, baik kegiatan teknis

kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian.

5.1.2.Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Apotek Atrika telah sesuai

dengan etika, tata cara, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dalam sistem pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.

5.1.3.Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara

profesional diwujudkan dengan peran nyata Apoteker dalam menerapkan

pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, melalui pelayanan obat,

pemberian informasi mengenai obat dan pengobatannya, konseling obat,

dan melaksanakan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang

tidak diinginkan dari penggunaan obat.

5.2. Saran

5.2.1.Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Apotek sebaiknya menyediakan

permen atau air minum mineral kemasan, untuk mencegah pelanggan

merasa jenuh ketika menunggu obat mereka disiapkan.

5.2.2.Untuk meningkatkan pemberian informasi obat kepada masyarakat,

sebaiknya perlu disediakan leaflet/brosur yang berisi informasi mengenai

cara pakai obat atau mengenai penyakit dan pengobatannya, terutama

penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati sendiri melalui swamedikasi,

sebagai sarana edukasi dan promosi bagi masyarakat.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 307: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

60 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat

Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.

922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang

Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek.

Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 308: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

61

Universitas Indonesia

Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Republik

Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta : Pemerintah Republik

Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta : Pemerintah Republik

Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas

Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta :

Pemerintah Republik Indonesia.

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,

Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.

Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga

University Pers.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 309: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

77 Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 310: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

64

Lampiran 1.

Peta Lokasi Apotek Atrika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 311: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

65

Lampiran 2.

Peta Lokasi Apotek Atrika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 312: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

66

Lampiran 3.Struktur Organisasi Apotek Atrika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 313: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

67

Lampiran 4.

Surat Pesanan Apotek Atrika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 314: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

68

Lampiran 5.

Surat Pesanan Obat Narkotika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 315: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

69

Lampiran 6.

Laporan Penggunaan Narkotika

LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA

Nama Apotek : Atrika Form :Alamat danTelepon

: Jalan Kartini Raya No. 34 A JakartaPusat 6394153, 6260276 Lembar : 1

Bulan : Tahun :

Nama Satuan SaldoAwal

PEMASUKAN PENGGUNAAN SaldoAkhirDari Jumlah Untuk Jumlah

Codein 10 mgTablet TabletCodein 20 mg

Tablet TabletCodipront

Cum ExpKapsul KapsulCodipront

Syrup Botol

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 316: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

70

Lampiran 7.

Surat Pesanan Obat Psikotropika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 317: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

71

Lampiran 8.

Laporan Penggunaan Psikotropika

LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA

Nama Apotek : Atrika Form :Alamat danTelepon

: Jalan Kartini Raya No. 34 A JakartaPusat 6394153, 6260276 Lembar : 1

Bulan : Tahun :

Nama Satuan SaldoAwal

PEMASUKAN PENGGUNAAN SaldoAkhirDari Jumlah Untuk Jumlah

Alganax 1mg Tablet

Apisate Tab Tablet

Ativan 0.5mg Tablet

Ativan 2 mg Tablet

Braxidin Tab Tablet

Danalgin Tab Tablet

Esilgan 1 mg Tablet

Esligan 2 mg Tablet

Frisium 10mg Tablet

Luminal 30mg Tablet

Spasmium 5mg Tab Tablet

Valisanbe 5mg Tab Tablet

Xanax 0.25mg Tab Tablet

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 318: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

72

Lampiran 9.

Alur Pelayanan Resep

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 319: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

73

Lampiran 10.

Copy Resep Apotek Atrika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 320: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

74

Lampiran 11.

Etiket Apotek Atrika

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 321: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

75

Lampiran 12.

Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini tanggal bulan tahun sesuai dengan Surat Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentangKetentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek :S.I.P.A Nomor : tanggalNama Apotek :Alamat Apotek :

Dengan disaksikan oleh :1. Nama :

Jabatan :S.I.K Nomor : tanggal

2. Nama :Jabatan :S.I.K Nomor : tanggal

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telahmelewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu :resep dari tanggal sampai dengan tanggalseberat kg.Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuhtanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkankepada :

1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan DepartemenKesehatan Republik Indonesia

2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan4. Satu sebagai arsip di Apotek

..……………….…..20…......Saksi-saksi : Yang membuat berita acara,

1. ( ) ( )S.I.K. No : S.I.P.A. no :

2. ( )S.I.K. No :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 322: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN TUGAS KHUSUSPRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

APOTEK ATRIKAJALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT

PERIODE 6 SEPTEMBER -17 OKTOBER 2012

REKAPITULASI PERESEPAN, PENATALAKSANAAN, DAN

KONSELING DALAM TERAPI HIPERLIPIDEMIA DI

APOTEK ATRIKA PERIODE FEBRUARI – AGUSTUS 2012

ANITA HASAN, S. FARM.1106153063

ANGKATAN LXXV

FAKULTAS FARMASIPROGRAMPROFESIAPOTEKER

DEPOKDESEMBER 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 323: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

ii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. viii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4

2.1 Konseling Pasien .................................................................... 4

2.2 Hiperlipidemia ........................................................................ 10

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN RESEP ................................... 25

3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ................................................ 25

3.2 Metode Pengkajian ................................................................. 25

3.3 Metode Pengolahan Data ....................................................... 25

BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................. 26

4.1 Penyelesaian Kasus Resep 1................................................... 30

4.2 Penyelesaian Kasus Resep 2................................................... 32

4.3 Penyelesaian Kasus Resep 3................................................... 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 38

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 38

5.2 Saran ....................................................................................... 38

DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 39

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 324: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Pendekatan “Medical Model” dengan Pendekatan“Helping Model” ........................................................................... 6

Tabel 2.2 Hyperlipoproteinemia Sekunder yang Disebabkan Oleh AdanyaPenyakit dan Efek Samping dari Obat .......................................... 12

Tabel 2.3 Klasifikasi Hiperlipidemia Menurut WHO................................... 16

Tabel 2.4 Efek dari Obat-obat Hiperlipidemia.............................................. 22

Tabel 4.1 Frekuensi Peresepan Obat Untuk Terapi Hiperlipidemia SelamaPeriode Februari Hingga Agustus 2012 ....................................... 26

Tabel 4.2 Jenis Obat Antihiperlipidemia yang Diresepkan Selama PeriodeFebruari Hingga Agustus 2012 ..................................................... 28

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 325: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

iv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Jumlah Resep Untuk Terapi Hiperlipidemia Periode Februari –Agustus 2012............................................................................ 26

Gambar 4.2 Persentase Frekuensi Peresepan Obat Antihiperlipidemia PeriodeFebruari Hingga agustus 2012.................................................. 28

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 326: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hiperlipidemia, hiperlipoproteinemia, atau dislipidemia adalah

keadaan dimana kadar lemak dalam darah meningkat sampai di atas batas

normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol,

trigliserida ataupun kombinasi keduanya, baik secara primer (disebabkan

oleh adanya gangguan-gangguan metabolisme lipid) atau sekunder

(komplikasi penyakit lain). (Goldberg, 2008)

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperlipidemia

melalui terganggunya keseimbangan metabolisme lemak ataupun karena

asupan konsumsi lemak yang berlebihan akibat life style (gaya hidup).

Hiperkolesterolemia dapat mempertinggi morbiditas dan mortalitas PJK

(Penyakit Jantung Koroner), sedangkan hipertrigliserida meningkatkan

kasus nyeri perut dan pankreatitis.

Semakin tingginya pengetahuan dan pengaruh globalisasi

menyebabkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan meningkat.

Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan pun meningkat,

termasuk di bidang pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian

adalah salah satu bentuk tanggung jawab profesi Apoteker dalam

mengoptimalkan terapi dengan mencegah dan memecahkan masalah

terkait obat.

Dalam upaya mencegah penggunaan obat yang salah dan untuk

menciptakan pengetahuan dan pemahaman masyarakat dalam

penggunaan obat yang akan berpengaruh pada kepatuhan dan

keberhasilan terapi, maka diperlukan pelayanan informasi obat melalui

konseling obat. Kegiatan konseling obat dilakukan oleh tenaga profesi,

dalam hal ini Apoteker, karena memiliki kompetensi dalam pemberian

konseling obat (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 327: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

2

Universitas Indonesia

Konseling obat merupakan kegiatan aktif apoteker dalam

memberikan penjelasan kepada pasien tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan obat dan proses pengobatan. Konseling obat

diharapkan tidak hanya memberikan informasi tentang obat tetapi

sekaligus memberikan pendidikan dan pemahaman tentang

pengobatannya dan memastikan bahwa pasien dapat menggunakan obat

dengan benar.

Apoteker baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan

kesehatan lainnya berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan

memahami serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diharapkan

dapat meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Untuk itu

Apoteker perlu mengembangkan keterampilan dalam menyampaikan

informasi dan memberi motivasi agar pasien dapat mematuhi dan

memahami penggunaan obatnya. Oleh karena itu Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA), khususnya di apotek perlu dilakukan oleh para calon

Apoteker agar dapat lebih mengembangkan keterampilan dan ilmu

pengetahuan dan sebagai gambaran di kemudian hari mengenai perannya

dalam pelayanan kesehatan di masyarakat.

Selama pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika dilakukan pengkajian

resep yang berhubungan dengan terapi hiperlipidemia yang diterima di

Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012. Dari

pengkajian tersebut dapat diketahui obat hiperlipidemia yang paling

sering diresepkan, kerasionalan resep yang diberikan oleh dokter, dan

informasi yang dapat diberikan kepada pasien.

1.2 Tujuan

Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker

ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui jenis obat hiperlipidemia yang paling banyak

diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang

diterima Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus

2012.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 328: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

3

Universitas Indonesia

b. Mengkaji peresepan obat untuk terapi hiperlipidemia yang diterima

Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012 dari sisi

kerasionalan resep, interaksi obat dan pemberian informasi.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 329: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

4 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konseling Pasien

2.1.1. Pengertian Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)

Konseling adalah kegiatan bertemu dan berdiskusi antara seseorang yang

membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan dukungan dan dorongan

(konselor) sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam

pemecahan masalah. Pelayanan konseling pasien merupakan pelayanan farmasi

yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi dan informasi

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat.

Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung Apoteker

mengingat pentingnya pemberian konseling karena pemakaian obat dengan cara

penggunaan khusus dan obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang

sehingga perlu memastikan kepatuhan pasien dalam meminum obat. Konseling

yang diberikan atas inisiatif langsung dari Apoteker disebut konseling aktif.

Selain itu, konseling juga dapat terjadi apabila pasien datang berkonsultasi kepada

Apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan obat dan pengobatannya. Konseling dengan cara tersebut

disebut dengan konseling pasif.

2.1.2. Tujuan dan Manfaat Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)

Dalam melakukan konseling terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan umum dari proses konseling, antara lain meningkatkan keberhasilan

terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan risiko efek samping,

meningkatkan cost effectiveness, menghormati pilihan pasien dalam menjalankan

terapi. Adapun tujuan khusus dari konseling adalah :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 330: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

5

Universitas Indonesia

1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dengan pasien.

2. Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien.

3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya.

4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya.

5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem.

7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri

dalam hal terapi.

8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.

9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat

mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.

Selain terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, konseling juga

memiliki manfaat, baik bagi pasien maupun bagi Apoteker sendiri. Manfaat

konseling yang diperoleh pasien, antara lain menjamin keamanan dan efektivitas

pengobatan, mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya, membantu

dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri, membantu pemecahan masalah

terapi dalam situasi tertentu, menurunkan kesalahan penggunaan obat,

meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi, menghindari reaksi obat yang

tidak diinginkan, dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi biaya kesehatan.

Sedangkan, manfaat yang diperoleh Apoteker dari konseling adalah menjaga citra

profesi Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, mewujudkan

bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi Apoteker,

menghindarkan Apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat

(medication error), dan pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga

menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.

2.1.3. Prinsip Dasar Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)

Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara

pasien dengan Apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara

sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 331: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

6

Universitas Indonesia

model pendekatan dari pendekatan “medical model” menjadi pendekatan “helping

model”.

Tabel 2.1. Perbandingan pendekatan “Medical Model” dengan pendekatan

“Helping Model”No. Medical Model Helping Model

1. Pasien pasif Pasien terlibat secara aktif

2. Dasar dari kepercayaan ditunjukkan

berdasarkan citra profesi

Kepercayaan didasarkan dari hubungan

pribadi yang berkembang setiap saat

3. Mengidentifikasi masalah dan

menetapkan

solusi

Menggali semua masalah dan memilih cara

pemecahan masalah

4. Pasien bergantung pada petugas

kesehatan

Pasien mengembangkan rasa percaya

dirinya untuk memecahkan masalah

5. Hubungan seperti ayah-anak Hubungan setara (seperti teman)

2.1.4. Sasaran Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)

Pemberian konseling ditujukan untuk pasien rawat jalan maupun pasien

rawat inap. Konseling dapat diberikan langsung kepada pasien atau melalui

perantara, yaitu keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien, atau siapa

saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling

melalui perantara diberikan apabila pasien tidak mampu mengenali obat-obatan

dan terapinya, pasien pediatrik, dan pasien geriatrik.

Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan saat pasien

mengambil obat yang dapat dilakukan saat penyerahan obat, tetapi lebih efektif

apabila dilakukan di ruangan khusus untuk konseling. Pemilihan tempat konseling

bergantung pada kebutuhan dan tingkat kerahasiaan atau kerumitan terhadap hal-

hal yang perlu dikonselingkan ke pasien.

Konseling untuk pasien rawat inap diberikan saat pasien akan melanjutkan

terapi di rumah. Pemberian konseling harus lengkap karena setelah pulang dari

rumah sakit pasien harus mengelola sendiri terapi obat di rumah. Selain

pemberian konseling saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga

diberikan pada pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah dan apabila terdapat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 332: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

7

Universitas Indonesia

perubahan terapi berupa penambahan terapi, perubahan regimen terapi, maupun

perubahan rute pemberian.

2.1.5. Proses Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)

2.1.5.1. Penentuan Prioritas Pasien

Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian, pemberian konseling tidak dapat

diberikan kepada semua pasien karena waktu pemberian konseling yang cukup

lama. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi pasien yang harus diberikan

konseling. Seleksi pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien

yang perlu mendapat konseling, yaitu :

1. Pasien dengan populasi khusus

2. Pasien dengan terapi pengobatan jangka panjang

3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus

4. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit

5. Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah dalam menjalankan terapi

2.1.5.2. Persiapan dan Pertanyaan dalam Melakukan Konseling

Dalam menerapkan konseling yang baik, maka Apoteker harus memiliki

persiapan. Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam medis pasien agar

mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi, seperti interaksi obat maupun

kemungkinan alergi pada obat-obatan tertentu. Selain itu, Apoteker juga harus

mempersiapkan diri dengan informasi-informasi terbaru yang berhubungan

dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.

Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor penting dalam mewujudkan

keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah

openended questions karena memungkinkan Apoteker memperoleh beberapa

informasi yang dibutuhkan dari satu pertanyaan dan akan menghasilkan respon

yang memuaskan karena dapat memberikan informasi yang maksimal. Kata tanya

yang digunakan sebaiknya dimulai dengan “bagaimana” atau “mengapa”.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 333: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

8

Universitas Indonesia

2.1.5.3. Tahapan Konseling

1. Pembukaan

Pembukaan konseling yang baik dengan pasien dapat menciptakan

hubungan baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan

informasi kepada Apoteker, serta dapat menghasilkan pembicaraan yang

menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dulu

sebelum memulai sesi konseling. Selain itu, Apoteker juga harus mengetahui

identitas pasien sehingga pasien merasa lebih dihargai dan harus menjelaskan

kepada pasien tentang tujuan konseling dan berapa lama konseling berlangsung.

2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah

Pada tahap ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien

mengenai masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien

dapat merupakan pasien baru maupun pasien yang meneruskan pengobatan.

3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya

Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan

pasien. Apoteker juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi

yang diterima pasien. Untuk pasien yang menerima resep baru ataupun pasien

yang menerima resep yang sama harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan

yang memungkinkan terjadinya masalah sehingga masalah dapat diminimalisasi.

4. Memastikan pasien memahami informasi yang diperoleh

Apoteker harus memastikan informasi yang diberikan selama konseling

dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan meminta kembali pasien untuk

mengulang informasi yang sudah diterima sehingga dapat diidentifikasi apabila

terdapat penerimaan informasi yang salah dan dapat segera dilakukan perbaikan.

5. Menutup diskusi

Sebelum menutup diskusi, sangat penting untuk bertanya kepada pasien

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 334: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

9

Universitas Indonesia

mengenai hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti

oleh pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya sangat penting sebelum

menutup diskusi karena pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi

penekanan biasanya akan diingat oleh pasien.

6. Follow up diskusi

Pada tahap ini agak sulit dilakukan karena terkadang pasien mendapatkan

Apoteker yang berbeda pada konseling berikutnya. Oleh karena itu, dokumentasi

kegiatan konseling perlu dibuat agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.

2.1.6. Aspek Konseling yang Harus Disampaikan Kepada Pasien (Direktorat Bina

Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, 2007)

Beberapa aspek harus disampaikan kepada pasien saat proses konseling

berlangsung, meliputi :

1. Deskripsi dan kekuatan obat

Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai bentuk

sediaan dan cara pemakaian obat, nama obat dan zat aktif yang terkandung di

dalamnya, dan kekuatan obat (mg atau gram)

2. Jadwal dan cara penggunaan obat

Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus, seperti “minum

obat sebelum makan“, “jangan diminum bersama susu“, dan sebagainya.

Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial ekonominya.

3. Mekanisme kerja obat

Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit atau gejala yang

sedang diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme yang harus

dijelaskan. Hal tersebut dikarenakan banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan

harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien.

4. Dampak gaya hidup

Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup.

Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai manfaat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 335: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

10

Universitas Indonesia

perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.

5. Penyimpanan

Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat, terutama obat-

obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya, dan lain

sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak.

6. Efek potensial yang tidak diinginkan

Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya

toksisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat

yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kekeringan pada

mukosa mulut, dan sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan

gejala keracunan.

2.2 Hiperlipidemia

2.2.1. Definisi Hiperlipidemia

Hiperlipidemia, hiperlipoproteinemia, atau dislipidemia adalah keadaan

dimana kadar lemak dalam darah meningkat sampai di atas batas normal. Lemak

yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida ataupun

kombinasi keduanya, baik secara primer (disebabkan oleh adanya gangguan-

gangguan metabolisme lipid) atau sekunder (komplikasi penyakit lain). (Dipiro,

2008).

2.2.2. Faktor Penyebab Hiperlipidemia (Dipiro,2008)

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperlipidemia melalui

terganggunya keseimbangan metabolisme lemak ataupun karena asupan konsumsi

lemak yang berlebihan akibat life style (gaya hidup). Hiperkolesterolemia dapat

mempertinggi morbiditas dan mortalitas PJK (Penyakit Jantung Koroner),

sedangkan hipertrigliserida meningkatkan kasus nyeri perut dan pankreatitis.

Adapun bagian-bagian dari lemak yang dapat menyebabkan terjadinya

hiperlipidemia, antara lain sebagai berikut:

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 336: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

11

Universitas Indonesia

1. Trigliserida

Trigliserida diperoleh dari lemak tumbuhan dan hewan yang terdiri dari

campuran triasilgliserol (trigliserida dalam lemak netral). Triasilgliserol

adalah ester dari alkohol gliserol dengan tiga molekul asam lemak, merupakan

depot lemak pada sel tumbuhan atau hewan.

2. Kolesterol

Merupakan golongan senyawa steroid yaitu sterol (steroid alkohol). Senyawa

ini banyak terdapat pada hewan dan merupakan komponen membrane plasma

hewan dan terdapat dalam jumlah lebih sedikit pada membrane organel sub

seluler. Kolesterol juga banyak terdapat dalam lipoprotein plasma darah,

kurang dari 70% dalam bentuk ester kolesterol.

3. Fosfolipid

Fosfolipid merupakan suatu gliserida yang mengandung fosfor dalam bentuk

ester asam folat, oleh karenanya fosfolipid adalah suatu fosfogliserid.

Umumnya terdapat dalam sel hewan dan manusia yang berfungsi sebagai

unsur pembentuk membran.

4. Asam lemak

Asam lemak adalah asam karboksilat berupa rantai hidrokarbon yang panjang,

jarang terdapat bebas secara alami, terdapat dalam bentuk teresterifikasi

sebagai komponen utama dari lipid yang bervariasi. Pada tumbuhan tingkat

tinggi dan hewan, asam lemak yang dominan adalah C16 dan C18 seperti asam-

asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam stearat.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia dibagi

menjadi 2, yaitu:

1. Faktor primer (genetis) :

Faktor primer yang dapat menyebabkan hiperlipidemia antara lain adanya

perubahan / mutasi dari satu atau banyak gen yang menyebabkan baik

overproduksi dari trigliserida dan kolesterol LDL maupun kekurangan

produksi dari HDL. Hiperlipidemia yang disebabkan oleh genetis biasanya

banyak ditemukan pada kasus-kasus yang terjadi pada anak kecil.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 337: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

12

Universitas Indonesia

2. Faktor sekunder

Faktor sekunder ini biasanya menyebabkan hiperlipidemia pada orang dewasa.

Faktor sekunder yang paling banyak menyebabkan hiperlipidemia di negara

maju adalah gaya hidup dimana masyarakat disana banyak mengkonsumsi

makanan yang mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan trans fat dalam

jumlah besar.

Penyebab sekunder lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi alkohol yang

berlebihan, penyakit ginjal kronis, hipotiroidisme, primary biliary cirrhosis, dan

penyakit hati kolestatik lainnya. Selain itu obat-obatan seperti tiazid, β-blockers,

retinoid, ARV, estrogen dan progestin, serta glukokortikoid.

2.2.3. Klasifikasi Hiperlipidemia (Dipiro,2008)

2.2.3.1 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Penyebab

a. Hiperlipidemia Primer

Hyperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan pada genetik yang

meliputi kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang

mengakibatkan keadaan yang tidak normal pada lipoprotein.

b. Hiperlipidemia Sekunder

Hyperlipidemia sekunder ditandai dengan kelainan pada lipid sebagai

akibat dari kelainan suatu penyakit atau efek samping dari terapi obat

dimana hal tersebut tercatat memiliki presentasi hingga 40% dari semua

tipe pada Hyperlipoproteinemia.

Tabel 2.2 Hyperlipoproteinemia sekunder yang disebabkan oleh

adanya penyakit dan efek samping dari obat

Penyebab Penyakit Penyebab EfekSamping Obat

Endokrin/metabolic Diabetes MellitusVon Grierke’s diseaseSexualateliotic dwarfismAcromegalyHypothyroidismAnorexia nervosaWemer’s syndromeAcuteintermittent porphyria

AlkoholProgestinsThiazide diuretikΒ blokerGlukokortikoidsAndrogensCiclosporinOral contraceptives

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 338: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

13

Universitas Indonesia

Renal UremiaNephrotic syndrome

Vitamin A

Hepatic Primary biliary cirrhosis,Hepatoma,Immunologic,Systemic lupuserythematosis,Monoclonal gammapathies,

Stress

2.2.3.2 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Pola Lipoprotein

Menurut WHO

1) Hyperlipoproteinemia tipe I

Hyperlipoproteinemia tipe I memperlihatkan

hiperkilomikronemia pada waktu puasa yang disebabkan oleh

defisiensi lipoprotein lipase (LPL) atau adanya perubahan pada

apolipoprotein C2 yang dibutuhkan untuk metabolisme kolimikron

untuk menganggkut lemak dari saluran pencernaan ke hati.

Hyperlipoproteinemia tipe I disebabkan oleh adanya perubahan

dari gen reseptor LDL. Seorang pasien yang menderita

Hyperlipoproteinemia tipe I memiliki serum level dari LDL-C dua

atau tiga kali lebih tinggi dari orang normal. Sehingga sangatlah

penting untuk melakukan identifikasi dan pengobatan sejak dini,

selain itu pasien yang menderita Hyperlipoproteinemia tipe I juga

dapat mengalami peningkatan kadar LDL-C.

Kelainan tipe I muncul sebelum pasien berusia 10 tahun

dengan gejala seperti kolik, nyeri perut, xantoma dan

hepatosplenomegali. Sedangkan pada orang dewasa gejala muncul

dengan tanda terjadinya penumpukan pada kolesterol seperti corneal

arcus (penumpukan lipid di cornea), tendon xanthomas

(penumpukan lipid di otot), dan xanthelasma (penumpukan lipid di

kelopak mata). Dan pada pemeriksaan biokimia menunjukkan

adanya lapisan krem dipermukaan plasma pasien puasa. Hingga

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 339: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

14

Universitas Indonesia

dengan tahun 1980, presentasi kematian akibat acute cononary

sebelum usia 20 tahun menunjukkan angka yang normal yakni 0.1 %

dari populasi.

2) Hiperlipoproteinemia tipe II

Hyperlipoproteinemia tipe II, terbagi menjadi dua tipe yakni

tipe IIa dan tipe IIb, dimana tipe pembagiannya berdasarkan atas

tingginya kadar trigliseride terhadap LDL kolesterol.

Tipe IIa

Pasien yang menderita Hiperlipidemia tipe IIa dicirikan dengan

adanya peningkatan LDL. Kondisi genetik yang dapat

menyebabkan kondisi ini adalah, Polygenic

Hypercholesterolemia, Familial Combined Hyperlipidemia and

Familial Defective Apolipoprotein B-100. Familial

Hypercholesterolemia disebabkan karena adanya kerusakan gen

reseptor LDL. Pada kondisi heterozigot, 50% reseptor LDL rusak

dan kadar kolesterol meningkat dua kali lipat dari kondisi normal.

Sementara itu, pada kondisi homozigot reseptor LDL sama sekali

tidak berfungsi sehingga kadar kolesterol menjadi sangat tinggi,

yaitu mencapai 1000 mg/dl. memiliki persentase yang tidak terlalu

signifikan di dalam populasi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pasien yang menderita Hiperlipidemia tipe II disebabkan

adanya perubahan pada gen reseptor LDL yakni pada kromosom

19 (0,2% dari populasi) atau disebabkan adanya perubahan gen

pada Apoprotein B (0,2%) sehingga kolesterol tidak dapat masuk

ke dalam hati dan jaringan ekstrahepatik serta tetap berada di

peredaran darah.

Tipe IIb

Pada tipe ini ditandai dengan meningkatnya kadar VLDL meliputi

meningkatnya kadar trigliseride, acetil CoA dan adanya

peningkatan sintesis dari B-100. hal tersebut dapat disebabkan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 340: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

15

Universitas Indonesia

oleh menurunnya konsentrasi dari reseptor LDL dan

meningkatnya Apoprotein B. Persentasi penderita

hyperlipoproteinemia tipe II mencapai 10% dari populasi.

Kemungkinan terjadinya resiko terkena aterosklerosis pada pasien

sekitar 15% bagi mereka yang juga mengalami penyakit jantung

pada usia 60 tahun.

3) Hiperlipoproteinemia tipe III

Hiperlipoproteinemia tipe III merupakan penyakit keturunan

yang sangat jarang sekali ditemui. Hiperlipoproteinemia tipe III

ditandai dengan tingginya kadar kilomikron dan IDL (intermediate

density lipoprotein). Penimbunan IDL pada tipe ini disebabkan oleh

blokade parsial dalam metabolisme VLDL menjadi LDL, adanya

peningkatan kadar apoprotein E total. Pada penderita ini

pengambilan sisa kilomikron dan sisa VLDL oleh hati dihambat dan

menyebabkan terjadinya akumulasi di darah dan jaringan. Pada

kelainan ini kolesterol serum dan trigliserid meningkat (350-800

mg/dl). Gejala klinik muncul pada masa remaja berupa xantoma

pada kulit terutama pada siku dan lutut.

4) Hiperlipoproteinemia tipe IV

Tipe ini ditandai dengan terjadinya peningkatan VLDL dan

trigliserid yang kemudian dikenal dengan hipertrigliseridemia.

Gejala klinik muncul pada usia pertengahan. Seperuh dari penderita

ini meningkat kadar trigliseridnya pada umur 25 tahun. Mekanisme

kelainan yang familiar tidak diketahui, tetapi tipe IV yang didapat

biasanya bersifat sekunder akibat penyakit lain, alkoholisme berat

atau diet kaya karbohidrat dan biasanya penderita gemuk.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 341: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

16

Universitas Indonesia

5) Hiperlipoproteinemia tipe V

Tipe ini memperlihatkan akumulasi VLDL dan kilomikron yang

disebabkan ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme dan

membuang kelebihan trigliserid sebagaimana mestinya. Kelainan ini

jarang ditemukan. Hyperlipoproteinemia tipe V biasanya ditemui

pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan, menderita

diabetes, hyperuricemic dan tidak ditemuinya adanya xanthoma.

Secara genetik Hyperlipoproteinemia tipe V bersifat heterogen dan

penderita dengan kelainan familial biasanya tidak menunjukkan

gejala sampai sesudah usia 20 tahun.

Tabel 2.3. Klasifikasi Hiperlipidemia menurut WHO

Tipe Kolesterol KolesterolLDL

Trigliserida GangguanLP

Plasma*

I Tinggi Rendah/normal

tinggi Kilomikronmeningkat

Putihsusu

II a Tinggi/normal

Tinggi normal LDLmeningkat

Kuningjernih

II b Tinggi Tinggi tinggi LDL danVLDLmeningkat

keruh

III Tinggi Rendah/normal

tinggi Kilomikronsisa danIDLmeningkat

keruh

IV Tinggi/normal

Normal tinggi VLDLmeningkat

keruh

V Tinggi Normal tinggi Kilomikrondan VLDLmeningkat

Putihsusu

Keterangan:

LP = lipoprotein

TG = trigliserida

* = perangai plasma setelah didiamkan di dalam lemari es selama

semalam

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 342: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

17

Universitas Indonesia

2.2.4. Terapi Obat (Sukandar,2008)

2.2.4.1. Golongan Asam Fibrat

Contoh obat dari golongan ini adalah Gemfibrozil, Fenofibrat,

Klofibrat. Obat-obat ini diduga bekerja dengan cara berikatan dengan

reseptor Peroxisome prolifertor-activated receptor (PPARs), yang

mengatur transkripsi gen. Akibat interaksi dengan PPAR isotipe α

(PPARα), maka terjadilah peningkatan sintesis LPL, dan penurunan

ekspresi Apo C III. Peninggian kadar LPL meningktkan klirens

lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo CIII akan

menurunkan VLDL. HDL meningkat karena peningkatan ekspresi Apo

A1 dan po AII. Klofibrat kurang efektif dibandingkan dengan

gemfibrozil atau niasin dalam menurunkan produksi VLDL.

Indikasi dari obat-obat turunan asam fibrat merupakan obat pilihan

untuk kondisi meningkatnya trigliserida dan meningkatnya LDL, atau

meningkatnya Trigliserida dan rendahnya HDL.. Obat golongan asam

fibrat Kontra indikasi dengan Penyakit hati dan gagal ginjal yang parah

serta pasien yang hipersensitif terhadap obat ini. Dosis Gemfibrozil 600

mg 2x sehari, diminum setengah jam sebelum makan pagi dan makan

malam, Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari, Klofibrat 2-4

kali sehari dengan dosis total 2 g/hari. Efek samping golongan asam

fibrat umumnya ditoleransi secara baik. Efek samping yang paling sering

ditemukan adalah gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare, perut

kembung). Efek samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit,

alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah,

gangguan irama jantung. Interaksi obat golongan asam fibrat terjadi

peningkatan toksisitas bila digunakan bersama statin, siklosporin,

furosemid, MAO Inhibitor, dan probenesid. Penurunan efek bila

digunakan bersama resin dan rifampin. Golongan fibrat dapat

meningkatkan efek klorpropamid, furosemid, sulfonylurea, dan warfarin.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 343: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

18

Universitas Indonesia

2.2.4.2. Golongan Resin

Contoh Obatnya adalah Kolestiramin, kolestipol, dan colesevelam.

Derivat resin barangkali merupakan hipolipidemik yang paling aman

karena tidak diabsorbsi saluran cerna. Obat-obat ini juga relatif aman

digunakan pada anak. Kolestiramin adalah garam klorida dari basic

anion exchange resin yang berbau dan berasa tidak enak. Kolestiramin

dan kolestipol bersifat hidrofilik, tetapi tidak larut dalam air, tidak

dicerna dan tidak diabsorbsi.

Mekanisme kerja dari golongan resin yaitu dengan menurunkan

kolesterol dengan cara mengikat asam empedu dalam saluran cerna,

mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang

bersifat asam dalam tinja meningkat. Penurunan kadar asam empedu ini

oleh pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam

empedu yang berasal dari kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik

dihambat oleh resin maka kolesterol yang diabsorbsi lewat saluran cerna

akan terhambat dan keluar bersama tinja. Kedua hal ini akan

menyebabkan penurunan kolesterol dalam hati. Selanjutnya penurunan

kadar kolesterol dalam hati akan menyebabkan terjadinya 2 hal yaitu

meningkatnya jumlah reseptor LDL sehingga katabolisme meningkatdan

meningkatnya aktivitas HMG KoA reduktase. Peningkatan aktivitas

HMG KoA akan mengurangi efek penurunan kolesterol oleh resin.

Obat ini memiliki rasa tidak enak seperti pasir. Efek samping

tersering adalah mual, muntah, dan konstipasi yang berkurang setelah

beberapa waktu. Konstipasi dapat dikurangi dengan makanan berserat.

Klorida yang diabsorbsi dapat menyebabkan terjadinya asidosis

hiperkoremik terutama pada pasien muda yang menerima dosis besar.

Akibat gangguan absorbsi lemak dapat terjadi gangguan absorbsi vitamin

A, D, dan K serta hipoprotrombinemia. Obat ini mengganggu absorbsi

klorotiazid, furosemid, propanolol, statin, tiroksin, digitalis, besi,

fenilbutazon, dan warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 344: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

19

Universitas Indonesia

sebelum atau 4 jam setelah pemberian kolestiramin. Pemberian bersama

antikoagulan harus dilakukan hati-hati karena dapat terjadi perpanjangan

masa protrombin.

Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16

gram sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum

3 kali 8 gram. Dosis pada anak adalah 10-20 gram/ hari. Ditelan sebagai

larutan atau dalam sari buah untuk mengurangi iritasi, bau, dan rasa yang

mengganggu. Colestevelam diberikan 2x3 tablet masing-masing 625 mg.

Hati-hati untuk pasien hipersensitivitas dengan resin atau komponen lain

dalam produk obat.

2.2.4.3 Penghambat HMG KoA Reduktase (golongan statin) (Wolters,2007).

Contoh obat nya yaitu Lovastatin, pravastatin, simvastatin,

fluvastatin, atorvastatin, dan rosuvastatin. Efek penurunan kolesterol

statin disebabkan karena golongan ini merupakan inhibitor kompetitif 3-

hidroksi-3-metilglutaril KoA Reduktase (HMG KoA) reduktase, yang

merupakan enzim yang mengkatalisis perubahan HMG KoA menjadi

mevalonat dalam biosintesis kolesterol. Akibat adanya penghambatan

sintesis kolesterol, jumlah kolesterol pada hepatosit menurun, sehingga

menyebabkan aktivasi Sterol Regulatory Element Binding Protein

(SREBP) yang merupakan faktor transkripsi yang normalnya terdapat

pada sitoplasma. SREBP selanjutnya berdifusi ke dalam nucleus dan

mengikat Sterol Response Elements (SRE), menyebabkan peningkatan

transkripsi gen reseptor LDL. Jumlah reseptor LDL meningkat sehingga

mengikat lebih banyak LDL-plasma. Akibatnya, jumlah LDL plasma

menurun. Reseptor LDL juga mengikat VLDL dan IDL karena keduanya

banyak mengandung ApoE, yang dikenali oleh reseptor LDL. VLDL dan

IDL adalah prekursor LDL, sehingga jumlah LDL pun menurun. Selain

itu, beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa menurunnya sintesis

kolesterol menyebabkan penurunan sintesis VLDL yang salah satu

komponennya adalah kolesterol. Selain menghambat HMG KoA

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 345: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

20

Universitas Indonesia

reduktase dan menghasilkan penurunan kolesterol, statin juga memiliki

efek farmakologis lain yang disebut efek pleiotropik, yang mencakup

memperbaiki fungsi endotel, mengurangi koagulasi darah, mengurangi

inflamasi, dan meningkatkan stabilitas plak. Statin menurunkan LDL

hingga 25-55% dan TG 10-25%, serta meningkatkan HDL 5%. Hati-hati

untuk pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan persisten serum

transaminase yang tidak dapat diterangkan, hamil dan laktasi juga pasien

Hipersensitif. Dosis lazim 10-20 mg/ hari, dosis maksimal 80mg/hari .

Efek samping yang dapat terjadi yaitu :

a. Hepatotoksisitas

Studi post marketing surveillance menunjukkan bahwa pasien yang

mengonsumsi statin memperlihatkan peningkatan transaminase hepatik

sebesar tiga kali lipat nilai normal, dengan insidens sebesar 1%. Insidens

kemungkinan meningkat seiring dengan peningkatan dosis.

b. Miopati dan rhabdomiolisis

Insidensnya cukup rendah (0,01%), namun resiko meningkat

seiring meningkatnya konsentrasi plasma statin. Oleh karena itu, faktor-

faktor yang menghambat katabolisme statin diasosiasikan dengan resiko

miopati, seperti usia lanjut, disfungsi hepatik dan renal, penyakit sistemik

seperti diabetes mellitus, BMI kecil, dan hipertiroidisme yang tidak

diobati.

Interaksi obat

Kombinasi dengan resin asam empedu menyebabkan reduksi LDL

20-30% lebih besar dibanding pemberian statin saja. Kombinasi statin,

niasin dan resin asam empedu menyebabkan reduksi LDL hingga 70%.

Obat-obat yang mengurangi katabolisme statin meningkatkan

resiko miopati. Interaksi dengan gemfibrozil merupakan penyebab

miopati tersering, yaitu melalui mekanisme penghambatan uptake statin

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 346: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

21

Universitas Indonesia

ke hepatosit dan interferensi terhadap katabolisme statin oleh CYP dan

glukuronidase di hati. Fibrat lain terutama fenofibrat tidak mengganggu

glukuronidase statin sehingga resiko miopati rendah. Interaksi dengan

niasin juga dapat menyebabkan miopati, kemungkinan disebabkan oleh

peningkatan penghambatan sintesis kolesterol pada otot rangka (interaksi

farmakodinamik).

Obat-obat lain yang mengganggu oksidasi statin adalah golongan

yang terutama dimetabolisme oleh CYP3A4, seperti siklosporin,

antibiotik makrolida, fenilpiperadin, nefazodon, inhibitor HIV protease,

dan antijamur azole. Statin boleh diberikan bersama obat-obat di atas

apabila dosis statin kurang dari 25% dari dosis maksimal.

2.2.4.4 Niasin/Asam Nikotinat/Vitamin B3

Niasin atau asam nikotinat mengurangi sintesis VLDL di hati,

sehingga menurunkan juga sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan

kadar HDL dengan mengurangi metabolismenya. Niasin menghambat

mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan serta menghambat sintesis

asam lemak bebas sehingga kadar trigliserida menurun. Selain itu, niasin

meningkatkan degradasi Apo B. Penurunan kadar Apo B dan trigliserida

mengakibatkan penurunan kadar VLDL dan LDL. Peningkatan kadar

HDL oleh niasin diakibatkan niasin berikatan dengan reseptor

katabolisme HDL serta menghambat uptake Apo A-1.

Niasin digunakan untuk terapi hiperlipidemia campuran atau

sebagai lini kedua dalam terapi kombinasi untuk hiperkolesterolemia.

Obat ini merupakan pilihan pertama untuk terapi hipertrigliseridemia dan

dislipidemia diabetes. Selain itu digunakan juga untuk hiperlipidemia tipe

IV dan V. Dosis 250 mg/hari setelah makan malam, ditingkatkan dengan

interval 4 – 7 hari menjadi 1,5 – 2 g/hari terbagi dalam 3 dosis. Niasin

mempunyai reaksi efek samping yang umum dan umumnya tidak

membutuhkan pemberhentian terapi. Kemerahan dan rasa gatal pada kulit

akibat konsumsi niasin diperantarai oleh prostaglandin dan dapat

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 347: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

22

Universitas Indonesia

dikurangi dengan konsumsi aspirin 325mg ½ jam sebelum meminum

niasin. Selain itu, dapat juga dihindari dengan cara mengkonsumsi niasin

bersama makanan dan penggunaan dosis niasin juga dilakukan

bertingkat. Konsumsi alkohol atau minuman panas bersamaan dengan

niasin dapat memperparah reaksi flushing dan pruritus pada kulit. Niasin

dapat mempengaruhi hasil laboratorium yaitu meningkatkan fungsi hati,

hiperurisemia, dan hiperglisemia. Niasin berinteraksi pada pemberian

aspirin. Niasin kontraindikasi dengan penyakit disfungsi hati, ulkus

peptik, hipersensitifitas, perdarahan arteri.

2.2.4.5 Probukol

Probukol dapat menurunkan kadar LDL dan menghambat oksidasi

LDL sehingga menghambat pembentukan aterosklerosis. Mekanisme

kerja penurunan kadar LDL oleh obat ini tidak melalui reseptor LDL

melainkan melalui penghambatan sintesis LDL di hati dan katabolisme

fraksional dari LDL. Probukol juga berperan sebagai antioksidan yang

menghambat oksidasi LDL sehingga menghambat pembentukan sel busa

yang juga akhirnya menghambat pembentukan aterosklerosis. Probukol

diindikasikan untuk hiperkolesterolemia dengan karakteristik

peningkatan kadar LDL. Dosis yang digunakan 500 mg 2x1 bersamaan

dengan makan pagi dan makan malam. Efek sampingnya yaitu gangguan

gastrointestinal ringan (diare, flatus, nyeri perut dan mual), kadang

terjadi eosinofilia, parestesia, edema angioneurotik dan adanya

perubahan kardiovaskuler. Hati-hati untuk pasien infark jantung atau

dengan kelainan EKG dan ulkus peptik. Kombinasi probukol dengan

klofibrat akan menurunkan kadar HDL. Pemberian probukol bersama

makanan akan meningkatkan absorpsinya.

2.2.4.6. Ezetimibe

Ezetimibe merupakan obat hiperlipidemia yang bekerja dengan

menghambat absorpsi kolesterol dari makanan dalam usus. Ezetimibe

berikatan dengan protein NPC1L1 pada sel epitel usus. Karena absorpsi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 348: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

23

Universitas Indonesia

kolesterol menurun maka kadar VLDL dan LDL dalam tubuh juga

menurun. Ezetimibe diindikasikan untuk hiperkolesterolemia,

sitosterolemia homozigot, dan hiperkolesterolemia familial homozigot.

Dosisnya 10 mg/ hari dapat diberikan setelah atau sebelum makan.

Kombinasi ezetimibe dan statin dikontraindikasikan untuk wanita hamil

dan menyusui. Efek sampingnya terjadi pembentukan batu empedu

karena peningkatan sekresi asam empedu, diare, athralgia, sinusitis, nyeri

perut dan punggung. Ezetimibe dapat menurunkan AUC dari

kolestiramin. Siklosporin dapat menurunkan kadar ezetimibe. Pada

kombinasi ezetimibe dan statin harus diperiksa fungsi hati pasien.

Tabel 2.4 Efek dari obat-obat hiperlipidemia

Obat Mekanisme

Aksi

Efek pada

lipid

Efek pada

lipoprotein

Keterangan

Kolestiramin,

kolestipol,

kolesevelam

↑ katabolisme

LDL

↑ absorpsi

kolesterol

↓ Kolesterol ↓ LDL

↑ VLDL

Permasalahan

terkait kepatuhan

pasien, berikatan

dengan obat-obat

asam yang

diberikan

bersamaan

Niasin ↓ LDL dan

VLDL sintesis

↓ Trigliserida

↓ kolesterol

↓ VLDL

↓ LDL

↑ HDL

Permasalahan

terkait

penerimaan

pasien, sediaan

ER lebih minim

efek samping dan

resiko

hepatotoksik

dibandingkan SR

Golongan ↑ klirens ↓ Trigliserida ↓ VLDL Klofibrat

menyebabkan

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 349: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

24

Universitas Indonesia

fibrat VLDL

↓ sintesis

VLDL

↓ kolesterol ↓ LDL

↑ HDL

batu asam

empedu

Golongan

statin

↑ katabolisme

LDL,

menghambat

sintesis LDL

↓ kolesterol ↓ LDL Sangat efektif

untuk

hiperkolesterolem

ia

Ezetimibe Menghambat

absorpsi

kolesterol dari

usus

↓ kolesterol ↓ LDL Sedikit efek

samping, bersifat

efek aditif pada

penggunaan

bersama obat lain

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 350: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

25 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENGKAJIAN RESEP

3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian

Pengkajian terhadap resep untuk terapi hiperlipidemia dilakukan di Apotek

Atrika Jalan Kartini Raya No.34 Jakarta Pusat pada saat pelaksanaan Praktek

Kerja Profesi Apoteker (PKPA), sejak minggu pertama PKPA.

3.2 Metode Pengkajian

Data yang dikumpulkan dari resep-resep yang diterima atau dilayani oleh

Apotek Atrika selama bulan Maret hingga bulan Agustus 2012, kemudian

dilakukan pencatatan terhadap resep yang ditujukan untuk terapi hiperlipidemia

selama periode tersebut.

3.3 Metode Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dan dicatat kemudian dihitung frekuensi

peresepannya dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Selanjutnya, dari

resep-resep yang diduga untuk digunakan dalam terapi hiperlipidemia dipilih 3

resep karena resep yang lain memiliki isi yang sama hanya nama pasien yang

berbeda, yang kemudian dilakukan analisis terhadap kerasionalan terapinya dan

konseling yang dapat diberikan untuk masing-masing resep tersebut.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 351: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

26 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, telah dilakukan penelusuran

dan pengkajian terhadap resep-resep yang ditujukan untuk penggunaan terapi

hiperlipidemia, baik terhadap obat dengan merek dagang maupun obat generik

yang dijual di Apotik Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012.

Penelusuran dan pengkajian resep dilakukan untuk mengetahui obat

hiperlipidemia yang paling sering diresepkan dan paling banyak terjual di Apotek

Atrika serta untuk mengetahui kerasionalan dari resep tersebut yang dilihat dari

kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Berdasarkan hasil penelusuran resep selama PKPA di Apotek Atrika,

diperoleh data yaitu total resep yang diterima atau dilayani selama bulan Februari

hingga bulan Agustus 2012 berjumlah 1547 lembar resep. Sedangkan, jumlah

resep yang diduga ditujukan untuk terapi hiperlipidemia berjumlah 15 lembar

resep atau 0.9 % dari jumlah keseluruhan resep yang diterima selama periode

tersebut. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa jumlah resep terbanyak untuk

terapi hiperlipidemia selama periode Februari hingga Agustus 2012 adalah pada

bulan Mei 2012 dengan jumlah resep sebanyak 4 lembar.

Gambar 4.1 Jumlah resep untuk terapi hiperlipidemia periode

Februari- Agustus 2012

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 352: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

27

Universitas Indonesia

Tidak terlalu banyaknya resep yang terdapat obat hiperlipidemia yang

diterima atau dilayani di Apotek Atrika pada periode Februari hingga Agustus

2012 mungkin dikarenakan tidak terdapat banyak pasien hiperlipidemia di

lingkungan sekitar apotek.

Frekuensi peresepan yang mengandung obat antihiperlipidemia di Apotek

Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1

dan Gambar 4.2. pada tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa Lipitor®

merupakan obat hiperlipidemia yang paling banyak dilayani atau diterima di

Apotek Atrika. Lipitor® diindikasikan sebagai pelengkap diet untuk menurunkan

kolesterol total ,LDL-kolesterol, apolipoprotein B dan trigliserida pada

hiperkolesterolemia, hiperlipidemia (Ikatan Apoteker Indonesia,2011).

Tabel 4.1 Frekuensi peresepan obat untuk terapi hiperlipidemia selama

periode Februari hingga Agustus 2012

Nama Obat Frekuensi Peresepan Persentase

Tunggal Kombinasi

Crestor® 2 0 13,33 %

Lipanthyl® 0 1 6,67 %

Lipanthyl Supra 160® 0 2 13,33 %

Lipitor® 5 4 60 %

Simvastatin 1 0 6,67 %

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 353: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

28

Universitas Indonesia

Gambar 4.2 Persentase frekuensi peresepan obat antihiperlipidemia

periode Februari hingga Agustus 2012

Dari 15 resep obat antihiperlipdemia yang dilayani atau diterima di Apotek

Atrika terdapat 8 resep obat antihiperlipidemia dengan terapi tunggal dan 7 resep

obat antihiperlipidemia dengan terapi kombinasi. Hal ini menunjukkan bahwa

terapi tunggal lebih sering digunakan dibandingkan dengan terapi kombinasi. Hal

ini mungkin dikarenakan untuk mencegah terjadinya interaksi obat atau

polifarmasi yang terkadang diresepkan oleh dokter. Lipitor® paling banyak

diresepkan sebagai terapi tunggal. Lipitor® mengandung Kalsium atorvastatin 10

mg; 20 mg; 40 mg yang termasuk dalam golongan statin yang dapat menurunkan

kolesterol.

Berdasarkan hasil pengkajian resep, jenis-jenis obat antihiperlipidemia

yang diresepkan di Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012,

antara lain :

Tabel 4.2 Jenis obat antihiperlipidemia yang diresepkan selama periode

Februauri hingga Agustus 2012

NO NAMA OBAT ZAT AKTIF INDIKASI

1. Crestor® Kalsium

roosuvastatin 10mg;

Hiperkolesterolemia (tipe Iia

termasuk heterozigus familial

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 354: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

29

Universitas Indonesia

20 mg hiperkolesterolemia) atau

campuran dislipidemia (tipe

Iib) sehubungan dengan diet

bila respon terhadap diet dan

olah raga tidak mencukupi.

2. Lipitor® Kalsium atorvastatin

10 mg; 20 mg; 40

mg

Pelengkap diet untuk

menurunkan kolestterol total,

LDL-kolesterol,

apolipoproten B dan

trigliserida pada

hiperkolesterolemia dan

hiperlipidemia.

3. Lipanthyl® Fenofibrat 100 mg;

200mg; 300mg

Hiperkolesterolemia tipe IIA

dan hipertrigliseridemia

endogen tipe IV,Iib dan III

bila terapi diet yang sesuai

tidak memadai, bila kadar

kolesterol darah setelah terapi

diet masih tinggi dan bila ada

faktor resiko terkait.

4. Lipanthyl Supra

160®

Fenofibrat 160 mg Hiperkolesterolemia tipe IIA

dan hipertrigliseridemia

endogen tipe IV, maupun

gabungan Iib dan III.

5. Simvastatin Simvastatin 10 mg Mengurangi kadar kolesterol

total dan LDL, sebagai anti

hiperkolesterol [primer

maupun sekunder.

Setelah semua resep yang berhubungan dengan terapi hiperlipidemia

selama Februari hingga bulan Agustus 2012 direkapitulasi dan dilihat frekuensi

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 355: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

30

Universitas Indonesia

peresepannya, selanjutnya dipilih 3 resep yang digunakan untuk melihat

kerasionalan terapi dan konseling yang dapat diberikan untuk masing- masing

resep tersebut yang berkaitan dengan terapi hiperlipidemia.

4.1 Penyelesaian Kasus Resep 1

4.1.1 Penulisan Ulang Resep Dokter

Pada resep yang pertama dipilih adalah resep nomor 2 yang diterima atau

dilayani oleh Apotek Atrika pada tanggal 15 Mei 2012. Pasien bernama Ny. TI.

Beliau memeriksakan dirinya ke dokter umum dan dokter memberikan resep yang

berisi :

1. Merislon ® 3 kali sehari 1 tablet

2. Lipitor® 1 kali sehari 1 tablet (pada malam hari)

Dokter J.P. Aulia

Praktek Umum

15 Mei 2012

R/

Tab. Merislon XV

S 3dd I

R/ Lipitor 20 mg XXX

S Idd I mlm

Pro : Ny. TI Umur :

Alamat :

Obat tidak dapat diganti tanpa sepengetahuan dokter

4.1.2 Data Obat

4.1.2.1 Merislon® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)

Nama Obat : Merislon®

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 356: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

31

Universitas Indonesia

Komposisi : Betahistin mesilat 6 mg

Indikasi : Vertigo, pusing dan gangguan keseimbangan yang terjadi

pada gangguan sirkulasi darah atau gejala meniere,

penyakit meniere dan vertigo perifer.

Efek samping : Mual, muntah, ruam pada kulit

Dosis : sehari 3 kali 1-2 tablet, sesudah makan

4.1.2.2 Lipitor® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)

Nama Obat : Lipitor®

Komposisi : Kalsium atorvastatin 10 mg; 20 mg; 40 mg

Indikasi : Pelengkap diet untuk menurunkan kolestterol total, LDL-

kolesterol, apolipoproten B dan trigliserida pada

hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia.

Efek samping : Secara umum ditoleransi dengan baik, efek samping

ringan dan sementara yang sering terjadi yaitu

dispepsia,nyeri perut, sakit kepala, mual, diare, mialgia.

Perhatian : diet, olah raga dan penurunan berat badan diperlukan

agar dapat memberikan hasil yang optimum, dapat

meningkatkan kreatin fosfokinase dan transaminase.

Dosis : Pasien harus berada pada diet standar penurunan

kolesterol, dan terus melakukan diet selama pengobatan.

Dosis awal umumnya sehari 10 mg, dosis maksimum sehari

80 mg.

4.1.3 Kerasionalan & Informasi yang Dapat Diberikan

Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui kerasionalan

dari resep tersebut. Pada resep di atas belum memenuhi persyaratan administratif

karena tidak terdapat nomor izin prakter dokter, alamat dokter, tanda tangan/paraf

dari penulis resep dan tidak menyertakan alamat pasien pada resep.

Melihat keseluruhan isi resep di atas menunjukkan bahwa Ny. TI

mengalami hiperlipidemia disertai vertigo. Pemberian Merislon® kepada pasien

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 357: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

32

Universitas Indonesia

dimaksudkan untuk mengobati vertigo yang dialami oleh pasien sedangkan

pemberian Lipitor® diindikasikan untuk terapi hiperlipidemia yang diderita oleh

Ny. TI.

Informasi yang dapat diberikan kepada Ny. TI adalah pasien memperoleh

Merislon® yang mengandung Betahistin mesilat 6 mg sebanyak 15 tablet. Ny. TI

harus meminumnya sehari 3 kali 1 tablet. Obat ini diindikasikan untuk Vertigo,

pusing dan gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah

atau gejala meniere, penyakit meniere dan vertigo perifer. Mungkin Ny. TI akan

merasa mual atau muntah dan terjadi ruam pada kulit.

Selanjutnya Ny. TI mendapatkan Lipitor® yang berisi Kalsium atorvastatin

20 mg sebanyak 30 tablet untuk pemakaian selama 1 bulan. Ny. TI harus

meminumnya sehari 1 kali sebanyak 1 tablet pada malam hari.obat ini

diindikasikan untuk menurunkan kolesterol total, LDL-kolesterol, apolipoprotein

B dan trigliserida pada hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia. Ny. TI diharapkan

tetap menjaga diet dan berolah raga untuk mendapatkan hasil optimal dari obat

ini.

Informasi lain yang dapat diberikan adalah mengenai penyimpanan obat.

Ny. TI sebaiknya menyimpan obat secara benar dan teratur untuk mempermudah

penggunaan dan mencegah kesalahan dalam mengambilnya. Gunakan pengingat

jika perlu, karena Lipitor® harus diminum setiap hari.

4.2 Penyelesaian Kasus Resep 2

4.2.1 Penulisan Ulang Resep Dokter

Pada resep yang kedua dipilih resep nomor 4 yang diterima atau dilayani

oleh Apotek Atrika pada tanggal 3 Juli 2012. Pasien bernama Tn. CS. Beliau

memeriksakan diri ke dokter umum, dan mendapatkan resep sebagai berikut :

1. Simvastatin 10 mg 1 kali sehari 1 tablet

2. Ascardia® 1 kali sehari 1 tablet

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 358: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

33

Universitas Indonesia

Klinik Spesialis CDG

Jl. Kramat VI no.34 kenari jakarta pusat 10430

Telp/Fax : 021-3143535

Dokter : Raymond

Jakarta, 3 Juli 2012

R/ Simvastatin 10mg XV

S Idd I PC mlm

R/ Ascardia 50 mg XXX

S I dd I PC mlm

Pro : Tn. CS

Umur :

Obat jangan diganti tanpa seizin dokter

4.2.2 Data Obat

4.2.2.1 Simvastatin (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)

Nama Obat : Simvastatin

Komposisi : Simvastatin 10 mg

Indikasi : Mengurangi kadar kolesterol total, LDL. Sebagai

antihiperkolesterol primer dan sekunder

Efek samping : Nyeri perut, kembung,konstipasi, asthenia, sakit kepala

dan reaksi hipersensitivitas.

Perhatian : Lakukan tes fungsi hati secara periodik. Hentikan terapi

jika terjadi gejala pada otot atau peningkatan kadar

sitofosfokinase.

Dosis : Awal 10 mg/hari pada sore hari, hiperkolesteremia ringan

sampai sedang 5 mg/hari, maksimal 40 mg/hari.

4.2.2.2 Ascardia® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)

Nama Obat : Ascardia®

Komposisi : Asetosal 80 mg; 160mg

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 359: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

34

Universitas Indonesia

Indikasi : Mengurangi resiko kematian dan atau serangan ulang

pada penderita dengan riwayat serangan jantung (infark

miokardia dan nyeri dada (angina pektoris tidak stabil),

mengurangi resiko serangan ulang gangguan sekilas suplai

darah ke otak akibat batas bekuan darah dengan gejala

kelumpuhan sementara.

Efek samping : Iritasi GI dan reaksi hipersensitivitas.

Perhatian : Gangguan fungsi hati, hamil, laktasi.

Dosis : Dosis lazim 80-160mg/hari

4.2.3 Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan

Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui

kerasionalan dari resep tersebut. Apabila melihat keseluruhan isi resep di atas

dapat menunjukkan bahwa Tn. CS menderita hiperlipidemia dan ada indikasi

terkena serangan jantung. Ascardia® diberikan sebagai antikoagulan untuk

mencegah terjadinya serangan infark miokard. Sedangkan Simvastatin memang

dimaksudkan untuk menurunkan kolesterol Tn. CS.

Informasi yang diberikan untuk Tn. CS adalah bahwa pasien mendapatkan

dua jenis obat yaitu Simvastatin dan Ascardia®.Simvastatin yang didapatkan

sebanyak 15 tablet diminum satu kali sehari satu tablet, dimiinum setelah makan

dan pada malam hari. Sedangkan Ascardia® diberikan sebanyak 30 tablet

diminum satu kali sehari satu tablet setelah makan pada malam hari.

Informasi lain yang dapat diberikan adalah mengenai penyimpanan dan

waktu minum obatnya.sebaiknya digunakan pengingat agar pasien tidak lupa dan

tidak bosan mengkonsumsi obat tersebut.

4.3 Penyelesaian Kasus Resep 3

4.3.1 Penulisan Ulang Resep Dokter

Pada resep yang ketiga dipilih resep nomor 2 yang diterima atau dilayani

oleh Apotek Atrika pada tanggal 7 Agustus 2012. Pasien bernama Ny. Lny.

Pasien memeriksakan diri ke praktek dokter umum dan dokter memberikan resep

yang berisi :

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 360: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

35

Universitas Indonesia

1. Lipitor® 1 kali sehari 1 tablet

2. Lipanthyl supra 160® 1 kali sehari 1 tablet

Poliklinik G.K.I

Jl. Tanah Tinggi I no.1

Jakarta Pusat, Telp. 4200466

Jakarta, 7 agustus 2012

R/ Lipitor® 40mg No.LX

S I dd I

R/ Lipanthyl supra 160® No. XXX

S I dd I

Pro : Lny

Dokter : Novy

4.3.2 Data Obat

4.3.2.1 Lipitor® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)

Nama Obat : Lipitor®

Komposisi : Kalsium atorvastatin 10 mg; 20 mg; 40 mg

Indikasi : Pelengkap diet untuk menurunkan kolestterol total, LDL-

kolesterol, apolipoproten B dan trigliserida pada

hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia.

Efek samping : Secara umum ditoleransi dengan baik, efek samping

ringan dan sementara yang sering terjadi yaitu

dispepsia,nyeri perut, sakit kepala, mual, diare, mialgia.

Perhatian : diet, olah raga dan penurunan berat badan diperlukan

agar dapat memberikan hasil yang optimum, dapat

meningkatkan kreatin fosfokinase dan transaminase.

Dosis : Pasien harus berada pada diet standar penurunan

kolesterol, dan terus melakukan diet selama pengobatan.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 361: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

36

Universitas Indonesia

Dosis awal umumnya sehari 10 mg, dosis maksimum sehari

80 mg.

4.3.2.2 Lipanthyl Supra 160® (Ikatan Apoteker Indonesia, 2011)

Nama Obat : Lipanthyl Supra 160®

Komposisi : Fenofibrat 160mg

Indikasi : Hiperkolesterolemia tipe IIA dan hipertrigliseridemia

endogen tipe IV, maupun gabungan IIb dan III

Efek samping : Gangguan dyspepsia gigi ringan, reaksi alergi kulit, nyeri

otot dangan peningkatan kreatinin, fosfokinase, alopesia,

astenia seksual.

Perhatian : Hamil dan menyusui

Dosis : Sehari satu tablet

4.3.3 Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan

Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui kerasionalan

dari resep tersebut. Pada resep di atas belum memenuhi persyaratan administratif

karena tidak menyertakan nomor izin prakter dokter, umur pasien dan tidak ada

keterangan waktu minum obatnya.

Apabila melihat keseluruhan isi resep dapat menunjukkan bahwa Ny.Lny

menderita hiperlipidemia. Dokter meresepkan terapi kombinasi Lipitor® dan

Lipanthyl Supra 160®. Kombinasi ini diharapkan dapat memberikan efek terapi

yang lebih baik untuk pasien. Lipanthyl Supra 160® mengandung fenofibrat yang

merupakan golongan asam fibrat. Sedangkan Lipitor® mengandung kalsium

atorvastatin yang merupakan golongan statin. Pada dasarnya golongan statin

berinteraksi dengan golongan asam fibrat karena dapat mengurangi katabolisme

statin sehingga mengakibatkan resiko miopati. Namun fenofibrat tidak

mengganggu glukuronidase statin sehingga resiko miopati rendah sehingga

Lipitor® dan Lipanthyl Supra 160® masih dapat dikombinasi.

Informasi yang dapat diberikan untuk Ny. Lny pada saat menyerahkan

obat adalah jumlah Lipitor® yang diperoleh leony adalah untuk 2 bulan yaitu

sebanyak 660 tablet dan untuk Lipanthyl Supra 160® sebanyak 30 tablet.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 362: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

37

Universitas Indonesia

Keduanya sama—sama diminum satu kali sehari satu tablet. Lipitor® diminum

malam hari setelah makan. Lipanthyl Supra 160® juga diminum setelah makan.

Informasi lain yang dapat diberikan adalah mengenai penyimpanan obat.

Ny. Lny sebaiknya menyimpan obat secara benar dan teratur untuk

mempermudah penggunaan dan mencegah kesalahan dalam mengambilnya.

Gunakan pengingat jika perlu, karena obat-obat tersebut harus diminum setiap

hari.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 363: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

38 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari

hingga Agustus 2012, resep yang ditujukan untuk terapi hiperlipidemia di

Apotek Atrika sebanyak 15 lembar resep (8 resep obat antihiperlipidemia

dengan terapi tunggal dan 7 resep obat antihiperlipidemia dengan terapi

kombinasi). Obat untuk terapi hiperlipidemia yang paling banyak

diresepkan oleh dokter dengan terapi tunggal adalah Lipitor® dan dengan

terapi kombinasi adalah Lipanthyl Supra 160®.

5.1.2 Berdasarkan 3 resep pilihan yang terkait terapi obat antihiperlipidemia

yang diterima atau dilayani Apotek Atrika pada periode Februari hingga

Agustus 2012, salah satunya ada yang terjadi interaksi obat namun masih

dapat ditoleransi. Pemberian informasi mengenai obat saat penyerahan

obat kepada pasien juga telah dilakukan dengan baik di Apotek Atrika

sehingga pasien mengetahui bagaimana cara penggunaan, aturan pakai,

efek samping dari obat yang dikonsumsinya agar pasien patuh untuk

mengkonsumsi obatnya.

5.2. Saran

5.2.1 Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memiliki

pemahaman yang baik dalam aspek farmakoterapi obat maupun teknik

berkomunikasi dengan pasien.

5.2.2 Dalam mewujudkan pelayanan konseling yang baik maka kemampuan

komunikasi dari masing-masing Apoteker harus ditingkatkan. Hal ini

penting agar terjalin komunikasi yang efektif dan intensif antara Apoteker

dengan pasien.

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013

Page 364: lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-PR-Pdf Anita Hasan.pdflib.ui.ac.id

39 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Dipiro, Joseph T. DiPiro,and Talbert, Robert L.. 2008. Pharmacotherapy A

Pathophysiologic Approach Seventh Edition. New York: Medical Graw.

Halaman 418 – 424

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2007). Pedoman Konseling Pelayanan

Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). ISO INDONESIA Volume 46 – 2011 s/d 2012

ISSN 0854-4492. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I Ketut, Setiadi, A.P.,

Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan

Wolters Kluwer Health. 2007. Drug Facts and comparison. USA: Wolters Kluwer

Health, Inc

Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013