li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

11
STEP 1 1. Floating maxilla Garis fraktur melalui tulang hidung diteruskan ke dasar orbita, pinggir orbita dan menyebrang ke sinus maxillaris Suatu maxilla yang melayang (mudah digerakkan) 2. Sesak nafas Perasan yang dirasakan oleh seseorang mengenai ketidak nyamanan dalam bernafas Dispnea, gangguan dalam pertukaran antara o2 dan co2 STEP 2 1. Mengapa pasien bisa keluar darah dari hidung, telinga dan sesak nafas? 2. Kenapa paisen masih tetap sesak nafas padahal sudah dikasih oksigen? 3. Macam-macam penyebab sesak nafas 4. Macam-macam sesak nafas 5. Tanda dan gejala sesak nafas 6. Patofisiologi dari sesak nafas 7. Penatalaksanaan sesak nafas pasca trauma 8. Klasifikasi dari fraktur maxilla 9. Mekanisme terjadinya fraktur maxilla 10. Bagaimana pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maxilla 11. Apa diagnosis dari skenario 12. Penatalaksanaan emergensi fraktur maxilla 13. Gejala klinis dari fraktur maxilla 14. Etiologi dari fraktur maxilla 15. Bagaimana prognosis dari perawatan pada pasien 16. Komplikasi apabila dilakukan perawatan STEP 3 1. Mengapa pasien bisa keluar darah dari hidung dan telinga? Pasien terjadi floating maxilla ada tulang melayang darah kemana2 melewati hidung dan telinga

Upload: annas-taciaa-mea-karisma

Post on 18-Jul-2016

137 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

STEP 1

1. Floating maxilla Garis fraktur melalui tulang hidung diteruskan ke dasar orbita, pinggir orbita dan

menyebrang ke sinus maxillaris Suatu maxilla yang melayang (mudah digerakkan)

2. Sesak nafas Perasan yang dirasakan oleh seseorang mengenai ketidak nyamanan dalam

bernafas Dispnea, gangguan dalam pertukaran antara o2 dan co2

STEP 2

1. Mengapa pasien bisa keluar darah dari hidung, telinga dan sesak nafas?2. Kenapa paisen masih tetap sesak nafas padahal sudah dikasih oksigen?3. Macam-macam penyebab sesak nafas4. Macam-macam sesak nafas5. Tanda dan gejala sesak nafas6. Patofisiologi dari sesak nafas7. Penatalaksanaan sesak nafas pasca trauma8. Klasifikasi dari fraktur maxilla9. Mekanisme terjadinya fraktur maxilla10. Bagaimana pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maxilla11. Apa diagnosis dari skenario12. Penatalaksanaan emergensi fraktur maxilla13. Gejala klinis dari fraktur maxilla14. Etiologi dari fraktur maxilla15. Bagaimana prognosis dari perawatan pada pasien16. Komplikasi apabila dilakukan perawatan

STEP 3

1. Mengapa pasien bisa keluar darah dari hidung dan telinga? Pasien terjadi floating maxilla ada tulang melayang darah kemana2

melewati hidung dan telinga Pasien mengalami trauma bisa dijar keras dan lunak vaskularisasi

perdarahan menyumbat jalan pernafasan Sesak nafas krn edema faring (struktur tulang bergeser)

2. Hubungan gegar otak dengan keluar darah hidung telinga? Dan patofisiologi!

3. Kenapa paisen masih tetap sesak nafas padahal sudah dikasih oksigen? Jalan nafas tersumbat darah (sesak nafas) mngkin juga krn fraktur

Page 2: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

Masih tersumbat darah dan airwaynya belum di bersihkan dari sumbatan Dari edem faring dan harus menggunakan alat trakeastomi Pada fraktur maxilla kondisi palatum bisa bertemu dengan lidah, jadi harus

difiksasi dulu

4. Macam-macam penyebab sesak nafas Alergen, sperti debu, dingin, bulu binatang Infeksi saluran nafas, sperti stress, virus influenza Olahraga, penderita asma bisa kuat krn membutuhkan o2 yg banyak, bisa jg krn

polusi udara (asap rokok, kendaraan) Faktor keturunan, penyakit paru2 Faktor lingkungan, udara polusi debu Kurang asupan cairan, lendir paru2 mengental Masalah susunan tulang punggung bagian atas atau otot, menghambat sensor

saraf Ketidakstabilan emosi, cenderung menahan nafas

a.       Kardiak dispneu, yakni dispneu yang disebabkan oleh adanya kelainan pada jantung, misalnya :

1)      infark jantung akut (IMA), dimana dispneu serangannya terjadi bersama-sama dengan nyeri dada yang hebat.

2)      Fibrilasi atrium, dispneu timbul secara tiba-tiba, dimana sudah terdapat penyakit katub jantung sebelumnya.

3)      Kegagalan jantung kiri (Infark miokard akut dengan komplikasi, example : edema paru kardiogenik) dimana dispneu terjadi dengan mendadak pada malam hari pada waktu penderita sedang tidur; disebut Paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pada keadaan ini biasanya disertai otopneu dimana dispneu akan berkurang bila si pasien mengambil posisi duduk.

b.      Pulmonal dispneu, misalnya :1)      Pneumotoraks, penderita menjadi sesak dengan tiba-tiba, sesak nafas tidak akan berkurang

dengan perubahan posisi.2)      Asma bronchiale, yang khas disini adalah terdapatnya pemanjangan dari ekspirasi dan

wheezing ( mengi ).3)      COPD, sesak bersifat kronik dimana dispneu mempunyai hubungan dengan exertional

(latihan).4)      Edema paru yang akut, sebab dan tipe dari dispneu disini adalah sama dengan dispneu yang

terjadi pada penyakit jantung.c.       Hematogenous dispneu

Disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya berhubungan dengan exertional ( latihan ).

d.      Neurogenik dispneu

Page 3: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

Contohnya : psikogenik dispneu yang terjadi misalnya oleh karena emosi dan organik dispneu yang terjadi akibat kerusakan jaringan otak atau karena paralisis dari otot-otot pernafasan.

5. Macam-macam sesak nafas Ada 2 :

1.Akut : penyakit jantung atau trauma dada. 2. Kronis : emphisema, tumor

1. Dyspnea (Sesak Nafas) akut merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada. Sesak napas yang berlangsung kurang dari 1 bulan

2. Dyspnea (Sesak Nafas) kronis dapat disebabkan oleh penyakit asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara. Sesak napas yang berlangsung lebih dari 1 bulan

6. Tingkatan sesak nafas- Tingkat I (Paling ringan) Kegiatan sehari hari normal Sesak timbul bila ada aktivitas jasmani yang lebih berat daripada biasanya Dapat melaksanakan pekerjaan sehari hari- Tingkat II Aktivitas biasa, sesak nafas tidak timbul Bila aktivitas lebih berat, sesak nafas timbul Naik tangga, mendaki, sesak nafas timbul Bila jalan datar sesak nafas tidak timbul- Tingkat III Aktivitas sehari-hari sesak nafas timbul Belum perlu bantuan orang lain Masih bisa jalan-jalan istirahat sesak nafas tidak timbul- Tingkat IV Kegiatan sehari-hari sesak timbul Memerlukan bantuan orang lain Istirahat tidak sesak Berjalan harus sering berhenti Pekerjaan sehari hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa- Tingkat V Harus membatasi diri dalam segala tindakan

Page 4: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

Harus lebih banyak di tempat tidur atau duduk Sangat memerlukan bantuan orang lain

7. Tanda dan gejala sesak nafas Peningkatan jumlah frekuensi nafas dewasa >20xpermenit anak >30xpermenit

bayi >40xpermenit Kebiruan sekitar bibir dan ujung jari krn suplai oksigen yang mengalir tdk

terdistribusi scr sempurna Suara nafas tambahan, sperti serak dan mengi, krn wheezing

8. Patofisiologi dari sesak nafas Penyaluran oksigen kurang, sehingga memaksa tubuh untuk mendapatkan

oksigen lebih banyak Kalo trauma juga efeknya sama, memerlukan pasokan oksigen lebih banyak

9. Penatalaksanaan sesak nafas pasca trauma Edema faring : jika terjadi gangguan jalan nafas akibat pergesran tulang segera

dilakaukan traeostomi Krn perdarahan bisa dilakukan dengan penekanan tampon pd tempat luka atau

faring posterior, kalo tdk dpt dihentikan dpt dilakukan ligasi pd parotis eksterna, bisa disuction sampe bersih

Sesak nafas : ada obstruksi atau tidak

10. Klasifikasi dari fraktur maxilla (gambar) Menurut lefort

a. Lefort 1 (gloerin)Menyentuh palatum, meliputi pros. Alveolar maxilla, kubah palatum. Membentang scr horizontal menyebrang basis sinus maxilla

b. Lefort 2 Pukulan maxilla atas yang menimbulkan nantinya piramida. Keseluruhan dari basis maxilla akan bergesr dari basis cranium

c. Lefort 3Rangka wajah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue

Page 5: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

a).Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigiyang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila. Dengan demikian buttress maksilari transversal bawah akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kraniumb). Fraktur Le Fort IIPukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal menimbulkanfraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena suturazygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka keseluruhanmaksila akan bergeser terhadap basis kraniumc). Fraktur Le Fort IIISelain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal. Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur nasal.Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue

11. Mekanisme terjadinya fraktur maxillaAda 2 halEkstrinsik : kecepatan berapa energi dari tenaga tsbIntrinsik : kemampuan tualangApabila ekstrinsik lebih besar dari intrinsik maka akan terjadi fraktur tulangGaya tsb bisa scr langsung atau tidak diterima tulang

12. Bagaimana pemeriksaan klinis dan penunjang fraktur maxillaa. Lefort 1 : visualisasi ada open bite anterior, penunjang antero lateralterlihat

edema, IO scr visual tb. Lefort 2 : visual ada pupil cenderung sama tinggi, palpasi tulang hidung bergerak.

IO gangguan oklusi, tp tdk separah lefort 1. Penunjang rontgen proyeksi wajah antero lateral

c. Lefort 3 : pembengkanakan kelopak mata, ekimosis , penunjang : proyeksi wajah anterolateral

Page 6: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

a. Bisa dilakukan lateral sebelah mata, pemanjangan wajah akibat terdesaknya sebelah posterior dan anterior

b. Pemeriksaan palpasi bimanual : pd komplek zygomaticus, pinggir orbita yang dicurigai terdapat fraktur

c. Diperiksa juga apakah ada anestesia (kebas) atau parastesia (kesemutan) pd daerah orbital

13. Apa diagnosis dari skenario Faktur maxilla lefort 2 : dari tulang lacrimalis, pinggir orbita, dan menyebrang ke

sinus maxillaris

14. Penatalaksanaan emergensi fraktur maxilla1. Airway : menghilangkan fragmen yang fraktur2. Mempermudah Intubasi indo trakheal dengan mereposisi segmen fraktur wajah

utk membuka jalan nafas, oral dan nasopharingeal3. Stabilisasi untuk fraktur mandibula4. Breathing, stabilisasi sementara kalo ada frkatur RB5. Sirkulasi, kontrol perdarahan dari hidung6. Menekan dan mengikat perdarahan pembuluh wajah di kepala7. Sebelumnya dilakukan penilaian merespon mata verbal dan motorik

15. Perawatan fraktur maxilla

Penatalaksanaan pada fraktur maksila meliputi penegakan airway, kontrol pendarahan, penutupan luka pada soft tissue, dan menempatkan segmen tulang yang fraktur sesuai dengan posisinya melalui fiksasi intermaksilariFiksasi Maksilomandibular. Teknik ini merupakan langkah pertama dalam treatment fraktur maksila untuk memungkinkan restorasi hubungan oklusal yang tepat dengan aplikasi arch bars serta kawat interdental pada arkus dental atas dan bawah. Prosedur ini memerlukananestesi umum yang diberikan melalui nasotracheal tube. Untuk ahli bedah yang sudah berpengalaman dapat pula diberikan melalui oral endotracheal tube yang ditempatkan pada gigi molar terakhir. Tracheostomy biasanya dihindari kecuali terjadi perdarahan masif dan cedera pada kedua rahang, karena pemakaian fiksasi rigid akan memerlukan operasi selanjutnya untuk membukannya. Akses Fiksasi. Akses untuk mencapai rangka wajah dilakukan pada tempat-tempat tertentu dengan pertimbangan nilai estetika selain kemudahan untuk mencapainya. Untuk mencapai maksila anterior dilakukan insisi pada sulkus gingivobuccal, rima infraorbital, lantaiorbital, dan maksila atas melalui blepharoplasty (insisi subsiliari). Daerah zygomaticofrontal dicapai melalui batas lateral insisi blepharoplasty. Untuk daerah frontal, nasoethmoidal, orbita lateral, arkus zygomatic dilakukan melalui insisi koronal bila diperlukan Reduksi Fraktur. Segmen-segmen fraktur ditempatkan kembali secara anatomis.

Page 7: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

Tergantung pada kompleksitas fraktur, stabilisasi awal sering dilakukan dengan kawat interosseous. CT scan atau visualisasi langsung pada fraktur membantu menentukan yang mana dari keempat pilar/buttress yang paling sedikit mengalami fraktur harus direduksi terlebih dahulu sebagai petunjuk restorasi yang tepat dari panjang wajah. Sedangkan fiksasi maksilomandibular dilakukan untuk memperbaiki lebar dan proyeksi wajah Stabilisasi Plat dan Sekrup. Fiksasi dengan plat kecil dan sekrup lebih disukai. Pada Le Fort I, plat mini ditempatkan pada tiap buttress nasomaxillary dan zygomaticomaxillary. Pada LeFort II, fiksasi tambahan dilakukan pada nasofrontal junction dan rima infraorbital. Pada Le Fort III, plat mini ditempatkan pada artikulasi zygomaticofrontal untuk stabilisasi. Plat mini yang menggunakan sekrup berukuran 2 mm dipakai untuk stabilisasi buttress maksila. Ukuran yang sedemikian kecil dipakai agar plat tidak terlihat dan teraba. Kompresi seperti pada metode yang dijukan oleh Adam tidak dilakukan kecuali pada daerah zygomaticofrontal. Sebagai gantinya maka dipakailah plat mini agar dapat beradaptasi secara pasif menjadi kontur rangka yang diinginkan. Pengeboran untuk memasang sekrup dilakukan dengan gurdi bor yang tajam dengan diameter yang tepat. Sebelumnya sekrup didinginkan untuk menghindari terjadinya nekrosis dermal tulang serta dilakukan dengan kecepatan pengeboran yang rendah. Fiksasi maksilomandibular dengan traksi elastis saja dapat dilakukan pada fraktur Le Fort tanpa mobilitas. Namun, apabila dalam beberapa hari oklusi tidak membaik, maka dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal Cangkok Tulang Primer. Tulang yang rusak parah atau hilang saat fraktur harus diganti saat rekonstruksi awal. Bila Gap yang terbentuk lebih dari 5 mm maka harus digantikan dengancangkok tulang. Cangkok tulang diambil dari kranium karena aksesibilitasnya (terutama jika diakukan insisi koronal), morbiditas tempat donor diambil minimal, dan memiliki densitas kortikal tinggi dengan volum yang berlimpah. Pemasangan cangkokan juga dilakukan dengan plat mini dan sekrup. Penggantian defek dinding antral lebih dari 1.5 cm bertujuan untuk mencegah prolaps soft tissue dan kelainan pada kontur pipi Pelepasan Fiksasi Maksilomandibular. Setelah reduksi dan fiksasi semua fraktur dilakukan, fiksasi maksilomandibular dilepaskan, oklusi diperiksa kembali. Apabila terjadi gangguan oklusi pada saat itu, berarti fiksasi rigid harus dilepas, MMF dipasang kembali, reduksi dan fiksasi diulang. Resuspensi Soft tissue. Pada saat menutup luka, soft tissue yang telah terpisah dari rangka dibawahnya ditempelkan kembali. Untuk menghindari dystopia lateral kantal, displacement massa pipi malar ke inferior, dan kenampakan skleral yang menonjol, dilakukancanthoplexy lateral dan penempelan kembali massa soft tissue pipi pada rima infraorbita Fraktur Sagital dan Alveolar Maksila. Pada fraktur ini dapat terjadi rotasi pada segmen alveolar denta, dan merubah lebar wajah. Sebagian besar terjadi mendekati garis tengah pada palatum dan keluar di anterior diantara gigi-gigi kuspid. Fraktur sagital dan juga tuberosity dapat distabilkan setelah fiksasi maksilomandibular dengan fiksasi sekrup dan plat pada tiap buttressnasomaksilari dan zygomaticomaxillary Perawatan Postoperative Fraktur Maksila. Manajemen pasca operasi terdiri dari perawatan secara umum pada pasien seperti kebesihan gigi dan mulut, nutrisi yang cukup, dan antibiotik selama periode perioperasi

Page 8: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

16. Etiologi dari fraktur maxilla Kecelakaan presentasi paling tinggi 50% Olahraga atau jatuh 10 % Openbite lebih dari 3 Penyakit sistemik, contoh DM (prediposisi) Kista patologis

17. Bagaimana prognosis dari perawatan pada pasienBaik

Fiksasi intermaksilari merupakan treatment paling sederhana dan salah satu yang paling

efektif pada fraktur maksila. Jika teknik ini dapat dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi

fraktur, maka akan banyak deformitas wajah akibat fraktur dapat kita eliminasi. Mandibula yang

utuh dalam fiksasi ini dapat membatasi pergeseran wajah bagian tengah menuju ke bawah dan

belakang, sehinga elongasi dan retrusi wajah dapat dihindari. Sedangkan fraktur yang baru akan

ditangani setelah beberapa mingu kejadian, dimana sudah mengalami penyembuhan secara

parsial, hampir tidak mungkin untuk direduksi tanpa ful open reduction, bahkan kalaupun

dilakukan tetap sulit untuk direduksi

18. Komplikasi apabila dilakukan perawatan Deformitas dentofacial Malposisi tulang atau gigi atau kombinasi keduanya Malunion tidak bisa bersatu

Komplikasi awal fraktur maksila dapat berupa pendarahan ekstensif serta ganguan pada

jalan nafas akibat pergeseran fragmen fraktur, edema, dan pembengkakan soft tisue. Infeksi

pada luka maksilari lebih jarang dibandingkan pada luka fraktur mandibula. Padahal luka

terkontaminasi sat tejadi cedera oleh segmen gigi dan sinus yang juga mengalami fraktur.

Infeksi akibat fraktur yang melewati sinus biasanya tidak akan terjadi kecuali terdapat obstruksi

sebelumnya. Pada Le Fort I dan II, daerah kribiform dapat pula mengalami fraktur, sehinga

terjadi rhinorhea cairan serebrospinal. Selain itu, kebutan juga dapat erjadi akibat pendarahan

dalam selubung dural nervus optikus. Komplikasi akhir dapat berupa kegagalan penyatuan tulang

yang mengalami fraktur, penyatuan yang salah, obstruksi sistem lakrimal, anestesia/hipoestesia

infraorbita, devitalisasi gigi, ketidakseimbangan otot ekstraokuler, diplopia, dan enoftalmus.

Page 9: li sgd 4 blok 22 lbm 3.docx

Kenampakan wajah juga dapat berubah (memanjang, retrusi)

Email : [email protected], maksimal dikirim hari kamis jam 21.00 WIB