lesi ulseratif.docx
TRANSCRIPT
Lesi Ulseratif
Ulkus merupakan kondisi diskontinuitas jaringan yang meluas hingga ke dermis hingga ke
subcutis dan selalu terjadi pada kondisi patologis (Wolff dan Johnson, 2009). Menurut Regezi
dan Sciubba (1993), berdasarkan penyebabnya, ulkus dikelompokkan menjadi 5, yaitu lesi
reaktif, infeksi bakteri, infeksi jamur, kondisi yang berhubungan dengan disfungsi
immunologi dan neoplasma. Menurut Birnbaum dan Dunne (2010), ulkus dapat
dikelompokkan menjadi 5 berdasarkan penyebabnya, yaitu traumatik, infeksi, neoplasma,
sistemik dan lain-lain.
1. LESI REAKTIF
Pengertian dan Etiologi
Pada umumnya, lesi ini disebabkan oleh trauma mekanis dan hubungan antara penyebabnya
diketahui. Ulkus traumatik tergolong lesi reaktif dengan gambaran klinis berupa ulkus
tunggal pada mukosa yang dapat disebabkan oleh adanya trauma fisik atau mekanik,
perubahan thermal, kimia dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan jaringan (Regezi dan
Sciubba, 1993).
a. Trauma mekanik atau fisik
Penyebabnya antara lain maloklusi, kesalahan pada pembuatan protesa, menyikat gigi yang
terlalu keras, kebiasaan pasien yang suka menggigit-gigit pipi atau bibir dan oral piercing
(Greenberg dkk., 2008). Menurut Birnbaum dan Dunne (2010), trauma mekanik dapat
disebabkan oleh karena tergigit baik disengaja maupun tidak disengaja. Lokasinya bisa
bersebelahan dengan gigi yang karies atau patah, tepi plat gigi tiruan atau ortodontik.
Neville dkk. (2009) menuliskan bahwa pada anak-anak, ulkus traumatik disebut Riga-Fede
yang muncul pada permukaan ventral lidah. Ulkus ini bersifat kronis, dengan gambaran
histopatologis yang disebut ulserasi eosinofilik (traumatic granuloma, traumatic ulcerative
granuloma with stromal eosinophilia [TUGSE], eosinophilic granuloma of the tongue).
b. Trauma termal
Greenberg dkk. (2008) menuliskan bahwa trauma termal dapat disebabkan karena makanan
yang panas sehingga menimbulkan luka bakar pada lidah dan palatum, atau dapat disebabkan
oleh berkontaknya instrument dental yang panas dengan mukosa (iatrogenic).
Pada umumnya, jejas yang ditimbulkan akibat thermal food burns terletak pada palatum
maupun mukosa bukal bagian posterior. Lesinya berwarna kemerahan (eritema) pada bagian
tengah ulkus dengan epitelium yang nekrosis pada bagian tepinya (Neville dkk., 2009). Salah
satu contoh food burns adalah pizza burns yang diakibatkan oleh keju panas, dan paling
banyak terdapat pada palatum (Regezi dan Sciubba, 1993).
c. Trauma kimiawi
Trauma kimiawi dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang bersifat kaustik, seperti
obat kumur dengan kandungan tinggi alkohol, hidrogen peroksida dan fenol dan penggunaan
aspirin sebagai obat sakit gigi. Selain itu, sodium perborate dan turpentin juga dapat
menyebabkan terjadinya ulkus (Neville dkk., 2009). Penggunaan aspirin baik dalam tablet
maupun yang digunakan secara topikal pada mukosa dapat menyebabkan ulkus pada mukosa
(Greenberg dkk., 2008).
Material endodontik yang berfungsi sebagai bahan devitalisasi pulpa seperti pasta arsen atau
paraformaldehide dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada gingiva dan tulang yang
diakibatkan oleh bocornya bahan devitalisasi dari kamar pulpa menuju ke jaringan sekitar.
Sodium hypochlorite juga dapat menimbulkan efek yang sama apabila mengalir ke jaringan
sekitar. Pada penggunaan cotton roll, juga dapat menyebabkan timbulnya ulkus pada mukosa
rongga mulut. Kejadian ini disebut cotton roll burn atau cotton roll stomatitis (Neville dkk.,
2009).
d. Terapi radiasi dan kemoterapi
Manifestasi oral akibat terapi radiasi adalah oral mucositis yang timbul pada minggu kedua
setelah terapi, dan akan sembuh perlahan 2-3 minggu setelah terapi dihentikan. Area yang
terkena adalah mukosa yang disinari langsung oleh sinar X. Pada kemoterapi, mukosa yang
terkena adalah mukosa nonkeratinisasi, seperti mukosa bukal, ventrolateral lidah, palatum
mole, dan dasar mulut.
Lesi awal berwarna keputihan dengan sedikit deskuamasi pada keratin, yang kemudian
menimbulkan atrofi pada mukosa dengan gambaran edematous dan eritematous. Selanjutnya
ulkus akan ditutupi oleh membran fibrinopurulen. Ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa
terbakar, serta tidak nyaman (Neville dkk., 2009).
Gambaran klinis
Lesi ini ditandai dengan adanya membran fibrin purulen berwarna kekuningan yang disertai
dengan timbulnya rasa nyeri (Regezi dan Sciubba, 1993). Menurut Neville dkk. (2009), tepi
ulkus traumatik ditandai dengan area berwarna kekuningan yang dikelilingi oleh halo
eritematous, namun pada beberapa kasus, tepi ulkus dapat berwarna putih karena adanya
hiperkeratosis.
Ulkus traumatik dapat terjadi pada lidah, bibir dan mukosa bukal. Selain itu, dapat juga
terjadi pada gingiva, palatum dan fornix. Lesi ini dapat sembuh dalam beberapa hari atau
minggu setelah penyebab traumanya dihilangkan. Rasa nyeri akan hilang dalam waktu 3 atau
4 hari (Wood dan Goaz, 1997), dan akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari. Jika ulkus
tidak sembuh dalam kurun waktu 2 minggu, maka diindikasikan untuk dilakukan biopsy
(Neville dkk., 2009).
Gambaran Histopathologi
Ulkus terdiri dari jaringan granulasi yang berisi sel inflamasi seperti limfosit, histiosit,
neutrofil dan sel plasma (Neville dkk., 2009).
Perawatan dan Prognosis
Ulkus traumatik dapat sembuh apabila sumber trauma atau faktor iritasi telah dihilangkan.
Untuk mempercepat proses penyembuhan, dapat diberikan aloclair pada permukaan ulkus.
Aloclair mengandung air, maltodextrin, propylene glycol, polyvinylpyrrolidone (PVP),
ekstrak aloe vera, kalium sorbate, natrium benzoate, hydroxyethylcellulose, PEG 40,
hydrogenated glycyrrhetic acid (MIMS,2009). Kandungan PVP akan membentuk lapisan
protektif tipis di atas ulkus yang akan menutupi dan melindungi akhiran saraf yang terbuka
sehingga mengurangi rasa nyeri dan mencegah iritasi pada ulkus. Ekstrak Aloe vera
mengandung kompleks polisakarida dan gliberellin. Polisakarida berikatan dengan reseptor
permukaan sel fibroblast untuk memperbaiki jaringan yang rusak, menstimulasi dan
mengaktivasi pertumbuhan fibroblast, sedangkan gliberellin mempercepat penyembuhan
ulkus dengan cara menstimulasi replikasi sel (Plasket, 2008).
2. INFEKSI
a. Bakteri
- Syphilis
Disebabkan oleh Treponema Pallidum. Syphillis terdiri dari 2 tipe, yaitu:
1. Syphilis primer
Ulkus berbentuk bulat dan tidak sakit, lokasi pada bibir dan ujung lidah.
2. Syphilis sekunder
Muncul 3-12 minggu setelah lesi primer, ulkus tidak sakit, berbentuk datar dengan tepi
irregular, dan ditutupi oleh membran keabuan (snail truck ulcer). Lesi ini menyatu
membentuk bercak membulat yang dikenal sebagai mucous patch. Lokasi ulkus ini pada
palatum, tonsil, tepi lateral lidah, dan bibir.
- Tuberculosis
Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Ulkus yang terjadi berwarna pucat disertai
lendir kental pada dasar ulkus. Lokasi ulkus pada dorsum lidah dan jarang pada bibir dan
palatum.
- Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
Merupakan infeksi akut pada jaringan gingiva. ANUG menimbulkan rasa nyeri pada saat
mengunyah, demam, malaise, dengan karakteristik pembesaran pada papilla interdental dan
ulserasi yang ditutupi oleh pseudomembran. Margin gingiva juga berwarna merah dan sangat
nyeri. Ulser pada ANUG banyak terdapat pada mukosa bukal dan orofaring. Limfonodi
submandibula dapat membesar dan nyeri tekan.
b. Jamur
- Histoplasmosis
Disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. Ulkus ini pada umumnya berbentuk nodular dan
bulat, serta muncul pada bibir, lidah, palatum, gingival, dan mukosa bukal.
- Mucormicosis/Phycomycosis
Disebabkan oleh Mucor dan Rhizopus. Ulkus terjadi pada penderita imunosupresi dan
berlokasi pada palatum, gingival, dan bibir. Ulkus ini berukuran lebih dari 1 cm.
- Selain itu, Coccidioides immitis dapat menyebabkan coccoidiodomycosis, Blastomyces
dermatiditis menyebabkan blastomycosis.
c. Virus
- Primary Herpetic Gingivostomatitis
Disebabkan oleh herpes virus hominis tipe 1 (HVH-1), dan sering disebut dengan herpes
simpleks. Lesi diawali dari gingiva tepi yang berwarna merah dan membesar, serta sangat
nyeri. Vesikel berukuran kecil muncul pada gingiva bebas, palatum, lidah, mukosa bukal, dan
bibir. Ulkus dapat bergabung menjadi area erosif yang luas dan mudah berdarah.
Infeksi sekunder dari herpes virus simpleks disebut dengan herpes labialis yang selalu
muncul pada vermilion border. Herpes labialis diawali dengan vesikel, yang kemudian akan
pecah dan bergabung membentuk krusta berwarna kuning. Lesi ini diawali dengan gejala
prodromal, dan menimbulkan rasa nyeri.
- Varicella dan Herpes zoster
Varicella (chickenpox) dan herpes zoster (shingles) disebabkan oleh herpesvirus varicella-
zoster. Varicella merupakan infeksi primer, sedangkan infeksi rekuren disebut herpes zoster.
Vesikel pada varicella memiliki tampilan yang disebut “dew-drop on a rose petal” yang
terlihat seperti tetesan air pada kulit. Lesi pada rongga mulut diawali dengan bentuk vesikel
yang akan menjadi aphthous pada tahap lanjut, dan banyak ditemukan pada palatum. Pada
kulit, varicella akan memberikan gambaran herald-spot dan sembuh membentuk jaringan
parut. Herpes zoster diawali dengan sindrom prodromal seperti itching, tingling, rasa
terbakar, dan nyeri pada lokasi dimana vesikel akan erupsi (Bricker dkk., 1994).
3. NEOPLASMA
a. Squamous Cell Carcinoma
Lokasi ulkus pada lidah, dasar mulut, dan mukosa bukal. Lesi berbentuk bulat dan tidak
beraturan.
- Karsinoma pada bibir
Karsinoma pada bibir bawah lebih sering terjadi daripada bibir atas. Penyebab yang paling
penting adalah sinar UV dan merokok menggunakan pipa. Lesi ini berkembang dari
vermillion dan tampak sebagai ulkus kronis yang tidak sembuh.
- Karsinoma pada lidah
SCC pada lidah merupakan keganasan yang palig sering terjadi pada rongga mulut, dengan
persentase 25-40%. Karsinoma pada lidah bersifat asimtomatik pada awalnya. Pada tahap
akhir, terjadi invasi yang dalam menyebabkan timbulnya rasa nyeri atau disfagia. Selain itu,
timbul ulkus yang tidak sembuh, indurasi, dapat berupa lesi berwarna merah, putih, atau
sebagai lesi berwarna merah-putih. Lokasi yang paling banyak terlibat pada SCC lidah adalah
bagian posterior-lateral lidah (45%). Lesi sangat jarang ditemukan pada dorsum lidah atau
ujung lidah.
- Karsinoma pada dasar mulut
Dasar mulut merupakan lokasi kedua yang paling sering pada SCC (15-20%). Karsinoma ini
lebih sering muncul pada laki-laki yang merokok dan peminum kronis. Ulkus yang timbul
tidak sakit, tidak sembuh, dan indurasi, dengan gambaran berupa patch berwarna outih atau
merah. Lesi ini umumnya terletak pada dasar lidah yang menyebabkan berkurangnya
pergerakan lidah. Metastase ke limfonodi submandibula sering ditemukan pada SCC dasar
lidah.
- Karsinoma pada mukosa bukal dan gingiva
Gambaran klinis ulkus pada SCC ini adalah patch berwarna putih, tidak sembuh, dan
eksofitik. Lesi ini tumbuh lambat dan jarang metastase, serta memiliki prognosis yang cukup
baik.
- Karsinoma pada palatum
Sangat jarang terjadi pada palatum durum. Lesi yang timbul bersifat asimtomatik, dengan
plak berwarna merah atau putih; atau berupa massa yang terulserasi dan mengalami keratosis.
b. Kaposi sarcoma
Terjadi pada pasien yang menderita AIDS dengan lesi berbentuk soliter maupun multipel,
dan berwarna biru/merah/ungu.
c. Non-Hodgkin Lymphoma (NHL)
NHL dapat bermanifestasi pada rongga mulut dan rahang dengan prevalensi 2-3%. Lesi pada
rongga mulut berwarna merah (eritematous), pembesaran tanpa rasa sakit, dan terdapat ulser
sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi ulkus yang paling sering adalah pada lidah,
palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan orofaring.
4. KONDISI SISTEMIK DAN DISFUNGSI IMMUNOLOGI
a. Reccurent Aphthous Stomatitis (RAS)
Aphthous stomatitis disebut juga canker sore yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri dan
kerusakan pada membran mukosa. RAS terjadi pada 10% populasi dengan prevalensi wanita
lebih tinggi daripada pria (Jurge dkk., 2006).
• Gambaran Klinis
RAS pada umumnya terjadi pada lining mucosa rongga mulut yang tidak mengalami
keratinisasi, seperti pada lidah, mukosa bukal, dan mukosa labial. Perkembangan RAS
biasanya ditandai dengan adanya gejala prodromal, seperti rasa terbakar, kesemutan
(tingling), atau mukosa yang berwarna kemerahan (Zunt, 2001). Ulkus pada RAS berbentuk
bulat atau oval dengan pusat berwarna putih kekuningan yang dikelilingi oleh area berwarna
kemerahan.
• Klasifikasi
RAS diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu minor, mayor, dan herpertiform. Minor aphthous
ulcers merupakan ulkus yang paling sering terjadi, yaitu sekitar 80-85% dari seluruh kasus
yang ada. Major aphthous ulcer terjadi pada 5-10% kasus, dan herpetiform terjadi pada 5-
10% kasus.
Minor aphthous ulcers
Pada umumnya, ulkus ini berbentuk bulat atau oval dengan bagian tengah berwarna putih
kekuningan dan dikelilingi oleh halo eritematous. Ulkus ini sembuh dalam waktu 14 hari
tanpa terbentuknya jaringan parut (Zunt, 2001). Lokasi lesi ini biasanya pada mukosa
nonkeratinisasi, seperti pada mukosa bukal, mukosa labial, dan dasar mulut. Namun, dapat
juga terjadi pada mukosa keratinisasi, seperti palatum keras, gingiva, dan dorsum lidah. Lesi
ini dapat multipel dengan diameter 2-5 mm (Neville dkk., 2009; Birnbaum dan Dunne, 2010).
Major aphthous ulcer (Sutton’s disease)
Ulkus ini lebih dalam daripada ulser aftosa minor dengan tepi lesi yang irregular, dan
diameter > 1cm. Ulkus ini dapat sembuh dalam waktu beberapa minggu hingga bulan dan
sering terbentuk jaringan parut. Pada lesi ini, perlu dicurigai adanya keterlibatan kondisi
sistemik, seperti defisiensi nutrisi atau gangguan hematologis (Zunt, 2001).
Biasanya ulkus ini ditemukan pada bagian posterior mulut, palatum mole, dan daerah tonsila.
Jumlah ulserasi bisa soliter atau multipel, ukurannya lebih besar dari 1 cm, bisa juga
mencapai 5 cm, bentuknya bulat atau lonjong, dasar lesi kekuningan, keabuan, tepi lesi merah
meradang, bisa lebih menonjol dibandingkan jaringan sekitarnya, jaringan dasar tetap lunak
dan tidak mengalami indurasi (Birnbaum dan Dunne, 2010).
Herpetiform aphthous ulcer
Lesi ini merupakan lesi yang multipel, rekuren dan menimbulkan rasa nyeri, serta lebih
banyak ditemukan pada wanita (Zunt, 2001). Lokasinya pada lidah, dasar mulut, dan mukosa
bukal. Jumlah lesi multipel, bisa mencapai 100 lesi pada saat yang bersamaan. Beberapa lesi
dapat bergabung menjadi satu. Ukuran kecil, diameter 1-3 mm, bentuknya tidak beraturan,
dasar lesi keabuan, tepi lesi tidak tegas, ditemukan daerah kemerahan yang luas pada
membran mukosa (Birnbaum dan Dunne, 2010). Lesi ini sama seperti pada primary herpetic
gingivostomatitis (Silverglade, 2011).
• Penyebab
Menurut Nally (1997), faktor penyebab RAS belum diketahui, namun beberapa penelitian
menyatakan bahwa ada hubungan antara kejadian RAS dengan respon system imun yang
abnormal. Birnbaum dan Dunne (2010) menyatakan bahwa faktor yang dapat berkaitan
dengan munculnya RAS meliputi trauma, stress psikologis, menstruasi dan alergi makanan,
misalnya coklat dan pengawet makanan. Selain itu, defisiensi Fe, asam folat, dan vitamin
B12 juga dapat menyebabkan RAS. Menurut Cawson dan Odell (2002), faktor etiologi yang
mungkin untuk RAS adalah genetik, respon terhadap trauma, infeksi, abnormalitas
imunologi, gangguan gastrointestinal, kekurangan hematologi, gangguan hormonal, dan
stress.
Lesi ini biasanya kambuhan, penyebabnya tidak diketahui tetapi kemungkinan karena
kerusakan sistem imun pada mediasi oleh sel T, dipacu oleh adanya stress, trauma dan faktor
lain yang mempengaruhi immunitas (Regezi dan Sciubba, 1993). Menurut Neville dkk.
(2009), pemeriksaan darah perifer pada pasien RAS menunjukkan adanya penurunan rasio
CD4+ terhadap CD8+ pada limfosit T, dan peningkatan T cell reseptor γδ+ dan tumor
necrosis factor-α (TNF- α).
Lesi awal pada RAS adalah lesi inflamasi preulseratif yang terdapat pada epitel rongga mulut
yang ditandai dengan peningkatan jumlah limfosit T. Sel T sitotoksik tampak pada lokasi
dimana banyak terdapat antigen atau di dalam keratinosit. Pelepasan bermacam-macam
sitokin dan kemokin imunoreaktif menginduksi respon yang dimediasi oleh sel yang diyakini
sebagai hasil dari lisisnya keratinosit (Silverman dkk., 2001).
Beberapa penyakit pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan ulkus pada rongga mulut
adalah:
-Celiac disease
Merupakan gangguan autoimun yang ditandai dengan adanya intoleransi terhadap gluten
pada usus halus. Campisi dkk. (2008) melaporkan bahwa lesi pada rongga mulut seperti RAS
dapat berfungsi sebagai tanda adanya gangguan gastrointestinal kronis yang disebabkan oleh
adanya malabsorpsi.
-Chron’s disease
Merupakan penyakit kronis pada gastrointestinal yang ditandai dengan adanya
pembengkakan pada saluran pencernaan, nyeri abdomen, nausea, diare, kehilangan berat
badan, demam, dan perdarahan rectal. Pada 10-20% pasien chron’s disease terjadi ulkus pada
rongga mulut, dengan karakteristik yang disebut cobble stone. Apabila terdapat ulkus rekuren
dengan sebab yang tidak jelas pada rongga mulut, maka penyakit ini dapat dipertimbangkan
sebagai salah satu faktor etiologi ulkus (Katsanos dkk., 2003).
-Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Merupakan salah satu gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh keluarnya asam
lambung menuju esophagus. Asam lambung yang keluar hingga ke rongga mulut dapat
menyebabkan terjadinya keruasakan pada mukosa yang bersifat erosif dan dapat berakhir
sebagai ulkus. Selain itu, GERD juga dapat menyebabkan timbulnya faringitis, laringitis,
bronchitis, dan pneumonia.
b. Behcet’s Syndrome
Adanya keterkaitan rongga mulut merupakan komponen yang penting pada Behcet’s
syndrome dengan manifestasi pada rongga mulut sebesar 99%. Lesi ini serupa dengan
aphthous ulcerations pada orang sehat dengan durasi dan frekuensi yang sama, namun pada
pasien dengan Behcet’s syndrome, lesi dapat berjumlah 6 atau lebih. Lesi dapat terjadi pada
palatum lunak dan orofaring, dengan tepi yang bergelombang dan dikelilingi oleh area
eritema yang difus. Pada penderita Behcet’s syndrome, ketiga jenis RAS dapat muncul,
namun minor RAS paling banyak terjadi pada pasien ini. Selain pada rongga mulut, lesi pada
genital dan ocular (mata) juga muncul pada pasien ini.
c. Erythema Multiforme
Lesi timbul tiba-tiba, nyeri, penyebaran luas, biasanya sembuh sendiri. Gambaran klinisnya
bervariasi sehingga disebut “multiformis, multiple, pada bibir berbentuk krusta disertai
bercak darah.
d. Lupus Erytematosus
Eritematus dan ulkus pada mukosa bukal, gingiva dan vermilion, dengan area putih keratosis
mengelilingi ulkus dan biasanya nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003, Aloclair, http://www.dentalringen.com, diunduh 18 Februari 2011
Anonim, 2010, About Aloclair : How does aloclair work?, http://www.aloclair.co.uk,
diunduh 18 Februari 2011
Birnbaum, W. dan Dunne, S.M., 2010, Diagnosis Kelainan Dalam Mulut Petunjuk bagi
Klinisi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Campisi G, Di Liberto C, Carroccio A, Compilato D, Iacono G, Procaccini M, Di Fege G, Lo
Muzio L, Craxi A, Catassi C, Scully C. 2008. Coeliac Disease: Oral Ulcer Prevalence,
Asssesment of Risk and Association with Gluten-Free Diet in Children. Dig Liver Dis 40(2):
104-107.
Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A., 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th Edition, BC
Decker Inc., Hamilton.
Katsanos KH, Georgiadis A, Drosos AA, Tsianos EV. 2003. Oral Ulcers as First Clinical
Manifestation in Chron’s Disease. Annals of Gastroenterology. 16(2): 177-178.
MIMS, 2009, Aloclair, http://www.mims.com, diunduh 18 Februari 2011
Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 2009, Oral and Maxillofacial
Pathology, 3rd edition, Elsevier, India.
Plasket, 2008, The Healing Properties of Aloevera, http://www.dietahoodia.com diunduh 18
Februari 2011
Regezi, J. dan Sciubba,J., 1993, Oral Pathology: Clinical Pathology Correlations, WB.
Saunders, USA
Silverglade, Lee. Preventive Dentistry: Overview of Common Oral Lessions. University of
Illinois at Chicago. http://www.uic.edu/classes/peri/peri311/lec3ls/oral_lesions2.htm.
diunduh 16 februari 2011.
Sonis,S.T., Fazio, R.C. dan Fang, 1995, Principle and Practice of Oral Medicine, 2nd Edition,
W.B.Saunders, Philadelphia
Wood, W.K. dan Goaz, P.W., 1997, Differential Diagnosis of Oral and Maxillofacial
Lesions, 5th Edition., C.V. Mosby Co., St. Louis
Oral Disorder-
I. STOMATITIS
Stomatitis adalah inflamasi rongga oral/mulut, yang mana tepatnya dari bibir kelengkungan
tonsil pertama. Stomatitis adalah berbeda dengan faringitis, inflamasi dari faring, karena
faringitis terjadi diperbatasan faring dari lengkungan tonsil pertama (termasuk lengkungan,
tonsil, palatum lunak) untuk dinding belakang faring.
I.1 Tinjauan
Stomatitis adalah diklasifikasikan dari penyebab inflamasi stomatitis utama termasuk
“aphthous” stomatitis, stomatitis herpes simplex, vincent’s stomatitis dan trauma ulkus.
Mukosa mulut sering menjadi tempat untuk menunjukkan sebuah penyakit sistemik. Faktor
implikasi cara dalam stomatitis gangguan sumsum tulang, alergi, penyakit sistemik,
narkotika, gangguan nutrisi dan gangguan emosional.
Stomatitis adalah juga sebuah keadaan yang biasa terjadi dari terapi radiasi untuk kepala dan
leher dan beberapa penyebab kemoterapi.
I.2 Stomatitis Utama
1. APHTOUS STOMATITIS
Patofisiologi/Etiologi
Aphtous Stomatitis, juga dikenal sebagai luka aphthous atau luka kanker, adalah sering
terjadi dengan penilaian kondisi yang tidak jelas pathogenesisnya. Respon imun untuk
antigen rongga oral kelihatan dalam perkembangan tipe stomatitis: bagaimanapun, faktor
yang berkontribusi termasuk stress psikologi, genetika, vitamin B12 , besi,defisiensi folat.
Virus,alergi dan trauma adalah penyebabnya.
Aphtous Stomatitis terbagi atas empat fase. Pertama. fase sebelum monitor, dikarakteristikan
dari pembakaran atau sensasi hyperesthetik selam 24 jam. Fase kedua adalah sebelum
perlukaan dan dikarakteristik dari luka erythematous atau papules dengan erythematous
berhenti terakhir dari 18 jam sampai 3 hari. fase ke 3 adalah fase perlukaan itu 1 sampai 6
hari. sampai fase ini luka dapat terjadi tunggal atau kelompok dengan luas 2 sampai 10 mm
dengan kegelapan erythematous mengelilingi membran kuning ke abu-abuan-menutupi luka
sampai fase terakhir biasanya sembuh tanpa menakutkan dan terjadi sekitar 2 minggu. lokasi
aphthous stomatitis hanya terjadi dirongga mulut.
2. HERPES SIMPLEX STOMATITIS
Patofisiologi
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai utama atau infeksi
tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak terjadi. dua tipe HSV dapat
diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon
dari lesi nongenital. awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa
disebut stomatitis Herpes Akut. keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak
terjadi dilidah, palatum dan mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi setelah nyeri
luka meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis tepi erythematous. lesi ditingkat
ini biasa terjadi di luka aphathous. area yang terkena luka 10 sampai 14 hari. Gelembung
mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut gingiva, saat dengan lesi herpes.
Karakteristik lidah dengan keputih-putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di
pernafasannya. infeksi HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi
termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.
Pengkajian sebagai pemeriksaan rongga mulut perawat memakai sarung tangan nonsteril
untuk melindungi terjadi infeksi pada dirinya. diperlukan juga keadekuatan pemcahayaan,
termasuk sebuah penlight dan sebuah mata pisau lidah untuk memfasilitasi pemeriksaan.
menggunaan sarung tangan bersih, perawat memeriksakan rongga mulut klien dari lesi.
karakteristik dari lesi digambarkan dengan lokasinya, ukurannya, bentuknya, dan warnanya.
bau juga dapat menggambarkan. perubahan dari vesikel herpes di HSV mungkin dihasilkan
dari perkembang biakan virus. perkembangbiakan bakteri dari mukosa mulut mengesahkan
vincent stomatitis atau infeksi ke dua. noda atau corengan sisa dari lesi putih dari awal
candidiasis yang mana seperti benang pada proses jamur.
intervensi
intervensi pada klien dengan fokus stomatitis tepat pada kehigienisan mulut, terapi obat, dan
terapi diet.
kebersihan mulut. perawat mengkaji rutinitas klien dari kebersihan mulut. modifikasi dapat
diperlukan ketika terjadi ketidaknyamanan mulut. contohnya, perawat menyuruh spon kasa
untuk mengganti sikat sampai nyeri stomatitis. klien dengan lesi di rongga mulut umumnya
mentoleransi kelemahan perawatan mulut dengan ”lukewarm”. banyak pembersih mulut
komersil berlawanan karena mereka memakai alkohol dengan tinggi yang mana karena
sensasi rasa tebakar diiritasi atau luka mukosa mulut. kumur mulut dengan normal garam,
baking soda. untuk mentoleransi kelebihan produk komersil dan menenangkan peradangan.
klien yang mempunyai pengalaman sulit dalam menelan karena kurangnya atau bertahannya
sekresi dapat menggunakan penghisapan mulut dengan ujung gigi atau ujung tonsil untuk
membersihkan saliva.
terapi obat. anti infeksi dan analgesik, opioit dan non opioit sering diminta klien dengan
stomatitis. anti infeksi: penyedia layanan kesehatan meresepkan antibiotik pada klien dengan
vincents stomatitis. ketika informasi dan ancaman udem terjadi klien di rumah sakitkan untuk
mengobservasi sistem teroid sebagai anti biotik IV. antibiotik adalah sedikit nilai dari virus
atau jamur stomatitis kecuali infeksi kedua yang terjadi. antibiotik sustem adalah tidak efektif
untuk Lichen Planus dan tidak direkomendasikan. untuk klien dengan infeksi candida
diberikan anti jamur untuk diresepkan seperti nystatin (mycostatin, nadostin) dengan nilai
sispensi mulut 600.000 menit di4 jam sehari sampai 7-10 hari.
analgesik. perawat memeriksa kebutuhan analgesik. dasar dari laporan subjektif klien untuk
menolong nyeri dan gejala objektif nyeri, perawat mengevaluasi efek pemilihan rutinitas.
diet terapi. cair, lembut atau makanan blender karena mengurangi ketidaknyamanan nyeri
mulut dan membantu keadekuatan nutrisi sebuah perubahan dalam makanan biasanya
mengiritasi eliminasi. jus sitrus atau makanan pedas atau panas dapat menyebabkan iritasi
mulut dan harus dihindari. dingin, minuman es biasanya boleh ditoleransi. perawat
memeriksa kemampuan klien untuk melihat keadekuatan intake dan nutrisi yang berubah
dari mulut.
3. VINCENT’S STOMATITIS
Patofisiologi/etiologi
Vincent’s stomatitis atau nerotis stomatitis adalah infeksi bakteri akut di “gingiva”. Penyakit
diserang tiba-tiba dan berhubungan untuk sebuah pengurangan resisten dari flora bakteri
normal mulut.
Infeksi seperti pyelunephritis kurangnya kebersihan oral dan stress emosional ekstrim
memberi sugesti dan faktor pendukung.
Karakteristik dari penyakit erythema, ulceration dan nekrosis dari tepi “gingival” ;
bertukar kulit itu mudah. Papila “gingival” diantara gigi terlihat rusak klien mengeluh
mengalami nyeri, nafas bau busuk, secret tebal, bertambah saliva.
Gingivae sering berdarah spontan dari iritasi ringan.
Manifestasi klinik sistemik dapat beserta kelemahan, hilang nafsu, kadang-kadang perlebaran
dari servikal (leher) kelenjar impa.
Pengaruh
Gingivitis netrotis sering terjadi di dewasa dan insiden sering bertambah seiring usia. Dewasa
tua bertambah kecurigaan infeksi karena berkurang imun.
1.LUKA TRAUMA
Patofisiologi
luka trauma dapat dibedakan dari luka aphathous di dasar sejarah dan manifestasi klinik.
klien biasanya dapat mengingat kembali fisik atau suhu dari luka. lesi trauma mulut banyak
terjadi diluka aphethous tapi sedikit didefinisikan jelas dan umumya tidak disertai nyeri.
I.3 Stomatitis kedua
1. LICHEN PLANUS
Patofisiologi
Lichen Planus ini adalah peradangan kronik meliputi kulit dan mukus membran mulut. lesi
mulut terjadi banyak di Lichen planus dan mereka sering terjadi pada manifestasi pertama
dari penyakit ini. simetris, lesi mulut putih dari berbagai jenis (garis, bintik-bintik atau flak)
biasanyabanyak terjadi difaring tetapi ditemukan juga dilidah dan mukosa bucal atau labial.
memelihara perawatan lesi menjadi licin dan melengkung, walaupun itu lidah sering datar
dan tumpul. lesi oral ini jarang melukai dan biasanya tidak mempunyai gejala. klien
mempunyai kesempatan untuk memberitahukan rasa bakar yang dialaminya khususnya dari
lesi yang dilidah. etiologi ini tidak diketahui tapi physikomatiknya, genetiknya, alergi dan
proses infeksi dapat terjadi etiologi.
2. CANDIDIASIS (MONILIASIS)
Patofisiologi
candidia albican adalah bagian flora normal dirongga mulut, ini pragrian seperti jamur karena
candidiasis yang mana kadang-kadang dikenal sebagai infeksi peragian. dengan candidiasi
berulang dan dengan stomatitis tambahan, sebuah sistem penyebab yang harus dicari. karena
terapi antibiotik merusak flora normal itu biasanya mencegah infeksi jamur, candidiasis dapat
terjadi diklien dengan penerimaan terapi antibiotik yang lama. kemoterapi mengurangi
kemampuan sistem imun untuk mencagah infeksi jadi klien yang menerima kemoterapi
sering mengalami perkembangan candidiasis. candidiasis terlihat seperti tambalan putih
(seperti susu) dilidah palatum dimukosa bucal.
Burning mouth syndrome menyebabkan sensasi nyeri terbakar yang kronis di dalam rongga
mulut. Rasa sakit dari burning mouth syndrome dapat mengenai lidah, gusi, bibir, pipi bagian
dalam (mukosa bukal), langit-langit mulut, atau area luas di seluruh mulut. Nyeri dapat berat,
seperti jika tersiram air panas di mulut.
Penyebab burning mouth syndrome seringkali sulit dipastikan. Penentuan penyebab yang
tidak pasti seringkali menyulitkan pengobatan. Namun, jika dalam perawatan dokter,
setidaknya burning mouth syndrome dapat terkontrol.
Nama lain untuk burning mouth syndrome meliputi scalded mouth syndrome, burning tongue
syndrome, burning lips syndrome, glossodynia dan stomatodynia. Penyebab sindrom mulut
terbakar dapat diklasifikasikan menjadi primer atau sekunder.
Penyebab
1. Burning mouth syndrome primer
Ketika penyebab burning mouth syndrome tidak diketahui, kondisi ini disebut burning mouth
syndrome primer atau idiopatik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa burning mouth
syndrome primer berkaitan dengan masalah saraf sensorik dari sistem saraf perifer atau
sentral.
2. Burning mouth syndrome sekunder
Kadang-kadang sindrom mulut terbakar disebabkan oleh kondisi medis atau penyakit yang
mendasari, seperti kekurangan gizi. Dalam kasus ini, disebut burning mouth syindrome
sekunder.
Kondisi yang mungkin dapat menyebabkan burning mouth, meliputi:
1. Kering mulut (xerostomia)
Dapat disebabkan oleh berbagai obat atau penyakit.
2. Infeksi jamur mulut (thrush), oral lichen planus atau lidah geografis.
3. Faktor psikologis
Seperti kecemasan, depresi atau kekhawatiran berlebihan.
4. Kekurangan nutrisi
Seperti kekurangan zat besi, seng, folat (vitamin B9), thiamin (vitamin B1), riboflavin
(vitamin B2), piridoksin (vitamin B6) dan cobalamin (vitamin B12).
5. Gigi palsu
Gigi palsu dapat menekan beberapa otot dan jaringan mulut, menyebabkan nyeri mulut.
Bahan yang digunakan dalam gigi palsu juga bisa mengiritasi jaringan dalam mulut.
6. Kerusakan saraf yang mengendalikan rasa dan nyeri di lidah.
7. Alergi terhadap makanan, penyedap makanan, bahan aditif makanan, wewangian, pewarna
atau zat lainnya.
8. Refluks asam lambung (gastroesophageal reflux disease) yang memasuki mulut dari
saluran pencernaan bagian atas.
9. Obat-obat tertentu
Terutama obat tekanan darah tinggi yang disebut angiotensin converting enzyme (ACE)
inhibitor.
10. Oral habit
Seperti mendorong-dorongkan lidah ke gigi depan dan grinding gigi (bruxism).
11. Kelainan endokrin
Seperti diabetes dan hypothyroidism.
12. Ketidakseimbangan hormonal
Seperti yang terkait dengan menopause.
13. Iritasi mulut yang berlebihan
Mungkin hasil dari menyikat lidah secara berlebihan, terlalu sering menggunakan obat kumur
atau mengonsumsi minuman yang terlalu banyak asam.
Gejala
Gejala burning mouth syndrome, meliputii:
1. Sebuah sensasi terbakar yang dapat mengenai lidah, bibir, gusi, langit-langit mulut,
tenggorokan atau seluruh mulut.
2. Kesemutan atau sensasi mati rasa di mulut atau di ujung lidah.
3. Nyeri di dalam rongga mulut yang semakin memburuk.
4. Sensasi mulut kering
5. Semakin sering merasa haus
6. Kehilangan selera makan
7. Perubahan rasa, seperti rasa pahit atau rasa logam
Kapan perlu ke dokter?
Jika mengalami rasa sakit atau nyeri pada lidah, bibir, gusi atau daerah lain dari mulut,
berkonsultasilah dengan dokter atau dokter gigi sesegera mungkin. Perlu kerjasama yang baik
antara pasien dengan dokter atau dokter gigi agar penyebab dapat ditentukan dan
merencanakan pengobatan yang efektif.
Pengobatan
Tidak ada satu cara yang pasti untuk mengobati burning mouth syndrome primer. Pengobatan
tergantung pada tanda dan gejala tertentu, serta kondisi atau penyakit yang mendasari yang
mungkin menyebabkan burning mouth syndrome. Itulah pentingnya untuk mencoba
menentukan penyebabnya terlebih dahulu. Apabila penyebabnya diobati, gejala-gejala
burning mouth syndrome juga akan membaik.
Tidak ada obat khusus untuk burning mouth syndrome primer. Jika penyebabnya tidak dapat
ditemukan, maka perlu mencoba beberapa metode pengobatan. Sehingga menemukan satu
atau kombinasi yang sangat membantu dalam mengurangi rasa nyeri di dalam rongga mulut.
Pilihan pengobatan tersebut dapat mencakup:
1. Bentuk lozenge dari jenis obat antikonvulsan clonazepam (Klonopin)
2. Alpha-lipoic acid, sebuah antioksidan kuat yang dihasilkan secara alami oleh tubuh
3. Obat sariawan
4. Antidepresan
5. Vitamin B
6. Terapi perilaku kognitif
7. Obat kumur
8. Produk pengganti air liur
9. Capsaicin, pereda nyeri yang berasal dari cabai