lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-12/20351904-pr-pdf anita hasan.pdflib.ui.ac.id
TRANSCRIPT
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASIDI APOTEK ATRIKA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANITA HASAN, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DI PT SOHO INDUSTRI PHARMASIDI APOTEK ATRIKA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
ANITA HASAN, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Anita Hasan, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Anita Hasan, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Anita Hasan, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
Anita Hasan, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
Anita Hasan, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18 – 29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
Anita Hasan, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-Nya
Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia dan menyelesaikan laporan ini.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program
Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia untuk mencapai gelar apoteker. Pada
kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Syafrizal, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan sebagai
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk
dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun dalam
penyusunan laporan ini.
2. Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt. sebagai pembimbing dari Program
Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan.
3. Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
4. Dr. H . Setiawan Soeparan, MPH. selaku selaku Direktur Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
5. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Departemen
Farmasi FMIPA UI.
6. Bapak Dr. Harmita, Apt. Sebagai Ketua Program Profesi Apoteker
Departemen Farmasi FMIPA UI.
7. Ibu Dra. Pratiwi Setiati, Apt., M.Kes., yang telah memberikan pengarahan
dan petunjuk dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker maupun
dalam penyusunan laporan ini.
8. Seluruh karyawan Direktorat Jenderal Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan terutama dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
v
Kesehatan, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan selama
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
9. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
10. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.
11. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 75 yang
saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan
PKPA.
12. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek
Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat
dan semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Desember 2012
Penulis
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vi
ABSTRAK
Nama : Anita Hasan
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat BinaObat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat JenderalBina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian KesehatanRepublik Indonesia Periode 18 Juni – 29 Juni 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat KesehatanKementerian Kesehatan Republik Indonesia bertujuan untuk mendapatkanpengetahuan dan gambaran mengenai tugas pokok dan fungsi Direktorat BinaObat Publik dan Perbekalan Kesehatan, meliputi kebijakan, penyusunan norma,standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik terdiridari empat subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standarisasi harga obat,penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, pengelolaan obat publik danperbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik danperbekalan kesehatan. Dalam tugas khusus, dijelaskan mengenai rancanganstandarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan. Cara distribusi obatyang saat ini ditetapkan lebih banyak mengatur cara distribusi obat yangdilakukan industri farmasi melalui PBF dan belum mengatur distribusi padasarana pelayanan kesehatan. Mencermati kondisi tersebut dan kondisi derajatkesehatan masyarakat yang masih belum optimal juga adanya berbagai masalahkesehatan masyarakat di daerah kepulauan, maka dianggap perlu untuk menyusunstandarisasi distribusi obat yang baik di daerah kepulauan.
Kata Kunci : Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, DirektoratJenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan KementerianKesehatan Republik Indonesia, Distribusi di Daerah Kepulauan.
Tugas Umum : viii + 48 halaman; 7 lampiranTugas Khusus : ii + 32 halamanDaftar Acuan Tugas Umum : 13 (1999 – 2011)Daftar Acuan Tugas Khusus: 11 (1996 – 2010)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vii
ABSTRACT
Name : Anita Hasan
Study Program : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at Directorate of Public Medicines andMedical Supplies General Directorate of Pharmaceutical and MedicalDevices Indonesia’s Health Ministry Period June 18th - June 29th
2012
Apothecary Internship at Directorate of Public Medicines and Medical SuppliesGeneral Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia’s HealthMinistry aims to gain knowledge and an overview of the duties and functions ofDirectorate of Public Medicines and Medical Supplies, includes policies,preparation of norms, standards, procedures, criterias, and providing technicalguidance and evaluation of public medicines and medical supplies. Thisdirectorate has four sub-directorates: sub-directorate of analysis and standarizationof prices, provisioning of public medicines and medical supplies, management ofpublic medicines and medical supplies, and monitoring and evaluation of programof public medicines and medical supplies. In specific task, explained thestandardization draft of good distributions medicines in the island. How thedistribution of drugs that are currently set up more distribution medicine thatgovern the way done the pharmaceutical industry through the PBF and haven't setup distribution in health care facilities. A close watch on the condition and thecondition of public health degrees are still not optimally also there is a wide rangeof public health issues in the area of the Islands, it was considered necessary todevise a good drug distribution of the standardization in the area of the Islands.
Keywords : Directorate of Public Medicines and Medical Supplies GeneralDirectorate of Pharmaceutical and Medical Devices Indonesia’s HealthMinistry, Distributions in the Island.
General Assignment : viii + 48 pages; 7 appendices
Special Assignment : ii + 32 pages
Bibliography of general assignment : 13 (1999 – 2011)
Bibliography of special assignment : 11 (1996 – 2010)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... iHALAMAN JUDUL............................................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iiiKATA PENGANTAR .......................................................................................... ivABSTRAK ........................................................................................................... viABSTRACT ......................................................................................................... viiDAFTAR ISI......................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL................................................................................................. ixDAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 11.1 Latar Belakang ................................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................... 32.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan .......................................... 32.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan ............................................................................................ 6
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DANPERBEKALAN KESEHATAN............................................................ 133.1 Tugas Pokok dan Fungsi ................................................................... 133.2 Tujuan ............................................................................................... 143.3 Sasaran .............................................................................................. 143.4 Strategi Intervensi ............................................................................. 143.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ............................................................................................ 153.6 Sumber Daya Manusia ...................................................................... 20
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 224.1 Subdirektorat Analisis dan Standarisasi Harga Obat ......................... 234.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehata ..... 244.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ........................................................................................... 294.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan.................................................................. 32
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 495.1 Kesimpulan ........................................................................................ 495.2 Saran................................................................................................... 50
DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 51
LAMPIRAN......................................................................................................... 53
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik danPerbekalan Kesehatan ......................................................................... 21
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan................................... 53Lampiran 2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan ........................................................................................ 54Lampiran 3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan .................................................... 55Lampiran 4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ........................................................................................ 56Lampiran 5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ......... 57Lampiran 6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan ........................................................................................ 58Lampiran 7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian .................................................................................... 59
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2009). Untuk mewujudkannya maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan
berupaya agar kualitas pelayanan kesehatan semakin baik. Kementerian
Kesehatan memiliki misi yaitu melindungi kesehatan masyarakat dengan
menjamin tercapainya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan
berkeadilan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Dengan misi
tersebut maka pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2009). Dalam pelaksanaan tugas tersebut, pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan, terus-menerus berupaya agar kualitas pelayanan
kesehatan semakin baik.
Salah satu hal yang dapat meningkatkan pelayanan kefarmasian yang
merupakan tanggung jawab dari pemerintah, khususnya Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Jenderal ini mempunyai sasaran
utama yaitu menjamin semua sediaan farmasi, makanan, dan perbekalan
kesehatan memenuhi syarat serta menjamin ketersediaan obat esensial dan alat
kesehatan dasar di setiap daerah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010).
Obat adalah bahan atau campuran bahan, termasuk produk biologi, yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Obat publik adalah kloramfenikol, antasida
dan kodein. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Contoh perbekalan
kesehatan adalah kapas dan masker (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, 2010). Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan hal
yang sangat mendasar dan penting. Oleh karena itu, diperlukan penganturan
mengenai pemenuhan ketersediaan kedua hal tersebut. Pelaksanaan pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan yang merupakan bagian dari Direktorat
Jendral Bina Obat Publik dan Perbekalan Kefarmasian (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
Peran apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah
melakukan pengadaan, produksi, distribusi dan pelayan kesehatan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Namun, pada direktorat ini apoteker
memiliki fungsi dalam hal pengadaan, yaitu mengelola pengadaan obat publik dan
perbekalan kesehatan untuk menunjang pelayanan kefarmasian hingga sampai ke
masyarakat dalam keadaan bermutu baik dan aman. Oleh karena itu, Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bagian Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan perlu diadakan untuk lebih memahami mengenai proses
pengadaan obat di Indonesia.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan untuk agar calon apoteker memahami
tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN UMUM
2.1 Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi
sebagai berikut:
2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian Kesehatan, 2011)
2.1.1.1 Visi
Visi Kementerian Kesehatan adalah masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.
2.1.1.2 Misi
Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk swasta dan masyarakat madani.
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dam pemerataan sumber daya kesehatan.
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. Kementerian
Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan;
2. Pengelolaan barang milik/ kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan;
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan;
4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah; dan
5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.3 Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan, 2011)
Kementerian Kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satu keseluruhan
dalam melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan.
Nilai-nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih.
2.1.4 Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan, 2011)
Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010 –
2014 dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan, maka pembangunan kesehatan
dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani
dalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global;
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan
berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotif -
preventif;
3. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional;
4. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan
yang merata dan bermutu;
5. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan; dan
6. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya
guna, dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang
bertanggung jawab.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
2.1.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas
(Lampiran 1):
1. Sekretariat Jenderal;
2. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
4. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
5. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
6. Inspektorat Jenderal;
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
8. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan;
9. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
10. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;
11. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
12. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi;
13. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;
14. Pusat Data dan Informasi;
15. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
16. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
17. Pusat pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
18. Pusat Komunikasi Publik;
19. Pusat Promosi Kesehatan;
20. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan
21. Pusat Kesehatan Haji.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1 Tugas dan Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
2.2.1.1 Tugas
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan.
2.2.1.2 Fungsi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan
fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan
alat kesehatan; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2 Tujuan (Kementerian Kesehatan, 2011)
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan
kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang
tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan
3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh tenaga
farmasi yang profesional.
2.2.3 Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan, 2011)
Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014
adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%.
2.2.4 Kegiatan (Kementerian Kesehatan, 2011)
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan
meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan
4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.
2.2.5 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan, 2010b)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2) :
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
1. Tugas dan Fungsi
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam
melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran;
b. Pengelolaan data dan informasi;
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan
masyarakat;
d. Pengelolaan urusan keuangan;
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan; dan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
f. Evaluasi dan penyusunan laporan
2. Struktur Organisasi
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 3) :
a. Bagian Program dan Informasi;
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi
program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 4):
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina
Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik dan penggunaan obat rasional;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat
rasional;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik dan penggunaan obat rasional;
e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan
penggunaan obat rasional; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 5) :
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari
(Lampiran 6) :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan
tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 7)
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan
Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 3TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan; dan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
3.2 Tujuan
Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap, jumlah
cukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas
terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat
dan perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu
pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar,
sesuai peraturan yang berlaku.
3.3 Sasaran
Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah
terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi pelayanan kesehatan dasar disektor
publik; tercapainya tujuan medis penggunaan obat, efektif, aman dan efisien
pembiayaan obat; terjaminnya mutu pengelolaan obat di Kabupaten/Kota dalam
rangka desentralisasi; dan di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat
kesehatan dasar
3.4 Strategi Intervensi
Strategi untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
obat melalui peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian dukungan
untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri sebagai upaya kemandirian di
bidang kefarmasian; penggunaan obat yang rasional dengan pelayanan kefarmasian
yang bermutu; menetapkan Harga Eceran Tertinggi, utamanya pada obat generik
untuk pengendalian harga obat; meningkatkan pemanfaatan keanekaragaman hayati
untuk mengembangkan industri obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan
dan meningkatkan koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu
dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
penyalahgunaan obat (SK Menkes RI No. 021/MENKES/SK/I/2011).
3.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
terdiri dari :
1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
5. Subbagian Tata Usaha; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
evaluasi dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat.
3.5.1.1 Tugas dan Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi
Harga Obat menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga
obat; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat.
3.5.1.2 Struktur Organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas :
a. Seksi Analisis Harga Obat
Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b. Seksi Standardisasi Harga Obat
Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria harga obat.
3.5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.2.1 Tugas dan Fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.2.2 Struktur Organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas :
a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan
teknis, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan.
3.5.3.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3.2 Struktur Organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri
atas :
a. Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standardisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik danPerbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4.1 Tugas dan Fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat
publik dan perbekalan kesehatan; dan
b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat
publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4.2 Struktur Organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publikdan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan terdiri atas :
a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program obat publik
dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan
perbekalan kesehatan.
3.5.5 Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat. Tugas subbagian ini adalah melakukan urusan Tata
Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian tugas subbagian ini adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Subbagian Tata Usaha
berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program
dan referensi terkait;
2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Subbagian
Tata Usaha berdasarkan rencana tahunan;
3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Subbagian Tata Usaha dengan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan
dapat berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna;
4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan
cara merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar
pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana;
5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat
pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari
unit kerja di lingkungan Direktorat;
6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/
perlengkapan/fasilitas kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dan kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan
pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat;
7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar
Biasa (KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain -lain di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara
menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari
pegawai yang bersangkutan;
8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan
kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan
hasil pelaksanaan kegiatan; dan
9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran
pelaksanaan tugas.
3.6 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan berjumlah 35 orang dengan perincian sebagai berikut:
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik danPerbekalan Kesehatan
Organisasi Jumlah SDM
Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1
Subdirektorat Analisis Obat dan Standardisasi Harga Obat 5
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 7
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik danPerbekalan Kesehatan 6
Subbagian Tata Usaha 9
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
22 Universitas Indonesia
BAB 4PEMBAHASAN
Obat publik adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar
sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang bermutu, bermanfaat, terjangkau
oleh masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya
merupakan tujuan pelayanan kefarmasian yang telah ditetapkan Pemerintah dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009. Untuk mewujukannya maka Kementerian
Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan membentuk
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang memiliki misi yaitu
terjaminnya ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat perbekalan kesehatan
bagi pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Selain itu, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur dan criteria serta pemberian bimbingan teknis
dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Tugas ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1144/MENKES/PER/III/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan memiliki empat
subdirektorat yaitu subdirektorat analisis dan standardisasi harga obat, subdirektorat
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan, subdirektorat pemantauan dan evaluasi program
obat publik dan perbekalan kesehatan. Pembagian tersebut dilakukan agar masing-
masing subdirektorat dapat menjalani tugas dan fungsi secara maksimal sehingga
dapat mencapai tujuan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat berperan dalam mengendalikan harga obat generik secara
rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan menguntungkan
bagi produsen.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas :
a. Seksi Analisis Harga Obat
Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b. Seksi Standardisasi Harga Obat
Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria harga obat.
Untuk pengendalian harga pengadaan obat, dikeluarkan Surat Keputusan (SK)
Harga Obat Untuk Pengadaan Pemerintah yang dikeluarkan setiap tahunnya. Surat
Keputusan ini melakukan regionalisasikan wilayah Indonesia menjadi empat regional
yaitu Regional I, Regional II, Regional III, dan Regional IV. Regional I meliputi
Lampung, Banten, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Regional II meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat. Regional III
meliputi Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Regional-IV meliputi Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Tiap-tiap regional
tersebut memiliki ketetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah yang berbeda-
beda.
Perbedaan harga pengadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor harga di
tiap-tiap regionalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah biaya distribusi,
kekayaan regional, dan Upah Minimum Regional (UMR).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk pengendalian harga obat, dikeluarkan Surat Keputusan
(SK) Harga Eceran Tertinggi (HET) pada tiap tahunnya. Surat Keputusan tersebut
disahkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Harga
Obat yang beranggotakan pejabat Kementerian Kesehatan, Badan POM, Akademisi,
Lembaga Konsumen, dan organisasi profesi bidang terkait. Perumusan rekomendasi
Harga Obat Generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan
kelayakan harga dalam kondisi nyata Indonesia. Selain itu bahan pertimbangan
dalam penetapan harga obat ini adalah hasil monitoring Subdirektorat Analisis dan
Standardisasi Harga Obat dengan pengambilan data dari tiga apotek dan satu rumah
sakit di tiap-tiap provinsi.
Setelah dikeluarkannya SK Harga Eceran Tertinggi (HET), SK Harga Obat
untuk Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum, maka SK ini akan
disosialisasikan ke tiap-tiap provinsi untuk kemudian diteruskan ke seluruh
kabupaten/kota. Selain dari itu SK ini juga dapat diunduh dari situs internet, sehingga
pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan. Apabila SK ini belum
dikeluarkan, maka pelayanan kesehatan dasar dapat melakukan pengadaan dengan
standar harga pada SK sebelumnya.
Dalam pengamatan mahasiswa selama melakukan praktek di Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, direktorat ini tidak memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga hal ini dapat
memberikan hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas di direktorat ini.
Selain dari itu, tidak adanya SOP ini juga mengakibatkan pemantauan kepatuhan
terhadap proses kerja di direktorat ini susah untuk dilakukan.
4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat ini dibagi menjadi dua seksi yaitu seksi Perencanaan
Penyediaan dan Seksi Pemantauan Ketersediaan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
4.2.1. Perencanaan Penyediaan
Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang
menentukan dalam perencanaan obat. Tujuan perencanaan obat dan perbekalan
kesehatan yaitu untuk menetapkan jenis serta jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk obat
program kesehatan yang ditetapkan. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan
keterpaduan dalam hal perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan
sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu merupakan suatu kebutuhan
dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana melalui
koordinasi integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan perencanaan
obat setiap kabupaten/kota.
Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dengan
menggunakan data kebutuhan yang diperoleh dari pemakaian oleh Puskesmas yang di
kumpulkan dan dilaporkan oleh provinsi (bottom-up) setiap bulan yang kemudian
dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan
selama satu tahun.
Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alkes yang dalam hal ini Direktorat
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan melakukan perencanaan kebutuhan obat untuk
program serta perencanaan kebutuhan stok pengaman (buffer stok) nasional dimana
perencanaan tersebut dilakukan setahun sekali. Buffer stok berfungsi sebagai
cadangan obat yang dimiliki Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang harus
selalu ada. Buffer stok ini digunakan jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam dan
untuk memenuhi kekurangan kebutuhan obat pada Kabupaten/Kota. Untuk
penyediaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Perencanaan dilakukan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Anggaran untuk pengadaan obat publik
dan perbekkes di unit Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) berasal dari APBN, APBD
I, Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II, dan sumber-sumber lain, seperti Asuransi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Kesehatan (ASKES). Awalnya, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa
obat dan perbekkes yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari
APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau
pengadaan obat namun setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan
kesehatan dari pusat dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan untuk
Kabupaten/Kota tertentu. Kabupaten/Kota yang dapat menerima DAK adalah
Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria umum
Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan
fiskal rendah atau di bawah rata-rata yang dihitung melalui indeks fiskal netto
yang besarnya ditetapkan setiap tahun, daerah tersebut umumnya memiliki
kemampuan keuangan daerah di bawah nilai rata-rata nasional kemampuan
keuangan daerah
2. Kriteria khusus
Daerah yang memiliki pengaturan otonomi khusus, dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan misalnya UU Otonomi Khusus bagi Provinsi
NAD dan Papua. Selain itu juga dengan memperhatikan karakteristik daerah,
antara daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain,
daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah
termasuk kategori daerah ketahanan pangan yang ditetapkan setiap tahun.
3. Kriteria teknis
Kriteria ini dirumuskan melalui Indeks Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian
Negara/ Departemen Teknis terkait yang disusun berdasarkan indikator-indikator
kegiatan yang didanai dari DAK, antara lain standar kualitas/kuantitas
konstruksi, dan perkiraan manfaat lokal dan nasional.
Kabupaten/Kota tersebut dan dapat berubah tiap tahun jumlah maupun lokasi
daerahnya tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota. Daerah yang tidak
mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui
beberapa tahap :
1 . Pemilihan obat berdasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam
Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Daftar Obat Essensial
Nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Daftar Harga Obat untuk Pelayanan
Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan. Pada perencanaan
kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi perlu dilakukan analisa
kebutuhan sesuai anggaran yang ada.
2 . Proses kompilasi, berfungsi untuk mengatahui pemakaian setiap bulan dari
masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/Puskesmas selama
setahun serta untuk menentukan stok optimum yang diperoleh dari LPLPO dan
Pola Penyakit.
3 . Perhitungan kebutuhan obat, di harapkan obat yang direncanakan dapat tepat
jenis, jumlah, dan waktu serta mutu yang terjamin. Kebutuhan obat dilakukan
dengan cara pendekatan perhitungan melalui metoda konsumsi dan atau
morbiditas.
4 . Proyeksi kebutuhan obat, ditetapkan rancangan stok akhir periode dan rancangan
pengadaan yang akan dating dengan rancangan anggaran yang ada.
5 . Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat, dengan dilakukannya penyesuaian
perencanaan obat dengan sumber anggaran, kebutuhan, stok akhir dan faktor
esksternal, maka informasi yang di dapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala
prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan
obat tahun yang akan datang. Metode yang digunakan untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi anggaran antara lain dengan menggunakan metode analisa
ABC dan VEN.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan pengadaan antara lain:
1. Sumber anggaran, terbatasnya sumber anggaran menyebabkan pemilihan obat
harus dilakukan seefektif dan seefisien mungkin agar obat yang tersedia tepat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
jenis, tepat jumlah dan tepat mutu yang akan mempengaruhi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
2. Kebutuhan.
3. Stok akhir, data stok akhir selanjutnya akan mempengaruhi jumlah pemesanan
periode selanjutnya. Kesalahan pada stok akhir ini dapat menyebabkan
penumpukan barang yang akan berimbas pada obat expire date dan kekurangan
kebutuhan obat yang dapat menyebabkan tidak terpenuhinya pelayanan
kesehatan.
4. Faktor eksternal, faktor luar yang mempengaruhi proses perencanaan misalnya
waktu yang diperlukan untuk proses pengiriman obat, dengan mengetahui berapa
lama atau untuk mencegah kekosongan obat maka dalam proses perencanaan
perlu diperhitungkan berapa jumlah yang harus dipesan sampai obat tersedia
kembali.
4.2.2. Pemantauan Ketersediaan
Pemantauan (monitoring) ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
merupakan proses kajian (review) terhadap suatu persediaan yang sedang
berlangsung untuk mengetahui jumlah dan tingkat kecukupan setiap jenis obat,
pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat dan kesesuaian ketersediaan obat dengan
pola penyakit. Pemantauan yang disusun secara sistematis berdasarkan tujuan
program dan terkait dengan aktivitas spesifik sangat penting untuk peningkatan
kinerja program dan pencapaian tujuan program jangka panjang (Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan, 2011).
Proses pengamatan dilakukan dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi
Propinsi/Kabupaten/Kota) terhadap persediaan obat pada unit yang lebih rendah
(Puskesmas/Puskesmas Pembantu/UPT lainnya). Data dikumpulkan dari dokumen
yang ada di instalasi farmasi Kabupaten/Kota berupa jumlah persediaan obat yang
tersedia, pemakaian rata-rata obat perbulan di Kabupaten/Kota, waktu kedatangan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
obat, dan total jenis obat yang tersedia. Laporan dibuat berdasarkan data/ informasi
yang diperoleh dari instalasi farmasi di Kabupaten/Kota.
4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Pengelolaan bertujuan untuk menjamin tersedianya obat publik dan
perbekalan kesehatan dengan mutu terjamin, tersebar secara merata dan teratur,
sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat dengan biaya yang
seefisien mungkin.
Siklus pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan,
pencatatan dan pelaporan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
masing-masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang terkait,
dengan demikian pengelolaan obat dimulai dari perencanaan kebutuhan yang
merupakan dasar pada tahap pengadaan obat di Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).
Pengelolaan didukung oleh beberapa sistem penunjang, yaitu :
a. Organisasi
b. Pembiayaan dan kesinambungan
c. Pengelolaan informasi
d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia
Dalam pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan
ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya:
a. Perencanaan
Masalah yang muncul dalam perencanaan obat publik dan perbekalan
kesehatan diantaranya adalah data yang diterima kurang akurat, pelaksanaan
pengobatan yang tidak rasional, perbedaan persepsi antara penulis resep dengan
pelaksana farmasi tentang pengobatan rasional, Puskesmas belum memahami tentang
cara merencanakan kebutuhan obat yang tepat, standar pengobatan rasional di
puskesmas belum diterapkan secara optimal.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan bimbingan intensif
kepada Puskesmas agar pelaksana farmasi dan penulis resep dapat memahami dan
menerapkan standar pengobatan.
b. Pengadaan
Dalam pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan,
persyaratan pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan
dan pemeriksaan obat, dan pemantauan status pesanan. Permasalahan yang mungkin
muncul dalam pengadaan adalah banyak Puskesmas yang mengacu pada kebutuhan
tahun lalu dengan pertimbangan berdasarkan konsumsi tahun lalu dan penyakit;
ketidakjelasan informasi pengadaan dari pusat dan provinsi sehingga dapat
menyebabkan pengadaan ganda (dari pusat dan provinsi) atau tidak dari keduanya;
sumber pembiayaan yang terbatas mengakibatkan lamanya waktu pelelangan
pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan serta prosedurnya yang melewati
beberapa tahapan baku menyebabkan pengadaan menjadi tidak efisien dan tidak
efektif karena terjadi penumpukan obat, adanya obat rusak/kedaluarsa, jumlah obat
yang tidak diresepkan tinggi, dan stok kosong.
c. Penyimpanan
Penyimpanan obat menjadi sangat penting karena terkait dengan pemeliharaan
mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian serta pengawasan. Untuk itu
diperlukan sarana dan prasarana penyimpanan yang memadai di unit pelayanan
kesehatan; personalia dengan jumlah yang cukup dan memahami cara penyimpanan
obat yang baik; dan memiliki standar pencatatan stok obat sehingga jumlah obat yang
masuk dan keluar dapat dikontrol.
d. Pendistribusian
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang
pembangunannya tidak merata sehingga proses pendistribusian obat publik dan
perbekalan kesehatan juga memerlukan cara yang berbeda pula. Daerah yang maju
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
tidak mempunyai masalah yang berarti dalam proses distribusi, namun untuk daerah
tertinggal sulit dijangkau karena letaknya yang jauh dipedalaman,
perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, pulau-pulau terpencil atau karena faktor
geografis lainnya sehingga sulit terjangkau oleh jaringan baik transportasi maupun
media komunikasi.
e. Penggunaan
Obat publik dan perbekalan kesehatan disediakan oleh pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat sehingga diharapkan dapat
digunakan secara rasional, dalam artian tepat pasien, tepat indikasi, tepat jumlah,
dosis dan lama pemakaian obat. Namun pada kenyataannya, masih sering ditemukan
penggunaan obat yang tidak rasional, dimana pasien mendapatkan obat yang tidak
dibutuhkannya atau malah sebaliknya, pasien tidak mendapatkan obat yang
dibutuhkannya. Untuk itu perlu diadakan bimbingan dan pelatihan terhadap seluruh
tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan kesehatan mengenai cara
penggunaan obat yang rasional.
f. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di instalasi farmasi merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima,
disimpan, dan didistribusikan. Pencatatan masih dilakukan secara manual, serta
disiplin tenaga kerja untuk pencatatan masih kurang sehingga laporan yang diberikan
dari daerah ke pusat tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini
mempengaruhi proses perencanaan pengadaan obat untuk periode berikutnya.
Laporan hendaknya dapat dikirim tepat waktu, namun untuk beberapa daerah
yang jauh dari pusat kota seringkali tidak tepat waktu sehingga dapat menyebabkan
terhambatnya pengelolaan data untuk perencanaan berikutnya.
Permasalahan-permasalahan di atas memungkinkan terjadinya stok obat
kosong, obat berlebih, obat kurang, obat rusak dan obat kadaluarsa. Untuk itu perlu
dilakukan beberapa strategi dalam pengelolaan obat, diantaranya :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
a. Peningkatan peran pusat, provinsi dan kabupaten / kota dalam sistem logistik obat
khususnya obat program melalui One Gate Policy (Kebijakan Satu Pintu)
b. Sinkronisasi dan Harmonisasi proses perencanaan kebutuhan obat di kabupaten
kota melali Tim Perencanaan Obat Terpadu (TPOT)
c. Pengembangan On-line Logistic System dalam rangka mendukung pola
pendistribusian obat di daerah khusunya untuk Puskesmas dan rumah sakit.
Menerapkan ilmu farmakoekonomi dalam perencanaan pengadaan obat publik dan
perbekalan kesehatan.
4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik danPerbekalan Kesehatan
Untuk mendukung pencapaian program obat publik dan perbekalan alat
kesehatan, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi oleh Subdirektorat Pemantauan
dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Pemantauan
bertujuan untuk menjaga agar pekerjaan pengelolaan obat yang dilakukan sesuai
dengan pedoman yang berlaku. Hasil dari pemantauan tersebut, kemudian dievaluasi
sehingga dapat ditetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang
sedang berjalan, meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan
memperbaikinya, mengukur kegunaan program-program yang inovatif,
meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi serta kesesuaian
tuntutan tanggung jawab.
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan
agar dapat mendukung pencapaian indikator. Indikator adalah alat ukur untuk dapat
membandingkan kinerja yang sesungguhnya. Indikator digunakan untuk mengukur
sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai. Penggunaan lain dari
indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat
digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang
lebih tepat. Indikator umumnya digunakan untuk memonitor kinerja yang esensial
(Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010)
4.4.1 Pemantauan Ketersediaan Obat
a. Tujuan
Mengetahui hambatan & penetapan strategi yg efektif dalam penyediaan obat
dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya,
terjamin mutunya, serta mudah diakses adalah merupakan amanah dari
Kebiajksanaan Obat Nasional (KONAS), serta merupakan prasyarat dalam
pelayanan kesehatan yang prima. Aksesibilitas kepada semua masyarakat yang
membutuhkan diupayakan dengan pola penyediaan obat dalam dua jalur : Jalur
pelayanan sektor publik dan Jalur sektor swasta. Di sektor publik pengelolaan obat
yang efisien termasuk pengadaan, perencanaan terpadu di kabupaten/kotamadya dan
distribusi obat langsung di GFK merupakan hal yang mutlak. Dalam hal ini
kemampuan analisa kebutuhan obat esensial menggunakan pendekatan bottom up
planning sesuai dengan pola penyakit merupakan masalah utama (Depkes. 2004 c)
b. Indikator
Indikator pemantauan mengikuti pedoman WHO dan dapat bekerjasama
dengan WHO atau pihak lain untuk membandingkan hasilnya dengan negara lain
(Depkes, 2006).
c. Cara (Depkes, 2004c)
1) Penyusunan pedoman supervisi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan
(Depkes, Dinkes Kab/GFK);
2) Evaluasi kebijakan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk daerah
terpilih (Depkes, Dinkes Propinsi, Dinkes Kabupaten dan GFK); peserta 20 orang
3) Evaluasi kebijakan pengelolaan obat untuk daerah terpilih, peserta 20 orang;
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
4) Monitoring dalam rangka pembinaan pengadaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di 60 Kab/Kota di 30 Propinsi);
5) Perencanaan, pengawasan dan supervisi stok pengaman Nasional
6) Penyusunan pedoman evaluasi pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan;
7) Pemantauan ketersediaan obat di 60 Kab/Kota/30 Propinsi.
4.4.2 Pemantauan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan KesehatanPemerintah
a. Tujuan
Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk keperluan
pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Melakukan
pemantauan penggunaan obat mempunyai dua komponen aktif, yaitu :
1. Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan,
serta pelaporannya (Kemenkes, 2010).
2. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa
meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian
obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi
dilapangan (Kemenkes, 2010). .
3. Menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat generik dan esensial
yang bermutu bagi masyarakat (Depkes, 2004).
4. Mempromosikan penggunaan obat yang rasional dan obat generik (Depkes,
2004).
5. Meningkatkan pelayanan kefarmasian difarmasi komunitas dan klinikis serta
kesehatan dasar (Depkes, 2004).
b. Indikator
Salah satu indikator monitoring kebijakan obat nasional yang dikeluarkan
World Health Organitation (WHO) tahun 1999 adalah ketersediaan penggunaan obat
generik dan essential yang mencapai 100% (WHO, 1999).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
c. Cara
Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung.
1. Pemantauan secara langsung
Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari anamnesis,
pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan
cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu yang tidak
diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai
praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu.
2. Pemantauan secara tidak langsung
Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui :
a. Dari kartu status pasien :
Kecocokan dan ketepatan antara gejala dan tanda yang ditemukan selama
anamnesis dan pemeriksaan, dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status
penderita, serta pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah,
dan cara pemberian obat).
b. Dari buku register pasien :
Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar. dan over
prescribing dari antibiotik dan pemakaian suntikan.
Setelah pemantauan penggunan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah dilakukan, maka dilakukan pula pemantauan pelaksanaan obat generik
di Puskesmas dan jaringannya.
Berdasarkan Permenkes Nomor. HK.02.02/ MenKes/068/ I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah, dan Kepmenkes Nomor. HK.03.01/MenKes/159/I/2010 tentang
Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah, pemantauan pelaksanaan obat generik di
Puskesmas dan jaringannya dilaksanakan sebagai berikut (Kemenkes, 2010) :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
a. Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan kesehatan lainnya
melaporkan penulisan resep dan penyediaan obat generik ke Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK).
b. IFK merekapitulasi hasil pemantauan Puskesmas dan melaporkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan rekap IFK kepada Dinas Kesehatan
Provinsi.
d. Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan rekap Dinas Kesehatan Kab/Kota
kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dengan
tembusan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku.
4.4.3 Pemantauan Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota Sesuai Standar (Profil DirjenBinfar Alkes, 2011)
Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
Kabupaten/Kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih
dikenal dengan one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus
dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,
pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait.
Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektifitas dan profesionalisme.
Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal
dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di
masing-masing Kabupaten/Kota.
a. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi Kab/Kota
dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap,
jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga
terjangkau serta mudah diakses.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
b. Pelaksanaan dan Indikator Pemantauan
Beberapa indikator dalam penilaian kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi
Kab/Kota yaitu sebagai berikut :
1. Struktur Organisasi IFK
Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan
keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan
kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional,
serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi Kementreian
Kesehatan.
2. Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan
Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi penanggung jawab
Instalasi Farmasi dan proporsi tenaga berdasarkan latar belakang pendidikan.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan
farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
Instalasi Farmasi di Kabupaten/Kota sebagian besar sudah dikelola oleh
apoteker yang sesuai dengan keahliannya. Kepala Unit pengelola obat/Instalasi
Farmasi sebaiknya dipimpin oleh Apoteker, dan didukung oleh tenaga berlatar
belakang farmasi sebagai penanggung jawab perencanaan dan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran/pendistribusian, penanggung jawab pencatatan/
pelaporan dan evaluasi. Selain itu diperlukan tenaga non farmasi sebagai tenaga
administrasi dan tenaga pembantu umum.
3. Sarana Dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan.
Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk
memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai
berikut :
a) Gedung, dengan luas 300 m2 – 600 m2
b) Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 – 3 unit
c) Komputer + Printer, dengan jumlah 1 – 3 unit
d) Telepon & Faximile, dengan jumlah 1 unit
e) Sarana penyimpanan, seperti : rak, pallet, lemari obat, dan lain-lain.
Gambaran mengenai sarana dan prasarana penyimpanan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi: luas tanah, luas
bangunan, status gedung dan kondisi bangunan.
4. Pengamanan
Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi
untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah
trails disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan
spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat
kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup
kuat dan kawat berduri atau kawat harmonica juga dapat digunakan pagar hidup dari
tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang
dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah.
Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO2 juga
dapat digunakan pasir dan karung.
5. Penyimpanan dan Distribusi
Kegiatan penyimpanan dan distribusi memegang peranan penting dalam
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan
dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan dan distribusi yang memadai.
6. Administrasi
Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana kantor
atau administrasi
7. Sumber Anggaran Pengadaan Obat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Keputusan Menkes RI No. 922/Menkes/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis
Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah kab/kota mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan
pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin
skala kabupaten/kota. Sumber anggaran obat di kab/kota dapat diambil dari dana
APBD II (DAU), APBD I, Askes, Buffer stok kab/kota, atau dari sumber anggaran
Program.
8. Biaya Operasional
Biaya operasional sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan dalam
pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan.
4.4.4 Pemantauan Kualitas Obat
a. Tujuan
Pemantauan kualitas obat dilakukan karena obat yang beredar harus
memenuhi syarat keaman, khasiat, mutu dan keabsahan. Selain itu juga agar
masyarakat terhindar dari penggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan obat.
b. Langkah kebijakan
Langkah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu sebagai berikut :
1. Pengawasan obat dilaksanakan dengan kompetensi tinggi secara independen,
akuntabel dan transparan.
2. Penguatan fungsi pengawasan obat
3. Peningkatan sarana dan prasarana pengawasan obat, serta pemenuhan kebutuhan
SDM yang memadai.
4. Pengembangan tenaga dengan jumlah dan mutu sesuai dengan standar
kompetensi.
5. Pembentukan pusat informasi obat di pusat dan daerah untuk intensifikasi
penyebaran informasi obat.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
40
Universitas Indonesia
6. Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam penegakan hukum secara
konsisten.
7. Pengembangan sistem nasional vijilan pasca pemasaran.
8. Peningkatan upaya pemantauan promosi obat.
9. Peningkatan kerjasama regional maupun internasional.
10. Pengakuan internasional di bidang pengawasan obat.
11. Peningkatan pengawasan distribusi obat di jalur tidak resmi.
12. Pengawasan peredaran obat palsu dan obat selundupan (tidak terdaftar).
c. Pelaksanaan dan Indikator pemantauan
Pemantauan dalam pemantauan pengelolaan obat terutama dalam
penyimpanan obat untuk menjamin kualitas obat. Tujuan penyimpanan yaitu agar
obat yang tersedia di Unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima
agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin.
1. Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan obat.
a. Persyaratan gudang
1) Cukup luas minimal 3 x 4 m2
2) Ruangan kering tidak lembab
3) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab/panas
4) Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk
menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis
5) Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu
dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (palet)
6) Dinding dibuat licin
7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
8) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat
9) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
41
Universitas Indonesia
10) Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu
terkunci
11) Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan
b. Pengaturan penyimpanan obat :
1) Obat di susun secara alfabetis
2) Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO
3) Obat disimpan pada rak
4) Obat yang disimpan pada lantai harus di letakan diatas palet
5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk
6) Cairan dipisahkan dari padatan
7) Sera, vaksin , supositoria disimpan dalam lemari pendingin
2. Kondisi penyimpanan.
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kelembaban :
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga
mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu
dilakukan upaya-upaya berikut :
1) Ventilasi harus baik, jendela dibuka
2) Simpan obat ditempat yang kering
3) Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka
4) Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara di
dalam ruangan maka udara semakin lembab
5) Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet dan kapsul
6) Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
42
Universitas Indonesia
b. Sinar matahari :
Kebanyakan cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar
matahari, sebagai contoh : Injeksi Klorpromazin yang terkena sinar matahari, akan
berubah warna
menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa.
Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari :
1) Gunakan wadah botol atau vial yang berwarna gelap (coklat)
2) Jangan letakkan botol atau vial di udara terbuka
3) Obat yang penting dapat disimpan di dalam lemari
4) Jendela-jendela diberi gorden
5) Kaca jendela dicat putih.
c. Temperatur / panas :
Obat seperti Salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh
panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas, sebagai
contoh : Salep Oksi Tetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan
mempengaruhi kualitas salep tersebut.
Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam
lemari pendingin pada suhu 4 – 8 derajat celcius, seperti :
1) Vaksin
2) Sera dan produk darah
3) Antitoksin
4) Insulin
5) Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)
6) Injeksi oksitosin
7) Ingat DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan
menjadi rusak.
Cara mencegah kerusakan karena panas :
1) Pasang ventilasi udara
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
43
Universitas Indonesia
2) Atap gedung jangan dibuat dari bahan metal
3) Buka jendela sehingga terjadi sirkulasi udara
d. Kerusakan fisik :
Untuk menghindari kerusakan fisik :
1) Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam dus
bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan
pengambilan obat di dalam dus yang teratas
2) Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis pada
karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus.
3) Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam
e. Kontaminasi bakteri :
Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat
mudah tercemar oleh bakteri atau jamur.
f. Pengotoran :
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang
kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu
bersihkan ruangan paling sedikit satu minggu sekali. Lantai di sapu dan di pel,
dinding dan rak dibersihkan.
3. Bila ruang penyimpanan kecil :
a. Dapat digunakan sistem dua rak
b. Bagi obat menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A
sedangkan sisanya di bagian rak B.
c. Pada saat mulai menggunakan obat di rak A maka pesanan mulai dikirimkan ke
gudang farmasi sambil menunggu obat datang, sementara itu obat di rak B
digunakan. Pada saat obat di rak B habis maka obat yang dipesan diharapkan
sudah datang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
44
Universitas Indonesia
d. Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari beberapa lama
waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu)
e. Misalnya permintaan dilakukan setiap empat bulan dan waktu yang diperlukan
saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua bulan. Maka jumlah pemakaian
empat bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang
diperlukan hanya satu bulan maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian
di rak B.
4. Tata Cara Menyimpan dan Menyusun Obat.
a. Pengaturan penyimpanan obat.
Pengaturan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara
alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan tablet,
kelompok sediaan sirup dan lain-lain.
b. Penerapan Sistem FIFO dan FEFO
Penyusunan dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masing-
masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih
dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Out (FEFO)
untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian. Hal ini sangat
penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau
potensinya berkurang.dan beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas
waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang
efektifitasnya.
c. Obat yang sudah diterima, disusun sesuai dengan pengelompokan untuk
memudahkan pencarian, pengawsan dan pengendalian stok obat.
d. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.
e. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
45
Universitas Indonesia
f. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya
dan disimpan dalam lemari es. Kartu temperatur yang terdapat dalam lemari es
harus selalu diisi.
g. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari.
h. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
pengambilannya menggunakan sendok
i. Untuk obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa supaya waktu kadaluwarsanya
dituliskan pada doos luar dengan menggunakan spidol.
j. Penyimpanan tempat untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup
rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.
k. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
l. Kondisi penyimpanan beberapa obat
Beri tanda / kode pada wadah obat :
a) Beri tanda semua wadah obat dengan jelas. Apabila ditemukan obat dengan
wadah tanpa etiket, jangan digunakan.
b) Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum :
1) Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet
2) Kode lokasi Pedoman Puskesmas - 23
3) Tanggal diterima
4) Tanggal kadaluwarsa (kalau ada)
5) Nama produk/obat
c) Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut.
d) Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan kesehatan
(Puskesmas).
Informasi tambahan untuk menyusun/mengatur obat :
a) Susunan obat yang berjumlah besar di atas papan atau diganjal dengan kayu rapi
dan teratur.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
46
Universitas Indonesia
b) Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obat yang
berjumlah sedikit tetapi harganya mahal.
c) Susunan obat dalam rak dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
d) Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat
luar.
e) Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi, atau letakkan bagian
etiket yang berisi nama obat yang jelas terbaca.
f) Barang yang mempunyai volume besar seperti kapas disimpan dalam dus.
g) Letakkan kartu stok di dekat obatnya.
5. Pengamatan mutu
Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu
melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, paling tidak setiap awal bulan,
antara lain:
a. Mutu obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun
kimia.
b. Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota untuk
diteliti lebih lanjut.
c. Secara sederhana pengamatan dilakukan dengan visual, dengan melihat tanda –
tanda sebagai berikut :
1) Tablet :
a) Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab
b) Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan rapuh.
c) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat
d) Untuk tablet salut, disamping informasi di atas juga basah dengan Lengket satu
dengan lainnya, bentuknya sudah berbeda.
e) Wadah yang rusak.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
47
Universitas Indonesia
2) Kapsul :
a) Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya, wadah
rusak.
b) Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya.
3) Cairan :
a) Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan
b) Cairan suspensi tidak bisa dikocok
c) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali.
4) Salep :
a) Konsistensi, warna dan bau berubah (tengik)
b) Pot/tube rusak atau bocor
5) Injeksi :
a) Kebocoran
b) Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh
atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi
c) Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.
Informasi data (input) yang didapat dari pemantauan kemudian dievaluasi,
dari hasil evaluasi akan diperoleh keluaran (output) berupa profil pencapaian
indikator. Profil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk
menentukan langkah ke depan dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala
yang dihadapi. Profil pencapaian indikator didapat dari pemantauan dan evaluasi
program berdasarkan pengambilan data secara bottom-up, yaitu dilakukan dari
struktur terendah kemudian direkapitulasi ke sektor di atasnya. Data diserahkan oleh
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melalui format laporan pemantauan, kemudian
dilaporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas Kesehatan Propinsi (secara berjenjang)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
48
Universitas Indonesia
atau ke Pemerintah Pusat (secara langsung).
Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala dalam jangka waktu
tertentu yaitu setiap satu tahun sekali. Pemantauan dan evalausi ini baru dapat
dilaksanakan di tiga Kabupaten/Kota tiap Propinsi di Indonesia. Untuk proses
pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang cukup
dan sumber daya manusia yang kompeten dibidangnya, sehingga proses pemantauan
dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien (Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2006). Proses pemantauan dan
evaluasi dapat saja belum berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan
tenaga, dana, dan sarana. Setelah dilakukan pemantauan dan diperoleh hasil
evaluasi, maka Pemerintah Pusat akan memberikan umpan balik kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota ataupun Propinsi, sehingga kinerja selama melakukan
kegiatan program obat publik dan perbekalan kesehatan dapat diketahui
kekurangannya dapat meningkatkan kinerjanya.
Saat ini pemantauan dan evaluasi dilakukan setiap satu tahun sekali. Idealnya
ketersediaan obat dipantau setiap tiga bulan (triwulan) untuk mengetahui dinamika
logistik di Instalasi Farmasi. Minimnya anggaran menyebabkan pemantauan dan
evaluasi hanya dapat dilaksanakan di 3 Kabupaten/Kota tiap provinsi di Indonesia
(Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2010). Proses
pemantauan dan evaluasi harus didukung dengan ketersediaan dana yang dibutuhkan
dan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya, sehingga proses pemantauan
dan evaluasi tersebut dapat berlangsung dengan baik, efektif, dan efisien
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis kepada pihak yang
dipantau dan dievaluasi, yaitu Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota maupun
Puskesmas agar pihak tersebut dapat mengetahui kekurangannya selama melakukan
kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan dan dapat meningkatkan
kinerjanya.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
49 Universitas Indonesia
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan PKPA di Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, diketahui bahwa tugas dan peran Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan telah sesuai dengan kaidah ilmiahnya yang
terperinci sebagai berikut:
a. Subdirektorat Analisa dan Standardisasi Harga berperan dalam mengendalikan
harga obat secara rasional sehingga harga obat terjangkau oleh masyarakat dan
menguntungkan bagi produsen. Namun dalam pelaksanaannya Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ini, tidak memiliki Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan tugasnya, sehingga memberikan
hambatan bagi pegawai baru dalam melakukan tugas serta pemantauan
kepatuhan terhadap proses kerja sulit untuk dilakukan.
b. Proses perencanaan pengadaan oleh Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dilakukan setahun sekali sehingga perencanaan dibuat
seefisien dan seefektif mungkin mengingat dalam penyediaan kebutuhan obat
publik dan perbekalan kesehatan ketersediaan anggaran sangat terbatas.
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan bertanggung
jawab dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,
penggunaan dan pelaporan untuk menjamin ketersediaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di unit pelayanan kesehatan tingkat dasar.
d. Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan yaitu:
- Menjamin kualitas penggunaan obat oleh masyarakat.
- Mengetahui pemasalahan dan strategi yg efektif dalam penyediaan obat.
- Menjaga pengelolaan obat agar berjalan dengan benar.
- Menilai keberhasilan pencapaian sasaran.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
50
Universitas Indonesia
5.2 Saran
5.2.1 Pembuatan SOP untuk setiap prosedur yang dilakukan di Direktorat Bina
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
5.2.2 Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis
pelaksanaan kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.
5.2.3 Hendaknya dalam pemilihan obat yang akan disediakan di PKD tidak
hanya berdasarkan morbiditas namun juga berdasarkan cost analysis
seperti cost minimization analysis.
5.2.4 Melakukan advokasi kepada pemerintah bersama organisasi profesi untuk
melakukan perekrutan apoteker dalam pengelolaan obat di daerah.
5.2.5 Pemantauan dan evaluasi sebaiknya di lakukan secara berkala tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga diperoleh gambaran nyata
mengenai ketersediaan obat ataupun praktik pemakaian obat yang sedang
berlangsung.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
51 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang TeknisPengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk PelayananKesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang - Undang Kesehatan RepublikIndonesia No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RIDirektorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Departemen Kesehatan. (2006). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta: DepartemenKesehatan RI
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Materi PelatihanPengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. (2010). Laporan hasilManajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn diInstansi pemerintah Tahun 2010. Jakarta : Kementerian KesehatanRepublik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MENKES/SK/III tentangKebijakan Obat Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. (2010a). Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk TeknisPenggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan TahunAnggaran 2011. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan RINo.1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata KerjaKementerian Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi PelatihanManajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Jakarta:Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentangRencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014.Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
52
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profile KementerianDirektorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: KementerianKesehatan RI
Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
World Health Organitation. (1999). Indicators for Monitoring National DrugPolities. 2nd ed. Geneva: WHO
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
54
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
55
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian danAlat Kesehatan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
56
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal BinaKefarmasian dan Alat Kesehatan
SEKRETARISDITJEN BINFAR
DAN ALKES
KABAG PI KABAGPEGUM KABAG HOH KABAG
KEUANGAN
KASUBBAGPROGRAM
KASUBBAGDATIN
KASUBBAGEVAPOR
KASUBBAGKEPEGAWAIAN
KASUBBAGTU&GAJI
KASUBBAG RT
KASUBBAGHUKUM
KASUBBAGORGANISASI
KASUBBAGHUMAS
KASUBBAGVER.&AKUN
KASUBBAGANGGARAN
KASUBBAGPERBENDAHARAAN
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
57
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
58
Lampiran 5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
DIREKTUR BINAPELAYANAN
KEFARMASIAN
SUBDITSTANDARISASI
SUBDIT FARMASIKOMUNITAS SUBDIT FARMASI
KLINIKSUBDIT
PENGGUNAANOBAT RASIONAL
SUBBAGIANTATA USAHA
SEKSI SANDARISASIPELAYANAN
KEFARMASIAN
SEKSI PELAYANANFARMASI KOMUNITAS
SEKSISTANDARISASI
PENGGUNAAN OBATRASIONAL
SEKSI PEMANTAUANDAN EVALUASI
FARMASI KOMUNITAS
SEKSIPEMANTAUAN
FARMASI KLINIK
SEKSIPEMANTAUAN DANEVALUASI FARMASI
KLINIK
SEKSI PROMOSIPENGGUNAAN OBAT
RASIONAL
SEKSI PEMANTAUANDAN EVALUASI
PENGGUNAAN OBATRASIONAL
KELOMPOKJABFUNG
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
59
Lampiran 6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi AlatKesehatan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
60
Lampiran 7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan DistribusiKefarmasian
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18-29 JUNI 2012
RANCANGAN STANDARISASI DISTRIBUSI OBAT YANG BAIKDI DAERAH KEPULAUAN
ANITA HASAN, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIDIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATANDIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATANKEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 18-29 JUNI 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
ANITA HASAN, S.Farm.1106153063
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii Universitas Indonesia
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Tujuan.......................................................................................... 2
DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK..................................................... 3
2.1 Prinsip Umum ........................................................................... 3
2.2 Peraturan Distribusi Produk Farmasi ……………………………............................................................
3
2.3 Organisasi dan Personalia ............................................................ 4
2.4 Menejemen Kualitas ……… ..................................................... 6
2.5 Pergudangan dan Penyimpanan................................................... 7
2.6 Pengiriman dan Transportasi ..................................................... 8
2.7 Dokumentasi ……………… ..................................................... 10
2.8 Pengemasan dan Pelabelan Ulang ............................................. 11
2.9 Pengaduan …………................................................................. 11
2.10 Penarikan Kembali ……….......................................................... 12
2.11 Pengembalian Produk ............................................................... 13
2.12 Produk Farmasi yang Palsu ….. ................................................ 13
2.13 Perjanjian Kontrak …………………….. ................................. 142.14 Evaluasi Diri …………………………………………………... 14
DISTRIBUSI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATANDI DAERAH KEPULAUAN …………. ....................................... 153.1 Definisi Distribusi ...................................................................... 15
3.2 Tujuan Distribusi.......................................................................... 15
3.3 Kegiatan DIstribusi ……............................................................ 15
3.4 Tata Cara Pendistribusian Obat ……………………………….. 19
3.5 Pencatatan Harian Pendistribusian Obat .................................... 19
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB 2
BAB 3
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iii Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................... 21
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 30
5.1 Kesimpulan....................................................................... 30
5.2 Saran ................................................................................. 30
DAFTAR ACUAN.................................................................................. 32
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan salah satu subsistem dari
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar tersedia
obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta
terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Obat
publik adalah obat yang disediakan oleh pemerintah dan digunakan untuk
keperluan pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas dan pelayanan
rujukan ke rumah sakit. Oleh karena itu pengelolaan obat publik yang efisien
dan efektif di daerah kepulauan perlu dilakukan.
Proses pengelolaan obat meliputi perencanaan, pemilihan obat, pengadaan,
pendistribusian, dan pemakaian. Distribusi obat diperlukan untuk menjamin
ketersediaan dan kecukupan obat di pelayanan kesehatan di daerah kepulauan.
Proses distribusi ini berlangsung tahap demi tahap mulai dari pemerintah pusat
hingga ke Puskesmas di masing-masing daerah (Direktorat Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan, 2005), sehingga membutuhkan pedoman khusus
yang berhubungan dengan proses distribusi obat.
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) menurut Permenkes No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau
bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Cara
distribusi obat yang saat ini ditetapkan lebih banyak mengatur cara distribusi
obat yang dilakukan industri farmasi melalui PBF dan belum mengatur
distribusi pada sarana pelayanan kesehatan. Mencermati kondisi tersebut dan
kondisi derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal juga adanya
berbagai masalah kesehatan masyarakat di daerah kepulauan, maka dianggap
perlu untuk menyusun standarisasi distribusi obat yang baik di daerah
kepulauan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Dalam laporan tugas khusu Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
memaparkan standarisasi distribusi yang dapat dijadikan pedoman bagi cara
distribusi obat yang baik pada sarana pelayanan kesehatan dasar di daerah
kepulauan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan tuguas khusus Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini adalah :
1. Mengetahui cara distribusi obat yang baik
2. Mengetahui tujuan distribusi obat di daerah kepulauan.
3. Mengetahui cara distribusi obat yang diterapkan saat ini.
4. Merancang pedoman distribusi obat dan perbekalan kesehatan yang baik
yang dapat diaplikasikan pada pelayanan kesehatan di daerah kepulauan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK
2.1. Prinsip Umum (World Health Organization, 2009)
Setiap pihak yang terlibat dalam distribusi obat memiliki tanggung
jawab untuk memastikan bahwa kualitas obat selama proses distribusi tetap
dipertahankan dari mulai produsen sampai ke konsumen. Prosedur
pendistribusian obat yang baik harus dimasukkan ke dalam undang-undang
nasional dan pedoman di suatu negara atau wilayah. Semua pihak yang terkait
harus terus dievaluasi untuk menilai kepatuhan terhadap prosedur yang
diberikan. Harus ada kerjasama yang baik antara semua pihak baik di
pemerintah, produsen, distributor, dan lembaga yang bertanggung jawab
untuk penyediaan obat untuk pasien. Kerjasama ini untuk memastikan
kualitas, kemanan produk farmasi, dan mencegah pasien mendapat obat yang
dipalsukan.
2.2. Peraturan Distribusi Produk Farmasi (World Health Organization, 2009)
Harus terdapat undang-undang nasional yang mengatur orang atau
suatu badan yang terlibat dalam distribusi produk farmasi. Tiap distributor
yang digunakan harus memiliki persyaratan sesuai dengan undang-undang
yang berlaku untuk melakukan fungsi distribusi. Distributor atau lembaga
yang mendistribusikan harus bertanggung jawab terhadap produk farmasi
yang didistribusikan. Distributor yang memiliki hak untuk mendistribusikan
produk farmasi harus mendapatkan produk farmasi hanya dari orang atau
badan yang memiliki kewenangan untuk menjual atau memasok produk
tersebut ke distributor. Hanya orang atau lembaga yang berwenang dapat
mengimpor atau mengekspor produk farmasi. Distributor atau agen hanya
dapat mendistribusikan produk farmasi disuatu negara jika mereka telah
mendapatkan hak untuk memasarkan dan memungkinkan penggunaan produk
tersebut di wilayah tersebut.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Distributor atau agen tersebut harus menyediakan produk farmasi
hanya untuk orang atau lembaga yang berwenang untuk memperoleh produk
baik untuk didistribusikan kembali atau untuk langsung dijual ke pasien atau
agen. Beberapa tugas dan tanggung jawab distribusi dapat didelegasikan atau
melalui kontrak kerjasama dengan badan atau orang berwenang yang ditunjuk
sesuai dengan undang-undang nasional. Tugas dan tanggung jawab harus
dibuat dalam perjanjian tertulis agar tidak terjadi kesenjangan atau kebijakan
yang tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Kegiatan ini harus
didokumentasikan dalam suatu perjanjian atau kontrak kerja dan harus di
evaluasi secara berkala.
2.3. Organisasi dan Personalia (World Health Organization, 2009)
Harus ada struktur organisasi yang jelas dan disertai pembuatan bagan
organisasi. Tanggung jawab, wewenang, dan hubungan antar anggota harus
jelas. Kewajiban dan tanggung jawab harus secara jelas dipaparkan dan
dipahami oleh tiap individu serta dicatat. Kegiatan tertentu mungkin
memerlukan perhatian khusus seperti pengawasan kinerja kegiatan, sesuai
dengan peraturan daerah. Setiap karyawan di setiap tingkat distribusi harus
diberikan informasi yang lengkap dan diberi pelatihan berkenaan dengan
tugas dan tanggung jawab mereka. Orang yang ditunjuk untuk bertanggung
jawab terhadap sistem mutu distribusi harus terdapat dalam kerangka
organisasi agar jelas tugas dan tanggung jawabnya.
Petugas manajerial dan teknis harus memiliki sumber daya dan
kewenangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, mengatur dan
menjaga sistem mutu, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan pada
sistem mutu yang ditetapkan. Tanggung jawab tersebut sebaiknya tidak
diberikan kepada seseorang yang tidak paham mengenai kualitas produk.
Harus terdapat peraturan yang memastikan bahwa manajemen dan petugas
tidak terlibat dalam sesuatu yang komersial, tekanan politik, keuangan atau
konflik kepentingan yang mungkin dapat merugikan kualitas pelayanan atau
keutuhan produk farmasi. Diperlukan adanya prosedur pengamanan yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
berhubungan dengan keselamatan kerja petugas dan fasilitas, perlindungan
lingkungan dan keutuhan produk.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan distribusi harus terlatih
dan berkualitas sesuai persyaratan distribusi obat yang baik. Pelatihan
tersebut harus berdasarkan standar prosedur operasional. Petugas menerima
pelatihan dari awal dan berkesinambungan. Pelatihan yang dilakukan harus
mencakup keamanan produk, identifikasi produk, pendeteksian pemalsuan
dan menghindari pemalsuan pada rangkaian distribusi. Semua catatan dari
hasil pelatihan harus disimpan. Petugas utama yang terlibat dalam distribusi
harus memiliki kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan tanggung
jawabnya untuk memastikan bahwa produk-produk farmasi tersebut
didistribusikan dengan benar.
Jumlah petugas distribusi yang kompeten harus memadai di semua
tingkat distribusi untuk memastikan bahwa kualitas produk farmasi
dipertahankan. Harus ada peraturan nasional yang berkaitan dengan
kualifikasi dan pengalaman petugas. Petugas yang berhubungan dengan
produk-produk berbahaya seperti bahan radioaktif, narkotika, bahan yang
mencemari lingkungan, dan atau produk farmasi berbahaya lainnya,
menyebabkan kebakaran atau ledakan harus diberikan pelatihan khusus.
Petugas yang terlibat dalam distribusi produk farmasi terutama apabila
berhubungan dengan produk farmasi yang berbahaya seperti bahan yang
sangat aktif, beracun, infeksi atau sensitisasi harus diberikan pakaian
pelindung. Prosedur yang berhubungan dengan kebersihan petugas yang
sesuai dengan kegiatan yang dilakukan harus ditetapkan dan diamati.
Prosedur tersebut harus mencakup kesehatan, kebersihan, dan pakaian
petugas. Prosedur dan status kerja petugas, termasuk kontrak dan staf
sementara, dan petugas yang memiliki hubungan ke produk farmasi harus
dapat membantu dalam meminimalkan kemungkinan produk farmasi jatuh ke
pihak yang tidak benar.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
2.4. Manajemen Kualitas (World Health Organization, 2009)
Jaminan mutu berfungsi untuk menghasilkan kepercayaan kepada
pelanggan. Kebijakan mutu harus didokumentasikan untuk menggambarkan
persyaratan dari distributor mengenai kualitas yang sesuai dinyatakan secara
resmi dan di sahkan oleh manajemen. Jaminan mutu harus mencakup struktur
organisasi yang tepat, terdapat prosedur, sumber daya dan tindakan sistematik
yang diperlukan untuk memastikan bahwa produk atau layanan dan
dokumentasi memenuhi persyaratan mutu. Keseluruhan dari tindakan ini
digambarkan sebagai “Sistem Mutu”. Inspeksi, audit, dan sertifikasi harus
sesuai dengan sistem mutu seperti International Standardization
Organization (ISO) yang direkomendasikan oleh badan eksternal. Sertifikasi
tersebut tidak harus, namun sebagai penggantinya dapat digunakan pedoman
nasional, regional, ataupun internasional berdasarkan prinsip pedoman
pendistribusian obat yang baik. Sistem mutu harus ditinjau dan direvisi secara
berkala.
Harus ada penelusuran produk farmasi di seluruh rangkaian distribusi,
hal ini merupakan tanggung jawab tiap pihak yang terlibat dan terdapat
prosedur untuk memastikan produk tersebut diterima dan didistribusikan
dengan baik untuk memudahkan penarikan produk kembali. Semua pihak
yang terlibat didalam rangkaian distribusi harus diidentifikasi dan peraturan
sistem distribusi yang dikembangkan haruslah aman, transparan, serta
terdokumentasi untuk memudahkan penelusuran produk pada sistem
distribusi mulai dari produsen. Catatan dapat terdiri dari tanggal kadaluarsa
atau catatan bets dapat menjadi data dokumentasi untuk memudahkan
ketelusuran. Harus ada prosedur yang menggambarkan silsilah dokumentasi
atau identifikasi produk palsu. Prosedur tersebut dilengkapi dengan ketentuan
untuk pemberitahuan, ijin edar yang sesuai, berlabel, sesuai dengan peraturan
nasional, regional, atau internasional untuk memudahkan penelusuran.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
2.5. Pergudangan dan Penyimpanan (World Health Organization, 2009)
Praktek penyimpanan yang baik berlaku disemua keadaan dimana
produk farmasi disimpan dan selama proses distribusi. Pada daerah
penyimpanan harus terdapat tindakan untuk mencegah orang yang tidak
berkepentingan memasuki area penyimpanan. Area penyimpanan harus
memiliki kapasitas yang cukup agar memungkinkan penyimpanan yang
teratur dari berbagai jenis produk farmasi yaitu produk komersial, non
komersial, produk dikarantina, ditolak, dikembalikan atau menarik kembali
produk dan serta produk yang diduga sebagai produk palsu. Area
penyimpanan harus dirancang dan disesuaikan untuk menghasilkan
penyimpanan yan sesuai dan kondisi yang baik. Secara khusus harus bersih
dan kering serta disimpan pada suhu yang dapat diterima. Produk farmasi
harus disimpan diatas lantai dan di beri jarak yang sesuai untuk memudahkan
pembersihan dan pemeriksaan. Palet harus disimpan dengan kebersihan dan
adanya tindakan perbaikan yang baik. Area penyimpanan harus bersih, bebas
dari limbah dan kutu. Organisasi yang bertanggung jawab dalam distribusi
harus memastikan bahwa bangunan dan area penyimpanan dibersihkan secara
teratur.
Diperlukan adanya program tertulis mengenai pengendalian hama.
Bahan yang digunakan untuk pengendalian hama harus aman dan tidak boleh
ada resiko kontaminasi produk. Harus ada prosedur yang tepat untuk
membersihkan semua bentuk tumpahan agar terhindar dari resiko
kontaminasi. Apabila diduga terjadi kontaminasi maka diperlukan adanya
pengambilan sampel. Sampling dilakukan di tempat penyimpanan dan
dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontminasi dan kontaminasi
silang. Prosedur pembersihan yang tepat harus ditempel di daerah
pengambilan sampel. Pada proses penerimaan dan pengiriman barang harus
melindungi produk-produk farmasi dari cuaca.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
2.6. Pengiriman dan Tranportasi (World Health Organization, 2009)
Produk farmasi hanya boleh dijual dan atau didistribusikan kepada
orang atau badan yang berwenang dan terdapat bukti tertulis tersebut sebelum
distribusi dilakukan. Sebelum pengiriman produk tersebut penyalur produk
farmasi harus memastikan bahwa orang atau badan, misalnya penerima
kontrak untuk transportasi sadar bahwa produk yang akan didistribusikan
adalah produk farmasi sehingga harus sesuai dalam penyimpanan dan kondisi
transportasi.
Harus terdapat prosedur tertulis untuk pengiriman produk farmasi
dengan mempertimbangkan sifat dari produk dan beberapa tindakan
pencegahan khusus untuk menghindari produk rusak atau dicuri. Pada
pengiriman produk farmasi diperlukan orang yang bertanggung jawab dan
berkualitas. Terdapat beberapa catatan dalam pengiriman produk farmasi
yang mencakup informasi berikut:
a. Tanggal pengiriman
b. Pengirim lengkap dan alamat, pihak yang bertanggung jawab atas
transportasi, dan nomor telepon.
c. Deskripsi produk, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan
(jika berlaku)
d. Kuantitas produk, yaitu jumlah wadah dan kuantitas per wadah (jika
berlaku)
e. Dituliskan nomor batch dan tanggal kadaluwarsa
f. Transportasi yang diperbolehkan dan kondisi penyimpanan selama
pengiriman
g. Nomor unik untuk memungkinkan identifikasi pada pesan antar
Kendaraan dan pengendara dilengkapi dengan keamanan tambahan
dan tepat untuk mencegah pencurian dan penyalahgunaan selama transportasi.
Produk farmasi dan dokumen yang menyertainya harus diamankan untuk
memastikan bahwa identifikasi dan verifikasi sesuai dengan persyaratan.
Kebijakan dan prosedur harus diikuti oleh semua orang yang terlibat dalam
transportasi untuk mengamankan produk farmasi. Orang-orang yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
bertanggung jawab dalam pengangkutan produk farmasi harus diberikan
informasi tentang semua kondisi yang terkait untuk penyimpanan dan
transportasi. Persyaratan ini harus dipatuhi seluruh transportasi dan pada
setiap tahap penyimpanan. Produk farmasi harus disimpan dan diangkut
sesuai dengan prosedur seperti:
a. Identitas produk tidak hilang
b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain
c. Terdapat tindakan pencegahan apabila terjadi tumpahan,
penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian
d. Kondisi lingkungan yang sesuai dipertahankan, misalnya
menggunakan rangkaian dingin untuk produk termolabil
Kondisi penyimpanan yang diperlukan untuk produk farmasi harus tetap
dipertahankan dalam batas yang dapat diterima selama transportasi. Apabila
terdapat penyimpangan maka harus segera dilaporkan kepada distributor.
Produk farmasi yang memerlukan penanganan khusus seperti suhu
dan kelembaban harus disediakan oleh produsen, dipantau dan dicatat. Produk
farmasi yang mengandung bahan berbahaya seperti racun, radioaktif, rentan
disalahgunakan, mudah terbakar atau meledak harus disimpan di tempat aman
baik wadah maupun kendarannya, terpisah dan tertutup. Produk narkotika
diangkut dalam wadah yang aman dan disimpan di daerah yang aman.
Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin untuk mencegah
terjadinya kontaminasi, kontaminasi silang yang berbahaya. Harus terdapat
prosedur tertulis untuk penanganan setiap kejadian. Produk yang ditolak,
kadaluwarsa, produk yang dikembalikan atau yang dicurigai palsu terdapat
pemisahan dalam penyimpanan dan pengangkutan. Produk harus diidentifikasi
dengan tepat, aman dikemas, diberi label yang jelas dan disertai dengan
dokumen pendukung yang sesuai. Kendaraan harus tetap bersih dan kering saat
pengangkutan produk farmasi. Kemasan dan wadah pengiriman didesain
dengan sesuai untuk mencegah kerusakan produk farmasi selama transportasi.
Pengendara atau supir kendaraan harus teridentifikasi dan
terdokumentasi dengan baik untuk memastikan bahwa mereka mampu untuk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
membawa produk farmasi. Kerusakan wadah atau masalah yang terjadi
selama pengangkutan harus dicatat dan dilaporkan kepada badan, departemen
terkait atau berwenang, dan diselidiki. Produk farmasi dalam pengangkutan
harus disertai dengan dokumentasi yang sesuai.
2.7. Dokumentasi (World Health Organization, 2009).
Diperlukan peraturan tertulis dan catatan untuk mendokumentasikan
semua kegiatan yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi, termasuk
semua penerimaan yang berlaku dan masalahnya. Catatan harus disimpan
oleh distributor dari semua produk farmasi, sedikitnya memuat informasi
tanggal, nama produk farmasi, jumlah barang yang diterima, atau dipasok,
nama dan alamat pemasok. Peraturan harus ditetapkan dan dipelihara untuk
persetujuan, meninjau persiapan, menggunakan dan mengontrol perubahan
untuk semua dokumen yang berhubungan dengan proses distribusi.
Dokumen, instruksi khusus, dan prosedur yang berkaitan dengan aktivitas
yang bisa berdampak pada kualitas produk farmasi, harus dirancang,
dilengkapi, diulas dan didistribusikan dengan hati-hati.
Judul, sifat dan tujuan dari setiap dokumen harus dinyatakan dengan
jelas. Isi dokumen harus jelas dan tidak meragukan. Dokumen harus ditata
secara teratur dan memudahkan untuk diperiksa. Semua dokumen harus
disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh orang yang berwenang dan
tidak boleh diubah tanpa alasan kewenangan yang jelas. Sifat dan isi
dokumen yang berkaitan dengan distribusi produk farmasi dari setiap
investigasi yang dilakukan dan tindakan yang diambil, harus sesuai dengan
persyaratan peraturan yang dibuat. Apabila persyaratan tersebut tidak ada,
dokumen harus disimpan untuk setidaknya satu tahun setelah tanggal
kedaluwarsa produk.
Catatan yang berkaitan dengan penyimpanan produk farmasi harus
disimpan dan segera tersedia apabila dibutuhkan. Catatan tertulis atau
elektronik, harus ada untuk setiap produk yang disimpan untuk menunjukkan
kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, setiap tindakan pencegahan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
yang harus diamati. Sebaiknya terdapat peraturan untuk pengaturan suhu,
layanan keamanan untuk mencegah pencurian atau kerusakan barang di
fasilitas penyimpanan, produk yang tidak dapat digunakan dan penyimpanan
catatan. Dimana catatan yang didapatkan dan disimpan dalam bentuk
elektronik, sebaiknya di gandakan untuk mencegah kehilangan data
disengaja.
2.8. Pengemasan dan Pelabelan Ulang (World Health Organization, 2009).
Pengemasan dan pelabelan ulang harus dibatasi, karena dapat
memungkinkan terjadinya resiko terhadap keselamatan dan keamanan pada
rangkaian distribusi. Proses ini dilakukan oleh pihak yang berwenang yang
tepat agar pelaksanaannya sesuai dengan pedoman nasional, regional, dan
internasional sesuai dengan pedoman distribusi obat yang baik.
2.9. Pengaduan (World Health Organization, 2009).
Harus ada prosedur tertulis untuk menangani keluhan. Harus dibuat
perbedaan antara keluhan mengenai suatu produk atau kemasannya dan yang
berkaitan dengan distribusi. Dalam kasus mengenai keluhan terhadap kualitas
produk atau kemasannya asli dari produsen dan atau pemegang hak
pemasaran harus diinformasikan sesegera mungkin. Semua pengaduan dan
informasi lain tentang produk farmasi yang berpotensi rusak dan palsu harus
ditinjau dengan hati-hati agar sesuai dengan prosedur yang tertulis yang
menjelaskan mengenai tindakan yang harus diambil. Setiap pengaduan
mengenai kecacatan bahan harus dicatat dan diselidiki secara menyeluruh
untuk mengidentifikasi asal atau alasan pengaduan misalnya prosedur
pengemasan ulang atau asli proses produksi. Cacat yang ditemukan atau
diduga berkaitan dengan produk farmasi, namun terdapat pertimbangan harus
diberikan dan produk dari batch lain juga harus diperiksa. Diperlukan tindak
lanjut yang tepat setelah dilakukan penyelidikan dan evaluasi mengenai
pengaduan . Pengaduan mengenai masalah kualitas produk atau kasus yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
dicurigai produk palsu harus didokumentasikan dan diinformasikan ke bagian
yang memiliki kewenangan tentang peraturan.
2.10. Penarikan Kembali (World Health Organization, 2009)
Diperlukan prosedur tertulis mengenai produk farmasi yang diduga
rusak atau palsu untuk segera dilaporkan oleh seseorang yang bertanggung
jawab. Sistem tersebut harus disesuaikan dengan pembinaan atau pelatihan
yang dikeluarkan oleh pengawas nasional atau regional. Prosedur tersebut
harus diperiksa secara teratur dan diperbaharui apabila diperlukan. Para
produsen atau pemegang hak untuk pemasaran harus diberitahukan apabila
ada penarikan kembali melalui berita acara. Pada proses penarikan kembali
ini sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan produsen atau
pemegang izin pemasaran meskipun penarikan ini tidak dilakukan langsung
oleh produsen atau pemegang pemasaran. Mengingat informasi harus
diberitahukan dangan peraturan yang tepat. Jika penarikan produk asli
diperlukan karena produk palsu yang tidak mudah dibedakan dari produk
asli, produsen dari produk asli dan badan kesehatan yang terkait harus
diberitahu.
Efektivitas pengaturan harus dievaluasi secara berkala. Semua produk
farmasi yang akan ditarik kembali harus tetap disimpan di tempat yang aman
dan terpisah. Produk farmasi yang ditarik harus dipisahkan selama
pengangkutan dan diberi label yang jelas agar mudah diingat. Produk yang
dalam pengangkutan tidak mungkin untuk dipisahkan harus dikemas dengan
baik agar aman, diberi label yang jelas, dan disertai dokumentasi yang sesuai.
Kondisi penyimpanan yang baik tetap harus dijaga mulai dari penyimpanan
dan pengangkutan sampai keputusan mengenai produk tersebut selesai dibuat.
Semua pejabat yang berwenang dari tempat yang didistribusikan harus segera
diberitahu bahwa produk tersebut diduga rusak atau palsu. Semua
pengembalian barang harus tercatat yang dilakukan oleh pihak yang
bertanggung jawab. Catatan ini harus berisi informasi yang cukup jelas untuk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
produk yang disalurkan ke bagian lain. Kemajuan dari proses penarikan
kembali harus dicatat dan laporan akhir diterbitkan, terutama perihal produk
yang dilaporkan dan dikembalikan.
2.11. Pengembalian Produk (World Health Organization, 2009)
Distributor harus menerima kembali produk farmasi atau menukarnya
sesuai dengan syarat dan kondisi sesuai dengan perjanjian antara distributor
dan penerima. Kedua pihak tersebut harus bertanggung jawab untuk
mengelola dan memproses pengembalian produk untuk memastikan bahwa
proses ini aman dan tidak mengizinkan masuknya produk palsu. Produk
yang dikembalikan dinilai berdasarkan dibutuhkannya kondisi penyimpanan
khusus, sejarah dan waktu sejak produk dikeluarkan. Hasil penilaian
menimbulkan keraguan atas kualitas suatu produk farmasi tidak cocok untuk
digunakan kembali. Produk farmasi yang ditolak akan dikembalikan ke
distributor, dalam hal ini harus dilakukan tepat identifikasi dan ditangani
sesuai dengan prosedur yang melibatkan pemisahan produk di tempat
khusus. Kondisi penyimpanan produk yang ditolak atau dikembalikan harus
sesuai dengan standar penyimpanan yang baik, baik pada saat disimpan atau
dalam kedaan transit. Produk farmasi yang hancur harus dibuang mengikuti
persyaratan pembuangan limbah yang baik agar tidak mencemari
lingkungan. Catatan mengenai produk yang dikembalikan, ditolak, atau
hancur harus disimpan.
2.12. Produk Farmasi yang Palsu (World Health Organization, 2009)
Produk farmasi palsu yang ditemukan dalam rangkaian ditribusi harus
disimpan terpisah dari produk farmasi lain untuk menghindari kebingungan.
Produk tersebut harus diberikan cap tidak untuk dijual dan harus
diberitahukan kepada pihak berwenang setempat dan pihak pemasaran
produk asli. Penjual dan distribusi obat palsu harus dicurigai dan dilaporkan
ke badan pengawas nasional tanpa penundaan. Setelah keputusan resmi
terhadap produk palsu dibuat, produk tersebut harus diserahkan kepada
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
perusahaan pembuangan, memastikan produk tersebut tidak memasuki
pasar, dan keputusan tersebut dicatat.
2.13. Perjanjian Kontrak (World Health Organization, 2009)
Setiap kegiatan yang berhubungan dengan distribusi produk farmasi
yang di delegasikan kepada orang atau badan lain harus dilakukan oleh
pihak yang berwenang dimana fungsi dan ketentuan terdapat dalam kontrak
tertulis yang disepakati oleh pemberi dan penerima kontrak. Kontrak harus
berisi tanggung jawab masing-masing pihak termasuk ketaatan terhadap
prosedur pendistribusian yang baik dan dapat diterapkan. Hal ini juga
mencakup tanggung jawab penerima kontrak dalam hal mencegah
masuknya obat palsu kedalam rangkaian distribusi, seperti pada pelatihan.
Semua penerima kontrak harus memenuhi persyaratan dalam pedoman ini.
2.14. Evaluasi Diri (World Health Organization, 2009)
Inspeksi diri perlu dilakukan untuk membantu pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap prosedur-prosedur distribusi obat yang baik dan jika
perlu untuk mendorong adanya evaluasi dan tindakan pencegahan. Hasil
dari inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan
yang dilakukan selama inspeksi, tempat kejadian, dan proposal untuk
tindakan perbaikan. Harus ada program perbaikan yang efektif. Pihak
manajemen harus mengevaluasi laporan inspeksi, dan terdapat catatan dari
setiap tindakan yang diambil.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
15 Universitas Indonesia
BAB 3
DISTRIBUSI OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN
DI DAERAH KEPULAUAN
3.1. Definisi Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran
dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat
jenis dan jumlah dari instalasi farmasi secara merata dan teratur utuk
memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan
RI, 2005). Distribusi obat dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang
cukup sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan
serta mempertahankan tingkat persediaan obat (Direktorart Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010).
3.2. Tujuan Ditribusi (Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI, 2010)
3.2.1. Terlaksananya distribusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat
diperolah pada saat dibutuhkan
3.2.2. Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saat
pendistribusian
3.2.3. Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit
pelayanan kesehatan
3.2.4. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan
program kesehatan.
3.3. Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi obat publik dan perbekkes di instalasi farmasi
terdiri dari :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
3.3.1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan
pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan.
3.3.1.1. Perencanaan distribusi
Instalasi Farmasi merencanakan dan melaksanakan pendistribusian obat-
obatan ke unit pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya terutama di
daerah Kepulauan serta sesuai kebutuhan , untuk itu dilakukan kegiatan-
kegiatan perumusan stok optimum, penetapan frekuensi pengiriman obat-
obatan ke unit pelayanan kesehatan, dan penyusunan peta lokasi, jalur
dan jumlah pengiriman.
a. Perumusan stok optimum
Perumusan stok optimum persediaan dilakukan dengan
memperhitungkan siklus distribusi rata-rata pemakaian,waktu tunggu
serta ketentuan mengenai stok pengamanan. Rencana distribusi obat
ke setiap unit pelayanan kesehatan termasuk rencana tingkat
ketersediaan, didasarkan kepada besarnya stok optimum setiap jenis
obat di setiap unit pelayanan kesehatan.
Stok optimum = rata-rata pemakaian obat dalam satu periode tertentu
+stok pengaman + waktu tunggu
Penghitungan stok optimum dilakukan oleh Instalasi Farmasi
(IF). Pada akhir periode distribusi akan diperoleh persediaan sebesar
stok pengaman di setiap unit pelayanan kesehatan. Rencana tingkat
ketersediaan di Instalasi Farmasi (IF) tiap akhir periode juga dapat
ditetapkan. Tujuan dari penetapan rencana ketersediaan pada akhir
atau awal rencana distribusi adalah untuk memastikan bahwa
persediaan obat di Instalasi Farmasi (IF) cukup untuk melayani
kebutuhan obat selama periode distribusi tersebut. Posisi persediaan
yang direncanakan tersebut diharapkan dapat mengatasi setiap
penyimpangan keterlambatan pelaksanaan permintaan obat oleh unit
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
pelayanan kesehatan atau pengiriman obat oleh Instalasi Farmasi (IF)
di Kabupaten/Kota..
b. Penetapan frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan
kesehatan
Frekuensi pengiriman obat-obatan ke unit pelayanan kesehatan
ditetapkan dengan memperhatikan anggaran yang tersedia, jarak unit
pelayanan kesehatan (UPK) dari Instalasi Farmasi (IF), fasilitas
gudang UPK, sarana yang ada di Instalasi Farmasi (IF), jumlah tenaga
di Instalasi Farmasi (IF), faktor geografis dan cuaca
c. Penyusunan peta lokasi, jalur,dan jumlah pengiriman
Pembuatan peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di
wilayah kerja diperlukan agar alokasi biaya distribusi dapat
dipergunakan secara efektif dan efisien maka Instalasi Farmasi (IF)
perlu membuat peta lokasi dari unit-unit pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya. Jarak (Km) antara Instalasi Farmasi (IF) dengan
setiap unit pelayanan kesehatan dicantumkan pada peta lokasi.
Dengan mempertimbangkan jarak, biaya transportasi atau kemudahan
fasilitas yang tersedia dapat ditetapkan rayonisasi dari wilayah
pelayanan distribusi.
Disamping itu dilakukan pula upaya lain untuk memanfaatkan
kegiatan-kegiatan yang dapat membantu pengangkutan obat ke unit
pelayanan kesehatan,misalnya kunjungan rutin petugas Kabupaten /
Kota ke unit pelayanan kesehatan, pertemuan dokter Puskesmas yang
diselenggarakan di Kabupaten / Kota dan sebagainya. Berdasarkan hal
tersebut dapat ditetapkan jadwal pengiriman untuk setiap rayon
distribusi misalnya pada rayon distribusi yang dapat dilayani sebulan
sekali, tiga bulan sekali, dan tiap enam bulan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia dan lokasi unit pelayanan kesehatan.
Pembuatan daftar rayon dan jadwal distribusi tiap rayon disertai
dengan nama unit pelayanan kesehatan di rayon tersebut lengkap
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
dengan nama dokter Kepala UPK serta penanggung jawab pengelola
obatnya.
3.3.2. Kegiatan distribusi khusus
Kegiatan distribusi khusus di Instalasi Farmasi (IF) Kabupaten / Kota
dilakukan sebagai berikut:
3.3.2.1. Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota menyusun rencana distribusi obat
untuk masing-masing program sesuai dengan rencana pelaksanaan
kegiatan program yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi atau
Kabupaten / Kota. IFK di Kabupaten / Kota bekerjasama dengan
penanggung jawab program mengusahakan pendistribusian obat sebelum
pelaksanaan kegiatan masing-masing program.
3.3.2.2. Distribusi obat program kepada puskesmas dilakukan atas permintaan
penanggung jawab program yang diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
3.3.2.3. Untuk pelaksanaan program penanggulangan penyakit tertentu seperti
malaria, Frambusia,dan dan penyakit kelamin, bilamana obatnya diminta
langsung oleh petugas program kepada IFK Kabupaten/ Kota tanpa
melalui Puskesmas, maka petugas yang bersangkutan harus membuat
permintaan dan laporan pemakaian obat yang diketahui oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3.3.2.4. Obat program yang diberikan langsung oleh petugas program kepada
penderita di lokasi sasaran, diperoleh atau diminta dari Puskesmas yang
membawahi lokasi sasaran. Setelah selesai pelaksanaan pemberian obat,
bilamana ada sisa obat harus dikembalikan ke Puskesmas yang
bersangkutan. Khusus untuk Program Diare diusahakan ada sejumlah
persediaan obat di Posyandu yang penyediaannya diatur oleh Puskesmas.
3.3.2.5. Untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana alam, distribusi dapat
dilakukan melalui permintaan maupun tanpa permintaan oleh Puskesmas.
Apabila diperlukan, Puskesmas yang wilayah kerjanya terkena KLB atau
bencana dapat meminta bantuan obat kepada Puskesmas terdekat.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
3.4 Tata Cara Pendistribusian Obat (Direktorart Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2010)
3.4.1. Instalasi Farmasi (IF) di Kabupaten/ Kota melaksanakan distribusi obat ke
Puskesmas dan di wilayah kerjanya sesuai kebutuhan masing-masing Unit
Pelayanan Kesehatan.
3.4.2. Puskesmas Induk mendistribusikan kebutuhan obat untuk Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling dan Unit-unit Pelayanan Kesehatan lainnya
yang ada di wilayah binaannya.
3.4.3. Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Instalasi
Farmasi (IF) ke Puskesmas Pembantu sesuai dengan situasi dan kondisi
wilayah atas persetujuan Kepala Dinas Kesehatan.
3.4.4. Tata cara distribusi obat ke Unit Pelayanan Kesehatan dapat dilakukan
dengan cara penyerahan oleh Instalasi Farmasi (IF) ke Unit Pelayanan
Kesehatan, atau pengambilan sendiri oleh UPK di IFK, atau cara lain yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
3.4.5. Obat-obatan yang akan dikirim ke puskesmas harus disertai dengan lembar
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) . Sebelum
dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim, maka perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap jenis dan jumlah obat, kualitas atau
kondisi obat, isi kemasan dan kekuatan sediaan, kelengkapan dan
kebenaran dokumen pengiriman obat, nomor batch, tanggal kadaluarsa,
dan nama pabrik.
3.4.6. Tiap pengeluaran obat dari Instalasi Farmasi (IF) harus segera dicatat pada
kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta Buku Harian Pengeluaran
Obat.
3.5 Pencatatan Harian Pendistribusian Obat
3.5.1. Pencatatan harian penerimaan obat
Obat yang telah diterima harus segera dicatat pada buku harian penerimaan
obat. Fungsinya adalah sebagai lembar kerja bagi pencatatan penerimaan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
obat, sebagai sumber data dalam melakukan kegiatan distribusi ke unit
pelayanan, dan sebagai sumber data untuk menghitung persentase realisasi
kontrak pengadaan obat.
3.5.2. Pencatatan harian pengeluaran obat
Obat yang telah dikeluarkan harus segera dicatat dan dibukukan pada
Buku Harian Pengeluaran Obat sesuai data obat dan dokumen obat
tersebut. Fungsinya adalah sebagai dokumen yang memuat semua catatan
pengeluaran, baik mengenai data obatnya maupun dokumen yang
menyertai pengeluaran obat tersebut. Informasi yang didapat adalah data
jumlah obat yang dikeluarkan, nomor dan tanggal dokumen yang
menyertainya, serta unit penerima obat. Informasi ini bermanfaat sebagai
sumber data untuk perencanaan dan pelaporan. Terdapat beberapa kegiatan
yang harus dilakukan, antara lain:
3.5.2.1. Petugas penyimpanan dan pendistribusian mengelola dan mencatat
pengeluaran obat di Buku Harian Pengeluaran Obat. Buku Harian
Pengeluaran Obat memuat semua catatan pengeluaran obat, baik
mengenai data obat maupun catatan dokumen obat tersebut.
3.5.2.3. Buku Catatan Harian penerimaan/Pengeluaran Obat ditutup tiap hari dan
dibubuhi paraf/tanda tangan Kepala Unit Pengelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan.
3.5.2.4. Kolom buku harian penerimaan/pengeluaran obat diisi sebagai berikut:
a. Nomor urut sesuai dengan pengeluaran obat
b. Tanggal pengeluaran barang
c. Nomor tanda bukti pengeluaran baik yang berupa surat kiriman dan
tanggal dokumen tersebut
d. Nama perusahaan pengirim
e. Jumlah item obat
f. Total harga
g. Keterangan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
21 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Melihat betapa pentingnya peranan obat dalam pelayanan kesehatan, maka
perlu adanya standar pola organisasi pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan di daerah kepulauan agar sumber daya yang tersedia dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi. Distribusi yang baik bertujuan terlaksananya distribusi obat dan
penggunaan obat untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan dan
penyalahgunaan, menjamin keabsahan dan mutu obat agar obat yang sampai ke
konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan
penggunaannya.
Struktur organisasi yang akan dibentuk tentunya struktur organisasi yang
baik. Struktur organisasi yang baik harus memenuhi syarat sehat dan efisien.
Struktur organisasi sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat
menjalankan peranannya dengan tertib. Struktur organisasi efisien berarti dalam
menjalankan peranannya tersebut masing-masing satuan organisasi dapat
mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja. Bentuk organisasi
unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di daerah kepulauan harus
dibuat dengan jelas. Bentuk-bentuk struktur organisasi dibedakan sebagai berikut :
(Gibson,1996)
a. Struktur garis (sederhana)
Organisasi bentuk garis di ciptakan oleh Henry Fayol. Pada
struktur organisasi ini, wewenang dari atasan disalurkan secara vertikal
kepada bawahan. Begitu juga sebaliknya, pertanggungjawaban dari
bawahan secara langsung di tujukan kepada ataan yang memberi
perintah. Umumnya organisasi yang memakai struktur ini adalah
organisasi yang masih kecil, jumlah karyawannya sedikit dan
spesialisasi kerjanya masih sederhana.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Ciri-Ciri. Kesatuan perintah terjamin. Pembagian kerja jelas dan
mudah dilaksanakan. Organisasi tergantung pada satu pimpinan. Ruang
lingkup Organisasinya lebih kecil dan jumlah anggota juga sedikit.
Hubungan kerja antara atasan dan bawahan bersifat langsung. Tujuan
alat-alat yang digunakan dan struktur organisasi bersifat sederhana.
Tingkat spesialisasi yang dibutuhkan masih sangat rendah. Semua
anggota organisasi masih kenal antara satu sama lainnya. Produksi yang
dihasilkan belum beraneka ragam (defersified).
Kelebihan struktur garis. Karyawan akan lebih menyadari tugas,
tanggung jawab, dan pekerjaan yang diembannya, karena struktur ini
lebih mudah dimengerti. Struktur ini juga menjadikan pengambilan
keputusan dapat dilakukan dengan cepat karena tidak ada halangan
birokrasi. Biaya-biaya yang berkaitan dengan koordinasi dan kontrol
biasanya relatifkecil.
Kekurangan struktur garis. Kurang fleksibel dalam menyediakan
spesialisasi yang dibutuhkan ketika perusahaan menjadi lebih luas dan
kompleks. Tugas karyawan yang terbatas sejak awal menghalangi
mereka mendapatkan pengalaman yang dibutuhkan untuk meningkat ke
posisi manajerial.
b. Struktur Fungsional
Struktur organisasi fungsional diciptakan oleh F. W. Taylor.
Struktur ini berawal dari konsep adanya pimpinan yang tidak
mempunyai bawahan yang jelas dan setiap atasan mempunyai
wewenang memberi perintah kepada setiap bawahan, sepanjang ada
hubungannya dengan fungsi atasan tersebut. Setiap pegawai mempunyai
pengawas lebih dari satu orang atasan yang berberda-beda. Struktur ini
banyak ditemukan pada organisasi atau perusahaan area spesialisasi
sebagai dasar eksistensi sebuah departemen. Struktur ini lazim
ditemukan pada perusahaan kecil dan menengah, yang memusatkan
pengambilan keputusan pada tingkat tertinggi dari perusahaan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Ciri-ciri tidak menjamin adanya kesatuan perintah. Keahlian para
pengawas dan pegawai berkembang menuju spesialisasi. Penghematan
waktu dapat dilakukan karena mengerjakan pekerjaan yang sama.
Kelebihan struktur fungsional yaitu Keahlian yang dimiliki oleh seorang
spesialis fungsional. Keahlian ini memudahkan mereka dalam
memecahkan masalah yang terjadi pada area tertentu yang berada di
bawah wewenangnya. Menghindari duplikasi, di mana struktur ini tidak
terdapat fungsi yang berganda atau redundant, sehingga sumber daya
organisasi dapat dipergunakan lebih efisien dan terfokus.
Kelemahan struktur fungsional. Kebingungan yang terjadi ketika
karyawan memiliki dua atau lebih supervisor. Kekurangan lain yaitu
kemungkinan manajer untuk menghindari area yang mereka wewenangi
secara fungsional, situasi yang mungkin berdampak negatif bagi
koordinasi aktivitas tertentu.
c. Struktur Staff
Organisasi dalam bentuk staff yang mempunyai hubungan dengan
pucuk pimpinan. Berfungsi memberikan bantuan baik berupa pikiran
maupun bantuan lain demi kelancaran tugas pimpinan dalam mencapai
tujuan secara keseluruhan. Bentuk ini tidak mempunyai garis komando
ke bawah. Staff yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang
tugasnya memberi nasehat dan saran dalam bidang kepada pemimpin
dalam organisasi.
Kelebihan struktur staff yakni Pembagian tugas yang jelas antara
staff dan anggota yang lain. Berkembangnya spesialisasi para anggota.
Koordinasi di dalam setiap bagian dapat diterapkan dengan mudah.
Kelemahan struktur staff. Pemimpin staff melampaui kewenangannya.
Kesenjangan sosial antara pemimpin dan anggotanya.
d. Struktur Garis dan Staff
Struktur organisasi ini merupakan struktur organisasi gabungan
yang dikembangkan oleh Harrington Emerson. Struktur ini umumnya di
gunakan oleh organisasi yang besar, daerah kerja luas, bidang tugas
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
yang beraneka ragam dan jumlah bawahan yang banyak sehingga
pimpinan tidak bisa bekerja sendiri, melainkan memerlukan bantuan staf
ahli yaitu orang yang ahli dalam bidang tertentu yang bertugas memberi
nasihat dan saran kepada pimpinan dalam organisasi tersebut.
Kelebihan struktur garis dan staf. Posisi garis terbebas dari aktivitas
khusus yang dapat diberikan kepada karyawan staf. Fleksibilitas dari
personel staf dapat memudahkan mereka untuk melaksanakan dan
menyelesaikan proyek baru dengan jumlah yang minimum. Koordinasi
dalam setiap unit kegiatan dapat diterapkan dengan mudah.
Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang
melakukan tugas pokok organisasi dan kelompok staf yang melakukan
kegiatan penunjang.
Kekurangan struktur garis dan staf. Konflik antara karyawan posisi
garis dan staf sering menjadi masalah. Misalnya, karena karyawan staf
terlalu mendominasi sering kali karyawan posisi garis menghiraukan
masukan mereka.
e. Struktur Produk
Struktur ini digunakan jika perusahaan memutuskan produk yang
mereka hasilkan sebagai dasar penetapan atau pembuatan struktur
organisasi sebuah perusahaan. Jenis organisasi ini membagi tugasnya ke
dalam dimensi produk. Artinya sebuah garis koordinasi atau kelompok
koordinasi terbagi atas jenis produk yang dihasilkan oleh organisasi
tersebut. Pada masing-masing produk terdapat bagian atau divisi yang
mendukung kesuksesan produk di pasar. Masing-masing produk akan
memiliki divisi pemasaran, SDM, dan produksi sendiri-sendiri.
Struktur organisasi ini muncul sebagai respon atas segmen pasar yang
ingin fokus dikembangkan. Pada akhirnya, perusahaan akan berusaha
semaksimal mungkin untuk bisa bersaing pada segmen pasar yang
dituju. Perusahaan akan memaksimalkan setiap sumber daya yang ada di
perusahaan sehingga bisa maksimal dalam merancang dan membuat
sebuah produk untuk segmen pasar tertentu.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Kelebihan struktur produk. Penanggung jawab dari produk akan
sangat jelas, sehingga fokus kinerja terhadap konsumen lebih jelas dan
memuaskan. Struktur ini baik digunakan untuk perusahaan yang
memiliki lini bisnis atau produk yang bervariasi. Variasi dari jumlah
produk yang dihasilkan memerlukan koordinasi yang tinggi, sehingga
struktur ini akan memfasilitasi perusahaan sehingga masalah koordinasi
dalam sebuah produk yang dihasilkan akan mudah terselesaikan. Selain
itu, faktor lingkungan yang berubah dengan cepat juga akan sangat
sesuai jika dihadapi dengan jenis struktur organisasi ini.
Kekurangan struktur produk. Dengan dimungkinkannya tiap divisi untuk
berjalan dengan caranya sendiri dibandingkan dengan struktur lainnya,
hal ini dapat mengakibatkan kegagalan beberapa divisi dalam mencapai
tujuan perusahaan.
f. Struktur Matriks
Struktur ini merupakan struktur yang paling baru dari semua
struktur organisasi yang ada dan paling sering digunakan oleh
perusahaan yang melakukan proyek rumit. Struktur ini
mengintegrasikan hubungan vertikal dan horizontal dengan unit lain
dalam sebuah proyek.
Kelebihan struktur matriks. Penggunaan struktur matriks
memungkinkan perusahaan mempekerjakan karyawan dengan keahlian
tertentu untuk menyelesaikan suatu proyek yang rumit. Penggunaan
struktur matriks juga membantu perusahaan beradaptasi dengan cepat
terhadap segala situasi , karena karyawan dengan keahlian tertentu dapat
dengan mudah direkrut ke dalam proyek.
Kekurangan struktur matriks. Dalam perusahaan yang
menggunakan struktur matriks ini, karyawan mungkin memiliki dua
supervisor, manajer dari area fungsional dan manajer proyek. Tekanan
pada karyawan, jika dalam satu waktu individu menangani beberapa
proyek yang berbeda, maka ini akan menjadi beban pikiran baginya.
g. Struktur Campuran (Hibrid)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Jenis organisasi ini merupakan gabungan dari struktur organisasi
produk dan fungsional. Masing-masing produk yang diproduksi
memiliki fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh produk tersebut. Selain itu,
organisasi juga memiliki struktur fungsional yang tetap mengontrol
secara terpusat jalannya organisasi.
Salah satu yang dominan dari struktur ini adalah keputusan
menjadi tidak terdesentralisasi, tetapi juga tidak tersentralisasi. Artinya
perlu koordinasi yang tinggi antarfungsi pokok yang dimiliki dan juga
struktur yang berada dalam garis koordinasi produk. Karena sifatnya,
jenis organisasi dengan struktur ini akan mudah beradaptasi jika terdapat
perubahan pada lingkungan secara mendadak. Dua contoh struktur
campuran yaitu perusahaan multinasional dan organisasi jaringan
(network).
Keuntungan adanya pola organisasi unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan di daerah kepulauan yaitu ada jaminan profesionalisme
dalam pengelolaan obat, ada penanggung jawab dengan latar belakang pendidikan
yang sesuai dengan bidang pekerjaan, potensi untuk terjadinya pemilihan obat
maupun pengalokasikan dana yang tidak benar dapat diperkecil, komunikasi
dengan tenaga kesehatan di Puskesmas atau rumah sakit relatif berjalan lancar dan
jaminan tersedianya informasi mengenai obat dan perbekalan kesehatan di
Puskesmas/rumah sakit.
Prinsip-prinsip dasar distribusi yang baik yaitu:
1. Menjaga mutu
Sistem jaga mutu meliputi kondisi penyimpanan yang sesuai, hindari
kontaminasi dengan produk lain, jaminan bahwa produk yang benar
diserahkan kepada konsumen dalam waktu yang memadai, sistem
penelusuran/dokumentasi yang baik apabila terjadi suatu kesalahan pada
pengelolaan dan prosedur penarikan yang efektif.
Sistem mutu yang diterapkan untuk para distributor harus memastikan
bahwa aktivitas sesuai dengan aturan, obat-obat yang ditangani telah
terdaftar, catatan yang akurat terpelihara dengan baik, tempat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
penyimpanan dan transportasi terawasi, pencemaran oleh produk lain
dapat dicegah, tempat pertukaran memadai, dan pengiriman produk
dilakukan efisien.
2. Tempat penyimpanan obat
Tempat penyimpanan obat selama distribusi harus sesuai dengan
tujuannya, dapat menghindari terjadinya kerusakan obat (perlu
diperhatikan temperatus, kelembaban dan cahaya), luas tempat
penyimpanan cukup memadai/aman dan perlengkapan memadai.
Beberapa aspek penyimpanan produk tertentu yang perlu diperhatikan
untuk mencapai tujuan distribusi yang baik yaitu suhu penyimpanan.
Produk yang membutuhkan pengendalian suhu pada saat penyimpanan
sebaiknya diteliti pada saat penerimaan dan disimpan di tempat yang
sesuai dengan instruksi tertulis, suhu sebaiknya dipantau dan dicatat
secara berkala, catatan diperiksa secara rutin, area dengan suhu yang
dikendalikan sebaiknya dilengkapi dengan pencatat suhu.
3. Prosedur operasional yang mantap.
Prosedur operasional yang mantap untuk dapat menjamin pelaksanaan
pengelolaan sesuai peraturan, menjamin penyediaan data yang akurat,
menjaga tingkat stock dan melaksanakan dokumentasi/administrasi yang
baik.
4. Dokumentasi/administrasi
Dokumen-dokumen selalu tersedia bila diperlukan, dokumentasi ini
termasuk dokumen pengadaan, penjjualan, penyimpanan resep dan
recall.
5. Inspeksi diri dilakukan untuk memantau pemenuhan terhadap peraturan.
Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain dalam distribusi yang baik yaitu
pengangkutan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengangkutan yaitu
pemetaan suhu dalam trailer, sirkulasi udara, fasilitas pemanas jika terdapat suhu
luar di bawah 0, pengawasan suhu saat pengisian, pengaturan suhu, external
power supply untuk penyebrangan laut, dan pelatihan bagi pengemudi.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
Hal-hal terkait dengan distribusi yang harus dilakukan adalah pelatihan
bagian gudang dan pengemudi, adanya prosedur tertulis, kalibrasi peralatan
pengawasan suhu, penggunaan pelayanan mail atau post, pengembalian
perlengkapan cold chain, pengelolaan sampel-sampel yang representativ dan
perlengkapan cold chain pada tingkat yang dibolehkan. Cold chain merupakan
sistem yang digunakan untuk menjaga dan mendistribusikan obat-obatan khusus
dalam kondisi baik. Barang-barang yang memerlukan sistem cold chain dalam
distribusi dan penyimpanannya dikatakan selalu berhubungan dengan resiko.
Resiko yang terbesar adalah penanganan suhu yang sangat memerlukan perhatian
khusus.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengemasan yang baik untuk
distribusi jalur laut:
1. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah
dibuat.
2. Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control.
3. Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan.
4. Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus
selalu diperiksa.
5. Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan
dalam satu palet.
6. Nama dan nomer batch harus terlihat jelas.
7. Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan
harus selalu diberi label identitas dan jumlah.
8. Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi
label, harus dipisah dan diberi tanda.
9. Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan
produk.
10. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur penyimpanan yang
tertulis dalam kemasan.
11. Gunakan kemasan tersier untuk mengemas produk selama
pengangkutan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
12. Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan
pembersih, ditempatkan dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk
13. Pengangkutan sediaan farmasi harus terdokumentasi dengan baik.
Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah sesuai
dengan sifat produk yang akan dikemas, mempunyai kekuatan yang cukup untuk
bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan, memiliki
lubang ventilasi yang cukup (bagi produk tertentu yang membutuhkan),
menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas,
tempat produsen dan tujuan pengiriman, serta dapat dibongkar dengan mudah
tanpa menggunakan buku petunjuk secara khusus.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
30 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan mengenai distribusi obat yang
baik, dapat disimpulkan antara lain :
1. Distribusi obat yang baik adalah pelaksanaan distribusi yang sesuai dengan
peraturan per Undang-undangan, melaksanakan dokumentasi pengadaan
dan penyaluran dengan benar, mempunyai tempat penyimpanan/gudang
yang memadai dan dapat menjamin mutu serta keamanan obat, dan obat
atau perbekkes yang didistribusikan adalah produk terdaftar.
2. Distribusi obat yang baik di daerah kepulauan diharapkan dapat
mengoptimalkan derajat kesehatan masyarakat dan mengatasi masalah
kesehatan masyarakat di daerah kepulauan.
3. Pendistribusian obat dan perbekkes ke daerah kepulauan selama ini belum
optimal karena terdapat masalah-masalah terkait dengan cuaca atau
geografis, sehingga kondisi obat dan perbekalan kesehatan seringkali
sudah tidak baik setelah sampai di daerah kepulauan.
4. Perancangan standarisasi distribusi obat yang baik dapat membantu
pendistribusian obat sehingga stok obat di daerah kepulauan tetap
terkendali.
5. 2 Saran
Setelah dilakukan pengkajian mengenai proses distribusi obat yang baik
di daerah kepulauan maka dapat disarankan :
5.2.1 Penyebaran sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan farmasi
di daerah kepulauan secara merata.
5.2.2 Setiap petugas Instalasi farmasi di daerah kepulauan yang berhubungan
dengan distribusi dan logistik perlu diberi pelatihan secara berakala
mengenai pengadaan obat dan perbekkes untuk daerah kepulauan dan
pendistribusian obat yang baik
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
5.2.3 Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana pengelolaan obat dan
perbekkes, komunikasi dan transportasi yang dibutuhkan untuk proses
distribusi yang baik
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
32 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (2005). Kebijakan Obat Nasional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Direktorart Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. (2007).
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah
Kepulauan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Gibson, Ivancevich, Donnely. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Kementrian Kesehatan RI. (2010). PP Menteri Kesehatan RI
No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Kusdi. 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika
Siagian, Sondang P. 1998. Manajemen Abad 21. Jakarta: Bumi Aksara
Sukoco, Badri Munir. 2007. Manajemen Administrasi Perkantoran.
Jakarta:Erlangga.
Sutarto. 1978. Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
World Health Organization. (2009). Proposal For Revision Of Who
GoodDistribution Practices For Pharmaceutical Products. 1-27.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNGJL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA
PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANITA HASAN, S. Farm1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNGJL. PULOGADUNG NO. 6 JAKARTA
PERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
ANITA HASAN, S. Farm1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat-Nya
Penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika
dan menyelesaikan laporan ini.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar
apoteker. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dian Cahyaningtyas, S.Si., Apt. Selaku Quality Assurance Department
Head dan pembimbing atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
untuk mengenal Departmen Quality Assurance.
2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sekaligus pembimbing penyusunan laporan dari
Apotek Atrika yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan
informasi yang sangat bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker dan penyusunan laporan ini.
3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. sebagai Ketua Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
4. Ibu Dra. Lily Sutedjo, Apt. selaku Quality Operation Division Head yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Divisi Quality
Operation.
5. Seluruh manajer dan karyawan di PT. SOHO Industri Pharmasi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu atas kesediaannya membantu dan memberikan
pengarahan selama praktek kerja profesi apoteker ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
7. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.
8. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 75 yang
saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan
PKPA.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
v Universitas Indonesia
9. Serta pihak lain yang telah membantu sehingga Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek
Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat
dan semua pihak yang membutuhkan.
Depok, Desember 2012
Penulis
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Anita Hasan
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. SOHO IndustriPharmasi Kawasan Industri Pulogadung Jl. Pulogadung No. 6Jakarta Periode 12 Juli – 31 Agustus 2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. SOHO Industri Pharmasi bertujuan untukmemahami penerapan CPOB di PT. SOHO serta memahami tugas dan tanggungjawab apoteker di industri farmasi. Apoteker mempunyai tiga posisi penting diindustri farmasi, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawabpengawasan mutu dan penanggung jawab pemastian mutu, dimana ketiganyaharus dipegang oleh tiga apoteker yang berbeda. Selain ketiga posisi tersebut,apoteker di industri farmasi juga dapat bertanggung jawab di bidang riset danpengembangan, sistem mutu, dan juga registrasi. Selama melaksanakan praktekkerja, penulis berada di Follow Up Study Pulogadung, Quality AssuranceDepartment. Follow Up Study bertanggung jawab dalam uji stabilitas produk–produk yang sudah beredar di pasaran untuk mengetahui apakah suatu produktetap memenuhi spesifikasi pada masa peredaran ataupun penyimpanan. Ujistabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun, artinya uji stabilitas dilakukan sampaiwaktu kadaluwarsa ditambah satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahuiadanya kemungkinan dilakukan perpanjangan masa daluwarsa suatu produk.Perpanjangan masa daluwarsa dilakukan untuk produk yang masih memenuhisyarat sampai ED + 1 tahun. Apabila ditemukan produk yang sudah tidakmemenuhi syarat saat ED atau sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekanwaktu kadaluarsa dalam pembuatan produk selanjutnya.
Kata Kunci : PT. SOHO Industri Pharmasi, Quality Assurance Department,Follow Up Study
Tugas Umum : viii + 76 halaman; 12 lampiranTugas Khusus : ii + 14 halaman; 8 tabel; 3 gambar;1 lampiranDaftar Acuan Tugas Umum : 6 (2006 – 2012)Daftar Acuan Tugas Khusus: 4 (2006 – 2009)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Anita Hasan
Study Program : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at PT. SOHO Industri PharmacyPulogadung Industrial Area Jl. Pulogadung no. 6 jakarta Period June12th - August 31th 2012
Apothecary Internship at PT. Bintang Toedjoe aims to understand the roles andresponsibilities of pharmacist in pharmaceutical industry. Pharmacist has threeimportant positions in pharmaceutical industry: person in charge of production,person in charge of quality control, and person in charge of quality assurance, allof which must be held by different pharmacist. In addition, pharmacist inpharmaceutical industry can also be responsible for research and development,quality system, and drug registration. For carrying out apothecary internship, theauthor was in Follow Up Study Pulogadung, Quality Assurance Department.Follow Up Study was responsible for testing the stability of a product that hasavailable on the market to determine whether a product meets the specificationsfixed circulation or storage. stability test conducted to ED + 1 years, It meansstability tests done until expiry time plus one year. It aims to know of any possiblefuture extension done expire date a product. The extension of the expire date donefor products which are still eligible to ED + 1 years. If the product is found not tobe qualified during or before ED ED, then shortening the expiration time can bedone in the manufacture of the product.
Keywords :PT. SOHO Industri Pharmacy, Quality Assurance Department,Follow Up Study
.
General Assignment : viii + 76 pages; 12 appendices
Special Assignment : ii + 14 pages; 8 table; 3 picture; 1 appendices
Bibliography of general assignment : 6 (2006 – 2012)
Bibliography of special assignment : 4 (2006 – 2009)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iiiKATA PENGANTAR .......................................................................................... ivABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSRTACT ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... viiiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................11.1 Latar Belakang............................................................................................11.2 Tujuan .........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ..................................................................................32.1 Industri Farmasi ..........................................................................................3
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ..............................................................32.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi .................................................32.1.3 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi .................................5
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ...............................................................72.2.1 Manajemen Mutu ............................................................................72.2.2 Personalia .......................................................................................92.2.3 Bangunan dan Fasilitas ................................................................102.2.4 Peralatan .......................................................................................112.2.5 Sanitasi dan Higiene ....................................................................122.2.6 Produksi .......................................................................................122.2.7 Pengawasan Mutu ........................................................................132.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .......................................................142.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan
Produk Kembalian .......................................................................152.2.10 Dokumentasi ................................................................................162.2.11 Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak ...................................182.2.12 Kualifikasi danValidasi ................................................................18
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .............................................................................203.1 Sejarah SOHO Group ..............................................................................20
3.1.1 PT. ETHICA Indusri Farmasi ........................................................213.1.2 PT. SOHO Industri Pharmasi .........................................................223.1.3 PT. Parit Padang Global .................................................................23
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ix Universitas Indonesia
3.1.4 PT. Global Harmony Retailindo ....................................................233.1.5 PT. Universal Health Network .......................................................24
3.2 Visi dan Misi SOHO Group .....................................................................243.2.1 Visi SOHO Group ........................................................................243.2.2 Misi SOHO Group .......................................................................25
3.3 Struktur Organisasi SOHO Group ...........................................................253.3.1 Research and Development (R&D)Division ................................253.3.2 Quality Operation Division ..........................................................273.3.3 Production Division .....................................................................363.3.4 Supply Chain Management (SCM)Division .................................463.3.5 Validation and Documentation Departement (VDD) ...................503.3.6 Technical Division .......................................................................52
3.4 Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi ....................................623.4.1 Ruangan Produksi di Gedung 2 .....................................................623.4.2 Ruangan Produksi di Gedung 3 .....................................................633.4.3 Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT) ...................633.4.4 Bangunan dan Fasilitas serta Sarana Penunjang ...........................63
BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................654.1 Manajemen Mutu ....................................................................................654.2 Personalia ...............................................................................................654.3 Bangunan dan Fasilitas ..........................................................................664.4 Peralatan .................................................................................................674.5 Sanitasi dan Higiene ..............................................................................684.6 Produksi .................................................................................................694.7 Pengawasan Mutu ..................................................................................704.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu .................................................................714.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk
Kembalian ..............................................................................................714.10 Dokumentasi ..........................................................................................734.11 Kualifikasi danValidasi ..........................................................................74
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................755.1 Kesimpulan ...............................................................................................755.2 Saran .........................................................................................................75
DAFTAR ACUAN................................................................................................76
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
x Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran halamanLampiran 1 Struktur organisasi manufaktur PT SOHO Industri Pharmasi...........78
Lampiran 2 Struktur organisasi Research& Development Division ....................79
Lampiran 3 Struktur organisasi Quality Operation Division ...............................80
Lampiran 4 Struktur organisasi Quality Assurance Department .........................81
Lampiran 5 Struktur organisasi SOHO Quality Control Department ..................82
Lampiran 6 Struktur organisasi Quality Control Ethica Department ..................83
Lampiran 7 Struktur organisasi Production Division ..........................................84
Lampiran 8 Struktur organisasi Supply Chain Management Division .................85
Lampiran 9 Struktur organisasi Validation and Documentation Department .....86
Lampiran 10 Struktur organisasi Technical Division ...........................................87
Lampiran 11 Struktur organisasi Engineering Department ..................................88
Lampiran 12 Skema Alur Pembuatan Purified Water ..........................................89
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat
dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dewasa ini, industri
farmasi di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat
dengan pasar yang terus berkembang dan merupakan pasar farmasi terbesar di
kawasan ASEAN. Tentunya iklim kompetisi akan berlangsung semakin ketat
dengan adanya berbagai persyaratan dari pemerintah untuk menjamin tersedianya
obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat. Upaya yang dilakukan pemerintah
dalam mewujudkannya antara lain dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan
Obat yang Baik) bagi Industri Farmasi serta diharuskannya penelitian BABE
(Bioavaibilitas dan bioekuivalensi) untuk obat-obatan tertentu yang akan
dipasarkan. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di
Indonesia yang bertujuan untuk memastikan sifat dan mutu obat yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
Pendidikan tinggi farmasi diIndonesia menghasilkan apoteker yang
mempunyai peranan penting dalam menerapkan aspek-aspek yang tercantum
dalam CPOB tersebut. Dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian maka
apoteker telah dapat menempati bidang pekerjaan yang makin luas seperti apotek,
rumah sakit, lembaga pemerintahan, perguruan tinggi, lembaga penelitian,
laboratorium pengujian mutu, laboratorium klinis, laboratorium forensik,
berbagai jenis industri meliputi industri obat, kosmetik, jamu, obat herbal,
fitofarmaka, nutraseutikal, health food, obat veteriner dan industri vaksin,
lembaga informasi obat serta badan asuransi kesehatan adalah tempat-tempat
untuk seorang apoteker melaksanakan pengabdian profesi kefarmasian.
Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan
sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung
jawabnya diindustri farmasi serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan
tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
farmasi berkaitan dengan penerapan CPOB. Dari pelaksanaan praktek kerja
lapangan tersebut diharapkan calon apoteker mendapatkan pengalaman kerja dan
pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri
farmasi. Oleh karena itu Departemen Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama
dengan PT.SOHO untuk mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
yang dilaksanakan mulai tanggal 12 – 31 Agustus 2012.
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
industri farmasi adalah sebagai berikut.
1.1.1. Memahami penerapan CPOB di PT.SOHO Industri Pharmasi
1.1.2. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di PT.SOHO Industri
Pharmasi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Farmasi
2.1.1. Pengertian Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi
adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Proses pembuatan obat
dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri
farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat
untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh
tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan
awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan
pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
2.1.2. Persyaratan Usaha Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Industri farmasi untuk melaksanakan proses industrinya harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri
Farmasi, usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk
dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk
memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat,
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian
mutu, produksi dan pengawasan mutu,
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip
yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman
Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pemohon
harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan
Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan
persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan
persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan
termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-
undangan.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan
hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan
dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun
sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara
sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan
yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan farmakovigilans.
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini
berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan
melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan
mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri
farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan
peraturan pelaksanaannya.
Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
wajib:
a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan
usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai
produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam
satu tahun.
b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya;
c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat,
bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk
pengangkutannya dan keselamatan kerja;
d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk
melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.
2.1.3. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi
Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh
Kepala BPOM. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat
memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti dan mengambil contoh, membuka dan meneliti kemasan
obat, serta memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan
obat dan bahan obat. Tenaga pengawas juga dapat mengambil gambar (foto)
seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan dan/atau perdagangan obat dan bahan obat.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri
Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau
bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);
e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM);
f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).
Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal:
a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri
Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam
Surat Keputusan ini; dan atau
b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-
turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak
benar; dan atau
c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari menteri; dan atau
d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri
Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan
atau
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang
ditetapkan dalam Surat Keputusan.
2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (BPOM, 2006)
Cara pembuatan obat yang baik bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu
produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting
adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian
mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang hebat.
Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan pedoman yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman
dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.
2.2.1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar, dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen
dalam perusahaan, para pemasok, dan distributor.
Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu tindakan infrastruktur atau
sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan
selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemastian mutu adalah suatu
konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara
kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian
mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk
memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan
tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok
sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi
hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen
dari bagian lain.
Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara
lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua proses pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan
kebenaran bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat
jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan
mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Personil
pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi sampel bila diperlukan.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan
obat jadi untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan
untuk produk dan proses.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2.2.2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan termasuk instruksi mengenal higienis yang berkaitan dengan
pekerjaan.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan
dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang
terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam
uraian tugas.
Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian
pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi
utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan
kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) / kepala bagian pengawasan
mutu harus independen satu terhadap yang lain.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan
bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru
hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya
hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan.
Setelah mengadakan pelatihan, prestasi karyawan dinilai untuk menentukan
apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan
tugas yang diberikan kepadanya.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.2.3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutuobat.
Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah
sebagai berikut:
a. Lokasi bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,
tanah dan air maupun dari kegiatan di dekatnya;
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat
dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh
cuaca, banjir, rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya
binatang kecil, tikus, burung, serangga atau hewan lainnya;
c. Dalam menentukan rancang bangun dan tata letak hendaklah
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: kesesuaian dengan kegiatan lain,
yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau dalam sarana yang
berdampingan;
d. Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan
produksi dilaksanakan di daerah yang letaknya diatur secara logis dan
berhubungan mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas
kebersihan yang disyaratkan; luasnya ruang kerja yang memungkinka
npenempatan peralatan dan bahan secara teratur dan logis serta
terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan
pengawasan yang efektif; pencegahan penggunaan kawasan industry
sebagai lalu lintas umum;
e. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta
dirancang dan dibangun secara khusus;
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
f. Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi
dalam suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali
udara;
g. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit)
hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan yang terbuka serta
mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. lantai dan dinding
di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan
memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. sudut-sudut antara
dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah
dibentuk lengkungan;
h. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol
serta ventilasi yang baik;
i. Bangunan memiliki penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi
dengan fasilitas pengendali udara.
2.2.4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat terjamin sesuai serta seragam dari bets ke bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan. Permukaan peralatan yang
bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak
boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat mempengaruhi
identitas, mutu atau kemurnian di luar dari batas yang telah ditentukan.
Peralatan sebaiknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam
maupun bagian luar, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan
terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa
sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan
hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik
dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau
kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan
pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
2.2.5. Sanitasi dan Hygiene
Tingkat sanitasi dan higienis yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higienis meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber
kontaminasi potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higienis yang menyeluruh dan terpadu, serta program tersebut senantiasa
dievaluasi secara berkala untuk menjamin efektifitasnya.
Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk.
Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan
bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode
pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan
udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah
risiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah yang
digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur
tertulis yang cukup rinci.
Penerapan higienis perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga
kebersihan diri, memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik, menjaga
kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah
menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah
dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara
berkala.
2.2.6. Produksi
Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi obat membutuhkan
sarana gedung produksi-pengemasan-penyimpanan, material yang memenuhi
persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih
dan berkualitas, proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah
yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
analisaterhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama
tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses
produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan
pengemasan.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan
penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah
tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta
didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat
dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.
2.2.7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk
memastikanbahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai
mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan tanggung
jawab semua pihak yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan
adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat
dibuat sampai pada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup
semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan
sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan
lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan
sampel pertinggal, menyusun dan memperbarui spesifikasi bahan dan produk
serta metode pengujiannya.
Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah
memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk
memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai
pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan
sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan,
instrumen dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi,
dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan
memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut
digunakan dalam pengujian rutin.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui
sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke
area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.
Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai
untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat.
2.2.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau
terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu
antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan
bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi,
peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu,
dokumentasi, sanitasi dan higienis, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat
atau system pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan
keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan
perbaikan. Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga (3) anggota
yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB.
Anggota tim tersebut dapat dibentuk baik dari dalam atau dari luar
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
perusahaan,tetapi tiap anggota hendaklah bersifat independen dalam melakukan
inspeksi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan minimal satu kali
dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap
inspeksi diri. Setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, perlu ada laporan inspeksi
diri dan evaluasi laporan serta tindakan perbaikan.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
2.2.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga
cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.
Penarikan kembali produk dapat berupa satu atau beberapa bets atau
seluruh bets produk tertentu dari semua peredaran distribusi. Hal ini dilakukan
bila terdapat produk yang tidak memenuhi persyaratan kualitas (cacat mutu) bila
ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap
kesehatan. Penarikan kembali ini dapat mengakibatkan penundaan atau
penghentian pembuatan obat tersebut. Penarikan kembali produk dilakukan oleh
personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk
menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya.
Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan
pemasaran. Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri
farmasi atau atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara interen
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
hendaklah datang dari Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan
manajemen perusahaan.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah yang dapat menimbulkan keraguan akan
identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Berdasarkan hasil
evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat
dikembalikan ke dalam persediaan;
b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang;
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat
diproses ulang.
Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan.
Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah
disiapkan. Prosedur ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran
lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak
mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan, mencakup
berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil
yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan pemusnahan.
2.2.10.Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen
adalah sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen spesifikasi yang
diperlukan yaitu spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang
disahkan dengan benar dan diberi tanggal; jika perlu tersedia juga spesifikasi bagi
produk antara dan produk ruahan. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas
mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau
prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan,
kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan
sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk
ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila
data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi
produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal
atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk
yang ditentukan dan kode produk, formula/komposisi atau rujukan, deskripsi
bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan,
petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan
kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan
tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan.
Dokumen yang termasuk dalam dokumen produksi adalah Dokumen
Produksi Induk, Prosedur Produksi Induk dan Catatan Produksi Bets. Dokumen
Produksi Induk berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan
dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. Prosedur Produksi Induk
terdiri dari dua dokumen, yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur
Pengemasan Induk. Masing-masing prosedur tersebut berisi prosedur pengolahan
dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan,
kekuatan dan ukuran bets spesifik. Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan
Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan
informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk.
Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan
Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan)
menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta
menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya
pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel,
pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat
tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup
penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB,
hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman
tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu,
hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup
personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus
digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang
harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala
penurunan mutu. Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap
produksi juga memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat
yang harus digunakan dalam pengujian.
2.2.11.Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak dilakukan jika suatu
perusahan membuat produk di perusahaan lain atau sebaliknya. Pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan
untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi
kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung
jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara
jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pengawasan Mutu).
2.2.12.Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen
yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data
sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi;
ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format
dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria
penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau
protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap
perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protocol hendaklah
didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
20 Universitas Indonesia
BAB 3TINJAUAN KHUSUS PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI
3.1. Sejarah Soho Group
PT. Ethica adalah perusahaan pertama yang didirikan oleh Tan Tjhoen
Lim pada tahun 1946. Pada awalnya, perusahaan ini bernama NV Handel Ethica
MY, tapi kemudian diubah menjadi PT. Ethica Industri Farmasi. Ini adalah
perusahaan pertama yang memproduksi obat suntik maka dibuat sebagai pelopor
untuk obat resep di pasar.
Perusahaan “adik”, PT. SOHO Industri Pharmasi didirikan pada tahun
1951. Nama SOHO diambil dari Societas HONORABILIS, sebuah istilah Latin
yang berarti masyarakat dari orang-orang terhormat. PT. SOHO memproduksi
obat oral dan merupakan pelopor dan trendsetter dalam penggunaan produk alami
di pasar resep. Pada tahun 1996, PT. SOHO memasuki seluruh pasar OTC.
Menyadari kebutuhan untuk memiliki distribusi sendiri perusahaan, PT.
PARIT PADANG GLOBAL didirikan pada tahun 1956. Parit Padang, adalah
nama salah satu kabupaten di Pulau Bangka, sebagai inspirasi dari pendiri
perusahaan tersebut. Saat ini, PPG memiliki 25 cabang di Indonesia dan bertindak
sebagai distributor PT. Ethica dan PT. SOHO serta industri lainnya.
Pada tahap awal, tiga perusahaan dijalankan sebagai penjualan tradisional
dan berjalan secara terpisah tanpa koordinasi sistematis. Tidak ada system yang
terstruktur untuk rencana pengembangan bagi karyawan, jenjang karir sehingga
didefinisikan dan rencana suksesi pada dasarnya tidak ada.
Semua ini berubah pada tahun 2006 ketika generasi kedua, Tan Eng Liang,
memutuskan untuk menempatkan semua tiga perusahaan di bawah satu payung,
SOHO Group.
Selain itu, perusahaan menerapkan sistem baru untuk mengelola
strateginya. Strategi pengelolaan yang dilakukan dengan menggunakan Balanced
Scorecard (BSC) bahwa setiap orang di perusahaan memungkinkan untuk benar-
benar memahami tujuan perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan
tersebut. Ini memungkinkan setiap orang untuk melihat dengan jelas fokus utama
perusahaan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Logo SOHO Group
Unsur-unsur yang terdapat pada logo SOHO Group adalah:
a. Segitiga sama sisi dan dua bentuk setengah lingkaran yang simetris
mencerminkan kesamaan kedudukan dan adil untuk semua pihak.
b. Bentuk segitiga mencerminkan tiga perusahaan inti yang mengawali
pergerakan usaha, membentuk satu kesatuan yang kokoh, saling menjaga
kerja sama dan bersinergi.
c. Warna hijau mengandung arti alamiah, segar, harmonis, serasi, sehat, sejuk,
dan damai. Sedangkan warna biru bermakna selalu berkembang dan sejahtera.
d. Logo SOHO Group merupakan pemersatu dari semua perusahaan yang
berada di dalamnya, menjadi intisari dari semua kegiatan/usaha, dan cita-cita
para pendirinya. Hal ini pada akhirnya diharapkan bisa menjadi daya dorong
bagi seluruh anggota Keluarga Besar SOHO Group untuk selalu bahu-
membahu, bersemangat tinggi, serta bertanggung jawab tinggi dalam
menyongsong masa depan yang lebih baik
3.1.1. PT. ETHICA Indusri Farmasi
Ethic adidirikan sebagai produsen produk farmasi pada tanggal 30
November 1946, di Jl. Gunung Sahari XII No 11, Jakarta Pusat. Ini adalah
perusahaan farmasi pertama untuk menghasilkan produk dalam bentuk injeksi di
Indonesia pada tahun 1950, dan menjabat sebagai panutan bagi perusahaan
farmasi lainnya di Indonesia.
Pada bulan Agustus 1996, Ethica pindah ke premis yang lebih besar
dengan luas 8000 meter persegi di Kawasan Industri Pulogadung. Sebuah sistem
produksi baru didirikan dalam rangka memenuhi persyaratan pemerintah dan
memperoleh sertifikasi CPOB.
Pada pertengahan tahun 1997, sebuah tim Pemasaran didirikan untuk
memasarkan dan mempromosikan produk-produk kami oral dan suntik. Sejak itu,
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
perusahaan telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan dukungan karyawan
profesional kami.
Pada pertengahan tahun 2007, PT. ETHICA memiliki 350 karyawan
termasuk tenaga lapangan Penjualan kami 240 orang yang berbasis di berbagai
lokasi di seluruh Indonesia. PT. ETHICA juga telah menerima sertifikasi ISO
9001:2008 dari SGS.
Logo PT. ETHICA Industri Farmasi merupakan inisial huruf E yang
berada di dalam dua buah lingkaran. Lingkaran mempunyai arti kesempurnaan,
fleksibilitas, dan tekad yang bulat demi meraih cita-cita. Dua buah lingkaran dapat
diartikan sebagai suatu kerjasama yang saling mendukung untuk mencapai
tujuan.Warna merah tua (maroon) mempunyai arti semangat perjuangan serta
dedikasi yang tinggi. Nama Ethica, selain berarti budi pekerti yang baik, juga
mencerminkan etos kerja dan usaha yang bermartabat.
Gambar 3.2 Logo PT. ETHICA Industri Farmasi
3.1.2. PT. SOHO Industri Pharmasi
PT SOHO Industri Pharmasi, sebagai anggota SOHO Group didirikan
pada tahun 1951 oleh Mr Tan dan Mr Bertus Soesman. Nama SOHO singkatan
SOcietas HOnorabilis, yang berarti sebagai masyarakat orang dengan perilaku
terhormat. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen, ekstraksi produk padat,
semipadat dan cair
Pada tahun 1970-an, PT SOHO Industri Pharmasi diperluas ke usaha
patungan dengan dua perusahaan global terkemuka farmasi terkemuka, yaitu PT
Warner Lambert Indonesia-saat ini bergabung dengan PT Pfizer Indonesia, dan
PT ICI Farmasi Indonesia-saat ini dikenal sebagai PT AstraZeneca Indonesia.
Pada 1990-an, PT SOHO Industri Pharmasi diberikan sertifikasi CPOB
dari Departemen Kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2000an, PT SOHO Industri
Pharmasi diberikan sertifikasi ISO 9001:2008 dari SGS yang diperlukan
perusahaan untuk berkomitmen untuk memberikan usaha terbaik untuk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
meningkatkan layanan dan produk untuk menang melawan persaingan di pasar
global.
Gambar 3.3 Logo PT. SOHO Industri Pharmasi
3.1.3. PT. Parit Padang Global
PT Parit Padang Global, Distributor Farmasi dan Kesehatan pertama
dengan sistem komputer real-time on-line, didirikan oleh Mr Tan Tjhoen Lim
pada tahun 1956. Nama diambil dari Parit Padang salah satu desa di pulau Bangka
yang mengilhami pendiri SOHO Group untuk menjadi seperti perusahaan
distribusi dalam nama kelompok SOHO Group.
Di bawah kepemimpinan yang kuat dari Mr Tan Eng Liang, penerus
pendiri, PT Parit Padang global bergerak rajin dan dinamis untuk menjadi salah
satu perusahaan terkemuka di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam visi
perusahaannya.
Selama lebih dari 50 tahun, PT Parit Padang global telah terus menerus
dan konsisten mendistribusikan produk farmasi terkenal dari perusahaan sister
yaitu PT Soho Industri Pharmasi dan PT Ethica Industri Pharmasi, serta dari
lainnya prinsipal terkemuka global seperti AstraZeneca, Pfizer, Kimberly Clark,
dan lain-lain.
Gambar 3.4 Logo PT. Parit Padang Global
3.1.4. PT. Global Harmony Retailindo
PT. Global Harmony Retailindo (PT. GHR), merupakan Unit Bisnis
barudari SOHO Group, dan saat ini berada di bawah manajemen PT. Parit
Padang. PT.Global Harmony Retailindo didirikan di Jakarta pada tanggal 11
November 2008,sebagai salah satu usaha untuk mendukung terwujudnya Visi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
2015 di mana SOHOGroup akan menyediakan produk dan kesehatan yang
berkualitas tinggi. Dan salah satu bisnis utama dari PT. Global Harmony
Retailindo adalah Apotek Harmony.
Apotek Harmony hadir sebagai Wellness Pharmacy, yang menyediakan
produk dan pelayanan kesehatan yang memperhatikan keseimbangan dan
keharmonisan di berbagai aspek kehidupan, dan memposisikan perusahaan
sebagai perusahaan yang fokus dan ramah kepada pelanggan. Tim manajemen
Apotek Harmony diperkuat oleh tenaga-tenaga kerja yang sudah sangat
berpengalaman dalam dunia farmasi. Motto kerja Apotek Harmony adalah
“Melayani dengan Segenap Hati”. Adapun pelayanan yang disediakan oleh
Apotek Harmony adalah:
a. Apotek
b. Praktek Dokter Umum
c. Praktek Dokter Spesialis
d. Praktek Dokter Gigi
e. Laboratorium Klinik
3.1.5. PT. Universal Health Network
PT. Universal Health Network (Unihealth), merupakan perusahaan
multilevel marketing, yang didirikan pada tahun 2009. Unihealth menyediakan
produk-produk kesehatan terbaik, seperti suplemen kesehatan dan kecantikan,
vitamin, perawatan kulit dan perlengkapan kecantikan baik itu produksi lokal
maupu nmancanegara.
Gambar 3.5 Logo PT. Universal Health Network
3.2. Visi dan Misi SOHO Group
3.2.1. Visi SOHO Group
Visi 2015 SOHO Group adalah menjadi salah satu kelompok perusahaan
global terkemuka dalam bidang manufaktur, distribusi, dan menyediakan produk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
dan jasa kesehatan berkualitas tinggi. Adapun tujuan Visi 2015 adalah sebagai
berikut:
a. Perspektif Keuangan
Untuk mencapai pertumbuhan penghasilan SOHO Group.
b. Perspektif Pelanggan
Untuk didedikasikan pada kepuasan pelanggan dengan level yang tertinggi
dan memperoleh kepercayaan dari dokter, pasien dan pelanggan lain yang
dilayani.
c. Perspektif Proses Internal
Untuk mencapai “bestinclass” diseluruh aktivitas operasional.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang “bestinclass”.
3.2.2. Misi SOHO Group
Visi 2015 juga dilengkapi dengan Misi SOHO Group, yaitu merupakan
kebanggaan melayani pelanggan kami dengan menyediakan secara terus-menerus
produk dan jasa kesehatan yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan mutu
kehidupan dan usia panjang.
3.3. Struktur Organisasi PT. SOHO Industri Pharmasi
SOHO Group dipimpin oleh seorang President Commissioner yang
membawahi enam bagian yakni Finance and IT, Human Resources,
Manufacturing, Marketing, Compliance, dan Office Strategy Management.
Manufacturing Head langsung membawahi delapan divisi, yaitu Production
Division, Supply Chain Division, Quality Operation Division, Technical Division,
Validation and Documentation Department, Research and Development Division,
Human Research Account, dan Finance Account. Struktur organisasi operasional
SOHO Group dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.1. Researchand Development (R&D)Division
Divisi R&D dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan R&D
Division Head. Divisi R&D dibagi menjadi empat departemen yaitu Group
Formulation Development Department, Analytical Method Development
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Department, Packaging Development Department, dan R&D Compliance&
Support Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 2
3.3.1.1. Group Formulation Development Department
Departemen Group Formulation Development bertanggungjawab dalam
studi dan pengembangan formula produk,meliputi produk herbal, food
supplement, dan produk bioekuivalensi. Penyusunan formula merupakan hal yang
sangat penting dalam pembuatan obat. Formula yang disusun oleh departemen ini
disebut formula induk, yang berisi identitas obat (no. batch, expired date),
formula obat (bahan aktif, bahan tambahan), dan langkah-langkah proses produksi
obat.
3.3.1.2. Analytical Method Development Department
Departemen ini bertanggungjawab dalam pengembangan metode
analisis, meliputi metode stabilitas dan metode fisikakimia. Departemen ini
terbagi menjadi tiga sub departemen yaitu, Stability Method Sub Department,
Physical Chemical Method Sub Department dan Analytical Method Development
administrator. Stability method subd epartment memiliki tanggung jawab dalam
uji stabilitas produk baru dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang
telah diluluskan dan akan beredar dipasaran. Dengan uji stabilitas dapat diketahui
pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter–
parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif, pH, berat jenis dan net volume
sehingga dapat ditetapkan tanggal kadaluwarsa yang sebenarnya.
3.3.1.3. Packaging Development Department
Packaging Developmentmerupakan departemen yang bertanggung jawab
dalam mendesain kemasan produk baru,produk lama yang direvisi, maupun
produk yang dikemas ulang. Packaging composition berisi daftar nama dan
jumlah bahan pengemas beserta dengan kelengkapannya antara lain berisi jumlah
leaflet, sendok takar, karton, master box, dan label.
3.3.1.4. R&D Compliance&Support Department
Departemen ini bertanggung jawab dalam dokumentasi dan registrasi
obat baru. Dokumentasi yang dilakukan mencakup dokumentasi pengembangan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
formulasi, analisa, dan pengemasan dari produk ethical, herbal & produk
suplemen, serta riset baru.
3.3.2. Quality Operation Division
Sistem manajemen mutu PT. SOHO Industri Pharmasi dilaksanakan oleh
Quality Operation (QO) Division. QO Division terdiri atas dua departemen, yaitu
Quality Control (QC) Department dan Quality Assurance (QA) Department.
Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada Lampiran 3
3.3.2.1. Quality Assurance (QA) Department
Quality Assurance Department dipimpin seorang apoteker dengan
jabatan Quality Assurance Department Head (QADH) yang memiliki tanggung
jawab ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan acuan mutu perusahaan
dan memastikan penerapan sistem mutu, memprakarsai dan mengawasi audit
internal atau inspeksi diri berkala, melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian
pengawasan mutu, mengevaluasi catatan batch dan meluluskan/menolak produk
jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait, serta
memprakarsai dan berperan aktif dalam audit eksternal dan program validasi.
Departemen QA memiliki tiga bagian yaitu Quality Compliance Section, Quality
Monitoring System Sub Department dan Quality Support Section. Struktur
organisasi departemen ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
a. Quality Compliance Section
Hal-hal yang menjadi tanggung jawab Quality Compliance Section
antara lain menangani Follow Up Stability, Product Quality Review (PQR), dan
register compliance. Quality Compliance Section memiliki dua Quality
Compliance Executive.
Quality Compliance Executive 1 bertugas dalam penanganan Follow Up
Stability (FUS) yaitu uji stabilitas produk–produk yang sudah beredar di pasaran
untuk mengetahui apakah suatu produk tetap memenuhi spesifikasi pada masa
peredaran ataupun penyimpanan. Uji stabilitas dilakukan sampai ED + 1 tahun,
artinya uji stabilitas dilakukan sampai waktu kadaluwarsa ditambah satu tahun.
Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan dilakukan
perpanjangan masa daluwarsa suatu produk. Perpanjangan masa daluwarsa
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
dilakukan untuk produk yang masih memenuhi syarat sampai ED + 1 tahun.
Apabila ditemukan produk yang sudah tidak memenuhi syarat saat ED atau
sebelum ED, maka bisa dilakukan pemendekan waktu kadaluarsa dalam
pembuatan produk selanjutnya.
Quality Compliance Executive 2 bertugas dalam penanganan registrasi
produk-produk yang hampir habis masa berlakunya. Penyiapan data dan
pelengkapan data untuk registrasi dimulai enam bulan sebelum masa berlakunya
habis. Dokumen yang diperlukan antara lain batch record, prosedur pemeriksaan
bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi, lembar spesifikasi produk,
sertifikat analisa bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi. Setelah
dokumen terkumpul, maka koordinator akan menyerahkannya kepada bagian
registrasi.
PQR dilaksanakan secara periodik untuk memverifikasi konsistensi
suatu produk yang berhubungan dengan Good Manufacturing Practice (GMP)
dan kesesuaian dengan spesifikasi terkini menggunakan analisa kecenderungan
(trend analysis). PQR dilakukan dan didokumentasikan setiap tahun untuk setiap
produk (minimal 3 batch) sesuai jadwal yang telah disetujui, termasuk di
dalamnya review dari PQR sebelumnya dan setidaknya meliputi data laboratorium
QC, data dari divisi produksi yang termasuk data mesin, pemeriksaan IPC dan
yields, dan data quality (pengenalan produk, pemeriksaan analisa IPC,
pemeriksaan bahan awal, pemeriksaan seluruh OOS dan investigasinya,
pemeriksaan dari seluruh penyimpangan dan kejadian, pemeriksaan Non
Conformance Product (NCP), pemeriksaan dari seluruh pengendalian perubahan
yang dilakukan, pemeriksaan hasil program pemantauan stabilitas pada tahun
tersebut dan setiap kecenderungan yang merugikan, pemeriksaan seluruh obat
kembalian yang terkait keluhan dan penarikan kembali obat jadi (PKOJ) dan
investigasi yang dilakukan terkait dengan kualitas produk, pemeriksaan data
validasi proses dan metode analisa, pemeriksaan data kalibrasi dan kualifikasi dari
mesin dan peralatan, pemeriksaan efektifitas dari tindakan koreksi dan
pencegahan yang diambil. Trend Analysis diperiksa dan dievaluasi oleh QO
Division Head dan Production Division Head agar dapat mengambil tindakan
yang sesuai bila diperlukan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
b. Quality Monitoring System Sub Department
Quality Monitoring System Sub Department Head membawahi Quality
Monitoring Section Head, Quality System Executive, dan Quality Release Section
Head. Quality Monitoring Section Head membawahi Quality Monitoring
Inspector (QMI) dan Product Sorter. Secara umum, Quality Monitoring Section
menangani audit, inspeksi diri, rancang bangun dan penanganan keluhan.
Pelaksanaan inspeksi diri dilakukan secara berkala dan disusun jadwal pada awal
tahun. Inspeksi diri mencakup semua bagian di manufacturing dan dilakukan oleh
divisi lain sebagai inspektor.
Pada penanganan keluhan, keluhan yang diterima harus segera diteruskan
ke QA, terutama keluhan yang terkait dengan keamanan produk. QMI harus
memasukkan data keluhan yang masuk ke dalam log book keluhan. Kemudian
dilakukan penilaian resiko awal yang mencakup pemeriksaan keluhan dan
penarikan kembali obat jadi dari produk yang sama untuk menentukan prioritas
melakukan investigasi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan mencakup keluhan
sebelumnya pada produk yang sama, Corrective Action and Preventice Action
(CAPA) yang telah diimplementasikan, dan pemeriksaan batch lain yang
berpotensi. Quality Monitoring Section Head akan melakukan investigasi
terhadap sampel keluhan dengan mengevaluasi batch record dan bila perlu
mengirimkan sampel ke QC untuk diuji. Pengujian dilakukan terhadap sampel
keluhan dan sampel pertinggal. Apabila sampel keluhan dan contoh pertinggal
memenuhi syarat, atau sampel keluhan tidak memenuhi syarat tetapi sampel
tertinggal memenuhi syarat, maka keluhan dapat dinyatakan not justified (tidak
dapat diterima). Bila sampel keluhan dan sampel pertinggal tidak memenuhi
syarat maka keluhan dapat dinyatakan justified (diterima).
Bila keluhan diterima, maka QA Department Head harus melakukan
investigasi terhadap produk yang sama dengan batch yang berbeda. Bila ternyata
ditemukan penyimpangan yang sama pada batch lain maka keluhan dapat
dilanjutkan dengan membuat CAPA atau bila perlu recall produk jika kasus
dianggap sangat berbahaya.
Penanganan pemilihan vendor dilakukan oleh QC bekerjasama dengan
QA. Vendor yang sudah disetujui akan masuk dalam daftar Approved Vendor List.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
Audit eksternal untuk vendor dilakukan secara langsung atau dengan kuesioner
untuk vendor yang tidak bisa dikunjungi secara langsung.
Quality Monitoring Inspector (QMI) bertugas dalam menganalisis
sampel pertinggal jika terdapat keluhan dari konsumen. Product Sorter
bekerjasama dengan bagian warehouse untuk memeriksa jumlah dan fisik produk,
membuat laporan disposisi ke marketing untuk menentukan tindakan selanjutnya
terhadap produk.
Quality Sistem Executive bertanggungjawab dalam penanganan CAPA,
deviasi, Lembar Usulan Perubahan (LUP), dan Non Conformance Product (NCP).
CAPA muncul ketika terjadi permasalahan yang sama berulang-ulang dan
permasalahan berakibat pada bagian lain di luar masalah tersebut. Deviasi atau
penyimpangan dibagi menjadi tiga yaitu planned deviation seperti pergantian
mesin produksi, unplanned deviation seperti terjadi capping pada tablet, dan
incident/accident seperti listrik mati. LUP merupakan change control atau
pengendalian perubahan untuk perubahan dokumen, alat, mesin, dan lain-lain.
NCP merupakan penyimpangan yang terjadi sebelum proses produksi seperti saat
mengecek bahan pengemas sebelum produksi ternyata bahan pengemas
mengalami kerusakan. CAPA berasal dari laporan OOS, keluhan, NCP, audit,
inspeksi diri, PQR, dan deviasi. Hal-hal di atas bisa ditindaklanjuti dengan CAPA
apabila setelah diinvestigasi diketahui bersifat sistemik, kemungkinan berulang
sering dan membutuhkan penyelesaian jangka panjang. Terakhir adalah Quality
Release Section. Quality Release Section Head menangani kelengkapan dokumen
produk-produk yang akan dirilis ke pasaran.
Quality Release Section Head membawahi IPC (In Process Control). ).
IPC bekerjasama dengan bagian IPC di Divisi Produksi untuk melakukan
pengendalian proses selama produksi. In process control dilakukan terhadap
semua tahap produksi, mulai dari mixing, tableting, coating, pengemasan primer
dan pengemasan sekunder. Tujuan IPC adalah supaya proses produksi dapat
menghasilkan produk sesuai spesifikasi dan mengurangi jumlah produk yang
ditolak karena tidak masuk spesifikasi. IPC Inspector merupakan personil QA
yang memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan
penyelidikan yang dilakukan oleh IPC produksi. IPC itu sendiri merupakan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
kegiatan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan serta dilaksanakan selama
proses pembuatan produk, termasuk pemeriksaan dan pengujian terhadap
lingkungan dan peralatan
c. Quality Support Section
Quality Support Section Head bertanggung jawab dalam kualifikasi alat-
alat produksi dan laboratorium bekerjasama dengan Engineering Department,
validasi metode analisa, dan penanganan dokumen-dokumen kalibrasi. Quality
Support Section juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kalibrasi alat-alat
yang terdapat di laboratorium QC. Kalibrasi alat dilakukan secara berkala yaitu
kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi
bulanan, dan verifikasi harian. Untuk kalibrasi satu tahunan dapat dilakukan oleh
pihak eksternal (supplier) atau pihak internal. Sedangkan untuk kalibrasi enam
bulanan, tiga bulanan, bulanan, dan verifikasi harian dilakukan oleh pihak internal
yang biasanya dilakukan oleh para analis yang sudah mengikuti pelatihan
kalibrasi sebelumnya.
Selain itu, Quality Support Section Head juga bertanggung jawab untuk
membuat dan merevisi Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan dan
pembersihan dan SOP kalibrasi alat-alat yang terdapat di laboratorium QC.
Setelah SOP jadi maka harus dilaksanakan pelatihan terhadap analis agar para
analis dapat menggunakan alat dengan baik dan benar.
3.3.2.2. Quality Control (QC) Department
Pada industri farmasi, bagian Quality Control (QC) merupakan bagian yang
penting. QC memberikan kepastian tentang mutu produk agar tetap konsisten
memiliki spesifikasi yang telah ditetapkan, sehingga produk memberikan manfaat
kepada konsumen. Kegiatan pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan
laboratorium, tetapi juga terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan
mutu produk.
QC Department di PT. SOHO Industri Pharmasi secara struktural berada di bawah
Quality Operational Division yang dikepalai oleh QO Division Head. Departemen
QC bersifat independen, sejajar dengan Departemen QA, serta tidak tergantung
dengan produksi sehingga QC dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
tanpa terpengaruh oleh bagian lain. QC PT. SOHO Industri Pharmasi terpisah dari
QC PT. ETHICA Industri Farmasi.
Departemen QC dikepalai oleh seorang apoteker yang disebut QC
Department Head dan memiliki beberapa tanggung jawab sebagai berikut :
a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produkjadi.
b. Memastikan seluruh pengujian yang diperlukan dan validasinya telah
dilaksanakan.
c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, instruksi kerja pengambilan
sampel, metode pengujian, kontrak analisis dan prosedur pengawasa nmutu
yang lain.
d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
pengawasan mutu.
e. Menetapkan, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu.
QC Department Head membawahi lima section yang menangani Bahan
Baku (Raw Material Section Head), Bahan Kemas (Packaging Material Section
Head), Produk Setengah Jadi (Half Finished Goods Section Head), Mikrobiology
Section Head dan IPC (In Process Control). Struktur organisasi departemen ini
dapat dilihat pada Lampiran 5-6.
a. Raw Material Section
Quality Control bagian ini menangani bahan baku, baik yang digunakan
untuk produksi, maupun untuk pengembangan produk (R&D Department). Dalam
pelaksanaannya, section ini dibantu oleh beberapa analis dan helper. Proses
pemeriksaan bahan baku dimulai dari barang datang dari vendor ke gudang.
Warehouse Department akan membuat Lembar Penerimaan Barang (LPB). LPB
ini dikirimkan ke QC Raw Material beserta CoA dari vendor agar bahan baku ini
diambil sampelnya untuk dilakukan sampling pada bahan baku.
Sampling menjadi kegiatan yang penting dalam pengawasan mutu yaitu
mengambil sebagian kecil dari satu batch. Pengambilan sampel dilakukan
sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh
tidak baik terhadap mutu. Pengambilan sampel dilakukan di ruang sampling.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Wadah yang diambil sampelnya diberi label yang mencantumkan isi wadah,
nomor batch, tanggal pengambilan sampel dan diberi label “contoh sudah
diambil” dengan warna jingga pada wadah bahan baku ersebut. Wadah ditutup
rapat kembali setelah pengambilan sampel. Semua alat pengambilan sampel dan
wadah sampel terbuat dari bahan yang inert dan dijaga kebersihannya. Mutu suatu
batch bahan baku dapat dinilai dengan mengambil dan menguji sampel yang
representative. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representative
ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel.
Penentuan status bahan baku diluluskan maupun ditolak berdasarkan
hasil analisa yang dibandingkan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Spesifikasi ditetapkan berdasarkan literatur yang ada (USP, EP, BP, FI serta CoA
dari vendor) dan beberapa modifikasi yang disesuaikan. Apabila hasil analisa
dinyatakan bahwa bahan baku diluluskan maka analis akan membuat CoA dan
label hijau. Sedangkan bahan baku yang ditolak dibuatkan label merah.
Dalam proses produksi, bahan baku yang belum habis dapat dilakukan
analisa ulang (reanalisa) untuk mengetahui kondisi bahan baku yang akan
digunakan. Frekuensi analisa ulang bahan baku berbeda-beda tergantung dari sifat
bahan baku sendiri. Bahan baku yang berupa zat aktif waktu analisa ulang adalah
setiap satu tahun. Sedangkan bahan baku sebagai bahan tambahan waktu analisa
ulang adalah setiap dua tahun, kecuali flavour setiap enam bulan. Bahan baku
tambahan yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi frekuensi analisa ulang
adalah setiap satu tahun, kecuali untuk kapsul kosong setiap dua tahun.
Hasil reanalisa yang masih memenuhi syarat spesifikasi diberi label
hijau (diluluskan) sehingga dapat dipergunakan untuk produksi. Sedangkan hasil
reanalisa yang tidak memenuhi syarat spesifikasi diberi label merah (ditolak).
Perlakuan terhadap bahan baku yang ditolak ini disesuaikan dengan perjanjian
yang telah dibuat dengan vendor apakah barang dikembalikan dan diganti, atau
langsung dimusnahkan.
b. Packaging Material Section
QC bagian ini menangani tentang pengawasan kualitas bahan kemas.
Proses pengawasan dimulai dari penerimaan LPB dari Warehouse Department
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
agar dilakukan sampling terhadap bahan kemas. Spesifikasi dari bahan kemas
ditetapkan dengan penekanan pada kompatibilitas bahan terhadap produk yang
diisikan ke dalamnya. Pengujian terhadap bahan kemas difokuskan pada
pemeriksaan fisik meliputi pemerian, jenis bahan kemas, ukuran (panjang, lebar,
dan tebal), dan keragaman bobot serta kualitas cetak pada bahan kemas karena
cacat fisik yang kritis dan kebenaran penandaan dapat berdampak besar yaitu
dapat memberikan kesan meragukan terhadap kualitas produk. Pemeriksaan
mikrobiologi diperlukan untuk bahan kemas produk sirup dan cream.
Bahan kemas juga dilakukan reanalisa. Frekuensi reanalisa untuk bahan
kemas primer adalah setiap satu tahun, sedangkan untuk bahan kemas sekunder
dilakukan setiap dua tahun. Parameter yang diperiksa ulang adalah pemerian dan
mikrobiologi sesuai dengan spesifikasi masing-masing bahan.
c. Half Finished-Finished Goods Section
Quality Control bagian ini mengawasi mutu dari produk setengah jadi
dan produk jadi. Dalam pelaksanaannya QC Finished Goods dibantu oleh
beberapa analis, helper dan dibantu petugas IPC. Pengawasan mutu dari produk
setengah jadi dimulai dari pengambilan sampel di bagian produksi. Pelaksana
pengambilan sampel dilakukan oleh petugas IPC. Sampling dilakukan setelah
proses produksi selesai disertai lembar PA (Permintaan Analisis) dari produksi.
Waktu sampling tergantung dari jenis produk dan sifat fisika kimianya.
Sampling untuk produk steril dilakukan setelah proses sterilisasi. Produk
aseptis sampling dilakukan setelah proses filling selesai. Sampling produk
setengah jadi nonsteril dalam bentuk granul dilakukan pada saat proses mixing
berlangsung dengan alat thief sampler. Pengambilan sampel dilakukan pada
bagian atas, tengah dan bawah dari drum mixer.
Sampel untuk granul dilakukan untuk produk yang mengalami perubahan
atau validasi proses, seperti perubahan batch size, bahan baku, mesin, dan proses
produksi. Pengambilan sampel untuk tablet, kaplet dan kapsul diambil di bagian
awal, tengah dan akhir proses produksi, sedangkan untuk untuk tablet salut dan
dragee dilakukan di akhir proses produksi. Sampel obat jadi diambil setelah
pengemasan primer selesai. Sampel dimasukkan ke dalam wadah yang sesuai
lengkap dengan label dan ditutup rapat. Label berisi nama produk, nomor batch,
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
tanggal pembuatan, tanggal sampling dan paraf petugas IPC yang melakukan
sampling. Sampel yang diperoleh diletakkan di tempat penyimpanan QC.
Sampel yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan prosedur
pengujian untuk masing-masing produk dengan metode yang telah disetujui.
Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk tiap produk setengah jadi dan produk
jadi mencakup spesifikasi dan prosedur pengujian mengenai identitas, kemurnian,
mutu dan kadar/potensi. Prosedur pengujian mencakup hal yang seperti telah
disebutkan dalam Raw material. Hasil pengujian dilaporkan analis dalam Lembar
Data Awal (LDA). LDA berisi nama dan nomor batch dan bentuk sediaan,
metode analisis yang digunakan, pernyataan mengenai nilai yang diharapkan,
pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat, tanggal dan tanda
tangan analis yang melakukan pengujian dan yang memeriksa perhitungan. Hasil
pengujian (terutama perhitungan) diperiksa oleh supervisor (Half Finished Goods
Section Head) sebelum bahan atau produk tersebut diluluskan atau ditolak.
d. Microbiology Section
Quality Control bagian ini menangani pengujian mikrobiologi baik pada
bahan baku maupun bahan pengemas, produk setengah jadi dan produk jadi.
Tidak semua bahan baku maupun produk jadi dilakukan pengujian mikrobiologi,
hanya yang memiliki probabilitas terkontaminasi yang besar seperti bahan baku
yang berupa ekstrak serta produk dalam bentuk sediaan sirup dan cream.
Pengujian mikrobiologi dimulai dengan diterimanya Permintaan Analisis
(PA) dari produksi dan QC Raw Material (RM) / Packaging Material (PM).
Kemudian dilakukan sampling dengan perlakuan yang lebih khusus yaitu
menggunakan wadah sampling yang steril. Hasil pengujian dilaporkan analis
dalam Lembar Mikrobiologi yang berisi nama dan nomor batch dan bentuk
sediaan, media yang dipergunakan, pernyataan nilai yang diharapkanpernyataan
tidak atau memenuhi syarat, tanggal pemeriksaan dan tanda tangan analis yang
melakukan pengujian, tanggal dan tanda tangan QC Microbiology Section Head.
Hasil pemeriksaan mikrobiologi ini kemudian diserahkan kepada analis bahan
baku atau analis produk setengah jadi sesuai dengan bahan yang diuji. Analis
bahan baku atau produk setengah jadi akan membuat Certificate of Analysis
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
(CoA) untuk bahan yang memiliki spesifikasi mikrobiologi sehingga dapat
dinyatakan diluluskan (released).
3.3.3. Production Division
Production Division dipimpin oleh seorang apoteker dengan jabatan
Production Division Head. Tanggung jawab Production Division Head adalah
sebagai berikut:
a. Merencanakan, mengatur, dan memimpin seluruh kegiatan produksi yang
diperlukan oleh pabrik.
b. Menjamin pelaksanaan produksi yang tepat waktu serta pengiriman semua
produk dengan biaya yang rasional sesuai dengan kebijakan mutu SOHO
Group,dan CPOB.
c. Memastikan semua tahap produksi sesuai prosedur agar memenuhi syarat
mutu yang ditetapkan.
Production Division terdiri dari tiga departemen yaitu Non Steril
Production Department (NSP), Steril, and Cephalosporine & Extract Production
Department (SCEP). SCP Department melakukan produksi sediaan steril dan
cephalosporine di PT. Ethica, sedangkan NSP Department melakukan produksi di
PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi Divisi Produksi dapat dilihat
pada Lampiran 7.
Proses produksi adalah pengolahan bahan baku sampai dikemas menjadi
barang jadi/finished good. Sediaan yang diproduksi oleh Departemen NSP adalah
sediaan solid (tablet, kaplet, kapsul, dry sirup), sediaan liquid (larutan, suspensi
dan emulsi), sediaan semisolid (krim dan gel), dan sediaan herbal/obat tradisional.
Bagian ini bertanggung jawab untuk memproduksi produk-produk solid dan non
solid mulai dari mixing, tabletting, coating sampai pengemasan primer dan
sekunder.
Pengambilan bahan baku atau bahan pengemas dari gudang menggunakan
picklist. Picklist merupakan daftar material yang dibutuhkan saat produksi dibuat
oleh Material Planning di Supply Chain Management Division berdasarkan daftar
material dalam rencana produksi dan didistribusikan ke Warehouse Department.
Penjadwalan dan rencana produksi menggunakan sistem Monthly
Planning Packaging, yaitu penentuan jadwal pengemasan terlebih dahulu baru
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
diikuti mixing, tableting dan coating. Setiap bahan baku dan bahan pengemas
yang datang dari pemasok disimpan di gudang dengan status karantina. Tanda
bahwa bahan baku dan bahan pengemas berstatus karantina adalah terdapat label
karantina warna putih dan kuning di wadah bahan. Bahan baku dan bahan
pengemas tersebut baru bisa digunakan untuk produksi setelah diperiksa
kemudian dinyatakan lulus oleh QC. Saat dinyatakan lulus, label lulus warna hijau
ditempel menutupi label karantina di wadah bahan baku dan bahan pengemas.
Bahan baku dan bahan pengemas yang tidak memenuhi syarat dikeluhkan dan
dikembalikan ke pemasok.
3.3.3.1. Penimbangan bahan baku
Proses penimbangan merupakan tahap yang kritis dalam proses produksi
karena merupakan proses awal dalam produksi dan jika terjadi kesalahan dalam
penimbangan maka proses selanjutnya akan bermasalah. Bahan baku dipesan dari
gudang berdasarkan picklist bahan baku. Bahan baku dari gudang
diserahterimakan ke bagian produksi di ruang penyangga (buffer room) dan
dilakukan pengecekan identitas bahan baku satu–persatu sesuai picklist meliputi
nomor part, nama dan nomor bahan baku, expired date, analisa ulang serta label
hijau (released). Bahan baku yang sudah lolos pengecekan diletakkan di ruang
staging before weighing, masing-masing diletakkan perbatch (satu palet hanya
untuk satu batch).
Proses yang perlu dilakukan sebelum penimbangan adalah penyiapan
ruang timbang. Ruang timbang terbagi menjadi dua jenis yaitu ruang timbang low
RH dan ruang timbang biasa. Pemisahan ini berdasarkan perbedaan sifat produk
yang akan ditimbang, bahan baku yang higroskopis dan mudah rusak karena
kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang timbang low RH sedangkan bahan
baku yang tidak rusak karena kelembaban di atas 30% ditimbang di ruang
timbang biasa. Penyiapan ruang timbang meliputi pengaktifan sistem down flow
booth, pengecekan suhu dan RH, dan pengecekan waterpass. Sistem down flow
booth adalah sistem pengaturan aliran udara untuk membawa debu dan partikel
bahan baku yang jatuh serta terhambur di udara masuk ke dalam fine filter (di
bagian samping bawah ruang timbang) sehingga tidak mengontaminasi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
38
Universitas Indonesia
penimbang. Sistem down flow booth dinyalakan selama 15 menit dan baru boleh
dipakai setelah aliran udara mencapai 40 m/detik. Suhu untuk ruang timbang biasa
dan low RH adalah ≤ 25°C. RH untuk ruang timbang biasa adalah 45-75%, dan
untuk low RH <30%. Waterpass adalah parameter distribusi berat pada
timbangan, kondisi waterpass adalah dimana kondisi distribusi berat merata di
semua sisi timbangan, jadi di sisi manapun bahan ditimbang akan menghasilkan
massa/berat yang sama. Pengecekan waterpass dilakukan dengan mengecek posisi
gelembung air dalam alat cek waterpass, posisi yang tepat adalah gelembung
berada tepat di tengah lingkaran alat cek waterpass. Penimbangan dilakukan
setelah persyaratan down flow both, suhu, RH dan waterpass terpenuhi.
Penimbangan dilakukan pada timbangan sesuai kapasitas masing-masing.
Bahan–bahan padat yang sudah ditimbang dimasukkan dalam plastik.
Bahan-bahan cair dimasukkan dalam stainless steel can, untuk alkohol dan larutan
yang memiliki resiko terbakar/meledak dimasukkan dalam safety can. Plastik,
stainless steel can dan safety can yang digunakan harus sudah dicek dan dirilis
oleh QC. Bahan yang sudah dimasukkan dalam wadah kemudian dilabel dengan
label timbang, kemudian diletakkan di dalam ruangan staging after weighing.
3.3.3.2. Produksi Solid
a. Mixing Section
Mixing section memiliki tugas utama yaitu melakukan
mixing/pencampuran bahan baku hingga bahan baku homogen dan memenuhi
persyaratan untuk proses selanjutnya. Proses utama dalam mixing section adalah
pencampuran bahan untuk kempa langsung, granulasi basah, dan granulasi kering.
Sedangkan proses granulasi kering adalah proses pembentukan granul kering
dengan bantuan tekanan tinggi. Proses granulasi kering dilakukan untuk bahan-
bahan yang tidak tahan panas dan mudah rusak karena hidrolisis air, tetapi tahan
terhadap tekanan tinggi.
Proses kempa langsung merupakan proses yang paling sederhana dan
paling cepat karena hanya satu tahap saja yaitu pencampuran kering/dry mixing.
Bahan-bahan untuk kempa langsung dicampur di dalam mixer sampai homogen
selanjutnya ditampung dalam wadah dan dilabel. In process control tidak
dilakukan pada proses pencampuran bahan untuk kempa langsung.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Proses granulasi basah adalah proses pembentukan granul basah yang
menggunakan bantuan air untuk membentuk granul. Larutan lain yang dapat
digunakan untuk granulasi basah adalah alkohol, isopropanol dan kombinasi
keduanya. Proses granulasi basah dilakukan untuk bahan–bahan yang tahan panas
dan tidak rusak karena hidrolisis air. Proses pencampuran bahan untuk granulasi
basah dimulai dengan pencampuran basah (wet mixing) zat aktif dengan fase
dalam yaitu bahan pengisi, pengikat dan penghancur. Alat yang digunakan adalah
super mixer, yaitu alat yang mempunyai kemampuan untuk mencampur bahan
dengan putaran agitator dan membentuk granul dengan chopper. Agitator
berbentuk seperti baling-baling dan dapat berputar pada kecepatan tinggi sehingga
massa yang ada dapat teraduk dan tercampur oleh gaya putar agitator. Proses
selanjutnya setelah pencampuran basah adalah pengeringan dengan FBD (Fluid
Bed Dryer). Granul yang dikeringkan dicek kadar airnya, alat yang digunakan
untuk mengecek kadar air adalah alat pengukur Moisture Balance. Granul yang
sudah memenuhi persyaratan kadar air selanjutnya diproses dengan granulator.
Granul kering hasil granulator selanjutnya dicampur kering (dry mixing) dengan
fase luar (bahan pelicin, lubrikan, dan disintegran) dalam mixer.
Selanjutnya jika untuk proses pencampuran bahan untuk granulasi
kering, zat aktif dan fase dalam dicampur dan dimasukkan dalam granulator, di
dalam granulator zat aktif dan fase dalam mengalami proses roller compaction
dan kemudian diayak dengan mesh tertentu. Granul yang dihasilkan selanjutnya
dicampur kering dalam mixer. Hasil mixing kering proses granulasi basah atau
granulasi kering selanjutnya dibungkus dalam wadah, dilabel dan diletakkan di
ruang work in process (WIP) sebelum diproses ke tabletting section. Ruangan
WIP berfungsi untuk menyimpan bahan–bahan hasil mixing sebelum masuk
proses selanjutnya karena tidak semua bahan setelah selesai proses mixing
langsung diproses lebih lanjut. Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan,
dikarantina, dilaporkan kejadiannya ke QA untuk menunggu tindakan yang
diambil (reprocessing atau reject). Bahan sisa yang tidak digunakan dalam proses
yang gagal dikembalikan ke gudang untuk digunakan kembali pada batch lain
produk yang sama (recovery).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
40
Universitas Indonesia
b. TablettingSection
Bagian tableting memiliki tugas untuk mencetak hasil mixing menjadi
tablet atau kaplet. Hasil mixing yang telah diizinkan untuk proses dilanjutkan
dibawa ke ruang tabletting untuk dicetak. In process control tablet berlangsung
saat pencetakan tablet dilakukan setiap 30 menit sekali. In process control yang
dilakukan adalah ketebalan tablet, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan
waktu hancur. Masalah yang sering dihadapi dalam pencetakan tablet adalah
capping, laminating, lengket pada dies, dan lengket pada punch. Capping dan
laminating diatasi dengan menurunkan tekanan kempa, menambahkan jumlah
pengikat sampai optimum, dan memasukkan granul yang kekeringan ke dalam
oven dalam keadaan mati/off. Granul tersebut akan menyerap uap air sehingga
terjadi peningkatan kadar air dalam granul. Massa tablet yang lengket pada punch
dan dies terjadi karena granul terlalu basah, tekanan kempa kurang besar, dan
terlalu banyak bahan pengikat. Pengatasan massa tablet yang lengket pada punch
dan dies adalah dengan mengeringkan granul yang terlalu basah, menaikkan
tekanan kempa dan memakai bahan pengikat dalam jumlah yang optimum. Tablet
yang memenuhi syarat disimpan di ruang WIP tablet. Tablet yang tidak memenuhi
syarat dikarantina terlebih dahulu, kemudian didiskusikan dengan QA untuk
tindakan selanjutnya (reprocessing atau reject). Tablet yang direject dikumpulkan
dan dimusnahkan.
c. Coating Section
Proses coating/penyalutan bertujuan untuk menutupi rasa, bau, atau
warna obat, memberi perlindungan fisik dan kimia pada obat, mengendalikan
pelepasan obat dan meningkatkan penampilan tablet. Proses penyalutan dilakukan
setelah tablet hasil cetak sudah memenuhi persyaratan dan dilabel untuk proses
selanjutnya.
Tahapan proses penyalutan adalah penyiapan larutan salut, proses
sealing, proses subcoating, proses smoothing-coloring, dan proses polishing.
Semua tahapan tersebut tidak selalu berlaku untuk setiap tablet tergantung dari
jenis tablet yang diproduksi. Jenis tablet salut yang diproduksi adalah tablet salut
film/salut selaput, salut gula, dan salut enterik. Tahap penyiapan larutan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
41
Universitas Indonesia
merupakan tahap kritis, jika larutan tidak homogen maka tablet tidak tersalut
sempurna atau warna tidak merata. Tahap sealing bertujuan untuk menutupi
permukaan bahan yang disalut dari penetrasi air dan untuk memperkeras
permukaan, larutan yang digunakan adalah larutan yang tidak dapat larut air,
seperti shellac, HPMC. Tahap subcoating bertujuan untuk menutupi permukaan
bahan yang disalut sehingga menjadi bundar sesuai dengan bentuk dan ketebalan
yang dikehendaki, larutan yang digunakan adalah larutan gula. Tahap smoothing-
coloring bertujuan untuk menutupi dan mengisi cacat pada permukaan tablet yang
disebabkan oleh tahap subcoating, dan untuk memberi warna dasar pada tablet,
larutan yang digunakan adalah larutan gula ditambah lake. Tahap polishing
bertujuan untuk mengkilapkan permukaan tablet salut sehingga terlihat mengkilap
dan menarik dengan menggunakan polimer selulosa.
Alat yang digunakan untuk penyalutan adalah sistem automated coating
pan. Pan yang digunakan adalah jenis perforated, yaitu panci berlubang dan dapat
dialiri udara panas lebih banyak lewat lubang-lubang tersebut sehingga
pengeringan lebih efektif. Bagian spray gun digunakan untuk menyemprotkan
larutan salut. Parameter kritis saat penyalutan adalah suhu dan putaran pan. Tablet
yang sudah selesai disalut dimasukkan ke dalam panci polishing untuk memoles
tablet supaya mengkilat. In process control yang dilakukan adalah pengukuran
waktu hancur dan keseragaman bobot. In process control dilakukan setelah selesai
penyalutan. Tablet salut yang tidak memenuhi persyaratan harus segera
dikonfirmasi ke QA untuk memastikan tindakan selanjutnya.
Masalah–masalah yang dihadapi saat penyalutan adalah sticking,
twinning, chipping dan mottled color. Sticking adalah menempelnya bagian tablet
salut pada dinding mesin sehingga mengakibatkan tablet tidak utuh. Hal ini
disebabkan oleh pengeringan yang tidak maksimal. Permasalahan ini dapat diatasi
dengan meningkatkan efisiensi pengeringan. Twinning adalah menempelnya tablet
salut pada tablet salut yang lain. Hal ini disebabkan oleh kecepatan pan yang
lambat, dan spray gun menyemprot larutan salut terlalu cepat. Twinning dapat
diatasi dengan mempercepat putaran pan, dan memperlambat semprotan spray
gun. Chipping adalah lepasnya bagian tablet atau rusakknya bagian tablet. Hal ini
terjadi putaran pan yang cepat dan tablet inti yang rapuh. Chipping diatasi dengan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
42
Universitas Indonesia
memperlambat putaran pan dan menggunakan tablet inti yang tidak rapuh.
Mottled color adalah kondisi warna tablet salut yang tidak merata disebabkan oleh
pencampuran larutan coating yang kurang homogen dan posisi spray gun yang
terlalu jauh dari tablet. Mottled color dapat diatasi dengan pencampuran homogen
larutan coating dan posisi spray gun yang lebih dekat dengan tablet.
d. Proses produksi kapsul
Selain melakukan produksi kapsul, dilakukan juga pengisian kapsul
cangkang gelatin keras. Prinsip kerja mesin filling kapsul ini adalah cangkang
kapsul yang telah dimasukkan ke dalam hopper akan masuk ke dalam jalur
kapsul. Dengan menggunakan vacuum, cap dan body kapsul dipisahkan. Bagian
body pada shaft siap diisi granul atau serbuk. Kapsul yang rusak di-reject secara
otomatis. Cap dan body yang sudah terisi ditempatkan pada shaft dan siap untuk
ditutup. Kemudian cap dan body ditutup lalu dikunci. Kapsul yang telah terkunci
dikeluarkan dari mesin yang kemudian masuk ke mesin polishing. Polishing
bertujuan untuk membersihkan debu partikel yang menempel pada permukaan
cangkang kapsul.
e. Primary Packaging Section
Pengemasan primer untuk tablet dan salut dibuat dalam dua bentuk yaitu
strip dan blister. Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan
blister adalah plastik dan alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah
bahan pengemas yang sudah dinyatakan released oleh QC. Pengecekan bahan
pengemas dilakukan sebelum proses pengemasan, yang dicek adalah nomor batch
dan kualitas pengemas. Pengemas yang tidak layak pakai tidak digunakan untuk
proses pengemasan dan selanjutnya dikarantina untuk dimusnahkan.
Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada stabilitas bahan yang
dikemas dan permintaan pasar. Obat–obat yang peka cahaya hanya dapat dikemas
dengan strip, karena blister memiliki bagian transparan yang dapat ditembus
cahaya sehingga obat yang peka cahaya akan rusak. Blister merupakan kemasan
yang mudah dibuka yaitu dengan didorong dari belakang (Push through pack),
lebih disukai konsumen dibandingkan strip yang dibuka dengan merobeknya.
Pengemasan tablet juga dapat dilakukan dengan botol, bahan-bahan yang
rusak karena panas tidak boleh dikemas dengan strip atau blister, karena mesin
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
43
Universitas Indonesia
strip dan blister menggunakan panas tinggi. Proses pengemasan dengan botol
adalah dimulai dengan blowing botol, filling tablet atau kaplet, dan capping (tutup
botol). Proses blowing botol berfungsi untuk menghilangkan partikel/debu yang
terdapat di botol. Produk dry sirup dikemas juga dengan botol khusus, proses
yang dilakukan sama dengan pengemasan botol biasa.
IPC yang dilakukan adalah tes kebocoran dengan larutan metilen blue
dalam mesin sedot vakum, dilakukan setiap 15 menit sekali. IPC dilakukan setiap
15 menit supaya saat ditemukan kemasan yang rusak atau bocor dapat segera
diambil tindakan perbaikan dan pencegahan sehingga jumlah kemasan yang reject
tidak terlalu banyak. Cara menguji kebocoran adalah dengan memasukkan strip ke
dalam larutan metilen blue (dalam mesin sedot vakum) dan ditutup pintu mesin,
vakum dinyalakan dan jika terjadi kebocoran maka strip atau blister akan terisi
larutan metilen blue. Sampel IPC harus dibuang dan tidak boleh dikemas ulang
setelah dibuka. Strip/blister yang mengalami kebocoran dikarantina dan
dikonfirmasi ke QA untuk melakukan pengemasan ulang. Pengecekan penampilan
juga dilakukan saat pengemasan, kemasan yang bergaris, penyok atau tidak
sempurna segera dicek penyebabnya, kemudian dikarantina dan dimusnahkan.
Pemusnahan dilakukan supaya kemasan bekas tidak disalahgunakan oleh pihak
yang bertanggungjawab. Alufoil sisa pengemasan dikembalikan ke gudang.
f. Secondary Packaging Section
Pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer,
mesin dibuat model in-line. Urutan model in-line adalah mesin labelling, mesin
printing untuk label, mesin printing untuk kemasan sekunder dan mesin sealing
master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder adalah proses printing. Proses
printing dilakukan dengan printer dengan warna tinta hitam yang tidak mudah
terhapus oleh udara atau gesekan, yang dicetak adalah no mor batch, expired date,
dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak bagus (miring, kabur), dapat
dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian direprinting.
Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan tenaga manusia dengan
dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus kemasan juga diprint no
batch, expired date dan tanggal produksinya. Dus kemasan dimasukkan ke dalam
master box dan ditutup dengan plakband. Master box dilabel dan selanjutnya
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
44
Universitas Indonesia
diserahterimakan dengan bagian gudang. Beberapa informasi tercantum pada
master box antara lain, terlindung dari cahaya, cara menyusun, jangan memakai
alat pengait, dan maksimal tumpukan, tujuannya adalah untuk menghindari
kerusakan selama penyimpanan. In process control yang dilakukan hanya cek
printed material seperti tersebut di atas.
3.3.3.3. Obat Tradisional (OT)
Pada awalnya bagian OT merupakan departemen yang berdiri sendiri,
tetapi mulai September 2011 bagian ini berada di bawah Production Division
tepatnya di Non Sterile Production Department. Aktivitas produksi berupa
ekstraksi simplisia dilakukan oleh departemen SCEP. Sebagian proses ekstraksi
simplisia yang dilakukan secara toll-out karena keterbatasan kapasitas mesin.
Simplisia yang diperoleh dari warehouse akan dihaluskan terlebih
dahulu. Setelah dihaluskan, bahan baku akan diekstraksi dengan metode maserasi
dalam tangki. Maserasi dapat dilakukan hingga empat sampai lima kali. Ekstraksi
dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan alkohol 70%. Dari hasil
ekstraksi, akan diperoleh ekstrak cair yang selanjutnya akan dievaporasi di tangki
evaporator untuk menghasilkan ekstrak kental. Lama proses evaporasi kurang
lebih 7-12 jam. Pelarut alkohol dapat memakan waktu paling lama 9 jam,
sedangkan untuk pelarut air kurang lebih 12 jam.
Ekstrak kental yang diperoleh dari proses evaporasi selanjutnya akan
diolah menjadi ekstrak kering. Proses yang digunakan dalam pembuatan ekstrak
kering adalah granulasi basah. Bahan pengisi/filler akan ditambahkan dalam
ekstrak kental, kemudian dilakukan pencampuran dalam mesin dengan agitator di
dalamnya. Setelah dilakukan pencampuran, akan diperoleh ekstrak setengah
kering. Ekstrak setengah kering tersebut kemudian dikeringkan dalam oven
hingga kadar air mencapai yang dipersyaratkan, yaitu kurang dari 4%.
Pengeringan dalam oven dilakukan pada suhu 90°C dengan massa kurang lebih
300 kg selama 20-30 jam.
Ekstrak kering yang diperoleh akan dihaluskan dengan ayak kering.
Setelah selesai diayak, ekstrak kering tersebut selanjutnya diuji oleh bagian QC
untuk memperoleh label released sehingga proses selanjutnya dapat dilanjutkan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
45
Universitas Indonesia
Hal-hal yang dianalisa oleh QC antara lain: kadar senyawa aktif, kadar tannin,
bulk density, kadar air, % lolos mesh, dan mikrobiologi. Dari hal-hal tersebut,
permasalahan yang paling sering dihadapi adalah kadar mikroba diatas ambang
yang telah ditentukan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah membawa ekstrak kering tersebut ke BATAN untuk dilakukan
proses radiasi. Ekstrak kering yang telah memperoleh label released selanjutnya
diserahkan ke warehouse untuk disimpan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan.
3.3.4. Supply Chain Management (SCM) Division
SCM terbagi menjadi empat departemen yaitu Production Planning
Department, Warehouse Department, Material Procurement Department dan
Custom Clearance Department. Struktur organisasi divisi ini dapat dilihat pada
Lampiran 8
3.3.4.1. Production Planning Department
Production Planning Department bertanggungjawab dalam perencanaan
produksi. Departemen ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian Production
Planning dan Product Supply Management. Bagian Production Planning terbagi
menjadi dua sub bagian yaitu Contract Management yang bertanggungjawab
dalam perencanaan toll manufacturing, dan Production Planning yang
bertanggungjawab tentang perencanaan dana produksi dan pemasok. Bagian
Production Planning Department ini bertanggungjawab dalam pengaturan jadwal
produksi.
Perencanaan produksi sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi.
Perencanaan produksi dibuat berdasarkan order plan dari distributor. Order plan
dibuat berdasarkan forecasting/peramalan dari Marketing Department. Peramalan
sangat penting dalam perencanaan produksi karena mempertimbangkan
kebutuhan marketing yaitu situasi penjualan masa lalu dan kebutuhan pasar masa
depan dengan melihat pertumbuhan pasar. Production Planning Department
bertugas untuk menganalisa setiap forecast/peramalan yang berasal dari bagian
marketing, kemudian melakukan perencanaan Master Production Scheduling
(MPS) dan Master Requirements Planning (MRP). Master Production Scheduling
(MPS) berisi jenis, jumlah produk yang akan diproduksi, serta jadwal kapan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
46
Universitas Indonesia
dilakukannya proses produksi. Setelah MPS dibuat, selanjutnya dibuat MRP
untuk menunjang MPS. Master Requirements Planning (MRP) berisi nama dan
jumlah material yang dibutuhkan dalam proses produksi. Dokumen Master
Requirements Planning (MRP) di-follow up ke bagian warehouse, QA, produksi,
dan marketing.
3.3.4.2. Warehouse Department
Untuk mendukung perencanaan produksi, penyediaan barang harus
dilakukan. Penyimpanan bahan baku maupun produk jadi harus diperhatikan agar
barang yang disimpan selalu dalam kondisi baik. Kualitas material maupun
barang jadi dipengaruhi oleh cara penyimpanan barang tersebut. Semua bahan dan
produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegar resiko campur
baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
Gudang berfungsi sebagai tempat penerimaan, penyimpanan,
pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dan pelaporan
material serta peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin. Beberapa manfaat
gudang yaitu terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan, tertatanya
perbekalan kesehatan, peningkatan pelayanan pendistribusian, kemudahan akses
dalam pengendalian dan pengawasan, tersedianya data informasi yang lebih
akurat, aktual dan dapat dipertanggungjawabkan.
Syarat gudang menurut CPOB yaitu:
a. Harus ada protap yang mengatur tata kerja (penerimaan, penyimpanan, dan
distribusi barang.
b. Cukup luas, terang, dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu
sesuai dengan persyaratan, bersih, dan teratur.
c. Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar
atau mudah meledak.
d. Tersedia tempat khusus barang karantina dan rejected.
e. Tersedia ruangan khusus untuk sampling, dengan kualitas ruangan seperti grey
area.
f. Pengeluaran barang mengikuti prinsip First In First Out (FIFO) atau First
Expired First Out (FEFO).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Bangunan yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang harus
terjamin kebersihan dan higienitasnya. Selain itu, gudang harus memiliki
kelembaban ruangan 75%, namun untuk produk kapsul memiliki kelembaban
ruang 35%-65%, bahan yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan
lantai, jarak antara bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi, dan pallet
harus dalam keadaan bersih dan terawat.
Pembagian gudang ada dua, yaitu berdasarkan suhu penyimpanan dan
berdasarkan jenis barang yang disimpan. Berdasarkan suhu penyimpanan, gudang
dibagi menjadi 3, yaitu gudang suhu kamar (≤ 30oC), gudang ber-AC (15-25oC),
dan gudang dingin (2-8oC). Sedangkan berdasarkan jenisnya gudang dibagi
menjadi 7, yaitu bahan baku, bahan pengemas, bahan beracun, bahan yang mudah
meledak atau terbakar, bahan yang ditolak, karantina obat jadi, dan obat jadi.
Warehouse Department memiliki dua sub departemen yaitu sub departemen
Finished Goods dan sub departemen Material Procurement. Sub departemen
Finished Goods bertanggung jawab dalam penanganan penyimpanan obat jadi.
Sub departemen Material Procurement bertanggung jawab dalam penanganan
penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas. PT. SOHO memiliki beberapa
gudang, yaitu PG5 dan PG6 untuk menyimpan bahan baku, Rawaudang untuk
menyimpan bahan pengemas, serta Pulokambing untuk menyimpan bahan baku,
bahan pengemas, dan barang jadi. Simplisia herbal dan senyawa mudah terbakar
seperti alkohol disimpan dalam gudang Rawakepiting. PT. Parit Padang sebagai
distributor tunggal PT. SOHO menyimpan barang jadi.
Gudang PT. SOHO ada yang masih terhubung langsung dengan bagian
pengemasan sekunder dan ada yang terpisah di lain tempat. Gudang dan ruang
pengemas sekunder dibatasi oleh ruang air lock, demikian juga antara gudang dan
pintu keluar. Dalam gudang juga terdapat staging area sebagai tempat transit
barang jadi yang akan dikirim keluar gudang. Adanya staging area akan
mempermudah proses pengeluaran barang dari ruang penyimpanan utama menuju
keluar gudang. Barang jadi berada dalam staging area tidak lebih hari tiga hari.
Material disimpan berdasarkan proses selanjutnya (produksi solid atau liquid),
setelah itu baru dipisah berdasarkan suhu dan urutan abjad. Bahan pengemas
disimpan berdasarkan abjad. Gudang bahan baku dan obat jadi dikondisikan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
48
Universitas Indonesia
dalam tiga tingkatan suhu, yaitu 16-25°C untuk penyimpanan produk yang stabil
pada suhu kamar, kurang dari 32°C untuk produk yang stabil terhadap panas dan
2-8°C untuk penyimpanan produk yang tidak stabil terhadap panas.
Pengkondisian suhu 2-8°C dilakukan dengan menyimpan barang dalam kotak
sterofoam dengan icegel di dalamnya sebagai pendingin, sedangkan ruangan yang
lain dikondisikan menggunakan AC (Air Conditioning). Sebelum dilakukan
pemasangan AC, dilakukan proses mapping. Mapping bertujuan untuk
mengetahui bagian-bagian ruangan yang kritis terhadap perubahan suhu, sehingga
pemasangan termohidrometer dapat dilakukan pada tempat yang paling tepat.
Aktivitas utama gudang bahan baku dan pengemas adalah terima,
simpan, dan kirim. Penerimaan barang oleh gudang disertai dengan formulir LPB
(Lembar Penerimaan Barang). LPB tersebut akan diperiksa oleh QC Department.
Setelah LPB diterima oleh QC, QC kemudian akan melakukan sampling barang.
Apabila barang yang datang diluar spesifikasi yang telah ditentukan, barang
tersebut akan direject. Barang yang memenuhi spesifikasi akan diluluskan oleh
QC untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam stok gudang, kemudian pengeluaran
barang dilakukan berdasarkan picklist, suatu dokumen untuk menyiapkan barang
yang dibuat oleh Production Planning yang akan dicetak oleh bagian produksi.
PT. SOHO bekerja sama dengan Geocycle (Holcim Group) untuk
melakukan pemusnahan obat kembalian yang dimana menjelang kadaluarsa
diterima dari distributor untuk dimusnahkan. Selain itu, pemusnahan juga
dilakukan terhadap setiap barang yang direject. Geocycle melakukan pemusnahan
terhadap barang jadi, packaging material, dan raw material yang diserahkan
bersama dengan master box.
3.3.4.3. Material Procurement Department
Material Procurement Department terbagi menjadi tiga section yaitu
Material Planning Section, Raw Material Procurement Section, dan Packaging
Material Procurement Section. Departemen ini bertugas dalam pembelian bahan
baku (Raw Material Procurement Section) dan bahan pengemas (Packaging
Material Procurement Section) dari supplier.
Departemen ini menindaklanjuti Purchase Requisition yang berisi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
49
Universitas Indonesia
permintaan bahan baku dan bahan pengemas dari Production Planning.
Pembelian bahan baku dan bahan pengemas dilakukan dengan mengirimkan
Purchase Order ke pemasok yang disetujui oleh QA. Approved Vendor List
merupakan daftar yang berisi pemasok-pemasok bahan baku dan bahan pengemas
yang disetujui oleh QA. Setiap bahan baku dan bahan pengemas minimal
memiliki dua supplier. Departemen Material Procurement secara kontinyu juga
mencari alternatif pemasok untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan
pengemas jika dua supplier yang sudah disetujui oleh QA tidak bisa memenuhi
kebutuhan bahan baku dan bahan pengemas. Material Planning Section bertugas
dalam perencanaan pemesanan material dalam bentuk shop order yang dibuat
berdasarkan Bill of Material (BOM). Shop order inilah yang menjadi dasar
pembuatan picklist yang digunakan oleh produksi untuk memesan bahan baku
dari warehouse.
3.3.4.4. CustomClearanceDepartmen
Custom Clearance Department bertanggung jawab dalam eksport dan
import. Aktivitas Departemen ini masih didominasi oleh import, karena bahan
baku mayoritas import dari luar negeri.
3.3.5. Validation and Documentation Department (VDD)
Departemen ini berada di bawah struktur Manufacturing. VDD
membawahi dua bagian yakni Validation Section dan Dokumentasi. Tugas dari
VDD adalah mengelola aktivitas validasi dan mengelola dokumen terkendali
dalam lingkup manufacturing untuk memenuhi ketentuan CPOB lokal maupun
internasional.
Departemen ini memiliki 12 orang karyawan yang terdiri dari satu orang
Validation and Documentation Head (VDD Head), satu orang Validation Section
Head (VSH), satu orang Manufacturing Documentation Executive (MDE), tujuh
orang Validation Engineer (VE), serta dua orang Validation and Documentation
Administrator. VDD Head, VSH, dan MDE adalah apoteker. Beberapa VE juga
merupakan apoteker, dan beberapa lainnya berlatar belakang pendidikan Teknik
(S-1). Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 9.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
50
Universitas Indonesia
Aktivitas validasi bertujuan untuk memastikan bahwa equipment, facility,
utility, dan proses yang digunakan untuk memproduksi obat memenuhi syarat
yang telah ditentukan dan akan menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan
penggunaanya. Kebijakan validasi yang berlaku pada lingkungan SOHO Group
tertuang dalam Validation Master Plan (VMP) masing-masing fasilitas. Secara
garis besar aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah:
3.3.5.1. Analisa Resiko
Risk Analysis (RA) atau Analisa Resiko menganalisa kemungkinan
resiko yang berasal dari desain/fungsi maupun penggunaan equipment. Tahap Ini
dilakukan sebelum proses kualifikasi dimulai.
3.3.5.2. Kualifikasi
Kualifikasi merupakan upaya pembuktian bahwa equipment,utility,dan
facility, yang digunakan bekerja dengan benar. Kualifikasi terdiri dari:
a. Design Qualification (DQ)
Dilakukan untuk memastikan apakah desain peralatan yang digunakan
telah sesuai dengan kriteria cGMP yang difenisikan dalam User Requirement
Specification dan Analisis Resiko.
b. Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system
Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan telah terpasang sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pembuat equipment/utility.
c. Operational Qualification (OQ) of equipment/utility system
Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan beroperasi sesuai dengan
spesifikasinya.
d. Performance Qualification (PQ) of equipment/utility system
Dilakukan untuk memastikan apakah peralatan memiliki performa yang
diinginkan atau sesuai spesifikasi secara konsisten dan terpercaya.
3.3.5.3. Validasi Proses
Merupakan pembuktian terdokumentasi bahwa proses yang dioperasikan
menunjukkan performa yang efektif dan reprodusibel untuk menghasilkan produk
yang sesuai spesifikasi dan ketetapan GMP.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
51
Universitas Indonesia
3.3.5.4. Validasi Pembersihan
Merupakan pembuktian bahwa cara pembersihan yang diterapkan pada
equipment yang kontak dengan produk terbukti secara efektif mengurangi tingkat
kontaminasi pada batas yang dapat diterima.
3.3.5.5. Validasi Sistem Komputer
Bertujuan untuk membuktikan bahwa sistem komputerisasi yang
digunakan (hardware dan software) dalam proses pembuatan produk obat sesuai
dengan persyaratan CPOB yang berlaku.
3.3.6. Technical Division
Technical division memiliki tiga departemen yaitu Engineering
Department, Health and Safety Environment Department, dan General Affairs
Department. Struktur dapat dilihat pada Lampiran 12.
3.3.6.1. General Affair Department
Departemen ini bertujuan untuk memfasilitasi dan memastikan
kelancaran berbagai kegiatan core bussiness dan menjadi support system secara
umum di PT. SOHO Industri Pharmasi. Struktur organisasi General Affair
Department dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk sistem pengolahan dan limbah
dan pemusnahan obat kembalian berada di bawah Waste and Pest Management
Section. Limbah yang dihasilkan setiap hari kurang lebih 85 m3, dengan rincian
75 m3 berasal dari PT. SOHO Industri Pharmasi dan 7-10 m3 berasal dari PT.
Ethica. Setiap macam limbah yang dihasilkan akan melalui berbagai macam
proses perlakuan hingga akhirnya olahan limbah tersebut menjadi ramah
lingkungan.
Limbah sendiri terbagi menjadi tiga macam, yaitu limbah domestik,
limbah B3 (Berbau, Beracun, Berbahaya), dan limbah cair. Limbah domestik
adalah limbah yang tidak berbahaya yang berasal dari kegiatan sehari-hari
industri. Limbah domestik sendiri dibagi menjadi dua, yaitu domestik produksi
seperti bahan pengemas dan domestik kegiatan non produksi seperti, limbah
kantin, sampah daun, dan kertas bekas. Limbah B3 adalah limbah baik berupa
padat maupun cair, yang sifatnya bila tidak dikelola/dimusnahkan dengan tepat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
52
Universitas Indonesia
dapat mencemarkan lingkungan maupun menimbulkan efek yang tidak baik unruk
makhluk hidup, atau dapat juga membahayakan, dikarenakan sifatnya yang
beracun, reaktif, mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah B3 ditampung di tempat
penyimpanan sementara (TPS) limbah B3. Secara periodik, limbah tersebut akan
dikirim untuk dimusnahkan. Pemusnahan limbah B3 dilaksanakan oleh
perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan PT. SOHO Group seperti PT.
WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti. Beberapa contoh limbah
B3 adalah produk-produk yang telah kadaluarsa, bahan baku atau produk reject
dari produksi, sisa cangkang kapsul, solven, reagen, limbah infeksius dari
poliklinik, dan lain-lain. Sumber limbah cair yang diolah dibagi menjadi tiga,
yaitu limbah domestik (limbah toilet, washtafel), limbah herbal (ekstraksi OT),
dan limbah produksi seperti limbah yang dihasilkan dari kegiatan produksi seperti
air cucian alat, reagen, dan solven.
Limbah betalaktam dari PT. Ethica Industri Farmasi akan ditampung
dalam bak buffer sebagai tempat penampungan sementara. Dari bak buffer, limbah
tersebut akan dialirkan ke bak reaktor antibiotik dengan menggunakan HCl dan
NaOH untuk memecah cincin betalaktam, setelah itu baru dialirkan ke bak
ekualisasi anaerob. Dengan melihat kandungan oksigen yang terlarut di dalam air
dapat ditentukan seberapa jauh tingkat pencemaran air lingkungan telah terjadi.
Limbah domestik cair akan menuju STP (Sewage Treatment Plant). PT. SOHO
memiliki delapan STP tetapi hanya enam yang memenuhi syarat. Dua STP yang
lainnya selalu menghasilkan profil limbah yang tidak memenuhi syarat. STP
merupakan suatu sistem perlakuan limbah berupa kolam yang tertutup dengan tiga
pipa di dalamnya. Aktivitas pengolahan limbah di STP adalah pengadukan,
oksigenasi bakteri, dan pembuangan lumpur aktif (bakteri). Tujuan pengolahan
limbah di STP ini adalah untuk mengurangi kadar BOD, COD, dan pH air limbah
tersebut. Di setiap STP terdapat pump pit untuk mengambil sampel air limbah
untuk ditentukan kadar BOD, COD, dan pH. Limbah yang telah memenuhi syarat
kemudian akan melalui proses selanjutnya, yaitu proses anaerob. Limbah produksi
dan herbal tidak melalui sistem STP, melainkan ditampung dalam suatu bak
penampung untuk kemudian diproses secara anaerob. Hal tersebut dilakukan
karena bakteri aerob dalam STP tidak mampu menguraikan limbah produksi dan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
53
Universitas Indonesia
herbal. Limbah produksi dan herbal banyak mengandung senyawa yang dapat
membunuh bakteri, oleh karena itu limbah tersebut harus diproses secara anaerob
terlebih dahulu.
Limbah yang telah dialirkan ke bak ekualisasi anaerob kemudian akan
dialirkan ke bak anaerob. Bak anaerob berisi bakteri anaerob yang membantu
dalam proses pemecahan molekul-molekul yang terkandung dalam limbah
menjadi bentuk yang lebih sederhana. Setelah melalui proses anaerob, limbah
akan menuju reactor tank, yaitu bak penampungan sebelum limbah masuk ke
equalisasi aerob. Dari reactor tank, limbah akan dialirkan ke bak ekualisasi aerob
untuk selanjutnya dialirkan ke bak aerob. Keberadaan dua bak aerob dengan
tujuan mengantisipasi meluapnya limbah. Dalam bak aerob terdapat aerator untuk
mensuplai oksigen bagi bakteri. Dari bak aerob, limbah akan dialirkan menuju
bak sedimentasi untuk proses pengendapan lumpur aktif.
Proses ini tidak menggunakan koagulan, melainkan limbah murni
didiamkan selama beberapa waktu. Limbah tersebut kemudian dialirkan ke bak
klorinasi. Dari bak klorinasi, limbah akan dialirkan menuju filter feed sebagai bak
penampungan sebelum masuk ke filter tank. Filter tank terdiri dari dua tangki
yang terpisah. Satu tangki berisi pasir dan satu tangki lagi berisi karbon aktif.
Filter tank bertujuan untuk menyaring air limbah dan mengurangi bau. Setelah
melalui filter tank, limbah akan dialirkan menuju bak outlet. Dari bak outlet
limbah dibagi menjadi dua aliran, satu aliran menuju ke reservoir tank dan aliran
satunya menuju fish pond. Air limbah olahan yang disimpan dalam reservoir tank
digunakan untuk keperluan menyiram tanaman disekitar area industri, sedangkan
limbah yang dialirkan ke fish pond bertujuan sebagai indikator limbah yang ramah
lingkungan sehingga ikan bisa hidup di air limbah olahan tersebut. Fish pond
dihubungkan dengan outlet drain berupa bak kecil untuk tempat pengambilan
sampel analisis kualitas air limbah oleh QC.
3.3.6.2. Engineering Department
Struktur organisasi Engineering Department dapat dilihat di Lampiran
11. Departemen ini memiliki tiga sub departemen, yaitu:
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
54
Universitas Indonesia
a. Operational Maintenance Sub Department
Operational Maintenance Sub Department bertanggung jawab dalam
hal pemeliharaan peralatan operasional. Operational Maintenance Sub
Department terbagi menjadi dua, yaitu maintenance section dan utility section.
Maintenance section bertanggung jawab terhadap perawatan alat di PT.
SOHO Industri Pharmasi dan PT. ETHICA Industri Farmasi. Maintenance section
terbagi menjadi maintenance area I yang bertanggung jawab sebagai coordinator
di area I (PT SOHO Industri Pharmasi) dan maintenance area II yang
bertanggung jawab sebagai coordinator di area 2 (PT. ETHICA Industri Farmasi).
Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin berdasarkan waktu
(manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam penggunaan.
Pelaksanaan maintenance suatu alat dilaksanakan secara rutin
berdasarkan waktu (manual book/hystorical), frekuensi penggunaan, dan jam
penggunaan. Dalam melakukan maintenance terdapat 3 form, yaitu preventive
check & preventive service form, form serah terima antara Engineering dengan
produksi, dan form pembersihan. Pengecekan untuk pemeliharaan mesin
dilakukan setiap dua bulan sekali sering disebut sebagai periodic maintenance.
Hasil pengecekan didata dalam preventive check and preventive service form.
Kerusakan pada mesin produksi harus segera dilaporkan kepada Engineering
melalui work order form, dan akan ditindaklanjuti segera oleh Engineering
bersamaan dengan itu dilakukan dokumentasi berupa form serah terima.
Utility section bertanggungjawab dalam pengoperasian dan perawatan
alat- alat penunjang produksi seperti boiler, chiller, genset, kompresor, fire
hydrant, pompa air dan limbah. Boiler berfungsi menghasilkan uap air panas
dengan suhu tinggi yang sering digunakan untuk produksi. Kompresor digunakan
untuk menghasilkan udara bertekanan, kompresor untuk industri farmasi adalah
jenis kompresor oil free. Genset berfungsi untuk menghasilkan arus listrik saat
listrik mati, genset yang digunakan adalah dua genset masing-masing dengan
kekuatan 2000 kVA. Alat-alat analisis pada laboratorium R&D, QA dan QC
menggunakan penyimpan daya dan stabilizer untuk menjaga kemungkinan listrik
PLN padam. Fire hydrant terdapat dalam setiap ruangan, posisinya di atap
berbentuk karet bundar putih. Fire hydrant ini akan pecah dan menyala otomatis
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
55
Universitas Indonesia
saat ada api. Pengaturan pompa air dan limbah, utility bekerjasama dengan
General Affairs untuk mengatur dan mengoperasikannya. Selain perawatan
peralatan penunjang, utility section juga bertugas dalam memantau dan merawat
ruang mezzanine. Ruang mezzanine adalah ruang yang terdapat di atas ruang yang
terlibat dalam pembuatan produksi, ruang mezzanine berisi AHU, pipa hydrant,
pipa steam, pipa listrik, pipa air PAM, pipa purified water, dan ducting.
Utility section terbagi menjadi empat bagian, yaitu workshop, utility,
electrical, dan HVAC and clean media. Workshop bertanggung jawab mengurus
perbaikan alat. Utility bertanggung jawab untuk mengoperasikan alat seperti
boiler dan operator yang menjalankan bertanggung jawab terhadap alat harus
tersertifikasi.
Electrical berperan dalam pemantauan dan perawatan perangkat
kelistrikan dan berhubungan langsung dengan PLN sebagai penyedia tenaga
listrik. Rangkaian listrik untuk pabrik dimulai dari gardu PLN kemudian menuju
gardu listrik kecil kemudian menuju ke panel besar yang berada di setiap gedung
dan terakhir menuju setiap panel kecil yang berada di ruangan. Tenaga listrik
merupakan faktor yang sangat penting untuk produksi, untuk mengatasi keadaan
tidak ada tenaga listrik saat mati lampu disediakan dua genset kapasitas 2000
KVA yang dalam waktu lima detik akan segera memenuhi seluruh
kebutuhan listrik pabrik. Genset akan mati secara otomatis ketika listrik dari PLN
menyala kembali. HVAC and clean media bertanggung jawab terhadap yang
berhubungan dengan kebersihan produksi seperti sistem Heating Ventilating Air
Conditioning (HVAC) dan pengolahan purified water. Heating Ventilating Air
Conditioning (HVAC)merupakan sistem sirkulasi udara yang mengatur
temperatur, kelembaban relatif (RH), dan jumlah partikel. Air Handling Unit
(AHU) merupakan suatu perangkat pengolahan udara yang menggunakan prinsip
HVAC. Tiga fungsi Utama HVAC yaitu heating, ventilating, dan air conditioning
saling berhubungan untuk menghasilkan udara yang berkualitas dalam gedung,
mengurangi infiltrasi udara, ventilasi, dan menjaga hubungan tekanan antar
ruangan.
Prinsip kerja HVAC adalah sebagai berikut, udara luar (fresh air) dan
udara hasil resirkulasi di dalam ruangan masuk ke dalam mixing chamber yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
56
Universitas Indonesia
kemudian disaring menggunaan pre filter G4 (efisiensi 80%) dan medium filter F7
(efisiensi 95%) untuk mengurangi jumlah partikel. Udara kemudian didinginkan
dan diturunkan kelembabannya dengan pendinginan oleh cooling coil sebagai
hasil pendinginan oleh chiller atau freon. Udara hasil pendinginan melewati
heater/steam coil untuk dipanaskan sesuai dengan suhu udara yang dibutuhkan
ruangan kemudian didorong oleh motor menuju filter F9 (98%). Udara hasil
penyaringan filter F9 akan mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter H13
(99,95%) dan keluar melalui outlet untuk selanjutnya didistribusikan melalui pipa-
pipa. Udara hasil penyaringan HEPA filter selanjutnya dijadikan udara pasokan
untuk ruangan produksi yang dikenal dengan nama supply air. Supply air dari
AHU disalurkan melalui ducting menuju ke ruangan dengan melalui lubang
supply air yang terdapat di atap ruangan. Udara yang telah dikondisikan dan
disaring kemudian masuk ke ruang-ruang produksi melalui supply diffuser baik
dengan tipe swirl ataupun grill. Pada ruangan produksi menggunakan aliran udara
swirl agar aliran udara langsung menuju low return perforated. Sebelum masuk ke
mixing chamber, udara akan melewati temperature dan humidity sensor di mana
sensor tersebut akan otomatis mengirimkan sinyal kepada cooling coil untuk
mengatur temperatur dan kelembabannya. Skema kerja AHU dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 3.6. Skema kerja AHU
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
57
Universitas Indonesia
HEPA merupakan singkatan dari High-Efficiency Particulate Air.
Efisiensi HEPA tergantung dari jenisnya. HEPA H13 sanggup menyaring 99,95%
dari semua partikel yang lebih besar dari 0,3 mikron. Hal ini berarti untuk
setiap10.000 partikel yang berukuran lebih besar dari 3 mikron, hanya ada
peluang 5 partikel yang lolos dari HEPA.
Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dan dikendalikan dalam
sistem AHU yaitu, yang pertama temperatur ruangan yang harus diatur
sedemikian rupa agar persyaratan suhu ruangan untuk kegiatan produksi dapat
terpenuhi. Temperatur udara dikondisikan dengan bantuan chiller dan boiler.
Chiller berfungsi sebagai pensuplai air dingin pada coil, sedangkan boiler
berfungsi sebagai pensuplai air panas pada heater. Kedua adalah Kelembaban
relatif ruangan, kelembaban udara adalah parameter kritis bagi produk-produk
yang bersifat higroskopis, seperti sediaan effervescent yang membutuhkan RH di
bawah 30%. Tingkat kelembaban udara diatur dengan menggunakan dehumidifier.
Ketiga yaitu jumlah partikel. Jumlah partikel dalam setiap ruangan berbeda-beda
tergantung klasifikasi ruangan. Jumlah partikel dikendalikan oleh beberapa filter
yang terdapat pada AHU. Kemudian yang keempat adalah jumlah sirkulasi udara
dan perbedaan tekanan. Jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan akan
menentukan tingkat kebersihan ruangan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi
terjadinya kontaminasi silang.
Selanjutnya, selain HVAC, Clean Media Section juga memantau
purified water. Tahapan tahapan dalam memproduksi purified water yang pertama
adalah Pre-treatment yang bertujuan untuk memenuhi persyaratan air yang masuk
ke dalam sistem Reverse Osmosis (RO). Penggunaan RO atau Electrodeionization
(EDI) bertujuan untuk menurunkan konduktivitas dan total kandungan karbon
(TOC). Penurunan kesadahan dilakukan dengan agen silika atau kalsium
bikarbonat. Feed water merupakan air sumur atau air dari PAM, sedangkan air
yang dihasilkan disebut sebagai potable water yang selanjutnya diolah menjadi
purified water. Tahapannya adalah klorinasi, Water softening yang bertujuan
untuk mengurangi tingkat kesadahan dengan mengikat ion-ion logam yang
terdapat dalam air menggunakan resin penukar ion kation dan negatif, pH
treatment yaitu pengecekan sekaligus pengaturan pH yang diinginkan yaitu antara
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
58
Universitas Indonesia
5-7, anti scaling untuk mencegah pengendapan CaCO3 dan silika dengan cara
memutus ikatan kristal pada senyawa tersebut sehingga tidak membentuk
agregat/kristal, deklorinasi untuk menghilangkan kandungan klorin dalam air
dengan penambahan sodium metabisulfit atau sinar UV, penyaringan
microfiltration dan ultrafiltration, reverse osmosis (RO) yaitu penyaringan cairan
dari yang bertekanan rendah ke yang lebih tinggi melewati membran
semipermeabel seperti cellulose acetate atau thin film composite (polyamide)
sehingga partikel serta kontaminan akan tertahan pada filter, dan terakhir
Continous Electrodeionization (CEDI). Pada tahap ini terjadi pertukaran ion
kation dan anion secara bersamaan dan terus menerus. Setelah melewati tahap ini
konduktivitas air turun dari 12-30 μS menjadi di bawah 1.3 μS.
Purified water disimpan dalam tangki penyimpanan kemudian
didistribusikan ke semua ruangan dengan cara dipompa. Alur proses pembuatan
purified water dapat dilihat pada Lampiran 12.
b. Engineering Planning and Reliability Sub Department
Engineering Planning and Reliability Sub Department bertanggung
jawab dalam hal perencanaan kegiatan Engineering. Engineering Planning and
Reliability Sub Department terbagi menjadi tiga bagian, yaitu warehouse spare
part section, engineering planner section, dan automation and calibration section.
Warehouse spare part section bertanggung jawab untuk menyimpan
setiap peralatan yang digunakan untuk maintenance setiap mesin yang ada. Selain
itu, bagian warehouse juga melakukan penyetokan sparepart mesin yang cukup
vital dengan tujuan apabila terjadi kerusakan pada mesin, bagian Engineering
dapat melakukan perbaikan atau penggantian sparepart tanpa harus menunggu
sparepart dari supplier.
Engineer planner section bertanggung jawab terhadap perencanaan
kegiatan maintenance terhadap semua sarana utama (mesin produksi) dan sarana
penunjang. Engineer planner section terbagi menjadi dua, yaitu Engineering
Document Control Executive dan Maintenance Planner Executive.
Automation and calibration section terbagi menjadi dua, yaitu bagian
calibration yang bertanggung jawab terhadap kalibrasi alat di produksi dan bagian
mecathronic yang bertanggung jawab menangani alat atau mesin yang bekerja
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
59
Universitas Indonesia
secara otomatis serta menangani alat-alat yang berarus lemah. Kalibrasi
merupakan suatu proses penetapan hubungan secara berkala antara perangkat
pengukuran dan satuan pengukuran untuk memastikan kebenaran pengukuran dan
analisis, sedangkan verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian yang dilakukan
terhadap alat ukur untuk mengetahui bahwa alat ukur tersebut secara konsisten
manpu memberikan hasil yang dapat dipercaya. Kalibrasi dilakukan secara
berkala terhadap setiap alat pengukuran, sedangkan verifikasi dilakukan setiap
hari dan hanya dilakukan pada timbangan saja.
Proses kalibrasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil dari alat
dengan alat lain yang sudah terkalibrasi. Suatu kalibrator memiliki akurasi dan
resolusi yang tinggi. Setiap peralatan yang digunakan untuk pengukuran hasrus
dikalibrasi dan dikalibrasi ulang secara berkala. PT. SOHO memiliki kalibrator
untuk setiap peralatan kecuali timbangan. Timbangan akan dikalibrasi ke pihak
ketiga. Kalibrator disimpan dalam kondisi sedemikian rupa dengan syarat
penyimpanan dengan suhu sebesar 25±3° C, dan RH sebesar 60±10 %. Standar
tersebut sesuai dengan standar ISO 17025 dan Komite Akreditasi Nasional
(KAN). Metode kalibrasi masing-masing alat berbeda-beda, oleh karena itu dibuat
prosedur tetap kalibrasi alat.
c. Mechanical Equipment Project Section
Mechanical Equipment Project Section bertanggung jawab dalam hal
penanganan proyek baru Engineering hingga sebelum dilakukan validasi.
Mechanical Equipment Project Section membawahi bagian mechanical desain.
3.3.6.3. Health, Safety, and Environmental (HSE) Department
SOHO Group berkeinginan untuk meningkatkan dan menjaga
standar yang paling tinggi dalam hal keselamatan kerja dari setiap aktivitas
perusahaan. Dimanapun kita bekerja dalam kegiatan yang beragam, lingkungan
kerja yang aman adalah yang pertama dan utama. HSE adalah suatu departemen
yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja, dan
lingkungan hidup. Setiap karyawan baru akan mendapatkan pengarahan dari
departemen ini. Tujuan dilakukannya pengarahan adalah agar setiap karyawan
memahami persyaratan yang berlaku di Soho Group sehingga kecelakaan kerja
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
60
Universitas Indonesia
dapat dihindari. Peraturan tersebut dituangkan dalam Petunjuk Umum
Keselamatan Kerja Soho Group. Petunjuk-petunjuk yang tertera dalam buku
tersebut bersifat tambahan dari Peraturan Perundang-Undangan tentang
Keselamatan Kerja yang ada di Republik Indonesia yang berhubungan dengan
jenis perkerjaan yang dilakukan.
Kesehatan (health) meliputi pelaksanaan medical checkup pada saat
bergabung dengan perusahaan dan pemeriksaan kesehatan karyawan secara
berkala. Kesehatan sangat penting untuk diperhatikan agar tidak mengganggu
kinerja karyawan dalam bekerja yang berakibat pada mutu produk yang
dihasilkan. Aspek safety (keselamatan kerja) dilakukan dengan pelatihan yang
terkait keselamatan kerja ketika berada di area perusahaan baik visitor maupun
karyawan. Karyawan wajib mengikuti pedoman keselamatan pekerja.Environment
(lingkungan) berhubungan dengan dampak yang ditimbulkan proses produksi
terhadap kelestarian lingkungan. Salah satunya dengan pengolahan limbah yang
bertujuan untuk mengurangi cemaran ke lingkungan sekitar.
Prinsip dari keselamatan kerja adalah kenali lingkungan kerja, pelajari
bahaya dan resiko yang mungkin Timbul, kemudian cari cara pencegahannya.
HSE menerapkan lima hirarki control secara bertahap, yaitu eliminasi, substitusi,
pendekatan teknis, administration control, dan APD (Alat Pelindung Diri).
Eliminasi yaitu menghilangkan setiap bahaya dan resiko. Substitusi adalah
mengganti aktivitas pekerjaan dengan metode yang lain untuk mengurangi resiko
yang ada. Pendekatan teknis yaitu penggunaan alat-alat yang mempermudah
pekerjaan dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja. Administration
control adalah melakukan pengawasan, pendampingan, serta pembuatan prosedur
tetap. APD yaitu memperlengkapi diri dengan pelindung seperti jas lab, goggle,
sarung tangan, masker ketika diperlukan.
3.4. Lokasi dan Sarana PT. SOHO Industri Pharmasi
PT. SOHO Industri Pharmasi berlokasi di Jl. Pulogadung No.6, Kawasan
Industri Pulo Gadung, Jakarta. Di lokasi ini, SOHO Group memiliki area untuk
Manufacturing yang terdiri dari gedung 2, gedung 3, gedung Obat Tradisional
(OT). Area manufacturing tersebut berada di komplek PG6 kawasan industri
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
61
Universitas Indonesia
Pulogadung. Ruangan produksi sendiri terbagi menjadi 3 yaitu area yang terdapat
di gedung 2, gedung 3 dan gedung OT. Pembagian ruangan masing-masing adalah
sebagai berikut:
3.4.1. Ruangan Produksi di Gedung 2
Ruang produksi di gedung 2 terdiri dari ruang timbang (weighing room)
dan ruang produksi sediaan liquid. Ruang timbang terdiri dari ruang timbang
solid, ruang timbang liquid, buffer room, staging before weighing room, staging
after weighing room, ruang penyimpanan peralatan timbang. Ruang produksi
sediaan liquid terdiri dari ruang blowing botol, ruang mixing, ruang filling-
packaging primer, ruang packaging sekunder, ruang In Process Control (IPC)
liquid, ruang penyimpanan peralatan liquid, ruang penyimpanan pengemas
primer, ruang penyimpanan pengemas sekunder, Work In Process (WIP) room,
ruang cuci, ruang supervisor dan administrasi.
3.4.2. Ruangan Produksi di Gedung 3
Ruang produksi yang terletak di gedung 3 terdiri dari ruang ganti sepatu
dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan solid dan ruang supervisor dan
administrasi. Untuk ruang produksi sediaan solid terdiri dari ruang mixing, ruang
tabletting, ruang coating, ruang filling kapsul, ruang packaging primer, ruang
printing, ruang packaging sekunder, ruang penyimpanan cangkang kapsul, ruang
penyimpanan peralatan solid, ruang penyimpanan pengemas primer, ruang
penyimpanan pengemas sekunder, ruang IPC tablet, ruang IPC mixing, WIP room,
ruang cuci.
3.4.3. Ruangan Produksi di Gedung Obat Tradisional (OT)
Ruang produksi yang terletak di gedung OT terdiri dari ruang ganti sepatu
dan pakaian karyawan, ruang produksi sediaan likuid dan ruang supervisor dan
administrasi. Untuk ruang produksi sediaan likuid terdiri dari ruang penghalusan
bahan, ruang pengeringan, ruang ekstraksi, ruang granulasi, ruang pengemasan
primer, ruang IPC , WIP room, dan ruang cuci.
Ruang produksi di atas menjadi dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu
kelas E dan kelas F. Ruang kelas E digunakan untuk produksi sediaan non steril
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
62
Universitas Indonesia
yang ditujukan untuk penggunaan oral dan pengemasan primer, sedangkan kelas F
digunakan untuk ruang pengemasan sekunder.
3.4.4. Bangunan dan Fasilitas Serta Sarana Penunjang
Bangunan di SOHO Group didesain sedemikian rupa untuk dapat
menjamin kualitas produk, begitu juga dengan fasilitas serta sarana penunjang.
3.4.4.1. Desain Pabrik
Ruang penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan
awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan produk, pengolahan,
pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan,
pengemasan, karantina produk jadi sebelum pelulusan akhir, pengiriman produk,
dan laboratorium pengawasan mutu berada di ruang terpisah satu sama lain. Area
produksi memiliki beberapa ruang untuk penimbangan, mixing, granulating,
tableting, coating, dan packaging dan terpisah satu sama lain. Selain itu,
peralatan yang digunakan di ruang produksi tersebut terdiri dari beberapa jenis
alat dengan kapasitas yang berbeda-beda, hal ini memungkinkan beberapa produk
diproduksi dalam waktu bersamaan.
Permukaan dinding dan lantai untuk area Manufacturing dilapisi dengan
cat epoksi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh permukaan yang rata dan tidak
berpori, tahan terhadap bahan kimia, mudah dibersihkan, dan mudah dibilas
dengan air. Pertemuan antara dinding dengan lantai dibuat sedemikian rupa
sehingga menghindari adanya sudut (curving). Kemungkinan terdapatnya celah
antara rangka jendela dengan kaca, celah pada pemasangan lampu serta pipa harus
dihindari untuk mengurangi kontaminasi.Salah satu caranya dengan menggunakan
sealant atau dengan mendesain pemasangannya sedemikian rupa.
3.4.4.2. Sistem pengolahan air
Air yang digunakan untuk kegiatan produksi ada dua macam, yaitu
potable water dan purified water. Potable water diperoleh dari air PAM
ditampung di tangki penampungan dan telah mengalami proses filtrasi
menggunakan pasir dan karbon filter. Potable water digunakan untuk keperluan
pembersihan, aktivitas kantin, dan juga sebagai raw water untuk diolah menjadi
purified water. Proses pengolahan purified water (PW) terdiri dari tahap
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
63
Universitas Indonesia
pretreatment, reverse osmosis (RO), dan distribution. Pretreatment merupakan
proses awal untuk mengolah potable water sehingga dapat memenuhi persyaratan
untuk proses pengolahan selanjutnya.
3.4.4.3. Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC)
Sistem pengaturan tata udara (Air Handling Unit) dalam ruang produksi
menggunakan sistem Heating, Ventillating, and Air Conditioning (HVAC).
Sistem HVAC berada di bawah tanggung jawab bagian Engineering Department.
Udara yang digunakan berasal dari campuran antara udara sirkulasi dan udara
segar. Campuran udara ini akan mengalami filtrasi melalui filter dengan efisiensi
kecil hingga besar. Selain itu, mengalami pendinginan dan pemanasan udara
untuk mengatur kondisi udara yang dibutuhkan. Parameter kritis yang diatur dari
sistem tata udara adalah kelembaban relatif (RH), temperatur, partikel, dan
tekanan udara. Setiap parameter tersebut diatur dan dikendalikan sesuai dengan
kebutuhan setiap ruangan.
3.4.4.4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki beberapa sistem untuk
pengolahan limbah baik cair maupun padat. IPAL atau Waste Water Treatment
Plant (WWTP) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengolah limbah
cair dari kegiatan produksi dan kegiatan sehari-hari di industri. PT. SOHO
Industri Pharmasi memiliki sistem pengolahan limbah domestik, limbah produksi
non- betalaktam, dan limbah produksi betalaktam. Kegiatan pengolahan limbah
akhir masih dilakukan di dua area terpisah untuk proses aerob dan anaerob.
Namun, saat ini sedang dilakukan pembangunan untuk satu area pengolahan
limbah yang terpusat agar lebih efisien. Untuk pemusnahan limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), PT. SOHO Industri Pharmasi bekerjasama dengan PT.
WASTEC, PT. Geocycle, dan PT. Tipar Nirmala Sakti.
3.4.4.5. Pengelolaan dan pengendalian Hama
Pengelolaan dan Pengendalian Hama di PT. SOHO bekerja sama dengan
PT. Aardwolf Pestkare. Hama yang dikendalikan antara lain tikus, semut, cicak,
lalat, nyamuk, rayap, dan kecoa. Upaya pengendalian dan pembasmian hama
tersebut harus dilakukan oleh industri farmasi untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kontaminasi atau kerusakan produk akibat aktivitas hama-hama
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
64
Universitas Indonesia
tersebut. Seluruh bahan kimia yang digunakan untuk pest control harus mendapat
persetujuan dari Departemen Quality Assurance (QA) SOHO Group. Seluruh
temuan di area produksi harus segera dilaporkan ke pihak terkait dan Quality
Operation Division Head (QO Div. Head).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
65 Universitas Indonesia
BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. SOHO Industri Pharmasi merupakan salah satu perusahaan farmasi
terbesar dan termasuk dalam sepuluh besar industri farmasi dalam negeri dengan
status Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang cukup sukses diantara
industri-industri yang memproduksi obat-obat ethical, OTC, dan food supplement
yang ada di Indonesia. PT. SOHO Industri Pharmasi bergabung dengan PT.
ETHICA Industri Farmasi untuk membentuk SOHO Group.
4.1. Manajemen Mutu
PT.SOHO Industri Pharmasi telah menjalankan manajemen mutu sesuai
dengan petunjuk CPOB. Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasilnya
akhirnya saja, tetapi terus dipantau disetiap tahapan proses produksi. Sistem
manajemen mutu yang diterapkan di PT. SOHO Industri Pharmasi disebut dengan
Quality Operational (QO). QO dibagi menjadi dua bagian, yaitu Quality Control
(QC) dan Quality Assurance (QA). Aktifitas QA yang terdapat dalam SOHO
Group sudah sejalan dengan prinsip CPOB. Pemenuhan CPOB terus ditingkatkan
oleh SOHO Group di setiap aspek pabrik dalam rangka peningkatan kualitas
produk yang dihasilkan.
4.2. Personalia
Personalia PT.SOHO Industri Pharmasi sudah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh CPOB, dimana untuk Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian
Pengawasan Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu dipimpin oleh seorang
Apoteker.
Di dalam menjalankan kegiatannya, industri farmasi harus memiliki
struktur organisasi yang jelas dan deskripsi tugas yang jelas pula. Untuk kegiatan
manufaktur, PT. SOHO Industri Pharmasi terbagi dalam beberapa
divisi/departemen, yaitu Quality Operation Divison, Production Division,
Technical Division, Validation and Documentation Department, Supply Chain
Division, Finance Department, dan Human Resource Department.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Industri farmasi harus memiliki sebuah system untuk mengontrol dan
mengawasi kualitas dari obat atau produk tersebut. QO (Quality Operation)
Divisiosn Head berperan dalam mengontrol dan memastikan semua hal yang
berkaitan dengan operasional dan mutu obat terjamin. QO membawahi QA
(Quality Assurance) dan QC (Quality Control). Dalam hal ini QA berperan
merupakan suatu system untuk mengawasi mutu dari suatu produk obat. QA Dept
Head membawahi Quality Compliance, Quality Monitoring (QM), dan Quality
Support. Quality Compliance menangani registrasi produk, mendata PQR
(Product Quality Review), dan melakukan follow up terhadap stabilitas produk.
QM berperan dalam monitoring produk dan mengawasi semua hal yang
berhubungan dengan produk obat, seperti dengan menggunakan system CAPA,
menangani LUP (Lembar Usulan Perubahan), menangani deviasi, contoh
pertinggal, menangani keluhan terhadap produk dan juga menangani obat
kembalian. Quality Support berperan dalam membantu hal-hal yang berkaitan
dengan mutu produk, seperti menangani validasi dan kalibrasi.
Departemen QA juga bertanggung jawab terhadap penolakan dan
pelulusan obat jadi. Untuk pelulusan obat jadi, dilakukan oleh tiga orang apoteker
dari penanggung jawab produksi, QC, dan QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut,
departemen QA telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan
pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Dalam meningkatkan kinerja SDM nya, PT.SOHO Industri Pharmasi
mengadakan training yang disesuaikan dengan kebutuhan SDM dan kebutuhan
perusahaan, seperti training cara pengemasan yang baik training cara sortir yang
baik, dan lain-lain. Disamping itu juga terdapat training dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terdapat dalam PT. SOHO
Industri Pharmasi.
4.3. Bangunan dan Fasilitas
CPOB mempersyaratkan lokasi bangunan untuk menghindari perencanaan
lingkungan disekelilingnya, seperti perencanaan udara, tanah dan air serta dari
kegiatan industri lain yang berdekatan, atau jika tidak memungkinkan harus
dilaksanakan tindakan yang mencegah terjadinya pencemaran, PT. SOHO
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
67
Universitas Indonesia
Industri Pharmasi berusaha untuk memenuhi persyaratan CPOB, yang ditunjukan
dengan lokasi perusahaan yang berada dikawasan industri pulogadung sehingga
meminimalkan pencemaran ke area hunian penduduk.
Bangunan dalam PT. SOHO Industri Pharmasi telah memenuhi kriteria
CPOB. Untuk memudahkan pembersihan dan mencegah perembesan air maka
dinding lantai dan atap ruangan produksi dilapisi epoxy, lapisan epoxy bersifat
kedap air, licin dan tahan goresan logam atau roda sehingga mudah dibersihkan.
Tiap sudut ruangan produksi dibuat melengkung mudah dibersihkan. Selain itu
ruangan produksi dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk
mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar
sesuai untuk proses produksi.
Ruangan produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokan menjadi
beberapa ruangan seperti ruang penimbangan, ruang pengolahan, ruang
pencetakan, ruang penyalutan, ruang IPC, dan ruang pengemasan. Selain ruang-
ruang tersebut PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki ruangan produksi untuk
sediaan liquid dan semi liquid. Ruangan produksi tersebut berada in-line sehingga
memperlancar proses produksi, ruangan produksi juga langsung berhubungan
dengan pengemas black sehingga proses pengemasan sekunder dapat langsung
dilaksanakan.
Laboratorium pengawasan mutu juga telah memenuhi persyaratan CPOB.
Laboratorium pengawasan mutu terpisah dari area produksi dan dibuat area
tersendiri untuk lab mikrobiologi. Dilaboratorium tersebut telah tersedia lemari
atau ruangan untuk sampel, standar, pelarut, dan reagen; acid chambers; ruang
cuci peralatan laboratorium; dan emergency aid. Ruang untuk instrumen telah
dibuat terpisah agar terlindung dari pengaruh getaran.
Terdapat pula gedung kesehatan atau yang biasa disebut poli, hal ini untuk
memudahkan karyawan yang sedang sakit untuk segera mendapatkan perawatan.
Terdapat juga ruang untuk ibu menyusui.
4.4. Peralatan
Peralatan yang dimiliki oleh PT. SOHO Industri Pharmasi telah
memenuhi persyaratan CPOB, yaitu permukaan alat dilapisi oleh suatu lapisan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
68
Universitas Indonesia
inert atau alat yang terbuat dari bahan yang bersifat inert, pembersihan dilakukan
sesuai dengan protap dan disimpan dalam kondisi kering dan bersih. Peralatan
atau mesin-mesin produksi ditempatkan pada ruangan-ruangan produksi
berdasarkan pengunaan mesin tersebut. Tiap-tiap ruangan hanya digunakan untuk
satu mesin, sehingga masih memungkinkan space yang cukup bagi operator.
Pemeliharaan alat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi menjadi tanggung
jawab bersama antara departemen produksi, departemen engineering, dan
departemen QA. Departemen produksi bertangung jawab pada pembersihan dan
pengatasan problem ringan saat proses produksi. Departemen engineering
bertanggung jawab untuk menjaga performa mesin, kalibrasi dan validasi mesin
dilakukan secara berkala, serta dalam pengatasan masalah yang cukup serius.
Penjagaan performa mesin meliputi pemilihan jenis pelumas dan servis berkala.
Sedangkan kalibrasi mesin dilakukan secara berkala sesuai dengan protap yang
telah disusun. Departemen QA pada divisi Quality Support System melakukan
kalibrasi pada peralatan yang terdapat dalam bagian QA dan QC.
Mesin dan peralatan juga dilengkapi dengan penandaan atau etiket
mengenai status mesin. Mesin yang telah dibersihkan ditandai dengan etiket yang
berwarna hijau, sedangkan untuk mesin-mesin yang rusak mereka ditandai dengan
etiket yang berwarna merah. Jika departemen engineering tidak bisa mengatasi
kerusakan mesin maka untuk perbaikan diserahkan pada suplier. Disamping mesin
juga terdapat protap penggunaan mesin tersebut, hal ini untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengoperasian mesin tersebut.
4.5. Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan higiene merupakan aspek yang sangat menentukan mutu
produk. Karyawan atau tamu tidak boleh beraktifitas jika menderita luka terbuka
ataupun menderita penyakit kulit dan influenza. Wajib hand-higiene diterapkan
bagi seluruh karyawan, terutama karyawan yang langsung berhubungan dengan
produk. PT. SOHO Industri Pharmasi telah menyediakan sarana untuk mencuci
tangan untuk setiap bagian. Makanan hanya boleh ditempatkan di kafetaria dan
pantry pada setiap departemen. Pada departemen QO minum hanya boleh
dilakukan di ruang minum (drinking area).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
69
Universitas Indonesia
Sanitasi bangunan dan fasilitas dilakukan setiap hari. Sanitasi ruangan
produksi menjadi tanggung jawab bersama antara departemen GA dan
departemen produksi. Setelah proses produksi selesai maka operator wajib
membersihkan alat atau mesin sesuai dengan protap pembersihan dan melakukan
sanitasi ruangan. Sedangkan departemen GA bertanggung jawab dalam
pembersihan lantai koridor ruangan produksi dan mengelap dinding ruangan
produksi secara berkala. Pembersihan dilakukan sesuai dengan protap yang
berlaku.
PT.SOHO Industri Pharmasi menyediakan toilet dalam jumlah yang
memadai dan terpisah dari area kerja karyawan. Toilet tersebut dilengkapi dengan
tisu, sabun dan pengering tangan.
4.6. Produksi
SOHO Group terdiri dari 2 perusahaan besar, yaitu PT. ETHICA Industri
Farmasi atau yang biasa dikenal dengan SCEP (Sterile, Cephaloasporin,
Extraction Production) dan PT. SOHO Industri Pharmasi yang dikenal dengan
NSP (Non-Sterile Production). PT. SOHO Industri Pharmasi memproduksi
sediaan solid, liquid, dan semi solid yang tidak bersifat steril, sedangkan PT.
ETHICA Industri Farmasi memproduksi sediaan steril seperti injeksi. Semua
kegiatan produksi tersebut dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yangsesuai
dengan kebutuhan produksinya seperti yang dipersyaratkan oleh CPOB.
Ruang produksi di PT. SOHO Industri Pharmasi dikelompokkan
berdasarkan proses pengerjaan yang dilakukan. seperti ruang penimbangan,
ruang mixing, dan lain-lain. Ruangan produksi tersebut berada in-line tujuannya
untuk mempermudah proses produksi dan biasanya ruangan-ruangan tersebut
berisi alat yang in-line misalnya ada satu ruangan yang berisikan supermixer,
FBD, dan granulator. Peralatan tersebut dibuat secara in-line untuk mempercepat
proses produksi sehingga memperlancar proses produksi.
Masing-masing ruangan produksi tidak memproduksi 2 produk yang berbeda.
Dipintu bagian depan ruangan tersebut terdapat kertas yang bertuliskan nama produk
yang sedang diproduksi. Jika produk yang berbeda tetapi diproduksi dengan
menggunakan mesin yang sama maka akan diproduksi secara bergantian yaitu
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
70
Universitas Indonesia
setelah satu produk selesai, mesin dan ruangan harus dibersihkan dahulu dan
dicek oleh supervisor baru kemudian dilanjutkan dengan produk yang lain.Selain
itu, ruangan produksi memiliki airlock sebagai ruang antara, yang membatasi
ruang produksi dan lingkungan luar.
Pada setiap proses produksi terdapat tahap-tahap yang harus diperiksa
untuk menguji apakah produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang
telah dipersyaratkan, atau yang disebut dengan In Process Control (IPC). IPC
dilakukan pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk sediaan
solid IPC yang dilakukan umunya meliputi: pemerian, kode penandaan, bobot,
kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk sediaan
liquid, IPC yang dilakukan meliputi: pemerian, berat jenis, dan pH. Selain IPC,
operator dari produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji oleh bagian Quality
Control. Apabila semua hasil uji telah memenuhi syarat, maka produk tersebut
dapat di-release ke pasaran.
4.7. Pengawasan Mutu (Quality Control)
Pengawasan mutu diperlukan dalam memastikan kualitas dari suatu
produk. Pengawasan mutu yang dilakukan dilakukan dari bahan baku, bahan
kemas, produk setengah jadi, produk jadi, serta mikrobiologi. Hal tersebut
dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan. Bagian pengawasan mutu atau Quality Control (QC)
berada dibawah QO. QC juga merupakan bagian yang penting dalam memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakaiannya. Aktivitas QC tidak terbatas hanya pada kegiatan
laboratorium saja, tetapi juga terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang
terkait dengan mutu produk.
QC memiliki laboratorium mikrobiologi, laboratorium kimia, laboratorium
instrument yang dilengkapi dengan alat-alat yang dapat membantu pemeriksaan
biologi, fisika, dankimia. Laboratorium mikrobiologi memeriksa apakah terdapar
kontaminasi pada bahan baku, bahan kemas, atau pada produk jadi. Laboratorium
kimia melakukan identifikasi bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi untuk
melihat apakah bahan-bahan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang telah
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
71
Universitas Indonesia
dipersyaratkan. Laboratorium instrument berisi alat atau instrument yang
digunakan untuk analisa kuantitatif. Selain itu,di lab ini juga dilakukan pengujian
terhadap metode untuk validasi metode analisa. Instrumen yang ada di lab QC
selalu dikalibrasi secara rutin dan berkala,seperti kalibrasi satu tahunan, kalibrasi
enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian.
Jadwal kalibrasi tersebut dibuat oleh Quality Support Section Head. Secara garis
besar QC telah sejalan dengan prinsip CPOB.
4.8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
PT. SOHO Industri Pharmasi melaksanakan program inspeksi diri melalui
departemen QA khususnya seksi QM (QualityMonitoring) seksi ini bertanggung
jawab dalam memonitor kualitas obat. Inspeksi juga dilakukan pada departemen
lain yang terdapat dalam PT. SOHO Industri Pharmasi.
Inspkesi diri dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan mutu produk,
personalia dan lingkungan secara keseluruhan. Inspeksi diri yang dilakukan terdiri
dari berbagai aspek CPOB, diantaranya karyawan; bangunan dan fasilitas;
penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi; produksi
dan pengemasan; pengawasan mutu; dokumentasi; dan house keeping (kebersihan
peralatan, lingkungan, dan ruangan). Dareah yang diinspeksi meliputi gudang;
semua area produksi; QA dan QC; R & D; Engineering; dan tempat penyimpanan
dokumen.
QM juga melakukan audit internal dan audit eksternal. Audit internal
dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau kesesuaian antara kenyataan
dilapangan dengan persyaratan perusahaan. Audit juga dapat dilakukan oleh pihak
luar seperti pabrik yang membuat produknya di PT. SOHO Industri Pharmasi dan
dari BPOM.
4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan
Obat Kembalian
Pentingnya mutu suatu produk obat dewasa ini telah mendorong berbagai
industri farmasi untuk meningkatkan kualitas perusahaannya masing-masing.
Begitu pentingnya mutu sehingga untuk menjamin mutu suatu produk, maka
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
72
Universitas Indonesia
setiap perusahaan harus menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
atau Good Manufacturing Practices (GMP) secara konsisten dalam seluruh aspek
rangkaian kegiatan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan spesifikasi yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
(Badan POM RI, 2006). Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat
merupakan kebutuhan spesifik dari pasien, sebagaimana di tentukan oleh suatu
perusahaan seperti PT. SOHO Industri Pharmasi.
Suatu perusahaan tentunya harus memperhatikan feedback dari pelanggan
untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Kita dapat mengetahui nilai
kepuasan pelanggan dengan melihat keluhan dari pelanggan, statistic competitor,
atau melalui survey kepuasan pelanggan (Hoyle, David. 2001). PT. SOHO
Industri Pharmasi selalu menjaga kepuasan pelanggan melalui Departemen QA
(Quality Assurance) khususnya QM (Quality Monitoring) dengan melakukan
pemantauan dan investigasi terhadap keluhan yang terjadi pada produknya.
Pemantauan dan investigasi ini bertujuan untuk mencegah keluhan yang sama
terulang kembali dan mencegah terjadinya keluhan.
Penarikan kembali obat jadi atau yang biasa yang disebut dengan recall
dilakukan apabila terdapat instruksi dari dari BPOM, hal ini terkait dengan
ditemukannya kandungan atau senyawa yang dapat membahayakan konsumen.
Jika terdapat obat recall maka akan dilakukan investigasi dan penelitian untuk
dapat memastikan kebenaran alasan obat ditarik. Penarikan keseluruhan obat,
hanya dilakukan jika terdapat reaksi farmakologi yang merugikan sebagai akibat
paparan obat tersebut. Obat recall tersebut kemudian diolah ulang atau dapat
langsung dimusnahkan yang disaksikan oleh saksi dari perusahaan maupun dari
lembaga pemerintahan terkait.
Obat kembalian merupakan obat jadi yang telah didistribusikan ke apotek,
rumah sakit atau distributor-distributor lainnya yang dikembalikan ke perusahaan
karena keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan maupun sebab lain
mengenai kondisi obat,wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan
akan keamanan, identitas dan mutu obat yang bersangkutan. PT. SOHO Industri
Pharmasi telah menetapkan prosedur penanganan obat kembalian yaitu dilakukan
investigasi alasan mengapa obat dikembalikan dan menganalisa kelayakan obat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
73
Universitas Indonesia
tersebut untuk diproses ulang.
4.10. Dokumentasi
PT. SOHO Industri Pharmasi memiliki departemen sendiri yang bertugas
mengelola dokumen yang terdapat di SOHO Group. Validation and
Documentation Department (VDD) merupakan departemen yang bertanggun
gjawab dalam mengelola dan menjaga dokumen. VDD merupakan pusat segala
dokumen, VDD menyimpan master batch record, semua SOP, mendata semua
nomor surat yang keluar PT. SOHO Industri Pharmasi, dan lain-lain.
SOP (Standard of Procedure) di lakukan review setiap 3 tahun. Dokumen
disimpan dengan sistem inventarisasi yang memudahkan pengawasan dan
penelusuran dokumen. Selain dokumentasi secara manual, dokumentasi juga
dilakukan dengan mengunakan sistem IFS yang dapat dijangkau oleh setiap
tenaga kerja yang berkompeten. Setiap dokumen yang memerlukan pencatatan
dilakukan:
a. Pencatatan dengan bolpoint tinta biru yang tidak mudah luntur, hal ini
bertujuan untuk membedakan dokumen yang asli dengan hasil salinan;
b. Tulisan terbaca, rapi dan mudah dimengerti;
c. Kata-kata tidak menimbulkan arti ganda, langsung pada tujuan;
d. Tidak boleh ada huruf yang bertumpuk;
e. Semua entries/bagian dokumen yang perlu ditulis tangan dilengkapi, tidak
boleh ada bagian yang kosong. Bagian yang kosong dicoret menyilang seperti
huruf Z dan diberi paraf dan tanggal pengisian dokumen;
f. Setiap bagian dokumen yang tidak memungkinkan untuk diisi ditulis N.A;
g. Koreksi dilakukan dengan mencoret tulisan yang salah dengan satu garis lurus,
diberi paraf, diberi tanggal, dan ditulis data yang benar tepat disamping
data yang salah.
h. Setiap dokumen yang memerlukan perubahan harus disertai dengan change
request berupa Laporan Usulan Perubahan (LUP).
4.11. Kualifikasi dan Validasi
Kegiatan kualifikasi dan validasi yang dilakukan PT. SOHO
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
74
Universitas Indonesia
Industri Pharmasi meliputi kualifikasi peralatan, kualifikasi bangunan dan
fasilitas, kualifikasi infrastruktur, validasi proses produksi, validasi cara
pembersihan, validasi metode analisa, serta verifikasi peralatan dan
infrastruktur. Aktifitas kualifikasi dan validasi dilakukan oleh Validation
and Documentation Department (VDD).
Kualifikasi yang dilakukan terdiri dari Design Qualification (DQ),
Installation Qualification (IQ) of equipment/utility system, Operational
Qualification (OQ) of equipment/utility system, dan Performance
Qualification (PQ) of equipment/utility system. Dan validasi yang dilakukan
adalah Validasi Proses, Validasi Pembersihan, dan Validasi Sistem
Komputer.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
75 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat
disimpulkan bahwa:
5.1.1. PTSOHO Industri Farmasi telah menerapkan pedoman CPOB dan untuk
semua proses baik dalam proses produksi, pengawasan dan pengendalian
mutu, serta kegiatan lain yang terkait. Aspek-aspek CPOB tersebut telah
diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik.
5.1.2. Seorang apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan penting
yaitu, menjadi personil kunci sebagai kepala produksi, kepala pengawasan
mutu dan kepala bagian pemastian mutu.
5.2 Saran
5.2.1. Tetap menjaga dan mempertahankan kualitas dalam produksi sediaan obat
sesuai dengan CPOB.
5.2.2. Memastikan semua bagian melakukan tugasnya dengan baik untuk
meningkatkan kualitas SDM dan produknya.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
76 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Company Profile PT. ETHICA Industri Farmasi. 2012. http://www.ethica.co.id/.
Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 01.45 WIB.
Company Profile PT. Parit Padang Global. 2012.
http://www.paritpadangglobal.com/. Diakses pada tanggal 11 September
2012 pukul 02. 20 WIB.
Company Profile PT. SOHO Industri Pharmasi. 2012. http://www.soho.co.id/.
Diakses pada tanggal 11 September 2012 pukul 01.12 WIB.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 Tentang Industri Farmasi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
PT. SOHO Industri Farmasi. Orientation Program SOHO Group Value For
Health. Jakarta: PT. SOHO Industri Pharmasi.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
77 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
78
Lampiran 1.
Struktur Organisasi SOHO Group
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
79
Lampiran 2.
Struktur organisasi Research & Development Division
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
80
Lampiran3.
Struktur organisasi Quality Operation Division
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
81
Lampiran4.
Struktur organisasi Quality Assurance Department
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
82
Lampiran 5.
Struktur organisasi SOHO Quality Control Department
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
83
Lampiran6.
Struktur organisasi Quality Control Ethica Department
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
84
Lampiran7.
Struktur organisasi Production Division
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
85
Lampiran8.
Struktur organisasi Supply Chain Management Division
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
86
Lampiran9.
Struktur organisasi Validation and Documentation Department
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
87
Lampiran10.
Struktur organisasi Technical Division
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
88
Lampiran11.
Struktur organisasi Engineering Department
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
89
Lampiran 12.
Skema Alur Pembuatan Purified Water
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUSPRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRIPULOGADUNG
JL. PULOGADUNG NO.6, JAKARTAPERIODE 12 JULI – 31 AGUSTUS 2012
UJI STABILITAS CIPROFLOXACIN 500 MG KAPLET
ANITA HASAN, S. FARM.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAMPROFESIAPOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. . iii
DAFTAR TABEL ................................................................................. . iv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... . v
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... . 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... . 1
1.2 Tujuan .................................................................................. . 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................ . 3
2.1 Tujuan Uji Stabilitas ............................................................. . 3
2.2 Uji Tekanan (Stress Testing)................................................. . 3
2.3 Pemilihan Bets ...................................................................... . 4
2.4 Sistem Penutup Wadah ......................................................... . 4
2.5 Frekuensi Pengujian.............................................................. . 4
2.6 Kondisi Penyimpanan ........................................................... . 4
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ............................................ . 7
3.1 Waktu dan Lokasi ................................................................. . 7
3.2 Metode Pengkajian................................................................ . 7
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................ . 8
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................. . 13
5.1 Kesimpulan ........................................................................... . 13
5.2 Saran ..................................................................................... . 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ . 14
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas ............................. 5
Tabel 2.2 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang
Penyimpanannya di Lemari Pendingin ................................... 5
Tabel 2.3 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat Yang
Penyimpanannya di Lemari Es ................................................ 5
Tabel 2.4 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas di PT. SOHO IndustriPharmasi................................................................................... 6
Tabel 4.1 Persyaratan Spesifikasi Hasil Analisa
Ciprofloxacin 500 mg Kaplet................................................... 9
Tabel 4.2 Data Hasil Pemeriksaan Waktu Hancur Pada Uji StabilitasCiprofloxacin 500 mg Kaplet...................................................... 10
Tabel 4.3 Data Hasil Pemeriksaan Disolusi Pada Uji Stabilitas
Ciprofloxacin 500 mg Kaplet...................................................... 11
Tabel 4.4 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Ciprofloxacin Pada Uji StabilitasCiprofloxacin 500 mg Kaplet...................................................... 12
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Grafik Hasil Pemeriksaan Waktu Hancur Pada
Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet.................... 10
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pemeriksaan Disolusi Pada
Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet.................... 11
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pemeriksaan Kadar Pada
Uji Stabilitas Ciprofloxacin 500 mg Kaplet.................... 12
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
v Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Stabilitas Real Time .................................................. 15
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan
secara tidak baik tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk
menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Tidaklah
cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut.
Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, bangunan, peralatan
yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya
mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah
dibuat dalam kondisi yang terkendali dan dipantau secara cermat. CPOB
bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Bila perlu dapat
dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang
telah ditentukan dapat dicapai. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan
oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai
kebutuhan.(BPOM,2006)
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin
edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan
penggunaanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”
yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di setiap
Departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk
mencapai tujuan konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu
yang didesain secara manyeluruh dan diterapkan secara benar.(BPOM,2006)
Uji stabilitas termasuk dalam kegiatan pengawasan mutu yang merupakan
salah satu aspek yang masuk dalam CPOB. Uji stabilitas dimaksudkan untuk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
menjamin kualitas produk yang telah diluluskan dan beredar di pasaran. Studi
Stabilitas produk yang beredar, dibedakan antara lain: Uji stabilitas untuk produk
yang beredar dengan didukung data Pengkajian Produk Tahunan (Annual Product
Review), kondisi penyimpanan sampel sesuai dengan yang disyaratkan (on going
stability), Studi kelanjutan (Follow Up Study (FUS)), In-use stability untuk
produk yang direkonstitusi dan study survaillence. (BPOM,2006).
Pada tugas khusus ini akan dibahas mengenai uji stabilitas produk
Ciprofloxacin 500 mg kaplet yang di produksi oleh PT. SOHO Industri Pharmasi.
2.1 Tujuan
a. Memahami peran dokumentasi yang baik dalam uji stabilitas
yang terdapat di PT. SOHO Industri Pharmasi.
b. Memberikan dokumentasi dengan derajat kepercayaan yang tinggi
bahwa uji stabilitas pada Ciprofloxacin 500 mg kaplet dilakukan
berdasarkan CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tujuan Uji Stabilitas
Dengan uji stabilitas dapat diperoleh informasi mengenai kualitas senyawa
obat atau produk obat terhadap waktu yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti temperatur, kelembapan, dan cahaya. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan formulasi obat, menentukan jangka waktu stabilitas obat untuk
mencari waktu masa simpan produk obat, untuk menetapkan waktu pengujian
ulang, dan untuk mengantisipasi perlakuan yang ekstrim (ICH Q1A).
2.2. Uji Tekanan (Stress testing)
Uji tekanan (stress testing) dari produk obat bertujuan untuk
mengidentifikasi degradasi produk, untuk menemukan jalur degradasi obat dan
kestabilan dari molekul, dan juga pemastian stabilitas bertujuan untuk memastikan
kekuatan dari prosedur analisis yang digunakan. Jenis uji tekanan yang diberikan
bervariasi pada senyawa obat dan produk obat itu sendiri.
Stress testing diberlakukan pada setiap bets pada produk obat, salah
satunya harus dimasukkan efek temperature {suhu diatur setiap kelipatan 10oC
(contoh: 50oC, 60oC, dst.) diatas itu digunakan untuk uji percepatan} dan
kelembaban (contoh : 75% RH atau lebih) dimana dapat terjadi oksidasi dan
fotolisis dari senyawa obat. Uji harus selalu dievaluasi terhadap adanya
kemungkinan terjadinya senyawa terhidrolisis karena perubahan range pH yang
luas seperti ketika senyawa dilarutkan atau dibuat suspensi. (ICH Q1A)
Pemeriksaan degradasi produk dalam kondisi tekanan berguna untuk
mengetahui jalur degradasi, juga membuat dan memvalidasi prosedur analisis
yang terbaik. Tetapi tidak diharuskan untuk memeriksa secara spesifik degradasi
produk apabila degradasi tersebut tidak ditemukan pada kondisi dibawah uji
percepatan atau uji jangka panjang.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
2.3. Pemilihan Bets
Data formal dari uji stabilitas harus menyediakan paling sedikit 3 bets
primer senyawa. Bets harus di produksi dalam skala produksi pilot terkecil dengan
kondisi sintetik yang sama dengan metode produksi skala besar. Informasi yang
diberikan dari studi stabilitas formal tersebut harus dapat mewakilkan kualitas dari
material yang dibuat dalam skala produksi.
2.4. Sistem Penutup Wadah
Uji stabilitas harus dapat menciptakan kondisi yang menyerupai kondisi
obat saat disimpan dalam wadahnya dan juga disimulasikan kondisi pengepakan
untuk penyimpanan maupun distribusinya.
2.5. Frekuensi Pengujian
Untuk uji jangka panjang, frekuensi pengujian harus disesuaikan untuk
membuat profil dari senyawa obat. Untuk senyawa obat dengan tujuan setidaknya
12 bulan, maka frekuensi pengujian jangka panjang stabilitas penyimpanan harus
dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, dan setiap 6 bulan untuk tahun ke
dua.
2.6. Kondisi Penyimpanan
Secara umum, senyawa obat harus dievaluasi dalam kondisi penyimpanan
(dengan toleransi tertentu) yang stabil terhadap suhu dan, bila memungkinkan
juga terhadap kelembapan. Kondisi penyimpanan dan panjang studi yang
dilakukan harus dapat memenuhi seluruh kondisi penyimpanan, pengiriman, dan
saat digunakan.
Uji jangka panjang harus memenuhi durasi 12 bulan setidaknya tiga bets
dilakukan pada waktu submission dan harus dilanjutkan pada jangka waktu yang
diperlukan untuk memenuhi seluruh periode pengujian.
Data yang diperoleh dari kondisi penyimpanan untuk uji dipercepat atau
uji jangka menengah dapat digunakan untuk evaluasi efek dari pengerjaan produk
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
diluar kondisi penyimpanan seharusnya yang terjadi hanya sementara waktu
(seperti yang dilakukan pada saat pengiriman).
Tabel 2.1 Kondisi Penyimpanan Untuk Uji Stabilitas (ASEAN Guideline onStability Study of Drug Product, 2007)
Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian
Jangka panjang 25oC ± 2oC/60% RH ± 5%
atau
30oC ± 2oC/75% RH ± 5%
12 bulan
Jangka menengah 30oC ± 2oC/75% RH ± 5% 6 bulan
Dipercepat 40oC ± 2oC/75% RH ± 5% 6 bulan
Tabel 2.2 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat YangPenyimpanannya Di Lemari pendingin (ASEAN Guideline onStability Study of Drug Product, 2007)
Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian
Jangka panjang 5oC ± 3oC 12 bulan
Dipercepat 25oC ± 2oC/60% RH ± 5% 6 bulan
Apabila terjadi perubahan besar antara bulan ke 3 dan ke 6 untuk
pengujian dalam kondisi dipercepat, maka data yang digunakan harus berdasarkan
uji jangka panjang (real time). Bila terjadi perubahan besar pada data 3 bulan awal
untuk uji dipercepat, maka efek dari kondisi penyimpanan di luar kondisi
penyimpanan yang tertera di label harus sangat diperhatikan (contohnya saat
pengiriman dan penerimaan barang).
Tabel 2.3 Kondisi Penyimpanan Untuk Senyawa Obat YangPenyimpanannya Di Lemari Es. (ASEAN Guideline onStability Study of Drug Product, 2007).
Uji Kondisi Penyimpanan Waktu minimum pengujian
Jangka panjang -20oC ± 5oC 12 bulan
Untuk senyawa yg disimpan dalam lemari es, waktu pengujian harus
berdasarkan waktu sebenarnya (uji jangka panjang). Karena tidak adanya uji
stabilitas dipercepat, maka harus dilakukan uji pada satu bets pada temperature
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
yang ditingkatkan (contoh: 5oC ± 3oC atau 25oC ± 2oC) untuk memperkirakan
efek yang terjadi selama pengerjaan jangka pendek yang diluar kondisi
penyimpanan pada label (contoh : saat pengiriman dan penyerahan).
Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas di PT. SOHO Industri pharmasi
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4 Kondisi Penyimpana Untuk Uji Stabilitas di PT. SOHO IndustriPharmasi
Suhu penyimpanan
yang tertera pada
kemasan produk Uji
Kondisi
penyimpanan Waktu pengujian
30oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
Real Time 30oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
0,3,6,9,12,18,24
(bulan),...daluarsa+1
tahun
Accelerated 40oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
0,3,6 (bulan)
25oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
Real Time
Intermediate
30oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
0,3,6,9,12,18,24
(bulan),...daluarsa+1
tahun
Real Time
jangka panjang
25oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
0,3,6,9,12,18,24
(bulan),...daluarsa+1
tahun
Accelerated 40oC ± 2oC;
75 % RH ±5%
0,3,6 (bulan)
2-8oC Real Time 2-8oC 0,3,6,9,12,18,24
(bulan),...daluarsa+1
tahun
Accalerated 25oC ± 2oC;
60% RH ±5%
0,3,6 (bulan)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Pengambilan data dan penulisan dilakukan dari tanggal 12 Juli sampai 31
Agustus 2012 di Quality Assurance Department PT. SOHO Industri Pharmasi.
3.2 Metode Pengkajian
Metode yang digunakan dalam mengkaji Lembar Data Awal Produk Jadi
di PT. SOHO Industri Pharmasi adalah melalui penelusuran literatur dan penilaian
berkas data stabilitas.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
8 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Uji stabilitas ini dilakukan sebagai evaluasi rutin untuk produk
Ciprofloxacin 500 mg kaplet untuk menjaga mutu obat dalam jangka waktu
daluarsa yang telah ditentukan, oleh karena itu dilakukan secara teratur sesuai
dengan kondisi penyimpanan yang ditetapkan serta untuk mengevaluasi pengaruh
dari variasi-variasi dan perubahan-perubahan terhadap stabilitas produk.
FUS (Follow Up Study) Ciprofloxacin 500 mg kaplet, dilakukan pada tahun
pertama sampai tahun daluarsa + 1 tahun. Jenis pemeriksaan yang dilakukan
adalah pemeriksaan fisika dan kimia meliputi pemerian, waktu hancur dan
penetapan kadar dari sampel stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet. Sample
stabilitas Ciprofloxacin 500 mg kaplet diambil bersama-sama dengan contoh
pertinggal oleh petugas IPC sesuai kebutuhan jumlah pemeriksaan dan diberi cap
“uji stabilitas”. Sample tersebut diserahterimakan kepada Quality Compliace
Executive untuk didata dan diperiksa kesesuaiannya kemudian disimpan selama
waktu daluarsa+1 tahun di ruang stabilitas pada kondisi penyimpanan 30oC ±
2oC/75% RH ± 5%. Sisa sample analisa harus dikembalikan ke ruang stabilitas
selambat-lambatnya dua minggu setelah dikeluarkan untuk analisa atau
dimusnahkan bila memang sudah tidak bisa digunakan. Data rekap FUS (Follow
Up Study) per produk yang paling baru akan di print sebagai data pendukung
untuk registrasi.
Hasil Follow Up stabilitas ada yang memenuhi persyaratan dan ada yang
tidak memenuhi persyaratan. Bila hasil Follow Up study memenuhi persyaratan
sampai dengan daluarsa+1 tahun, sebanyak minimal 3 batch maka hasil Follow
Up study dilaporkan ke Quality Operational untuk tinjauan penambahan masa
daluarsa. Jika hasil Follow Up study tidak memenuhi persyaratan maka analis
yang melakukan pemeriksaan terhadap sampel stabilitas mengisi form
penyelidikan terhadap hasil diluar spesifikasi dan mendokumentasikannya di log
book Out Of Spesification Follow Up study. Laporan penyelidikan terhadap hasil
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
diluar spesifikasi dibuat selambat-lambatnya 9 hari kerja setelah analisa mulai
dilakukan oleh Quality compliance analyst dan kemudian diinvestigasi oleh
Quality Compliance Executive. Jika hasil Follow Up stabilitas hingga daluarsa
hasilnya kurang baik maka pemeriksaan daluarsa+1 tahun tidak perlu dilakukan.
Persyaratan spesifikasi hasil analisa mengacu pada prosedur tetap analisa
Ciprofloxacin 500 mg kaplet.
Tabel 4.1 Persyaratan spesifikasi hasil analisa Ciprofloxacin 500mg kaplet
Pemeriksaan Persyaratan
Pemerian Kaplet salut selaput bentuk oval
berwarna kuning muda, permukaan atas
: garis pemisah, permukaan bawah :
logo SOHO
Waktu hancur Tidak lebih dari 30 menit
Disolusi Tidak kurang dari 80% (Q) dalam
waktu 30 menit
Kadar Ciprofloxacin 450.0 – 550.0 mg/kaplet (90%- 110%)
Berdasarkan worksheet data rekap stabilitas tiga batch Ciprofloxacin 500
mg kaplet yaitu 7****7A, 7**4**BR dan 80****B ketiganya memenuhi
persyaratan, data rekap tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.Pemeriksaan fisik
terhadap sample stabilitas yaitu pemerian bentuk tablet gunanya untuk melihat
kondisi penampilan dan bentuk tablet secara visual sesuai dengan persyaratan atau
tidak selama penyimpanan.
Pada prakteknya jika warna dari tablet sudah tidak sesuai dengan
persyaratan, pengujian kimia seperti kadar dan disolusi sudah tidak perlu
dilakukan karena sampel stabilitas tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan
pengujian selanjutnya.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Data hasil pemeriksaan waktu hancur pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet
0 1 2 3 4
7****7A 10 menit 8 menit 6 menit 6 menit 4 menit
7**4**BR 10 menit 5 menit 6 menit 10 menit 5 menit
80****B 10 menit 4 menit 9 menit 5 menit 6 menit
Batas Atas 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit 30 menit
Gambar 4.1 Grafik hasil pemeriksaan waktu hancur pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet
Berdasarkan data diatas, hasil pemeriksaan waktu hancur cenderung
fluktuatif namun nilainya masih memenuhi persyaratan waktu hancur yaitu tidak
lebih dari 30 menit bahkan hasilnya kurang dari 10 menit. Uji waktu hancur tablet
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui waktu hancur tablet, dimana hasil
yang diperoleh akan menunjukkan dan memperkirakan waktu hancurnya tablet di
dalam tubuh.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 Data hasil pemeriksaan disolusi pada uji stabilitas Ciprofloxacin500mg Kaplet
0 1 2 3 47****7A 97 % 96% 99% 99% 95%7**4**BR 96% 96% 94% 99% 96%80****B 93% 91% 98% 92% 92%Batas Bawah 80% 80% 80% 80% 80%
Gambar 4.2 Grafik hasil pemeriksaan disolusi pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet
Berdasarkan data diatas, hasil pemeriksaan disolusi cenderung fluktuatif namun
nilainya masih memenuhi persyaratan disolusi yaitu tidak kurang dari 80% (Q)
dalam waktu 30 menit. Uji disolusi tablet dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui laju pelepasan obat dari kaplet sesuai dengan persyaratan yang tertera
dalam persyaratan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Tabel 4.4 Data hasil pemeriksaan kadar ciprofloxacin pada uji stabilitasCiprofloxacin 500mg Kaplet
0 1 2 3 47****7A 95.68% 96.86% 102.84% 97,26% 95,18%7**4**BR 94,76% 94,92% 93,98% 98,96% 98,02%80****B 96,2% 96,98% 95,34% 95,94% 96,28%Batas Atas 110% 110% 110% 110% 110%Batas Bawah 90% 90% 90% 90% 90%
Gambar 4.3 Grafik hasil pemeriksaan kadar pada uji stabilitas Ciprofloxacin500mg Kaplet
Pemeriksaan kimia yang dilakukan yaitu penetapan kadar. Penetapan
kadar dilakukan untuk mengetahui kadar sampel stabilitas Ciprofloxacin 500 mg
kaplet masih memenuhi syarat yang ditentukan atau tidak selama penyimpanan.
Dari data di atas hasil pemeriksaan kadar Ciprofloxacin pada Ciprofloxacin 500
mg Kaplet memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu masuk dalam rentang
450,0-550,0 mg/kaplet (90-110%).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Dokumentasi data hasil uji stabilitas Ciprofloxacin 500mg Kaplet di
PT SOHO Industri Pharmasi sudah baik dan rutin sehingga
memudahkan untuk mendapatkan data untuk kepentingan registrasi.
5.1.2 Berdasaran hasil uji stabilitas yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa uji stabilitas produk Ciprofloxacin 500 mg Kaplet memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik).
5.2 Saran
5.2.1 Lakukan pengujian secara rutin sesuai dengan jadwal agar data
lengkap sehingga evaluasi produk menjadi lebih baik.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
14 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
ASEAN.(2007). ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2006). Pedoman Cara PembuatanObat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI.
European Medicines Agency, 2003., ICH Topic Q 1 A (R2) Stability Testing of newDrug Substances and Products, London.
The United States pharmacopoeia, 2008, 31nd., United States PharmacopoeiaConvention, Twin Brook Parkway, Rockville, 1703
World Health Organization, 2009., Stability testing of active pharmaceuticalingredients and fi nished pharmaceutical products, 953
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
15
Lampiran 1.
Data Stabilitas Real Time
Nama : Ciprofloxacin 500 mg Kaplet
Masa Daluarsa : 3 tahun
Kondisi Penyimpanan : 25-30oC/75% RH ± 5%
Kemasan Primer : Ahp Ciprofloxacin 500 mg capl, bahan OPV/Ink/Primer/Aluhard 20 Mic/PVC 8 gsm
PVC, bahan, PVC 237,5 – 262,5 mic
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
16
Awal 1 2 3 4
8 7****7A Pemerian
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan atas
: garis pemisah, Permukaan bawah :logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
ED Mei-10 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 menit 8 menit 6 menit 6 menit 4 menit
DisolusiTidak kurang dari 80% (Q) dalam
waktu 30 menit97% 96% 99% 99% 95%
Kadar Ciprofloxacin 450.0 - 550.0 mg/kaplet 478.4 mg/kaplet (95.68%) 484.3 mg/kaplet (96.86%) 514.2 mg/kaplet (102.84%) 486.3 mg/kaplet (97.26%) 475.9 mg/kaplet (95.18%)Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat
Tgl analisa 31-Mei-07 23-Apr-08 16-Mei-09 23-Apr-10 03-Jun-11
9 7**4**BR Pemerian
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan atas
: garis pemisah, Permukaan bawah :logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
ED Jul-10 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 5 6 10 5
DisolusiTidak kurang dari 80% (Q) dalam
waktu 30 menit96 96 94
99 96Kadar Ciprofloxacin 450.0 - 550.0 mg/kaplet 473,8 mg/kaplet (94.76%) 474,6 mg/kaplet (94.92%) 469,9 mg/kaplet (93.98%) 494.8 mg/kaplet (98.96%) 490.1 mg/kaplet (98.02%)
Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat
Tgl analisa 30-Aug-07 2-Jun-08 15-Jun-09 05 Jul 10 25 oct 2011
10 80****B Pemerian
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan atas
: garis pemisah, Permukaan bawah :logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
Kaplet salut selaput bentuk ovalberwarna kuning muda, Permukaan
atas : garis pemisah, Permukaan bawah: logo SOHO
ED Jul-11 Waktu Hancur Tidak lebih dari 30 menit 10 menit 4 menit 9 menit 5 menit 6 menit
DisolusiTidak kurang dari 80% (Q) dalam
waktu 30 menit93% 91% 98% 92% 91.52%
Kadar Ciprofloxacin 450.0 - 550.0 mg/kaplet 481.0 mg/kaplet (96.2%) 484.9 mg/kaplet (96.98%) 481.7 mg/kaplet (95.34%) 479.7 mg/kaplet (95.94%) 481.3746 mg/kaplet (96.28%)Kesimpulan memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat memenuhi syarat
Tgl analisa 07-Agu-08 28-Jul-09 23-Jul-10 25-Oct-11 3-Aug-12
No. No. Batch Pemeriksaan PersyaratanHasil Pemeriksaan (Tahun)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA
JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSATPERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANITA HASAN, S. Farm1106153063
FAKULTASFARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI APOTEK ATRIKA
JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSATPERIODE 6 SEPTEMBER – 17 OKTOBER 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
ANITA HASAN, S. Farm1106153063
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan
pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Winardi Hendrayanta sebagai Pemilik Sarana Apotek Atrika.
2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas
Farmasi dan pembimbing dari Apotek Atrika yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA.
4. Ibu Nadia Farhanah S. S. Farm., M.Si., Apt sebagai pembimbing dari
Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang
begitu bermanfaat.
5. Para karyawan Apoteker Atrika (Shintawati, S.Farm., Apt.; Ibu Meta; Ibu
Mimin; Ibu Tuti; Ibu Febi; Ibu Ponah; dan lain-lain) atas ilmu, arahan dan
bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah
banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan
kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
7. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 75 yang telah mendukung dan
bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Serta sahabat yang
selalu membantu dan mendukung Penulis di saat senang dan susah.
8. Rekan-rekan PKPA di Apotek Atrika yang telah berbagi ilmu, pengalaman,
dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii Universitas Indonesia
9. Dan akhirnya, tak henti penulis mengucap syukur dan berterimakasih kepada
keluarga yang telah membesarkan penulis, yang selalumencurahkan kasih
sayang, motivasi, bantuan dan dukungan yang tak ternilai selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia
farmasi.
Penulis
2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Anita Hasan
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika Jl. KartiniRaya No. 34 Jakarta Pusat Periode 6 September – 17 Oktober 2012
Praktek Kerja Profesi di Apotek Atrika bertujuan mengetahui dan memahamiperan dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek. Kegiatan ini dilakukanselama enam minggu. Dalam hal ini, diharapkan calon apoteker dapat mengetahuidan memahami cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, danmanajemen apotek baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan serta dalammemberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek. Selain itu jugaapteker dapat mempraktekan pelayanan kefarmasian di apotek secara professionalsesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalamsystem pelayanan kesehatan di Indonesia.Pelayanan kefarmasian merupakanbentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker untukmeningkatkan kualitas hidup pasien. Pelanggan merupakan salah satu faktorpenting yang harus dijaga oleh apotek. Dengan mengenali siapa pelanggan kita,apa kemauan, kebutuhan dan keinginan mereka dengan kemudian menyediakanproduk serta pelayanan sebaik mungkin yang dapat memberikan kepuasan kepadapelanggan. Untuk tugas khusus di apotek, dilakukan pengkajian resep yangmengandung obat-obat antihiperlipidemia. Pengkajian resep ini bertujuan untukmenilai kelengkapan administrasi resep, kesesuaian farmasetik dan klinis, sertamencoba menyusun informasi yang dapat diberikan kepada pasien atau keluargapasien penderita hiperlipidemia.
Kata Kunci : Apotek Atrika, Pengkajian Resep, Hiperlipidemia.
Tugas Umum : ix + 63 halaman; 12 lampiranTugas Khusus : iv + 39 halaman; 6 tabel; 2 gambarDaftar Acuan Tugas Umum : 14 (1980 – 2009)Daftar Acuan Tugas Khusus : 5 (2007 – 2011)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iv Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Anita Hasan
Study Program : Apothecary Profession
Title : Apothecary Internship Report at Apotek Atrika Jl. Kartini RayaNo. 34 Central Jakarta Period September 6th – October 17th
2012
Apothecary Internship at Apotek Atrika aims to know and understand the rolesand responsibilities of pharmacist in pharmacy. This activity was conductedduring six weeks. In this case, the pharmacist candidate is expected to know andunderstand how to manage a pharmacy in terms of administrative activities,financial management, procurement, storage and sale of pharmaceuticals and alsoto practice the pharmaceutical care in pharmacy accordance to the laws and ethicsin Indonesia. Pharmaceutical care is a form of service and direct responsibility ofa pharmacist to improve the quality of life of patients. Customer is one ofimportant factors which must be kept by the pharmacy. By identifying ourcustomers, their willingness, need, and desire, and then provide the best productand service, can give satisfaction to our customers. For the specific task, wasconducted assesment of prescription containing anti-hiperlipidemia drugs. Thisassessment aims to assess the administrative completeness of prescription,pharmaceutical and clinical appropriateness, and also trying to collate theinformation that could be given to patient or their family.
Key words : Apotek Atrika, Assessment of Prescription, Hiperlipidemia.
General Assignment : ix + 63 pages; 12 appendices
Special Assignment : iv + 39 pages; 6 table; 2 picture
Bibliography of general assignment : 14 (1980 – 2009)
Bibliography of special assignment : 5 (2007 – 2011)
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
v Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK................................................................3
2.1 Definisi Apotek ...........................................................................................3
2.2 Landasan Hukum Apotek............................................................................3
2.3 Tugas dan Fungsi Apotek............................................................................4
2.4 Persyaratan Pendirian Apotek .....................................................................5
2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ........................................................................7
2.6 Pelanggaran Apotek ....................................................................................9
2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek ...................................................................10
2.8 Pelimpahan Wewenang .............................................................................12
2.9 Tenaga Kerja di Apotek ............................................................................13
2.10 Sediaan Farmasi di Apotek........................................................................15
2.11 Pengelolaan ApotekApotek.......................................................................24
2.12 Pengendalian Persediaan Apotek ..............................................................27
2.13 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apoetek .............................................30
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA ........................................36
3.1 Sejarah dan Lokasi ....................................................................................36
3.2 Tata Ruang ................................................................................................36
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vi Universitas Indonesia
3.3 Struktur Organisasi....................................................................................37
3.4 Tugas dan Fungsi Jabatan..........................................................................38
3.5 Kegiatan di Apotek Atrika ........................................................................44
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................61
5.1 Kesimpulan................................................................................................61
5.2 Saran..........................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................62
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
vii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Logo Golongan Obat ..........................................................................16
Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas .............................................17
Gambar 2.3 Matriks Analisa VEN-ABC ...............................................................30
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
viii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Atrika ……………………………………… 64
Lampiran 2. Denah Apotek Atrika........................................................................65
Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Atrika ...................................................66
Lampiran 4. Alur Penanganan Resep ...................................................................67
Lampiran 5. Surat Pesanan Apotek Atrika ...........................................................68
Lampiran 6. Surat Pesanan Narkotika ..................................................................69
Lampiran 7. Laporan Penggunaan Narkotika ......................................................70
Lampiran 8. Surat Pesanan Psikotropika .............................................................71
Lampiran 9. Laporan Penggunaan Psikotropika ...................................................72
Lampiran 10. Salinan Resep Apotek Atrika ..........................................................74
Lampiran 11. Etiket Apotek Atrika........................................................................75
Lampiran 12. Berita Acara Pemusanahan Resep ...................................................76
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan untuk
keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu perlu diselenggarakan upaya
kesehatan secara menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat dan mandiri.
Upaya kesehatan adalah kegiatan memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan bisa bermacam-macam, seperti
rumah sakit, puskesmas, apotek, balai kesehatan, dan lain-lain. Apotek sebagai
salah satu sarana dalam pelaksanaan upaya kesehatan, yakni dalam hal pelayanan
kesehatan, memegang peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek memerlukan
sumber daya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
di bidang farmasi, meliputi Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, seperti
sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan asisten apoteker.
Saat ini apotek bukan hanya sebagai tempat penjualan obat, namun apotek
juga telah menjadi tempat konsultasi atau konseling mengenai obat dan
penggunaannya dengan apoteker yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
kegiatan konseling. Hal ini gunanya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai obat yang digunakannya dan untuk meminimalkan kejadian yang tidak
diharapkan yang berkaitan dengan obat dan efek sampingnya. Karenanya saat ini
apotek bisa memberikan pelayanan kesehatan dirumah (home care).
Selain melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan, apotek juga
melaksanakan fungsi bisnis dan manajemen apotek. Hal ini untuk menjaga agar
apotek dapat tetap berdiri dan melayani masyarakat. Karenanya Apoteker selaku
penanggung jawab harus memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
managerial, seperti manajemen keuangan, sumber daya manusia, dan operasional,
serta di bidang marketing sehingga dapat memampukan Apoteker untuk
menjalankan usaha yang dapat terus berkembang dan memberikan kepuasan bagi
masyarakat.
Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan
sehingga calon apoteker mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung
jawabnya diapotek serta mampu memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang
maksimal untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Dari pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Atrika ini diharapkan calon apoteker
mendapatkan pengalaman kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas
dan fungsi Apoteker di apotek.
1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Atrika, bertujuan agar
para calon Apoteker :
1.2.1.Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di
apotek.
1.2.2.Mempelajari cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi dan
manajemen apotek, baik pengadaan, penyimpanan, maupun penjualan, serta
dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di apotek
1.2.3.Mempraktekkan pelayanan kefarmasian di apotek secara profesional sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004
dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/
SK/X/2002, apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika; sedangkan perbekalan kesehatan yang dimaksud
adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang terdiri dari sediaan farmasi, alat
kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/MENKES/SK/IX/2004, 2004).
Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Dalam pengelolaannya,
apotek harus dikelola oleh Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan
telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.
2.2. Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang
diatur dalam :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 1965 tentang
Apotek.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 1980 tentang
Perubahan atas PP No. 26 Tahun 1965 tentang Apotek.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
4
Universitas Indonesia
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 1990 tentang Masa
Bakti Apoteker.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MenKes/Per/II/1995 yang
menyempurnakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun
1990 tentang Masa Bakti Apoteker.
6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
9. Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
2.3. Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi apotek
adalah:
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
4. Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat
dan tenaga kesehatan lainnya.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
2.4. Persyaratan Pendirian Apotek
2.4.1.Perysaratan Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek
(SIA) yang merupakan surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik
sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apootek di suatu tempat
tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek, disebutkan
bahwa persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek, yaitu :
1. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenui persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Apotek dapat melakukan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
3. Dalam hal Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan
sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara Apoteker
dan pemilik sarana.
4. Pemilik sarana harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana
dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004,
disebutkan bahwa :
1. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat.
2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
3. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari
aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk, serta mengurangi risiko
kesalahan penyerahan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
5. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker
untuk memperoleh informasi dan konseling.
6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengera,
serangga.
7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari
pendingin.
Ruangan atau fasilitas yang harus dimiliki oleh apotek berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 :
1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2. Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur/materi informasi.
3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi, serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4. Ruang racikan dan tempat pencucian alat.
5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien.
Peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan
dengan temperatur yang te;ah ditetapkan.
2.4.2.Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker. Pekerjaan kefarmasian seorang Apoteker adalah bentuk hakiki dari
profesi Apoteker, oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib
mencurahkan waktu, pemikiran, dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan,
dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat.
karena Apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek.
Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat
Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif
melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya, serta masih
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
memenuhi persyaratan. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 922/MENKES/PER/X/1993, APA harus memenuhi persyaratan, yaitu :
1. Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Telah mengucapkan sumpah atau janji sebagai Apoteker
3. Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan
tugasnya sebagai Apoteker.
5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi secara penuh dan tidak menjadi
Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.
2.5. Tata Cara Perizinan Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 bab
II pasal 4, izin apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan yang melimpahkan
wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan
pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin
apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi. Sesuai pasal 7 dan 9 Keputusan Menteri Kesehatan
tersebut, ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek adalah :
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota menggunakan contoh Formulir Model APT-1 bermaterai,
dengan lampiran:
a. Fotokopi SIK
b. Fotokopi KTP
c. Fotokopi denah bangunan dan keterangan kondisi bangunan
d. Surat Keterangan status bangunan (hak milik atau sewa)
e. Daftar tenaga kesehatan
f. Daftar alat perlengkapan apotek (alat pengolahan atau peracikan, alat
perlengakapan farmasi atau lemari dan buku-buku standar)
g. Surat pernyataan tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau tidak
menjadi APA di apotek lain
h. Surat izin atasan (untuk pegawai negeri atau ABRI0
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
i. Akte perjanjian kerja sama dengan pemilik sarana apotek (PSA)
2. Dengan menggunakan Formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan
kegiatan;
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat
lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
dengan menggunakan contoh Formulir APT-3;
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
5. Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud poin (3), atau pernyataan dimaksud poin (4), Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek
dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5;
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud poin (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 hari kerja
mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir
Model APT-6;
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (6), Apoteker
diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat
Penundaan;
8. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan
atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan
alasanalasannya dengan mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.
2.6. Pelanggaran Apotek
Pelanggaran apotek dapat dikategorikan menjadi dua macam, berdasarkan
berat dan ringannya pelanggaran tersebut.
1. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi :
a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi.
b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap.
c. Pindah alamat apotek tanpa izin.
d. Menjual narkotika tanpa resep dokter.
e. Bekerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang
tidak berhak dalam jumlah besar.
f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada
waktu APA keluar daerah.
2. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek, meliputi :
a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir
pada jam buka apotek.
b. Mengubah denah apotek tanpa izin.
c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak.
d. Melayani resep yang tidak jelas dokter penulis resepnya.
e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum
dimusnahkan.
f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada.
g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker.
h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain.
i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat.
j. Resep narkotika tidak dipisahkan.
k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa.
l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok sehingga tidak dapat diketahui
dengan jelas asal usul obat tersebut.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan
sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi adminstratif yang
diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 922/MENKES/PER/X/2002 adalah :
1. Peringatan tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing dua bulan.
2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan
pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek
tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan
dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan
tersebut telah dipenuhi.
Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara dapat diberikan
apabila terdapat pelanggaran terhadap :
1. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541)
2. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.
3. Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997.
2.7. Pencabutan Surat Izin Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian
izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka
waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut surat izin apotek apabila :
1. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,
menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan
seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara
lain yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari 2 (dua) tahun secara terus menerus.
3. Pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras St. 1937 No. 541,
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.
5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku.
4. Surat Ijin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.
5. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran
perundangundangan di bidang obat.
6. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian
apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya, baik
merupakan milik sendiri atau pihak lain.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
SIA berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan
SIA dilaksanakan setelah dikeluarkan :
1. Peringatan tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan
menggunakan contoh Formulir Model APT-12.
2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selambat-lambatnya enam bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan
menggunakan Formulir Model APT-13.
Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah
membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam
peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir Model APT-14. Pencairan
izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim
Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Apabila SIA dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan
perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut :
1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras
tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci.
3. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan atau
petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan
inventarisasi yang dimaksud di atas.
2.8. Pelimpahan Wewenang
Wewenang dan tanggung jawab APA dapat dilimpahkan kepada Apoteker
Pendamping atau Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping adalah Apoteker
ayng bekerja di apotek disamping APA dan/atau menggantikannya pada jam-jam
tertentu pada hari buka apotek. Sedangkan, Apoteker Pengganti adalah Apoteker
yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari
tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak
bertindak sebagai APA di apotek lain. Ketentuan mengenai pelimpahan
wewenang ini diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.
1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 19 dan 24 dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka
APA harus menunjuk Apoteker Pendamping.
2. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan
melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti yang harus
dilaporkan kedapa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
3. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus-menerus, SIA atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.
4. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali 24 jam, ahli
waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sementara itu, pelimpahan wewenang
diberikan kepada Apoteker Pendamping.
2.9. Tenaga Kerja di Apotek
Untuk menjamin lancarnya kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek
diperlukan tenaga-tenaga pendukung, antara lain :
2.9.1.Apoteker Pengelola Apotek
Seseorang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek dan telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA) disebut Apoteker
Pengelola Apotek (APA). APA bertanggung jawab penuh terhadap semua
kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik
modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Tugas dan kewajiban
Apoteker di apotek adalah sebagai berikut :
1. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis
kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
2. Mengatur, melaksanakan, dan mengawasi administrasi.
3. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang
optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset,
mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
4. Melakukan pengembangan apotek.
Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis (non
teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan (teknis kefarmasian).
Untuk dapat melaksanakan usahanya dengan sukses, seorang APA harus
melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa
tersedia dan diserahkan kepada yang membutuhkan.
2. Menata apotek sedemikian rupa sehingga berkesan bahwa apotek meyediakan
berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap.
3. Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing.
4. Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat dan
ekonomis.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Selain itu, seorang APA juga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang
meliputi menentukan arah terhadap seluruh kegiatan, menentukan sistem
(peraturan) terhadap seluruh kegiatan, mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di
apotek, dan bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002, dalam
melakukan tugasnya, seorang APA dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti.
1. Apoteker Pendamping, yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA
dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
2. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA jika APA
berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat
lain.
2.9.2.Asisten Apoteker
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
573/MENKES/SK/VI/2008, Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang
berijazah sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik
Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan
Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan
mendapatkan surat izin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku. Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai
dengan pasal 8 ayat 2 keputusan menkes tersebut meliputi :
1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan
dibawah pengawasan Apoteker/pimpinan unit atau dilakukan secara mandiri
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
2.9.3.Juru Resep
Tenaga teknis yang membantu Asisten Apoteker dalam menyiapkan
(meracik) obat menurut resep, kemudian resep beserta obatnya disiapkan dan
diperiksa oleh asisten apoteker disebut Juru Resep atau teknisi farmasi.
2.9.4.Kasir dan Pegawai Administrasi/Tata Usaha
Petugas yang mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi
dengan kuitansi, nota, tanda setoran, dan lain-lain disebut kasir. Selain itu, juga
terdapat pegawai administrasi, yaitu petugas yang bertugas membantu Apoteker
dalam kegiatan administrasi, seperti membuat laporan harian meliputi pencatatan
penjualan tunai dan kredit, pencatatan pembelian, mengurus gaji, pajak, izin,
asuransi, dan lain-lain disebut pegawai administrasi/tata usaha.
2.10. Sediaan Farmasi di Apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/ X/2002,
sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan
kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di
apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia digolongkan oleh
Badan Pengawasan Obat dan Makanan dalam 5 kategori, yaitu obat bebas, obat
bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan
narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan
terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi
tanda atau loga pada kemasan yang terlihat. Logo untuk masing-masing golongan
obat dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
Logo Golongan Obat
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat keras
Obat narkotika
Gambar 2.1 Logo Golongan Obat
1. Obat OTC (Over the Counter)
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol®
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan
obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan
disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
16
Universitas Indonesia
Logo Golongan Obat
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat keras
Obat narkotika
Gambar 2.1 Logo Golongan Obat
1. Obat OTC (Over the Counter)
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol®
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan
obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan
disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
16
Universitas Indonesia
Logo Golongan Obat
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Obat keras
Obat narkotika
Gambar 2.1 Logo Golongan Obat
1. Obat OTC (Over the Counter)
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat bebas adalah Panadol®
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk dalam golongan
obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan
disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006)
Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda
peringatan dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan
tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau
disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Tanda peringatan obat bebas terbatas dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
2. Obat Ethical
Obat ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh oleh pasien dengan
menggunakan resep dokter. Obat ethical terdiri dari obat keras, psikotropika, dan
narkotika.
a. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran
merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam
golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, obat diabetes, hormon,
antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat injeksi.
b. Obat Psikotropika (Pemerintah Republik Indonesia, 1997)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Ruang lingkup pengaturan psikotropika adalah segala yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan
dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah
terjadinya penyalahgunaan, dan memberantas peredaran gelap psikotropika.
Psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu :
1. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya adalah esktasi, meskalin, dan psilosibin.
2. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan flunitrazepam.
3. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya adalah amobarbital, siklobarbital, dan luminal.
4. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan,
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya adalah derivat diazepam.
Pengelolaan psikotropika di apotek, meliputi pemesanan, penyimpanan,
pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.
1. Pemesanan
Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar
Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nama apotek, nomor
SIK, da stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih
dari satu jenis obat golongan psikotropika dan dibuat tiga rangkap.
2. Penyimpanan
Penyimpanan untuk obat golongan psikotropika belum diatur dengan suatu
peraturan khusus. Namun, karena obat-obatan golongan psikotropika ini
cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu persediaan
psikotropika.
3. Pelayanan
Pelayanan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek,
rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep
dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter hanya boleh dilakukan dalam
keadaan menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong
orang sakit dalam keadaan darurat, dan menjalankan tugas di daerah terpencil
yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh
dari apotek.
4. Pelaporan
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika dan melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten setempat secara berkala, dengan tembusan kepada Balai Besar
POM/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, dan satu
salinan sebagai arsip.
5. Pemusnahan
Pada pemusnahan psikotropika, Apoteker wajib membuat berita acara
paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan tahun
pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik
psikotropika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek
bersangkutan; nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan; dan cara
pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.
Pemusnahan berlangsung dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk
dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 Undang-Undang
No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan
tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan
persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
c. Obat Narkotika (Pemerintah Republik Indonesia, 2009b)
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan obat narkotika
ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang (+) berwarna merah
dan disebut dalam obat daftar O (opiat). Narkotika digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu :
1. Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contohnya adalah opium, kokain, dan ganja.
2. Narkotika golongan II, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin.
3. Narkotika golongan III, yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya adalah kodein.
Narkotika merupakan obat yang bermanfaat dalam pengobatan atau
pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, apabila salah
digunakan dapat mengakibatkan ketergantungan dan pada akhirnya menimbulkan
kematian. Oleh karena itu, pemerintah mengatur tata cara ekspor-impor, produk,
penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan, dan penggunaan narkotika,
dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oelh
efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, serta memulihkan kembali
penderita kecanduan narkotika (rehabilitasi). Selain itu, pengaturan narkotika
dimaksudkan untuk memberantas peredaran gelap narkotika.
Pengelolaan narkotika di apotek di apotek, meliputi pemesanan,
penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
1. Pemesanan
Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan kepada Pedagang Besar
Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Narkotika
yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nama apotek, nomor SIK,
dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk
memesan satu macam narkotika dan dibuat rangkap empat.
2. Penyimpanan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1987 pasal 5 dan 6
dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan yang lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
c. Lemari dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama dipergunakan untuk
penyimpanan morfin, petidin, dan garam–garam, serta persediaan
narkotika. Bagian kedua untuk menyimpan narkotika lain yang dipakai
sehari–hari.
d. Jika lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40
x 80 x 100 cm, lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi
kuasa.
g. Lemari khusus harus ditempatkan pada tempat yang aman dan tidak
diketahui oleh orang lain.
3. Pelayanan
Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit
berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997
disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung
narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama
sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya
boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu,
dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung
narkotika.
4. Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun, mengirimkan, dan menyimpan laporan
bulanan yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA,
nama jelas, dan stempel apotek. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan
bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan
khusus pengunaan morfin, petidin, dan derivatnya. Laporan penggunaan narkotika
ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang
ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan
tembusan Kepala Balai Besar POM/Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
setempat, dan berkas untuk disimpan sebagai arsip.
5. Pemusnahan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MENKES/PER/1978
pasal, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak,
kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan
dan/atau pengembangan penelitian. Pelaksanaan pemusnahan apotek, diatur
sebagai berikut :
a. Apotek yang berada di tingkat propinsi disaksikan oleh Balai POM
setempat.
b. Apotek yang berada di tingkat kabupaten/kota disaksikan oleh Kepala
Dinas Kesehatan tingkat II.
APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara
pemusnahan paling sedikit rangkap tiga yang memuat hari, tanggal, bulan, dan
tahun pemusnahan; nama pemegang izin khusus, APA, atau dokter pemilik
narkotika; nama seorang saksi dari pemerintah atau seorang saksi dari apotek
bersangkutan; nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; dan cara
pemusnahan; serta tanda tangan APA dan para saksi.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
3. Pelayanan Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker
kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang diserahkan tanpa resep
dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawa usia 2 tahun dan
orang tua diatas usia 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko
kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Kewajiban Apoteker dalam menyerahkan OWA kepada pasien, yaitu :
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan
dalam DOWA.
2. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan (medical record).
3. Memberikan informasi yang meliputi dosis, aturan pakai, kontraindikasi, efek
samping obat, dan lain-lain.
Obat-obat yang termasuk dalam DOWA, antara lain :
1. Kontasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus.
2. Obat saluran cerna, pemberian maksimal 20 tablet, yang terdiri dari :
a. Antasida + antispasmodik + sedatif
b. Antispasmodik (papaverin, hiosin, atropin)
c. Analgetik + antispasmodik
3. Obat mulut dan tenggorokan, maksimal satu botol.
4. Obat saluran napas yang terdiri dari obat asma tablet ataupun mukolitik,
maksimal 20 tablet.
5. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular maksimal 20 tablet, yang
terdiri dari :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
a. Analgetik
b. Antihistamin
6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, maksimal 6 tablet.
7. Obat kulit topikal maksimal 1 tube yang terdiri dari :
a. Semua salep/krim antibiotik
b. Semua salep/krim kortikosteroid
c. Semua salep/krim antifungi
d. Antiseptik lokal
e. Enzim antiradang topikal
f. Pemutih kulit
2.11. Pengelolaan Apotek
Berdasarkan PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek, pengelolaan apotek
merupakan tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker. Dalam mengelola
apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi
multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu
belajar sepanjang karir, serta membantu memberikan pendidikan dan peluang
untuk meningkatkan pengetahuan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993,
pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis
kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis
kefarmasian meliputi :
1. Mengawasi pelayanan resep, meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau
bahan obat.
2. Mengawasi mutu obat yang dijual, meliputi pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi pelayanan
informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada
dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, serta
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan/atau
mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
4. Pembuatan laporan mengenai penggunaan obat-obat khusus (narkotika dan
psikotropika).
Adapun sebagai pengelola non teknis kefarmasian, APA bertanggung jawab
terhadap semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditi
selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi
apotek.
Seorang APA dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan
memadai yang tidak hanya dalam bidang farmasi tetapi juga dalam bidang lain
seperti manajemen agar dapat mengelola apotek dengan baik dan benar. Prinsip
dasar manajemen yang perlu diketahui oleh seorang APA dalam mengelola
apoteknya, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, administrasi, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem
FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).
2.11.1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat,
mencegah terjadinya kekurangan dan kelebihan perbekalan farmasi yang
tersimpan dalam gudang. Banyaknya jenis perbekalan farmasi yang dikelola
mendorong diperlukannya suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat
sehingga pengelolaan persediaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam
membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola
penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat.
2.11.2. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi harus diterapkan sebaik mungkin agar
pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan farmasi dapat dilakukan
secara efektif dan efisien. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang,
tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
menyediakan barang yang dibutuhkan. Pengadaan harus disesuaikan dengan
kebutuhan yang direncanakan dan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada.
2.11.3. Penyimpanan
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi
harus dipindahkan ke dalam wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat
sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus
disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan. Penataan
perbekalan farmasi perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dan kemudahan
dalam melakukan kegiatan pelayanan, serta memiliki nilai estetika. Penataan pada
desain lemari harus menjamin higienitas sehingga kebersihan dan keamanan
perbekalan farmasi tetap terjaga.
2.11.4. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi, meliputi administrasi umum dan administrasi pelayanan.
Kegiatan administrasi umum meliputi pencacatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika dan psikotropika, dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan
pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
2.11.5. Pelayanan
Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan
Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 dan Keputusan Menteri
Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002, yaitu :
1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
hewan. Pelayanan resep ini atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat;
2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang
bermutu baik dan keabsahannya terjamin;
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat bermerek dagang. Namun, resep dengan obat dengan merek
dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik;
4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat
sesuai ketentuan yang berlaku, dengan membuat Berita Acara. Pemusnahan
ini dilakukan dengan cara dibakar atau ditanam, atau dengan cara lain yang
ditetapkan oleh Badan POM;
5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang
lebih tepat;
6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat;
7. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep
tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan di atas resep;
8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker;
9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka
waktu tiga tahun;
10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat pasien, pasien yang bersangkutan, petugas
kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku;
11. APA, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti diizinkan menjual obat
keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek
(DOWA), yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
2.12. Pengendalian Persediaan Apotek
Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam
pengaturan persediaan obat di apotek agar menjamin kelancaran pelayanan pasien
di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis
persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang
optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan
persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di
apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan,
mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih
distributor obat yang memberi harga obat bersaing, pengiriman cepat, dan kualitas
obat yang baik.
Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang
seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan
mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode
pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997) :
1. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial)
Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat
yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Dalam
analisis VEN, setiap obat dimasukkan ke dalam salah satu dari ketiga golongan
berikut ini :
a. Vital (V), yaitu obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk
pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan
obat golongan ini diprioritaskan. Contohnya adalah obat-obat hipertensi
dan diabetes.
b. Esensial (E), yaitu obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam
tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang
ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-
moving.
c. Non esensial (N), yaitu obat pelengkap yang tidak banyak diminta dan
tidak termasuk dalam golongan obat yang diperlukan untuk
menyelamatkan hidup atau pengobatan penyakit terbanyak.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
2. Analisis Pareto (ABC)
Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang
mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Analisis pareto membagi persediaan
berdasarkan atas nilai rupiah sehingga untuk mengendalikan persediaan barang
difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai
rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah :
a. Kelas A, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah tinggi.
Kelas ini mewakili sekitar 75 – 80 % dari total nilai persediaan. Meskipun
jumlahnya hanya sekitar 20 % dari seluruh ítem tetapi memiliki dampak
biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.
b. Kelas B, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah menengah.
Kelas ini mewakili sekitar 15 – 20 % dari total nilai persediaan, meskipun
jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item. Pengendalian khusus
dilakukan secara moderat.
c. Kelas C, merupakan persediaan yang memiliki volume rupiah yang
rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5 % dari total nilai persediaan, tetapi
terdiri dari sekitar 50 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan
secara sederhana.
Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap
sediaan obat dengan cara menghitung total investasi tiap jenis obat kemudian
mengelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai
investasi terbesar hingga terkecil. Syarat pengelompokkannya adalah kelompok A
memiliki nilai investasi 70 % dari total investasi obat keseluruhan, kelompok B
memiliki nilai investasi 20 % dari total investasi obat keseluruhan, dan kelompok
C memiliki nilai investasi 10 % dari total investasi obat keseluruhan.
3. Analisis VEN-ABC
Analisis ini mengkategorikan item obat berdasarkan volume dan nilai
penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Analisis
VENABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga
analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Gambar 2.3. Matriks Analisa VEN-ABC
Matriks di atas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas
untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan
persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C
harus disediakan di apotek. Namun, kuantitasnya harus disesuaikan
dengan kondisi keuangan apotek dan laju penjualan obat yang
bersangkutan. Misalnya, obat vital golongan A perlu disediakan walaupun
dalam jumlah sedikit, karena obat ini penting untuk menyelamatkan hidup.
Obat esensial golongan B dan C dapat disediakan dalam jumlah cukup
besar karena golongan obat ini penting dan banyak digunakan, serta
harganya tidak terlalu mahal. Untuk obat non esensial dalam kelompok A
tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaan disesuaikan.
2.13. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pharmaceutical care (PC) atau pelayanan kefarmasian adalah tanggung
jawab farmakoterapi dari seorang Apoteker untuk mencapai dampak tertentu
dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. PC diimplementasikan dengan Good
Pharmacy Practice (Cara Praktek di Apotek yang Baik). Dengan demikian Good
Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin
bahwa pelayanan yang diberikan Apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi
kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa
masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk, serta jasa kesehatan
dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan.
Pelaksanaan Good Pharmacy Practice di farmasi komunitas adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan serah terima obat kepada pasien atas resep dokter dengan
beberapa kriteria.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
2. Melakukan pemilihan obat pada pasien dalam upaya pengobatan diri sendiri
(swamedikasi).
3. Memonitor kembali penggunaan obat oleh pasien akan tujuan yang optimal
melalui telepon atau kunjungan residensial.
4. Melakukan ceramah tentang kesehatan dan obat, memberdayakan masyarakat
tentang penggunaan obat yang baik dan upaya dalam pencegahan penyakit di
masyarakat.
Pelayanan yang dapat diberikan di apotek terbagi menjadi dua secara garis
besar, yaitu :
1. Pelayanan resep, yang terdiri dari :
a. Skrinning resep yang meliputi keaslian resep, kelengkapan resep,
persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinik.
b. Penyiapan obat yang meliputi peracikan, pemberian etiket, pengemasan,
dan penyerahan obat kepada pasien.
2. Pelayanan non resep seperti pelayanan informasi obat
Pasien perlu mendapatkan informasi obat yang akurat dengan penyampaian
yang dapat dimengerti oleh pasien karena beberapa hal berikut :
a. Interpretasi pasien beragam terhadap etiket atau label obat.
b. Tingkat pemahaman pasien beragam terhadap obat-obat, sperti inhalasi
dan suppositoria.
c. Tingkat kepatuhan pasien yang beragam.
d. Efek samping dari penggunaan obat yang mungkin terjadi.
e. Obat populer untuk terapi penyakit tertentu diinginkan dokter untuk terapi
penyakit lain.
f. Banyak sumber informasi tentang obat yang bebas beredar, kemudian
diserap oleh pasien sepintas sehingga menimbulkan kesalahpahaman
terhadap pemakaian obat tersebut.
g. Semakin banyak obat tradisional yang beredar yang dianggap oleh pasien
mempunyai kekuatan melebihi obat yang sedang diminumnya.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
3. Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia,
pasien yang ditunjuk oleh dokter, dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Untuk aktivitas ini, Apoteker harus membuat catatan berupa catatan
pengobatan (medication record).
2.13.1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian
merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien,
keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk
membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi
dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta
untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya
penyakitnya cepat sembuh.
Konseling dan informasi yang diberikan berupa informasi mengenai efek
samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain.
Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat
memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar
belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:
1. Ketidakpatuhan pasien
Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi
pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang
kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus
oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif
membuat pasien menggandakan dosis sendiri.
2. Penggunaan obat yang tidak rasional
Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat,
dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak
terjangkau oleh pasien.
3. Penggunaan obat yang tidak benar
Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat
beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan
inhaler, suppositoria, dan obat tetes.
KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga
kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :
1. Bagi pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan
a. Menurunkan kesalahan dalam menggunakan obat
b. Menurunkan ketidakpatuhan.
c. Menurunkan efek samping obat.
d. Menurunkan biaya pengobatan.
e. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
f. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
2. Bagi Apoteker
a. Meningkatkan citra profesi.
b. Meningkatkan kepuasan kerja.
c. Menarik customer.
2.13.2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Peranan terhadap keberadaan Apoteker di apotek dalam pemberian
informasi obat kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat
penting. Pelaksanaan PIO di apotek bertujuan untuk tercapainya penggunaan obat
yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat
dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi. Dalam memberikan informasi obat, seorang Apoteker
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mandiri, berarti Apoteker bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak
lain sehingga menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektif.
2. Objektif
3. Seimbang, berarti Apoteker dalam memberikan informasi harus melihat dari
berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
4. Ilmiah, berarti Apoteker dalam menyampaikan informasi harus berdasarkan
sumber data atau referensi yang dapat dipercaya.
5. Berorientasi pada pasien, berarti informasi yang disampaikan tidak hanya
mencakup informasi produk, seperti ketersediaan, kesetaraan generik,
melainkan juga mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
2.13.3. Konseling
Salah satu bentuk standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker
di apotek adalah pemberian konseling. Apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau pasien dapat terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis
lainnya, Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
2.13.4. Swamedikasi
Swamedikasi adalah melakukan pengobatan mandiri tanpa melalui dokter
ketika sedang sakit. Umumnya, swamedikasi dilakukan untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
masalah pada kulit, hingga iritasi ringan pada mata. Konsep modern dari
swamedikasi adalah upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan mengonsumsi
vitamin dan suplemen kesehatan atau suplemen makanan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
Beberapa hal yang menjadi faktor berkembangnya swamedikasi di
masyarakat adalah :
1. Harga obat yang melambung tinggi dan biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal mendorong masyarakat berinisiatif untuk mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi
dengan dokter. Biasanya penggunaan obat yang dipilih adalah kategori obat
OTC dan obat DOWA.
2. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif menjadi preventif
rehabilitatif. Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
semakin tinggi; penghasilan per individu yang meningkat; teknologi
informasi semakin cepat, mudah, dan jelas; dan lain-lain. Untuk itu, upaya
yang dilakukan adalah pencegahan terhadap kemungkinan terserang penyakit,
sehingga obat-obatan yang dicari adalah obat-obat bebas dan suplemen
makanan atau suplemen kesehatan.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan
swamedikasi, antara lain :
1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur di
dalam kemasan. Informasi yang diberikan meliputi komposisi zat aktif,
indikasi, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, dosis, dan cara
penggunaan.
2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, misalnya
apabila gejala penyakit hanya batuk maka obat yang dipilih hanya mengatasi
batuk saja, tidak perlu obat penurun demam.
3. Penggunaan obat hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala menetap atau
memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4. Memperhatikan aturan pemakaian, bagaimana cara memakainya, berapa
jumlahnya, berapa kali sehari, dipakai sebelum atau sesudah makan atau
menjelang tidur, serta berapa lama pemakaiannya.
5. Perlu diperhatikan masalah kontraindikasi (pada keadaan mana obat tidak
boleh digunakan) dan bagaimana cara penyimpanan obat (obat disimpan
dimana dan apakah sisa obat yang disimpan dapat digunakan lagi).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
36 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS APOTEK ATRIKA
3.1. Sejarah dan Lokasi
Apotek atrika berdiri pada tanggal 21 Juli 2001 menggunakan sarana milik
Bapak Winardi Hendrayanta dengan sebagai Apoteker Pengelola Apotek adalah
Dr. Harmita, Apt dan SIA: 1387.01/KANWIL/SIA/01/0. SIA yang diperoleh
berubah menjadi SIA:1.11.0226.2009.4.04/08/08 karena pada tanggal 26 Juli
2008 Apotek Atrika pindah lokasi.
Apotek Atrika terletak di Jalan Kartini Raya No.34, Jakarta Pusat. Daerah
ini merupakan kawasan pemukiman penduduk atau kompleks perumahan yang
mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Atrika
terletak di sisi jalan dua arah dengan badan jalan yang tidak terlalu lebar.
Apotek Atrika buka pada hari senin sampai jum;at pukul 08.00 sampai
22.00 WIB, hari sabtu pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Hari minggu dan hari libur
nasional libur.
3.2. Tata Ruang
Papan nama apotek memiliki tulisan yang jelas berwarna merah dengan
warna dasar kuning sehingga cukup menarik perhatian pengunjung dan dapat
dilihat dari jarak jauh. Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup untuk
digunakan sebagai tempat parkir. Pintu masuk apotek menggunakan kaca bening
sehingga susunan obat-obat OTC yang diletakkan pada etalase ruang bagian dapat
terlihat dari luar. Ruangan Apotek Atrika terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang
bagian depan dan ruang bagian dalam. Ruang bagian depan terdiri dari ruang
tunggu, kasir, tempat penerimaan resep sekaligus tempat penyerahan obat, dan
etalase untuk obat bebas (OTC). Ruang bagian dalam terdiri dari ruang racik yang
di dindingnya terdapat lemari untuk obat ethical, obat narkotik dan psikotropik
pada lemari terpisah, ruang kamar mandi, dan wastafel (Lampiran 1).
Penyusunan obat di apotek atrika dibedakan berdasarkan jenis sedian dan
disusun sesuai dengan urut alfabet dan obat yang masa daluarsanya lebih awal
diletakkan paling depan dari setiap susunan masing-masing obat agar bisa lebih
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
awal terjual. Sediaan yang terdapat di Apotek atrika dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu sediaan oral padat (tablet, kapsul), sediaan oral cair (sirup, suspensi, emulsi),
dan sediaan topikal (salep, krim, gel). Untuk suppositoria, ovula, obat tetes mata,
obat tetes telinga diletakkan dalam satu lemari dengan obat-obat topikal. Obat-
obat generik diletakkan pada lemari terpisah, begitu juga dengan obat golongan
narkotik, psikotropik, dan obat yang mendekati tiga bulan masa daluarsanya
diletakkan pada lemari terpisah.
3.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan suatu jaringan hubungan yang
menggambarkan fungsi dalam suatu organisasi. Adanya organisasi dapat
menciptakan hubungan yang jelas antara posisi dan memastikan kerja sama timbal
balik antara masing-masing individu. Seorang APA harus dapat memprediksi dan
membentuk struktur organisasi apotek yang disertai dengan uraian fungsi dan
tugas, wewenang dan tanggung jawab antara masing-masing individu agar
terdapat definisi pekerjaan yang jelas dan dapat menempatkan orang yang tepat
pada pekerjaan yang tepat sehingga apotek dapat berjalan sesuai dengan tujuan
dan rencana organisasi. Struktur organisasi Apotek Atrika dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Apotek Atrika mempunyai
beberapa orang karyawan dengan rincian sebagai berikut :
1. Pemilik Sarana Apotek : 1 orang
2. Tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari :
a. Apoteker Pengelola Apotek : 1 orang
b. Apoteker Pendamping : 1 orang
c. Asisten Apoteker : 2 orang
d. Juru resep : 1 orang
3. Tenaga non teknis kefarmasian yang terdiri dari :
a. Tenaga keuangan dan kasir : 2 orang
b. Pesuruh : 2 orang
c. Kurir : 5 orang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
38
Universitas Indonesia
3.4. Tugas dan Fungsi Jabatan
3.4.1.Apoteker Pengelola Apotek
Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki beberapa tugas dan tanggung
jawab, antara lain :
1. Seorang APA menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan
fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan mematuhi
peraturan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.
2. Seorang APA harus dapat memimpin seluruh kegiatan managerial apotek
termasuk mengoordinasikan dan mengawasi kinerja karyawan, seperti
mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan
tanggung jawab masing-masing karyawan.
3. Seorang APA harus aktif berusaha meningkatkan omset penjualan dan
mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan saran dan
usul dari karyawan dengan tujuan untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan
apotek.
4. Dalam melayani permintaan obat, baik pelayanan obat bebas maupun obat
yang diresepkan oleh dokter, seorang APA harus dapat memberikan
pelayanan mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik obat,
menuliskan etiket, mengemas, sampai dengan penyerahan obat kepada pasien.
5. Dalam melakukan pelayanan kepada pasien, seorang APA harus dapat
memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) untuk mendukung penggunaan
obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang
benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini.
6. Seorang APA harus dapat melaksanakan pelayanan swamedikasi.
7. Seorang APA harus memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada
pasien, meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep,
dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai dengan
pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat, aturan dan
cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang diperlukan.
8. Seorang APA membuat salinan resep dan kuintasi bila dibutuhkan.
9. Seorang APA harus mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan
tunai harian.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
39
Universitas Indonesia
3.4.2.Apoteker Pendamping
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, seorang Apoteker Pendamping
memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
1. Seorang Apoteker Pendamping melaksanakan tugas dan tanggung jawab
APA ketika APA sedang berhalangan hadir atau tidak berada di tempat.
2. Seorang Apoteker Pendamping harus menjamin penyampaian informasi obat
kepada pasien.
3. Seorang Apoteker Pendamping juga harus memeriksa kebenaran obat yang
akan diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama
obat, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus disertai
dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan obat,
aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang
diperlukan.
4. Seorang Apoteker Pendamping melakukan pencatatan dan penghitungan bon
penjualan kredit untuk resep-resep kredit.
3.4.3.Asisten Apoteker
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian juga terdapat seorang Asisten
Apoteker. Seorang Asisten Apoteker memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut :
1. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pendataan kebutuhan barang.
2. Seorang Asisten Apoteker mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada
tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.
3. Seorang Asisten Apoteker dapat melayani permintaan obat bebas dan resep
dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menuliskan
etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkan obat.
4. Seorang Asisten Apoteker memberi harga untuk setiap resep yang masuk dan
memeriksa kelengkapan resep.
5. Seorang Asisten Apoteker juga harus memeriksa kebenaran obat yang akan
diserahkan kepada pasien, meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama obat,
nomor resep, dan nama pasien. Saat menyerahkan obat kepada pasien harus
disertai dengan pemberian informasi tentang lama penggunaan penggunaan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
40
Universitas Indonesia
obat, aturan dan cara penggunaan obat, serta informasi tambahan lain yang
diperlukan.
6. Seorang Asisten Apoteker bertugas melakukan pencatatan jumlah barang atau
obat yang keluar maupun masuk.
7. Seorang Asisten Apoteker harus melakukan pengecekan terhadap obat-obat
yang mempunyai kadaluarsa.
8. Seorang Asisten Apoteker menyusun daftar barang yang masuk dan
menandatangani faktur pembelian obat yang masuk setiap harinya.
9. Seorang Asisten Apoteker mencatat penerimaan uang setelah dihitung
terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi
dengan kuintasi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau
karyawan yang ditunjuk.
3.4.4.Juru Resep
Selain itu, juga terdapat seorang juru resep dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian. Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam
meracik obat di apotek. Tugas dan tanggung jawab yang dimiliki seorang juru
resep, antara lain :
1. Seorang juru resep membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam
penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan.
2. Seorang juru resep menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan, serta
melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker.
3. Seorang juru resep membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan
Asisten Apoteker.
4. Seorang juru resep harus menjaga kebersihan apotek.
3.4.5.Kasir
Dalam menjalankan kegiatan operasional apotek, juga dibutuhkan seorang
kasir yang memliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut:
1. Seorang kasir bertugas menerima setiap pembayaran tunai maupun dengan
kartu kredit yang dilakukan oleh pasien.
2. Seorang kasir bertanggung jawab menerima barang atau obat yang masuk.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
41
Universitas Indonesia
3. Seorang kasir bertugas memberi harga untuk setiap resep yang masuk.
4. Seorang kasir dapat melayani penjualan obat bebas dan bebas terbatas.
5. Seorang kasir harus mencatat, menghitung, dan menyimpan uang hasil
penjualan.
6. Seorang kasir harus menyetor uang hasil penjualan ke bagian keuangan.
7. Seorang kasir bertanggung jawab terhadap kesesuaian uang yang masuk
dengan penjualan.
3.4.6.Keuangan
Dalam mengatur semua urusan yang berhubungan dengan keuangan, sebuah
apotek juga dapat memiliki bagian keuangan yang menjalankan fungsi tersebut.
Tugas dan tanggung jawab bagian keuangan, antara lain sebagai berikut :
1. Bagian keuangan bertanggung jawab terhadap kondisi aliran kas.
2. Bagian keuangan menerima uang yang disetor oleh kurir dan dari penjualan
obat tunai, baik obat bebas, obat bebas terbatas, maupun penjualan obat
dengan resep.
3. Bagian keuangan bertugas mengeluarkan uang yang diperlukan untuk
melaksanakan dan menunjang kegiatan operasional apotek, seperti listrik, air,
internet, dan telepon.
4. Bagian keuangan bertanggung jawab menyimpan bukti pembayaran dan
pembelian barang, serta bukti pertukaran faktur dengan PBF.
3.4.7.Pesuruh
Selain memiliki tenaga teknis kefarmasian, sebuah apotek juga harus
memiliki tenaga non teknis kefarmasian, salah satunya adalah pesuruh. Seorang
pesuruh memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut:
5. Seorang pesuruh bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan apotek.
6. Seorang pesuruh harus dapat menjamin kerapian apotek.
7. Seorang pesuruh membantu petugas apotek lain yang memerlukan bantuan
non teknis kefarmasian
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
42
Universitas Indonesia
3.4.8. Kurir
Dalam menunjang pelayanan obat kepada pasien dapat dilakukan
pengantaran obat langsung kepada pasien. Adanya pelayanan obat dengan sistem
tersebut dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien dan dapat meningkatkan
minat pasien dalam melakukan pembelian atau pemesanan obat di sebuah apotek.
Untuk dapat melakukan fungsi tersebut maka dibutuhkan seorang kurir. Seorang
kurir memiliki tugas dan tanggung jawab, sebagai berikut :
1. Seorang kurir bertugas melakukan pengantaran obat dan sediaan farmasi
untuk pelayanan pesan antar.
2. Seorang kurir bertanggung jawab menjamin obat yang tepat sampai kepada
pasien yang tepat.
3. Seorang kurir menerima uang hasil pembayaran obat.
3.5. Kegiatan di Apotek Atrika
Tenaga kerja di Apotek Atrika bekerja secara bergantian berdasarkan jam
kerja yang telah ditentukan menjadi dua shift, yaitu shift I dengan waktu kerja
pukul 08.00 - 16.00, shift II dengan waktu kerja pukul 14.00 - 22.00. Jam
operasional Apotek Atrika buka dari hari Senin hingga Jumat mulai pukul 08.00 -
22.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 08.00 - 17.00 WIB, sedangkan pada hari
Minggu dan hari libur nasional tidak melakukan pelayanan apotek. Kegiatan yang
dilakukan di Apotek Atrika dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan teknis
kefarmasian dan kegiatan non teknis kefarmasian.
3.5.1.Kegiatan Teknis Kefarmasian
1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Farmasi
a. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi
Tanggung jawab dan wewenang dalam melakukan pengadaan setiap obat
dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang APA, sedangkan Asisten Apoteker
bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan obat dan
perbekalan farmasi, serta melakukan pengadaan obat dan perbekalan farmasi
untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan
(SP) sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker. Untuk pengadaan obat dan
perbekalan farmasi di Apotek Atrika, jenis dan jumlah barang yang disediakan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
43
Universitas Indonesia
disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau
slow moving, serta didasarkan pada jenis obat-obatan yang banyak diresepkan
oleh dokter yang praktek di sekitar apotek.
Pengadaan obat dan perbekalan farmasi yang dilakukan, yaitu dengan cara
konsinyasi, COD (cash on delivery), maupun kredit. Konsinyasi merupakan cara
pengadaan dengan menitipkan obat dan/atau perbekalan farmasi dari distributor
kepada apotek, dimana apotek akan menerima komisi apabila obat dan/atau
perbekalan farmasi tersebut dapat terjual, namun apabila tidak terjual maka obat
dan/atau perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan ke distributor asalnya.
Cara pengadaan dengan konsinyasi umumnya dilakukan untuk obat-obat baru
yang belum dijual di apotek, dimana obat-obatan tersebut sedang dalam masa
promosi, dan pembayaran dilakukan hanya terhadap obat-obatan yang telah
terjual. COD adalah cara pengadaan dimana apotek melakukan pembelian obat
dan perbekalan farmasi dengan melakukan pembayaran secara langsung pada saat
obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut datang, sedangkan pembayaran secara
kredit adalah pembayaran yang dilakukan apabila faktur pembelian obat dan/atau
perbekalan farmasi dinyatakan telah jatuh tempo.
b. Pemesanan obat dan perbekalan farmasi
Setiap pemesanan obat maupun perbekalan farmasi yang dibutuhkan
dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF. Pemesanan obat dan perbekalan
farmasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) langsung
kepada salesman atau melalui telepon. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat
pada Lampiran 3.
c. Penerimaan obat dan perbekalan farmasi
Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang diterima harus diperiksa oleh
Asisten Apoteker berdasarkan SP dan faktur untuk melihat kesesuaiannya, baik
kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik barang, kode
produksi/bets, dan lain-lain). Apabila obat dan/atau perbekalan farmasi yang
diterima sudah sesuai dengan SP, maka Asisten Apoteker menandatangani dan
membubuhkan stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
44
Universitas Indonesia
kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek sebanyak dua rangkap
sebagai bukti bahwa apotek pernah melakukan pemesanan sejumlah obat dan/atau
perbekalan farmasi tersebut dan selanjutnya untuk dilakukan pembayaran setelah
faktur dinyatakan telah jatuh tempo. Obat dan/atau perbekalan farmasi tersebut
kemudian dicatat dalam buku “Penerimaan Barang Datang” yang berisi tanggal
pembelian, nama PBF, nomor faktur, nama dan jumlah obat atau perbekalan
farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga (bila
ada), pajak, dan harga total. Jumlah obat dan/atau perbekalan farmasi yang
diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang)
dan kartu stok kecil (kartu stok harian). Apabila terjadi perubahan harga, maka
perubahan harga dicatat pada buku “Perubahan Harga Barang” dan pada buku
“Daftar Harga Barang” dan komputer kasir.
d. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi
Apotek Atrika melakukan penyimpanan barang berdasarkan bentuk sediaan
obat dan menurut abjad, baik untuk obat ethical maupun untuk obat bebas (obat
Over The Counter/OTC). Obat disusun berdasarkan sistem FEFO (First Expired
First Out), dimana obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal diletakkan di
bagian yang paling depan dan/atau paling atas. Hal tersebut dimaksudkan agar
obat yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu.
Selain itu, terdapat juga lemari khusus yang dipergunakan untuk menyimpan obat-
obatan yang telah mendekati waktu kadaluarsanya.
e. Pengeluaran obat dan perbekalan farmasi
Sistem FEFO (First Expired First Out) diberlakukan oleh Apotek Atrika
untuk melakukan pengeluaran barang dengan tujuan agar obat-obat yang memiliki
batas kadaluarsa lebih awal dapat keluar terlebih dahulu. Setiap obat dan/atau
perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan bebas dicatat pada buku penjualan,
sedangkan setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang keluar dari penjualan
resep dicatat pada buku resep.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
45
Universitas Indonesia
f. Pemeriksaan dan pencatatan stok obat dan perbekalan farmasi
Setiap obat dan/atau perbekalan farmasi yang masuk maupun keluar
dilakukan pemeriksaan dan pencatatan stok setiap hari berdasarkan buku
“Penerimaan Barang Datang”, buku “Penjualan Barang”, dan buku “Resep”.
Selanjutnya, jumlah terakhir obat dan/atau perbekalan farmasi yang ada dihitung
dan dicocokkan dengan jumlah yang tertera pada kartu stok kecil (kartu stok
harian). Obat dan perbekalan farmasi yang diketahui telah kosong persediaannya
dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan.
g. Pembuatan sediaan standar
Sediaan standar merupakan obat-obat yang dibuat di apotek berdasarkan
resep-resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan
resep dokter. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Atrika antara lain
minyak kayu putih, minyak telon, lysol, obat batuk putih, obat batuk hitam, obat
biang keringat, obat jerawat, rivanol, salicyl spiritus, dan bedak salisilat. Sediaan-
sedian standar ini ditempatkan di rak dan disusun berdasarkan abjad.
2. Pengelolaan Narkotika
a. Pengadaan narkotika
Dalam melakukan pemesanan narkotika, Apotek Atrika mengikuti tata cara
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemesanan narkotika dilakukan
berdasarkan surat pesanan (SP) khusus untuk narkotika yang terdiri dari 4 rangkap
(warna putih, kuning, merah, dan biru). SP narkotika ini hanya digunakan untuk
pemesanan satu jenis narkotika dan ditujukan kepada PBF Kimia Farma. Untuk
melakukan penerimaan narkotika yang telah dipesan dilakukan oleh Apoteker
Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK dan bukti penerimaannya
diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesanan obat
Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 4.
b. Penyimpanan narkotika
Setiap narkotika disimpan dalam lemari khusus yang menempel di dinding
dan kuncinya dipegang oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya,
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
46
Universitas Indonesia
narkotika tersebut disusun berdasarkan bentuk sediaan dan diurutkan menurut
abjad, serta apabila terdapat narkotika dengan nama yang sama maka narkotika
tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari kekuatan terkecil hingga
terbesar. Jumlah narkotika yang diterima kemudian ditambahkan ke dalam kartu
stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk narkotika dan buku stok narkotika.
c. Pelayanan narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika telah dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Pelayanan narkotika di Apotek Atrika hanya dilakukan
apabila pasien membawa resep dari dokter yang meresepkan dan resep tersebut
sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Setiap pengeluaran
narkotika dilakukan sistem pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil
(kartu stok harian) khusus narkotika dan buku stok narkotika, selanjutnya
diperiksa kesesuaian jumlahnya. Narkotika pada resep diberi garis bawah merah
dan resep disimpan terpisah dari resep lain.
d. Pelaporan narkotika
Laporan penggunaan narkotika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan
dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan
penggunaan narkotika di Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 5.
e. Pemusnahan narkotika
Dalam melakukan pemusnahan narkotika di Apotek Atrika selama ini
dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan
dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker, serta dari pihak – pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Pusat dan Balai Besar POM.
3. Pengelolaan Psikotropika
a. Pengadaan psikotropika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Pada prinsipnya pemesanan psikotropika yang dilakukan di Apotek Atrika
sama seperti saat melakukan pemesanan narkotika. Dalam melakukan pemesanan
psikotropika, Apotek Atrika mengikuti tata cara yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pemesanan psikotropika dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP)
khusus untuk psikotropika yang terdiri dari 3 rangkap (warna putih, kuning, dan
merah). SP psikotropika ini dapat digunakan untuk melakukan pemesanan
beberapa jenis psikotropika apabila psikotropika tersebut berasal dari satu PBF
yang sama. Untuk melakukan penerimaan psikotropika yang telah dipesan
dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker yang memiliki SIK
dan bukti penerimaannya diterima dan disimpan oleh Apoteker Pengelola Apotek.
Surat pesanan obat psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 6.
b. Penyimpanan psikotropika
Setiap psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan kuncinya dipegang
oleh Apoteker Pendamping. Dalam penyimpanannya, psikotropika tersebut
disusun berdasarkan abjad dan apabila terdapat psikotropika dengan nama yang
sama maka psikotropika tersebut disusun berdasarkan kekuatan mulai dari
kekuatan terkecil hingga terbesar. Jumlah psikotropika yang diterima kemudian
ditambahkan ke dalam kartu stok besar (kartu stok gudang) khusus untuk
psikotropika dan buku stok psikotropika.
c. Pelayanan psikotropika
Pelayanan prikotropika di Apotek Atrika hanya dilakukan apabila pasien
membawa resep dari dokter yang meresepkan atau salinan resep, serta resep
tersebut sesuai dengan persyaratan administratif yang berlaku. Sama seperti pada
pengeluaran narkotika, setiap pengeluaran prikotropika dilakukan sistem
pencatatan ganda, yaitu dicatat dalam kartu stok kecil (kartu stok harian) khusus
prikotropika dan buku stok prikotropika, selanjutnya diperiksa kesesuaian
jumlahnya. Resep yang mengandung psikotropika disimpan terpisah.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
48
Universitas Indonesia
d. Pelaporan psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Atrika dibuat setiap bulan dan
dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya dengan tembusan kepada Balai Besar POM dan untuk arsip. Laporan
penggunaan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 7.
e. Pemusnahan psikotropika
Dalam melakukan pemusnahan psikotropika di Apotek Atrika selama ini
dilakukan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. Pemusnahan
dilakukan dengan dihadiri oleh APA dan Apoteker Pendamping atau Asisten
Apoteker, serta dari pihak – pihak terkait antara lain Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Pusat dan Balai Besar POM.
4. Pelayanan Apotek
1. Pelayanan obat dengan resep
Proses pelayanan obat dengan resep di Apotek Atrika dilakukan sesuai
dengan prinsip HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Asisten Apoteker
menerima resep dari pasien, kemudian dilakukan skrining resep dan diberi harga
pada huruf H dari HTKP berdasarkan harga yang terdapat pada komputer kasir.
Setelah itu, pada huruf H tersebut diberi paraf. Apabila resep berasal dari dokter
untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah
dihitung kemudian dikurangi dengan potongan harga sejumlah yang telah
ditentukan. Selanjutnya, pasien membayar harga obat yang disetujui di kasir dan
kasir mencatat alamat dan nomor telepon pasien.
Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh Asisten
Apoteker dan juru resep. Setelah semua bahan dalam resep ditimbang, maka huruf
T pada HTKP diberi paraf. Resep yang telah selesai dikerjakan dan diberi etiket
diperiksa oleh Apoteker atau Asisten Apoteker, kemudian huruf K dari HTKP
diberi paraf. Resep yang telah diperiksa kemudian diserahkan kepada pasien.
Apoteker atau Asisten Apoteker yang menyerahkan obat menyampaikan
informasi yang berkaitan dengan obat tersebut dan memberikan paraf pada huruf
P pada HTKP. Resep yang telah selesai dikumpulkan berdasarkan nomor urut
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
49
Universitas Indonesia
resep per hari dan dicatat dalam buku resep. Pada dasarnya, pelayanan resep
secara tunai sama dengan pelayanan resep secara kredit. Namun, untuk pelayanan
resep secara kredit kuitansi pembayaran tidak diserahkan ke pasien tetapi
disimpan untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Alur pelayanan
obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8.
Apotek Atrika pun melayani untuk pembuatan copy resep, apabila terdapat
resep iter, kecuali yang mengandung narkotik. Copy resep Apotek Atrika dapat
dilihat pada Lampiran 9. Pada pembuatan obat racik, terdapat etiket yang dibuta
khusus oleh apotek atrika. Etiket yang terdapat di Apotek Atrika dapat dilihat
pada Lampiran 10. Resep-resep yang sudah terlalu lama, sudah selayaknya untuk
dimusnahkan, berita acara pemusnahan resep dapat dilihat pada Lampiran 11.
2. Pelayanan/penjualan bebas
Apotek Atrika melakukan penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter
(obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek) dan penjualan sediaan
lain di luar obat-obatan. Pembayaran dilakukan di kasir secara tunai kemudian
barang dan bukti pembayaran diserahkan kepada pembeli.
3.5.2.Kegiatan Non Teknis Kefarmasian
1. Kegiatan Administrasi
a. Administrasi personalia
Apotek Atrika melakukan administrasi personalia yang berkaitan dengan
semua hal mengenai urusan pegawai, meliputi : absensi, gaji, hak cuti, dan
fasilitas lain yang berhubungan dengan pegawai.
b. Administrasi umum
Dalam melakukan administrasi umum, Apotek Atrika melakukan pelaporan
penggunaan bahan baku dan sediaan jadi narkotika, pelaporan penggunaan
psikotropika, dan segala hal yang berhubungan dengan urusan administrasi.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
50
Universitas Indonesia
c. Administrasi penjualan
Dalam melakukan kegiatan administrasi penjualan, Apotek Atrika
melakukan pencatatan terhadap semua penjualan resep dan penjualan bebas secara
tunai. Pengaturan juga dilakukan terhadap harga jual yang dimasukkan ke dalam
buku daftar harga jual maupun komputer kasir yang dijadikan sebagai acuan.
Apabila terdapat perubahan harga, maka harga yang tertera pada buku harga jual
dan komputer kasir akan diubah.
d. Administrasi pembelian
Dalam melakukan kegiatan administrasi pembelian, Apotek Atrika
melakukan pencatatan terhadap semua pembelian obat dan perbekalan farmasi di
buku pembelian dan pengumpulan faktur-faktur berdasarkan debitur. Tanggal
tukar faktur yang ditentukan oleh Apotek Atrika adalah tanggal 5 dan 15 setiap
bulannya, sedangkan tanggal melakukan pembayaran akan ditentukan pada saat
penukaran faktur.
e. Administrasi pajak
Dalam melakukan administrasi pajak, Apotek Atrika melakukan pencatatan
dan pengumpulan faktur pajak, serta menghitung jumlah pajak yang harus
dibayarkan oleh apotek. Kegiatan administrasi pajak juga menangani pajak lain
yang harus dibayarkan, seperti pajak reklame.
f. Administrasi pergudangan
Dalam melakukan administrasi pergudangan, Apotek Atrika melakukan
pencatatan pemasukan dan pengeluaran obat menggunakan kartu stok gudang
maupun kartu stok harian yang tersedia untuk setiap obat sehingga dapat diketahui
sisa persediaan obat yang ada di apotek.
g. Administrasi piutang
Dalam melakukan administrasi piutang, Apotek Atrika melakukan
pengumpulan kuitansi piutang yang dilakukan terhadap penjualan kredit kepada
suatu badan sosial dan melakukan pencatatan apabila telah dilunasi.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
51
Universitas Indonesia
2. Sistem Administrasi
Apotek Atrika memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik,
dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan obat dan
perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh
Apoteker dan Asisten Apoteker yang dibantu oleh karyawan administrasi.
Kelengkapan administrasi di Apotek Atrika, meliputi :
a. Buku defekta
Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang
habis atau yang harus segera dipesan untuk memenuhi kebutuhan apotek sehingga
proses pemesanan menjadi lebih cepat dan mudah, serta obat dan perbekalan
farmasi yang tersedia di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik.
b. Surat pesanan
Setiap pemesanan obat dan/atau perbekalan farmasi kepada PBF dilakukan
dengan menggunakan surat pesanan (SP). SP ini terdiri dari 2 lembar, dimana
lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar lainnya untuk keperluan
arsip di apotek. Dalam SP ini terdapat nomor SP, tanggal pemesanan, nama PBF
yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan,
dan stempel apotek. Surat pesanan Apotek Atrika dapat dilihat pada Lampiran 6.
c. Buku daftar harga
Buku ini digunakan untuk mencatat harga barang untuk penjualan bebas dan
untuk penjualan resep. Pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang,
generik, maupun bahan baku. Penyusunan nama obat diurutkan berdasarkan abjad
dan dipisahkan antara obat dengan nama dagang dan nama generik, serta untuk
bahan baku.
d. Buku faktur
Buku ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Dalam buku ini
tercantum tanggal penerimaan, nomor urut faktur, nama PBF, nomor faktur,
jumlah barang, nama barang, tanggal kadaluarsa, harga satuan, potongan harga,
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
52
Universitas Indonesia
harga setelah potongan, dan jumlah total harga seluruh barang. Untuk buku
penerimaan barang depan dan barang dalam dilakukan pemisahan.
e. Buku pembelian dan penggunaan narkotika dan psikotropika
Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat
narkotika dan psikotropika. Dalam buku ini tercantum bulan dan tahun, nama
obat, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian,
jumlah, nama PBF, pengurangan jumlah, dan sisa stok, serta keterangan lain
apabila ada.
f. Buku pemasukan barang dalam
Buku ini digunakan untuk mencatat pemasukan barang dalam. Pada buku ini
tercantum nama barang, jumlah obat dalam satuan terkecil, dan tanggal kadaluarsa
obat.
g. Buku perubahan harga
Buku ini digunakan untuk mencatat setiap perubahan harga barang. Jika
terjadi perubahan harga barang, maka harga terbaru barang dicatat di buku ini,
kemudian dilakukan perubahan harga barang pada buku daftar harga dan
komputer kasir, serta dilakukan pemberitahuan kepada Apotek Atrika cabang.
h. Buku pengiriman barang ke atrika cabang
Buku ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan farmasi yang
dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Untuk setiap Apotek Atrika cabang
memiliki buku yang berbeda-beda. Dalam buku tersebut tercantum nama barang,
jumlah barang, dan tanggal kadaluarsa.
i. Faktur pengiriman barang ke atrika cabang
Surat pengiriman ini digunakan untuk mencatat setiap obat dan perbekalan
farmasi yang dikirimkan ke Apotek Atrika cabang. Pada surat pengiriman barang
tercantum nama Apotek Atrika cabang yang dituju, nomor urut surat pengiriman,
tanggal pengiriman barang, nomor dan nama barang, jumlah barang yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
53
Universitas Indonesia
dikirimkan, satuan dalam bentuk kemasan, nomor bets, dan tanggal kadaluarsa
barang, serta tanda tangan pengirim dan stempel apotek. Surat pengiriman barang
ini terdiri dari 2 lembar, dimana lembar pertama untuk diberikan kepada Apotek
Atrika cabang yang disertakan saat pengiriman dilakukan dan lembar lainnya
untuk keperluan arsip di Apotek Atrika pusat.
j. Buku resep
Pengeluaran obat berdasarkan resep dicatat dalam buku ini. Buku ini
memuat tanggal, bulan, dan tahun dibuatnya resep, nomor resep, nama obat,
jumlah obat, serta bentuk dan jumlah sediaan yang dibuat.
k. Kartu stok besar
Kartu stok besar (kartu stok gudang) digunakan untuk mencatat
barangbarang yang masuk atau baru dibeli. Untuk masing-masing barang
memiliki kartu stok yang berbeda-beda. Warna dari kartu stok ini dibedakan
berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang
berbentuk solid (padatan) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral
menggunakan kartu stok yang berwarna putih, untuk obat yang berbentuk
semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan topikal menggunakan kartu
stok yang berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk cair (sirup, eliksir,
suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk penggunaan oral
menggunakan kartu stok yang berwarna merah muda. Kartu stok ini memuat
tanggal penerimaan barang, jumlah barang dalam satuan terbesar, nama PBF,
nomor faktur, harga barang yang telah ditambahkan pajak, potongan harga (bila
ada), nomor bets, dan tanggal kadaluarsa.
l. Kartu stok kecil
Kartu stok kecil (kartu stok harian) digunakan untuk mencatat jumlah
barang yang keluar dan masuk, serta sisa stok barang. Sama seperti pada kartu
stok besar, untuk masing-masing barang memiliki kartu stok yang berbeda-beda.
Warna dari kartu stok ini juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya dan
tujuan penggunaannya, seperti untuk obat yang berbentuk solid (padatan) yang
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
54
Universitas Indonesia
dimaksudkan untuk penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna putih,
untuk obat yang berbentuk semisolid dan cair yang ditujukan untuk penggunaan
topikal menggunakan kartu stok berwarna biru, dan untuk obat yang berbentuk
cair (sirup, eliksir, suspensi, dan suspensi kering) yang dimaksudkan untuk
penggunaan oral menggunakan kartu stok berwarna merah muda. Kartu stok kecil
memuat tanggal keluar atau masuk barang, keterangan (nomor
resep/penjualan/nomor Atrika cabang untuk pengeluaran barang dan tanggal
kadaluarsa untuk pemasukan barang), jumlah yang masuk, jumlah yang keluar,
dan sisa stok barang yang ada pada lemari.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
55 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Apotek Atrika yang berlokasi Jalan Kartini Raya No. 34, Jakarta Pusat
didirikan pada tanggal 21 Juli 2009 atas kerjasama dari Dr. Harmita, Apt sebagai
Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan Bapak Winardi Hendrayanta. Saat ini
Apotek Atrika memiliki tiga cabang yang terletak di daerah Kuningan, Mangga
Dua, dan Pantai Indah Kapuk dimana kegiatannya dikoordinasikan oleh Apotek
Atrika yang terletak di Jalan Kartini sebagai pusatnya. Apotek Atrika terletak di
jalan dua arah dan dekat dengan pemukiman penduduk. Di sekitar Apotek Atrika
juga terdapat berbagai fasilitas dan sarana kesehatan seperti dokter umum, dokter
gigi, dokter spesialis, dokter hewan, rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain.
Apotek Atrika memiliki halaman yang cukup luas sehingga dapat digunakan
sebagai tempat parkir dengan kapasitas satu buah mobil dan beberapa sepeda
motor. Tata ruang Apotek Atrika sendiri terdiri dari dua bagian yaitu ruang depan
dan ruang dalam. Ruang depan merupakan ruang tunggu, kasir, tempat
penerimaan resep dan penyerahan obat, dan tempat obat-obat bebas dan bebas
terbatas (OTC). Sedangkan di bagian ruang dalam terdiri dari tempat peracikan,
tempat obat-obat ethical, wastafel, dan kamar mandi. Pembagian dua ruangan ini
dibatasi oleh dinding dan satu pintu sebagai penghubung ruang luar dan ruang
dalam. Tempat peracikan obat-obat ethical terletak di tengah-tengah ruang dalam
yang dikelilingi oleh lemari penyimpanan obat-obat ethical. Tempat peracikan
juga dilengkapi dengan buku-buku dan semua peralatan untuk menunjang
peracikan agar berjalan dengan efektif dan nyaman.
Berdasarkan catatan obat-obat di buku pemesanan/ defecta, pemesanan
dilakukan oleh seorang petugas apotek yang telah diberi wewenang. Petugas
apotek yang bertugas untuk memesan barang kemudian mengelompokkan obat-
obat tersebut berdasarkan PBF yang memiliki obat tersebut untuk suatu obat yang
dimiliki beberapa PBF, maka pemilihan PBF didasarkan atas faktor harga,
besaran diskon yang diberikan, lokasi, dan ketepatan waktu PBF tersebut dalam
mengantarkan obat. Selain pembelian kredit, apotek juga menerima barang titipan
atau konsinyasi dimana jika barang tersebut terjual, maka apotek akan menerima
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
56
Universitas Indonesia
komisi. Apabila barang tersebut tidak laku hingga batas waktu yang ditetapkan
atau kadaluarsa, maka barang tersebut dapat dikembalikan.
Pemesanan barang biasanya dilakukan melalui telepon atau medical
representative yang berkunjung ke apotek. Sewaktu barang yang dipesan datang,
selanjutnya diperiksa dari segi kuantitas maupun kualitas (tanggal kadaluarsa,
keadaan fisik barang, spesifikasi, dan lain-lain). Faktur yang telah sesuai
kemudian diberi stempel apotek dan tanda tangan petugas. Biasanya faktur terdiri
atas 4 rangkap, dua lembar pertama akan diambil oleh PBF dan sisanya
diserahkan ke apotek. Sedangkan SP terdiri dari dua rangkap, lembar putih
diserahkan ke PBF sedangkan yang merah untuk arsip apotek.
Faktur yang diterima oleh apotek dari PBF kemudian dilakukan pencatatan
pada buku faktur Apotek Atrika dimana hal ini akan mempermudah penelusuran
riwayat pembayaran suatu PBF. Setelah input data ke buku faktur selesai,
selanjutnya dilakukan pencatatan pada kartu stok barang yang dibagi atas tiga
warna. Kartu stok putih untuk sediaan oral padat, kartu stok merah untuk sediaan
oral cair, dan kartu stok hijau untuk sediaan topikal. Hal ini berfungsi untuk
mempermudah dalam pengambilan kartu dan hanya untuk membedakan saja.
Penyimpanan barang/ obat di Apotek Atrika disusun berdasarkan abjad,
bentuk sediaan, dan jenis obat baik untuk obat-obat ethical maupun obat OTC.
Untuk penyusunan obat-obat ethical yang terdapat di bagian ruang dalam
dilakukan pemisahan untuk sediaan yang terdiri dari obat-obat sediaan solid,
liquid, dan semi solid. Untuk obat-obat generik disimpan dalam lemari tersendiri
dan beberapa dari obat generik tersebut diletakkan di meja racik seperti
klorfeniramin maleat (CTM), prednison, deksametason, dan lain-lain, sehingga
mempermudah pengerjaan peracikan obat.
Pengeluaran obat dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In
First Out) untuk obat dengan batas kadaluarsa yang sama dan FEFO (First
Expired First Out) yaitu obat dengan batas kadaluarsa tercepat dikeluarkan
terlebih dahulu. Pengelolaan obat golongan narkotika dan psikotropika di Apotek
Atrika dilakukan secara khusus. Untuk pemesanan narkotika (hanya 1 jenis) dan
psikotropika (dapat beberapa jenis) menggunakan SP khusus yang ditandatangani
oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIA
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
57
Universitas Indonesia
dan SIK/SP, serta nama, alamat, dan stempel apotek. Obat golongan narkotika
dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus terpisah dengan obat-obat
lainnya.
Obat golongan narkotik hanya dapat diberikan kepada pasien yang
membawa resep asli dari dokter. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh
diulang atau jika tidak ditebus semua, maka sisa obat yang belum diambil hanya
dapat dibeli di Apotek Atrika yang menyimpan resep aslinya. Obat psikotropika
disimpan di tempat khusus namun diberlakukan seperti obat ethical lainnya.
Pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika dicatat pada buku
khusus pengeluaran narkotika dan psikotropika dan pada kartu stok masing-
masing untuk mempermudah pelaporan penggunaan.
Apotek Atrika melakukan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika
kepada instansi yang berwenang yaitu Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat yang
dikirimkan dalam bentuk CD setiap tanggal 10 bulan berjalan. Setiap pengeluaran
barang baik karena pembelian maupun untuk dikirim ke Apotek Atrika cabang
dicatat dalam buku catatan resep, buku penjualan bebas, atau buku pengiriman.
Pelayanan resep di Apotek Atrika mulai dari penerimaan resep, pemberian harga,
penimbangan/peracikan, pengemasan, pemberian etiket, pemeriksaan kembali,
dan penyerahan obat dilakukan dengan satu sistem yang berfungsi untuk
mengurangi kesalahan serta mempermudah pengawasan dan penelusuran apabila
terjadi kesalahan. Sistem ini dinamakan HTKP (Harga, Timbang, Kemas,
Penyerahan) pada suatu kertas kecil dimana masing-masing petugas yang
menyelesaikan tugasnya, menandatangani kolom yang telah tersedia pada HTKP.
Apotek Atrika memiliki kerjasama dengan apotek lain dan dokter seperti dr.
Freddy S. Hardjoko, Sp.KK sehingga untuk obat-obat jenis tertentu ditebus di
apotek atrika. Hubungan kerjasama dengan apotek lain berkaitan dengan
ketersediaan obat-obatan yang dapat saling melengkapi, sehingga pelayanan resep
berdasarkan kecepatan dan ketepatan dapat terpenuhi. Sedangkan pelayanan
informasi obat telah terlaksana dengan baik karena apoteker selalu berada di
tempat. Pelayanan informasi obat ini meliputi cara pemakaian obat, waktu minum
obat, interaksi obat, efek samping obat, dan konseling jika diperlukan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Sistem administrasi di Apotek Atrika sendiri menggunakan dua cara, yaitu
cara manual dan cara komputerisasi. Sistem administrasi secara komputerisasi
dilakukan dengan menggunakan software khusus untuk apotek. Sistem ini
menghubungkan secara langsung antara komputer kasir dengan komputer bagian
administrasi di ruang dalam. Barang-barang masuk atau keluar yang diinput dapat
diawasi oleh sistem administrasi. Tapi untuk hal ini masih menjadi kendala karena
sistem seringkali mengalami kegagalan fungsi (error) sehingga masih harus
disempurnakan. Dengan demikian sistem manual masih menjadi pilihan utama.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
59 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1.Apoteker memiliki peran dan tanggung jawab yang penting dalam
mengelola kegiatan di apotek. Apoteker memiliki tanggung jawab penuh
atas setiap kegiatan yang berlangsung di apotek, baik kegiatan teknis
kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian.
5.1.2.Kegiatan pengelolaan yang dilakukan oleh Apotek Atrika telah sesuai
dengan etika, tata cara, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam sistem pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
5.1.3.Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan Apoteker di apotek secara
profesional diwujudkan dengan peran nyata Apoteker dalam menerapkan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, melalui pelayanan obat,
pemberian informasi mengenai obat dan pengobatannya, konseling obat,
dan melaksanakan monitoring penggunaan obat dan terhadap efek yang
tidak diinginkan dari penggunaan obat.
5.2. Saran
5.2.1.Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, Apotek sebaiknya menyediakan
permen atau air minum mineral kemasan, untuk mencegah pelanggan
merasa jenuh ketika menunggu obat mereka disiapkan.
5.2.2.Untuk meningkatkan pemberian informasi obat kepada masyarakat,
sebaiknya perlu disediakan leaflet/brosur yang berisi informasi mengenai
cara pakai obat atau mengenai penyakit dan pengobatannya, terutama
penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati sendiri melalui swamedikasi,
sebagai sarana edukasi dan promosi bagi masyarakat.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
60 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang
Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
61
Universitas Indonesia
Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta : Pemerintah Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta : Pemerintah Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas
Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta :
Pemerintah Republik Indonesia.
Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,
Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.
Kumarian Pers.
Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga
University Pers.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
77 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
64
Lampiran 1.
Peta Lokasi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
65
Lampiran 2.
Peta Lokasi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
66
Lampiran 3.Struktur Organisasi Apotek Atrika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
67
Lampiran 4.
Surat Pesanan Apotek Atrika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
68
Lampiran 5.
Surat Pesanan Obat Narkotika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
69
Lampiran 6.
Laporan Penggunaan Narkotika
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA
Nama Apotek : Atrika Form :Alamat danTelepon
: Jalan Kartini Raya No. 34 A JakartaPusat 6394153, 6260276 Lembar : 1
Bulan : Tahun :
Nama Satuan SaldoAwal
PEMASUKAN PENGGUNAAN SaldoAkhirDari Jumlah Untuk Jumlah
Codein 10 mgTablet TabletCodein 20 mg
Tablet TabletCodipront
Cum ExpKapsul KapsulCodipront
Syrup Botol
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
70
Lampiran 7.
Surat Pesanan Obat Psikotropika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
71
Lampiran 8.
Laporan Penggunaan Psikotropika
LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA
Nama Apotek : Atrika Form :Alamat danTelepon
: Jalan Kartini Raya No. 34 A JakartaPusat 6394153, 6260276 Lembar : 1
Bulan : Tahun :
Nama Satuan SaldoAwal
PEMASUKAN PENGGUNAAN SaldoAkhirDari Jumlah Untuk Jumlah
Alganax 1mg Tablet
Apisate Tab Tablet
Ativan 0.5mg Tablet
Ativan 2 mg Tablet
Braxidin Tab Tablet
Danalgin Tab Tablet
Esilgan 1 mg Tablet
Esligan 2 mg Tablet
Frisium 10mg Tablet
Luminal 30mg Tablet
Spasmium 5mg Tab Tablet
Valisanbe 5mg Tab Tablet
Xanax 0.25mg Tab Tablet
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
72
Lampiran 9.
Alur Pelayanan Resep
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
73
Lampiran 10.
Copy Resep Apotek Atrika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
74
Lampiran 11.
Etiket Apotek Atrika
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
75
Lampiran 12.
Berita Acara Pemusnahan Resep
POM.53.OB.53.AP.53.P1
BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP
Pada hari ini tanggal bulan tahun sesuai dengan Surat Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentangKetentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek, Kami yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama Apoteker Pengelola Apotek :S.I.P.A Nomor : tanggalNama Apotek :Alamat Apotek :
Dengan disaksikan oleh :1. Nama :
Jabatan :S.I.K Nomor : tanggal
2. Nama :Jabatan :S.I.K Nomor : tanggal
Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telahmelewati batas waktu penyimpanan selama tiga tahun, yaitu :resep dari tanggal sampai dengan tanggalseberat kg.Tempat dilakukan pemusnahan :
Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuhtanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkankepada :
1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan DepartemenKesehatan Republik Indonesia
2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan4. Satu sebagai arsip di Apotek
..……………….…..20…......Saksi-saksi : Yang membuat berita acara,
1. ( ) ( )S.I.K. No : S.I.P.A. no :
2. ( )S.I.K. No :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUSPRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
APOTEK ATRIKAJALAN KARTINI RAYA NO.34 JAKARTA PUSAT
PERIODE 6 SEPTEMBER -17 OKTOBER 2012
REKAPITULASI PERESEPAN, PENATALAKSANAAN, DAN
KONSELING DALAM TERAPI HIPERLIPIDEMIA DI
APOTEK ATRIKA PERIODE FEBRUARI – AGUSTUS 2012
ANITA HASAN, S. FARM.1106153063
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAMPROFESIAPOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. viii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1 Konseling Pasien .................................................................... 4
2.2 Hiperlipidemia ........................................................................ 10
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN RESEP ................................... 25
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ................................................ 25
3.2 Metode Pengkajian ................................................................. 25
3.3 Metode Pengolahan Data ....................................................... 25
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................. 26
4.1 Penyelesaian Kasus Resep 1................................................... 30
4.2 Penyelesaian Kasus Resep 2................................................... 32
4.3 Penyelesaian Kasus Resep 3................................................... 34
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 38
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 38
5.2 Saran ....................................................................................... 38
DAFTAR ACUAN ..................................................................................... 39
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Pendekatan “Medical Model” dengan Pendekatan“Helping Model” ........................................................................... 6
Tabel 2.2 Hyperlipoproteinemia Sekunder yang Disebabkan Oleh AdanyaPenyakit dan Efek Samping dari Obat .......................................... 12
Tabel 2.3 Klasifikasi Hiperlipidemia Menurut WHO................................... 16
Tabel 2.4 Efek dari Obat-obat Hiperlipidemia.............................................. 22
Tabel 4.1 Frekuensi Peresepan Obat Untuk Terapi Hiperlipidemia SelamaPeriode Februari Hingga Agustus 2012 ....................................... 26
Tabel 4.2 Jenis Obat Antihiperlipidemia yang Diresepkan Selama PeriodeFebruari Hingga Agustus 2012 ..................................................... 28
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
iv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Jumlah Resep Untuk Terapi Hiperlipidemia Periode Februari –Agustus 2012............................................................................ 26
Gambar 4.2 Persentase Frekuensi Peresepan Obat Antihiperlipidemia PeriodeFebruari Hingga agustus 2012.................................................. 28
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hiperlipidemia, hiperlipoproteinemia, atau dislipidemia adalah
keadaan dimana kadar lemak dalam darah meningkat sampai di atas batas
normal. Lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol,
trigliserida ataupun kombinasi keduanya, baik secara primer (disebabkan
oleh adanya gangguan-gangguan metabolisme lipid) atau sekunder
(komplikasi penyakit lain). (Goldberg, 2008)
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperlipidemia
melalui terganggunya keseimbangan metabolisme lemak ataupun karena
asupan konsumsi lemak yang berlebihan akibat life style (gaya hidup).
Hiperkolesterolemia dapat mempertinggi morbiditas dan mortalitas PJK
(Penyakit Jantung Koroner), sedangkan hipertrigliserida meningkatkan
kasus nyeri perut dan pankreatitis.
Semakin tingginya pengetahuan dan pengaruh globalisasi
menyebabkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan meningkat.
Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan pun meningkat,
termasuk di bidang pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian
adalah salah satu bentuk tanggung jawab profesi Apoteker dalam
mengoptimalkan terapi dengan mencegah dan memecahkan masalah
terkait obat.
Dalam upaya mencegah penggunaan obat yang salah dan untuk
menciptakan pengetahuan dan pemahaman masyarakat dalam
penggunaan obat yang akan berpengaruh pada kepatuhan dan
keberhasilan terapi, maka diperlukan pelayanan informasi obat melalui
konseling obat. Kegiatan konseling obat dilakukan oleh tenaga profesi,
dalam hal ini Apoteker, karena memiliki kompetensi dalam pemberian
konseling obat (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Konseling obat merupakan kegiatan aktif apoteker dalam
memberikan penjelasan kepada pasien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan obat dan proses pengobatan. Konseling obat
diharapkan tidak hanya memberikan informasi tentang obat tetapi
sekaligus memberikan pendidikan dan pemahaman tentang
pengobatannya dan memastikan bahwa pasien dapat menggunakan obat
dengan benar.
Apoteker baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan
kesehatan lainnya berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan
memahami serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diharapkan
dapat meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Untuk itu
Apoteker perlu mengembangkan keterampilan dalam menyampaikan
informasi dan memberi motivasi agar pasien dapat mematuhi dan
memahami penggunaan obatnya. Oleh karena itu Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA), khususnya di apotek perlu dilakukan oleh para calon
Apoteker agar dapat lebih mengembangkan keterampilan dan ilmu
pengetahuan dan sebagai gambaran di kemudian hari mengenai perannya
dalam pelayanan kesehatan di masyarakat.
Selama pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika dilakukan pengkajian
resep yang berhubungan dengan terapi hiperlipidemia yang diterima di
Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012. Dari
pengkajian tersebut dapat diketahui obat hiperlipidemia yang paling
sering diresepkan, kerasionalan resep yang diberikan oleh dokter, dan
informasi yang dapat diberikan kepada pasien.
1.2 Tujuan
Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker
ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui jenis obat hiperlipidemia yang paling banyak
diresepkan oleh dokter kepada pasien berdasarkan resep yang
diterima Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus
2012.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
3
Universitas Indonesia
b. Mengkaji peresepan obat untuk terapi hiperlipidemia yang diterima
Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012 dari sisi
kerasionalan resep, interaksi obat dan pemberian informasi.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konseling Pasien
2.1.1. Pengertian Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)
Konseling adalah kegiatan bertemu dan berdiskusi antara seseorang yang
membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan dukungan dan dorongan
(konselor) sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam
pemecahan masalah. Pelayanan konseling pasien merupakan pelayanan farmasi
yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi dan informasi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat.
Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung Apoteker
mengingat pentingnya pemberian konseling karena pemakaian obat dengan cara
penggunaan khusus dan obat-obat yang membutuhkan terapi jangka panjang
sehingga perlu memastikan kepatuhan pasien dalam meminum obat. Konseling
yang diberikan atas inisiatif langsung dari Apoteker disebut konseling aktif.
Selain itu, konseling juga dapat terjadi apabila pasien datang berkonsultasi kepada
Apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan obat dan pengobatannya. Konseling dengan cara tersebut
disebut dengan konseling pasif.
2.1.2. Tujuan dan Manfaat Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)
Dalam melakukan konseling terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan umum dari proses konseling, antara lain meningkatkan keberhasilan
terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan risiko efek samping,
meningkatkan cost effectiveness, menghormati pilihan pasien dalam menjalankan
terapi. Adapun tujuan khusus dari konseling adalah :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dengan pasien.
2. Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien.
3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya.
4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya.
5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem.
7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri
dalam hal terapi.
8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.
9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Selain terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, konseling juga
memiliki manfaat, baik bagi pasien maupun bagi Apoteker sendiri. Manfaat
konseling yang diperoleh pasien, antara lain menjamin keamanan dan efektivitas
pengobatan, mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya, membantu
dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri, membantu pemecahan masalah
terapi dalam situasi tertentu, menurunkan kesalahan penggunaan obat,
meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi, menghindari reaksi obat yang
tidak diinginkan, dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi biaya kesehatan.
Sedangkan, manfaat yang diperoleh Apoteker dari konseling adalah menjaga citra
profesi Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, mewujudkan
bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab profesi Apoteker,
menghindarkan Apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat
(medication error), dan pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga
menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan.
2.1.3. Prinsip Dasar Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)
Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara
pasien dengan Apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara
sukarela. Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
model pendekatan dari pendekatan “medical model” menjadi pendekatan “helping
model”.
Tabel 2.1. Perbandingan pendekatan “Medical Model” dengan pendekatan
“Helping Model”No. Medical Model Helping Model
1. Pasien pasif Pasien terlibat secara aktif
2. Dasar dari kepercayaan ditunjukkan
berdasarkan citra profesi
Kepercayaan didasarkan dari hubungan
pribadi yang berkembang setiap saat
3. Mengidentifikasi masalah dan
menetapkan
solusi
Menggali semua masalah dan memilih cara
pemecahan masalah
4. Pasien bergantung pada petugas
kesehatan
Pasien mengembangkan rasa percaya
dirinya untuk memecahkan masalah
5. Hubungan seperti ayah-anak Hubungan setara (seperti teman)
2.1.4. Sasaran Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)
Pemberian konseling ditujukan untuk pasien rawat jalan maupun pasien
rawat inap. Konseling dapat diberikan langsung kepada pasien atau melalui
perantara, yaitu keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien, atau siapa
saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling
melalui perantara diberikan apabila pasien tidak mampu mengenali obat-obatan
dan terapinya, pasien pediatrik, dan pasien geriatrik.
Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan saat pasien
mengambil obat yang dapat dilakukan saat penyerahan obat, tetapi lebih efektif
apabila dilakukan di ruangan khusus untuk konseling. Pemilihan tempat konseling
bergantung pada kebutuhan dan tingkat kerahasiaan atau kerumitan terhadap hal-
hal yang perlu dikonselingkan ke pasien.
Konseling untuk pasien rawat inap diberikan saat pasien akan melanjutkan
terapi di rumah. Pemberian konseling harus lengkap karena setelah pulang dari
rumah sakit pasien harus mengelola sendiri terapi obat di rumah. Selain
pemberian konseling saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga
diberikan pada pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah dan apabila terdapat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
perubahan terapi berupa penambahan terapi, perubahan regimen terapi, maupun
perubahan rute pemberian.
2.1.5. Proses Konseling (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007)
2.1.5.1. Penentuan Prioritas Pasien
Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian, pemberian konseling tidak dapat
diberikan kepada semua pasien karena waktu pemberian konseling yang cukup
lama. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi pasien yang harus diberikan
konseling. Seleksi pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien
yang perlu mendapat konseling, yaitu :
1. Pasien dengan populasi khusus
2. Pasien dengan terapi pengobatan jangka panjang
3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
4. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit
5. Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan rendah dalam menjalankan terapi
2.1.5.2. Persiapan dan Pertanyaan dalam Melakukan Konseling
Dalam menerapkan konseling yang baik, maka Apoteker harus memiliki
persiapan. Apoteker sebaiknya melihat dahulu data rekam medis pasien agar
mengetahui kemungkinan masalah yang terjadi, seperti interaksi obat maupun
kemungkinan alergi pada obat-obatan tertentu. Selain itu, Apoteker juga harus
mempersiapkan diri dengan informasi-informasi terbaru yang berhubungan
dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.
Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor penting dalam mewujudkan
keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah
openended questions karena memungkinkan Apoteker memperoleh beberapa
informasi yang dibutuhkan dari satu pertanyaan dan akan menghasilkan respon
yang memuaskan karena dapat memberikan informasi yang maksimal. Kata tanya
yang digunakan sebaiknya dimulai dengan “bagaimana” atau “mengapa”.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
2.1.5.3. Tahapan Konseling
1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik dengan pasien dapat menciptakan
hubungan baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan
informasi kepada Apoteker, serta dapat menghasilkan pembicaraan yang
menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dulu
sebelum memulai sesi konseling. Selain itu, Apoteker juga harus mengetahui
identitas pasien sehingga pasien merasa lebih dihargai dan harus menjelaskan
kepada pasien tentang tujuan konseling dan berapa lama konseling berlangsung.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah
Pada tahap ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien
mengenai masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien
dapat merupakan pasien baru maupun pasien yang meneruskan pengobatan.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan
pasien. Apoteker juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi
yang diterima pasien. Untuk pasien yang menerima resep baru ataupun pasien
yang menerima resep yang sama harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan
yang memungkinkan terjadinya masalah sehingga masalah dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien memahami informasi yang diperoleh
Apoteker harus memastikan informasi yang diberikan selama konseling
dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan meminta kembali pasien untuk
mengulang informasi yang sudah diterima sehingga dapat diidentifikasi apabila
terdapat penerimaan informasi yang salah dan dapat segera dilakukan perbaikan.
5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi, sangat penting untuk bertanya kepada pasien
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
mengenai hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti
oleh pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya sangat penting sebelum
menutup diskusi karena pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi
penekanan biasanya akan diingat oleh pasien.
6. Follow up diskusi
Pada tahap ini agak sulit dilakukan karena terkadang pasien mendapatkan
Apoteker yang berbeda pada konseling berikutnya. Oleh karena itu, dokumentasi
kegiatan konseling perlu dibuat agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.
2.1.6. Aspek Konseling yang Harus Disampaikan Kepada Pasien (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2007)
Beberapa aspek harus disampaikan kepada pasien saat proses konseling
berlangsung, meliputi :
1. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai bentuk
sediaan dan cara pemakaian obat, nama obat dan zat aktif yang terkandung di
dalamnya, dan kekuatan obat (mg atau gram)
2. Jadwal dan cara penggunaan obat
Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus, seperti “minum
obat sebelum makan“, “jangan diminum bersama susu“, dan sebagainya.
Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku sosial ekonominya.
3. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit atau gejala yang
sedang diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme yang harus
dijelaskan. Hal tersebut dikarenakan banyak obat yang multi-indikasi. Penjelasan
harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien.
4. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup.
Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai manfaat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
5. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat, terutama obat-
obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya, dan lain
sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-anak.
6. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya
toksisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk obat
yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kekeringan pada
mukosa mulut, dan sebagainya. Pasien juga diberitahukan tentang tanda dan
gejala keracunan.
2.2 Hiperlipidemia
2.2.1. Definisi Hiperlipidemia
Hiperlipidemia, hiperlipoproteinemia, atau dislipidemia adalah keadaan
dimana kadar lemak dalam darah meningkat sampai di atas batas normal. Lemak
yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida ataupun
kombinasi keduanya, baik secara primer (disebabkan oleh adanya gangguan-
gangguan metabolisme lipid) atau sekunder (komplikasi penyakit lain). (Dipiro,
2008).
2.2.2. Faktor Penyebab Hiperlipidemia (Dipiro,2008)
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperlipidemia melalui
terganggunya keseimbangan metabolisme lemak ataupun karena asupan konsumsi
lemak yang berlebihan akibat life style (gaya hidup). Hiperkolesterolemia dapat
mempertinggi morbiditas dan mortalitas PJK (Penyakit Jantung Koroner),
sedangkan hipertrigliserida meningkatkan kasus nyeri perut dan pankreatitis.
Adapun bagian-bagian dari lemak yang dapat menyebabkan terjadinya
hiperlipidemia, antara lain sebagai berikut:
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
1. Trigliserida
Trigliserida diperoleh dari lemak tumbuhan dan hewan yang terdiri dari
campuran triasilgliserol (trigliserida dalam lemak netral). Triasilgliserol
adalah ester dari alkohol gliserol dengan tiga molekul asam lemak, merupakan
depot lemak pada sel tumbuhan atau hewan.
2. Kolesterol
Merupakan golongan senyawa steroid yaitu sterol (steroid alkohol). Senyawa
ini banyak terdapat pada hewan dan merupakan komponen membrane plasma
hewan dan terdapat dalam jumlah lebih sedikit pada membrane organel sub
seluler. Kolesterol juga banyak terdapat dalam lipoprotein plasma darah,
kurang dari 70% dalam bentuk ester kolesterol.
3. Fosfolipid
Fosfolipid merupakan suatu gliserida yang mengandung fosfor dalam bentuk
ester asam folat, oleh karenanya fosfolipid adalah suatu fosfogliserid.
Umumnya terdapat dalam sel hewan dan manusia yang berfungsi sebagai
unsur pembentuk membran.
4. Asam lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat berupa rantai hidrokarbon yang panjang,
jarang terdapat bebas secara alami, terdapat dalam bentuk teresterifikasi
sebagai komponen utama dari lipid yang bervariasi. Pada tumbuhan tingkat
tinggi dan hewan, asam lemak yang dominan adalah C16 dan C18 seperti asam-
asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam stearat.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Faktor primer (genetis) :
Faktor primer yang dapat menyebabkan hiperlipidemia antara lain adanya
perubahan / mutasi dari satu atau banyak gen yang menyebabkan baik
overproduksi dari trigliserida dan kolesterol LDL maupun kekurangan
produksi dari HDL. Hiperlipidemia yang disebabkan oleh genetis biasanya
banyak ditemukan pada kasus-kasus yang terjadi pada anak kecil.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
2. Faktor sekunder
Faktor sekunder ini biasanya menyebabkan hiperlipidemia pada orang dewasa.
Faktor sekunder yang paling banyak menyebabkan hiperlipidemia di negara
maju adalah gaya hidup dimana masyarakat disana banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung lemak jenuh, kolesterol, dan trans fat dalam
jumlah besar.
Penyebab sekunder lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi alkohol yang
berlebihan, penyakit ginjal kronis, hipotiroidisme, primary biliary cirrhosis, dan
penyakit hati kolestatik lainnya. Selain itu obat-obatan seperti tiazid, β-blockers,
retinoid, ARV, estrogen dan progestin, serta glukokortikoid.
2.2.3. Klasifikasi Hiperlipidemia (Dipiro,2008)
2.2.3.1 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Penyebab
a. Hiperlipidemia Primer
Hyperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan pada genetik yang
meliputi kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang
mengakibatkan keadaan yang tidak normal pada lipoprotein.
b. Hiperlipidemia Sekunder
Hyperlipidemia sekunder ditandai dengan kelainan pada lipid sebagai
akibat dari kelainan suatu penyakit atau efek samping dari terapi obat
dimana hal tersebut tercatat memiliki presentasi hingga 40% dari semua
tipe pada Hyperlipoproteinemia.
Tabel 2.2 Hyperlipoproteinemia sekunder yang disebabkan oleh
adanya penyakit dan efek samping dari obat
Penyebab Penyakit Penyebab EfekSamping Obat
Endokrin/metabolic Diabetes MellitusVon Grierke’s diseaseSexualateliotic dwarfismAcromegalyHypothyroidismAnorexia nervosaWemer’s syndromeAcuteintermittent porphyria
AlkoholProgestinsThiazide diuretikΒ blokerGlukokortikoidsAndrogensCiclosporinOral contraceptives
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
Renal UremiaNephrotic syndrome
Vitamin A
Hepatic Primary biliary cirrhosis,Hepatoma,Immunologic,Systemic lupuserythematosis,Monoclonal gammapathies,
Stress
2.2.3.2 Klasifikasi Hiperlipidemia Berdasarkan Pola Lipoprotein
Menurut WHO
1) Hyperlipoproteinemia tipe I
Hyperlipoproteinemia tipe I memperlihatkan
hiperkilomikronemia pada waktu puasa yang disebabkan oleh
defisiensi lipoprotein lipase (LPL) atau adanya perubahan pada
apolipoprotein C2 yang dibutuhkan untuk metabolisme kolimikron
untuk menganggkut lemak dari saluran pencernaan ke hati.
Hyperlipoproteinemia tipe I disebabkan oleh adanya perubahan
dari gen reseptor LDL. Seorang pasien yang menderita
Hyperlipoproteinemia tipe I memiliki serum level dari LDL-C dua
atau tiga kali lebih tinggi dari orang normal. Sehingga sangatlah
penting untuk melakukan identifikasi dan pengobatan sejak dini,
selain itu pasien yang menderita Hyperlipoproteinemia tipe I juga
dapat mengalami peningkatan kadar LDL-C.
Kelainan tipe I muncul sebelum pasien berusia 10 tahun
dengan gejala seperti kolik, nyeri perut, xantoma dan
hepatosplenomegali. Sedangkan pada orang dewasa gejala muncul
dengan tanda terjadinya penumpukan pada kolesterol seperti corneal
arcus (penumpukan lipid di cornea), tendon xanthomas
(penumpukan lipid di otot), dan xanthelasma (penumpukan lipid di
kelopak mata). Dan pada pemeriksaan biokimia menunjukkan
adanya lapisan krem dipermukaan plasma pasien puasa. Hingga
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
dengan tahun 1980, presentasi kematian akibat acute cononary
sebelum usia 20 tahun menunjukkan angka yang normal yakni 0.1 %
dari populasi.
2) Hiperlipoproteinemia tipe II
Hyperlipoproteinemia tipe II, terbagi menjadi dua tipe yakni
tipe IIa dan tipe IIb, dimana tipe pembagiannya berdasarkan atas
tingginya kadar trigliseride terhadap LDL kolesterol.
Tipe IIa
Pasien yang menderita Hiperlipidemia tipe IIa dicirikan dengan
adanya peningkatan LDL. Kondisi genetik yang dapat
menyebabkan kondisi ini adalah, Polygenic
Hypercholesterolemia, Familial Combined Hyperlipidemia and
Familial Defective Apolipoprotein B-100. Familial
Hypercholesterolemia disebabkan karena adanya kerusakan gen
reseptor LDL. Pada kondisi heterozigot, 50% reseptor LDL rusak
dan kadar kolesterol meningkat dua kali lipat dari kondisi normal.
Sementara itu, pada kondisi homozigot reseptor LDL sama sekali
tidak berfungsi sehingga kadar kolesterol menjadi sangat tinggi,
yaitu mencapai 1000 mg/dl. memiliki persentase yang tidak terlalu
signifikan di dalam populasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pasien yang menderita Hiperlipidemia tipe II disebabkan
adanya perubahan pada gen reseptor LDL yakni pada kromosom
19 (0,2% dari populasi) atau disebabkan adanya perubahan gen
pada Apoprotein B (0,2%) sehingga kolesterol tidak dapat masuk
ke dalam hati dan jaringan ekstrahepatik serta tetap berada di
peredaran darah.
Tipe IIb
Pada tipe ini ditandai dengan meningkatnya kadar VLDL meliputi
meningkatnya kadar trigliseride, acetil CoA dan adanya
peningkatan sintesis dari B-100. hal tersebut dapat disebabkan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
oleh menurunnya konsentrasi dari reseptor LDL dan
meningkatnya Apoprotein B. Persentasi penderita
hyperlipoproteinemia tipe II mencapai 10% dari populasi.
Kemungkinan terjadinya resiko terkena aterosklerosis pada pasien
sekitar 15% bagi mereka yang juga mengalami penyakit jantung
pada usia 60 tahun.
3) Hiperlipoproteinemia tipe III
Hiperlipoproteinemia tipe III merupakan penyakit keturunan
yang sangat jarang sekali ditemui. Hiperlipoproteinemia tipe III
ditandai dengan tingginya kadar kilomikron dan IDL (intermediate
density lipoprotein). Penimbunan IDL pada tipe ini disebabkan oleh
blokade parsial dalam metabolisme VLDL menjadi LDL, adanya
peningkatan kadar apoprotein E total. Pada penderita ini
pengambilan sisa kilomikron dan sisa VLDL oleh hati dihambat dan
menyebabkan terjadinya akumulasi di darah dan jaringan. Pada
kelainan ini kolesterol serum dan trigliserid meningkat (350-800
mg/dl). Gejala klinik muncul pada masa remaja berupa xantoma
pada kulit terutama pada siku dan lutut.
4) Hiperlipoproteinemia tipe IV
Tipe ini ditandai dengan terjadinya peningkatan VLDL dan
trigliserid yang kemudian dikenal dengan hipertrigliseridemia.
Gejala klinik muncul pada usia pertengahan. Seperuh dari penderita
ini meningkat kadar trigliseridnya pada umur 25 tahun. Mekanisme
kelainan yang familiar tidak diketahui, tetapi tipe IV yang didapat
biasanya bersifat sekunder akibat penyakit lain, alkoholisme berat
atau diet kaya karbohidrat dan biasanya penderita gemuk.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
5) Hiperlipoproteinemia tipe V
Tipe ini memperlihatkan akumulasi VLDL dan kilomikron yang
disebabkan ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme dan
membuang kelebihan trigliserid sebagaimana mestinya. Kelainan ini
jarang ditemukan. Hyperlipoproteinemia tipe V biasanya ditemui
pada pasien yang memiliki kelebihan berat badan, menderita
diabetes, hyperuricemic dan tidak ditemuinya adanya xanthoma.
Secara genetik Hyperlipoproteinemia tipe V bersifat heterogen dan
penderita dengan kelainan familial biasanya tidak menunjukkan
gejala sampai sesudah usia 20 tahun.
Tabel 2.3. Klasifikasi Hiperlipidemia menurut WHO
Tipe Kolesterol KolesterolLDL
Trigliserida GangguanLP
Plasma*
I Tinggi Rendah/normal
tinggi Kilomikronmeningkat
Putihsusu
II a Tinggi/normal
Tinggi normal LDLmeningkat
Kuningjernih
II b Tinggi Tinggi tinggi LDL danVLDLmeningkat
keruh
III Tinggi Rendah/normal
tinggi Kilomikronsisa danIDLmeningkat
keruh
IV Tinggi/normal
Normal tinggi VLDLmeningkat
keruh
V Tinggi Normal tinggi Kilomikrondan VLDLmeningkat
Putihsusu
Keterangan:
LP = lipoprotein
TG = trigliserida
* = perangai plasma setelah didiamkan di dalam lemari es selama
semalam
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
2.2.4. Terapi Obat (Sukandar,2008)
2.2.4.1. Golongan Asam Fibrat
Contoh obat dari golongan ini adalah Gemfibrozil, Fenofibrat,
Klofibrat. Obat-obat ini diduga bekerja dengan cara berikatan dengan
reseptor Peroxisome prolifertor-activated receptor (PPARs), yang
mengatur transkripsi gen. Akibat interaksi dengan PPAR isotipe α
(PPARα), maka terjadilah peningkatan sintesis LPL, dan penurunan
ekspresi Apo C III. Peninggian kadar LPL meningktkan klirens
lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo CIII akan
menurunkan VLDL. HDL meningkat karena peningkatan ekspresi Apo
A1 dan po AII. Klofibrat kurang efektif dibandingkan dengan
gemfibrozil atau niasin dalam menurunkan produksi VLDL.
Indikasi dari obat-obat turunan asam fibrat merupakan obat pilihan
untuk kondisi meningkatnya trigliserida dan meningkatnya LDL, atau
meningkatnya Trigliserida dan rendahnya HDL.. Obat golongan asam
fibrat Kontra indikasi dengan Penyakit hati dan gagal ginjal yang parah
serta pasien yang hipersensitif terhadap obat ini. Dosis Gemfibrozil 600
mg 2x sehari, diminum setengah jam sebelum makan pagi dan makan
malam, Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari, Klofibrat 2-4
kali sehari dengan dosis total 2 g/hari. Efek samping golongan asam
fibrat umumnya ditoleransi secara baik. Efek samping yang paling sering
ditemukan adalah gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare, perut
kembung). Efek samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit,
alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah,
gangguan irama jantung. Interaksi obat golongan asam fibrat terjadi
peningkatan toksisitas bila digunakan bersama statin, siklosporin,
furosemid, MAO Inhibitor, dan probenesid. Penurunan efek bila
digunakan bersama resin dan rifampin. Golongan fibrat dapat
meningkatkan efek klorpropamid, furosemid, sulfonylurea, dan warfarin.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
2.2.4.2. Golongan Resin
Contoh Obatnya adalah Kolestiramin, kolestipol, dan colesevelam.
Derivat resin barangkali merupakan hipolipidemik yang paling aman
karena tidak diabsorbsi saluran cerna. Obat-obat ini juga relatif aman
digunakan pada anak. Kolestiramin adalah garam klorida dari basic
anion exchange resin yang berbau dan berasa tidak enak. Kolestiramin
dan kolestipol bersifat hidrofilik, tetapi tidak larut dalam air, tidak
dicerna dan tidak diabsorbsi.
Mekanisme kerja dari golongan resin yaitu dengan menurunkan
kolesterol dengan cara mengikat asam empedu dalam saluran cerna,
mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang
bersifat asam dalam tinja meningkat. Penurunan kadar asam empedu ini
oleh pemberian resin akan menyebabkan meningkatnya produksi asam
empedu yang berasal dari kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik
dihambat oleh resin maka kolesterol yang diabsorbsi lewat saluran cerna
akan terhambat dan keluar bersama tinja. Kedua hal ini akan
menyebabkan penurunan kolesterol dalam hati. Selanjutnya penurunan
kadar kolesterol dalam hati akan menyebabkan terjadinya 2 hal yaitu
meningkatnya jumlah reseptor LDL sehingga katabolisme meningkatdan
meningkatnya aktivitas HMG KoA reduktase. Peningkatan aktivitas
HMG KoA akan mengurangi efek penurunan kolesterol oleh resin.
Obat ini memiliki rasa tidak enak seperti pasir. Efek samping
tersering adalah mual, muntah, dan konstipasi yang berkurang setelah
beberapa waktu. Konstipasi dapat dikurangi dengan makanan berserat.
Klorida yang diabsorbsi dapat menyebabkan terjadinya asidosis
hiperkoremik terutama pada pasien muda yang menerima dosis besar.
Akibat gangguan absorbsi lemak dapat terjadi gangguan absorbsi vitamin
A, D, dan K serta hipoprotrombinemia. Obat ini mengganggu absorbsi
klorotiazid, furosemid, propanolol, statin, tiroksin, digitalis, besi,
fenilbutazon, dan warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
sebelum atau 4 jam setelah pemberian kolestiramin. Pemberian bersama
antikoagulan harus dilakukan hati-hati karena dapat terjadi perpanjangan
masa protrombin.
Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16
gram sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum
3 kali 8 gram. Dosis pada anak adalah 10-20 gram/ hari. Ditelan sebagai
larutan atau dalam sari buah untuk mengurangi iritasi, bau, dan rasa yang
mengganggu. Colestevelam diberikan 2x3 tablet masing-masing 625 mg.
Hati-hati untuk pasien hipersensitivitas dengan resin atau komponen lain
dalam produk obat.
2.2.4.3 Penghambat HMG KoA Reduktase (golongan statin) (Wolters,2007).
Contoh obat nya yaitu Lovastatin, pravastatin, simvastatin,
fluvastatin, atorvastatin, dan rosuvastatin. Efek penurunan kolesterol
statin disebabkan karena golongan ini merupakan inhibitor kompetitif 3-
hidroksi-3-metilglutaril KoA Reduktase (HMG KoA) reduktase, yang
merupakan enzim yang mengkatalisis perubahan HMG KoA menjadi
mevalonat dalam biosintesis kolesterol. Akibat adanya penghambatan
sintesis kolesterol, jumlah kolesterol pada hepatosit menurun, sehingga
menyebabkan aktivasi Sterol Regulatory Element Binding Protein
(SREBP) yang merupakan faktor transkripsi yang normalnya terdapat
pada sitoplasma. SREBP selanjutnya berdifusi ke dalam nucleus dan
mengikat Sterol Response Elements (SRE), menyebabkan peningkatan
transkripsi gen reseptor LDL. Jumlah reseptor LDL meningkat sehingga
mengikat lebih banyak LDL-plasma. Akibatnya, jumlah LDL plasma
menurun. Reseptor LDL juga mengikat VLDL dan IDL karena keduanya
banyak mengandung ApoE, yang dikenali oleh reseptor LDL. VLDL dan
IDL adalah prekursor LDL, sehingga jumlah LDL pun menurun. Selain
itu, beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa menurunnya sintesis
kolesterol menyebabkan penurunan sintesis VLDL yang salah satu
komponennya adalah kolesterol. Selain menghambat HMG KoA
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
reduktase dan menghasilkan penurunan kolesterol, statin juga memiliki
efek farmakologis lain yang disebut efek pleiotropik, yang mencakup
memperbaiki fungsi endotel, mengurangi koagulasi darah, mengurangi
inflamasi, dan meningkatkan stabilitas plak. Statin menurunkan LDL
hingga 25-55% dan TG 10-25%, serta meningkatkan HDL 5%. Hati-hati
untuk pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan persisten serum
transaminase yang tidak dapat diterangkan, hamil dan laktasi juga pasien
Hipersensitif. Dosis lazim 10-20 mg/ hari, dosis maksimal 80mg/hari .
Efek samping yang dapat terjadi yaitu :
a. Hepatotoksisitas
Studi post marketing surveillance menunjukkan bahwa pasien yang
mengonsumsi statin memperlihatkan peningkatan transaminase hepatik
sebesar tiga kali lipat nilai normal, dengan insidens sebesar 1%. Insidens
kemungkinan meningkat seiring dengan peningkatan dosis.
b. Miopati dan rhabdomiolisis
Insidensnya cukup rendah (0,01%), namun resiko meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi plasma statin. Oleh karena itu, faktor-
faktor yang menghambat katabolisme statin diasosiasikan dengan resiko
miopati, seperti usia lanjut, disfungsi hepatik dan renal, penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus, BMI kecil, dan hipertiroidisme yang tidak
diobati.
Interaksi obat
Kombinasi dengan resin asam empedu menyebabkan reduksi LDL
20-30% lebih besar dibanding pemberian statin saja. Kombinasi statin,
niasin dan resin asam empedu menyebabkan reduksi LDL hingga 70%.
Obat-obat yang mengurangi katabolisme statin meningkatkan
resiko miopati. Interaksi dengan gemfibrozil merupakan penyebab
miopati tersering, yaitu melalui mekanisme penghambatan uptake statin
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
ke hepatosit dan interferensi terhadap katabolisme statin oleh CYP dan
glukuronidase di hati. Fibrat lain terutama fenofibrat tidak mengganggu
glukuronidase statin sehingga resiko miopati rendah. Interaksi dengan
niasin juga dapat menyebabkan miopati, kemungkinan disebabkan oleh
peningkatan penghambatan sintesis kolesterol pada otot rangka (interaksi
farmakodinamik).
Obat-obat lain yang mengganggu oksidasi statin adalah golongan
yang terutama dimetabolisme oleh CYP3A4, seperti siklosporin,
antibiotik makrolida, fenilpiperadin, nefazodon, inhibitor HIV protease,
dan antijamur azole. Statin boleh diberikan bersama obat-obat di atas
apabila dosis statin kurang dari 25% dari dosis maksimal.
2.2.4.4 Niasin/Asam Nikotinat/Vitamin B3
Niasin atau asam nikotinat mengurangi sintesis VLDL di hati,
sehingga menurunkan juga sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan
kadar HDL dengan mengurangi metabolismenya. Niasin menghambat
mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan serta menghambat sintesis
asam lemak bebas sehingga kadar trigliserida menurun. Selain itu, niasin
meningkatkan degradasi Apo B. Penurunan kadar Apo B dan trigliserida
mengakibatkan penurunan kadar VLDL dan LDL. Peningkatan kadar
HDL oleh niasin diakibatkan niasin berikatan dengan reseptor
katabolisme HDL serta menghambat uptake Apo A-1.
Niasin digunakan untuk terapi hiperlipidemia campuran atau
sebagai lini kedua dalam terapi kombinasi untuk hiperkolesterolemia.
Obat ini merupakan pilihan pertama untuk terapi hipertrigliseridemia dan
dislipidemia diabetes. Selain itu digunakan juga untuk hiperlipidemia tipe
IV dan V. Dosis 250 mg/hari setelah makan malam, ditingkatkan dengan
interval 4 – 7 hari menjadi 1,5 – 2 g/hari terbagi dalam 3 dosis. Niasin
mempunyai reaksi efek samping yang umum dan umumnya tidak
membutuhkan pemberhentian terapi. Kemerahan dan rasa gatal pada kulit
akibat konsumsi niasin diperantarai oleh prostaglandin dan dapat
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
dikurangi dengan konsumsi aspirin 325mg ½ jam sebelum meminum
niasin. Selain itu, dapat juga dihindari dengan cara mengkonsumsi niasin
bersama makanan dan penggunaan dosis niasin juga dilakukan
bertingkat. Konsumsi alkohol atau minuman panas bersamaan dengan
niasin dapat memperparah reaksi flushing dan pruritus pada kulit. Niasin
dapat mempengaruhi hasil laboratorium yaitu meningkatkan fungsi hati,
hiperurisemia, dan hiperglisemia. Niasin berinteraksi pada pemberian
aspirin. Niasin kontraindikasi dengan penyakit disfungsi hati, ulkus
peptik, hipersensitifitas, perdarahan arteri.
2.2.4.5 Probukol
Probukol dapat menurunkan kadar LDL dan menghambat oksidasi
LDL sehingga menghambat pembentukan aterosklerosis. Mekanisme
kerja penurunan kadar LDL oleh obat ini tidak melalui reseptor LDL
melainkan melalui penghambatan sintesis LDL di hati dan katabolisme
fraksional dari LDL. Probukol juga berperan sebagai antioksidan yang
menghambat oksidasi LDL sehingga menghambat pembentukan sel busa
yang juga akhirnya menghambat pembentukan aterosklerosis. Probukol
diindikasikan untuk hiperkolesterolemia dengan karakteristik
peningkatan kadar LDL. Dosis yang digunakan 500 mg 2x1 bersamaan
dengan makan pagi dan makan malam. Efek sampingnya yaitu gangguan
gastrointestinal ringan (diare, flatus, nyeri perut dan mual), kadang
terjadi eosinofilia, parestesia, edema angioneurotik dan adanya
perubahan kardiovaskuler. Hati-hati untuk pasien infark jantung atau
dengan kelainan EKG dan ulkus peptik. Kombinasi probukol dengan
klofibrat akan menurunkan kadar HDL. Pemberian probukol bersama
makanan akan meningkatkan absorpsinya.
2.2.4.6. Ezetimibe
Ezetimibe merupakan obat hiperlipidemia yang bekerja dengan
menghambat absorpsi kolesterol dari makanan dalam usus. Ezetimibe
berikatan dengan protein NPC1L1 pada sel epitel usus. Karena absorpsi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
kolesterol menurun maka kadar VLDL dan LDL dalam tubuh juga
menurun. Ezetimibe diindikasikan untuk hiperkolesterolemia,
sitosterolemia homozigot, dan hiperkolesterolemia familial homozigot.
Dosisnya 10 mg/ hari dapat diberikan setelah atau sebelum makan.
Kombinasi ezetimibe dan statin dikontraindikasikan untuk wanita hamil
dan menyusui. Efek sampingnya terjadi pembentukan batu empedu
karena peningkatan sekresi asam empedu, diare, athralgia, sinusitis, nyeri
perut dan punggung. Ezetimibe dapat menurunkan AUC dari
kolestiramin. Siklosporin dapat menurunkan kadar ezetimibe. Pada
kombinasi ezetimibe dan statin harus diperiksa fungsi hati pasien.
Tabel 2.4 Efek dari obat-obat hiperlipidemia
Obat Mekanisme
Aksi
Efek pada
lipid
Efek pada
lipoprotein
Keterangan
Kolestiramin,
kolestipol,
kolesevelam
↑ katabolisme
LDL
↑ absorpsi
kolesterol
↓ Kolesterol ↓ LDL
↑ VLDL
Permasalahan
terkait kepatuhan
pasien, berikatan
dengan obat-obat
asam yang
diberikan
bersamaan
Niasin ↓ LDL dan
VLDL sintesis
↓ Trigliserida
↓ kolesterol
↓ VLDL
↓ LDL
↑ HDL
Permasalahan
terkait
penerimaan
pasien, sediaan
ER lebih minim
efek samping dan
resiko
hepatotoksik
dibandingkan SR
Golongan ↑ klirens ↓ Trigliserida ↓ VLDL Klofibrat
menyebabkan
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
fibrat VLDL
↓ sintesis
VLDL
↓ kolesterol ↓ LDL
↑ HDL
batu asam
empedu
Golongan
statin
↑ katabolisme
LDL,
menghambat
sintesis LDL
↓ kolesterol ↓ LDL Sangat efektif
untuk
hiperkolesterolem
ia
Ezetimibe Menghambat
absorpsi
kolesterol dari
usus
↓ kolesterol ↓ LDL Sedikit efek
samping, bersifat
efek aditif pada
penggunaan
bersama obat lain
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
25 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN RESEP
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian
Pengkajian terhadap resep untuk terapi hiperlipidemia dilakukan di Apotek
Atrika Jalan Kartini Raya No.34 Jakarta Pusat pada saat pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA), sejak minggu pertama PKPA.
3.2 Metode Pengkajian
Data yang dikumpulkan dari resep-resep yang diterima atau dilayani oleh
Apotek Atrika selama bulan Maret hingga bulan Agustus 2012, kemudian
dilakukan pencatatan terhadap resep yang ditujukan untuk terapi hiperlipidemia
selama periode tersebut.
3.3 Metode Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dan dicatat kemudian dihitung frekuensi
peresepannya dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Selanjutnya, dari
resep-resep yang diduga untuk digunakan dalam terapi hiperlipidemia dipilih 3
resep karena resep yang lain memiliki isi yang sama hanya nama pasien yang
berbeda, yang kemudian dilakukan analisis terhadap kerasionalan terapinya dan
konseling yang dapat diberikan untuk masing-masing resep tersebut.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
26 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pelaksanaan PKPA di Apotek Atrika, telah dilakukan penelusuran
dan pengkajian terhadap resep-resep yang ditujukan untuk penggunaan terapi
hiperlipidemia, baik terhadap obat dengan merek dagang maupun obat generik
yang dijual di Apotik Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012.
Penelusuran dan pengkajian resep dilakukan untuk mengetahui obat
hiperlipidemia yang paling sering diresepkan dan paling banyak terjual di Apotek
Atrika serta untuk mengetahui kerasionalan dari resep tersebut yang dilihat dari
kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Berdasarkan hasil penelusuran resep selama PKPA di Apotek Atrika,
diperoleh data yaitu total resep yang diterima atau dilayani selama bulan Februari
hingga bulan Agustus 2012 berjumlah 1547 lembar resep. Sedangkan, jumlah
resep yang diduga ditujukan untuk terapi hiperlipidemia berjumlah 15 lembar
resep atau 0.9 % dari jumlah keseluruhan resep yang diterima selama periode
tersebut. Pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa jumlah resep terbanyak untuk
terapi hiperlipidemia selama periode Februari hingga Agustus 2012 adalah pada
bulan Mei 2012 dengan jumlah resep sebanyak 4 lembar.
Gambar 4.1 Jumlah resep untuk terapi hiperlipidemia periode
Februari- Agustus 2012
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Tidak terlalu banyaknya resep yang terdapat obat hiperlipidemia yang
diterima atau dilayani di Apotek Atrika pada periode Februari hingga Agustus
2012 mungkin dikarenakan tidak terdapat banyak pasien hiperlipidemia di
lingkungan sekitar apotek.
Frekuensi peresepan yang mengandung obat antihiperlipidemia di Apotek
Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1
dan Gambar 4.2. pada tabel dan gambar tersebut terlihat bahwa Lipitor®
merupakan obat hiperlipidemia yang paling banyak dilayani atau diterima di
Apotek Atrika. Lipitor® diindikasikan sebagai pelengkap diet untuk menurunkan
kolesterol total ,LDL-kolesterol, apolipoprotein B dan trigliserida pada
hiperkolesterolemia, hiperlipidemia (Ikatan Apoteker Indonesia,2011).
Tabel 4.1 Frekuensi peresepan obat untuk terapi hiperlipidemia selama
periode Februari hingga Agustus 2012
Nama Obat Frekuensi Peresepan Persentase
Tunggal Kombinasi
Crestor® 2 0 13,33 %
Lipanthyl® 0 1 6,67 %
Lipanthyl Supra 160® 0 2 13,33 %
Lipitor® 5 4 60 %
Simvastatin 1 0 6,67 %
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Persentase frekuensi peresepan obat antihiperlipidemia
periode Februari hingga Agustus 2012
Dari 15 resep obat antihiperlipdemia yang dilayani atau diterima di Apotek
Atrika terdapat 8 resep obat antihiperlipidemia dengan terapi tunggal dan 7 resep
obat antihiperlipidemia dengan terapi kombinasi. Hal ini menunjukkan bahwa
terapi tunggal lebih sering digunakan dibandingkan dengan terapi kombinasi. Hal
ini mungkin dikarenakan untuk mencegah terjadinya interaksi obat atau
polifarmasi yang terkadang diresepkan oleh dokter. Lipitor® paling banyak
diresepkan sebagai terapi tunggal. Lipitor® mengandung Kalsium atorvastatin 10
mg; 20 mg; 40 mg yang termasuk dalam golongan statin yang dapat menurunkan
kolesterol.
Berdasarkan hasil pengkajian resep, jenis-jenis obat antihiperlipidemia
yang diresepkan di Apotek Atrika selama periode Februari hingga Agustus 2012,
antara lain :
Tabel 4.2 Jenis obat antihiperlipidemia yang diresepkan selama periode
Februauri hingga Agustus 2012
NO NAMA OBAT ZAT AKTIF INDIKASI
1. Crestor® Kalsium
roosuvastatin 10mg;
Hiperkolesterolemia (tipe Iia
termasuk heterozigus familial
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
20 mg hiperkolesterolemia) atau
campuran dislipidemia (tipe
Iib) sehubungan dengan diet
bila respon terhadap diet dan
olah raga tidak mencukupi.
2. Lipitor® Kalsium atorvastatin
10 mg; 20 mg; 40
mg
Pelengkap diet untuk
menurunkan kolestterol total,
LDL-kolesterol,
apolipoproten B dan
trigliserida pada
hiperkolesterolemia dan
hiperlipidemia.
3. Lipanthyl® Fenofibrat 100 mg;
200mg; 300mg
Hiperkolesterolemia tipe IIA
dan hipertrigliseridemia
endogen tipe IV,Iib dan III
bila terapi diet yang sesuai
tidak memadai, bila kadar
kolesterol darah setelah terapi
diet masih tinggi dan bila ada
faktor resiko terkait.
4. Lipanthyl Supra
160®
Fenofibrat 160 mg Hiperkolesterolemia tipe IIA
dan hipertrigliseridemia
endogen tipe IV, maupun
gabungan Iib dan III.
5. Simvastatin Simvastatin 10 mg Mengurangi kadar kolesterol
total dan LDL, sebagai anti
hiperkolesterol [primer
maupun sekunder.
Setelah semua resep yang berhubungan dengan terapi hiperlipidemia
selama Februari hingga bulan Agustus 2012 direkapitulasi dan dilihat frekuensi
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
peresepannya, selanjutnya dipilih 3 resep yang digunakan untuk melihat
kerasionalan terapi dan konseling yang dapat diberikan untuk masing- masing
resep tersebut yang berkaitan dengan terapi hiperlipidemia.
4.1 Penyelesaian Kasus Resep 1
4.1.1 Penulisan Ulang Resep Dokter
Pada resep yang pertama dipilih adalah resep nomor 2 yang diterima atau
dilayani oleh Apotek Atrika pada tanggal 15 Mei 2012. Pasien bernama Ny. TI.
Beliau memeriksakan dirinya ke dokter umum dan dokter memberikan resep yang
berisi :
1. Merislon ® 3 kali sehari 1 tablet
2. Lipitor® 1 kali sehari 1 tablet (pada malam hari)
Dokter J.P. Aulia
Praktek Umum
15 Mei 2012
R/
Tab. Merislon XV
S 3dd I
R/ Lipitor 20 mg XXX
S Idd I mlm
Pro : Ny. TI Umur :
Alamat :
Obat tidak dapat diganti tanpa sepengetahuan dokter
4.1.2 Data Obat
4.1.2.1 Merislon® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)
Nama Obat : Merislon®
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
Komposisi : Betahistin mesilat 6 mg
Indikasi : Vertigo, pusing dan gangguan keseimbangan yang terjadi
pada gangguan sirkulasi darah atau gejala meniere,
penyakit meniere dan vertigo perifer.
Efek samping : Mual, muntah, ruam pada kulit
Dosis : sehari 3 kali 1-2 tablet, sesudah makan
4.1.2.2 Lipitor® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)
Nama Obat : Lipitor®
Komposisi : Kalsium atorvastatin 10 mg; 20 mg; 40 mg
Indikasi : Pelengkap diet untuk menurunkan kolestterol total, LDL-
kolesterol, apolipoproten B dan trigliserida pada
hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia.
Efek samping : Secara umum ditoleransi dengan baik, efek samping
ringan dan sementara yang sering terjadi yaitu
dispepsia,nyeri perut, sakit kepala, mual, diare, mialgia.
Perhatian : diet, olah raga dan penurunan berat badan diperlukan
agar dapat memberikan hasil yang optimum, dapat
meningkatkan kreatin fosfokinase dan transaminase.
Dosis : Pasien harus berada pada diet standar penurunan
kolesterol, dan terus melakukan diet selama pengobatan.
Dosis awal umumnya sehari 10 mg, dosis maksimum sehari
80 mg.
4.1.3 Kerasionalan & Informasi yang Dapat Diberikan
Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui kerasionalan
dari resep tersebut. Pada resep di atas belum memenuhi persyaratan administratif
karena tidak terdapat nomor izin prakter dokter, alamat dokter, tanda tangan/paraf
dari penulis resep dan tidak menyertakan alamat pasien pada resep.
Melihat keseluruhan isi resep di atas menunjukkan bahwa Ny. TI
mengalami hiperlipidemia disertai vertigo. Pemberian Merislon® kepada pasien
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
dimaksudkan untuk mengobati vertigo yang dialami oleh pasien sedangkan
pemberian Lipitor® diindikasikan untuk terapi hiperlipidemia yang diderita oleh
Ny. TI.
Informasi yang dapat diberikan kepada Ny. TI adalah pasien memperoleh
Merislon® yang mengandung Betahistin mesilat 6 mg sebanyak 15 tablet. Ny. TI
harus meminumnya sehari 3 kali 1 tablet. Obat ini diindikasikan untuk Vertigo,
pusing dan gangguan keseimbangan yang terjadi pada gangguan sirkulasi darah
atau gejala meniere, penyakit meniere dan vertigo perifer. Mungkin Ny. TI akan
merasa mual atau muntah dan terjadi ruam pada kulit.
Selanjutnya Ny. TI mendapatkan Lipitor® yang berisi Kalsium atorvastatin
20 mg sebanyak 30 tablet untuk pemakaian selama 1 bulan. Ny. TI harus
meminumnya sehari 1 kali sebanyak 1 tablet pada malam hari.obat ini
diindikasikan untuk menurunkan kolesterol total, LDL-kolesterol, apolipoprotein
B dan trigliserida pada hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia. Ny. TI diharapkan
tetap menjaga diet dan berolah raga untuk mendapatkan hasil optimal dari obat
ini.
Informasi lain yang dapat diberikan adalah mengenai penyimpanan obat.
Ny. TI sebaiknya menyimpan obat secara benar dan teratur untuk mempermudah
penggunaan dan mencegah kesalahan dalam mengambilnya. Gunakan pengingat
jika perlu, karena Lipitor® harus diminum setiap hari.
4.2 Penyelesaian Kasus Resep 2
4.2.1 Penulisan Ulang Resep Dokter
Pada resep yang kedua dipilih resep nomor 4 yang diterima atau dilayani
oleh Apotek Atrika pada tanggal 3 Juli 2012. Pasien bernama Tn. CS. Beliau
memeriksakan diri ke dokter umum, dan mendapatkan resep sebagai berikut :
1. Simvastatin 10 mg 1 kali sehari 1 tablet
2. Ascardia® 1 kali sehari 1 tablet
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Klinik Spesialis CDG
Jl. Kramat VI no.34 kenari jakarta pusat 10430
Telp/Fax : 021-3143535
Dokter : Raymond
Jakarta, 3 Juli 2012
R/ Simvastatin 10mg XV
S Idd I PC mlm
R/ Ascardia 50 mg XXX
S I dd I PC mlm
Pro : Tn. CS
Umur :
Obat jangan diganti tanpa seizin dokter
4.2.2 Data Obat
4.2.2.1 Simvastatin (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)
Nama Obat : Simvastatin
Komposisi : Simvastatin 10 mg
Indikasi : Mengurangi kadar kolesterol total, LDL. Sebagai
antihiperkolesterol primer dan sekunder
Efek samping : Nyeri perut, kembung,konstipasi, asthenia, sakit kepala
dan reaksi hipersensitivitas.
Perhatian : Lakukan tes fungsi hati secara periodik. Hentikan terapi
jika terjadi gejala pada otot atau peningkatan kadar
sitofosfokinase.
Dosis : Awal 10 mg/hari pada sore hari, hiperkolesteremia ringan
sampai sedang 5 mg/hari, maksimal 40 mg/hari.
4.2.2.2 Ascardia® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)
Nama Obat : Ascardia®
Komposisi : Asetosal 80 mg; 160mg
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Indikasi : Mengurangi resiko kematian dan atau serangan ulang
pada penderita dengan riwayat serangan jantung (infark
miokardia dan nyeri dada (angina pektoris tidak stabil),
mengurangi resiko serangan ulang gangguan sekilas suplai
darah ke otak akibat batas bekuan darah dengan gejala
kelumpuhan sementara.
Efek samping : Iritasi GI dan reaksi hipersensitivitas.
Perhatian : Gangguan fungsi hati, hamil, laktasi.
Dosis : Dosis lazim 80-160mg/hari
4.2.3 Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan
Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui
kerasionalan dari resep tersebut. Apabila melihat keseluruhan isi resep di atas
dapat menunjukkan bahwa Tn. CS menderita hiperlipidemia dan ada indikasi
terkena serangan jantung. Ascardia® diberikan sebagai antikoagulan untuk
mencegah terjadinya serangan infark miokard. Sedangkan Simvastatin memang
dimaksudkan untuk menurunkan kolesterol Tn. CS.
Informasi yang diberikan untuk Tn. CS adalah bahwa pasien mendapatkan
dua jenis obat yaitu Simvastatin dan Ascardia®.Simvastatin yang didapatkan
sebanyak 15 tablet diminum satu kali sehari satu tablet, dimiinum setelah makan
dan pada malam hari. Sedangkan Ascardia® diberikan sebanyak 30 tablet
diminum satu kali sehari satu tablet setelah makan pada malam hari.
Informasi lain yang dapat diberikan adalah mengenai penyimpanan dan
waktu minum obatnya.sebaiknya digunakan pengingat agar pasien tidak lupa dan
tidak bosan mengkonsumsi obat tersebut.
4.3 Penyelesaian Kasus Resep 3
4.3.1 Penulisan Ulang Resep Dokter
Pada resep yang ketiga dipilih resep nomor 2 yang diterima atau dilayani
oleh Apotek Atrika pada tanggal 7 Agustus 2012. Pasien bernama Ny. Lny.
Pasien memeriksakan diri ke praktek dokter umum dan dokter memberikan resep
yang berisi :
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
1. Lipitor® 1 kali sehari 1 tablet
2. Lipanthyl supra 160® 1 kali sehari 1 tablet
Poliklinik G.K.I
Jl. Tanah Tinggi I no.1
Jakarta Pusat, Telp. 4200466
Jakarta, 7 agustus 2012
R/ Lipitor® 40mg No.LX
S I dd I
R/ Lipanthyl supra 160® No. XXX
S I dd I
Pro : Lny
Dokter : Novy
4.3.2 Data Obat
4.3.2.1 Lipitor® (Ikatan Apoteker Indonesia,2011)
Nama Obat : Lipitor®
Komposisi : Kalsium atorvastatin 10 mg; 20 mg; 40 mg
Indikasi : Pelengkap diet untuk menurunkan kolestterol total, LDL-
kolesterol, apolipoproten B dan trigliserida pada
hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia.
Efek samping : Secara umum ditoleransi dengan baik, efek samping
ringan dan sementara yang sering terjadi yaitu
dispepsia,nyeri perut, sakit kepala, mual, diare, mialgia.
Perhatian : diet, olah raga dan penurunan berat badan diperlukan
agar dapat memberikan hasil yang optimum, dapat
meningkatkan kreatin fosfokinase dan transaminase.
Dosis : Pasien harus berada pada diet standar penurunan
kolesterol, dan terus melakukan diet selama pengobatan.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Dosis awal umumnya sehari 10 mg, dosis maksimum sehari
80 mg.
4.3.2.2 Lipanthyl Supra 160® (Ikatan Apoteker Indonesia, 2011)
Nama Obat : Lipanthyl Supra 160®
Komposisi : Fenofibrat 160mg
Indikasi : Hiperkolesterolemia tipe IIA dan hipertrigliseridemia
endogen tipe IV, maupun gabungan IIb dan III
Efek samping : Gangguan dyspepsia gigi ringan, reaksi alergi kulit, nyeri
otot dangan peningkatan kreatinin, fosfokinase, alopesia,
astenia seksual.
Perhatian : Hamil dan menyusui
Dosis : Sehari satu tablet
4.3.3 Kerasionalan dan Informasi yang Dapat Diberikan
Pada resep di atas dilakukan skrining resep untuk mengetahui kerasionalan
dari resep tersebut. Pada resep di atas belum memenuhi persyaratan administratif
karena tidak menyertakan nomor izin prakter dokter, umur pasien dan tidak ada
keterangan waktu minum obatnya.
Apabila melihat keseluruhan isi resep dapat menunjukkan bahwa Ny.Lny
menderita hiperlipidemia. Dokter meresepkan terapi kombinasi Lipitor® dan
Lipanthyl Supra 160®. Kombinasi ini diharapkan dapat memberikan efek terapi
yang lebih baik untuk pasien. Lipanthyl Supra 160® mengandung fenofibrat yang
merupakan golongan asam fibrat. Sedangkan Lipitor® mengandung kalsium
atorvastatin yang merupakan golongan statin. Pada dasarnya golongan statin
berinteraksi dengan golongan asam fibrat karena dapat mengurangi katabolisme
statin sehingga mengakibatkan resiko miopati. Namun fenofibrat tidak
mengganggu glukuronidase statin sehingga resiko miopati rendah sehingga
Lipitor® dan Lipanthyl Supra 160® masih dapat dikombinasi.
Informasi yang dapat diberikan untuk Ny. Lny pada saat menyerahkan
obat adalah jumlah Lipitor® yang diperoleh leony adalah untuk 2 bulan yaitu
sebanyak 660 tablet dan untuk Lipanthyl Supra 160® sebanyak 30 tablet.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Keduanya sama—sama diminum satu kali sehari satu tablet. Lipitor® diminum
malam hari setelah makan. Lipanthyl Supra 160® juga diminum setelah makan.
Informasi lain yang dapat diberikan adalah mengenai penyimpanan obat.
Ny. Lny sebaiknya menyimpan obat secara benar dan teratur untuk
mempermudah penggunaan dan mencegah kesalahan dalam mengambilnya.
Gunakan pengingat jika perlu, karena obat-obat tersebut harus diminum setiap
hari.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
38 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Berdasarkan resep yang diterima Apotek Atrika selama periode Februari
hingga Agustus 2012, resep yang ditujukan untuk terapi hiperlipidemia di
Apotek Atrika sebanyak 15 lembar resep (8 resep obat antihiperlipidemia
dengan terapi tunggal dan 7 resep obat antihiperlipidemia dengan terapi
kombinasi). Obat untuk terapi hiperlipidemia yang paling banyak
diresepkan oleh dokter dengan terapi tunggal adalah Lipitor® dan dengan
terapi kombinasi adalah Lipanthyl Supra 160®.
5.1.2 Berdasarkan 3 resep pilihan yang terkait terapi obat antihiperlipidemia
yang diterima atau dilayani Apotek Atrika pada periode Februari hingga
Agustus 2012, salah satunya ada yang terjadi interaksi obat namun masih
dapat ditoleransi. Pemberian informasi mengenai obat saat penyerahan
obat kepada pasien juga telah dilakukan dengan baik di Apotek Atrika
sehingga pasien mengetahui bagaimana cara penggunaan, aturan pakai,
efek samping dari obat yang dikonsumsinya agar pasien patuh untuk
mengkonsumsi obatnya.
5.2. Saran
5.2.1 Apoteker yang melaksanakan kegiatan konseling harus memiliki
pemahaman yang baik dalam aspek farmakoterapi obat maupun teknik
berkomunikasi dengan pasien.
5.2.2 Dalam mewujudkan pelayanan konseling yang baik maka kemampuan
komunikasi dari masing-masing Apoteker harus ditingkatkan. Hal ini
penting agar terjalin komunikasi yang efektif dan intensif antara Apoteker
dengan pasien.
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013
39 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Dipiro, Joseph T. DiPiro,and Talbert, Robert L.. 2008. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach Seventh Edition. New York: Medical Graw.
Halaman 418 – 424
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2007). Pedoman Konseling Pelayanan
Kefarmasian di Sarana Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). ISO INDONESIA Volume 46 – 2011 s/d 2012
ISSN 0854-4492. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I Ketut, Setiadi, A.P.,
Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan
Wolters Kluwer Health. 2007. Drug Facts and comparison. USA: Wolters Kluwer
Health, Inc
Laporan praktek..., Anita Hasan, FF UI, 2013